legal ethic of nursing

38
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Pemerintah sedang gencar – gencarnya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan peningkatan tersebut, maka akan menciptakan pemuda dengan tingkat intelektualitas yang lebih tinggi. Peningkatan pola pikir pemuda tersebut tak jarang juga akan meningkatkan pola pikir orang yang ada di lingkungan sekitarnya sehingga masyarakat lebih kritis dalam menyikapi segala bentuk permasalahan. Sehingga akibatnya masyarakat lebih banyak mengkritik dan menuntut. Di bidang kesehatan pun tak luput dari sorotan masyarakat apa lagi menyangkut jiwa seseorang. Sedikit saja tindakan yang menurut mereka menyimpang, maka langsung saja mereka sebut malpraktik dan menuntut tenaga kesehatan ataupun instansi yang terkait. Tuntutan masyarakat tersebut bisa timbul juga karena adanya peningkatan kesadaran hak. Masyarakat tau dan selalu menuntut agar haknya terpenuhi. Dalam hal ini, hak yang dimaksud adalah hak mendapatkan pelayanan kesehatan. Jika ada haknya yang belum terpenuhi, maka tak jarang masyarakat tersebut menuntut tenaga kesehatan dan menuduh malpraktik karena merasa dirugikan haknya tidak terpenuhi seluruhnya. Karena perkembangan pola pikir masyarakat tersebut, sebagai tenaga kesehatan haruslah mengetahui dan mengerti

Upload: uzzy-lintang-savitri

Post on 26-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

len

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini Pemerintah sedang gencar – gencarnya meningkatkan

kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan peningkatan tersebut, maka

akan menciptakan pemuda dengan tingkat intelektualitas yang lebih tinggi.

Peningkatan pola pikir pemuda tersebut tak jarang juga akan

meningkatkan pola pikir orang yang ada di lingkungan sekitarnya

sehingga masyarakat lebih kritis dalam menyikapi segala bentuk

permasalahan. Sehingga akibatnya masyarakat lebih banyak mengkritik

dan menuntut. Di bidang kesehatan pun tak luput dari sorotan masyarakat

apa lagi menyangkut jiwa seseorang. Sedikit saja tindakan yang menurut

mereka menyimpang, maka langsung saja mereka sebut malpraktik dan

menuntut tenaga kesehatan ataupun instansi yang terkait.

Tuntutan masyarakat tersebut bisa timbul juga karena adanya

peningkatan kesadaran hak. Masyarakat tau dan selalu menuntut agar

haknya terpenuhi. Dalam hal ini, hak yang dimaksud adalah hak

mendapatkan pelayanan kesehatan. Jika ada haknya yang belum

terpenuhi, maka tak jarang masyarakat tersebut menuntut tenaga

kesehatan dan menuduh malpraktik karena merasa dirugikan haknya tidak

terpenuhi seluruhnya. Karena perkembangan pola pikir masyarakat

tersebut, sebagai tenaga kesehatan haruslah mengetahui dan mengerti

tentang hukum kesehatan yang berlaku. Dengan memahami hukum

kesehatan yang berlaku, maka tenaga kesehatan dapat menjaga diri agar

tidak melakukan tindakan yang mengarah kepada tindakan malpraktik.

Oleh karena itu, kami menyusun laporan mengenai hukum

kesehatan dan malpraktik guna menambah wawasan kita sebagai

seorang calon tenaga kesehatan yakni perawat agar sejak dini

mangetahui dan memahami tentang apa yang nantinya menjadi pegangan

kita dalam menjalankan praktik keperawatan.

B. Batasan Masalah

Batasan-batasan yang kami gunakan untuk membatasi

bahasan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Hukum kesehatan serta legislasi dan registrasi dalam ranah

praktik keperawatan

b. Informed consent dan rekam medis yang digunakan dalam

praktik keperawatan

c. Malpraktik yang dapat terjadi dalam praktik keperawatan

PEMBAHASAN

1. Definisi Hukum Kesehatan

Definisi hukum kesehatan sangatlah luas. Beberapa literatur

pun memiliki sudut pandang yang berbeda tentang hukum

kesehatan. Berbagai sumber tersebut antara lain:

1. Definisi hukum kesehatan menurut Perhimpunan Hukum

Kesehatan Indonesia (PERHUKI) (1993) adalah semua ketentuan

hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan /

pelayanan kesehatan dan penerapan hak dan kewajiban baik bagi

perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik sebagai

penerima pelayanan kesehatan maupun sebagai pihak

penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek,

organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medik, ilmu

pegetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum

lain.

2. Definisi dari Hanafiah dan Amir (2009) menyatakan, hukum

kesehatan adalah peraturan perundang-undangan yang

menyangkut pelayanan kesehatan.

3. Bastable (1997) menyebutkan fokus hukum kesehatan adalah

perlindungan konsumen.

Dari literatur di atas, dijelaskan bahwa hukum kesehatan

menyangkut semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung

dengan semua aspek pelayanan kesehatan baik dari sisi penerima

pelayanan kesehatan maupun penyelenggara pelayanan kesehatan.

Kemudian disebutkan bahwa hukum kesehatan sebagai peraturan

perundang-undangan. Berarti hukum kesehatan ini jelas tertulis dan

wajib dipatuhi semua komponen yang bersangkutan. Terakhir fokus

hukum kesehatan adalah perlindungan konsumen. Jadi, definisi

hukum kesehatan adalah peraturan atau ketentuan hukum

tertulis yang menyangkut semua aspek pelayanan kesehatan

baik dari sisi penerima maupun penyelenggara pelayanan

kesehatan yang wajib dipatuhi semua komponen yang

bersangkutan dan berfokus pada perlindungan konsumen.

2. Dasar Hukum Praktik Keperawatan

Menurut Priharjo (2005),praktik keperawatan di Indonesia

secara dasar menginduk pada SK Menkes No.

674/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 14 April 2000 tentang registrasi

dan praktik keperawatan. Surat keputusan Menkes ini sebagai

regulasi praktik keperawatan sekaligus kekuatan hukum bagi tenaga

perawat dalam menjalankan praktik keperawatan secara

professional. Kemudian direvisi menjadi Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001

tentang Registrasi dan Praktik Perawat. Secara umum Peraturan

Menteri Kesehatan (Permenkes) ini membahas tentang definisi

perawat, Surat Izin Perawat, Surat Izin Kerja, Surat Izin Praktik, dan

Standar Profesi. Secara terperinci, Permenkes ini menjelaskan mulai

pelaporan tentang mahasiswa keperawatan yang baru lulus, proses

pengajuan permohonan SIP, proses registrasi SIP, pembaruan SIP

untuk memperoleh SIK dan SIPP, hingga aturan dalam praktik

keperawatan

Dasar praktik keperawatan ditinjau dari negara sendiri adalah

dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

Tentang Kesehatan

Pasal 1 ayat 16

Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau

perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada

pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris

yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai

dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Pasal 63 ayat (2)

Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan

dengan pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan.

Pasal 63 ayat (3)

Pengendalian, pengobatan, dan/atau perawatan dapat

dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan

atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatan

dan keamanannya.

Pasal 63 ayat (4)

Pelaksanaan pengobatan dan/atau perawatan berdasarkan

ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan

oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan untuk itu.

Kemudian yang terbaru adalah dari Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/148/1/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan

Praktik Perawat. Ketentuan umum Keputusan Menteri Kesehatan

(Kepmenkes) ini membahas tentang definisi perawat, Fasilitas

Pelayanan Kesehatan, Surat Izin Praktik Perawat (SIPP), Standar,

Surat Tanda Registrasi (STR), Obat-obat yang bisa diberikan oleh

perawat, dan Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (PPNI). Secara terperinci, Kepmenkes ini menjelaskan hal-

hal mengenai perizinan praktik keperawatan, penyelenggaraan

praktik keperawatan, pembinaan dan pengawasan praktik

keperawatan, dan ketentuan-ketentuan lain.

3. Definisi Perawat Teregistrasi

Perawat teregistrasi memiliki pengertian yaitu perawat yang

telah melewati suatu proses administrasi di tempat perawat wajib

mendaftarkan diri pada dinas kesehatan propinsi untuk mendapatkan

surat izin perawat sebagai persyaratan untuk menjalankan pekerjaan

keperawatan dan memperoleh nomor registrasi. ( Kusnanto, 2004 ).

Pendapat lain mengartikan perawat teregistrasi adalah perawat

yang namanya telah tercantum pada badan resmi milik pemerintah,

dalam hal ini adalah dinas kesehatan propinsi, sehingga perawat

dapat melakukan praktik keperawatan di setiap tempat pelayanan

kesehatan baik praktik mandiri ataupun praktik non mandiri. ( Lisa,

2010 ).

Sedangakan PPNI sebagai organisasi profesi perawat

mengartikan perawat tergistrasi adalah perawat yang telah

diregistrasi dan secara hukum memiliki lisensi untuk melakukan

praktik keperawatan. Registrasi dan lisensi diberikan oleh lembaga

yang ditunujuk oleh pemerintah dan pemberiannya diatur oleh

peraturan perundangan. Dan perawat sendiri harus memenuhi

persyaratan-persyaratan yang ditentukan, baik persyaratan

administrasi maupun lulus uji kompetensi. ( PPNI, 2010)

Dari ketiga pendapat mengenai perawat tergistrasi dapat

disimpulkan bahwa yang dikatakan perawat tergistrasi adalah

perawat yang telah terdaftar di dinas kesehatan propinsi dan secara

hukum telah memiliki lisensi dan izin untuk melakukan praktik

keperawatan di setiap tempat pelayanan kesehatan setelah lulus uji

kompetensi dan melengkapi persyaratan administrasi.

4. Syarat Registrasi Praktik Perawat

Untuk menjadi perawat teregistrasi, seorang perawat harus

lulus pendidikan keperawatan yang diakui oleh pemerintah dan

asosiasi profesi. Saat ini ada dua kategori perawat lulusan baru,

yaitu perawat lulusan diploma III dan lulusan strata I. Kemudian

calon tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti bebas

catatan kriminal, dinyatakan sehat fisik dan psikis oleh dokter yang

teregistrasi, dan lulus uji kompetensi profesi. ( PPNI, 2010).

Perawat yang teregistrasi akan memiliki SIPP dan SIK sebagai

bukti tertulis bahwa perawat tersebut memiliki kewenangan untuk

menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh tempat pelayanan

kesehatan di Indonesia. ( Keputusan Menteri Kesehatan no. 1239 /

Menkes/ SK /XI/ 2001 pasal 8 ayat 1,2,3).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi perawat

teregistrasi adalah:

a. Lulus pendidikan keperawatan yang diakui oleh pemerintah dan

asosiasi profesi. Minimal adalah lulusan diploma III.

b. Lulus uji kompetensi profesi

c. Memenuhi syarat-syarat lain yang ditentukan seperti bebas

catatan kriminal dan dinyatakan sehat secara fisik dan psikis

oleh dokter yang teregistrasi.

5. Proses Registrasi Praktek Keperawatan

6. Dasar hukum proses registrasi

Diatur dalam PERMENKES RI NOMOR HK

02.02/MENKES/148/I/2010 tentang izin dan penyelenggaraan

tentang praktek perawat pada BAB II pasal 2-7’

Diatur dalam PERMENKES RI

NO.1796/MENKES/PER/VIII/2011/ tentang Registrasi Tenaga

Kesehatan pada BAB II pasal 5-6

7. Definisi persetujuan tindakan

Persetujuan tindakan medic (PTM) adalah persetujuan yang

diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. ( M.Jusuf

Hanafiah & Amri Amir, 2009 )

Menurut Komalawati (1989) pengertian persetujuan tindakan

sebagai suatu kesepakatan / persetujuan pasien atas upaya medis

yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah mendapat

informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan

Proses

administrasi

Uji

kompetensi

Mendapat

STR

Pengumuman

kelulusan

LULUS

untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko

yang mungkin terjadi.

Menurut PERMENKES no. 585 tahun 1989. PTM adalah

persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar

penjelasan tindakan medic yang akan dilakukan terhadap pasien

tersebut.(pasal 1)

Jadi PTM dapat disimpulkan adalah persetujuan yang diberikan

pasien atau keluarga dimana pasien memiliki hak untuk menentukan

pengobatan atau tindakan medic apa yang akan dilaluinya atas

dasar penjelasan yang disampaikan tenaga medis.

8. Urgency persetujuan tindakan

Menurut Permenkes No. 290 (2008) pentingnya persetujuan

tindakan adalah memberikan perlindungan kepada klien terhadap

tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik

tidak ada dasar pembenarannya atas apa yang dilakukan tanpa

sepengetahuan pasiennya, memberi perlindungan hukum kepada

dokter terhadap suatu kegagalan yang negatif karena prosedur

medik modern bukan tanpa resiko. Menurt Nusye KI Jayanti (2009 )

persetujuan tindakan dapat menjadi perlindungan terhadap tenaga

kesehatan akan terjadinya akibat yang tidak terduga serta dianggap

merugikan pihak lain.

Persetujuan tindakan medic ini penting karena tidak semua

pemikiran dan pertimbangan dokter akan sama dengan apa yang

diinginkan atau diterima Pasien dan keluarganya. Hal seperti ini

biasanya terjadi karena dokter umumnya melihat pasien hanya dari

segi medisnya saja, sedangkan pasien mungkin lebih melihat dan

mempertimbangkan dari segi lain yang seperti keuangan , agama,

psikis, dan pertimbangan keluarga. Persetujuan tindakan pun sangat

penting karena merupakan salah satu bukti untuk melindungi tenaga

kesehatan jika terjadi hal yang tidak diinginkan atau resiko setelah

mendapat penanganan secara medis.

9. Indikasi Tindakan Perawatan yang Memerlukan Persetujuan

Tindakan (Inform Consent)

Tindakan perawatan yang memerlukan persetujuan tindakan

(informed concent) adalah semua tindakan medis yang menyangkut

kepentingan klien. Jadi,apapun tindakan medis yang akan diberikan

kepada klien harus mendapatkan persetujuan dari kliennya.

Sebelumnya, perawat terlebih dahulu menjelaskan kepada klien dan

keluarga mengenai tindakan yang akan diberikan. Baik itu berupa

tindakan operatif maupun tindakan invasif.

10. Pemberi Persetujuan Tindakan

Yang berhak memberikan persetujuan tindakan (informed

concent) adalah klien sendiri. Kalaupun kondisi klien tidak

mendukung/memungkinkan, harus melibatkan keluarga dalam

memperoleh persetujuan. Apabila dari klien, klien harus sudah

dewasa (diatas 21 tahun) dan bermental sehat. Sedangkan untuk

klien di bawah 21 tahun dan klien dengan gangguan jiwa

yang,memberi persetujuan adalah orangtua/wali/keluarga terdekat.

Untuk klien yang sedang dalam keadaan tidak sadar/pingsan dan

tidak didampingi oleh keluarga terdekat serta dalam keadaan gawat

darurat yang memerlukan tindakan medis segera, tidak diperlukan

persetujuan dari siapapun (pasal II bab IV Permenkes No. 585)

11. Penundaan dan Penolakan Persetujuan Tindakan

Tidak selamanya tindakan medis yang diberikan tenaga

kesehatan selalu diterima baik oleh klien/keluarga. Adakalanya

klien/keluarga menunda atau bahkan menolahk tindakan yang akan

diberikan. Dalam hal seperti ini, tenaga medis harus memahami

bahwa klien/keluarga berhak memberikan/menolak persetujuan

tindakan. Tidak ada hak untuk memaksa klien ataupun keluarganya

meskipun penolakan/penundaan tersebut bisa berakibat fatal bahkan

kematian.

Bila tenaga medis gagal mendapatkan persetujuan tindakan

dari klien ataupun keluarga,sebaiknya meminta klien/keluarga

menandatangani surat pernyataan yang berisi penolakan terhadap

tindakan yang akan diberikan untuk keamanan dikemudian hari. Jadi

apabila terjadi sesuatu dibelakang hari,tidak menjadi tanggung jawab

tenaga medis maupun rumah sakit yang bersangkutan.

12. Definisi Rekam Medis

Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen

antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan yang

telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan yang telah diberikan

kepada klien (Permenkes no. 269/MENKES/PER/III/2008).

Definisi lain menyebutkan rekam medis adalah rekaman dalam

bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang diberikan

oleh pemberi pelayanan medis / kesehatan kepada seorang pasien

(IDI 2005).

Sedangkan menurut Hanafiah dan Amir (2009), rekam medis

adalah kumpulan keterangan tentang identitas, hasil anamnesis,

pemeriksaan dan catatan segala kegiatan para pelayan kesehatan

atas pasien dari waktu ke waktu.

Dari beberapa definisi tersebut, bisa disimpulkan rekam medis

adalah kumpulan data-data/dokumen /bukti tertulis tentang diri

pasien/ klien yang meliputi kondisi maupun terapi / pengobatan yang

telah diberikan.

13. Tujuan dan Standar Rekam Medis

Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya

tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan pelayanan

kesehatan . Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis

yang baik dan benar , maka tertib administrasi tidak akan berhasil

Standar informasi dalam Berkas Rekam Medis Rekam medis

terdiri dari dua bagain, yaitu identitas dan pemeriksaan klinik.

Pemeriksaan klinik mengisahkan secara kronologis kegiatan

pelayanan medis yang diterima pasien selama berada di rumah

sakit.

Rekam medis akan berguna nilainya bagi unsur administratif,

hukum, keuangan, riset, edukasi, dan pendokumentasian, apabila

memenuhi unsur akreditasi, yaitu rekam medis memiliki:

1. Identitas dan formulir persetujuan-persetujuan,

2. Riwayat penyakit pasien secara lengkap,

3. Laporan pemeriksaan fisik

4. Instruksi diagnostik dan teraupetik dengan tanda tangan dan

nama terang tenaga kesehatan yang berwenang. Intruksi per

telepon dapat diterima oleh perawat dan dicatat tetapi dalam

waktu 24 jam instruksi tersebut harus segera ditandatangani oleh

dokter yang bertanggungjawab.

5. Observasi, segala laporan observasi termasuk laporan

konsultasi.

6. Laporan tindakan dan penemuan, termasuk yang berasal dari

penunjang medik, yaitu laboratorium, radiologi, laporan operasi

serta tanda tangan pasien, dokter, dan sebagainya. Untuk

laporan operasi harus memuat informasi lengkap mengenai

penemuan, cara operasi, benda yang dikeluarkan dan diagnosis

pasca bedah.

14. Kepemilikan Rekam Medis.

1) Milik rumah sakit atau tenaga kesehatan:

a. Sebagai penaggungjawab integritas dan kesinambungan

pelayanan.

b. Sebagai tanda bukti rumah sakit terhadap segala upaya

dalam penyembuhan pasien

c. Rumah sakit memegang berkas rekam medis asli. Direktur

RS bertanggungjawab atas:

a) Hilangnya, rusak, atau pemalsuan rekam medis

b) Penggunaan oleh badan atau orang yang tidak berhak

2) Milik pasien, pasien memiliki hak legal maupun moral atas isi

rekam medis.Rekam medis adalah milik pasien yang harus

dijaga kerahasiaannya.

3) “Milik umum”, pihak ketiga boleh memiliki (asuransi,

pengadilan, dsb)

15. Hak Akses Rekam Medis.

Pada dasarnya yang berhak mengakses untuk membuat rekam

medis adalah tim pemberi pelayanan kesehatan yang secara

langsung berhubungan dengan klien. Isi rekam medis berhak untuk

diketahui oleh klien, atau tenaga hokum jika untuk kepentingan

hokum, serta kepala konsulen. Permintaan pemaparan untuk

kepentingan pengadilan hanya dilakukan jika permintaan tersebut

ditunjukan kepada kepala rumah sakit. Dokter yang bertagung jawab

terhadap klien berhak memberi pemaparan isi dari rekam medis

tersebut. Akan tetapi ketika dokter yang bersangkutan berhalangan,

maka dokter lain yang telah diberi kuasa oleh dokter yang

bertanggung jawab, dapat mengambil alih peran dalam member

pemaparan isi rekam medis. (Rano I S, 2009)

Rekam medis harus dijaga kerahasiannya oleh tim kesehatan,

Karena data tersebut merupakan data penting bagi klien maupun

bagi tim kesehatan. Dan telah menjadi prosedur pihak rumah sakit

untuk menjaga kerahasiaan rekam medis milik pasien. Ini dilakukan

agar tidak ada pihak yang tidak berwenang merubah data pasien.

Pada pasal 10 PerMenKes no. 749a menyatakan bahwa berkas

rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang

harus disimpan sekurang- kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun

terhitung sejak tanggal terakhir pasien berobat. Biasanya pada

kebijakn rumah sakit berkas yang telah lebih dari 5 tahun akan

dimusnahkan dengan cara dibakar. Dan ketika klien rawat inap telah

ditanyatakan untuk dapat pulang maka pihak rumah sakit harus

memberikan foto copi dari rekam medis tersebut. (Ferryal Basbeth,

2011)

16. Implikasi Hukum Pelanggaran Standart Rekam Medis

Sanksi pelanggaran yang dapat dijatuhakan atas pelanggaran

tentang tidak tersedianya fasilitas rekam medis menurut PerMenKes

rekam medis pasal 17 adalah sanksi administrative. Pada pasal 79

UU No.29/ 2004 mengancam sanksi pidana kurungan paling lama 1

tahun atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- bagi setiap dokter

atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak memasang papan nama,

tidak membuat rekam medis dan tidak memmnuhi kewajiban.

Sementara itu ancaman pidana atas dibukanya rahasia jabatan

ditentukan dalam pasal 322 ayat (1) KUHP yang menyatakan barang

siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib disimpan

karena jabatan atau pekerjaannya baik yang sekarang maupun yang

dahulu, dipidana dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan

atau denda paling banyak Rp. 600.000,-.

Pelanggaran atas ketentuan rekam medis dipandang dari sudut

hukum pidana diatur dalam pasal 79 huruf b UU Praktek Kedokteran,

yaitu diancam sanksi pidana kurungan paling lama 1 tahun atau

denda paling banyak Rp. 50.000.000,-. Selain itu pelanggaran atas

tidak tersedianya rekam medis dapat juga berupa pencabutan izin

praktek. (Wahjuningati E, 2011)

17. Implikasi Hukum Pelanggaran Standar Rekam Medis

Tidak tersedianya rekam medis dapat berakibat pada hokum

administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana. Menurut Pasal

17 Permenkes Rekam Medis, bahwa tidak tersedianya rekam medis

pada sarana pelayanan kesehatan dipandang sebagai pelanggaran

di bidang administrasi, oleh karena itu sanksi yang dijatuhkan berupa

sanksi administratif, yaitu berupa teguran lisan sampai pencabutan

surat ijin.

Pelanggaran atas ketentuan rekam medis dipandang dari sudut

hukum pidana diatur dalam Pasal79 huruf b UU Praktek Kedokteran,

yaitu diancam sanksi pidana kurungan paling mala 1 (satu) tahun

atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah).

Pasal 79 huruf b UU Praktek Kedokteran ditentukan sebagai delik

biasa. Konsekuensi yuridis dari delik biasa dalam hukum pidana,

tanpa adanya pengaduan dari pihak-pihak yang dirugikan seperti

ditentukan dalam undang-undang, maka terhadap tenaga medis

yang tidak menyediakan fasilitas rekam medis dapat dituntut menurut

hukum pidana. Dengan demikian, pembuatan rekam medis oleh

tenaga medis bersifat wajib.

Sanksi pidana berupa pidana kurungan paling lama satu tahun

atau denda sejumlah lima puluh juta rupiah terhadap pelaku

pelanggaran rekam medis “cukup” berat. Ketentuan hukum pidana

yang bersifat imperatif dan kejam dapat menjadi “bumerang” bagi

tenaga medis. Mengingat sifat pelanggaran atas penyediaan fasilitas

rekam medis yang “cenderung” di bidang administrasi (dalam

pelayanan kesehatan), seyogyanya ditinjau ulang ketentuan pidana

atas pelaku pelanggarannya. Minimal, kalaupun ketentuan tersebut

dinyatakan sebagai perbuatan pelanggarnya di bidang pidana,

perumusan ketentuan tersebut dinyatakan sebagai delik aduan,

sehingga sepanjang tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan

tidak tersedianya, rekam medis, maka terhadap tenaga medis tidak

dapat dilakukan penuntutan. (Dahlan, 2001)

18. Definisi Malpraktek

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan

tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti

salah, sedangkan “praktek” mempunyai arti pelaksanaan atau

tindakan, sehingga malpraktek berarti pelaksanaan atau tindakan

yang salah. Meskipun arti harfiahnya demikian namun kebanyakan

istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan

yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan

definisi malpraktek profesi kesehatan adalah kesalahan atau ketidak

telitian dari seorang dokter atau tenaga keperawatan untuk

mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam

mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap

pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang

sama.

Malpraktek dapat terjadi karena suatu tindakan yang disengaja

(intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian

(negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran/ketidakkompetenan

yang tidak beralasan.

Sebenarnya malpraktek dengan kelalaian merupakan suatu

istilah yang berbeda. Malpraktek bisa diartikan sebagai praktek yang

salah atau tidak sesuai dengan standart profesi atau standart

preosedur operasional yang dapat merugikan klien, sedangkan

kelalaian adalah tidak melakukan sesuatu yang seharusnya

dilakukan, atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan

oleh orang yang se-kualifikasi pada situasi dan kondisi yang identik.

Dari berbagai definisi malpraktik diatas dan dari kandungan

hukum yang berlaku di indonesia dapat ditarik kesimpulan bahwa

pegangan pokok untuk membuktikan malpraktik yakni dengan

adanya kesalahan tindakan profesional yang dilakukan oleh seorang

tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan prosedur ketika

melakukan perawatan medik dan ada pihak lain yang dirugikan atas

tindakan tersebut.

Perawat dikatakan melakukan malpraktek jika :

1. Perawat kurang menguasai iptek keperawatan yang

sudah berlaku umum di kalangan profesi keperawatan

2. Memberikan pelayanan keperawatan di bawah standar

profesi (tidak lege artis)

3. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan

pelayanan dengan tidak hati-hati

4. Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan

hukum

Dalam kehidupan sehari-hari malpraktek tidak hanya digunakan

untuk kesalahan professional dari tenaga kesehatan saja, namun

juga pada profesi lain seperti insinyur, pengacara, akuntan, dokter

gigi, dokter hewan. Malpraktek mungkin merupakan hasil dari

kebodohan, neglet atau kurangnya keterampilan atau kesetiaan

dalam pelaksanaan tugas profesional, kesalahan disengaja, atau

praktek ilegal atau tidak etis (Kamus Coughlin tentang Hukum).

19. Malpraktek Keperawatan dari Tinjauan Hukum

Untuk malpraktek dari tinjauan hukum dibagi menjadi 3 kategori

sesuai hukum yang dilanggar :

1. Criminal malpractice

Perbuatan seseorang dapat dimasuk kan dalam kategori

criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi

rumusan delik pidana yakni : Perbuatan tersebut (positive act

maupun negative act) merupakan perbuatan tercela. Dilakukan

dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan,

kecerobohan atau kealpaan. Criminal malpractice yang bersifat

sengaja (intensional) misalnya melakukan euthanasia (pasal 344

KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat

surat keterangan palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi

tanpa indikasi medis pasal 299 KUHP).

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya

melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien informed

consent. Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang

hati-hati mengakibat kan luka,cacat atau meninggalnya pasien,

ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice

adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat

dialihkan kepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana

kesehatan.

2. Civil malpractice

Seorang tenaga kesehatan akan disebut melakukan civil

malpractice apabila tidak melaksanakan kewajiban atau tidak

memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati

(ingkar janji).Tindakan tenaga kesehatan yang dapat

dikategorikan civil malpractice antara lain: Tidak melakukan apa

yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, Melakukan apa

yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat

melakukannya, Melakukan apa yang menurut kesepakatannya

wajib dilakukan tetapi tidak sempurna, Melakukan apa yang

menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual

atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan

principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah

sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan

yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga

kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas

kewajibannya.

3. Administrative malpractice

Tenaga kesehatan dikatakan telah melakukan

administrative malpractice manakala tenaga perawatan tersebut

telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa

dalam melakukan police power, pemerintah mempunyai

kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang

kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga perawatan

untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin

Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga perawatan.

Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang

bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum

administrasi.

20. Pembuktian Tindakan Malpraktek

Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice

pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara yakni :

1. Cara langsung

Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur

adanya 4 D yakni :

a. Duty (kewajiban)

Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan

pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan

1) Adanya indikasi medis

2) Bertindak secara hati-hati dan teliti

3) Bekerja sesuai standar profesi

4) Sudah ada informed consent.

b.Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan

keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau

tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut

standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat

dipersalahkan.

c. Direct Causation (penyebab langsung)

d. Damage (kerugian)

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada

hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan

kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak

ada peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini

haruslah dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif

tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.

Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka

pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus

diberikan oleh si penggugat (pasien).

2. Cara tidak langsung

Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah

bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita

olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa

loquitur). Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-

fakta yang ada memenuhi kriteria:

a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan

tidak lalai

b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab

tenaga perawatan

c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan

perkataan lain tidak adacontributory negligence gugatan

pasien .

21. Upaya Pencegahan dan Upaya Menghadapi Tuntutan Malpraktek

Dengan adanya malpraktik dalam pelayanan kesehatan, maka

perawat haruslah berhati – hati agar tidak melakukannya. Untuk itu,

perlu adanya pencegahan malpraktik oleh perawat atau pun tenaga

kesehatan yang lain. Pencegahan malpraktik tersebut dapat

dilakukan dengan :

1. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan

upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya bukan

perjanjian akan berhasil.

2. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed

consent.

3. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

4. Apabila terjadi keragu – raguan, konsultasikan kepada senior

atau dokter.

5. Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan

memperhatikan segala kebutuhannya.

6. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan

masyarakat sekitarnya.

7. Menjalin hubungan yang baik dengan teman sejawat.

8. Terus meningkatkan pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki.

Jika perawat dituntut melakukan malpraktik, maka mau tidak

mau perawat tersebut haruslah menghadapinya. Dan upaya yang

bisa dilakukan untuk menghadapi tuntutan tersebut adalah :

1. Informal defence

Dengan mengajukan bukti untuk menyangkal bahwa tuduhan

yang diajukan berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin –

doktrin yang ada.

2. Formal / legal defence

Melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjuk

pada doktrin – doktrin hukum, yaitu dengan menyangkal

tuntutan dengan cara menolak unsur – unsur

pertanggungjawaban atau melakukan pembelaan untuk

membebaskan diri dari pertanggungjawaban, dengan

mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah pengaruh daya

paksa.

Dalam hal ini, sebaiknya perawat menggunakan jasa

penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan dapat

diserahkan kepadanya. (Kasiman, 2008)

RINGKASAN

Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang

berhubungan langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan dan

penerapannya. Di dalamnya mengatur tentang hak dan kewajiban baik

bagi perseorangan maupun segenap lapisan masyarakat, baik penerima

pelayanan kesehatan maupun sebagai pihak penyelenggara pelayanan

kesehatan dalam segala aspek( organisasi,sarana, pedoman standar

pelayanan medic, ilmu pengetahuan dan hukum.

Sedangkan lebih spesifik lagi, ada hukum-hukum yang mengatur

taip-tiap bidang profeis kesehatan, termasuk di dalamnya profesi

keperawatan. Dasar hukum yang mengatur mengenai praktik

keperawatan antara lain Peraturan pemerintah RI nomor 32 tahun 1996

sebagai pelaksanaan UU no 23 tahun 1992 yang membahas tentang

siapa saja yang disebut tenaga kesehatan, kewajiban dan hak tenaga

kesehatan ; Permenkes RI no. HK 02.02/Menkes/148/I/2010 tentang izin

dan praktik penyelenggaraan praktik perawat ; Keputusan menkes RI no

1239/ Menkes/ SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik perawat.

Perawat adalah salah satu dari sekian banyak pekerjaan profesi

yang ada di Indonesia. Setiap pekerjaan profesi pasti memiliki standar

yang mengatur setiap pekerja profesionalnya, begitu juga dengan

perawat. Untuk membuat mutu pelayanan keperawatan yang memenuhi

standar, maka diadakanlah registrasi dan lisensi bagi perawat di

Indonesia. Perawat yang telah mendapatkan registrasi disebut perawat

teregistrasi. Pengertian dari perawat teregistrasi sendiri adalah perawat

yang telah terdaftar di dinas kesehatan propinsi dan secara hukum telah

memiliki lisensi dan izin untuk melakukan praktik keperawatan di setiap

tempat pelayanan kesehatan setelah lulus uji kompetensi dan melengkapi

persyaratan administrasi. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh calon

perawat teregistrasi antara lain : lulus pendidikan keperawatan di tempat

yang diakui pemerintah minimal DIII, lulus uji kompetensi, dan memenuhi

syarat-syarat administrasi lainnya yang telah ditentukan.

Proses menjadi perawat teregistrasi adalah sebagai berikut :

perawat lulus dari pendidikan keperawatan dan pihak institusi

mengirimkan surat kepada kepala dinkes propinsi yg menyatakan bahwa

yang bersangkutan telah lulus. Kemudian dinkes menerbitkan nomor

registrasi dan SIP. Saat ini telah di uji cobakan uji kompetensi

keperawatan sebagai persyaratan mendapatkan SIP.

Hukum yang mendasari proses registrasi keperawatan adalah :

Kepmenkes no.1239/Menkes/SK/XI/2001 dan peraturan menkes no. HK

02.02/Menkes/ 148/ I/2010 tentang izin penyelenggaraan praktik

keperawatan.

Setiap tenaga kesehatan yang akan melakukan tindakan harus

melakukan informed consent terlebih dahulu. Informed consent adalah

persetujuaan baik berupa pernyataan tertulis atau pun lisan terhadap

tindakan yang akan diberikan oleh tenaga kesehatan. Pemberi

persetujuan adalah pasien atau pihak-pihak lain yang sah. Urgensi dari

dilakukannya informed consent adalah untuk menghindari penipuan atau

pemaksaan yang mungkin saja dilakukan oleh tenaga kesehatan,

menghormati hak otonomi perorangan dan sebagai alat perlindungan

hukum bagi pemberi layanan kesehatan dan penerima layanan

kesehatan.

Tindakan-tindakan yang memerlukan informed consent adalah

semua tindakan keperawatan, mulai dari tindakan diagnose, pemeriksaan

fisik, dan tindakan yang bertujuan untuk terapi. Tidak semua orang dapat

memberikan persetujuan tindakan. Pihak-pihak yang dapat memberikan

persetujuan adalah : pasien yang sehat secara psikis dan telah berusia 21

tahun atau telah menikah, orang tua, saudara kandung, wali, dan induk

semang dapat memberikan persetujuan tindakan medis pada pasien yang

berusia di bawah 21 tahun atau dalam keadaan gangguan jiwa.

Sedangkan bagi pasien yang tidak sadarkan diri, dalam keadaan darurat,

dan tidak ada yang mengantarkan maka tidak perlu dilakukan informed

consent sebelum melakukan tindakan, namun informed consent wajib

diberitahukan saat pasien dinilai dalam kondisi yang sudah bisa menerima

informasi yang akan diberikan.

Pasien memiliki hak untuk menerima, menolak, ataupun menunda

suatu tindakan dan pihak tenaga kesehatan sendiri tidak diperkenankan

untuk memaksakan tindakan yang akan diberikan. Untuk pasien yang

menolak tindakan, maka tenaga kesehatan harus berusaha meyakinkan

pasien dan memberikan laternatif-alternatif lain yang dapat dilakukan. Bila

pasien tetap menolak maka pasien diharuskan untuk mengisi informed

refusal. Setelah mengisi informed refusal tenaga kesehatan tidak

bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada pasien.

Di dalam dunia pelayanan kesehatan dikenal adanya rekam medis.

Rekam medis adalah suatu berkas yang berisikan identitas pasien,

pemeriksaan, pengobatan dan pelayanan kesehatan lain yang diterima

oleh pasien. Tujuan dilakukannya rekam medis adalah untuk bukti tertulis

tindakan apa saja yang telah dilakukan sehingga dapat digunakan sebagai

alat perlindungan hukum, menyediakan data-data yang dapat digunakan

dalam penelitian, dan sebagai alat untuk mengoreksi pelayanan

kesehatan di temapat penyedia layanan kesehatan. Rekam medis sendiri

juga memiliki standart antara lain : harus ditulis segera setelah tindakan

diberikan, ditulis dengan tangan, pembetulan dilakukan tanpa

menggunakan tipe-X melainkan dengan pencoretan setelah dibenarkan

harus dibubuhi tanda tangan pihak yang membenarkan, rekam medis

bersifat rahasia, disimpan menurut aturan yang berlaku, dan diisi sesuai

dengan aturan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan.

Rekam medis dimiliki oleh pihak tempat penyelenggaraan

pelayanan kesehatan sedangkan isinya adalah milik pasien. Pasien dapat

hanya dapat memiliki ringkasan isi dari rekam medis miliknya yang dibuat

oleh dokter. Sedangkan pihak yang dapat mengakses rekam medis

adalah pasien yang memiliki kepentingan atau pihak-pihak dari asien yang

sah secara hukum untuk mengakses rekam medis, pihak rumah sakit,

pihak-pihak yang telah mendapatkan izin untuk mengambil data dari

rekam medis yang akan digunakan sebagai bahan penelitian, dan tenaga

kesehatan lain yang terkait. Perlu diketahui bahwa catatan atau

dokumentasi keperawatan merupakan bagian dari rekam medis dan dapat

memberikan data-data kondisi pasien dilihat dari sisi keperawatan.

Peraturan perundang-undangan juga mengatur tentang stabdat

rekam medis. Bagi siapa saja yang melanggar akan dikenakan sanksi.

Sanksi yang diberikan berupa sanksi teguran baik secara lisan maupun

tulisan, sanksi kode etik hingga pencabutan izin praktik.

Mal praktik adalah istilah yang sering didengar dalam pelayanan

kesehatan. Mal praktik adalah praktik professional yang tidak memenuhi

standar yang bisa diterima sehingga membahayakan. Mal praktik sendiri

meliputi perilaku yang tidak etis, kelalaian, pelecehan dan perbuatan

kriminal. Dari segi hukum mal praktik dapat ditinjau dari tiga sisi yaitu

criminal malpraktik, civil malpraktik, dan administrative mal praktik.

Pembuktian terhadap tindakan malparaktik dapat dilakukan melalui 2 cara

yaitu cara langsung dan tidak langsung. Dengan cara angsung yang

dibuat tolak ukur adalah kewajiban, penyimpangan kewajiban, kerugian

dan penyebab langsung. Sedangkan secara tidak langsung yaitu cara

pembuktian dengan pasien menunjukkan fakta-fakta kerugian yang

dideritanya yang fakta tersebut mengarah perbuatan malpraktik.

Untuk mencegah terjadinya tindakan malpraktik yang harus

dilakukan adalah : tidak menjanjikan kesembuhan pada pasien, selalu

melakukan informed consent sebelum melakukan tindakan, membuat

rekam medis, bila terjadi keragu-raguan tanyakan pada senior atau dokter,

memperlakukan pasien secara manusiawi, dan menjalin hubungan

komunikasi yang baik dengan pasien. Sedangkan upaya yang dapat

dilakukan oleh tenaga kesehatan saat menghadapi tuntutan malpraktik

adalah melakukan informal defense, yaitu dengan mengajukan bukti yang

dapat menyangkal terjadinya malpraktik dan dengan melakukan formal

defense yaitu dengan mengajukan bukti-bukti yang menguatkan dan sah

secara hukum untuk melawan tuntutan di jalur hukum.

REFERENSI PUSTAKA

Achadiat, C.M. 2004. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam

Tantangan Zaman. Jakarta : EGC

Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis keperawatan : Aplikasi pada

praktik Klinis. Jakarta : EGC.

Cucan. 2012 .Rekam Medis. (online)

http://cucan2010.wordpress.com/category/rekam-medis/

(diakses 27 Mei 2012)

Ferryal, Basbeth. 2011. Rekam medis. (online)

http://medicalrecord.webs.com/kepemilikanrekammedis.htm

(diakses 24 Mei 2012).

Gondodiputro, Sharon. 2010. Rekam Medis dan Sistem Informasi

Kesehatan (online) http://jerykesmas.wordpress.com/ (diakses

27 Mei 2012)

Hanafiah, M. Jusuf dan Amir, Amri. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum

Kesehatan Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jayanti, Nusye KI. 2009. Penyelesaian Hukum dalam Malpraktik

Kedokteran. Jakarta : Penerbit Pustaka Yestisia.

Kasiman. 2008. Malpraktik Hukum Perawatan, (Modul). Magelang: Balai

Pelatihan Kesehatan Salaman.

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional.

Jakarta : EGC.

PPNI. 2010. Pernyataan PPNI Mengenai Perawat Teregistrasi (online)

www.inna-ppni.or.id (diakses tanggal 26 Mei 2012)

Priharjo, Robert. 2008. Konsep & Perspektif Praktik Keperawatan

Profesional. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rano I S. 2009. Rekam medis. (online) http://www.ilunifk83.com/t257-

rekam-medis (diakses 24 Mei 2012).

Sharpe, C.C. 1999. Nursing Malpractice: Liability and Risk Management.

Westport: Greenwood Publishing Group, Inc.

Wahjuningati, Edi.2011. Rekam Medis dan Aspek Hukumnya. (online)

http://sap.ubhara.ac.id/wp-content/uploads/2012/01/rekam-

medis.pdf (diakses 25 Mei 2012).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

585/Men.Kes/PER/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan

Medis.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1239/MENKES/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik

Perawat.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

290/MENKES/PER/III/2008 Tentang Persetujuan Tindakan

Kedokteran.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1796/MENKES/PER/VIII/2011 Tentang Registrasi Tenaga

Kesehatan.

Keputusan Meteri Kesahatan Republik Indonesia Nomor 1239/ Menkes/

SK/XI/ 2001 Tentang Registrasi dan Praktik Perawat

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

HK.02.02/MENKES/148/1/2010 Tentang Izin Dan

Penyelenggaraan Praktik Perawat.

SK Menkes No. 674/MENKES/SK/IV/2000 tanggal 14 April 2000 Tentang

Registrasi Dan Praktik Keperawatan.