lbm 4 tht-kl

40
1. Anatomi dan fisologi menelan Anatomi Nasofaring Nasofaring merupakan bagian dari faring yang terletak paling kranial, tepatnya di belakang cavum nasi. Ke anterior berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Pada dinding lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakhius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat fossa

Upload: masludi-s-sopriyadi

Post on 02-Aug-2015

309 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: LBM 4 THT-KL

1. Anatomi dan fisologi menelan

Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan bagian dari faring

yang terletak paling kranial, tepatnya di belakang cavum nasi. Ke anterior

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi,

sehingga sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Pada dinding

lateral nasofaring terdapat orifisium tuba eustakhius dimana orifisium ini dibatasi

superior dan posterior oleh torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan

menyebabkan sumbatan orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran.

Ke arah postero-superior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang

merupakan lokasi tersering karsinoma nasofaring

Aliran limfe nasofaring

Page 2: LBM 4 THT-KL

Ruang nasofaring diisi oleh sebagian besar jaringan limfoid yang merupakan

Waldeyer’s ring yaitu adenoid, jaringan limfoid di dalam fossa Rosenmuller, sekitar

orifisium tuba eustakius, dan masa jaringan limfoid yang lebih kecil yang tersebar di

seluruh mukosa. Jaringan limfoid ini mengalirkan getah bening ke kelenjar di

parafaring, yaitu kelenjar Runviere, atau langsung ke kelenjar leher yang terletak

dalam

2. Apakah ada hubungan antara pekerjaan dan berbagai keluhan yang dialami pasien?

3. Mengapa pada px ditemukan benjolan di leher kanan sebesar telur puyuh?

Neoplasma jaringan lunak adalah neoplasma pada jaringan lemak, fibrous, otot, dan

lainnya. Semua neoplasma jaringan lunak memiliki konsistensi lunak atau kenyal.

Pada kasus, konsistensi keras, sehingga kemungkinan terkuat adalah limfadenopati.

Untuk menentukan secara pastinya, perlu pemeriksaan fisik.

Limfadenopati bisa karena limfadenitis, neoplasma primer atau neoplasma sekunder.

Secara umum, limfadenitis memberikan gambaran klinis berupa demam, nyeri tekan

Page 3: LBM 4 THT-KL

dan tanda radang. Oleh karena tidak ditemukan gejala tersebut pada penderita,

limfadenitis dapat disingkirkan.

Neoplasma jaringan limfoid primer adalah neoplasma yang berasal dari jaringan

limfoid itu sendiri, sedang neoplasma sekunder berasal dari neoplasma jaringan lain

sebagai bentuk metastasis.

Pada kasus, dengan gejala epistaksis, telinga terasa penuh, hidung tersumbat,

pandangan mulai kabur, kepala pusing, secara anatomis mengarah pada karsinoma

nasofaring. Seperti sudah dijelaskan pada tinjauan pustaka bahwa karsinoma

nasofaring dibagi menjadi 4 kategori.

Oleh karena tumor pada nasofaring relatif bersifat anaplastik dan banyak terdapat

kelenjar limfe, maka karsinoma nasofaring dapat menyebar ke kelenjar limfe leher

(neoplasma sekunder). Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di

kelenjar limfe leher dan tertahan disana karena memang kelenjar ini merupakan

pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung ke bagian tubuh yang lebih

jauh.

4. Mengapa benjolannya kenyal, mudah digerakkan dan warnanya sama dengan kulit

sekitar?

Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar

menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini

dirasakan tanpa nyeri oleh karenanya sering diabaikan oleh penderita. Selanjutnya

sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di

bawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan seperti terjadi pada

Page 4: LBM 4 THT-KL

pasien pada kasus di atas. Keadaan ini merupakan gejala lebih lanjut lagi. pembesaran

kelenjar getah bening tanpa rasa nyeri

5. Mengapa ada keluhan sakit kepala, diplopia, telinga terasa penuh, hidung buntu dan

epistaksis? Ada hubungan dengan benjolan di leher tidak?

Pada kasus, dengan gejala epistaksis, telinga terasa penuh, hidung tersumbat,

pandangan mulai kabur, kepala pusing, secara anatomis mengarah pada karsinoma

nasofaring. bahwa karsinoma nasofaring dibagi menjadi 4 kategori.

a. Gejala yang disebabkan oleh tumor primer seperti sumbatan hidung, epistaksis,

gangguan pendengaran, tinitus akibat sumbatan tuba eustakius.

b. Gejala neurologik akibat perluasan ke intrakaranium, sehingga menimbulkan

kompresi pada saraf otak II, III, IV, V, dan VI yang termasuk sindrom

petrosfenoidal.

c. Gajala neurologik yang termasuk sindrom parafaring akibat perluasan ke ruang

parafaring sehingga menekan saraf otak IX, X, XI, dan XII

d. Pembengkakan kelenjar getah bening leher (limfadenopati) dan atau metastasis ke

hati, paru-paru, tulang, ginjal, dan limpa

6. Pemeriksaan apa lagi yang dibutuhkan?Bagaimana caranya?

7. Mengapa dilakukan nasopharingoskop dan biopsi?

Page 5: LBM 4 THT-KL

8. Mengapa ada benjolan di fossa rosenmuleri?

9. DD?

Ca nasopharing

Neoplasma jar lunak/Stroma

Limfadenopati

Ca laring

Angiofibroma

Abses subamandibula

Ca nasopharing

Definisi

Karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epithelialyang

cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis.

Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas,

belakangdan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring

Page 6: LBM 4 THT-KL

Karsinoma Nasofaring merupakan tumor ganas yang timbul pada

epithelial pelapis ruangan dibelakang hidung (nasofaring)

Histopatologi

WHO (1991) dibagi 2 tipe:

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).

Etiologi

yaitu disebabkan :

a. Kemungkinan besar Epstein Barr virus (EBV), suatu DNA herpes tipe virus.

b. Faktor genetik menentukan kerentanan terhadap karsinoma nasofaring

Manifestasi klinis

1. Gejala Dini.

a. Gejala telinga

- Rasa penuh pada telinga

- Tinitus

- Gangguan pendengaran

Page 7: LBM 4 THT-KL

b. Gejala hidung

- Epistaksis

- Hidung tersumbat

c. Gejala mata dan saraf

- Diplopia

- Gerakan bola mata terbatas9,12

2. Gejala lanjut

- servikal

- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar

- Gejala akibat metastase jauh.2,3,10

Secara garis besar gejala karsinoma nasofaring digolongkan menjadi 4 kategori :

a) Gejala yang disebabkan oleh tumor primer seperti sumbatan hidung, epistaksis,

gangguan pendengaran, tinitus akibat sumbatan tuba eustakius.

b) Gejala neurologik akibat perluasan ke intrakaranium, sehingga menimbulkan

kompresi pada saraf otak II, III, IV, V, dan VI yang termasuk sindrom

petrosfenoidal.

c) Gajala neurologik yang termasuk sindrom parafaring akibat perluasan ke ruang

parafaring sehingga menekan saraf otak IX, X, XI, dan XII

Page 8: LBM 4 THT-KL

d) Pembengkakan kelenjar getah bening leher (limfadenopati) dan atau metastasis ke

hati, paru-paru, tulang, ginjal, dan limpa

Stadium

T0        Tak ada kanker di lokasi primer

T1        Tumor terletak/terbatas di daerah nasofaring

T2        Tumor meluas ke jaringan lunak oraofaring dan atau ke kavum nasi.

T2a      Tanpa perluasan ke ruang parafaring

T2b      Dengan perluasan ke parafaring

T3        Tumor menyeberang struktur tulang dan/atau sinus paranasal

T4        Tumor meluas ke intrakranial, dan/atau melibatkan syaraf kranial, hipofaring,

fossa infratemporal atau orbita.

 

 

 

Limfonodi regional (N) :

N0       Tidak ada metastasis  ke limfonodi regional

N1       Metastasis unilateral dengan nodus < 6 cm diatas fossa supraklavikula

N2       Metastasis bilateral dengan nodus < 6 cm, diatas fossa supraklavikula

N3       Metastasis nodus :       N3a     > 6 cm

                                                N3b     meluas sampai ke fossa supraklavikula

Metastasis jauh (M) :

M0       Tak ada metastasis jauh

M1       Metastasis jauh

Page 9: LBM 4 THT-KL

Pembagian stadium berdasarkan klasifikasi TNMnya disusun sebagai berikut seperti pada

tabel 2 berikut ini :    

Tabel 2  Stadium KNF

  T1 T2a T2b T3 T4

N0 I IIA IIB III IVA

N1 IIB IIB IIB III IVA

N2 III III III III IVA

N3 IVB IVB IVB IVB IVB

M1 IVB IVB IVB IVB IVB

Patofisiologi

Page 10: LBM 4 THT-KL

Diagnosis

Gold standarnya adalah biopsi (kapan di biopsi?Segera setelah terdeteksi benjolan)

Apa lagi? Anamnesis, pf, pp

Terapi

Penatalaksanaan

1. Radioterapi

2. Kemoterapi

3. Operasi

diseksi leher radikal (jika masih ada sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya

kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah dinyatakan bersih yang

dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi) dan nasofaringektomi (paliatif

pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu)

Page 11: LBM 4 THT-KL

4. Imunoterapi

Prognosis

AKH kecil, hanya 10 tahun setelah kemoradiasi

ANGIOFIBROMA NASOFARING

tumor jinak nasofaring, secara histologis jinak, secara klinis bersifat ganas, karena

mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya. Kaya

pembuluh darah

- terjadi hanya pada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja. (7-21 tahun)

Etiologi

Belum jelas. berbagai macam teori banyak diajukan.

- teori jaringan asal, tempat perlekatan spesifik angiofibroma di dinding posterolateral

atap rongga hidung.

- Faktor ketidakseimbangan hormonal (pertumbuhan yang abnormal dari kondrokartilago

embrional, dimana hormon testosteron berperan dalam terbentuknya hamartomatous

nidus dari jaringan konka inferior yang seharusnya tidak terdapat di nasofaring)

- trauma, inflamasi, infeksi, alergi, dan herediter.

Page 12: LBM 4 THT-KL

Histopatologi

memiliki lobulus-lobulus, firm, tidak berkapsul, biasanya berwarna merah muda-keabuan

atau ungu-kemerahan. mikroskopis, memiliki pembuluh darah yang berdinding tipis

dengan diameter beragam bergantung dari stroma jaringan ikat yang matang. jaringan

ikat sembab dengan diantaranya didapatkan pembuluh-pembuluh darah lebar, yang

sangat bervariasi dalam besar, bentuk, serta distribusinya. Pada beberapa tempat tampak

adanya pembuluh-pembuluh darah kapiler yang saling berhubungan.

Gejala Klinis

epistaksis yang hebat, pembengkakan wajah, proptosis, dan gejala okular (diplopia

dengan atau tanpa gangguan lapangan pandang)

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : Bentuk muka (“frog face”), mata menonjol.

Rinoskopi anterior, didapatkan tumor di bagian belakang rongga hidung.

Fenomena palatum negative.

Rinoskopi posterior, didapatkan tumor di nasofaring merah kebiruan.

Pemeriksaan Tambahan

Ct scan, angiografi, MRI, untuk mengetahui perluasan tumor.

Biopsi tidak dianjurkan mengingat bahaya perdarahan.

Page 13: LBM 4 THT-KL

Tumor akan tumbuh ekspansif

o Ke lateral : Menutup ostium tuba Eustchius, terjadi oklusi tuba, otitis media.

o Ke anterior : Masuk ke rongga hidung menimbulkan buntu hidung unilateral /

bilateral. Menimbulkan “frog face”. Masuk ke orbita, menyebabkan protrusion bulbi.

o Ke bawah : Mendesak palatum mole, menyebabkan bombans. Masuk ke orofaring,

hipofaring, menyebabkan gangguan menelan dan sesak nafas..

o Ke atas : Mendesak dasar tengkorak, masuk ke rongga tengkorak.

Penatalaksanaan

Terapi Bedah

1. Rhinotomi lateral, transpalatal, transmaksilla, atau melalui spenoethmoidal

digunakan untuk tumor-tumor kecil (Fisch stadium I atau II).

2. Melalui infratemporal fossa digunakan untuk tumor yang sudah melebar ke lateral.

3. Melalui Midfacial degloving, dengan atau tanpa osteotomi LeFort, improves

posterior access to the tumor (gambar 2).

Terapi Hormon: Penghambat reseptor testosteron flutamide

Radioterapi

TUMOR SINONASAL

- keganasan paling banyak terjadi pada sinus maksilaris, diikuti etmoidalis, sfenoidalis,

dan sinus frontalis

Page 14: LBM 4 THT-KL

- tumor ganas sinonasal yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%), disusul

oleh karsinoma yang berdeferensiasi, dan tumor kelenjar.

- 10,1% dari seluruh tumor ganas THT. Rasio penderita laki-laki banding wanita sebesar

2:15.

Etiologi

belum diketahui, diduga beberapa zat hasil industri antara lain nikel, debu kayu, kulit,

formaldehid, kromium, minyak isopropil, dan lain-lain.

Faktor Risiko

tukang kayu, tukang sepatu dan boot, serta pembuat furnitur.

Klasifikasi

1. Tumor Jinak

tersering papiloma skuamosa. Makroskopis mirip dengan polip, tetapi lebih vaskuler,

padat dan tidak mengkilap. Ada 2 jenis papiloma, pertama eksofitik atau fungiform dan

yang kedua endofitik disebut papiloma inverted. (dibahas di bawah)

2. Tumor Ganas

Page 15: LBM 4 THT-KL

Tumor ganas yang tersering adalah karsinoma sel skuamosa (70%). Sinus maksila

tersering terkena (65-80%), sinus etmoid (15-25%), hidung sendiri (24%),

3. Invasi Sekunder

antara lain pituitary adenomas, chordomas, karsinoma nasofaring, meningioma, tumor

odontogenik, neoplasma skeleton kraniofasial jinak dan ganas, tumor orbita

Gejala Klinis

1. Gejala nasal

obstruksi hidung unilateral dan rinorea. Sekret sering bercampur darah atau terjadi

epistaksis. Tumor yang besar mendesak tulang hidung deformitas hidung. Khas

pada tumor ganas ingusnya berbau karena mengandung jaringan nekrotik.

2. Gejala orbital

diplopia, protosis, oftalmoplegia, gangguan visus dan epifora.

3. Gejala oral

ulkus di palatum /prosesus alveolaris. (mengeluh gigi palsunya tidak pas lagi atau gigi

geligi goyah.

4. Gejala fasial

penonjolan pipi, nyeri, anesthesia atau parestesia muka jika mengenai nervus trigeminus.

5. Gejala intrakranial

Page 16: LBM 4 THT-KL

sakit kepala hebat, oftalmoplegia dan gangguan visus. Dapat disertai likuorea,

Terapi

pembedahan radikal diikuti dengan radioterapi postoperatif.

INVERTED PAPILOMA

tumor jinak, tetapi terdapat hiperplasi epitel yang tumbuh dan masuk ke dalam

jaringan stroma di bawahnya untuk kemudian membentuk kripte, dengan membrana

basalis yang tetap utuh.

mampu merusak jaringan sekitar, cenderung kambuh lagi dan dapat menjadi ganas .

Etiologi

belum jelas, terdapat bermacam-macam teori, antara lain: infeksi kronis, virus, polip

HPV 6, 11,16, and 18.

Faktor Resiko

laki-laki: wanita = 3:1. Riwayat sinusitis sebelumnya

Histologi

Page 17: LBM 4 THT-KL

mirip dengan polip. variasi warna dari merah sampai merah muda pucat. Lebih vaskular

dibandingkan polip.

Gejala Klinis

mirip dengan gejala tumor jinak hidung dan sinus paranasal,

masa tumor mirip dengan polip hidung, tetapi biasanya unilateral.

obstruksi nasal disertai gejala seperti epistaksis, nyeri di hidung, rhinorrhea, proptosis,

dan epifora. Di literature lain disebutkan nyeri pada wajah, diplopia, suara bindeng, facial

pruritus, dan anosmia.

Penatalaksanaan

Tindakan bedah (rhinotomy lateral dengan maxilektomi medial, lateral osteotomy dari

tulang nasal serta midfacial degloving)

Radioterapi (adjuvan)

AMANDAL

TONSILITIS AKUT

Keradangan akut pada tonsil

Page 18: LBM 4 THT-KL

Biasanya pada anak-anak >> 5 th s.d 10 th

Etiologi

- Streptokokus B hemolitikus group A

- Streptokokus non hemolitikus

- Virus

Anamnesis

- Nyeri menelan hebat anak tidak mau makan

- Tenggorokan terasa kering

- Otalgia nyeri alih

- Panas tinggi kejang

- Nyeri kepala & malaise

Pemeriksaan

- “Plummy voice” suara terdengar spt berisi makanan

- Ptialismus

- Tonsil merah udem dg detritus

- Palatum mole

- Arkus anterior udem & hiperemi

Page 19: LBM 4 THT-KL

- Arkus posterior

- Pembesaran kelenjar regional yugolodigastrikus & nyeri tekan

Komplikasi

Lokal

- Abses / infiltrat peritonsiler

- Abses parafaring

- Adenitis servikal supuratifa

- Otitis media akut

Sistemik :

- Ginjal : GNA, nefritis

- Persendian : artritis

- Jantung : endokarditis

- Vaskuler : plebitis

Terapi

- Simptomatis

- Istirahat

- Makanan lunak

- Obat kumur

Page 20: LBM 4 THT-KL

- Analgetika / antipiretik

- Antibiotika : pada penderita dg daya tahan menurun golongan penisilin (5-10 hari)

TONSILITIS KRONIS

Etiologi

Seperti tonsilitis akut

Anamnesis

- Ringan tanpa keluhan sakit tenggorok

- Hebat eksaserbasi akut

- Rasa ada benda asing

- bau mulut

Pemeriksaan

Gambaran klinis bervariasi tergentung bentuk infeksi

- Tonsil hipertropi: tonsil membesar, jaringan parut (+), kripte melebar & eksudat

purulen diantara kripte

- Tonsil atropi : tonsil kecil membentuk lekukan dg tepi hiperemis

- Sekret purulen tipis

- Didapatkan pembesaran kelenjar submandibula tanpa nyeri tekan

- Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dg infeksi kronis / berulang

Page 21: LBM 4 THT-KL

Komplikasi

seperti tonsilitis akut

Terapi

tonsilektomi

Indikasi Mutlak

1. Corpulmonal karena obstruksi jalan nafas menahun

2. Hipertropi tonsil (adenoid) dg sindroma sleep apneu

3. Hipertropi gangguan makan dg penurunan berat badan yg cepat

4. Biopsi karena curiga keganasan

5. Post abses peritonsiler yg berulang atau abses yg meluas ke jaringan sekitar

Indikasi Relatif

1. Serangan berulang (4-5x /th) walau pemberian terapi sudah adekuat

2. Tonsilitis dg karier a.l : difteri, strep B hemolitikus

3. Hiperplasia tonsil & obstruksi fungsional Hiperplasia & obstruksi yg menetap

setelah infeksi mononukleosis

4. Riwayat demam rematik jantung yg berhubungan dg tonsilitis yg berulang

5. Tonsilitis kronis menetap respon penatalaksanaan medis tidak berhasil

6. Hipertropi tonsil dan adenoid

7. Tonsilitis kronis yg berhubungan dg adenopatia servikal persisten

Page 22: LBM 4 THT-KL

ADENOIDITIS AKUT

Keradangan akut pada adenoid pada bayi & anak

Etiologi

Streptokokus hemolitikus (50%), Virus

Gambaran Klinis

- Panas badan tinggi kejang

- Hidung buntu bayi menyusu tidak tenang

- Rhinoskopi anterior (kalau terlihat): adenoid udem & hiperemi kadang tertutup sekret

- Biasanya bersama-sama tonsilitis akut

Terapi

- Simptomatis: analgetika / antipiretika

- antibiotika

Komplikasi

- OMA

- Infeksi saluran nafas bawah

Page 23: LBM 4 THT-KL

ADENOIDITIS KRONIK ADENOID HIPERTROPI

Keradangan berulang / iritasi pada adenoid akibat a/l : rinitis kronis, sinusitis kronis

post nasal drip

Gejala

- Obstruksi nasi shg berakibat : Rinolalia oklusa

- adenoid face

- Nafsu makan menurun

- Sering pilek

- Sering sakit kepala

- Pendengaran berkurang

- Batuk yg sukar sembuh

- Aproseksia nasalis (sukar konsentrasi)

- Rinoskopi anterior : palatum mole penomen (-) / terbatas

Terapi

Adenoidektomi

Indikasi Adenoidektomi

- Obstruksi jalan nafas kronis Nasofaring purulen kronis walaupun dg terapi adekuat

Page 24: LBM 4 THT-KL

- Otitis media serosa

- Otitis media supuratifa akut yg rekuren penatalaksanaan medis (-)

- Otitis media supuratifa kronik

- Curiga keganasan nasofaring

FARINGITIS

SPESIFIK

FARINGITIS

LUETIKA

ATROFI

KRONIS

NON SPESIFIK

AKUT

HIPERPLASTIK

Page 25: LBM 4 THT-KL

FARINGITIS AKUT, KRONIS HIPERPLASTIK DAN ATROFI

AKUT HIPERPLASTIK ATROFI

Penyebab Streptococcus β

hemoliticus, S viridan, S

piogenes. Virus influenza,

adenovirus, ECHO

Predisposisi: rinitis kronis,

sinusitis, iritasi kronis

(rokok, alkohol), hidung

sumbat nafas lwt mulut

Rinitis atrofi

Gejala Nyeri tenggorok, disfagia,

demam, mual, kel limfa

leher >>,

Faring hiperemi, edem

Dind posterior bergranula

Tenggorok gatal dan kering

Batuk bereak

Tenggorok kering dan tebal

Mulut berbau

Mukosa faring ditutupi

lendir kental, bila diangkat

mukosa kering

Terapi Analgetik

Antibiotik

Kaustik (Nitrat argenti,

elektrokauter)

Obat kumur, obat batuk

Obati rinitis atrofi

Obat kumur, hiegene mulut

TB

Page 26: LBM 4 THT-KL

FARINGITIS LUETIKA DAN TUBERKULOSA

LUETIKA T Pallidum TB

Gejala Primer: bercak keputihan rongga mulut –

faring, ulkus, kel mandibula >> nyeri(-)

Sekunder: eritema

Tertier: guma

Nyeri hebat tenggorok, otalgia,

kel servikal >>

BTA (+)

Terapi Penisilin dosis tinggi Terapi TB

Page 27: LBM 4 THT-KL

SERAK - SESAK

Obstruksi Laring

Keadaan darurat

Anak-anak mudah terjadi karena

1. Adanya jaringan ikat kendor è udem >> Umur < 1 th è udem 1mm è lumen

mengecil sp 50%, sedangkan dewasa 20%

2. Lumen glotis kecil

3. Tulang rawan & trakea lunak

Gejala

1. Stridor inspiratoar

2. Sesak nafas

3. Retraksi waktu inspirasi

4. Gelisah

5. Pucat è sianosis (hipoksia)

4 Stadium Jackson

Stadium I

• Retraksi supra sternal

Page 28: LBM 4 THT-KL

• Stridor inspiratoar

• Penderita tampak tenang

Stadium II

• Stridor inspiratoar

• Retraksi supra sternal

• Retraksi epigastrial

• Mulai gelisah

Stadium III

• Stridor inspiratoar

• Retraksi suprasternal

• Retraksi supra klavikula

• Retraksi infra klavikula

• Retraksi epigastreal

• Retraksi interkostal

• Gelisah & sesak

Stadium IV

• Seperti stadium III tetapi lebih berat

• Sangat gelisah è berusaha nafas

• Tampak ketakutan

• Sianosis

• Setelah gelisah è tenang è sianosis è kesadaran menurun

Page 29: LBM 4 THT-KL

LARINGITIS AKUT (NON SPESIFIK)

Penyebab

• Banyak bicara :

– Bicara keras (teriak)

– Penyalahgunaan suara = “vokal abuse”

• Faktor eksogen :

– Asap rokok

– Debu

– alkohol

• Faktor endogen : iritasi post nasal drip

Gejala

• Suara parau è afoni

• Tenggorokan gatal, kering è sakit waktu bicara

• Subfibril

• Korda vokalis merah dan udem

Terapi

• Self limiting disease

• Vokal rest

• antibiotika

LARINGITIS KRONIK SPESIFIK

1. Laringitis TBC

Page 30: LBM 4 THT-KL

2. Laringitis luetika

3. Laringits G O

4. Laringitis AIDS

Terapi sesuai etiologi