lembar tugas mandiri pemicu 4 modul kulit dan jaringan penunjang

11
Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit dan Jaringan Penunjang Patofisiologi Lenting Berair Melissa Lenardi, 0906508296 I. Pendahuluan Lenting berair, atau blister didefinisikan sebagai serum atau darah yang terdapat di bawah lapisan paling superficial dari kulit, disebut juga bleb. Vesikel dan bula merupakan bentukan dari lenting berair, yang secara morfologis membentuk tonjolan lebih tinggi dari kulit. Vesikel merupakan gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari 0,5 cm pada diameternya, dan memiliki dasar, vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik. Bula merupakan vesikel dengan ukuran yang lebih besar, dikenal juga istilah bula hemoragik, bula purulent, dan bula hipopion. Blistering dapat terjadi karena berbgai penyebab, meliputi areaksi iritasi, alergi infeksi, penyakit kulit, serta pengobatan. II. Isi Blister yang merupakan gelembung berisi cairan di bawah kulit dapat berasal dari jaringan disekutarnya sebagai respons injury. Juka blister tetap tidak terbuka, serum dapat menjadi pelindung yang kuat untuk jaringan di bawahnya. Blister yang kecil disebut vesikel, dan yang besar disebut bullae. Terdapat berbagai penyebab blister, meliputi: Iritasi. Blister dapat diakibatkan oleh faktor fisis yang mengiritasi kulit, sepetri gesekan (penggosokan kulit), iritasi zat kimia, atau perubahan suhu yang ekstrim. Blister di kaki dapat diakibatkan sepatu yang terlalu sempit atau berbahan kurang baik. Blister juga dapat diakibatkan dermatitis kontak, berupa reaksi kulit pada beberapa jenis iritan. Kedinginan yang intens juga dapat menyebabkan frosbite, yang akan meninggalkan blister saat kulitnya dihangatkan. Kulit terbakar dengan berbagai derajat (bahkan terbakar matahari) dapat menyebabkan terbentuknya blister Allergi. Dermatitis kontak alergi, dapat megakibatkan blister. Infeksi. Infeksi yang dapat mengakibatkan blister contohnya impetigo bullosa (diakibatkan staph bacteria; infeksi virus di bibir dan genitalia akibat herpes simplex, chicken pox dan shingles. 1

Upload: melissa-lenardi

Post on 30-Jun-2015

653 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit dan Jaringan PenunjangPatofisiologi Lenting Berair

Melissa Lenardi, 0906508296

I. PendahuluanLenting berair, atau blister didefinisikan sebagai serum atau darah yang terdapat di bawah lapisan paling superficial dari kulit, disebut juga bleb. Vesikel dan bula merupakan bentukan dari lenting berair, yang secara morfologis membentuk tonjolan lebih tinggi dari kulit. Vesikel merupakan gelembung berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari 0,5 cm pada diameternya, dan memiliki dasar, vesikel berisi darah disebut vesikel hemoragik. Bula merupakan vesikel dengan ukuran yang lebih besar, dikenal juga istilah bula hemoragik, bula purulent, dan bula hipopion. Blistering dapat terjadi karena berbgai penyebab, meliputi areaksi iritasi, alergi infeksi, penyakit kulit, serta pengobatan.

II. IsiBlister yang merupakan gelembung berisi cairan di bawah kulit dapat berasal dari jaringan disekutarnya sebagai respons injury. Juka blister tetap tidak terbuka, serum dapat menjadi pelindung yang kuat untuk jaringan di bawahnya. Blister yang kecil disebut vesikel, dan yang besar disebut bullae.

Terdapat berbagai penyebab blister, meliputi: Iritasi. Blister dapat diakibatkan oleh faktor fisis yang mengiritasi kulit, sepetri gesekan

(penggosokan kulit), iritasi zat kimia, atau perubahan suhu yang ekstrim. Blister di kaki dapat diakibatkan sepatu yang terlalu sempit atau berbahan kurang baik. Blister juga dapat diakibatkan dermatitis kontak, berupa reaksi kulit pada beberapa jenis iritan. Kedinginan yang intens juga dapat menyebabkan frosbite, yang akan meninggalkan blister saat kulitnya dihangatkan. Kulit terbakar dengan berbagai derajat (bahkan terbakar matahari) dapat menyebabkan terbentuknya blister

Allergi. Dermatitis kontak alergi, dapat megakibatkan blister. Infeksi. Infeksi yang dapat mengakibatkan blister contohnya impetigo bullosa (diakibatkan

staph bacteria; infeksi virus di bibir dan genitalia akibat herpes simplex, chicken pox dan shingles.

Penyakit Kulit. Berbagai penyakit kulit dapat menyebabkan blister, seperti dermatitis herpetiform, pemphigoid dan pemphigus juga penyakit kulit bawaan, seperti epidermolysis bullosa (terutama bila mendapat tekanan), dan porphryia cutanea tarda (terutama bila terekspose matahari)

Pengobatan. Banyak obat, seperti asam nalidiksat (NegGram) dan furosemid (Lasix), dapat menyebabkan blistering ringan. Jenis obat yang lain, seperti doxycycline (Vibramycin), dapat meningkatkan sensitivitas kulit terhadap sinar matahari sehingga sedikit paparan sinar matahari telah dapat menginduksi terbentuknya blister. Dalam kasus yang lebih janjut, penggunaan obat tertentu dapat mengancam jiwa.

Blister dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi terbentuknya blister, sehingga blister dibedakan menjadi blister subcorneal, suprabasal, dan subepidermal seperti Gambar 1.

1

Page 2: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Gambar 1. letak pembentukan blister. (A) Blister Subcorneal. Stratum korneum menjadi atap blister tipe ini (seperti pada kasus pemphigus foliaceus) (B) Blister Suprabasal. Beberapa lapisan epidermis, meliputi straturm korneum-

spinosum menjadi atap lesi, menjadikan stratum basalnya sebagai batas (C) Blister Subepidermal. Seluruh epidermis terpisah dari dermis, terisi serum (seperti pada pemphigoid bulosa)

Secara umum, perlu dipahami protein pembentuk desmosm dan hemidesmosom. Karena, penyakit-penyakit memiliki spesifikasi prnyerangan desmogleins yang merupakan molekul adhesi sel squamosa. Desmogleins 1 dan 3 (Dsg1, Dsg3) yang dapat saling menggantikan, namun memiliki distribusi yang berbeda (terlihat pada Gambar 2.) Seperti pada kasus pemphigus vulgaris terdapat autoantibodi menyerang Dsg1 dan Dsg3, menyebabkan blister

pada bagian dalam, daerah suprabasal epidermis. pemphigus foliaceus, autoantibiodi akan melawan Dsg1, menyebabkan blister superfisial,

subkorneal. bula phemphigoid, terdapat autoantibodi yang melekat pada BPAG2, komponen

hemidesmosom, yang menyebabkan pembentukan blister setinggi lamina lucida dari membran basal, menyebabkan blister subepidermal

dermatitis herpetiform disebabkan autoantibodi IgA pada serabut pembentuk hemidesmosom pada bagian dermis, menyebabkan blister subepidermal

berbagai jenis epidermiolisis bulosa, disebabkan defek genetik pembentuk desmosom, hemidesmosom, α6/β4, α6/β4 integrin.

Gambar 2. Molekul adhesi pada sel squamosa. Desmogleins 1 dan 3 (Dsg1, Dsg3) yang dapat saling menggantikan, namun memiliki distribusi yang berbeda (kiri).

2

Page 3: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Blister non infeksi; inflamatory blistering disorder Pemphigus. Pemphigus merupakan blistering disorder yang diakubatkan autoantibodi yang

menyebabkan terputusnya ikatan interseluler menyebabkan adanya bula akantolitik (membulat) pada bagian epidermis dan epitelium mukosa, secara umum muncul pada dekase ke4-6 kehidupan. Terjadi penyerangan desmogleins oleh IgG. Pemphigus dapat dibagi menjadi pemphigus vulgaris (terbanyak 80% kasus, merupakan vesikel maupun bula superfisial, yang mudah pecah, meniinggalkan erosi yang ditutupi serum kering dan krusta), pemphigus vegetans (memperlihatkan gambaran plak vegetative, yang besar, lembut, dan seperti kutil, dengan pustul menyebardisekitarnya), pemphigus foliaceus (bula yang sangat supefisial, hanya bagian dengan eritema, krusta, dan tempat blistering sebeluimnya yang ruptur meninggalkan erosi superfisial), pemphigus erythematosus (seperti pemphigus foliaceus yang lebih ringan dan terlokalisir), dan paraneoplastic pemphigus (berkaitan dengan kejadian keganasan, seperti pada limfoma hodgkin).

Gambar 3. Pemphigus vulgaris menampakkan gambaran mikroskopik suprabasal akantolisis pada intraepidermal blister

(kiri) dan Pemphigus foliaceus menunjukkan permisahan subkorneal pada epitelium (kanan)

Bula Pemphigoid. Bula pemphigoid (biasanya pada manula), menunjukkan bula tegang, berisi cairan bening, pada kulit normal maupun kulit eritem,tidak mudah pecah kerena tebalnya lapisan epidermis yang menutupinya. Perbedaan utama dengan pemphigus adalah pada bula pemphigoid, blister bersifat subepidermal dan tidak akantolitik. Terjadi deposit inmunoglobulin dan komplemen di daerah basement membrane membentuk celah subepidermal.

Gambar 4. Pemohigoid bulosa. Secara histopatologi (kanan) tampak blister beisi eosinofil, limfosit, dan neutrofil dikarenakan kerusakan lapisan sel basal membentuk celah subepidermal

3

Page 4: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Blistering noninfeksi; Dermatitis HerpetiformDermatitis herpetiform merupakan gangguan yang ditandai dengan urtika dan vesikel berkelompok. Merupakan kecenderungan pembentukan IgA pada konsumsi gluten, menyebabkan reaksi dengan reticulin, komponen pelekat taut epidermal dengan dermis superfisial, menyebabkan injury dan inflamasi yang menghasilkan blister subepidermal.

Pada mulanya, fibrin dan neutrofil terakumulasi pada bagian tepi papil dermal, dengan deposit IgA membentuk mikroabses. Sel basal di sekitar mikroabses ini menunjukkan vakuolisasi dan pemisahan dermo-epidermal menyebabkan blister subepidermal.

Blistering noninfeksi; noninflamatoy blisterig disorderEpidermolisis bulosa dan porphyriaEpidermolisis vbulosa merupakan gangguan yang disebabkan defek mekanisme stabilitas protein di kulit, terutama pada bagian yang sering tertekan, gosokan, trauma, atau beberapa saat setelah dilahirkan.

Gambar 6. Epidemolysis Bullosa

Terdapat beberapa tipe epidermolisis bulosa: simplex type, defek sel basal diakibatkan mutasi den pengkode kerarin 14 dan 5 (keratin pada

stratum basale). Junctional type, pembentukan blister di lamina lucida, primary subtype-

nya meliputi gangguan letal (disebut juga The Herlitz atau junctional epidermolysis bullosa letalis). Subtipe nonletal disebut junctional epidermolysis bullosa mitis, sedangkan bentuk junak secara umum merupakan generalized atrophic benign epidermolysis bullosa.

Dystrophic type, blister di bawah lamina densa, berkaitan dengan defek serabut pelekat yang diturunkan dengan defek mutasi di COL7A1 yang mengkode kolagen tipe VII.

Porphyria mengacu pada kelainan menurun maupun didapat dengan gangguan metabolisme porphyrin (pigmen yang normalnya terdapat di hemoglobin, mioglobin, dan sitokrom). Terdapat 5 jenis, yaitu porfiria eritropoetik kongenital, protoporfiria erithrohepatik,

4

Gambar 5. gambaran histologi dermatitis herpetiform

Gambar 7. Porfiria

Page 5: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

porfiria intermiten akut, porfiria tarda cunatena, dan porfiria campuran. Patogenesis porfiria sendiri masih belum jelas

Blistering infeksi, Impetigo bulosaImpetigo merupakan infeksi bakteri superficial yang umum terjadi pada kulit, terutama kulit anak dan dewasa yang kurang menjaga kebersihan. Impetigo dibedakan menjadi 2, impetigo contagiosa (terutama diakibatkan oleh streptokokus beta-hemolitik,), dan Impetigo bullosa yang diakibatkan infeksi bakteri Staphylococcus aureus.

Paparan sinar matahari Prosesnya makul eritematosa muncul pustul pustul pecah terbentuk erosi krusta kekuningan *tidak dihilangkan* lesi baru yang menyebabkan kerusakan lebih parah. Hubungan pembentukan blister masih belum pasti, secara umum diakibatkan racun yang secara spesifik melubangi Molekul Dsg1 (seperti pada pemphigus foliaceus, namun dengan infeksi.)

Lesi ini menampakkan tanda-tanda inflamasi, pustul, ruptur pustul, meninggalkan serum, neutrofil, dan debris. Blister besar yang terbentuk merupakan akumulasi cairan dan neutrofil yang bermigrasi kedalamnya, serta kemunculan cocci membentuk bula di bawah stratum korneum atau tepat dibawah stratum granulosum. Pada saat ini ditemukan pemphigus-like antibody.

Gambar 8. Impetigo Bulosa

Blistering infeksi, Herpes Simplex VirusHerpes simpleks virus merupakan keluarga herpesvirus yang menyerang manusia. Terdapat 9 jenis tipe herpesvirus yang menyerang menusia, yang dibagi 3 berdasarkan tipe sel terinfeksi dan lokasi saat fase laten: α-group viruses seperti Herpes Simplex -1&2, Varicela zoster virus yang menyerang sel epitelial dan fase laten di saraf, lymphotropic β-group viruses,seperti CMV, human herpesvirus 6, human herpesvirus 7 mengindeksi dan memasuki fase laten di berbagai lokasi, γ-group viruses seperti EBV dan KSH/HHV-8 yang menyebabkan kaposi sarkoma, dengan masa laten di sel-sel limfoid.

Herpes simplex diakibatkan infeksi HSV (Herpes Simplex Virus) yang berulang, terdapat 2 tipe. Selama masa latennya, virus ini tidak memproduksi protein viral, sehingga tidak ada sistem pertahanan yang membubuhnya. Saat ini, virus berjalan sepanjang serabut saraf, dan bereplikasi di kulit maupun membran mukosa, dan menyebabkan penyakit berulang.

5

Page 6: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Gambar 9. Herpes Simplex

Blistering infeksi, varicella zosterVaricella (chicken pox/cacar air) dan zoster (shingles) diakibatkan virus yang sama yaitu herpes virus varicellae / varicella-zozter virus. Varicella merupakan infeksi proner dengan tahap viremia, dimana virus menetp pada ganglion saraf, biasanya saraf sensoris. Zoster merupakan hasil reaktivasi fase laten virus ini.

Varicella ditransmisikan lewat droplet dari nasofaring. Bereplikasi di orofaring, dan terjadi viremia, menyebar secara dissemination. Pada varicela, lapisan malpfigi membentuk balon berisi sitoplasma, yang dekarenakan adanya edema intraseluler, dan terjadi perubahan nuklear khas (eosinophilic inclusion dan kromatin yang ter-marginasi), nukleus membentuk tambahan membran inti, memisahkan nukleus menjadi kompartemen yang lebih kecil, membentuk multinucleate giant cell. Maka, vesikel terbentuk karena adanya edema interseluler dan entraseluler, atapnya lapisan malphigi bagian atas dan lapisan korneum. Pada zoster, terjadi inflamasi di bagian posterior ganglia

Masa inkubasi 14-17 hari, demam dan malaise terbentuk eritema scarlatiniform maupun morbilliform bentuk papul kencang, jernih, unilokular (beberapa jam) turbid pustul dikelilingi areolae merah. (2-4 hari) krusta kekuningan (2-4 hari) 3-5 vesikel. Vesikel yang terbentiuk berisi sejumlah besar virus, lenting yang telah mengering tidak menginfeksi. Secara umum, varicella menyebar secara sentrifugal, distribusinya beragam, dimana pada tempat terjadinya lesi, terlihat peningkatan densitas, dan vesikel sampai bula di tempat lain pada saat yang sama dan menyebabkan akan ditemukannya gambaran polimorfik (papul, vesikel, pustul, dan krusta pada saat bersamaan dengan penyebaran sentrifugal dari badan ke perifer.)

Zoster. Memiliki manifestasi nyeri diikuti demam, sakit kepala, malaise, kelembutan terlokalisasi di area 1 atau lebih ganglia dorsal membentuk gambaran papul kemerahan, membentuk vesikel, menjadi pustul yang kontinu atau terputus, namun selalu pada dermatom yang berdekatan, dan vesikel terus muncul dalam beberapa hari.

6

Page 7: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Gambar 10. Varicella Zoster

Blistering infeksi, coxsackie virusVirus coxsackie dibagi menjadi 2 grup besar, A (24 grup serotipe) dan B (6 grup serotipe). Coxsackie A menyebabkan herpangina tangan, kaki dan mulut. Brup B berhubungan dengan pleurodynia epidemic, myalgia epidemis, miokarditis, dan perikarditis.

Gambar 11. Hand, foot and Mouth disease

Herpagina memberikan gambaran demam, sakit tenggorokan, disphagia, muntah, abdominal pain serta vesikel 1-2 mm dalam 20 menit, dengan areola kemerahan pada faring, tonsil, dan fauces pilliars, mengalami erosi dan meninggalkan ulkus, yang akan sembuh sempurna dalam 5-7 hari. Pada hand, foot and mouth disease akan memberikan gambaran stomatitis, vesikel oral yang mudah mengalami ulserasi, bersamaan dengan herpangina, namun lebih besar dan sedikit serta tidak teratur. Vesikel yang terbentuk mencapai 5 mm, berbatas tipis, pearly grey, dengan areola merah

Tambahan:Pustul, Papul Eritematosa, dan Tanda Garukan

Pustul adalah vesikel berisi nanah, apabila dindingnya mengendur sehingga nanah mengendap disebut sebagai vesikel hipopion. Sedangkan papul adalah penonjolan di atas permukaan kulit, sirkumskrip, berukuran diameter lebih kecil dari ½ cm, berisikan zat padat . Bentuk dapat bermacam-macam misalnya setengah bola, kerucut, datar, atau datar dan berdasar poligonal, berduri, dan bertangkai. Warna dapat merah (papul eritematosa) karena peradangan, dapat pula berwarna putih, hiperkrom, pucat, atau seperti kulit sekitar. Letak papul ini epidermal atau pun kutan.

7

Page 8: Lembar Tugas Mandiri Pemicu 4 Modul Kulit Dan Jaringan Penunjang

Sedangkan tanda garukan merupakan bekas garukan (ada trauma atau rangsang mekanik) yang merupakan salah satu respons terhadap pruritus. Tanda garukan adalah erosi, yaitu kelainan kulit karena kehilangan jaringan yang tidak melampaui stratum basal, ditandai dengan keluarnya cairan serosa dari bekas garukan, dan ekskoriasi apabila garukan lebih dalam lagi hingga tergores sampai ujung papil. Hasilnya adalah akan keluar darah selain serum akibat hilangnya jaringan sampai stratum papilare.

Ketiga hal tersebut dapat merupakan lesi primer pada penyakit, contohnya pada varisela, yaitu papul eritematosa yang selama beberapa jam menjadi vesikel, kemudian menjadi pustule, dan krusta. Kejadian ini berlangsung terus menerus diimbangi dengan terbentuknya vesikel-vesikel baru sehingga ketiganya dapat dilihat secara bersamaan. Pruritus juga merupakan gejala klinis penyakit ini sehingga memungkinkan terdapatnya tanda garukan. Infeksi sekunder dapat diidentifikasi dengan pembesaran kelenjar getah bening regional, atau secara umum dengan melihat adanya pustul (karena berisi nanah), walaupun pada varisela, pustule merupakan lesi primer.

III. Kesimpulan LTMLenting berair, penaikan permukaan berisi cairan dapat diakibatkan berbagai kondisi berupa iritasi, allergi, infeksi, berbagai penyakit kulit bawaan maupun didapat, dan penggunaan obat-obatan. Blister sendiri dapat berisi berbagai macam, mulai dari serum, sitoplasma dari sel yang rusak, neutrofil, eosinofil, limfosit, dan virus/bakteri patogen.

IV. Keterkaitan dengan PemicuSetelah membaca dan mempelajari sifat-sifatnya, kelainan pada pemicu berupa keluhan lenting berair pada lokasi predileksi, dan menyebar secara sentripetal, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami varicella dengan lenting berisi sitoplasma yang berasal dari edema intraseluler dan interseluler, dan memberikan gambaran khas multinucleate giant cell. Dengan beratapkan stratum spinosum maupun stratum korneum, memberikan gambaran blister subkorneal.

V. Daftar Pustaka1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster JC. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Eight

Edition. Philadelpia: Saunders Elsevier, 2010.2. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrik’s Dermatology in

General. Seventh Edition [e-book]. New York: Mc Graw Hill, 2008.3. Burns T, Breathnach S, cox N, Griffiths C. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed.

Massachusetts: Blackwell Science Ltd, 20044. Marinkovich MP. Epidermolysis Bullosa [online]. California: Stanford University Medical

center; 2010. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1062939-overview [cited 9 November 2010]

5. Blister [online]. Harvard: Aetna Intelhealth Inc.; 2010. Available from: http://www.intelihealth.com/IH/ihtIH/c/9339/23652.html [cited 9 November 2010]

8