leismaniasis muhamad bagus syaifaaaul khairudin

13
PENDAHULUAN Penyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragicsistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya.Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolysis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera. DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, sertasepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary ibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosityang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin,seperti D- dimer. 1 |

Upload: bagus

Post on 17-Dec-2015

4 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

aaaa

TRANSCRIPT

PENDAHULUANPenyakit Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID) atau yang lebih dikenal sebagai Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan suatu gangguan pembekuan darah yang didapat, berupa kelainan trombohemoragicsistemik yang hampir selalu disertai dengan penyakit primer yang mendasarinya.Karakteristik ditandai oleh adanya gangguan hemostasis yang multipel dan kompleks berupa aktivasi pembekuan darah yang tidak terkendali dan fibrinolysis (koagulopati konsumtif). DIC merupakan salah satu kedaruratan medik, karena mengancam nyawa dan memerlukan penanganan segera.DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, sertasepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary ibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosityang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek anti hemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pregangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombi. Pada pemeriksaan lab akan ditemui trombositopenia, PT dan aPTT yang memanjang, penurunan fibrinogen bebas dibarengi peningkatan produk degradasi fibrin,seperti D-dimer.

ETIOLOGIBerikut ini adalah kondisi klinik yang dapat menyebabkan terjadinya DIC :1. Sepsis2. Trauma, meliputi : Cidera jaringan berat-Cidera kepala, emboli lemak, penyakit hati akut, luka bakar3. Kanker, meliputi : Myeloproliferative disorder, tumor padat4. Komplikasi obstetrik, meliputi : Emboli cairan amnion, abruption placentae, kematian janin intra, uterin-Abortus, septik-Solucio plasenta, pendarahan obstetrik masif , tertinggalnya janin yang sudah meninggal dalam tubuh ibu

5. Kelainan pembuluh darah, meliputi : Giant Hemangioma, aneurysma Aorta6. Hematologi, meliputi : Reaksi tranfusi, hemolisis berat, leukimia7. Infeksi, meliputi : Septikemia, gram negative, gram positif , virus HIV, hepatitis, dengue,parasit Malaria8. Reaksi terhadap toksin9. Kelainan Imunologik, meliputi : Reaksi alergi yang berat, reaksi hemolitik pada transfuse, rejeksi pada transplant

EPIDEMIOLOGI

Skleroderma adalah penyakit sporadis dengan distribusi yang luas diseluruh dunia dan menyerang semua ras. Kasus skleroderma pertama kali dilaporkan oleh Carlo Curzio pada tahun 1973 di Napoli yang menyerang seorang wanita yang berumur 17 tahun. Hubungan skleroderma dengan fenomena Raynaud pertamakali dilaporkan oleh Maurice Raynaud pada tahun 1865. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya diketahui bahwa penyakit ini juga menyerang organ viseral. Pada tahun 1945 Goetz mengusulkan istilah progressive systemic sclerosis yang menggambarkan lesi yang luas baik di kulit maupun di organ viseral. Pada tahun 1964 Winterbauer mendeskripsikan salah satu varian Skleroderma yang hanya terbatas pada ekstremitas distal dan muka yang disebut dengan sindroma CREST (calcinosis, esophageal dysmotility, sclerodactily, teleangiectasis).Prevalensi penyakit ini relatif rendah karena banyaknya kasus yang tidak dilaporkan, apalagi pada kasus yang tidak disertai kelainan kulit. Penelitian pada masyarakat umum di Carolina Selatan Amerika Serikat, mendapatkan prevalensi sebesar 19-75 kasus per 100.000 penduduk dengan perbandingan wanita dan laki-laki 1,9-4 : 1. Pada penelitian di Tennesee Amerika Serikat , ternyata jumlah pasien skleroderma pada wanita usia reproduksi (20-44 tahun) sebesar 15 kali jumlah pasien laki-laki pada usia yang sama, sedangkan pada wanita usai 45 tahun atau lebih frekuensinya hanya 1,8 kali laki-laki pada usia yang sama. Penelitian di Inggris, Australia dan Jepang menunjukkan insiden yang lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat.Hubungan penyakit ini dengan ras tidak jelas, walaupun skleroderma pada ras kulit berwarna lebih banyak dibandingkan kulit putih. Selain itu beberapa beberapa faktor lingkungan mungkin berhubungan dengan timbulnya skleroderma misalnya debu silika dan implantasi silikon. Beberapa bahan kimia seperti vinilklorida, epoksin-resin, trikoloroetilen serta obat-obatan seperti bleomisin, pentazosin dan L-triptofan juga diketahui berhubungan dengan timbulnya skleroderma. Pajanan terhadap vinilklorida diketahui berhubungan dengan timbulnya skleroderma yang disertai fenomena Raynaud, akroosteolisis dan fibrosis paru. Sedangkan pemakaian bleomisin pada kanker testis terutama bila dikombinasi dengan sisplatinum ternyata berhubungan dengan timbulnya skleroderma, fenomena Raynaud dan fibrosis paru.

PATOGENESIS Sebelum dikenal istilah KID, dahuludikenal istilah-istilah lain yang diberikan sesuaidengan patofisiologinya:a) Coagulation consumptionb) Hyperfibrinosisc) Defibrinasid) ThrombohaemoraghicSyndrome KID merupakan keadaan yang termasuk dalam kategori kedaruratan medik, sehingga memerlukan tindakan medis dan penanganan segera. Tindakan dan penanganan yang diberikan tergantung dari patofisiologi penyakit yang mendasarinya, apakah terjadi secara akut atau memang sudah ada penyakit yang sudah lama diderita. Namun yang utama dalam memberikan penanganan tersebut adalah mengetahui proses patologi KID itu sendiri,sepeti telah disebutkan sebelumnya, yakni terjadinya proses trombosis mikrovaskular dan kemungkinan terjadi perdarahan (diatesahemoragik) secara bersamaan.Aktivasi Sistem Koagulasi

Pembentukan Fibrin intravaskularKonsumsi trombositdan faktor koagulasi

Trombosis pada pembuluh darah dan kegagalan multiorganPerdarahanAktivasi Sistem Koagulasi

Mekanisme KID tanda-tanda yang dapat dilihat padapenderita KID yang disertai dengan perdarahanmisalnya: petekie, ekimosis, hematuria, melena,epistaksis, hemoptisis, perdarahan gusi,penurunan kesadaran hingga terjadi koma yangdisebabkan oleh perdarahan otak.Pada pasien dengan KID, terjadi pembentukan fibrin oleh trombin yang diaktivasi oleh faktor jaringan. Faktor jaringan, berupa sel mononuklir dan sel endotel yang teraktivasi, mengaktivasi faktor VII. Kompleks antara faktor jaringan dan faktor VII yang teraktivasi tersebut akan mengaktivasi faktor X baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara mengaktivasi faktor IX dan VIII. Faktor X yang teraktivasi bersama dengan faktor V akan mengubah protrombin menjadi trombin. Di saat yang bersamaan terjadi konsumsi faktor antikoagulan seperti antitrombin III, protein C dan jalur penghambat - faktor jaringan, mengakibatkan kurangnya factor - faktor tersebut. Pembentukan fibrin yang terjadi tidak diimbangi dengan penghancuran fibrin yang adekuat, karena sistem fibrinolisis endogen (plasmin) tertekan oleh penghambat - aktivasi plasminogen tipe 1 yang kadarnya tinggi di dalam plasma menghambat pembentukan plasmin dari plasminogen. Kombinasi antara meningkatnya pembentukan fibrin dan tidak adekuatnya penghancuran fibrin menyebabkan terjadinya trombosis intravaskular yang menyeluruh.

DIAGNOSISDiagnosis KID tidak dapat ditegakan hanya berdasarkan satu tes laboratorium, karena itu biasanya digunakan beberapahasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berdasarkan kondisi klinik pasien.Dalam praktik klinik diagnosis KID dapat ditentukan atas dasar temuan sebagai berikut:1. adanya penyakit yang mendasari terjadinya KID.2. Pemeriksaan trombosit kurang dari 100.000/mm.3. Pemanjangan waktu pembekuan (PT, aPTT).4. Adanya hasil degradasi fibrin di dalam plasma (ditandai dengan peningkatan D-dimer).5. Rendahnya kadar penghambat koagulasi (Antitrombin III)Rendahnya trombosit pada KID menandakan adanya aktivasi trombin yang terinduksi dan penggunaan trombosit. Memanjangnya waktu pembekuan menandakan menurunnya jumlah faktor pembekuan yang tersedia seperti vitamin K.

Pemeriksaan kadar penghambat pembekuan (AT III atau protein C) berguna untuk memberikan informasi prognostik. Pemeriksaan hasil degradasi fibrin seperti D-dimer, akan membantu untuk membedakan KID dengan kondisi lain yang memiliki gejala serupa, pemanjangan waktu pembekuan dan turunnya trombosit, seperti pada penyakit hati kronik.

Rekomendasi KonNas Tatalaksana DIC pada Sepsis tahun 2001Kriteria minimal untuk diagnosis DIC adalah didapatkan keadaan atau gambaran klinik yang dapat menyebabkan DIC dengan manifestasi perdarahan, tromboemboli atau keduanya, disertai dengan pemeriksaan laboratorium trombositopenia dan gambaran eritrosit sel Burr atau D-dimer positif.Bilamana fasilitas laboratorium memungkinkan dapat digunakan kriteria menurut Bick atau berdasarkan skor DIC dari ISTH 2001.Kriteria Laboratorium DIC menurut KonNas Tata laksana DIC pada sepsis 20011. Hitung trombosit: trombositopeni pada 98% DIC2. PT: memanjang pada 50-70% DIC3. aPTT: memanjang pada 50-60% DIC4. Masa Trombin: memanjang5. Fibrinogen6. sFM (soluble fibrin monomer)7. D-dimer: meningkat8. FDP: meningkat9. Antitrombin: menurun

nKriteria Laboratorium DIC menurut Bick1. Aktivasi prokoagualan: PF1+2, TAT, D-dimer, fibrinopeptide2. Aktivasi fibrinolitik: D-dimer, FDP, plasmin, PAP3. Konsumsi inhibitor: AT III, TAT, PAP, Protein C & S4. Kerusakan/kegagalan organ: LDH, kreatinin, pH, pO2

PENATALAKSANAANPenatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang mendasari terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan, pengobatan terhadap KID tidak akan berhasil.Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat diberikan.1. AntikogulanSecara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski pemberian heparin juga banyak diperdebatkan menimbulkan perdarahan, namun dalam penelitian klinik pada pasien KID, heparin tidak menunjukkan komplikasi perdarahan yang signifikan.Dosis heparin yang diberikan adalah 300 500 u/jam dalam infus kontinu.Indikasi:a) Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkatb) Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasic) Terdapat tanda - tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati, sindroma gagal nafas Dosis : 100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu, dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT1,5-2 kali control Low molecular weight heparin dapat meng gantikan unfractionated heparin.

2. Plasma dan trombositPemberian baik plasma maupun trombositharus bersifat selektif. Trombosit diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan, karena di dalam palasma hanya berisi factor - faktor pembekuan tertentu saja, sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.3. Penghambat pembekuan (AT III)Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan ini cukup mahal. Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III 120%2. AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target ATIII > 125%

4. Obat-obat antifibrinolitikAntifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada pasien KID pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan.Karena obat ini akan menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.

PENUTUPSklerosis Sistemik (Skleroderma) adalah penyakit sistemik kronis yang ditandai dengan penebalan dan fibrosis kulit (skleroderma) dengan keterlibatan organ internal yang luas terutama paru, saluran cerna, jantung dan ginjal. Stadium dini dari penyakit ini berhubungan dengan gambaran inflamasi yang menonjol, diikuti dengan perubahan struktural dan fungsional yang menyeluruh pada mikrovaskular dan disfungsi organ yang progresif akibat dari proses fibrosis. Adanya gambaran skleroderma, membedakan sklerosis sistemik dari penyakit jaringan ikat lain.Penyebab skleroderma umumnya tidak diketahui, namun secara garis besar, bagian-bagian yang sedang diselidiki termasuk autoimunitas, paparan lingkungan, genetika, dan infeksi sedang di teliti. Banyak peneliti merasa bahwa beberapa faktor bekerja sama untuk mendorong skleroderma, seperti kecenderungan genetik bersama dengan paparan terhadap toksin atau infeksi yang memicu penyakit. Scleroderma tidak diyakini menular, tetapi tidak bisa mendapatkannya dengan memeluk atau mencium seseorang atau kontak intim lainnya.Skleroderma adalah penyakit sporadis dengan distribusi yang luas diseluruh dunia dan menyerang semua ras. Kasus skleroderma pertama kali dilaporkan oleh Carlo Curzio pada tahun 1973 di Napoli yang menyerang seorang wanita yang berumur 17 tahun. Hubungan skleroderma dengan fenomena Raynaud pertamakali dilaporkan oleh Maurice Raynaud pada tahun 1865. Kemudian pada tahun-tahun berikutnya diketahui bahwa penyakit ini juga menyerang organ viseral. Pada tahun 1945 Goetz mengusulkan istilah progressive systemic sclerosis yang menggambarkan lesi yang luas baik di kulit maupun di organ viseral.

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiyohadi B. Sklerosis Sistemik. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat penerbitan departemen ilmu penyakit dalam, 2006.hal. 1239-1244.1. Varga J. Systemic Sclerosis (Scleroderma). In : Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editor. Harrisons Principles of internal medicine. New York : Mc Grwa Hill Medical, 2008.p 2096-2106.1. Denton CP, Black CM. Systemic Sclerosis, Scleroderma. In: Rose NR, Mackay IR, editor. The Autoimmune Disease.. 4th ed. London :Elsevier, 2006. p : 369-3791. Mayes MD. Systemic Sclerosis. In : Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH , editor. Primer on the Rheumatic Diseases. 13th edition. London:. Springer Science Business Media,2008; p 343-362.

1. Gabrielli A, Avvedimento E, Krieg T. Scleroderma. The New England Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2009.p.1989-2003

1. Sardana K, Garg VK. Therapeutic trial for systemic sclerosis : an update. Indian Journal Dermatology Venerology. 2008; 436-446.

Leishmaniasis

NAMA : Muhamad bagus syaiful cNIM : H1a0130407 |