lembar pengesahan - web viewteknologi yang digunakan adalah dwdm zte zxmp m820 untuk jaringan...
TRANSCRIPT
ANALISIS GANGGUAN JARINGAN TRANSPORT DWDM
UNTUK MENINGKATKAN AVAILABILITAS
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Disusun untuk memenuhi syarat lulus Mata Kuliah Proposal dan Seminar
Disusun oleh
INTAN RIZKYANI SARAH
1101120089
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK TELEKOMUNIKASI
FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS TELKOM
BANDUNG
DESEMBER 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal Tugas Akhir ini diajukan oleh,
Nama : Intan Rizkyani Sarah
NIM : 1101120089
Program Studi : S1 Teknik Telekomunikasi
Judul : Analisis Gangguan Jaringan Transport DWDM Untuk
Meningkatkan Availabilitas
Bandung, 26 November 2015
Menyetujui,
Pembimbing I,
Sugito, S.Si., M.T.
NIP. 9150031-3
Pembimbing II,
Nanan Kusnandi, S.Si
NIP.620961
ABSTRAK
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis gangguan yang terjadi pada jaringan kabel serat optik yang menggunakan teknologi Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM) untuk meningkatkan nilai availaibiity dengan area penelitian link yang berada di Witel Jabar Tengah PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Wilayah ini dipilih karena mempunyai tingkat kejadian gangguan yang cukup tinggi. Walaupun mempunyai banyak kelebihan, penggunaan serat optik untuk sistem komunikasi ternyata tidak terlepas dari gangguan.Contoh dari gangguan tersebut adalah putusnya kabel optik. Hal-hal tersebut tentunya akan berakibat pada terganggunya komunikasi dan penurunan kualitas layanan. Penelitian ini dimulai dengan menentukan area penelitian, yaitu Witel Jabar Tengah. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data-data gangguan yang terjadi pada area tersebut. Setelah data diperoleh, data tersebut diolah untuk ditentukan link mana yang mengalami gangguan dan jenis gangguan yang paling sering terjadi. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan analisis berdasarkan parameter yang telah ditentukan yaitu Availability. Dari analisis parameter diatas diharapkan dapat ditemukan gangguan beserta solusinya agar link tersebut memiliki nilai availaibility yang sesuai standar yang ditetapkan oleh PT Telkom.
Kata kunci : evaluasi, DWDM, link gangguan,serat optik, Availability
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ii
ABSTRAK.........................................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................vii
BAB I
PENDAHULUAN...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
1.4 Batasan Masalah.............................................................................................2
1.5 Metode Penelitian...........................................................................................3
1.6 Tahapan Penelitian..........................................................................................3
1.7 Sistematika Penulisan....................................................................................4
1.8 Jadwal Rencana Penelitian..............................................................................4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................5
2.1 Serat Optik......................................................................................................5
2.2 Karakteristik Transmisi Komunikasi Serat Optik...........................................6
2.2.1 Redaman........................................................................................................6
2.2.2 Dispersi..........................................................................................................7
2.3 Dense Wavelength Division Multiplexing.......................................................9
2.3.1Komponen Teknologi DWDM.....................................................................11
2.3.2 Serat Optik yang Digunakan dalam Sistem DWDM...................................13
2.3.3 Sistem Proteksi DWDM..............................................................................13
2.4 Availability....................................................................................................14
iv
BAB III
DIAGRAM ALIR SISTEM DAN KONFIGURASI LINK JARINGAN SERAT OPTIK...............................................................................................................15
3.1 Diagram Alir Proses Analisis........................................................................15
3.2 Konfigurasi Jaringan Serat Optik Witel Jabar Tengah.................................17
3.2.1 Konfigurasi Jaringan Backbone...................................................................17
3.2.2 Konfigurasi Jaringan Regional....................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................19
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jadwal pelaksanaan penelitian Tugas Akhir..................................................4Tabel 3.1 Konfigurasi fisik jaringan backbone Witel Jabar Tengah............................17
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur serat optik....................................................................................5Gambar 2.2 Skema WDM.............................................................................................9Gambar 2.3 Window pada sistem komunikasi optik....................................................10Gambar 3.1 Diagram alir proses analisis.....................................................................15Gambar 3.2 Konfigurasi logic jaringan backbone Jawa Barat.....................................17Gambar 3.3 Konfigurasi logic jaringan regional Jawa Barat.......................................18
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini perkembangan pengunaan kabel serat optik sebagai media
transmisi untuk berkomunikasi sangatlah pesat. Hal itu tidak terlepas dari
berbagai keunggulan yang dimilikinya. Contohnya, bandwidth yang lebar,
kecepatan yang tinggi, dan kapasitas yang besar.
Dengan banyak kelebihan tersebut, ternyata jaringan serat optik ini
menyimpan sejumlah masalah. Contoh dari kekurangan dari kabel serat optik
adalah fisiknya yang sangat rapuh sehingga mudah sekali patah. Jika hal ini
terjadi pada suatu jaringan sistem komunikasi serat optik tentunya akan
berdampak pada terganggunya komunikasi antar pelanggan. Banyak hal yang
dapat menyebabkan putusnya kabel optik seperti adanya galian untuk kabel
bawah tanah, atau tersangkut truk untuk kabel udara.
Tugas akhir sebelumnya telah menjelaskan analisis performansi pada
jaringan serat optik dengan judul “Evaluasi Performansi Teknologi Dwdm
Jaringan Non-Homogen Pada Sistem Komunikasi Serat Optik Regional Metro
Jawa Barat” [6]. Dari hasil tugas akhir tersebut dapat disimpulkan bahwa
sistem belum bekerja dengan baik karena nilai availability tidak memenuhi
standar yang ditetapkan PT Telkom.
Pada penelitian ini akan dibahas mengenai peningkatan performansi
dengan meningkatkan nilai availability pada jaringan serat optik di Witel Jabar
Tengah yang sering mengalami gangguan transmisi. Wilayah tersebut dipilih
karena memiliki banyak kejadian putus kabel dalam kurun waktu Januari 2014
sampai November 2015. Untuk memulai penelitian ini, tahap pertama yang
dilakukan adalah menentukan lokasi atau area penelitian. Kemudian, dilakukan
1
pengumpulan data terkait gangguan putus kabel yang terjadi di area tersebut.
Data tersebut kemudian diolah dan didapatkan link yang mempunyai gangguan
paling banyak (dominan). Kemudian, link tersebut akan diukur dan dihitung
kehandalannya dengan menggunakan parameter Availability. Jika link yang
digunakan ternyata tidak link akan ditingkatkan performansinya dengan cara
membuat parameter availability sesuai dengan standar yang ditetapkan PT
Telkom.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang, beberapa hal yang dapat dirumuskan, yaitu :
1. Di mana link yang paling sering mengalami putus kabel dan berapa
lama waktu untuk mengatasi gangguan tersebut?
2. Bagaimana analisis parameter availability digunakan dalam
performansi jaringan?
3. Bagaimana cara meningkatkan performansi pada link dengan
availability rendah?
4. Berapa lama waktu maksimal sebuah gangguan ditangani?
1.3 Tujuan
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
performansi dengan cara meningkatkan nilai availability agar sesuai standar PT
Telkom pada link serat optik yang sering mengalami gangguan di Witel Jabar
Tengah.
1.4 Batasan Masalah
Berikut batasan yang digunakan untuk mempermudah cakupan
pembahasan masalah pada Tugas Akhir ini:
1. Area penelitian dilakukan pada jaringan serat optik Witel Jabar
Tengah.
2. Hanya menggunakan salah satu link dengan gangguan dominan di area
tersebut
3. Gangguan yang dianalisa adalah karena putus kabel.
2
4. Data gangguan yang didapat dari PT Telkom adalah data dari Januari
2014- Maret 2015.
5. Teknologi yang digunakan adalah DWDM ZTE ZXMP M820 untuk
jaringan regional dan DWDM ZTW ZXWM M920 untuk jaringan
backbone.
6. Parameter-parameter kinerja yang dianalisa adalah Availability.
1.5 Metode Penelitian
1. Evaluasi
Menjelaskan segala sesuatu berdasarkan parameter-parameter yang
telah ditentukan secara kualitatif maupun kuantitatif.
2. Ex post facto
Meneliti segala sesuatu yang telah terjadi lalu mencari faktor-faktor apa
saja yang berpengaruh.
1.6 Tahapan Penelitian
Langkah-langkah penelitian dalam pengerjaan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Studi literatur
Metode ini bertujuan untuk memahami dan mempelajari referensi
terkait permasalahan dalam penelitian ini.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data bertujuan untuk mendapatkan data gangguan yang
sering terjadi, link yang terganggu, serta data lainnya yang diperlukan.
3. Analisis
Data yang diperoleh kemudian menghitung nilai availability. Kemudian
hasil tersebut dianalisis, apakah memenuhi standar atau tidak.Jika tidak
maka availability akan ditingkatkan.
4. Mengambil kesimpulan
Metode terakhir yang dilakukan dalam Tugas Akhir ini adalah
pengambilan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan.
3
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan penelitian, rumusan masalah,
batasan masalah, metodologi penelitian, sistematika penulisan, dan jadwal
perencanaan penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini membahas sistem komunikasi serat optik, DWDM, dan teori-
teori yang berkaitan dengan permasalahan yang dirumuskan.
BAB III DIAGRAM ALIR SISTEM DAN KONFIGURASI LINK
JARINGAN SERAT OPTIK
Bab ini menjelaskan tentang diagram alir penelitian, konfigurasi link
jaringan serat optik di Witel Jabar Tengah..
DAFTAR PUSTAKA
1.8 Jadwal Rencana Penelitian
Jadwal pelaksanaan penelitian Tugas Akhir ini disusun sebagai berikut.
Tabel 1.1 Jadwal pelaksanaan penelitian Tugas Akhir
No KegiatanJanuari 2016
Februari 2016
Maret 2016
April 2016
Mei2016
Juni2016
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
Mengumpulkan data gangguan di area Witel Jabar Tengah
2 Mengolah data gangguan
3 Melakukan analisis data
4
Perbaikan dan penyelesaian buku Tugas Akhir
5 Sidang Tugas Akhir
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serat Optik
Serat optik adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari
kaca atau plastik yang sangat halus dan dapat digunakan untuk
mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Serat optik
terdiri dari tiga bagian, yaitu core, cladding, dan coating.
Gambar 2.1 Struktur serat optik. Sumber : Keiser, 1981 [3]
Serat optik mempunyai diameter lebih kurang 120 mikro meter. Sumber
cahaya yang digunakan biasanya adalah laser ataupun LED. Sedangkan pada
sisi penerima, detektor yang digunakan adalah PIN atau APD.
Cahaya yang ada di dalam serat optik ini tidak terbias keluar karena
indeks bias dari kaca lebih besar dari pada indeks udara. Berlaku Hukum
Snellius, “ Sinar datang dari medium yang indeks biasnya lebih rapat ke yang
lebih renggang, maka sinar akan dibiaskan menjauhi garis normal”. Cahaya
yang merambat dalam serat optik diharapkan mengalami pemantulan total agar
cahaya yang merambat di dalam core tidak dibiaskan ke cladding.
Serat optik dapat dibedakan berdasarkan mode perambatan dan
berdasarkan indeks bias. Berdasarkan mode yang dirambatkan, serat optik
dibedakan menjadi single mode dan multimode. Sedangkan berdasarkan indeks
bias core dibedakan menjadi step index dan graded index.
5
Beberapa kelebihan serat optik [5] :
1. Ukuran kecil dan ringan. Serat optik mempunyai diameter yang sangat
kecil. Walaupun telah dilindungi oleh coating, serat optik masih tetap
lebih kecil dan ringan dibandingkan kabel tembaga.
2. Bebas dari gangguan listrik. Serat optik umumnya terbuat dari kaca
atau silika yang berupa isolator sehingga tahan terhadap gangguan
elektromagnetik.
3. Bandwidth lebar
4. Bebas dari interferensi dan crosstalk.
5. Redaman transmisi lebih rendah dibandingkan kabel tembaga.
2.2 Karakteristik Transmisi Komunikasi Serat Optik
2.2.1 RedamanRedaman menentukan jarak transmisi maksimum antara transmitter dan
receiver, juga menentukan banyaknya repeater dan margin daya yang
dibutuhkan dalam sebuah link. Redaman didefinisikan sebagai perbandingan
antara daya output terhadap daya input di sepanjang serat tersebut. Hal ini
menyebabkan pelemahan daya karena amplitudo pada sisi penerima lebih kecil
dari amplitudo yang dikirimkan oleh pengirim.
α=10L
log PoutPin (2.1)
Keterangan :
ɑ = redaman pada serat (dB/Km)ɑ
L = panjang serat (Km)
Pin = daya yang dikirim dari transmitter (Watt)
6
Pout = daya yang diterima pada receiver (Watt)
1. Redaman fisik serat
a. Absorption (Penyerapan)
Redaman ini timbul karena ada daya yang diserap yang berubah
menjadi fibrasi dari atom-atom. Redaman akibat absorpsi ada tiga jenis, yaitu
absorpsi oleh kerusakan atom, absorpsi oleh interaksi dengan satu atau lebih
komponen utama serat (extrinsic absorption), dan absorpsi karena adanya
ketidakmurnian di dalam serat (intrinsic absorption).
b. Scattering (Hamburan)
Hamburan umumnya terjadi karena ketidakhomogenan struktur dan
kerusakan yang terjadi selama manufaktur fiber optik.
c. Loss Radiatif
Loss radiatif merupakan akibat dari semakin besarnya medan listrik
sinar yang menyusup ke dalam cladding pada bagian serat optik yang
membelok (bending). Redaman yang diakibatkan oleh bending ada dua macam
yaitu microbending dan macrobending.
2. Redaman instalasi
Ada dua buah tipe dasar hubungan, yaitu spliced connection dan
separable connection. Kedua hubungan tersebut memungkinkan terjadinya
redaman yang diakibatkan oleh kesalahan sambungan serat optik seperti lateral
offset, interface gap, misalignment angle, dan redaman dari konektor serat
optik.
2.2.2 DispersiDispersi serat optik adalah delay sinyal yang mengakibatkan pelebaran
pulsa yang terjadi ketika sinyal merambat sepanjang serat optik. Pulsa yang
melebar tersebut saling menumpuk, sehingga menjadi tidak bisa dibedakan
pada input penerima. Efek ini dikenal dengan Intersymbol Interference (ISI).
7
Dispersi yang terjadi pada serat optik secara garis besar dibagi menjadi
dua yaitu dispersi intermodal dan dispersi intramodal.
a. Dispersi intermodal
Dispersi intermodal terjadi karena banyaknya moda dalam serat.
Dispersi intermodal adalah pelebaran pulsa akibat perbedaan delay propagasi
antara satu modus dengan modus penjalaran lainnya.
b. Dispersi intramodal
Dispersi intramodal disebabkan karena cahaya yang masuk ke dalam
serat terdiri dari beberapa panjang gelombang. Dispersi ini dihasilkan dari
gelombang yang merambat yang terdiri dari beberapa frekuensi yang berbeda.
Serat optik jenis single mode tidak mengalami dispersi intramodal karena
hanya mempunyai satu mode perambatan. Penyebab dispersi intramodal yaitu
dispersi material dan dispersi pandu gelombang.
1. Dispersi material
Dispersi material juga dikenal sebagai dispersi kromatis. Dispersi
material terjadi karena indeks bias yang bervariasi sebagai fungsi panjang
gelombang optik. Akibatnya, setiap mode perambatan mempunyai kecepatan
grup yang berbeda, bergantung pada panjang gelombang. Hal ini akan
mengakibatkan pelebaran pulsa.
σ=∆ σ x L x Dm (2.2)
2. Dispersi pandu gelombang
Dispersi pandu gelombang terjadi karena tidak semua cahaya yang
diterima oleh detektor optik berasal dari core melainkan dari cahaya yang
merambat di cladding. Besarnya dispersi pandu gelombang bergantung pada
rancangan serat karena konstanta propagasi sebagai perbandingan antara jari-
jari inti serat dan panjang gelombang.
8
2.3 Dense Wavelength Division Multiplexing
Wavelength Division Multiplexing (WDM) merupakan teknologi
multiplexing dengan menggabungkan beberapa sinyal carrier pada jaringan
optik dengan menggunakan beberapa panjang gelombang untuk membawa
sinyal yang berbeda. Seperti dapat dilihat pada gambar, sejumlah laser yang
memancarkan panjang gelombang yang berbeda dilewatkan ke multiplexer
menuju serat optik dengan bandwidth yang lebar. Setelah dikirimkan melalui
serat optik, sinyal tersebut akan dikembalikan seperti semula dengan
menggunakan demultiplexer di ujung penerima dengan cara mendistribusikan
daya optis ke setiap port keluaran. Setiap port keluaran secara selektif hanya
akan membangkitkan satu panjang gelombang. Karena itu, hanya satu sinyal
yang diperbolehkan untuk lewat dan membentuk sambungan antara sumber
dan tujuan.
Gambar 2.2 Skema WDM. Sumber : Senior, 2009 [5]
Pengembangan serat single mode tranmisi WDM dapat dibedakan
menjadi dua kategori besar, yaitu Coarse Wavelength Division Multiplexing
(CWDM) dan Dense Wavelength Division Multiplexing (DWDM). Walaupun
kedua kategori ini menggunakan konsep yang sama mengenai kanal dengan
banyak panjang gelombang dalam satu serat optik, keduanya dibedakan dalam
hal spasi antar kanal.
9
CWDM menggunakan spasi kanal yang lebih lebar sehingga kanal yang
tersedia lebih sedikit dibandingkan dengan DWDM. CWDM dispesifikasi
dalam rekomendasi ITU-T G.694.2 yang mendefinisikan spasi kanal sebesar 20
nm dan 18 buah panjang gelombang dalam rentang 1271 nm dan 1611 nm.
DWDM menggunakan serat optik dengan pita sempit dalam bagian
demultiplexing karena kebutuhan spasi kanal sempit.
Pada dasarnya panjang gelombang yang dipakai mempunyai daerah
kerja pada suatu window. Terdapat tiga window yang umum dikenal, yaitu 850
nm yang disebut dengan window pertama, 1310 nm yang disebut dengan
window kedua, dan 1550 nm yang disebut dengan window ketiga. Teknologi
DWDM menggunakan window ketiga yang mempunyai loss terkecil
dibandingkan dengan dua window sebelumnya [6].
Gambar 2.3 Window pada sistem komunikasi optik. Sumber : Agrawal, 2002 [1]
Fungsi Sistem DWDM :
1. Generating the signal
2. Combining the signals
3. Transmitting the signals
4. Separating the received signals
5. Receiving the signals
10
Sebagai tambahan terhadap fungsi-fungsi tersebut, suatu sistem
DWDM harus dilengkapi dengan interface client-side untuk menerima sinyal
input. Fungsi ini dilakukan oleh transponder.
2.3.1Komponen Teknologi DWDM2.3.1.1 Sumber Cahaya
Laser dioda digunakan sebagai sumber cahaya dalam sistem DWDM.
Dengan daya input besar, lebar spektral yang sempit, dan laju modulasi yang
tinggi, laser dioda cocok untuk sistem transmisi jarak jauh berkecepatan tinggi.
Laser dioda memiliki karakteristik menyediakan panjang gelombang yang
standar dan stabil, dan memberikan toleransi dispersi yang cukup tinggi.
2.3.1.2 Teknologi Transponding
Optical Transponder Unit (OTU) berfungsi untuk mengonversi sinyal-
sinyal klien yang tidak standar menjadi sinyal-sinyal yang sesuai dengan
standar ITU-T G.692. Dalam sistem DWDM tidak diperlukan sinyal-sinyal
tertentu untuk sinyal masukannya, hanya saja semua sinyal-sinyal klien yang
mengakses sistem DWDM harus terlebih dahulu disesuaikan dengan standar
ITU-T G.692.
2.3.1.3 Teknologi Multiplexing/Demultiplexing
Multiplexer adalah komponen penting dalam sistem DWDM untuk
mengimplementasikan fungsi multiplexing yang terdiri dari optical multiplexer
dan optical demultiplexer. Sistem DWDM mengirim sinyal dari beberapa kanal
melalui serat optik tunggal. Oleh karena itu, sinyal kirim tersebut perlu
digabungkan. Pada sisi terima, sinyal tersebut dipisahkan kembali sesuai
panjang gelombang awal sehingga dapat dideteksi oleh penerima.
2.3.1.4 Teknologi Amplifikasi
Penguat optik berfungsi untuk meningkatkan kemampuan jarak tempuh
pulsa cahaya dan mempertahankan kualitasnya dengan melakukan amplifikasi
terhadap pulsa tersebut tanpa melalui proses konversi ke elektrik terlebih
11
dahulu. Untuk sistem DWDM, tipe penguat yang banyak digunakan adalah
Erbium Doped Fiber Amplifier (EDFA), dan Raman Fiber Amplifier. Berikut
jenis penguat yang dapat beroperasi optimal pada rentang panjang gelombang
tertentu.
Erbium Doped Fiber Amplifier : 1520 nm – 1565 nm
Gain Shifted Erbium Doped Fiber Amplifier : 1570 nm – 1610 nm
Tellurium-based Gain Shifted Erbium Doped Fiber Amplifier : 1530 nm
– 1610 nm
Thulium-doped Flouride-based Fiber Amplifier : 1450 nm – 1490 nm
Gain Shifted Thulium-doped Flouride-based Fiber Amplifier : 1490 nm
– 1530 nm
Raman Fiber Amplifier : 1420 nm – 1620 nm atau lebih
2.3.1.5 Teknologi Add/Drop Multiplexing
Optical Add/Drop Multiplexing mengimplementasikan fungsi dari
add/drop multiplexing dengan acara menambahkan atau menurunkan panjang
gelombang dalam sistem DWDM. Panjang gelombang yang
ditambahkan/diturunkan disesuaikan menurut kebutuhan pelanggan. Biasanya
hal ini berguna pada transmisi jarak jauh yang mempunyai branching unit dan
jaringan topologi ring.
2.3.1.6 Teknologi Pengawasan Jaringan
Pengawasan, pengendalian, dan manajemen adalah persyaratan dasar
untuk operasi sebuah jaringan. Untuk menjamin keamanan operasi dalam
sistem DWDM, sebuah sistem pengawasan dirancang secara independen dari
kanal-kanal yang bekerja dalam sistem DWDM.
12
2.3.2 Serat Optik yang Digunakan dalam Sistem DWDM2.3.2.1 Standard Single Mode Fiber
Serat optik G.652 dikenal sebagai Standard Single Mode Fiber
(SSMF). Jenis serat ini diimplementasikan pada penggunaan panjang
gelombang dengan rentang 1285 nm – 1330 nm. SSMF memiliki koefisien
dispersi kromatik ≤ 3,5 ps/(nm.Km) dan jika digunakan di panjang gelombang
1550 nm, koefisien dispersinya ≤ 18 ps (nm.Km).
2.3.2.2 Non Zero Dispersion Shifted Fiber
Serat ini dibuat berdasarkan rekomendasi ITU-T G.655. NZDSF
memiliki dispersi kromatik sebesar 2,6 – 6 ps/(nm.Km). Tujuan dari
penggunaan serat optik ini adalah untuk menekan efek four-wave mixing yang
dapat mengurangi kapasitas kanal pada sistem DWDM. Pengaruh four-wave
mixing akan semakin besar jika nilai dispersinya sangat kecil atau mendekati
nol.
2.3.3 Sistem Proteksi DWDM2.3.3.1 Channel Protection
Sinyal ditransmisikan pada working channel dan protection channel
(memiliki jalur yang berlawanan arah dengan working channel). Misalkan
terjadi gangguan pada working channel A ke B, maka sinyal pada protection
channel yang diterima oleh B berasal dari A melewati D baru ke B.
2.3.3.2 Section Protection
Sinyal ditransmisikan hanya pada working channel (fiber 1), sedangkan
protection channel dalam keadaan stand by. Ketika terjadi gangguan pada
working channel, sistem secara otomatis melakukan switch dari working
channel ke protection channel dan sinyal akan ditransmisikan dengan jalur
berlawanan dengan working channel.
13
2.4 Availability
Availability adalah waktu yang menunjukan kanal komunikasi pada
sistem siap untuk beroperasi. Dinyatakan dalam prosentase. [6]
Availaibility=(waktu pen gamatan−waktu perpu)waktu pengamatan
x 100 % (2.3)
14
BAB III
DIAGRAM ALIR SISTEM DAN KONFIGURASI LINK JARINGAN SERAT OPTIK
3.1 Diagram Alir Proses Analisis
Berikut adalah tahapan-tahapan yang akan dilakukan pada penelitian
ini.
Gambar 3.4 Diagram alir proses analisis
15
1. Menentukan lokasi penelitian
Pada tahap awal ini, dilakukan penentuan lokasi penelitian. Pada tugas
akhir ini, penulis memilih Witel Jabar Tengah sebagai lokasi penelitian, dengan
pertimbangan cukup banyak gangguan yang terjadi di area ini.
2. Mengumpulkan data gangguan
Setelah lokasi ditentukan, tahap selanjutnya adalah mencari data-data yang
berkaitan dengan gangguan yang terjadi di area tersebut. Data yang didapat
berupa waktu terjadinya gangguan, link yang terkena gangguan, penyebab dan
deskripsi gangguan, serta durasi gangguan tersebut.
3. Menentukan link yang terganggu
Dari data gangguan nantinya akan diketahui link yang sering terkena gangguan.
4. Menganalisis availability
Tahap selanjutnya adalah melakukan analisis terhadap link yang mengalami
gangguan dengan menggunakan paramater availability,. Jika ternyata hasil dari
perhitungan tidak memenuhi standar yang ditentukan, maka perlu dilakukan
evaluasi.
6. Melakukan pengukuran pada perangkat
Perlu dilakukan pengukuran pada perangkat-perangkat untuk mengecek
kemungkinan adanya masalah pula pada perangkat yang digunakan.
7. Mencari solusi dan implementasinya
Selanjutnya, akan dicarikan solusi untuk gangguan tersebut, terutama agar
gangguan tersebut tidak berulang. Setelah solusi diimplementasikan, maka
akan dilakukan kembali perhitungan (analisa) parameter seperti yang dilakukan
pada tahap sebelumnya. Proses-proses ini akan berulang sampai didapat nilai
pada parameter yang sesuai dengan standar.
16
3.2 Konfigurasi Jaringan Serat Optik Witel Jabar Tengah
3.2.1 Konfigurasi Jaringan Backbone
g
Berikut adalah tabel yang menunjukan link dan lokasi-lokasi yang
menggunakan jaringan backbone.
Tabel 3.2 Konfigurasi fisik jaringan backbone Witel Jabar Tengah
17
1 BB ZTE M-920 R1 - INNER CIBATU - BANDUNG CIBATU CICALENGKA
CICALENGKA MAJALAYA
MAJALAYA TEGALEGA
TEGALEGA BANDUNG
2 BB ZTE M-920 R1 - OUTER NEW LIMBANGAN - BANDUNG LIMBANGAN CICALENGKA
CICALENGKA RANCAEKEK
RANCAEKEK UJUNGBERUNG
UJUNGBERUNG CICADAS
CICADAS BANDUNG
3 BB ZTE M-920 R1 - INNER BANDUNG - CIKALONG WETAN BANDUNG HEGARMANAH
HEGARMANAH GEGERKALONG
GEGERKALONG LEMBANG
LEMBANG CISARUA
CISARUA PADALARANG LAMAPADALARANG LAMA CIKALONG WETAN
4 BB ZTE M-920 R1 - INNER NEW BANDUNG - CIKALONG WETAN BANDUNG GEGERKALONG
GEGERKALONG LEMBANG
LEMBANG CISARUA
CISARUA PADALARANG LAMA
PADALARANG LAMA CIKALONG WETAN
5 BB ZTE M-920 R1 - INNER CIKALONG WETAN - SINDANGLAYA CIKALONG WETAN CIKALONG KULON
CIKALONG KULON SUKARESMI
SUKARESMI SINDANGLAYA
6 BB ZTE M-920 R1 - OUTER BANDUNG - CIANJUR BANDUNG RAJAWALI
RAJAWALI CIMAHI
CIMAHI PADALARANG BARU
PADALARANG BARU CIPATAT
CIPATAT CIRANJANG
CIRAJANG CIANJUR
7 BB ZTE M-920 R1 - INNER SUBANG - CIKAMPEK SUBANG KALIJATI
KALIJATI CIPENDEUY
CIPENDEUY SADANG
SADANG CIKAMPEK
8 BB ZTE M-920 R1 - INNER SUBANG - KADIPATEN SUBANG KADIPATEN
NO SYSTEM TRANSPORT LINK LOKASI A LOKASI B
Gambar 3.5 Konfigurasi logic jaringan backbone Jawa Barat
3.2.2 Konfigurasi Jaringan Regional
Jaringan serat optik regional di Jawa Barat terdiri dari 2 ring. Ring 1
meliputi ruas Bandung- Cianjur-Sukabumi-Cikalong Wetan-Subang-Patrol-
Indramayu-Cirebon-Sumedang-Bandung. Witel Jabar Tengah hanya mencakup
Bandung, sebagian Cianjur, Cikalong Wetan, dan Subang.
Ring 2 meliputi ruas : Bandung-Sumedang-Cirebon-Cikijing-
Tasikmalaya-Garut-Bandung. Witel Jabar Tengah hanya mencakup Bandung
dan Sumedang
18
Gambar 3.6 Konfigurasi logic jaringan regional Jawa Barat
DAFTAR PUSTAKA
[1] Agrawal, Govind P. 2002. ‘Fiber-Optic Communication System : Third
Edition”. John Wiley and Sons, Inc. New York.
[2] Gumaste, Ashwin. 2002.”DWDM Network Design and Engineering
Solutions”. Cisco Press. Indianapolis.
[3] Keiser, Gerd. 1981. “Optical Fiber Communication : Second Edition”.
McGraw-Hill, Inc. Singapore.
[4] Puspitasari, Velessitas M. 2015.”Perancangan Jaringan Akses Fiber to
the Home (FTTH) dengan Teknologi Gigabyte Passive Optical Network
(GPON) di Wilayah Permata Buah Batu I dan II”. Universitas Telkom.
Bandung.
[5] Senior, John M. 2009. “Optical Fiber Communications Principles and
Practice”. Prentice Hall. Inggris.
[6] Sitorus, Melissa G. 2013. “Evaluasi Performansi Teknologi DWDM
Jaringan Non-Homogen pada Sistem Komunikasi Serat Optik Regional
Metro Jawa Barat”. IT Telkom. Bandung.
19