ldl dan hdl iqbal

33
Diagnosis Diabetes Melitus Kriteria Diabetes Melitus (DM) berdasarkan the American Diabetes Assocoation (ADA): 1. Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L) disertai dengan adanya gejala diabetes (yaitu poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, penglihatan kabur) . 2. Glukosa plasma puasa (FPG) (tidak ada asupan kalori selama paling sedikit 8 jam) ≥ 200 mg/dL≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L) 3. Glukosa 2 jam postprandial (2Hpg) ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L) Diagnosis ditegakkan apabila salah satu dari ketiga kriteria tersebut dipenuhi dan dipertegas dengan kriteia lain pada hari berikutnya. Pemeriksaan Diabetes Melitus 1. Glukosa Plasma Sewaktu Pengukuran glukosa plasma sewaktu dapat dilakukan menggunakan glukosa meter menggunakan strip yang mengandung enzim, seperti glukosa oksidase atau glukosa dehidrogenase. Setetes darah diletakkan pada strip yang mengandung reagen untuk dilakukan pengujian. Tes ini cenderung dilakukan bersamaan dengan telah adanya keluhan klinik yang mengacu pada diabetes melitus, seperti polidipsi, poliuria, berat badan yang

Upload: iqbal-gattuso

Post on 29-Dec-2015

167 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: LDL Dan HDL Iqbal

Diagnosis Diabetes Melitus

Kriteria Diabetes Melitus (DM) berdasarkan the American Diabetes Assocoation

(ADA):

1. Glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L) disertai dengan adanya

gejala diabetes (yaitu poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, penglihatan

kabur) .

2. Glukosa plasma puasa (FPG) (tidak ada asupan kalori selama paling sedikit 8

jam) ≥ 200 mg/dL≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/L)

3. Glukosa 2 jam postprandial (2Hpg) ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L)

Diagnosis ditegakkan apabila salah satu dari ketiga kriteria tersebut dipenuhi dan

dipertegas dengan kriteia lain pada hari berikutnya.

Pemeriksaan Diabetes Melitus

1. Glukosa Plasma Sewaktu

Pengukuran glukosa plasma sewaktu dapat dilakukan menggunakan glukosa

meter menggunakan strip yang mengandung enzim, seperti glukosa oksidase

atau glukosa dehidrogenase. Setetes darah diletakkan pada strip yang

mengandung reagen untuk dilakukan pengujian.

Tes ini cenderung dilakukan bersamaan dengan telah adanya keluhan klinik

yang mengacu pada diabetes melitus, seperti polidipsi, poliuria, berat badan

yang menurun, glukosuria, dan sebagainya. Jika kadar glukosa plasma > 200

mg/dL maka sudah dikatakan positif DM dan penderita tidak perlu lagi

melakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa. Namun, jika kadar glukosa plasma

sewaktu > 200mg/dL tetapi pasien tidak merasakan gejala DM seperti polidipsi,

polifagia, dan poliuria, pasien diharuskan melakukan tes glukosa darah sewaktu

di lain hari untuk memastikan diagnose

Faktor – faktor yang mengganggu pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

antara lain:

a. Perubahan hematokrit

b. Ketinggian

c. Suhu lingkungan atau kelembaban

d. Ketegangan

Page 2: LDL Dan HDL Iqbal

e. Konsentrasi trigliserida tinggi

f. Berbagai obat – obatan

2. Glukosa Plasma Puasa

Pemeriksaan kadar glukosa plasma puasa merupakan pemeriksaan untuk DM

yang sangat direkomendasikan bagi pasien dewasa yang tidak hamil.

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara darah diambil pada pagi hari setelah

puasa semalam (tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam selain air

minum).

Tabel kategori glukosa plasma puasa

Klasifikasi diagnosis Glukosa plasma puasa

Normal <100 mg/dL (5.6 mmol/L)

Impaired fasting glukose (IFG) 100–125 mg/dL (5.6–6.9 mmol/L)

Diabetes Melitus FPG ≥126 mg/dL (7.0 mmol/L)

3. Pemeriksaan Glukosa Darah Post Prandial

Pemeriksaan glukosa 2 jam postprandial merupakan pengukuran kadar

glukosa dalam darah setelah 2 jam pembebanan glukosa yang setara dengan 75 g

glukosa. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk evaluasi aktivitas insulin di

dalam tubuh. Spesimen darah 2 jam setelah makan pada individu puasa

menunjukkan peningkatan yang langka pada individu normal tetapi meningkat

secara signifikan pada individu diabetes.

Tabel kriteria diagnosis hasil pemeriksaan glukosa plasma post prandial

Klasifikasi diagnosis

keadaan penderita

Glukosa plasma

2 jam setelah makan

Normal < 140 mg/dL

IGT* 140-199 mg/dL

Diabetes ≥ 200 mg/dL

Keterangan: *) IGT = Impaired Glucose Tolerance (terganggunya toleransi

glukosa)

[Sumber: Departeman Kesehatan RI, 2005, telah diolah kembali]

Page 3: LDL Dan HDL Iqbal

4. Tes Toleransi Glukosa (TTGO)

Sebelum dilakukan tes, pasien diharuskan berpuasa selama 12 jam, kemudian

dilakukan pengambilan sampel darah untuk selanjutnya dibuat kurva. Secara

umum sama dengan pemeriksaan GDPP, perbedaannya adalah setelah diambil

darah dan urin ke-1 pasien tidak makan tetapi minum glukosa dengan kadar

yang telah ditentukan (75%). Terkadang dokter meminta pengambilan darah 3

kali dengan interval 1 jam, jadi pasien diambil darah dan urin puasa, 1 jam dan 2

jam setelah minum glukosa.

Pemeriksaan ini dilakukan pada:

– Kasus hiperglikemia yang tidak jelas,

– Glukosa sewaktu 140-200 mg/dl, atau

– Glukosa puasa antara 110-126 mg/dl, atau

– Bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya.

– Diabetes gestasional, dan

– Ibu hamil dengan riwayat keluarga DM.

Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil tidak menunjukkan gejala,

tetapi menderita gangguan metabolisme glukosa pada waktu hamil. Penting

untuk menyelidiki dengan teliti metabolisme glukosa pada waktu hamil yang

menunjukkan glukosuria dan juga pada wanita hamil dengan riwayat keluarga

diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau riwayat melahirkan

bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes hamil sebaiknya dilakukan

pada umur kehamilan antara 26-32 minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi

dianjurkan untuk dilakukan skrining lebih awal.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil laboratorium

Penggunaan obat-obatan tertentu: insulin, kortikosteroid (kortison), kontrasepsi

oral, estrogen, antikonvulsan, diuretik, tiazid, salisilat, dan asam askorbat, serta

tidak boleh mengkonsumsi alkohol.

Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah baring, obesitas dapat

meningkatkan kadar glukosa darah.

Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan kadar glukosa darah. Obat

hipoglikemik dapat menurunkan kadar glukosa darah.

Page 4: LDL Dan HDL Iqbal

Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Sekresi

insulin menurun karena proses penuaan.

Asupan nutrisi. Kekurangan karbohidrat, tidak beraktifitas, atau tirah baring

dapat mengganggu toleransi glukosa.

Prosedur

Selama 3 hari sebelum tes dilakukan penderita harus mengkonsumsi sekitar 150

gram karbohidrat setiap hari. Terapi obat yang dapat mempengaruhi hasil

laboratorium harus dihentikan hingga tes dilaksanakan.

Protokol urutan pengambilan darah berbeda-beda; kebanyakan pengambilan

darah setelah puasa, dan setelah 1 dan 2 jam. Ada beberapa yang mengambil darah

jam ke-3, sedangkan yang lainnya lagi mengambil darah pada ½ jam dan 1½ jam

setelah pemberian glukosa. Yang akan diuraikan di sini adalah pengambilan darah

pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam. Sebelum dilakukan tes, penderita harus

berpuasa selama 12 jam. Pengambilan sampel darah dilakukan sebagai berikut:

Pagi hari setelah puasa, penderita diambil darah vena 3-5 ml untuk uji glukosa

darah puasa. Penderita mengosongkan kandung kemihnya dan mengumpulkan

sampel urinenya.

Penderita diberikan minum glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam segelas air

(250ml). Lebih baik jika dibumbui dengan perasa, misalnya dengan limun.

Pada waktu ½ jam, 1 jam, 1½ jam, dan 2 jam, penderita diambil darah untuk

pemeriksaan glukosa. Pada waktu 1 jam dan 2 jam penderita mengosongkan

kandung kemihnya dan mengumpulkan sampel urinenya secara terpisah.

Selama TTGO dilakukan, penderita tidak boleh minum kopi, teh, makan permen,

merokok, berjalan-jalan, atau melakukan aktifitas fisik yang berat. Minum air putih

yang tidak mengandung gula masih diperkenankan.

Nilai Rujukan

Puasa : 70 – 110 mg/dl (3.9 – 6.1 mmol/L)

½ jam : 110 – 170 mg/dl (6.1 – 9.4 mmol/L)

1 jam : 120 – 170 mg/dl (6.7 – 9.4 mmol/L)

1½ jam : 100 – 140 mg/dl (5.6 – 7.8 mmol/L)

Page 5: LDL Dan HDL Iqbal

2 jam : 70 – 120 mg/dl (3.9 – 6.7 mmol/L)

Interpretasi

Toleransi glukosa normal

Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa darah meningkat dan mencapai

puncaknya pada waktu 1 jam, kemudian turun ke kadar 2 jam yang besarnya

di bawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L). Tidak ada glukosuria.

Gambaran yang diberikan di sini adalah untuk darah vena. Jika digunakan

darah kapiler, kadar puasa lebih tinggi 5.4 mg/dl (0.3 mmol/L), kadar puncak

lebih tinggi 19.8 – 30.6 mg/dl (1.1 – 1.7 mmol/L), dan kadar 2 jam lebih

tinggi 10.8 – 19.8 mg/dl (0.6 – 1.1 mmol/L). Untuk plasma vena kadar ini

lebih tinggi sekitar 18 mg/dl (1 mmol/L).

Toleransi glukosa melemah

Pada toleransi glukosa yang melemah, kurva glukosa darah terlihat

meningkat dan memanjang. Pada diabetes mellitus, kadar glukosa darah di

atas 126 mg/dl (7.0 mmol/L); jika tak begitu meningkat, diabetes bisa

didiagnosis bila kadar antara dan kadar 2 jam di atas 180 mg/dl (10 mmol/L).

Toleransi glukosa melemah ringan (tak sebanyak diabetes) jika kadar glukosa

puasa dibawah 126 mg/dl (7.0 mmol/L), kadar antara di bawah 180 mg/dl (10

mmol/L), dan kadar 2 jam antara 126-180 mg/dl (7.0-10.0 mmol/L). Terdapat

glukosuria, walaupun tak selalu ada dalam sampel puasa.

Pada diabetes gestasional, glukosa puasa normal, glukosa 1 jam 165 mg/dl

(9.2 mmol/L), dan glukosa 2 jam 145 mg/dl (8.0 mmol/L).

Pada banyak kasus diabetes, tidak ada puncak 1 jam karena kadar glukosa

darah meningkat pada keseluruhan waktu tes. Kurva diabetik dari jenis yang

sama dijumpai pada penyakit Cushing yang berat.

Toleransi glukosa yang lemah didapatkan pada obesitas (kegemukan),

kehamilan lanjut (atau karena kontrasepsi hormonal), infeksi yang berat

(terutama staphylococci, sindrom Cushing, sindrom Conn, akromegali,

tirotoksikosis, kerusakan hepar yang luas, keracunan menahun, penyakit

ginjal kronik, pada usia lanjut, dan pada diabetes mellitus yang ringan atau

baru mulai.

Page 6: LDL Dan HDL Iqbal

Tes toleransi glukosa yang ditambah dengan steroid dapat membantu

mendeteksi diabetes yang baru mulai. Pada pagi dini sebelum TTGO

dilaksanakan, penderita diberikan 100 mg kortison, maka glukosa darah pada

2 jam bisa meningkat di atas 138.8 mg/dl (7.7 mmol/L) pada orang-orang

yang memiliki potensi menderita diabetes.

Penyimpanan glukosa yang lambat

Kadar glukosa darah puasa normal. Terdapat peningkatan glukosa darah yang

curam. Kadar puncak dijumpai pada waktu ½ jam di atas 180 mg/dl (10

mmol/L). Kemudian kadar menurun tajam dan tingkatan hipoglikemia

dicapai sebelum waktu 2 jam. Terdapat kelambatan dalam memulai

homeostasis normal, terutama penyimpanan glukosa sebagai glikogen.

Biasanya ditemukan glukosuria transien.

Kurva seperti ini dijumpai pada penyakit hepar tertentu yang berat dan

kadang-kadang para tirotoksikosis, tetapi lebih lazim terlihat karena absorbsi

yang cepat setelah gastrektomi, gastroenterostomi, atau vagotomi. Kadang-

kadang dapat dijumpai pada orang yang normal.

Toleransi glukosa meningkat

Kadar glukosa puasa normal atau rendah, dan pada keseluruhan waktu tes

kadarnya tidak bervariasi lebih dari ± 180 mg/dl (1.0 mmol/L). Kurva ini bisa

terlihat pada penderita miksedema (yang mengurangi absorbsi karbohidrat)

atau yang menderita antagonis insulin seperti pada penyakit Addison dan

hipopituarisme. Tidak ada glukosuria. Kurva yang rata juga sering dijumpai

pada penyakit seliak. Pada glukosuria renal, kurva toleransi glukosa bisa rata

atau normal tergantung pada kecepatan hilangnya glukosa melalui urin.

5. HbA1c

Metode yang digunakan untuk menentukan pengontrolan glukosa pada semua

tipe diabetes adalah pengukuran glikat hemoglobin(HbA1c). HbA1C adalah

komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan

N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan

ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.

Page 7: LDL Dan HDL Iqbal

Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF(fetus). Hemoglobin

A (HbA) terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total. Hemoglobin

pada keadaan normal tidak mengandung glukosa ketika pertama kali dikeluarkan

dari sumsum tulang.Selama 120 hari masa hidup hemoglobin dalam eritrosit,

normalnya hemoglobin sudah mengandung glukosa. Bila kadar gluokosa

meningkat diatas normal, maka jumlah glikat hemoglobin juga akan meningkat.

Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari

hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi. Hemogloin yang terikat

dengan glukosa disebut hemoglobin terglikosilasi. Dalam proses ini terdapat

ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Karena pergantian hemoglobin yang

lambat, nilai hemoglobin yang tinggi menunjukan bahwa kadar gluosa darah

tinggi selama 4 sampai 8 minggu. Pada penyandang DM, glikolisasi hemoglobin

meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 120

hari terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120

hari terakhir, maka hasil hemoglobin A1c akan menunjukkan nilai normal.

Nilai glikat hemoglobin bergantung pada metode pengukuran yang dipakai,

namun berkisar antara 3,5% hingga 5,5%. Disarankan untuk menentukan

referensi nilai untuk setiap laboratorium. Tes ini merupakan indikator

pengontrolan kadar glukosa darah yang cepat dan dapat dipercaya untuk 4

hingga 8 minggu sebelumnya.

Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang, menggambarkan

kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari( Kee JL,

2003), karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka

pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan ( Darwis Y, 2005,

Soegondo S, 2004). Hasil pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan

pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka

panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini

bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik ( Soewondo P,

2004).

Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali

dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti

nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan

Page 8: LDL Dan HDL Iqbal

menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2004). Pemeriksaan HbA1c

dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM Pemeriksaan pertama

untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan

selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee

JL, 2003).

Metoda Pemeriksaan HbA1c

Sampel: darah vena dengan antikoagulan (EDTA, heparin, oksalat) Pengambilan

sampel untuk pemeriksaan HbA1c pada penderita DM biasa dilakukan

bersamaan dengan pengambilan sampel pemeriksaan glukosa. Metoda

pemeriksaan yang dipakai ;

1. Metode Ion-exchange chromatography: harus dikontrol perubahan suhu

reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang

mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil

negatif palsu.

2. Metode HPLC (high performance liquid chromatography): prinsip sama

dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki

akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan

menjadi metode referensi.

3. Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi

presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu,

tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh

pada metode ini.

4. Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur

HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang

baik.

5. Metode Affinity chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk

labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak

dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit

mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan

glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih

tinggi dari metode HPLC.

Page 9: LDL Dan HDL Iqbal

6. Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam),

lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun

glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan

pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.

Ada beberapa kondisi dimana pemeriksaan kadar HbA1c akan sangat terganggu

dan tidak akurat, misalnya :

a. Specimen ikterik (kadar bilirubin>5.0mg/dl),

Warna kekuningan pada serum akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh

yang menandakan terjadinya gangguan fungsi dari hepar( Widmann, 2004)

b. Specimen hemolisis

Pada destruksi Eritrosit , membran sel pecah sehingga Hb keluar dari sel,

hemolisis menunjukkan destruksi eritrosit yang terlalu cepat , baik kelainan

intrinsik maupun proses ektrinsik terhadap eritrosit dan serum berwarna

merah atau kemerahan( Widmann, 2004)

c. Penurunan sel darah merah (Anemia, talasemia, kehilangan darah jangka

panjang) akan menurunkan kadar HbA1c palsu Anemia didefenisikan

sebagai berkurangnya kadar Hb darah, penurunan kadar Hb biasanya

disertai penurunan Eritrosit dan Hematokrit ( Kee JL, 2003)

Pengukuran HbA1C dapat digunakan untuk:

1. Mengetahui kepatuhan penggunaan obat dari pasien DM

2. Mengetahui sudah berapa lama keadaan hiperglikemia dari seseorang yang

baru didiagnosa DM

3. Memonitor keberhasilan dari terapi yang sedang berjalan

Tabel Kadar glikat hemoglobin pada diabetes

Normal/ kontrol glukosa Glikat hemoglobin (%)

Nilai normal

Kontrol glukosa baik

Kontrol glukosa sedang

Kontrol glukosa buruk

3,5 – 5,5

3,5 – 6,0

7,0 – 8,0

Lebih dari 8,0

Page 10: LDL Dan HDL Iqbal

Tabel konversi HbA1c menjadi kadar glukosa dalam darah

HbA1C (%) Rata-rata Gula Darah (mg/dl)

6 135

7 170

8 205

9 240

10 275

11 310

12 345

Alasan mengapa tes HbA1c ini dilakukan adalah karena pengukuran kadar

glukosa darah hanya memberikan informasi mengenai homeostasis glukosa yang

sesaat dan tidak dapat digunakan untuk mengevaluasi pengendalian glukosa

jangka panjang (mis. beberapa minggu sebelumnya). Untuk keperluan ini

dilakukan pengukuran hemoglobin terglikosilasi dalam eritrosit yang dapat

menggambarkan kadar gluokosa darah 4-8 minggu sebelum pemeriksaan

glukosa darah.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium :

• Anemia dapat menyebabkan hasil uji yang rendah

• Hemolisis spesimen dapat menyebabkan hasil uji yang tidak akurat

• Terapi heparin dapat menyebabkan temuan palsu hasil pengujian.

• Setelah transfuse darah hasil pembacaan HbA1C mungkin berubah.

• Kenaikan kadar HbF pada talasemia dapat menyulitkan interpretasi. HbF

dapat menaikkan pembacaan tes HbA1C.

6. Badan Keton

Benda keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam

β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak

yang berlebihan. Benda keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat

digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh: gangguan

Page 11: LDL Dan HDL Iqbal

metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol),

kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak –

rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal),

atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam

lemak untuk dibakar.

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga

dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan

menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat

hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl.

Keton memiliki struktur yang kecil sehingga dapat diekskresikan ke dalam

urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atau serum,

kemudian baru terlihat pada urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat

ketosis.Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam

asetoasetat.

Indikasi untuk pengujian keton

Indikasi umum:

skrining untuk ketonuria sering dilakukan untuk pasien rawat inap, pasien

presurgical, wanita hamil, anak-anak, dan orang dengan diabetesglikosuria.

Indikasi khusus:

a. pengujian untuk keton diindikasikan untuk setiap pasien menunjukkan

peningkatan urin dan darah gula

b. ketika pengobatan sedang beralih dari insulin untuk agen hipoglikemik oral ,

pengembangan ketonuria dalam waktu 24 jam setelah penarikan insulin

menunjukkan resppne miskin untuk agen hipoglikemik oral.

c. urin pasien diabetes yang diobati dengan obat hipoglikemik oral harus diuji

secara teratur untuk glukosa dan keton karena agen hipoglikemik oral seperti

insulin, tidak mengontrol diabetes ketika terjadi komplikasi akut seperti

infeksi berkembang.

d. pengujian keton dilakukan untuk membedakan antara koma diabetik dan syok

insulin

Page 12: LDL Dan HDL Iqbal

Prosedur pengujian keton

Kumpulkan spesimen urine secara acak (urin random atau urin sewaktu).

Urin harus segar dan ditampung dalam wadah tertutup rapat. Pengujian harus

segera dilakukan karena penundaan pengujian lebih lama dapat menyebabkan

temuan negatif palsu.Hal ini dikarenakan keton mudah menguap. Uji ketonuria

dapat dilakukan dengan menggunakan tablet Acetest, atau strip reagen

(dipstick) Ketostix atau strip reagen multitest (mis. Combur, Multistix, Arkray,

dsb).

Uji ketonuria dengan tablet Acetest digunakan untuk mendeteksi dua keton

utama, yaitu aseton dan asam asetoasetat. Letakkan tablet Acetest di atas kertas

saring atau tissue, lalu teteskan urin segar di atas tablet tersebut. Tunggu selama

30 detik.Amati perubahan warna yang terjadi pada tablet tersebut. Jika berubah

warna menjadi berwarna lembayung terang – gelap, maka uji keton dinyatakan

positif.

Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih

sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Celupkan strip reagen ke

dalam urin. Tunggu selam 15 detik, lalu amati perubahan warna yang terjadi.

Bandingkan dengan bagan warna.Pembacaan dipstick dengan instrument

otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara

visual.

Nilai Rujukan

Dewasa dan anak : uji keton negatif (kurang dari15 mg/dl) 

Masalah Klinis

Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan

atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan

akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa levodopa,

insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk

berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).

Page 13: LDL Dan HDL Iqbal

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium

Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif

palsu.

Obat tertentu

Suhu penyimpanan sampel urin dalam suhu ruangan

Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat

Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita

dewasa.

Page 14: LDL Dan HDL Iqbal

1. HDL (High Density Lipoprotein)

HDL merupakan lipoprotein protektif yang berperan menurunkan resiko

penyakit jantung koroner. Efek protektifnya diduga karena mekanisme HDL

mengangkut kelebihan kolesterol di jaringan perifer yang dibawa menuju hati

untuk dimetabolisme. Studi epidemiologi membuktikan bahwa peningkatan

HDL berbanding terbalik dengan penurunan resiko timbulnya penyakit jantung

koroner.

Berdasarkan guideline dari NCEP (National Cholesterol Educational

Program), Kadar HDL kolesterol <40 mg/dl merupakan faktor resiko terjadinya

penyakit jantung koroner. Sementara itu, kadar HDL kolesterol ≥60 mg/dl

menunjukkan tidak memiliki faktor resiko, dan kondisi ini merupakan kondisi

ideal. Kadar HDL akan menurun pada penderita kegemukan, perokok, pasien

diabetes yang tidak terkontrol dan pada pemakai kombinasi estrogen-progestin.

Memperbanyak olahraga dan menghentikan kebiasaan merokok adalah dua hal

yang direkomendasikan bagi pasien dengan kadar HDL rendah.

Pengukuran HDL kolesterol dapat dilakukan melalui pemisahan HDL dari

sampel dengan metode sentrifugasi. Untuk pengukuran ini dapat digunakan

sempel serum maupun plasma-EDTA. Jika menggunakan sampel plasma-EDTA

maka jumlah sampel plasma-EDTA perlu dikalikan 1.03 agar nilainya ekuivalen

dengan jumlah serum. Secara singkat, metode sentrifugasi untuk memisahkan

HDL dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:

1. Ultrasentrifugasi 1,006 g/ml untuk menghilangkan lipoprotein kaya

trigliserida (VLDL)

2. Presipitasi lipoprotein yang mengandung apo B (IDL, LDL, dan Lp (a))

dari ultracentrifugal infranatant dengan heparin dan MnCl2.

3. Mengukur jumlah kolesterol dalam supernatan menggunakan metode

Abell-Kendall

Konsentrasi HDL kolesterol dalam darah sangat dipengaruhi oleh faktor gaya

hidup seperti diet, konsumsi alkohol, perubahan berat badan, aktifitas fisik dan

merokok. Hormon dan pemakaian obat-obatan juga mempengaruhi konsentrasi

HDL kolesterol.

Page 15: LDL Dan HDL Iqbal

2. LDL (Low Density Lipoprotein)

LDL merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada manusia

(70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan kolesterol

50%. LDL berperan dalam pengangkutan kolesterol pada jalur endogen, yaitu

jalur pembentukan kolesterol dari dalam tubuh. Trigliserida dan kolesterol yang

disintesis oleh hati diangkut secara endogen dalam bentuk VLDL (very low

density lipoprotein) kaya trigliserida dan mengalami hidrolisis dalam sirkulasi

darah oleh lipoprotein lipase menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil yaitu

IDL (intermediate density lipoprotein) kemudian menjadi LDL (low density

lipoprotein).

Beberapa LDL yang berada di sirkulasi darah akan masuk ke dalam celah

subendotel arteri kemudian teroksidasi dan ditangkap makrofag lalu menjadi sel

busa (foam). Mekanisme pembentukan sel busa inilah yang menyebabkan

terjadinya atherosklerosis. Oleh karena itu, peningkatan LDL dan total kolesterol

berperan dalam peningkatan resiko terjadinya penyakit arteri koroner. Penderita

hiperlipidemia perlu mengontrol kondisi kolesterol, trigliserida, LDL, dan HDL

untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi berupa penyakit jantung koroner

dan komplikasi lainnya dengan terapi farmakologi maupun non farmakologi.

Berikut ini adalah tabel klasifikasi data laboratorium yang digunakan dalam

pemeriksaan hiperlipidemia:

Kadar (mg/dl) Keterangan

Kolesterol total <200 Kondisi yang diinginkan

200-239 Batas atas

≥240 Tinggi

LDL <100 Optimal

100-129 Mendekati optimal

130-159 Batas atas

160-189 Tinggi

≥190 Sangat tinggi

Page 16: LDL Dan HDL Iqbal

HDL <40 Rendah

≥60 Tinggi

Trigliserida <150 Normal

150-159 Batas atas

200-499 Tinggi

≥500 Sangat tinggi

Pada penderita yang memiliki resiko tinggi terkena penyakit jantung koroner

direkomendasikan untuk melakukan perubahan gaya hidup dan mendapatkan

terapi obat untuk menurunkan kadar LDL hingga <100mg/dl. Kadar LDL dapat

diperkirakan dari pengukuran trigliserida, kolesterol total, dan kolesterol HDL

dengan pendekatan Friedewald sebagai berikut:

LDL = kolesterol total – HDL – (trigliserida:5)

Metode di atas dapat digunakan jika kadar trigliserida <400 mg/dl. Untuk

pasien dengan kadar trigliserida >400 mg/dl, perhitungan kadar LDL dengan

metode di atas tidak menghasilkan nilai yang akurat. Diperlukan metode

ultrasentrifugasi kompleks. Penderita yang mengalami peningkatan trigliserida

secara signifikan memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

KOLESTEROL DAN TRIGLISERIDA

Kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid merupakan komponen lipid mayor

dalam tubuh yang ditransportasikan sebagai kompleks lipid dan protein atau

lipoprotein.Permukaan plasma lipoprotein mengandung fosfolipid dalam jumlah

yang besar dan bebas kolesteroldan protein sedangkan intinya terdiri dari trigliserida

dan kolesterol ester. Lipoprotein terdiri dari 3 komponen mayor yaitu Low density

lipoprotein (LDL), high density lipoprotein (HDL), dan very low density lipoprotein

(VLDL).VLDL dibawa dalam sirkulasi berupa trigliserida dan dapat diperkirakan

jumlahnya dengan membagi konsentrasi trigliserida/5.abnormalitas plasma

Page 17: LDL Dan HDL Iqbal

lipoprotein dapat menyebabkan prediposisi koronari, cerebrovaskuler, dan

peripheralvascular arterial disease yang merupakan salah satu factor resiko CHD

(Dipiro et al., 2008).

1. Total Kolesterol

Kolesterol berperan sebagai precursor asam empedu dan hormone steroid.

Kolesterol disintesis dalam sel melalui sintesis intraselluler atau uptake dari sirkulasi

sitemic. Dalam tiap sel kolesterol disintesis melalaui berbagai proses biokimia

dimana sebagian besar dikatalisis oleh enzim. Tahapan pertama dan yang paling

penting dalam sintesis kolesterol adalah konversi hidroksimetilglutaril-koenzim A

(HMG-CoA) menjadi asam mevalonat yang dikatalisis oleh enzim HMG-CoA

reduktase Kolesterol intraselluler disimpan dalam bentuk tersetrifikasi. Kolesterol

bebas diubah dalam bentuk ester oleh enzim acetil CoA asetil transferase (ACAT).

Sehingga, inhibisi enzim ACAT dapat mereduksi absorpsi kolesterol, sekresi

kolesterol oleh hati, dan uptake kolesterol oleh inflammatory cell pada dinding arteri

(Koda-Kimble et al.,2009 )..

Jumlah total kolesterol dalam darah digunakan sebagai salah satu indicator

dalam identifikasi hiperlipidemia. Hiperkolesterolemia dapat menyebabkan deposit

plak pada arteri koroner, yang berkontribusi pada terjadinya infark miokard (MI)

(Kee, 2005). Kadar kolesterol yang tinggi dapat disebabkan oleh adanya factor

genetic (hereditas), obstruksi empedu, dan atau dietary intake atau konsumsi obat-

obatan seperti Aspirin, Kortikosteroid, steroid, kontrasepsi oral, epinephrine, nor

epinephrine, Phenothiazin, trifluoperazin, Vitamin A dan D, sulfonamide dan

Phenitoin (Kee, 2005). Adapun klasifikasi total kolesterol menurut NCEP ATP III

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 18: LDL Dan HDL Iqbal

Kolesterol diukur secara enzimatis dalam serum atau plasma berdasarkan reaksi

hidrolisis kolesteril ester dan oksidasi gugus 3-OH pada kolesterol. Dari reaksi

tersebut dihasilkan peroksida H2O2, selanjutnya H2O2 diukur secara kuantitatif

melalui reaksi katalisis proksidase yang dapat menghasilkan warna, absorbansi

diukur pada panjang gelombang 500 nm. Intensitas warna yang dihasilkan

berbanding secara proporsional terhadap kolesterol. Adapun reaksinya adalah

sebagai berikut :

Kolesteril ester + H2O KOlesterol + asam lemak

Kolesterol +O2 Kolest-4-en-3-on + H2O2

2H2O2 + 4-Aminophenazon + fenol 4-(p-benzokuinon-

monoimino)-fenazon + 4H2O

Elevasi kadar kolesterol dapat meningkatkan risiko terhadap coronary heart

disease (CHD). Pengukuran kolesterol dilakukan untuk membantu assessment status

risiko pasien dan progress terapi pasien dalam penurunan kadar kolesterol.

Prosedur pengukuran kadar total kolesterol adlah sebagai berikut (Kee,

2005) :

a. Pasien harus NPO (Non per os / nothing by mouth) atau berpuasa terhadap

makanan, cairan kecuali air dan obat-obatan selama 12 jam.

b. Ambil 3-5 ml darah vena dalam red-top tube, hinadri hemolisis.

KOlesteril ester hidrolase

Kolesterol oksidase

Peroksidase

Dewasa

Total Kolesterol (mg/dl)

<200 Normal

200-239 Moderate Risk

≥240 High Risk

Infant 90-130 Normal

Anak-anak

130-170 Normal

171-184 Moderate Risk

>185 High Risk

Page 19: LDL Dan HDL Iqbal

Hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran :

a. Aspirin dan kortison, dapat menyebabkan peningkatan dan penurunan kadar

kolesterol dalam serum.

b. Diet tinggi kolesterol sebelum pengukuran dapat menyebabkan elevasi kadar

kolesterol serum.

c. Hipoksia akut dapat menyebabkan elevasi kadar kolesterol serum.

d. Hemolisis specimen darah dapat menyebabkan elevasi kadar kolesterol

serum.

2. Trigliserida

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa kadar

trigliserida berhubungan dengan terjadinya insiden CHD meskipun identifikasi

dengan kadar trigliserida bukan factor resiko indipenden terhadap CHD.

Metabolisme lipoprotein berhubungan secara integral sehingga elevasi kadar serum

trigliserida dapat dikacaukan dengan adanya korelasi yang signifikan dengan total

LDL dan HDL kolesterol. Factor resiko nonlipid seperti obesitas, hipertensi,

diabetes, dan perokok juga berinterelasi dengan trigliserida sebagai beberapa factor

resiko yang sering muncul (resistensi insulin, intoleransi glukosa, dan prothombotic

state) (Koda-kimble et al.,2009). Oleh karena itu, pasien yang mengalami elevasi

trigliserida juga meningkatkan factor resikonya terhadap CHD. Adapun klasifikan

kadar trigliserida serum menurut NCEP ATP III dapat dilihat pada Tabel 2.

Penyebab elevasi trigilserida adalah sebagai berikut :

a. Obesitas

b. Inaktivitas fisik

c. Perokok

d. Alkohol berlebihan

e. Diet tinggi karbohidrat (>60% total energy)

f. Penyakit lainnya (DM tipe II, gagal ginjal kronik, sidrom nefrotik)

g. Obat-obatn tertentu (Kosrtikosteroid, inhibitor protease untuk HIV, beta-

adrenergic blocking agent, estrogen)

h. Faktor genetika

Page 20: LDL Dan HDL Iqbal

UsiaTrigliserida normal

(mg/dl)CD risk

Trigliserida level

(mg/dl)

12-29 th 10-140 Normal risk <150

30-39 th 20-150 Borderline risk 150-199

40-49 th 30-160 High risk 200-499

>50 th 40-190 Very high risk >500

Trigliserida diukur secara enzimatik dalam serum atau plasma melalui

reaksi hidrolisis trigliserida membentuk gliserol. Kemudian gliserol dioksidasi

menggunakan gliserol oksidase, dan H2O2 yang dihasilkan diukur dengan metode

yang sama dengan pengukuran total kolesterol. Absorbansi diukur pada pajang

gelombang 500 nm. Adapun reaksinya adalah sebagai berikut :

Trigliserida + 3H2O Gliserol + asam lemak

Gliserol + ATP Gliserol-3-fosfat +ADP

Gliserol-3-fosfat + O2 dihidroksiaseton fosfat +H2O2

H2O2 + 4-aminofenazon + 4-klorofenol 4-(p-benzoqinon-

monoimino)-fenazon + 2H2O +HCl

Pengukuran trigliserida bertujuan untuk memonitor kadar trigliserida dan

sebagai perbandingan dengan hasil pengukuran VLDL untuk identifikasi

hiperlipidemia. Adapun prosedur pemeriksaan trigliserida adalah sebagai berikut

(Kee, 2005) :

a. Pasien harus NPO terhadap makanan, minuman kecuali air serta obta-

obatan, setelah pukul 6 malam sebelum pemeriksaan.

Lipase

Gliserol kinase

Gliserol fosfat oksidase

Peroksidase

Page 21: LDL Dan HDL Iqbal

b. Ambil 3-5 ml darah vena.

c. Diet tinggi karbohidrat dan alcohol dapat menyebabkan elevasi kadar

serum trigliserida.

d. Tidak diperbolehkan konsumsi alkohol selama 24 jam sebelum test

e. Catat berat badan pasien jika mengalami peningkatan atau penurunan

Daftar pustaka

American Diabetes Association. 2010. Standards of Medical Care in

Diabetes. Diabetes Care 33:S11-S61.

Ronal A, Sacher, Richard A McPherson. 2004.Tinjauan Klinis Hasil

Pemeriksaan Laboratorium Ed 11. Jakarta : EGC

The National Academy of Clinical Biochemistry.2011. Guidelines and

Recommendations for Laboratory Analysis in the Diagnosis and Management

of Diabetes Mellitus.

http://labkesehatan.blogspot.com/2010/03/badan-keton-urin.html

patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Price &Wilson , volume 2, edisi

6, Penerbit buku kedokteran EGC , Jakarta

Soewondo, 2004. Pemantauan Pengendalian DM. FKUI Jakarta

Kee JL, 2003. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik.Jakarta EGC

Darwis Y,W, dkk, 2005. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium untuk penyakit DM.

Direktorat Laboratorium Kesehatan Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen

Kesehatan RI.

Men Kes RI., 2011. Pedoman Pemeriksaan Kimia Klinik. Kementrian Kes RI

Direktorat Jendral Bina Upaya Kes.DirektoratBina Pelayanan Penunjang Medik dan

Sarana kesehatan

Page 22: LDL Dan HDL Iqbal

Widmann, MD F, 2004. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Buku Kedokteran EGC

Kee, Joyce leFever. 2005. Laboratory and Diagnostic Test with Nursing

Implication 7th Edition. New Jersey : Pearson Prentice Hall.

1. Baca tetnang c peptide dapat membedakan dm tipe 1 atau tipe 2

2. Cari tentang apolipoprotein

3. Apo a 1 spesifik hdl

4. Apo b spesifik ldl

5. Sementara apo yg lain tidak spesifik