lecture notes : simposium tatalaksana kardiovaskular

62
PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA Tatalaksana Kardiovaskular Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020 Komprehensif 2020 Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020 Lecture Notes : Simposium Penulis : Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.

Upload: others

Post on 03-Nov-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

PT. MULTIMEDIKA DIGITAL INDONESIA

Tatalaksana KardiovaskularTatalaksana KardiovaskularKomprehensif 2020Komprehensif 2020Tatalaksana KardiovaskularKomprehensif 2020

Lecture Notes : Simposium

Penulis :Rizki Nur Rachman Putra Gofur, dr.

Page 2: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

Lecture Notes : Simposium

Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

Penulis : Rizki Nur Rachman Putra Gofur

Daftar Isi

1. Thrombosis State in Covid 19 and the Role of 1 2. Case Management of ACS

STEMI in Covid 19 Patients 12

3. Vascular Complications

in Diabetes Patients 21

4. Aortic Aneurysm : A New Silent

Killer 31

5. The Role of Dihidropyridine

Calcium Channel Blockers

for Hypertension Management

in Daily Practice 41

6. Optimizing Use of Anticoagulant

in ACS 50

Halaman

Page 3: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

1

Thrombosis State in Covid 19 and the Role of

Coronoavirus Disease telah memakan

banyak korban di seluruh dunia. Sampai

artikel ini ditulis (8 Juli 2020) di Indonesia

terdapat 68.079 pasien yang terinfeksi,

dengan 3.359 korban yang meninggal.

Kematian akibat Covid 19 ini paling banyak

terjadi pada pasien yang sebelumnya telah

memiliki komorbid penyakit yang lain. Salah

satu keadaan yang menonjol ditemukan

pada pasien Covid 19 adalah Keadaan

Trombosis (Thrombosis State). Artikel ini

membahas mengenai Keadaan Trombosis

pada pasien Covid 19 dan peran dari

antikoagulan untuk membantu memperbaiki

prognosis pasien.

Infeksi Novel Coronavirus SARS COV -

2 dan sindromanya yang disebut Corona-

virus Disease, telah dikaitkan dengan

inflamasi dan keadaan protrombik, dan

peningkatan fibrin, produk degradasi fibrin,

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 4: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

2

fibrinogen, dan D-Dimers. Marker ini telah

dikaitkan dengan prognosis yang buruk.

Walaupun insiden dari komplikasi ini belum

jelas didefinsikan, namun terdapat bukti

peningkatan insiden penyakit tromboembolik

yang terkait dengan Covid-19 di ICU. Pada

studi di Perancis dengan 150 pasien ICU,

dilaporkan 16,7% mengalami emboli paru

meskipun telah diberikan antikoagulan.

Pasien degan Acute Respiratory Distress

Syndrome (ARDS), juga mengalami

peningkatan insidens emboli paru di-

bandingkan dengan pasien Covid-19 yang

tidak mengalami ARDS.

Sebuah studi di Belanda dengan 184

pasien ICU melaporkan angka kejadian

kumulaitf Venous Thromboebolisme (VTE)

sebanyak 27%, meskipun telah diberikan

profilaksis. Sebuah studi yang mengguna-

kan ultrasound melaporkan insidens VTE

sebanyak 69%, pada mereka yang masuk ke

ICU. Walupun begitu, senter lain juga telah

melaporkan angka kejadian yang lebih

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 5: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

3

rendah. Pada studi di Italia melaporkan

insiden VTE sebanyak 22,2%. Sebanyak 393

dari New York dialpoarkan hanya 3,3% yang

menderita VTE.

Mekanisme pembentukan thrombus

bervariasi. Studi menunjkan bahwa inalmasi

dari sistem imun dan sel non imun

menyebabkan ketidakseimbangan dari

kondisi koagulasi saat infeksi. Karena

endothelium memaikan peran penting dari

regulasi homeostasis, dan karena hal ini

terganggu saat infeksi virus, risiko

hematopatologi dapat mengancam. Selain

itu infeksi virus dapat merangsang

peningkatan faktor von Wilenbrand, aktivasi

reseptor Toll dan aktivas jalur tissue factor

dapat memainkan peran aktivasi kaskade

koagulasi yang kemudian menyebabkan

fibrin cross linked.

Penghancuran klot ini merupakan

respon fisiologis dari aktivasi berlebihan dari

kaskade koagulasi. Platelet kemudian

teraktivasi, berkoordinasi dengan sel darah

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 6: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

4

putih untuk penghancuran pathogen dan

pembentukan klot. Sel imun, platelet, dan

endothelial memainkan peran dalam

keadaan koagulasi infeksi viral. Walaupun

begitu, durasi lama dari pasien yang bed

rest akibat Covid 19 tidak bisa dieksklusi

sebagai penyebab yang mungkin dari

koagulasi.

Berikut ini merupakan rekomendasi dari

National Institute of Health, Amerika Serikat:

Pemeriksaan Penunjang

Pada pasien yang tidak dirawat di

rumah sakit, tidak ada data yang

mendukung pengukuran marker

koagulasi

Pada pasien yang dirawat di rumah

sakit, pemeriksaan koagulasi

umumnya dilakukan, walaupun belum

ada rekomendasi untuk menggunakan

data ini dalam menentukan keputusan

klinis

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 7: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

5

Antikoagulan Pada Pasien Kronis

Pasien yang sedang dalam terapi

antikoagulan atau antiplatelet untuk

kondisi yang sudah dimiliki sebelum-

nya harus tetap mengkonsumsi obat

tersebut jika menderita Covid 19

Profilaksis VTE dan Screening

Untuk pasien Covid 19 yang tidak

MRS, antokoagulan dan antiplatelet

tidak perlu diberikan sebagai

profilaksis VTE atau thrombosis arteri

kecuali terdapat indikasi

Pasien MRS dnegan Covid 19, harus

diberikan profilaksis VTE menurut

guideline masing-masing rumah sakit.

Pada anak, diagnosis VTE sebaiknya

tidak mem-pengaruhi dokter anak

mengenai porfilaksis VTE pada pasien

anak MRS. Terapi antikoagulan dan

antiplatelet sebaiknya tidak diberikan

pada pasien yang tidak memiliki

indikasi

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 8: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

6

Laporan mengenai insidnes VTE pada

pasien MRS Covid 19 berbeda-beda.

Terdapat data yang tidak cukup untuk

merkeomendasikan atau menolak pe-

nggunaan trombolitik atau pening-

katan dosis antikoagulan untuk

profilaksis VTE pada pasien Covid 19

di luar kondisi clinical trial.

Pasien MRS yang dipulangkan

sebaiknya tidak diberikan profilaksis

VTE. Me-nggunakan regimen reko-

mendasi Food and Drug Add-

minstrition, profilaksis VTE dapat

diberikan pada pasien dengan risiko

rendah pendarahan dan risiko tinggi

VTE menurut protkol sesuai pada

pasien biasa pada umumnya.

Sampai saat ini tidak ada data yang

cukup untuk merekomendasikan

screening DVT pada pasien Covid 19

tanpa tanda dan gejala VTE, tanpa

memperhatikan marker koagulasi

mereka

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 9: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

7

Untuk pasien Covid 19 yang MRS,

kemungkinan tromboemboli harus di-

evaluasi jika ada peburukan fungsi

pulmonary, kardiak, dan neurologis,

atau kehilangan perfusi perifer secara

lokal.

Terapi

Pasien Covid 19 yang mengalami

insiden tromboemboli yang memiliki

risiko tinggi penyakit tromboembolik

ketika peme-riksaan penunjang tidak

munkgin dilakukan harus diterapi

dengan dosis antikoagulan sesuai

standard pasien non Covid 19

Pasien dengan Covid 19 yang mem-

butuhkan oksigenasi ekstrakorporeal

membrane atau terapi replacement

ginjal yang berkelanjutan atau

mengalami throm-bosis dari kateter

atau extracorporeal fiters harus

idterapi dengan terapi antitrombotik

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 10: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

8

per protokol standard rumah sakit

sesuai dengan pasien non Covid 19.

(European Society of Cardiology, 2020)

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 11: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

9

Untuk mempermudah diagnosis dan

tatalaksana berikut ini ada algoritma yang

dikeluarkan European Society of Cardiology.

Pasien yang MRS dengan Covid 19 harus

diperiksa apakah termasuk pasien high risk

atau low risk. Pasien dengan risiko tinggi

adalah pasien dengan

Bernapas sulit

RR > 24 x /menit

Saturasi oksigen < 90%

Peningkatan C-reactive protein

Peningkatan D–Dimer

Peningkatan level fibrinogen

Jika pasien dirawwat di ICU berikan

heparin drip parenteral, target active

prothromboplastin time (aPTT) 60-85. Jika

tidak maka berikan enoxaparin 1 mg/kg BID

atau heparin drip dengan target aPTT 60-85.

Kemudian periksa pasien dengan Point of

Care Ultrasound. Jika positif maka lanjutkan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 12: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

10

terapi, jika negative turunkan terapi menjadi

enoxaparin 40 mg BID.

Jika pasien bukan termasuk yang risiko

tinggi tromboemboli maka ukur D Dimer dari

pasien, jika D Dimer > 3 mcg/ml maka

berikan enoxaparin 1mg/kg BID dan

lanjutkan ke pemeriksaan Point of Care

Ultrasound. Jika D Dimer < 0,50 mcg/ ml

berikan enoxaparin 40 mg /hari. Jika D

dimer 0,5-3 mcg/ml maka berikan

enoxaparin 40 mg BID.

Rekomendasi yang berbeda dari

National Institution of Health dan European

Society of Cardiology harus dimaknai

dengan hati-hati. Penulis berusaha untuk

memaparkan kedua sisi, dan keputusan

klinis kembali pada masing-masing dokter

yang merawat berbasis keadaan klinis

pasien yang ada. Namun kedua

rekomendasi tersebut dapat dijadikan acuan

dalam pengambilan keputusan klinis

sekaliagus membantu dokter menimbang

kerugian dan keuntungan dari terapi.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 13: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

11

Daftar pustaka

Cardiology, E. S. of (2020) ‘Anticoagulation in Covid 19’, European heart journal, pp. 1–2. doi: 10.1111/jth.14817.6.

National Institutes of Health (2020)

‘Antithrombotic Therapy in Patients

with COVID-19’, COVID-19 Treatment

Guidelines, 19, pp. 131–136. Available

at:https://www.covid19treatmentguide

lines.nih.gov/antithrombotic-therapy/.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 14: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

12

Case Management of ACS STEMI

in Covid 19 Patients

Pandemik Covid 19 ini telah

menyerang seluruh dunia. Disebabkan oleh

virus SARS-CoV2. Karena jumlah kasus yang

terus bertambah setiap harinya, maka Covid

19 ini dapat membuat ruang gawat darurat

dan kamar rumah sakit menjadi penuh. Oleh

karena itu akhirnya layanan kesehatan,

menurunkan prosedur elektif agar dapat

menangani pasien yang terinfeksi. Pasien

dengan penyakit kardiovaskular memiliki

risiko mortalitas tinggi jika pasien tersebut

terpapar Covid 19. Namun perlu diper-

hatikan juga bahwa terdapat banyak pasien

yang menderita penyakit kardiovaskular,

belum tentu terinfeksi oleh Covid 19. Oleh

karena itu sembari kita tetap mem-

persiapkan diri untuk menangani pasien

kardovaskular yang menderita Covid 19, kita

tetap harus menyiapkan diri untuk pasien

yang tidak terinfeksi Covid 19.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 15: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

13

Pasien dengan STEMI yang datang ke

rumah sakit yang memiliki fasilitas PCI

STEMI membutuhkan Precutaneous

Coronary Intervention atau PCI. Ini adalah

standard untuk pasien STEMI. PCI harus

dilakukan 90 menit setelah kontak pertama.

Standard ini tetap harus dilakukan dan

dijalankan di era Covid 19. Sebelum kita

dapat menentukan prevalensi dari Covid 19,

pasien yang datang dengan dengan STEMI

harus dianggap mungkin menderita Covid 19

juga. Pasien yang menderita STEMI tetap

harus ditransfer ke cardiac catheterization

laboratory (CCL) sesegera mungkin. Namun

karena kondisi Covid 19, waktu tempuh ini

kemungkinan akan bertambah akibat

bertambah panjangnya pemeriksaan akibat

Covid 19. Hal ini dapat dimaklumi, dan tetap

harus dilakukan secara hati-hati namun

cepat untuk menghindari mortalitas dan

mrbiditas yang lebih tinggi. Pada pasien

STEMI yang dicurigai Covid 19, pemeriksaan

lanjutan untuk menegakkan Covid 19 teatap

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 16: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

14

harus dilakukan juga untuk menegakkan

diagnosis, menurunkan risiko, sekaligus

menentukan rencana terapi untuk COvid 19.

Perombakan rumah sakit juga perlu

dilakukan jika mungkin, contohnya dengan

mendirikan CCL khusus untuk pasien Covid

19. Semua hal ini dilakukan agar PCI tetap

menjadi standard terapi untuk pasien Covid

19 termasuk untuk pasien terkonfirmasi

Covid 19 atau pasien dengan kemungkinan

infeksi Covid.

Ketika PCI primer sudah dilakukan

pada arteri yang mengalami infark, jika

pasien stabil dan meruapkan indikasi,

penyakit non infark di arteri lainnya juga

harus diobati dengan minimalisasi paparan

pada tenaga medis yang berada di CCL. PCI

tetaplah menjadi terapi yang superior jika

dibandingkan dengan terapi fibrinolisis dan

memiliki risiko pendarahan yang lebih kecil

dan tidak fatal. Setelah terapi fibrinolisis

umumnya hanya 50% pasien yang

mengalami reperfusi baik, sehingga separuh

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 17: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

15

sisanya harus menjalani rescue PCI. Hal ini

akhirnya menyebabkan perawatan yang

lebih lama di ICU sehingga memungkinkan

paparan lebih banyak pada tenaga medis

dan membatasi akses pasien Covid 19 untuk

mendapatkan perawatn ICU. Sebagian

pasien juga memiliki gejala STEMI seperti

miokarditis fokal atau kardiomiopati stress

yang terkait Covid 19. Fibrinolisis pada

pasien ini tidak memberikan manfaat namun

dapat menyebabkan risiko pendarahan.

Kecurigaan STEMI pada pasien yang

menunjukkan gejala STEMI yang tidak

khas

Fokus untuk evaluasi pada pasien ini

hanya 2, stratifikasi risiko status Covid 19

dan evaluasi lebih lanjut untuk diagnosis

kardiovaskular seperti menilai apakah

kondisi patologis adalah ataua patologis

yang lain. Diagnosis dapat diegakkan

dengan ultrasound ke jantung atau

ekokardiograpi transtorakal untuk melihat

ab-nomrlaitas dari dinding dada dengan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 18: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

16

perubahan elektrokradiografi yang dapat

menyediakan informasi penting untuk

diagnosis. Pemeriksaan klins, EKG,

laboratoris, dan pemeriksaan pencitraan

dapat dilakukan untuk membantu dokter di

UGD dan dokter spesialis jantung mengenai

pengambilan keputusan untuk aktivasi CCL.

CT angiografi dapat dilakuakn ketika

ditemukan ST elevasi namun temuan

ekokardiografi tidak konklusif. Tindakan-

tindakan invasive untuk mendiagnosis

STEMI dapat mendiagnosis oklusi koroner

trombotik, dan menyingkirkan diagnosis

kardiomiopati stress atau miokarditis

sebelum melakukan pendekatan reperfusi.

Tidak semua pasien dengan ST elevasi

tanpa atau dengan oklusi akut coroner akan

mendapat manfaat dari strategi reperfusi

atau support mekanis. Pada pasien COvid 19

dengan dekompensasi pulmoner berat atau

pneumonia yang diintbasu di ICU memiliki

mortalitas yang tinggi. Penanganan medis

pada fase ini harus memperhatikan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 19: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

17

keinginan dan masukan dari pasien dan

keluarga, sekaligus mempertahankan

sumber daya yang ada fasilitas kesehatan.

Pasien STEMI yang datang ke rumah

sakit tanpa fasiilts PCI.

Pasien datang dengan STEMI pada

rumah sakit tanpa PCI, namun PCI tetap

menjadi standard. Jika memungkinkan

peruujukan harus dilakukan selama 120

menit dari kontak pertama di rumah sakit

tanpa PCI. Pada pasien-pasien yang tidak

bisa dilakukan PCI, terapi farmakoninvasif

direkomendasikan, kemudian diikuti dengan

perujukan ke pusat PCI. Perujukan PCI

kemudian dilakukan setelah fibrinolisis. Hal

ini seblaum adanya Covid 19 adalah hal rutin

dan tetap menjadi standard pelayanan.

Fibrinolisis 30 menit setelah diagnosis STEMI

dan perujukan untuk dilakukan rescue PCI

adalah hal yang ditekomendasikan untuk

pasien terkonfirmasi positif COVID 19 yang

menderita STEMI.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 20: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

18

Dengan fibrinolisis sebagai terapi

utama untuk pasien Covid 19 dengan

STEMI, hal ini bisa diaplikasikan pada

berbaagai daerah dengan pusat PCI yang

terbatas. Fibrinolisis dipilih ketika PCI tidak

bisa dilakukan di bawah waktu 120 menit.

Pada era covid seperti ini di mana banyak

ditemukan hambatan dalam diagnosis,

terapi fibrinolisis dapat dilakukan sebagai

alternative mengingat keberadaan pan-

demic. Seperti yang dijelaskan di atas,

pemeriksaan penunjang non invasive dapat

digunakan untuk menentukan apakah ST

elevasi yang ditemukan pada pasien adalah

akibat oklusi arteri koroner dan pasien dapat

mendapatkan manfaat dari pendekatan

dengan fibrinolisis.

Pasien dengan shock kardiogenik atau

cardiac arrest

Pasien dengan kondisi cardiac arrest

dan shock kardiogenik merupakan pasien

paling berisiko tinggi di antara pasien infark

miokard akut. Terutama jika resusitasi

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 21: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

19

dilakukan di luar setting rumah sakit.

Pasien-pasien ini memiliki risiko tinggi untuk

penyebaran Covid 19. Pada pasien seperti

ini, pengambilan keputusan harus dilakukan

secara hati-hati Pada pasien yang

diresusitasi di luar rumah sakit, sebaiknya

tidak dilakukan prosedur invasive jika tidak

didapatkan ST elevasi dan keadaan

hemodinamik yang tidak satbil.

Alat pelindung diri harus digunakan

dengan baik di unit gawat darurat maupun

di CCL tanpa melihat status Covid 19 karena

anamnesis dan pemeriksaan fisik hanya bisa

dilakukan secara terbatas. Pertimbangan

untuk melakukan revaskularisasi untuk

pasien shock kardiogenik harus dilakukan

dengan precaution droplet saat melakukan

prosedur. Intubasi dan ekstubasi harus

dilakukan di ruangan tekanan negative

dengan anestesi jika diperlukan.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 22: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

20

Daftar pustaka

Management of Acute Myocardial Infarction

During the COVID-19 Pandemic Ehtisham Mahmud, Harold L. Dauerman, Frederick GP. Welt, John C. Messenger, Sunil

V. Rao, Cindy Grines, Amal Mattu, Ajay J. Kirtane, Rajiv Jauhar, Perwaiz Meraj, Ivan C. Rokos, John S. Rumsfeld, Timothy D. Henry

J Am Coll Cardiol. 2020 Apr 30. Epublished DOI:10.1016/j.jacc.2020.04.039

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 23: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

21

Vascular Complications

in Diabetes Patients

Diabetes mellitus bukan saja sebuah

kondisi metabolic akibat kegagalan

metabolism karbohidrat dan menyebabkan

kondisi hipergli-kemia. Diabetes mellitus

juga merupakan penyakit yang menyerang

vaskular, di semua jenis pembuluh darah

dan ukuran. Komplikasi vaskular justru

merupakan penyebab morbiditas dan

mortalitas yang paling tinggi pada penderita

diabetes mellitus.

Epidemiologi

Amerika Serikat mencatat 10%

warganya menderita diabetes mellitus.

Angkanya terus meningkat dari tahun 1980

an hingga tahun 2010an dan peningkatan

angka ini terkait dengan peningkatan

kejadian obesitas di masyarakatnya. Namun

angka insidens diabetes melitsu baru

menurun dari 8,8/1000 orang hingga

7,1/1000 orng dan tetap stabil di angka

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 24: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

22

8,3/100 orang dalam empat tahun ke

belakang.

Komplikasi Mikrovaskular

Diabetes mellitus menyebabkan

komplikasi mikrovaskular dan makrovas-

kular. Komplikasi mikrovaskular yang umum

ditemukan adalah retinopati, nefropathi, dan

neuropati. Kondisi-kondisi ini akan dibahas

lebih lanjut.

Retinopati

Penyakit mikrovaskular terkait erat

dengan hiperglikemia. Pada hiperglikemia

kronik terdapat 11x peningkatan risiko

retinopati, hal ini sangat besar jika

dibandingkan hanya 2x peningkatan risiko

yang ditemukan pada penyakit arteri

koroner. Walaupun begitu, beberapa pasien

dapat mengalami retinopati 7 tahun sebelum

munculnya diabetes mellitus. Hal ini

mengindikasikan bahwa retinopati dapat

terjadi akibat kontribusi dari resistensi

insulin Ditambah lagi, keparahan dari

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 25: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

23

hiperglikemia dan durasi dari diabetes

mellitus serta faktor lain juga turut

mememperparah retinopati seperti hiper-

tensi, merokok, dan dyslipidemia. Faktor-

faktor ini ditambah dengan resistensi insulin

dan inflamasi dapat berkontribusi pada

penyakit mikrovaskular.

Tanda histopatologis awal dari

diabetes mellitus yang terkait retinopathy

adalah kehilangan pericytes. Pericytes

melingkupi arteriolar dan dan sel endothelial

kapiler dan resisrensi dari kerusakan akibat

stress oksidatif. Penyakit ini ditandai dengan

penebalan dari membrane dasar, pe-

rmeabilitas sel endothelial, dan pem-

bentukan mikoranerusme. Terdapat 2 tipe

dari retinopati, nonproliferatif dan pro-

liferative. Pada non proliperatif retinopati,

pasien dapat menunjukkan pendarahan,

yang merupakan pendarahan kecil pada

pertengahan retina akibat eksudate lemak.

Edema retina juga dapat ditemukan.

Retinopati proliferative adalah munculnya

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 26: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

24

neovaskularasisi dari retina yang dapat

diperparah dengan pendarahan vitreous.

Kondisi ini jika tidak diobati dapat

menyebabkan gangguan penglihatan.

Nefropati

Patofisiologi dari nefropati di diabetes

mellitus banyak memiliki kesamaan dengan

retinopati. Termasuk penebalan membrane

dasar dan pembentukan mikroaneurisma.

Sebagai tambahan, hiperfiltras glomerural

banyak dikaitkan dengan ekspansi dari

matriks eks-trasellar dan progresivitas dari

sclerosis tubular dan glomerular. Perubahan-

perubahan ini me-nyebabkan albuminuria.

Nefropati didefinisikan sebagai kehilangan >

500 mg protein per hari, didefinsiikan

sebagai kehilangan protein sebesar 30-299

mg/hari.

Nefropati diabetikum juga ditemukan

pada 7% dari pasien diabetes mellitus tipe

2, pada waktu pasien didiagnosis diabetes

meltius. Terjadi pada 12% pasien diabetes

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 27: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

25

mellitus tipe 1 setelah 7 tahun menderita

penyakit dan 25% pasien diabetes mellitus

tipe 2 setelah 10 tahun menderita penyakit.

Pravelensi ini secara siginfikan lebih buruk di

kawasan Asia. Pada sebuah studi yang

dilakukan di 5549 pasien dengan diabetes

melitups tipe 2 di 10 negara asie

melaporkan bahwa 40% pasien mengalami

mikroablumuria dan 19% mengalami ma-

kroablumunira. Berbagai contributor dari

faktor risiko keadaan ini adalah kontrol

tekanan darah yang buruk dan kontrol gula

darah yang buruk. Amerika serikat mencatat

per tahunnya sektiar 50.000 pasien memulai

terapi gagal ginjal dengan lebih dari 225.000

orang yang mem-butuhkan dialisis dan

transplantasi ginjal.

Neuropati

Neuropati pada diabetes mellitus di-

sebabkan oleh abnormalitas vaskular dan

non vaskular. Selain penebalan membrane

kehilangan pericyte, terdapat bukti

penurunan aliran darah caliper sehingga

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 28: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

26

menyebabkan gangguan perfusi dari saraf

dan menyebabkan hipoksi enoneurial.

Neropati dicirikan dengan penebalan akson

dan akhirnya dapat menyebabkan ke-

hilangan neuron. Manifestasi klinis dari

neuropati dibaetikum dapat bervariasi,

walaupun hanya ada dua tipe utama. Bentuk

yang paling umum adalah bentuk

polineuropati yang kronis, simetris, ter-

gantung durasi, dan bersifat sensorimotor,

yang dikaitkan dengan keparahan durasi

dari hiperglikemia. Patofisiologi dari subtype

ini mirip dengan manifestasi dari

mikrovaskular lainnya dari diabetes mellitus.

Bentuk polineuropati lain yang muncul

dengan tiba-tiba di suatu waktu perjalanan

diabetes mellitus umumnya tidak simetris.

Polineuropati umumnya muncul dengan

gejala otonom dan gejalanya dapat

berfluktuasi.

Komplikasi Makrovaskular

Selain komplikasi mikrovaskular, juga

di-dapatkan komplikasi makrovaskular yang

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 29: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

27

dapat terjadi pada penyakit diabetes

mellitus. Beberapa yang banyak ditmeukan

adalah stroke, penyakit jantung koroner dan

penyakit arteri perifer.

Penyakit Arteri Koroner

Hubungan antara diabetes mellitus

dan penyakit makrovaskular telah ditemukan

se-banyak > 40 tahun lalu dengan

peningkatan risiko infark miokar dan

kematian kardiovaskular ditemukan pada

berbagai populasi. Konsekuensi dari infark

miokard lebih tinggi ditemukan pada pasien

diabetes mellitus dibandingkan dengan

pasien tanpa diabetes mellitus. Pada pasien

yang menjalani terapi trombolisis pada

infark mio-kard, pasien yang memiliki

diabetes mellitus memiliki risiko 2x lebih

besar untuk kematian akibat kardiovaskular,

infark miokard, dan stroke jika dibandingkan

pada pasien non diabetes. Menurut studi

lain yang membandingkan ticagrelor dan

clopidogrel pada sindroma koroner akut,

pasien dengan diabetes mellitus 66% lebih

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 30: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

28

sering menyebabkan kematian akibat kar-

diovaskular, infark miokard dan stroke. Pada

pasien-pasien yang menjalani Precutaneous

Coronary Revascularization prognosis pasi-

en diabetes mellitus juga lebih buruk

dibandingkan pada pasien-pasien yang tidak

menderita diabetes mellitus.

Stroke

Mengasosiasikan stroke dengan

diabetes mellitus merupakan hal yang rumit

akibat variasi dari tipe stroke. Pada sebuah

studi dengan 116.316 wanita usia 30-55

tahun, ditemukan bahwa tipe 1 diabetes

mellitus diasosiasikan dengan peningkatan

stroke iskemik dan stroke hemoragic,

sedangkan diabetes mellitus tipe 2 dikaitkan

dengan peningkatan risiko stroke iskemik

namun bukan peningkatan stroke he-

moragik. Pada sebuah studi dengan 40.000

pasien Asia dengan diabetes mellitus tipe 2,

terdapat peningkatan risiko stroke iskemik

namun tidak stroke hemoragik. Hal ini

dikaitkan dengan gangguan meatabolik yang

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 31: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

29

disebabkan oleh diabetes mellitus. Bukti

terbaru me-nunjukkan bahwa risiko stroke

meningkat pada pasien diabetes dengan

hiperglikemia namun tidak meningkat pada

pasien diabetes yang terkontrol gula

darahnya. Hubungan antara sindroma

metabolic cukup kompleks. Risiko dari stroke

pertama meningkat dua kali lipat jika

terdapat sebuah sindroma metabolic,

walaupun stroke-stroke selanjutnya tidak

terpengaruh dengan kondisi ini.

Penyakit Arteri Perfier

Pada manifestasi lain seperti athe-

rosclerosis, penyakit arteri perifer (PAP)

dikaitkan erat dengan diabetes mellitus.

Beberapa survey epidemiologis besar telah

menunjukkan pe-ningkatan 2-4 kali lipat

risiko menderita PAP, yang didefinsikkan

dengan ankle brachial index < 0,90. Pada

sebuah studi di Jerman sebanyak 26,3%

pasien diabetes mellitus menderita PAP jika

dibandingkan 15,3% pasien yang tidak

menderita diabetes mellitus dan menderita

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 32: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

30

PAP. Diabetes mellitus meningkatkan risiko

PAP lebih besar dibandingkan stroke atau

penyait jantungkoroner.

Daftar pustaka

Mahmud, E. et al. (2020) ‘Management of Acute Myocardial Infarction During the COVID-19 Pandemic’, Journal of the American College of Cardiology. American College of Cardiology Foundation. doi: 10.1016/j.jacc.2020.04.039.

(Mahmud et al., 2020)

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 33: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

31

Aortic Aneurysm : A New Silent Killer

Aneruisma aorta dapat ditemukan di

rongga thoraks dan di rongga abdomen.

Kedua bentuk ini menyimpan bahaya yang

besar karena jika rupture maka, morbiditas

dan mortalitas yang dihadapi pasien cukup

tinggi. Kedua jenis aneurisma dan aorta ini

juga berbahaya karena secara umum tidak

memiliki gejala yang signifikan. Masyarakat

Indonesia pada umumnya hanya

memeriksakan diri ke dokter jika sudah

timbul keluhan yang menganggu. Oleh

karena itu pemahaman dokter umum

mengenai tanda-tanda awal dari penyakit ini

harus dimiliki dengan baik agar dapat

melakukan perujukan yang tepat serta

mengurangi morbiditas dan mortalitas.

Aneurisma Aorta Thorakalis

Aorta adalah arteri terbesar dan

terpanjan galam tubuh, berjalan dari katop

aorta hingga bifurkasioa dari artei iliaca

komunis. Aorta tidak terabada pada

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 34: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

32

pemeriksaan fisik, untuk itu kelainan pada

aorta thorakalis umumnya hanya nampak

pada pemeriksaan pencitraan.

Epidemiologi

Prevalensi dari aneurisma aorta

thorakalis (AAT) tidak diketahui secara pasti,

namun pada otopsi ditemukan sekitar 3%

dengan dominan pria disbanding wanita

sektiar 2: 1. Mayoritas AAT berbentuk

fusiform, menunjukan dilatasi radial yang

simetris, sementara bentuk yang tidak lebih

umum adalah bentuk sakular. Sebanyak

60% dari AAT terletak di aorta thorasik

ascending, sedangkan 40% di aorta thorasik

descending, sekitar kurang dari 10%

terletak di lengkung aorta. Lokasi dari AAT

memiliki impilikasi etiologi dan management.

Hipertensi sistemik adalah etiologi yang

dominan dari AAT, terutama untuk yang

terjadi di aorta descending. Sedangkan

untuk etiologi kongenital dan idiopatik,

paling banyak ditemukan di aorta thorasik

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 35: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

33

descending. Penyebab patologi genetik pada

aorta contohnya adalah Sindroma Marfan,

Sindroma Loeys-Dietz dan Ehlers- Danlos

Syndrome type IV.

Diagnosis

Hanya sekitar 5% dari pasien AAT

yang menunjukan gejala, sisanya sebagian

besar tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Gejala yang ditemukan pada pasien AAT

adalah munculnya nyeri leher, punggung,

abdomen, dan pinggang yang tidak dapat

dijelaskan. Lokasi nyeri mungkin dapat

menunjukkan letak aneurisma. Efek masa

juga dapat muncul ketika AAT menekan

berbagai struktur pada rongga thoraks

seperti ketika menekan jalan napas dapat

menyebabkan batuk dan sesak, menekan

esophagus dapat menyebabkan disfagia,

atau vena cava superior yang menyebabkan

ganguan venous return. Dilatasi dari aortic

root atau vaorta thorasik acending dapat

menyebabkan ikatan dari leaflets aorta dan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 36: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

34

incomplete valce closure yang kemudian

dapat menyebabkan aorta insufficiency.

Pemeriksaan Computed Tomographic

Angiography (CTA) adalah modalitas paling

umum yang digunakan untuk mendeteksi

kelainan di aorta thorakalis, karena pe-

meriksaan ini dapat menunjukkan gambaran

yang jelas dari seluruh aorta torakalis.

Pemeriksaan CTA ini cepat, dan dapat

menunjukkan gambaran aorta hingga ke

cabang-cabangnya, walaupun tetap memiliki

kekurangan berupa radiasi ionisasi dan

kemungkinan nefropati akibat kontras.

Pemeriksaan serupa menggunakan MRI

yaitu Magnetic Resonance Angiogrpahy juga

memberikan gambarna yang baik akan aorta

dan cabang-cabangnya, namun harga yang

mahal dan waktu pemeriksaan yang panjang

dapat menjadi kekurangan pemeriksaan ini.

Pemeriksaan foto polos tidak direkomendasi-

kan untuk menegakkan diagnosis AAT

karena pemeriksaan ini tidak sensitif. Untuk

itu, pasien sebaiknya segera dirujuk jika

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 37: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

35

didapatkan kecurigaan AAT. Foto thoraks

yang normal tidak menyingkirkan diagnosis

AAT.

Tatalaksana

Telah banyak diyakini para ahli bahwa

risiko diseksi aorta meningkatan dengan

peningkatan ukuran aneurisma. Perlu

diketahui bawah benefit untuk perbaikan

aneurisma harus melebihi risiko rupture

aorta, karena perbaikan aorta sendiri adalah

tindakan yang berisiko. Risiki rupture

aneurisma sangat kecil, sekitar < 2% untuk

ukuran AAT < 5 cm. Sedangkan untuk

ukuran aneruisma di atas 6 cm risikonya

sekitar 6-7%. Guideline terbaru juga

mempertim-bangkan etiologi dan lokasi dari

aneurisma. Guideline terbaru juga

memberikan pendapat bahwa aorta dapat

rupture walaupun dalam ukuran kecil. Jadi

semua pasien harus dipikirkan sebagai

pasien yang berisiko. Untuk saat ini, jika

TAA berukuran 5,5 cm, itu sudah

merupakan indikasi untuk melakukan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 38: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

36

pembedahan. Sedangkan jika pada seorang

pasien terdapat sindroma Marfan atau

terdapat sindroma Aorta Thorasik Anerusima

Familial, ukuran 5 cm sudah membutuhkan

penanganan bedah.

Aneurisma Aorta Abdominalis

Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA)

adalah anuerisma yang ditemukan di aorta

abdominalis. Kondisi ini paling banyak

ditemukan pada pria usia 66 tahun ke atas.

Untuk itu ketika ada kecurigaan diagnosis

ini, terutama pada pria usai 66 tahun ke

atas, diagnosis AAA harus dipikirkan

sebelum dapat disingkirkan. Untuk wanita,

AAA umumnya muncul pada usia lebih dari

70 tahun. Faktor risiko untuk AAA adalah...

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit arteri perifer, koroner, atau

serebrovaskuler

Riwayat keluarga dengan AAA

Hiperlipidemia

Hipertensi

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 39: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

37

Sedang merokok atau riwayat

merokok

Diagnosis

Pada pasien dengan AAA umumnya

tidak ditemukan gejala, atau sebagian besar

pasien bersifat asimpomatis. Gejala yang

umum ditemukan pada AAA adalah nyeri

abdomen dan punggung baru yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya. Pada

beberapa pasien dengan kondisi yang buruk

dapat ditemukan kolaps kardiovaskular dan

penurunan kesadaran. Gejala-gejala ini perlu

diperhatikan lebih lanjut terutama jika

terdapat faktor risiko yaitu diagnosis AAA

yang sudah tegak, usia di atas 60 tahun,

riwayat merokok, dan hipertensi. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan pulsasi

yang besar dan abnormal pada palpasi

abdomen, namun hal ini tidak selalu

ditemukan.

Pemeriksaan penunjang yang tersedia

cepat untuk AAA adalah USG, jadi lakukan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 40: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

38

USG pada pasien dengan kecurigaan AAA

atau kecurigaan AAA yang sudah rupture.

Jika pada USG ditemukan AAA atau AAA

yang sudah rupture segera rujuk ke dokter

spesialis bedah vaskular. Perhatikan juga

bahwa AAA lebih sering rupture pada wanita

dibandingkan pada pria.

AAA yang kecil memiliki risiko yang

sangat kecil untuk rupture dan menjadi

masalah, jadi pada kasus ini banyak pasien

yang tidak mendapat manfaat dari repair

aneurisma. AAA dapat tumbuh dengan laju

yang tidak bisa diprediksi, oleh karena itu

membutuhkan monitoring yang tepat.

Pasien yang merokok harus segera diberikan

edukasi untuk menghentikan konsumsi

rokoknya. Pasien yang menderita hipertensi

harus diobati sebagaimana umumnya. Untuk

pasien-pasien dengan AAA yang asimpto-

matis, edukasi untuk melakukan pemerik-

saan USG secara berkala.

Karena AAA umumnya tidak berbahaya

dan hanya sedikit yang rupture, terutama

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 41: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

39

pada pasien yang tanpa gejala, ada

beberapa poin-poin edukasi yang perlu

disampaikan. Poin-poin tersebut adalah

Jelaskan apa itu AAA

Jelaskan pada umumnya AAA tidak

menyebabkan masalah, dan hanya

sebagian kecil saja yang dapat rupture

AAA dapat rupture dan rencana terapi

yang bisa diberikan pada kondisi

tersebut.

AAA dapat menurun pada keluarga,

sehingga perlu dilakukan screening

Pada pasien yang tidak termasuk

indikasi pembedahan, repair dari

aneurisma memiliki risiko tinggi

sehingga repair harus memiliki benefit

yang lebih besar dari risiko.

Daftar pustaka

Dudzinski, D. M. and Isselbacher, E. M. (2015) ‘Diagnosis and Management of Thoracic Aortic Disease’, Current Cardiology Reports, 17(12), pp. 1–6.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 42: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

40

doi: 10.1007/s11886-015-0655-z. Nazarko, L. (2020) ‘NICE guideline on

diagnosis and management of abdominal aortic aneurysms’, Nursing and Residential Care, 22(6), pp. 2–2. doi: 10.12968/nrec.2020.22.6.2b.

(Dudzinski and Isselbacher, 2015; Nazarko, 2020)

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 43: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

41

The Role of Dihidropyridine Calcium

Channel Blockers for Hypertension

Management in Daily Practice

Hipertensi adalah kasus yang sering

ditemukan sehari-hari baik dalam setting

pelayanan faskes perifer maupun rujukan

tingkat lanjut. Pemahaman mengenai

hipertensi dan tatalaksananya seharusnya

sudah dikuasai oleh dokter umum karena

begitu banyaknya jumlah kasus yang

ditemukan. Salah satu terapi yang umum

diberikan untuk pasien hipertensi adalah

Calcium Channel Blockers (CCB). Obat

gologan ini begitu diminati karena

dikonsumsi sekali sehari sehingga mem-

permudah compliance pasien, murah, dan

memiliki efek samping yang minimal Namun

mengenal terapi yang digunakan sehari-hari

lebih dalam tentulah merupakan bagian

penting dari lifelong learning seorang

dokter. Berikut ini adalah ulasan singkat

mengenai hipertensi dan penggunaan CCB

dalam praktik sehari-hari.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 44: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

42

Hipertensi adalah salah satu faktor

risiko modifiable dari kematian premature di

dunia dan diperkirakan telah menyebabkan

7,1 juta kematian premature setiap

tahunnya. Sekitar 1 milar orang menderita

penyakit ini, dan prevalensinya terus

meningkat setiap tahun. Hipertensi adalah

faktor risiko utama dari penyakit

kardiovaskular dan serebrovaskular, yang

kira-kira mempengaruhi 50% dari angka

mornidtas dan mortalitas kardiovaskular.

Hu-bungan antara tekanan darah dan risiko

kardiovaskular terus berlanjut, setiap

pening-katan 20 mmHg tekanan darah

sistolik atau 10 mmHg tekanan darah

diastolik, ditemukan penignkatan risiko

kardiovaskular yang meningkat dua kali

lipat. Selain itu pasien dengan hipertensi

juga cenderung memiliki faktor risiko

kardiovaskular lain, contoh sebanyak 50%

pasien hipertensi menderita hiperkoles-

terolemia dan sekitar 20-40% pasien

hipertensi menderita hiperglikemia.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 45: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

43

Keberadaan faktor risiko yang banyak

ini dikaitkan erat dengan hipertensi.

Sedangkan untuk Cerebrovascular Disease

(CVD) memiliki faktor risiko utama berupta

hipertensi, usia tua (55 tahun ke atas untuk

pria dan 65 tahun ke atas untuk wanita)

merokok, dyslipidemia, obesitas, dan

diabetes serta penyakit ginjal. Untuk itu saat

ini fokus dari banyak guidelines adalah

stratifikasi risiko dan menentukan target

tekanan darah. Contohnya pada pasien

dengan diabetes dan faktor risiko lain target

tekanan darah adalah < 130/80 mmHg,

berbeda dengan pasien tanpa faktor risiko

lain yang memmilki target < 140/90 mmHg.

CCB terbagi menjadi berbagai

kelompok yaitu benzothiazepins (diltiazem),

dihidryo-piridines (amlodipine, nifedipine)

dan pheny-lalkylamines (verapamil).

Walaupun terdapat perbedaan, mereka

sering dikaitkan menjadi satu kelompok

homogen agen farmakologis. Se-lanjutnya,

dalam satu kelompok obat pun terdapat

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 46: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

44

berbagai macam formulasi obat serta profil

farmakologis, disertai dengan perbedaan

penggunaan klinis, serta dosis.

Walaupun terdapat banyak perbedaan

jenis dan dosis, peran utama dari CCB

adalah vasodilatasi arteri, terutama untuk

golongan dihydropiridine CCB (DCCB).

Vasodilatasi arteri perifer menyebabkan

penurunan tekanan darah dan vasodilatasi

arteri koroner menyebabkan penurunan

tekanan darah ke myocardium. Namun pada

berbagai penlitian, efek ini menyebabkan

terjadinya rangsangan pada refleks yang

termediasi baroreseptor sehingga terdapat

peningkatan nadi yang terjadi via sistem

saraf simpatis. Hal ini ditemukan pada kedua

arteri vasodilator seperti nifedipine dan

hydralazine dan untuk campuran dari arteri-

vena dilator seperti nitrogliserin. Jadi

konsekuensi yang baik dari dilatasi arteri ini

dapat dikacaukan oleh aktivasi dari sistem

saraf simpatis dan peningkatan heart rate.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 47: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

45

Pada penelitian selanjutnya ditemukan

keseimbangan antara kedua efek ini pada

CCB. Contohnya pada pasien dengan

unstable angina dan post myocardial infark,

ditemukan tidak ada penurunan dari

morbiditas dan mortalits setelah penggu-

naan nifedipine sebagai vasodilator arteri.

Walaupun begitu, beberapa ahli menyangkal

pendapat ini karena vasodiltasi koroner

merupakan hal yang baik karena dapat

meningkatkan trasnportasi oksigen ke mio-

kardium dan dapat menurunkan kerja

jantung lewat penurunan afterload.

CCB memiliki efek kerja yang berbeda

jika dibandingkan dengan jalur umum yang

di-gunakan ACE inhibitor dan ARB. ACEI dan

ARB menggunakan jalur renin-angiontensin-

aldoste-ron. Kombinasi dari kedua obat ini

dapat memberikan efek sinergis jika

dibandingkan dengan dua obat yang

diberikan dalam jalur yang sama. Pasien

yang awalnya didiagnosis dengan hipertensi

stage atau 2, atau pada pasien dengan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 48: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

46

kontrol tekanan darah yang buruk,

kombinasi CCB dan ARB dapat memberikan

efek yang lebih bagus dibandingkan dengan

monoterapi. Benefit dari CCB/ARB juga

ditemukan dalam penggunaan nifedipine

GITS dengan losartan, ditemukan keduanya

memiliki efek yang lebih baik jika

dibandingkan monoterapi untuk pasien

dengan hipertensi ringan sampai sedang.

Temuan ini juga ditemukan pada

pasien yang diberi terapi nifedipin dan

candesartan, kombinasi dosis rendah

CCB/ARB menunjukkan hasil yang lebih

efektif dibandingkan candesartan untuk

kontrol tekanan darah dan proteksi ginjal,

dengan terdapat penurunan yang signfiikan

dari level ekskresi mikorablumin di urin jika

dibandingkan dengan terapi kombinasi.

Studi lain yang meneliti valsartan dengan

nifedipine dan amlodipine menunjukan

penurunan tekanan darah yang signifikan,

namun lebih adekuat ditemukan pada

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 49: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

47

nifedipin dan valsartan jika dibandingkan

dengna amlodipine dan valsartan.

Temuan ini juga didukung oaleh studi

lain yang melihat kombinasi CCB dan ACEI

pada pasien hipertensi yang tidak membaik

dengan monoterapi. Kombinasi dari

manidipine dan delapril ditemukan lebih

efektif dibandingkan monoterapi kedua obat

tersebut. Pada akhir periode pengobatan

sekitar 73% pasien memiliki tekanan darah

yang terkontrol. Data dari studi lain juga

menunjukkan bahwa terapi CCB tambahan

tidak hanya menurunkan tekanan darah tapi

juga memperbaiki keluaran pasien.

Pengunaan CCB (dalam studi ini felodipine)

sebagai terapi baseline, menunjukkan

adanya penurunan risiko kardiovaskular.

Terdapat bukti kuat bahwa hipertensi

adalah faktor risiko paling penting dari

stroke. Risiko stroke meningkat seiring

dengan peningkatan tekanan darah. Pada

pasien dengan risiko stroke, menurunkan

tekanan darah dapat menunjukkan benefit

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 50: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

48

yang siginfikan. Penurunan tekanan darah

sebanyak 5-6 mmHg menurunkan risiko

stroke hingga 38%. Penggunaan CCB

sebagai anti hipertensif memberikan

manfaaat spesifik pada pasien stroke.

Kombinasi dari CCB dan ACEI menunjukkan

penurunan risiko stroke pada orang lanjut

usia.

Pada pasien hipertensi dengan risiko

kardiovaskular besar, disfungsi renal

dibuktikan telah menjadi predictor penting

untuk faktor risiko kardiovaskular dan juga

faktor prognostic untuk risiko serebro-

vaskular. Tekanan darah juga jauh lebih sulit

dikontrol pada pasien gangguan ginjal,

terutama dengan komorbid diabetes. Kontrol

tekanan darah yang ketat juga dapat

menurunkan risiko dari gagal ginjal.

Individu dengan diabetes memiliki

risiko 2x lipat untuk menderita diabetes.

Hipertensi ditemukan 2x lebih umum pada

pasien dengan diabetes, jika dibandignkan

dengan non diabetes, yang merupakan 75%

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 51: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

49

dari faktor risiko kardiovaskular yang daapt

menyebabkan peningkatan mortalitas dan

morbiditas yang signfiikan. Hipertensi

bekerja secara sinergis dengan diabetes

untuk meningkatkan komplikasi mikro dan

makrovaskular.

Daftar pustaka

Haller, H. (2008) ‘Effective management of hypertension with dihydropyridine calcium channel blocker-based

combination therapy in patients at high cardiovascular risk’, International Journal of Clinical Practice, 62(5), pp. 781–790. doi: 10.1111/j.1742-1241.2008.01713.x.

Toal, C. B., Meredith, P. A. and Elliott, H. L. (2012) ‘Long-acting dihydropyridine calcium - channel blockers and sympathetic nervous system activity in hypertension: A literature review

comparing amlodipine and nifedipine GITS’, Blood Pressure, 21(SUPPL. 1), pp. 3–10. doi: 10.3109/08037051.2012.690615.

(Haller, 2008; Toal, Meredith and Elliott, 2012)

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 52: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

50

Optimizing Use of Anticoagulant in ACS

Penggunaan antikoagulan terutama

untuk sindroma koroner akut sudah banyak

digunakan dalam praktik sehari-hari. Namun

keuntungan dan kelebihan masing-masing

obat terkadang dipandang sebelah mata.

Untuk lebih memahami informasi penggu-

naan antikoagulan pada sindroma koroner

akut, artikel ini akan mengulas berbagai

antikoagulan yang umum digunakan sehari-

hari.

Penyakit kardiovaskular secara umum

dan sindroma koroner akut merupakan salah

satu penyebab morbitas dan mortalitas.

Patofisiologi utama dari sindroma koroner

akut ini akibat adanya pembenteukan

thrombus pada arteri koroner yang

disebabkan oleh erosi dan rupture dari plak

atherosclerosis. Setelah erosi dan rupture,

kaskade dari kejadian-kejadian ini di-

sebabkan oleh komponen seluler dan

plasma menyebabkan pembentukan

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 53: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

51

thrombus, hal ini memainkan peran utama

dalam pembentukan thrombus pada proses

ini. Pembentukan thrombus pada arteri

koroner akhirnya menyebabkan kebuntuan

total atau parsial dari pembuluh darah arteri

sehingga menimbulkan nyeri dada spesifik

yang muncul pada sindroma koroner akut.

Pada pasien yang muncul dengan gambaran

klinis STEMI umumnya memiliki arteri yang

buntu total, sedangkan pada pasien dengan

non ST segment elevation atau NSTEACS

umumnya datang dengan oklusi parsial dari

pembuluh darah.

Patofisiologi dari Trombogenesis

Kerusakan vaskular merangsang

sebuah jalur kaskade yang didesain untuk

mempertahankan integritas dari sirkulasi

koroner dan untuk mencapai hemostasis.

Pada kondisi normal, regulasi yang

terkontrol dari jalur ini dapat menyebabkan

keseimbangan yang aman antara aliran dari

koroner dan perbaikan pembuluh darah

yang adekuat. Disrupsi dari hemostasis pada

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 54: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

52

sirkulasi koroner ini dapat menyebabkan

thrombosis yang dapat mengancam nyawa.

Sindroma koroner akut dicirikan oleh

infalmasi vaskular, disfungsi endothelial

subsekuen, dan aktivasi platelet, diikuti oleh

pembentukan thrombus. Pada berbagai

kondisi ekstrem, thrombosis yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan oklusi total

sehingga menyebabkan kenaikan segmen

ST dan menyebabkan infark mikard.

Peructaneous Coronary Intervention dan

penggunaan agen trombotik sebagai terapi

utama dari sindroma koroner akut telah

terbukti dapat menurunkan frekuensi

komplikasi awal dan akhir dari perburukan

kardiovaskular.

Peningkatan penggunaan PCI

membutuhkan terapi antitrombotik lebih

lanjut untuk mereduksi komplikasi lebih

lanjut. Penilaian pasien harus dilakukan

secara individu untuk menyeimbangkan

kebutuhan akan penghambat thrombosis

dan risiko pendarahan lebih lanjut, yang

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 55: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

53

juga merupakan penanda prognostic untuk

PCI.

Mekanisme dari Pembentukan Trom-

bus

Aktivasi dari jalur koagulasi krusial

untuk pembentukan thrombus. Fibroblast

dan sel otot polos mengeskrepsikan faktor

mengekspresikan faktor membrane protein

jaringan, yang selalu ada di darah. Pada

tempat kerusakan vaskular, platelet

mengkespresika isomerasi disulphide, yang

membelah faktor jaringan menjadi bentuk

aktif. Faktor jaringan yang teraktifasi

kemudian menempel pada faktor VII a dan

menyebabkan aktivasi dari faktor VII, IX,

dan X. Faktor Xa dan V kemudian

bergabung menyebabkan pembentukan

thrombin. Kehadiran fark faktor aktivasi

thrombin V dan VII merangsang konversi

protrombin menjadi thrombin dengan

komplek Xa-Va. Pembentukan fibrin dari

fibrinogen dirangsang di awal pada kaskade

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 56: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

54

koagulasi dan menyebabkan pembentukan

thrombus.

Terapi Antikoagulan

Kombinasi dari antikoagulan dan

antiplatelet lebih baik untuk menurunkan

kejadian trombotik pada NSTEACS

dibandingkan penggunaan antiplatelet saja.

Hal ini akibat dari inhibisi produksi dan

aktivitas thrombin.

Unfractioned Heparin

Unfractioned Heparin (UFH) adalah

sebuah polisakarida sulfat yang disekresikan

secara endogen. Komponen pentasakarida

memiliki afinitas tinggi untuk antitrombin III.

Pengikatan menyebabkan jendela terapi dari

UFH dan evefek farmakokinetiknya yang

bervariasi dari pasien ke pasien

membutuhkan monitoring yang ketat. Efek

antikoagulan dapat dimontoring dengan

variabel Activated Clotting Time (ACT) di

ruangan kateterisasi jantung atau

menggunakan Activated Partial Throm-

boplastin Time (aPTT).

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 57: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

55

Efikasi dari UFFH di ACS telah

divalidasi oleh berbagai randomized

controlled trial. Ringkasnya semua studi

menunjukan reduksi yang signifikan pada

frekuensi iskemik. Sebuah studi

membandingkan dosis rendah UFH (50

IU/kg) dengan dosis standard 85 IU/KG

pada pasien dengan NSTEACS, dan

menunjukkan tidak ada perbedaan dan efek

signifikan pada pendarahan saat PCI atau

pada daerah vaskular lainnya.

Low Molecular Weight Heparin

Low Molecular Weight Heparin (LWH) adalah

turunan dari ehparin yang diserap subkutan

dan memiliki waktu paruh yang lebih lama

dibandignkan UFH. Mereka lebih jarang

menempel pada protein plasma,

menyebabkan aktivitas farmakokinetik dari

LMWH lebih dapat diprediksi dibandingkan

dari UFH, dan menurunkan efek samping

dari pendarahan dan menyebabakn heparin

induced thrombocytopenia. Enoxaparin

adalah LMWH yang paling sering dipelajari.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 58: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

56

Enoxaparin ditemukan tidak lebih buruk jika

dilihat dari morbiditas pasien dan miokardial

iskemiak tidak fatal pada 30 hari pertama

untuk pasine-pasien yang datang dengan

NSTEACS risiko tinggi yang diterapi dengan

strategi invasive. Peningkatan singifikan dari

pendarahan mayor ditemukan pada

enoxaparin dibandingkan dengan UFH.

Namun pada pasien-pasien infark miokard

akut yang diterapi dengan angioplasty

primer dan dibandingkan penggunaan

enoxaparin dan UFH, sindroma koroner akut

yang berulang dan revaskularisasi darurat,

ditemukan komplikasi-komplikasi tersebut

menurun pada pasien yang diterapi dengan

enoxaparin.

Fondaparinux

Fondaparinux adalah inhibitor selektif

Xa dengan waktu paru 17 jam dan diberikan

subkutan sekali sehari pada pasien yang

datang dengan NSTEACS. Obat ini

menghambat pembentukan thrombin

dengan carai menempel pada antitrombin.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 59: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

57

Mirip dengan enoxaparin, fondaparinux

jarang menempel pada protein plasma

menyebabkan efek antikoagulan yang

mudah terprediksi, dan tidak dibutuhkan

monitoring pada penggunaan obat ini.

Fondaparinux diekskresi oleh ginjal dan

tidak direkomendasikan pada orang-orang

dengan gangguan ginjal.

Pada sebuah studi yang mem-

bandingkan pasien dengan sindroma

koroner akut dengan terapi fondaparinux

atau enoxaparin, fondaparinux dengan dosis

rendah pun memberikan efek yang serupa

dengan dosis yang lebih tinggi. Pada studi

lain yang membadningkan UFH dengan

fondaparinux, pasien di kedua kelompak

tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan pada laju pendarahan walaupun

dosis fondaparinux dosis rendah yang

digunakan.

Bivalirudin

Bivalirudin adalah sebuah zat sintetik

yang ditemukan secara natural sebagai

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 60: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

58

hirudin, memiliki afinitas tinggi untuk

thrombin, yang bekerja dengan carai

menghambat konversi dari fibrinogen ke

fibrin. Ikatan antara bivalirudin tdan

thrombin dapat sedikit demi sedikit

dikurangi oleh thrombin menyebabkan

aktivitas dari bivalirudin jadi eversible. Obat

ini memiliki paruh waktu pendek, yaitu

sekitar 25 menit. Efek antikoagulan dari

bilavirudin dapat diprediksi karena tidak

terikat plasma, dan monitoring dapat

dilakukan dengan mengukur aPTT.

Dosis yang dapat diberikan pada

bivalirudin adalah 0,75 mg/kg diikuti dengan

dosis 1,75 mg/kg saat intervensi. Padda

sebuah studi ditemukan bahwa tidak ada

perbedaan dalam angka kematian,

pendarahan, atau prosedu revaskularisasi

ulang pada 30 hari pertama setelah terapi

dengan bivalirudin.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 61: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular

59

Daftar pustaka

Moon, J. Y. et al. (2017) ‘The role of oral

anticoagulant therapy in patients with acute coronary syndrome’, pp. 353–366. doi: 10.1177/https.

Onwordi, E. N. C., Gamal, A. and Zaman, A.

(2018) ‘Coronary Anticoagulant Therapy for Acute Coronary Syndromes’, pp. 87–92.

Lecture Notes: Simposium Tatalaksana Kardiovaskular Komprehensif 2020

"DokterPost" Media informasi dan Komunikasi Dokter Indonesia

Page 62: Lecture Notes : Simposium Tatalaksana Kardiovaskular