latar belakang fix
DESCRIPTION
jkhjhlcsdhilhscdTRANSCRIPT
Profil Penggunaan Obat untuk Mengatasi Sindrom Premenstruasi Pada Mahasiswi Non-kesehatan Universitas
Airlangga
Daftar Pustaka
1. Kinanti, 20092. Kusumawarddhani dkk,2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang
meliputi perubahan biologis, psikologis, dan sosial. World Health Organization (WHO)
menentukan usia remaja antara 12-24 tahun. Salah satu tanda seorang perempuan telah
memasuki usia pubertas adalah terjadinya menstruasi. Menstruasi terjadi karena sel telur yang
tidak dibuahi oleh sperma sehingga menyebabkan meluruhnya sel-sel endometrium dalam
rahim. Siklus menstruasi rata-rata adalah 28 hari. Siklus menstruasi ini melibatkan beberapa
tahap yang dikendalikan oleh interaksi hormon. Ketidakseimbangan hormon akibat interaksi
ini kadang-kadang menimbulkan ketidaknyamanan pada wanita sebelum datang menstruasi
yang dikenal sebagai istilah PMS (Pre-Menstrual Syndrome) (Kinanti, 2009).
PMS atau sindrom sebelum menstruasi merupakan kumpulan berbagai keluhan yang
muncul sebelum menstruasi. Keluhan ini biasanya ditemukan 7-10 hari menjelang
menstruasi, antara lain mengalami gejala psikis ataupun fisik seperti cemas dan tegang secara
berlebih, lelah, susah konsentrasi, cepat marah, menangis tanpa alasan, susah tidur, hilang
energi, sakit kepala, sakit perut, dan sakit pada payudara, sakit pada sendi otot. Penyebab
pasti belum diketahui, tetapi diduga akibat adanya ketidakseimbangan hormonal terutama
estrogen, progesteron, prolaktin, dan aldosteron yang berperan dalam terjadinya PMS. Pada
perempuan yang peka terhadap faktor psikologis, perubahan hormonal sering menyebabkan
PMS (Kusumawarddhani, dkk, 2014).
Pada saat haid, sebagian perempuan ada yang mengalami berbagai gangguan haid dari
yang ringan, sedang sampai yang cukup berat. Misalnya ada sebagian yang mengalami kram
karena kontraksi otot-otot halus pada rahim, sakit kepala, sakit perut, merasa lemas hingga
nyeri yang luar biasa (Anurogo & Wulandari, 2011). Nyeri yang berlebihan pada perut
bagian bawah sering terjadi selama menstruasi disebut dismenorea. Dismenorea adalah nyeri
selama menstruasi yang disebabkan adanya jumlah prostaglandin F2α yang berlebihan pada
darah menstruasi, yang merangsang hiperaktivitas uterus dan terjadinya kejang otot uterus
(Wilson & Price, 2006).
Dismenorea dibagi dua yaitu, dismenorea primer dan dismenorea sekunder.
Dismenorea primer tidak terdapatnya hubungan dengan kelainan ginekologi, sedangkan
dismenorea sekunder disebabkan oleh kelainan ginekologi (Purwaningsih & Fatmawati,
2010). Nyeri menstruasi yang paling sering terjadi adalah nyeri menstruasi primer, dimana
nyeri tersebut timbul sejak haid pertama dan akan pulih sendiri dengan berjalannya waktu.
Nyeri menstruasi ini normal, namun dapat berlebihan bila dipengaruhi oleh faktor psikis dan
fisik, seperti stres, shock, penyempitan pembuluh darah, penyakit yang menahun, kurang
darah dan kondisi tubuh yang menurun (Lie, 2004).
Angka kejadian nyeri menstruasi di dunia sangat besar. Rata-rata lebih dari 50%
perempuan di setiap negara mengalaminya (Lie, 2004). Di Amerika Serikat, prevalensi
dismenorea diperkirakan 45-90%. Puncak insiden dismenorea primer terjadi pada akhir masa
remaja dan di awal sia 20-an (Anurogo & Wulandari, 2011). Di Indonesia diperkirakan 55%
perempuan usia produktif tersiksa nyeri selama haid (Lie, 2004). Penelitian di Swedia, 80%
remaja usia 19-21 tahun mengalami dismenorea, 15% membatasi aktifitas harian mereka
ketika haid dan membutuhkan obat-obatan untuk mengurangi dismenorea, 8-10% tidak
mengikuti atau masuk sekolah (Desfietni, 2012).
Tingginya masalah PMS pada wanita akan berdampak pada kualitas hidupnya.
Sebanyak 85% sampai dengan 97% wanita usia produktif mengalami beberapa gejala selama
tahap premenstruasi dari siklus menstruasi. Gejala-gejala tersebut ada yang bersifat cukup
berat dan parah atau sangat berat, sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari. Sebanyak
80% dari wanita usia produktif telah mengalami perubahan secara fisik dan emosional.
Sekitar 40% dari wanita usia produktif mengalami gejala-gejala premenstrual cukup untuk
mempengaruhi hidup mereka sehari-hari sampai taraf tertentu, dan sebanyak 3% sampai 5%
yang mengalami kelemahan cukup parah (Andam, 2010).
Adapun penanganan sindrom premenstrual dibagi menjadi dua yakni secara
farmakologis dan non farmakologis. Pada pengobatan farmakologis yakni dengan pemberian
obat analgesik, terapi hormonal, terapi obat steroid, dan dilatasi kanalis servikalis sedangkan
pada penangan secara non farmakologis dapat dilakukan dengan perubahan lifestyle dari
penderita.
Pada pengobatan farmakologisobat-obatan analgesik dapat diberikan sebagai terapi
simptomatik. Obat analgesik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin,
fenasetin, dan kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran antara lain Novalgin®,
Ponstan®, parasetamol dan sebagainya. Terapi yang kedua yakni dengan terapi hormonal,
terapi hormonal berfungsi untuk menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan
maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar-benar dysmenorrhoae primer atau untuk
memungkinkan penderita melaksanakan pekerjaan penting pada waktu menstruasi tanpa
gangguan, tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi
kontrasepsi. Dan terapi yang ketiga yakni dengan obat steroid, salah satunya
antiprostaglandin yang memegang peranan penting terhadap dysmenorrhoae primer,
termasuk endometasin, ibuprofen dan naproksen. Kurang lebih 70% penderita dapat
disembuhkan atau mengalami banyak perbaikan. Hendaknya pengobatan diberikan sebelum
menstruasi mulai, satu sampai tiga hari (Prawirohardjo, 2005).
Segolongan perempuan yang mengalami dismenorea primer mengatasi serta
menyembuhkan nyeri haid tersebut dengan mengkonsumsi obat-obatan secara berkala.
Namun sifat obat-obatan tersebut hanya menghilangkan rasa nyeri, maka penderita akan
mengalami ketergantungan obat dalam jangka panjang. Apabila dikonsumsi terus menerus
akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Penggunaan obat farmakologis
menimbulkan efek samping seperti gangguan pada lambung, anemia, dan yang lebih parah
adalah dampak mental psikologis yang membuat penderitanya tersugesti dan tidak bisa
melepaskan diri dari obat-obatan. Mereka merasa bahwa untuk tidak mengalami nyeri haid
maka harus minum obat (Anurogo & Wulandari, 2011).
Selain itu penggunaan obat-obatan herbal untuk pengurang rasa nyeri atau sebagai
analgetika sudah sangat familiar di masyarakat Indonesia. Akar kunyit dan buah asam jawa
sering digunakan sebagai penghilang rasa nyeri saat siklus menstruasi datang
(Chattopadhyay, et al., 2004). Kunyit memiliki agen aktif alami kurkumin yang berfungsi
sebagai analgetika dan antipiretika (Lukita-Atmadja, et al., 2003; Hatcher, et al., 2008) serta
kurkumenol sebagai antiinflamasi (Navarro, et al., 2002). Buah asam jawa memiliki agen
aktif alami anthocyanin sebagai antiinflamasi dan antipiretika (Nair, et al., 2004). Selain itu
buah asam jawa juga memiliki kandungan tannin, saponin, sesquiterpenes, alkaloid, dan
phlobotamins untuk mengurangi aktivitas sistem saraf (Pauly, 1999).
Selain pengobatan secara medis ada pula dilakukan secara alami yaitu rajin
berolahraga seperti lari-lari kecil, jalan-jalan, senam, atau aerobik (30 menit, 4-6 kali
seminggu). Dengan olahraga, hasil yang didapat adalah mengurangi stress yang biasanya
timbul saat Sindrom premenstruasi. Olahraga secara teratur akan membantu melakukan
aktivitas dan rutinitas harian tanpa gangguan Sindrom premenstruasi. Selesai berolahraga,
pastikan 6 tubuh cukup mendapat asupan makanan yang bergizi dan modifikasi diet serta
istirahat yang cukup. (Laila, N. 2011).
Selain itu, gejala PMS dapat dikurangi dengan cara memperbaiki lifestyle seperti
Olahraga secara teratur, Konsumsi makanan yang sehat seperti buah-buahan, sayur-sayuran,
serta biji-bijian, hindari garam, makanan manis, kafein, dan alcohol, pada saat mengalami
gejala PMS, tidur cukup dan usahakan tidur minimal 8 jam setiap malam, menghindari
merokok, dan menghindari stress dengan melakukan yoga, pijat, atau terapi relaksasi
(Premenstrual Syndrome. U.S. Department of Health and Human Services, Office on
Women’s Health, 2010)
Tambahkan penggunaan, efek samping, persepsi obat pms di masyarakat.
Sebagai seseorang yang ahli dalam bidang pengobatan, farmasis hendaknya
memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana cara mengatasi premenstrual syndrome
dengan baik dan benar, khususnya dalam hal penggunaan jamu dan obat, seperti macam-
macam produk obat yang dapat digunakan, bagaimana cara penggunaan jamu dan obat secara
tepat juga efek samping yang dapat terjadi. Walaupun demikian, farmasis juga harus
memahami bagaimana cara mengatasi premenstrual symdrom tanpa obat sehingga dapat
memberikan alternatif lain bagi pasien yangtidak ingin mengonsumsi obat
Berdasarkan latar belakang di atas, kami bermaksud mengidentifikasi problem
kefarmasian yang ada di masyarakat dan menyusun upaya penyelesaiannya dengan
melakukan observasi langsung kepada mahasiswi non-kesehatan Universitas Airlangga
mengenai bagaimana mereka menggunakan obat untuk mengatasi PMS.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas maka dapat diajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana penggunaan obat PMS di kalangan mahasiswi non-kesehatan Universitas
Airlangga?
1.2.2 Apakah mahasiswi non-kesehatan Universitas Airlangga cenderung memilih obat
herbal atau obat modern (kimia)?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan kegiatan ini antara lain:
1.3.1 Mengetahui penggunaan obat PMS di kalangan mahasiswi non-kesehatan Universitas
Airlangga.
1.3.2 Mengetahui apakah mahasiswi non-kesehatan Universitas Airlangga cenderung
memilih obat herbal atau obat modern (kimia).
1.4 Parameter Keberhasilan
1.4.1 Dalam rangka observasi langsung yang diharapkan:
1. Mampu menyusun instrumen observasi
2. 75% responden mengalami PMS
3. 75% responden menggunakan obat untuk mengatasi PMS
4. Minimal beberapa responden menggunakan obat irasional
1.4.2 Dalam rangka upaya penyelesaiannya yang diharapkan:
1. Mampu menentukan upaya penyelesaian masalah dengan melakukan penyuluhan
2. Mampu melakukan penyuluhan dengan media…
3. Mahasiswi yang hadir di penyuluhan minimal 50% mengetahui cara penggunaan obat
rasional
1.5 Rancangan evaluasi/ monitoring
1.5.1 Rancangan evaluasi dalam rangka mencapai parameter keberhasilan observasi
1. Menentukan dan menyusun instrumen pengambilan data berupa kuesioner
2. Menentukan target responden yakni mahasiswi non-kesehatan Universitas
Airlangga yang berada di kampus B (Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas
Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Psikologi, dan
Fakultas Ilmu Budaya) dan di kampus C (Fakultas Sains dan Teknologi dan
Fakultas Perikanan dan kelautan)
3. Surveyor di kampus B masing- masing 2 orang per fakultas dan di kampus C
masing- masing 3 orang per fakultas
4. Tiap surveyor mendapatkan minimal 3 responden yang mengalami PMS dan
menggunakan obat untuk mengatasi PMS
1.5.2 Rancangan evaluasi dalam rangka mencapai parameter keberhasilan upaya
1. Membuat materi penyuluhan
2. Membuat media penyuluhan berupa…
3. Memberikan pretest dan post test kepada responden