legal etik in nursing
TRANSCRIPT
ETIKA DAN HUKUM DALAM KEPERAWATAN
INFORMED CONCENT DALAM RUANG LINGKUP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
OLEH :
WIJAYA ATMAJA KASUMA
NIM : 116070300111020
PROGRAM MAGISTER ILMU KEPERAWATANPEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tenaga kesehatan yang bertugas pada unit Instalasi Gawat Darurat (IGD)
diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai
berikut: “tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan” (Depkes, 1988). Dari
ketentuan Undang Undang tersebut maka setiap tenaga kesehatan yang ada
pada IGD dituntut memiliki kompetensi yang sesuai yang menjadi acuan
dalam institusi pelayanan kesehatan tersebut, dalam hal ini setiap rumah sakit
mewajibkan personil yang terlatih sesuai dengan standar operasional prosedur
untuk dapat bekerja di IGD tersebut.
Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena
mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Oleh karena itu dari segi
yuridis khususnya hukum kesehatan terdapat beberapa pengecualian yang
berbeda dengan keadaan biasa. Dipandang dari segi hukum, pelayanan gawat
darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki
karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat
membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan
hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.
(Herkutanto, 2007)
Informed Concent Dalam Keperawatan 1
Dewasa ini klien mempunyai banyak pengetahuan yang semakin luas
tentang bidang kesehatan, serta lebih ingin terlibat dalam pembuatan
keputusan perawatan terhadap diri mereka. Informasi dalam lingkup medis,
ternyata sangat penting. Meski tidak semua klien menghendaki penjelasan
yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap perawatan, tapi
langkah penjelasan untuk era saat ini justru diharuskan. Karena alasan tersebut
persetujuan yang diperoleh dengan baik dapat memfasilitasi keinginan klien
tersebut, serta menjamin bahwa hubungan antara tenaga kesehatan dan klien
adalah berdasarkan keyakinan dan kepercayaan.
Tujuan dari informed consent adalah agar klien mendapat informasi yang
cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.
Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak klien untuk
menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila klien telah
menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil
keputusan yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang
diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada klien.
Informed artinya sudah mendapat informasi, sudah memperoleh
informasi, sudah diberi informasi. Consent artinya persetujuan. Sehingga arti
informed consent adalah persetujuan yang sudah didasari adanya informasi,
sudah didasari pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui.
Jadi, jika klien menandatangani blanko informed consent akan sebuah
tindakan yang akan dilakukan pada dirinya, berarti klien memberikan
persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan pada dirinya, dan sudah
mendapat informasi tentang tindakan yang akan dilakukan oleh dokter pada
Informed Concent Dalam Keperawatan 2
dirinya tersebut, untung ruginya dilakukannya tindakan itu, resikonya, biaya
dan lain sebagainya.
Perawat sebagai mitra dokter dan sebagai sebuah tim kesehatan dalam
menyelesaikan berbagai masalah kesehatan klien mempunyai keinginan untuk
menjaga seseorang tetap sehat dan memberikan rasa nyaman dalam pelayanan
dan keamanan bagi orang yang sakit. Sesuai dengan kode etik keperawatan,
perawat bertindak sebagai pelindung klien dan masyarakat ketika perawatan
kesehatan dan keamanan dipengaruhi oleh praktik yang tidak kompeten, tidak
berdasarkan etik atau ilegal terhadap siapa pun. Perawat berperan sebagai
pelindung dan konsultan dalam pemberian informed consent untuk membantu
mengatasi kekhawatiran klien. Informed consent membantu klien mengambil
keputusan terbaik untuk diri mereka sendiri.
B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan ilmiah ini adalah sebagai bahan pembelajaran
untuk menambah pengetahuan dan membuka wawasan bagi perawat tentang
peran perawat dalam pemberian informed concent kepada klien.
C. Bentuk Penulisan
Bentuk tulisan ini adalah secara deskriptip menguraikan tentang legal
aspek dan peran perawat dalam pemberian informed concent kepada klien.
Informed Concent Dalam Keperawatan 3
BAB II
TINJAUAN TEORI
D. Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat (IGD) menurut Depkes, 2008 merupakan
institusi yang memberikan pelayanan penanggulangan penderita gawat darurat
yang mencakup suatu rangkaia kegiatan untuk mencegah kematian (life
saving) atau kecacatan yang mungki terjadi.
IGD adalah suatu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan gawat
darurat kepada klien yang merupakan bagian dari rangkaian yang perlu
diorganisir. IGD harus mampu memperhatikan pelayanan dengan kualitas
tinggi pada masyarakat dengan problem medis akut. Pelayanan instalasi gawat
darurat harus mampu mencegah kematian dan cacat, melakukan rujukan,
menanggulangi korban bencana.
IGD dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kriteria yaitu:
1. IGD harus buka 24 jam
2. IGD harus melayani penderita-penderita “false emergency” tetapi tidak
boleh mengganggu/ mengurangi mutu pelayanan penderita gawat darurat
3. IGD sebaiknya hanya melakukan “primary care”. Sedangkan “definitive
care” dilakukan ditempat lain dengan cara kerja sama yang baik
4. IGD harus meningkatkan mutu personalia maupun masyarakat sekitarnya
dalam penanggulangan penderita gawat darurat
5. IGD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat sekitarnya ( Depkes RI, 1992 ).
Informed Concent Dalam Keperawatan 4
Pertolongan kegawat daruratan harus dipandang sebagai satu system
yang terpadu dan tidak terpecah-pecah. Dimana didalam sistem tersebut
mengandung pengertian adanya hubungan dari berbagai komponen yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi, sistem mempunyai sasaran (output)
serta dampak yang diinginkan (outcome). Sebuah sistem yang bagus juga harus
dapat diukur dengan melalui proses evaluasi atau umpan balik yang
berkelanjutan.
Pada fase rumah sakit, IGD berperan sebagai gerbang utama jalan
masuknya penderita gawat darurat. Kemampuan suatu fasilitas kesehatan
secara keseluruhan dalam hal kualitas dan kesiapan dalam perannya sebagai
pusat rujukan penderita dari pra rumah tercermin dari kemampuan unit ini.
Penderita dari ruang IGD dapat dirujuk ke unit perawatan intensif, ruang bedah
sentral, ataupun bangsal perawatan. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke
rumah sakit lain.
B. Legal Etik Keperawatan
Sikap etis profesional yang kokoh dari setiap perawat akan tercermin
dalam setiap langkahnya, termasuk penampilan diri serta keputusan yang
diambil dalam merespon situasi yang muncul. Oleh karena itu pemahaman
yang mendalam tentang etika dan moral serta penerapannya menjadi bagian
yang sangat penting dan mendasar dalam memberikan asuhan keperawatan
atau kebidanan dimana nilai-nilai pasen selalu menjadi pertimbangan dan
dihormati.
Informed Concent Dalam Keperawatan 5
1. Nilai
Keyakinan (beliefs) mengenai arti dari suatu ide, sikap, objek, perilaku,
dan lain-lain yang menjadi standar dan mempengaruhi prilaku seseorang.
Nilai menggambarkan cita-cita dan harapan- harapan ideal dalam praktik
keperawatan.
2. Etik
Kesepakatan tentang praktik moral, keyakinan, sistem nilai, standar
perilaku individu dan atau kelompok tentang penilaian terhadap apa yang
benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang
merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan, apa yang
dikendaki dan apa yang ditolak.
3. Etika Keperawatan
Kesepakatan/peraturan tentang penerapan nilai moral dan keputusan-
keputusan yang ditetapkan untuk profesi keperawatan
4. Prinsip Etik
a. Respect (Hak untuk dihormati)
Perawat harus menghargai hak-hak klien/klien
b. Autonomy (hak klien memilih)
Hak klien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya
c. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/klien)
Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan klien/ orang
lain dan secara aktif berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan
kliennya.
Informed Concent Dalam Keperawatan 6
d. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian
atau cidera prinsip Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang
lain, jangan menyebabkab nyeri atau penderitaan pada orang lain,
jangan membuat orang lain berdaya dan melukai perasaaan orang lain.
e. Confidentiality (hak kerahasiaan)
menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang klien/klien
yang dipercayakan klien kepada perawat.
f. Justice (keadilan)
kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil
sendiri berarti tidak memihak atau tidak berat sebelah.
g. Fidelity (loyalty/ketaatan)
Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab
terhadap kesepakatan yang telah diambil
h. Veracity (Truthfullness & honesty)
Kewajiban untuk mengatakan kebenaran. Terkait erat dengan prinsip
otonomi, khususnya terkait informed-consent, prinsip veracity
mengikat klien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.
Pemecahan masalah etik
1. Identifikasi masalah etik
2. Kumpulkan fakta-fakta
3. Evaluasi tindakan alternatif dari berbagai perspektif etik.
4. Buat keputusan dan uji cobakan
5. Bertindaklah, dan kemudian refleksikan pada keputusan tsb
Informed Concent Dalam Keperawatan 7
Aspek Legal dalam Praktik Keperawatan tercantum dalam:
1. UU No. 23 tahun 1992 ttg Kesehatan
2. PP No. 32 tahun 1996 ttg Tenaga Kesehatan
3. Kepmenkes No. 1239 tahuun 2001 ttg Registrasi dan Praktik Perawat
C. Informed Concent
Informed consent dapat didefinisikan sebagai berikut
1. Persetujuan yang sudah didasari adanya informasi, sudah didasari
pengertian dan pemahaman akan tindakan yang akan disetujui.
2. Pernyataan setuju terhadap tindakan diagnostik / terapetik, setelah
mendapat penjelasan tentang tujuan, resiko, alternatif tindakan yang akan
dilakukan, serta prognosis penyakit jika tindakan itu dilakukan / tidak
dilakukan.
3. Pada Bab I butir Id. Pedoman Persetujuan Tindakan Medik, disebutkan
bahwa : Informed Consent terdiri dari kata informed yang berarti telah
mendapat informasi dan Consent berarti persetujuan (ijin).
Informed consent adalah dokumen yang legal dalam pemberian
persetujuan prosedur tindakan medik dan atau invasif, bertujuan untuk
perlindungan terhadap tenaga medik jika terjadi sesuatu yang tidak
diharapakan yang diakibatkan oleh tindakan tersebut. Selain itu dapat
melindungi Klien terhadap intervensi/tindakan yang akan dilakukan.
Ada perbedaan penekanan antara informed consent ini dengan
persetujuan dalam kontrak terapetik (sesuai pasal 1320 KUH perdata).
Informed Consent dalam profesi kedokteran (juga tenaga kesehatanan lainnya)
Informed Concent Dalam Keperawatan 8
adalah pernyataan setuju (consent) atau ijin dari klien yang diberikan dengan
bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang
tindakan kedokteran yang dimaksud.
1. Dasar Hukum Informed Consent
a. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 585 / MENKES 1 PER / IX /
1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik, yang pedoman
pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan
Medik Nomor: HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan
Tindakan Medik ( Informed Consent ) tanggal 21 April 1999.
b. SK. Dirjen YANMED. No. YM 00.03.2.6.956 Tentang Hak dan
Kewajiban Klien Dan Perawat.
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan RI. Nomor : YM.02.04.3.5.2504 tanggal 10 Juni 1997
Tentang Pedoman Hak Dan Kewajiban Klien, Dokter Dan Rumah
Sakit.
d. Pasal 45 (1) UUPRADOK.
Manfaat informed consent dalam pelaksanaan tindakannmedik maupun
asuhan keperawatan perawat kepada klien yaitu :
1. Melindungi klien terhadap segala tindakan medik yang dilakukan tanpa
sepengetahuan klien. Misalnya tindakan medik yang tidak perlu atau tanpa
indikasi, penggunaan alat canggih dengan biaya tinggi dsbnya.
Informed Concent Dalam Keperawatan 9
2. Memberikan perlindungan hukum bagi dokter terhadap akibat yang tidak
terduga dan bersifat negatif. Misalnya terhadap resiko pengobatan yang
tidak dapat dihindari walaupun dokter telah bertindak seteliti mungkin.
Dengan adanya informed consent maka hak autonomy perorangan di
kembangkan, klien dan subjek dilindungi, mencegah terjadinya penipuan atau
paksaan, merangsang profesi medis untuk mengadakan introspeksi,
mengajukan keputusan-keputusan yang rasional dan melibatkan masyarakat
dalam memajukan prinsip autonomy sebagai suatu nilai sosial serta
mengadakan pengawasan dalam penelitian biomedik.
Pada keadaan gawat darurat tidak perlu dimintakan pesretujuan tindakan
medik karena keadaannya sudah sangat gawat dan tidak ada waktu lagi untuk
mencari atau menghubungi anggota keluarga klien, sedangkan dokter harus
bertindak cepat (implied, tacit, atau presumed consent). Implied consent
khusus untuk keadaan gawat darurat dinamakan juga Constructive consent.
Dalam keadaan gawat darurat dokter harus membatasi operasinya hanya
untuk penyelamatan jiwa (life-saving) atau penyelamatan anggota tubuh (limb-
saving) saja. Tidak boleh diperluas dengan operasi lain yang tidak ada
hubungan dengan penyelamatan jiwa atau anggota tubuh karena untuk
tindakan tersebut harus dimintakan Informed consent.
D.
Informed Concent Dalam Keperawatan 10
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Sebagai upaya untuk melindungi klien terhadap kualitas pelayanan
keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam
melaksanakan tugasnya, maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang
dilakukan terhadap klien. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi
terhadap ketidakpuasan klien terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya
dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle concern, artinya dokumentasi
dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang
diterima secara hukum.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh
klien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap klien tersebut.
Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no
585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada klien / keluarganya, kehadiran
seorang perawat/tenaga kesehatan lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh klien atau keluarga terdekatnya
tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan klien atau keluarga
Informed Concent Dalam Keperawatan 11
terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351.
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan
adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang
penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology
invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari
pihak klien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan
tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal
351 KUHP.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana
jasa tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa
tindakan medis (klien), sedangkan klien dalam keadaan sadar penuh dan mampu
memberikan persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat
dipersalahkan dan digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPer). Hal ini karena klien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga
dokter dan harus menghormatinya.
Semua tindakan medis, keperawatan bila dilihat dari uraian diatas sangatlah
dekat dengan masalah hukum, sehingga posisi para pemberi pelayanan kesehatan
berada pada suatu titik dimana mereka harus memberikan pelayanan sebaik-
baiknya kepada klien, keluarga dan masyarakat, dilain pihak setiap tindakan yang
dilakukan memiliki resiko terhadap permasalahan hukum meskipun tenaga
kesehatan tersebut telah berada atau melakukan suatu dibawah payung hukum
yang jelas. Sedikit kelalaian atau suatu yang tidak terduga bisa membawa tenaga
Informed Concent Dalam Keperawatan 12
kesehatan berada pada jalur hukum bersama dengan klien, meskipun sebenarnya
tenaga kesehatan telah berupaya sebaik mungkin menyelamatkan klien.
Permasalahan hukum tersebut bisa terjadi sebagai akibat dari tindakan sebelum,
selama ataupun setelah dilakukan tindakan pada klien.
Dalam pemberian informed consent kepada klien, perawat harus memahami
betul betul tentang apa, bagaimana, maksud dan tujuan serta dampak informed
consent bagi profesi keperawatan, sehingga perawat dapat menempatkan diri
dengan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya baik ditinjau dari
profesi maupun dari aturan hukum yang berlaku.
Sebagai contoh peran perawat dalam pemberian informed consent seperti
ilustrasi dibawah ini :
“Klien datang ke pusat medis dengan batu ginjal. Karena batu tidak bisa
dikeluarkan, maka proses pembedahan diperlukan. Pusat kebijakan
kemudian untuk meminta informasi yang terpisah sebagai bentuk persetujuan
untuk operasi dan anestesi. Peran perawat dalam hal ini terbatas untuk
memverifikasi persetujuan yang telah diberikan, yaitu, sebelum perawat
menandatangani informed consent sebagai saksi kepada klien, tanda tangan
perawat diharapkan untuk memeriksa untuk memastikan bahwa :
Informasi tentang operasi itu diberikan kepada klien sebelum operasi
Penjelasan diberikan kepada klien leh ahli anestesi
Klien atau pembuat keputusan bagi klien memberikan persetujuan untuk
pengobatan setelah dilakukan diskusi
Informed Concent Dalam Keperawatan 13
klien atau pendamping diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
tentang usulan pengobatan dan bahwa semua pertanyaan dijawab
sepenuhnya
Semua kolom kosong pada form telah diisi dengan informasi yang
diperlukan
klien atau pendamping menandatangani form tersebut
Pusat kebijakan medis kemudian melanjutkan untuk menjelaskan bahwa
dokter dan anestesi telah memperoleh persetujuan dari klien setelah mereka
menjelaskan kepada klien terhadap risiko, kelemahan, komplikasi dan
manfaat dari operasi serta metode anestesi yang akan dilakukan”.
Pada ilustrasi kasus diatas pengadilan setuju dengan pusat medis bahwa
bukan merupakan tanggung jawab keperawatan untuk memberikan informed
consent tindakan operasi dan anestesi. Adalah merupakan tanggung jawab hukum
komite keperawatan yang merupakan kontraktor independen dan bukan karyawan
dari pusat medis untuk memastikan hal tersebut. Namun bagi pusat kebijakan
medis bahwa informed consent bukanlah suatu formalitas belaka yang bertujuan
hanya untuk mendapatkan tandatangan klien pada dokumen yang diperlukan.
Merupakan tanggung jawab keperawatan, untuk tidak memberikan informasi
yang diperlukan untuk informed consent, tetapi untuk memverifikasi bahwa klien
telah diberi informasi yang diperlukan oleh penyedia dan memastikan bahwa
informasi telah diberikan dengan benar dan keputusan tindakan operasi atau
anestesi bedah telah disetujui klien. Dan dalam kasus ini pertanggungjawaban
Informed Concent Dalam Keperawatan 14
perawatan yang penting telah benar-benar dilaksanakan dengan benar menurut
pengadilan.
Dokumen informed consent yang tidak valid tidak akan mendapatkan
perlindungan hukum bila ada tuntutan dari klien karena klien tidak mengetahui
prosedur yang benar dan klien tidak tahu apa yangterjadi padanya.
Untuk lebih memahami peran perawat dalam pemberia informed concent
maka perawat harus dapat menjawab pertanyaan berikut yaitu : apa sebenarnya
informed consent? Dan bagaimana moral tanggung jawab perawat dalam hal
membantu individu klien untuk membuat keputusan dalam proses perawatan.
Informed consent pada dasarnya adalah sebuah doktrin hukum yang
dikembangkan sebagian bentuk pengakuan klien akan hak untuk menentukan
nasib sendiri dan sebagian karena tugas dokter untuk memberikan klien informasi
yang memadai untuk memungkinkan klien untuk membuat pilihan bijaksana
tentang bagaimana klien akan menjalani pengobatan yang diusulkan.
Konsep informed consent terdiri lima komponen analisis:
pengungkapan/disclosure, pemahaman/comprehension, sukarela/voluntariness,
kompetensi/competence dan persetujuan/ consent itu sendiri (Faden dan
Beauchamp 1986).
Secara moral, persetujuan dianggap sebagai orang mengetahuinya, dan harus
memenuhi sejumlah kriteria, termasuk yang berkaitan dengan aspek persetujuan
informasi dan yang berkaitan dengan pemberian persetujuan itu sendiri.
Beauchamp dan hildress (2009) berpendapat bahwa untuk persetujuan harud di
informasikan: harus ada pengungkapan semua informasi yang relevan (termasuk
manfaat dan risiko); individu sepenuhnya harus memahami baik informasi yang
Informed Concent Dalam Keperawatan 15
telah diberikan dan implikasi memberikan persetujuan; persetujuan harus
diberikan secara sukarela (mis. individu harus bebas dari paksaan atau
manipulasi), dan, terakhir, individu harus kompeten untuk persetujuan (misalnya.
menjadi rasional dan bijaksana). Doktrin informed consent juga memiliki dimensi
etika yang mendalam, yang paling jelas oleh empat prinsip etika panduan yang
mendukung itu:
Autonomy (otonomi) : yang menuntut menghormati klien sebagai pemilih
menentukan diri, dan membenarkan memungkinkan mereka pilihan untuk
menerima risiko
Non Malificence (sifat tidak mencelakakan) : yang menuntut perlindungan
klien dari penganiayaan, pelanggaran, eksploitasi, dan hal merugikan lainnya
yang mungkin didapatkan dari proses persetujuan yang tidak memadai atau
tidak tepat
Beneficence (kebaikan) : yang menuntut maksimalisasi kesejahteraan klien
melalui proses persetujuan
Justice (keadilan) : yang menuntut keadilan dan bahwa klien tidak terlalu
dibebani oleh atau proses persetujuan intoleran (Johnstone 2009)
Tanggung jawab perawat untuk membantu klien dalam membuat keputusan
yang dipandu oleh komponen analitis serta informasi tentang persetujuan
diuraikan di atas dan prinsip-prinsip etika mendukung mereka. Hal ini penting
untuk diingat, namun, bukan hanya perawat yang memiliki tanggung jawab moral
dalam proses ini. Profesi lain (misalnya dokter dan manajer pelayanan kesehatan)
juga memiliki tanggung jawab moral. Proses yang relevan dan akuntabel
Informed Concent Dalam Keperawatan 16
memungkinkan pengambilan keputusan informasi dan persetujuan oleh klien, dan
bahwa proses pengambilan keputusan yang tidak tepat diserahkan kepada
perawat.
Di Australia, informed consent baru-baru ini telah ditetapkan oleh Komisi
Untuk Kualitas dan Keselamatan Kesehatan Australia /Australian Commission on
Quality and Safety in Health Care (ACQSHC 2011) sebagai proses komunikasi
antara klien dan petugas medis yang menghasilkan otorisasi bagi klien atau
perjanjian untuk menjalani tincdakan medis tertentu. Tujuan dari komunikasi ini
adalah untuk memastikan klien memiliki pemahaman dari semua pilihan yang
tersedia dan hasil yang diharapkan seperti tingkat keberhasilan atau efek samping
untuk setiap pilihan. Diposisikan sebagai keamanan nasional dan kualitas
pelayanan kesehatan untuk standar akreditasi, semua pelayanan kesehatan publik
kini diharapkan untuk melaksanakan proses yang memungkinkan kemitraan
dengan klien dalam pengambilan keputusan tentang perencanaan dan memberikan
perawatan kepada mereka, termasuk informed consent terhadap pengobatan, yang
memiliki mekanisme untuk memonitor dan meningkatkan dokumentasi informed
consent, dan memiliki mekanisme untuk menyelaraskan informasi yang diberikan
kepada klien dengan kapasitas mereka untuk dapat memahami. Tujuan moral
informed consent adalah untuk melindungi klien dan orang yang mereka cintai
dari bahaya dan untuk meningkatkan kualitas keselamatan serta pelayanan
kesehatan. Sesuai dengan tujuan ini, semua penyedia layanan kesehatan, bukan
hanya perawat, memiliki kewajiban moral yang ketat untuk memastikan bahwa
proses persetujuan yang tepat berada di tempat yang benar dan bahwa klien
memahami dan mengikutinya.
Informed Concent Dalam Keperawatan 17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Informed consent adalah persetujuan klien atau yang sah mewakilinya
atas rencana tindakan yang diajukan oleh kepadanya, setelah menerima
informasi yang cukup untuk dapat membuat persetujuan. Proses persetujuan
informed consent merupakan manifestasi dari terpeliharanya hubungan saling
menghormati dan komunikatif antara tenaga kesehatan dengan klien, yang
bersama-sama menentukan pilihan tindakan yang terbaik bagi klien demi
mencapai tujuan pelayanan kesehatan yang disepakati.
Salah satu peran perawat adalah sebagai advokat
(penasehat) bagi klien yaitu melindungi hak klien untuk
mendapatkan informasi dan untuk berpartisipasi dalam
keputusan mengenai perawatan yang akan diterima oleh
klien. Perawat bukan sebagai pemberi informed consent
kepada klien, tetapi perawat memastikan dan mengetahui
serta memberikan masukan dan saran kepada klien terkait
informed consent yang diberikan. Sikap perawat dalam
melaksanakan peran advocate, counsellor dan consultant dalam pengajuan
informed consent belum sepenuhnya sesuai dengan kewenangan perawat.
Informed Concent Dalam Keperawatan 18
B. Saran
Sebagai perawat profesional, peawat harus lebih mengerti peran-
perannya dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, khususnya
yang berhubungan dengan inform consent. Perawat juga harus mengetahui
hak-hak dan kewajiban klien sehingga bisa menempatkan dan mngkondisikan
klien sebagaimana mestinya. Dalam melaksanakan pekerjaan dasar dan
payung hukum mutlak harus diperhatikan sebagai suatu sarana agar perawat
dapat bekerja secara aman.
Informed Concent Dalam Keperawatan 19
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. (1988). Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit. (Johnstone, November 2011)
Dimond, B. (2005). Exploring common deficiencies that occur in record keeping. British Journal of Nursing , Volume 14
Herkutanto. (2007). Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Majalah Kedokteran Indonesia, 57(2).
Johnstone, M. J. (November 2011). Nursing Ethic And Informed Consent. Australian Nursing Journal , Volume 19 Number 5
Keputusan Menteri Kesehatan : KepMenkes No. 1239 / Meskes/ SK / XI/2001
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik ., Salemba Medika Jakarta
Nursing, L. E. (2011, Oktober). Informed Consent: Court Looks At Nursing Responsibilities. Legal Eagle Eye Newsletter for the Nursing , 16.
Potter Patricia.(2005). Buku Ajar Fundamental keperawatan. EGC. Jakarta
UU RI No.23 tahun 1992 tentan Kesehatan
Informed Concent Dalam Keperawatan 20
LAMPIRAN
JURNAL PENUNJANG
Informed Concent Dalam Keperawatan 21