latar belakang yuli
DESCRIPTION
latar belakangTRANSCRIPT
Latar Belakang
Dalam mempelajari Negara hukum maka perlu dibedakan antara Negara dan
Bangsa. Bangsa adalah kumpulan manusia yang terikat karena kesatuan bahasa dan
wilayah tertentu di muka bumi. Dengan demikian bangsa Indonesia adalah sekelompok
manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya sebagai
suatu bangsa serta berproses dalam suatu wilayah (Indonesia).. Sedangkan Negara
adalah suatu persekutuan yang melaksanakan suatu pemerintahan melalui hukum yang
mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk ketertiban sosial. Dalam suatu Negara
diperlukan suatu aturan untuk membatasi kekuasaan para pemimpin agar tidak
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Aturan tersebut disebut hukum.
Konsep mengenai Negara hukum ada dua yaitu konsep Eropa Kontinental ( Rechtstaat )
dan Konsep Anglo Saxon ( Rule of Law ). Di Indonesia menganut konsep Eropa
Kontinental ( Rechtstaat ) yang merupakan warisan dari kolonial Belanda. Istilah hukum
di Indonesia sering diterjemahkan Rechtstaat atau Rule Of Law. Ide Rechtstaat mulai
populer abad ke tujuh belas sebagai akibat situai sosial politik Eropa yang didominir
oleh absolutisme.Paham Rechtstaat dikembangkan oleh Immanuel Kant ( 1724-1804)
dan Friedrich Julius Stahl. Sedangkan paham Rule Of Law mulai dikenal setelah Albert
Venn Dicey pada tahun 1885. Dan menerbitkan buku Introduction to Study Of the Law
Of the Constitusion. Paham the Rule Of Law bertumpu pada system Hukum Anglo
Saxon. Atau Common Law System. Dalam sebuah Negara konsep mendasar
menentukkan pondasi dasar Negara itu sendiri. Indonesia sebagai suatu negar hukum
( Rechtstaat atau Rule Of Law ). Hal ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar 1945
Amandemen ke empat Pasal 1 ayat(3) yang mangatakan “ Negara Indonesia adalah
Negara Hukum “. Selain itu Indonesia juga disebut negara Demokrasi yang tercermin
dalam Undang-Undang Dsara 1945 Amandemen ke empat Pasal 1 ayat(2), bahwa”
Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar ”.
Konsekuesi bahwa Indonesia adalah negara hukum bahwa kekuasaan tertinggi dalam
negara adalah hukum.
B. Rumusan Masalah
INDONESIA NEGARA YANG BERDASARKAN HUKUM (RECHTSTAAT)
Konsep rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme,
sehingga sifatnya revolusioner. Sebaliknya, konsep the rule of law berkembang
secara evolusioner. Hal ini nampak dari isi atau kriteria rechtsstaat dan kriteria the
rule of law. Konsep rechtsstaat bertumpu pada sistem hukum kontinental yang
disebut “civil law” atau “modern Roman law”, sedangkan konsep the rule of law
bertumpu pada sistem hukum yang disebut “common Law” atau “Anglo Saxon”.
Rechtsstaat dan the rule of law dengan tumpuannya masing-masing mengutamakan
segi yang berbeda. Konsep rechtsstaat mengutamakan prinsip wetmatigheid yang
kemudian menjadi rechtmatigheid, sedangkan the rule of law mengutamakan
equality before The law Akibat adanya perbedaan titik berat dalam pengoperasian
tersebut, muncullah unsur-unsur yang berbeda antara konsep rechtsstaat dan
konsep the rule of law. Adapun perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. UNSUR-UNSUR RECHTSSTAAT :
a. Adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM).
b. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan negara untuk menjamin
perlindungan HAM,
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan,
d. Adanya peradilan administrasi; dan
2. UNSUR-UNSUR THE RULE OF LAW
a. Adanya supremasi aturan hukum,
b. Adanya kesamaan kedudukan di depan hukum, dan
c. Adanya jaminan perlindungan HAM.
Dari uraian unsur-unsur rechtsstaat maupun the rule of law tersebut nampak
adanya persamaan dan perbedaan antara kedua konsep tersebut. Baik rechtsstaat
maupun the rule of law selalu dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum, sebab
konsep-konsep tersebut tidak lepas dari gagasan untuk memberi pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia. Dengan demikian keduanya sama-sama
memiliki inti upaya memberikan perlindungan pada hak-hak kebebasan sipil dari
warga negara, berkenaan dengan perlindungan terhadap hak-hak dasar yang
sekarang lebih populer dengan HAM, yang konsekuensi logisnya harus diadakan
pemisahan atau pembagian kekuasaan di dalam negara. Sebab dengan pemisahan
atau pembagian kekuasaan di dalam negara, pelanggaran dapat dicegah atau paling
tidak dapat diminimalkan. Di samping itu, perbedaan antara konsep rechtsstaat dan
the rule of law nampak pada pelembagaan dunia peradilannya, Rechtsstaat dan the
rule of law menawarkan lingkungan peradilan yang berbeda meskipun pada intinya
kedua konsep tersebut menginginkan adanya perlindungan bagi hak asasi manusia
melalui pelembagaan peradilan yang independen. Pada konsep rechtsstaat terdapat
lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri
sendiri, sedangkan pada konsep the rule of law tidak terdapat peradilan administrasi
sebagai lingkungan yang berdiri sendiri. Hal ini disebabkan dalam konsep the rule of
law semua orang dianggap sama kedudukannya di depan hukum, sehingga bagi
warga negara maupun pemerintah harus disediakan peradilan yang sama.
Dalam konsep “Negara Hukum”, eksistensi peraturan perundang-undangan
merupakan salah satu unsur fundamental bagi penyelenggaraan pemerintahan
negara berdasarkan atas hukum. Hal itu tercermin dari konsep Friedrich Julius
Stahl[6] dan Zippelius[7] Menurut F.J. Stahl unsur-unsur utama negara hukum
adalah:
1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan kekuasaan negara berdasarkan prinsip trias politika;
3. Penyelenggaraan pemerintahan menurut undang-undang (wetmatigheid van
bestuur); dan
4. Peradilan administrasi negara.
Sementara itu, Menurut Zippelius unsur-unsur negara hukum terdiri atas:
1. Pemerintahan menurut hukum (rechtsmatigheid van bestuur);
2. Jaminan terhadap hak-hak asasi;
3. Pembagian kekuasaan; dan
4. PENGAWASAN JUSTISIAL TERHADAP PEMERINTAH.
Dari unsur-unsur tersebut di atas nampak adanya perbedaan, jika Stahl
menempatkan “penyelenggaraan pemerintahan menurut undang-undang
(wetmatigheid van bestuur)” pada elemen yang ketiga dari konsep negara hukum,
sebaliknya Zippelius menempatkannya pada unsur pertama dengan pengertian yang
agak luas, ialah “penyelenggaraan pemerintahan menurut hukum (rechtsmatigheid
van bestuur)”. Di sini nampak bahwa F.J. Stahl masih sangat kental terpengaruh
konsepsi dari aliran legisme, yang mana aliran tersebut menyatakan tidak ada
hukum di luar undang undang. Oleh karena itu, salah satu unsur utama negara
hukum menurut F.J. Stahl adalah penyelenggaraan pemerintahan menurut undang-
undang (wetmatigheid van bestuur).
KONSEPSI RECHTSSTAAT DAN RULE OF LAW
Negara hukum adalah suatu doktrin dalam ilmu hukum yang mulai muncul
pada abad ke-19 di Eropa, bersamaan dengan kelahiran negara konstitusi dan
demokrasi. Negara hukum merupakan terjemahan dari Rule of Low atau
Rechtsstaat. Secara sederhana pengertian negara hukum adalah negara yang
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di negara
yang berdasarkan hukum, negara termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-
lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Negara hukum menurut Friedman, dibedakan antara pengertian formal (in the formal
sense), dan pengertian hakiki (ideological sense). Dalam pengertian formal Negara
hukum tidak lain adalah “organized public power” atau kekuasaan umum yang
terorganisasikan. Oleh karena itu, setiap organisasi hukum (termasuk organisasi
yang namanya negara) mempunyai konsep negara hukum, termasuk negara-negara
otoriler sekalipun. Negara hukum dalam pengertian hakiki (materiil), sangat erat
hubungannya dengan menegakkan konsep negara hukum secara hakiki, karena
dalam pengertian hakiki telah menyangkui ukuran-ukuran “entang hukum yang baik
dan hukum yang buruk. Cara menentukan ukuran-ukuran tentang hukum yang baik
dan hukum yang buruk dalam suatu konsep negara hukum sangat sulit, karena
setiap masyarakat yang melahirkan konsep tersebut berbeda satu sama lain dan
karenanya “rasa keadilan” di setiap masyarakat berbeda pula.
Dengan demikian, ide negara hukum terkait erat dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan
‘the rule of law’, meskipun terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia sama-sama
negara hukum, namun sebenarnya terdapat perbedaan antara rechtsstaat dan rule
of law. Menurut Prof. Dr. Mahfud MD, perbedaan konsepsi tersebut sebenarnya
lebih terletak pada operasionalisasi atas substansi yang sama yaitu perlindungan
atas hak-hak asasi manusia.
1. SUBSTANSI KONSEPSI RECHTSSTAAT DAN RULE OF LAW
Berbagai doktrin yang menunjukkan ciri-ciri dari suatu negara hukum muncul seiring
dengan berkembangnya konsep negara hukum baik di negara menganut si stem
hukum Anglo Saxon dan sistem hukum Eropa Kontinental. Dalam sistem hukum
Anglo Saxon, negara hukum sering disebut Rule of Law, sedangkan di negara yang
menganut sistem hukum Eropa Kontinental disebut sebagai Rechtsstaat.
Frederich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental memberikan ciri-
ciri Rechtstaat meliputi:
a. Hak Asasi Manusia;
b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang
biasa dikenal sebagai trias politica;
c. Pemerintahan berdasarkan peraturan peraturan; dan
d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Adapun AV Dicey dari kalangan ahli hukum anglo saxon memberi ciri-ciri Rule of
Law sebagai berikut:
a. Supremasi hukum;
b. kedudukan yang sama di depan hukum ; dan
c. terjaminnya Hak Asasi Manusia dalam undang-undang atau keputusan
pengadilan.
Sedangkan, International Commision of Jurist pada konfrensinya di Bangkok pada
tahun 1965 merumuskan ciri-ciri negara demokratis di bawah Rule of Law, yang
meliputi:
a. Perlindungan konstitusional dalam arti bahwa konstitusi selain dari pada
menjamin hak-hak individu harus menentukan pula cara prosedural untuk
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
b. badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
c. kebebasan untuk menyatakan pendapat;
d. pemilihan umum yang bebas;
e. kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi; dan
f. pendidikan kewarganegaraan.
Agar pelaksanaan rule of law bias berjalan dengan yang diharapkan, maka:
a. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak
masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian masing-masing setiap
bangsa.
b. Rule of law yang merupakan intitusi sosial harus didasarkan pada budaya yang
tumbuh dan berkembang pada bangsa.
c. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan social, gagasan
tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus ditegakan secara
adil juga memihak pada keadilan.
Untuk mewujudkannya perlu hukum progresif (Setjipto Raharjo: 2004), yang
memihak hanya pada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik atau keperluan
lain. Asumsi dasar hokum progresif bahwa ”hukum adalah untuk manusia”, bukan
sebaliknya. Hukum progresif memuat kandungan moral yang kuat.
Arah dan watak hukum yang dibangun harus dalam hubungan yang sinergis dengan
kekayaan yang dimiliki bangsa yang bersangkutan atau “back to law and order”,
kembali pada hukum dan ketaatan hukum negara yang bersangkutan itu.
Adapun negara yang merupakan negara hukum memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ada pengakuan dan perlindungan hak asasi.
2. Ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak terpengaruh oleh
kekuasaan atau kekuatan apapun.
3. Legalitas terwujud dalam segala bentuk.
Contoh: Indonesia adalah salah satu Negara terkorup di dunia (Masyarakat
Transparansi Internasional: 2005).
Beberapa kasus dan ilustrasi dalam penegakan rule of law antara lain:
o Kasus korupsi KPU dan KPUD;
o Kasus illegal logging;
o Kasus dan reboisasi hutan yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA);
o Kasus-kasus perdagangan narkoba dan psikotripika ;
o Kasus perdagangan wanita dan anak.Sebagian ciri negara hukum yang telah
diuraikan di atas khususnya dalam konsep negara hukum material, dalam
penerapannya di berbagai negara demokrasi modern hampir semua dilaksanakan,
hanya saja seringkali law in the book seringkali berbeda dengan law in action, atau
das sollen berbeda dengan das sein. Penyimpangan antara aturan hukum yang
telah dibuat dan seharusnya berkedudukan di atas segalanya dengan kenyataan
bahwa intervensi kekuasaan mempengaruhi pelaksanaan hukum menjadikan hukum
dipengaruhi oleh anasir-anasir non hukum yang seharusnya tidak boleh terjadi
dalam proses penegakan hukum. Setidaknya ciri-ciri negara hukum di atas dapat
menjadi indikator pelaksanaan konsep negara hukum pada suatu negara.
Dari uraian-uraian di atas, menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, dapat
dirumuskan kembali adanya dua belas prinsip pokok Negara Hukum (Rechtsstaat)
yang berlaku di zaman sekarang. Kedua-belas prinsip pokok tersebut merupakan
pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern sehingga
dapat disebut sebagai Negara Hukum (The Rule of Law, ataupun Rechtsstaat)
dalam arti yang sebenarnya, yaitu:
1. Supremasi Hukum (Supremacy of Law)
2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law)
3. Asas Legalitas (Due Process of Law)
4. Pembatasan Kekuasaan
5. Organ-Organ Eksekutif Independen
6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak
7. Peradilan Tata Usaha Negara
8. Peradilan Tata Negara (Constitutional Court)
9. Perlindungan Hak Asasi Manusia
10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat)
Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat)
Transparansi dan Kontrol Sosial