lapter organik mb ika.docx

40
LEMBAR PENGESAHAN Semarang, 30 Mei 2013 Praktikan Nadia Mandasari Nur Farida Grafiana 24030111130074 240301111 40076 Niken Eka Putri Agnestia Jati Agusti 240301111140077 240301111140078 Sholihah Novitasari Jordy Armand Kaswanda 24030111140079 24030111140081 1

Upload: fatharani-rozanah

Post on 02-Jan-2016

125 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapter organik mb ika.docx

LEMBAR PENGESAHAN

Semarang, 30 Mei 2013

Praktikan

Nadia Mandasari Nur Farida Grafiana

24030111130074 240301111 40076

Niken Eka Putri Agnestia Jati Agusti

240301111140077 240301111140078

Sholihah Novitasari Jordy Armand Kaswanda

24030111140079 24030111140081

Mengetahui,

Asisten

Ika Rissanti

J2C009024

1

Page 2: lapter organik mb ika.docx

ABSTRAK

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Isolasi Trimiristin dari Biji

Buah Pala” dengan tujuan untuk memahami beberapa aspek dasar dalam isolasi

senyawa bahan alam khususnya trimiristin. Metode yang digunakan dalam

percobaan ini adalah soxheltasi, maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi. Prinsip

dari percobaan ini adalah soxhlet dimana merupakan suatu ekstraksi dengan

pelarut yang selalu baru. Hasil dari percobaan ini adalah bahwa trimiristin dapat

diisolasi dengan metode soxheltasi dan kristalisasi rekristalisasi dengan bentuk

fisik trimiristin adalah padatan kristal putih dengan berat kristal yaitu 5,11 gram

dan kadar presentase yang didapat 13,81% dalam berat per berat. Selama

pengujian 6 siklus diperoleh rata-rata waktu adalah 7’09”. Pengujian titik leleh

juga dilakukan dan diperoleh titik leleh trimiristin adalah dalam rentang 45-50 ºC.

Dimana hasilnya cukup dekat pada literatur yang menyebutkan titik lelehnya

sebesar 50-57 ºC.

Kata kunci : Trimiristin, biji buah pala, soxhlet, kristalisasi, rekristalisasi

2

Page 3: lapter organik mb ika.docx

ABSTRACT

Experiments had been done entitled "Isolation Trimiristin of Nutmeg

Seed" . The aim of this experiments to understand some basic aspect in insulating

compound of natural ingredients specially trimiristin. The principe of this

experiment is soxhlet extraction with a solvent that is always new. The method

used in this experiment are soxhlet, maceration, crystallization and

recrystallization. The result is trimiristin can be isolated by crystallization and

recrystallization method soxhelt with trimiristin physical shape is a white

crystalline solid with a gram weight of the crystal that is 5,11 gram and 13,81%

levels obtained percentage in weight per weight. 6 cycles obtained during testing

average testing time is 7’09”. Melting point well made and obtained trimiristin

melting point is in the range of 45-50 º C. Where the results are quite close to the

melting point of the literature mentions at 50-57 º C.

Keyword : Trimiristin, nutmeg seed, soxhlet, crytallization, recrystallization

3

Page 4: lapter organik mb ika.docx

PERCOBAAN II

ISOLASI TRIMIRISTIN DARI BIJI PALA

I. TUJUAN

Memahami beberapa aspek dasar dalam isolasi senyawa bahan alam khususnya

trimiristin

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanama Pala

2.1.1 Taksonomi Biji Buah Pala

Dunia/Regnum : Plantae

Devisi/Devisio : Spermatophyta

Kelas/Classic : Dicotyledonae

Bangsa/Ordo : Polycarprcae

Suku/Familia : Myristicaceae

Marga/Genus : Myristica

Spesies : Myristica fragrans

(Wilcox, 1995)

2.1.2 Morfologi

Bentuk pohon pala, berpenampilan indah tinggi 10-20 m, menjulang tinggi

ke atas dan ke pinggir, mahkota pohonnya meruncing, berbentuk pyramidal

(kerucut), lonjong (silindris) dan bulat dengan percabangan relatif teratur.

Dedaunan yang rapat dengan letak daun yang berselang seling. Di dalam bakal

buah terdapat bakal kulit biji dan bakal biji. Bentuk bunga jantan agak berbeda

dengan bunga betina walaupun warna bunganya juga kuning, dengan diameter 1,5

mm dan panjang ± 3 mm. Mahkota dari bunga jantan bersatu dari pangkal pada

5/8 bagian dan kemudian terbagi menjadi 3 bagian. Kelopak berkembang tidak

sempurna, bentuknya seperti cincin yang malingkar pada bagian pangkal mahkota.

Benang sari berbentuk silindris merupakan tangkai bersatu, panjangnya ± 2 mm.

sari melekat pada tangkai tersebut membentuk baris-baris yang jumlahnya 8 buah

4

Page 5: lapter organik mb ika.docx

dan berpasangan. Antar baris dibatasi oleh jalur kecil ± 1/10 mm lebarnya

(Wilcox, 1995).

2.1.3 Komposisi Biji Buah Pala

Menurut Albert Y. Leung, komposisi kimia biji pala sebagai berikut :

a. Minyak atsiri 2-16 % (rata-rata 10 %)

b. Fixed oil atau minyak kental 25-30%, terdiri dari beberapa jenis asam organik

misalnya asam palmiat, stearat, dan miristat

c. Karbohidrat ± 30% , protein ± 6%

d. Minyak pala mengandung 88% monoterpen hidrokarbon

e. Miristin ± 4-8% dan lain-lain, termasuk jenis alkohol, misalnya eugenol, metil

eugenol, biji buah pala juga mengandung zat-zat antioksidan.

(George,Hilman, 1964)

2.1.4 Sifat Biji Pala

a. Mengandung unsur-unsur psitropik (menimbulkan halusinasi)

b. Mengakibatkan muntah-muntah, kepala pusing, rongga mulut kering,

meningkatkan rasa muntah dan diakhiri dengan kematian.

c. Memiliki daya bunuh terhadap larva serangga

d. Tidak menimbulkan alergi jika dioleskan pada kulit manusia.

(Helmkamp, 1964)

2.1.5 Kegunaan

Biji pala diambil minyaknya dari daging buah dibuat manisan dan sirup. Biji

buah pala yang dimanfaatkan adalah yang telah masak dan kering. Digunakan

sebagai flavoring agent dalam bahan pangan, minuman dan obat. Kegunaan biji

pala yang lain adalah :

a. Sebagai rempah-rempah

b. Minyaknya untuk kosmetik atau pengobatan

c. Penambah aroma makanan

d. Membunuh larva serangga nyamuk dan insekta lainnya.

( Raphael, 1991)

5

Page 6: lapter organik mb ika.docx

2.2 Trimiristin

Merupakan salah satu senyawa bahan alam golongan lemak yang ditemukan

pada biji buah pala (Myristica fragrans). Trimiristin yang terkandung dalam biji

buah pala merupakan lemak yang juga dapat ditemukan beberapa jenis sayuran

yang kaya akan minyak dan lemak terutama pada biji-bijian. Trimiristin

merupakan bentuk kental dan tidak berwarna serta tidak larut dalam air. Beberapa

perbedaan trigliserida mungkin karena gliserol mempunyai tiga fungsi. Fungsi

hidroksil dan juga mengandung lemak alami yang mempunyai rantai panjang dan

sejumlah ikatan rangkap yang berhubungan satu sama lain. Trimiristin terkandung

sekitar 25% dari berat kering biji buah pala. Trimiristin adalah suatu bentuk ester

dari gliserol dan tidak larut dalam air serta merupakan bentuk kental yang tidak

berwarna yang terdapat pada biji buah pala (Wilcox, 1995).

Struktur trimiristin

(Wilcox, 1995)

2.2.1 Sruktur Trimiristin

Trimiristin merupakan ester yang larut dalam alkohol, eter, kloroform, dan

benzena. Kadar masing-masing komponen :

C : 74,73 %

H : 11,99 %

O : 12,27 %

Reaksi antara gliserol dan asam miristat menghasilkan trimiristin, berikut

reaksinya :

(Wilcox, 1995)

6

trimiristingliserol asam miristat

3CH3(CH2)12CO2H+

Page 7: lapter organik mb ika.docx

Struktur trimiristin secara 3D adalah sebagai berikut

(Chamdarw Ultra)

2.2.2 Teknik Isolasi Trimiristin

2.2.2.1 Ekstraksi Pelarut

Ekstraksi trimiristin pala yang merupakan biji dari tanaman yang relative

kaya akan trigliserida yaitu asam lemak ester gliseril. Banyak percobaan dari

trigliserida yang mungkin terjadi sejak gliserol memiliki tiga rantai hidrokarbon

dan juga mengandung asam lemak alami yang mempunyai rantai sangat panjang

dan sejumlah ikatan rangkap yang saling berhubungan satu sama lain. Biji buah

pala sangat luar biasa karena di dalamnya terkandung trigliserida terutama

estergliserol yaitu asam lemak tunggal dan asam yang disebut trimistin

(Cahyono,1991). Ekstraksi trimiristin dapat dicapai secara maksimal dari biji buah

pala dengan ekstraksi eter dalam alat refluks dan residunya dihablur dengan

aseton. Dengan cara ini senyawaan trimiristin yang terdapat dalam biji buah pala

tidak banyak tercampur dengan ester lain yang sejenis (Francis,1992).

2.2.2.2 Maserasi Merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik

pada temperatur ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa

bahan alam karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan

dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar

sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam

pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama

perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan

memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa

bahan alam dalam pelarut tersebut (Francis,1992).

7

Page 8: lapter organik mb ika.docx

Keuntungan metode maserasi :

a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam

b. Beaya operasionalnya relatif rendah

c. Prosesnya relatif hemat penyari

d. Tanpa pemanasan

Kelemahan metode maserasi :

a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu

terekstraksi sebesar 50% saja

b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.

(Francis,1992)

2.2.2.3 Soxhlet

Ekstraktor soxlet adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk

mengekstraksi suatu senyawa. Umumnya metode yang digunakan untuk

instrumen ini adalah mengekstrak senyawa yang kelarutannya terbatas dalam

suatu pelarut jika suatu senyawa mempunyai kelarutan yang tinggi dalam suatu

pelarut tertentu, maka biasanya metode filtrasi biasa sapat digunakan untuk

memisahkan senyawa tersebut dari suatu sampel. Prinsip dari soxhlet adalah suatu

model ekstraksi yang menggunakan pelarut selalu bari dalam mengekstraknya

sehingga terjadi secara kontinu dengan adanya jumlah pelarut konstan yang juga

dibantu dengan pendinginan balik (kondensor) (Fieser, 1957).

Gambar rangkaian soxhlet

8

Page 9: lapter organik mb ika.docx

a. Cara Kerja Ekstraktor Soxhlet

Untuk cara kerja hal yang pertama dilakukan adalah penghalusan sampel

(mempercepat proses ekstraksi), luas permukaan lebih luas, laju reaksi semakin

cepat). Kemudian pengbungkusan sampel dengan kertas saring (agar sampel tidak

ikut dalam labu alas bulat ketika diekstraksi). Selanjutnya kertas saring dan

sampel dimasukkan dalam timbel, timbel kemudian dimasukkan dalam ekstraktor,

kemudian dilakukkan penuangan pelarut dalam timbel dan disana akan langsung

menuju labu alas bulat. Kemudian dilakukan pemanasan pada pelarut denga acuan

pada titi didihnya (agar pelarut menguap). Uap yang terbentuk akan melalui pipa

F dan akan menabrak dinding kondensor hingga akan terjadi proses kondensasi.

Kemudian pelarut akan bercampur dengan sampel dan terjadi proses ekstraksi.

Setelah itu maka pelarutnya akan memenuhi sifon dan ketika sifon penuh akan

disalurkan kembali kepada labu alas bulat, proses ini dinamakan satu siklus

(Fieser, 1957).

b. Syarat Penggunaan Soxhlet

1. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari senyawa yang kita ambil dari

sampel karena akan berpengaruh pada struktur senyawanya (ditakutkan

strukturnya akan rusak oleh pemanasan)

2. Pelarut harus inert (tidak mudah bereaksi dengan senyawa yang

diekstrak)

3. Posisi sifon harus lebih tinggi dari sampelnya (karena ditakutkan,

nantinya pada sampel yang berada di posisi atas tidak terendam oleh

pelarut).

(Fieser, 1957)

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Soxhlet

Metode soxhlet ini dipilih karena memiliki kelebihan yaitu pelarut yang

digunakan lebih sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui

sifon tetap tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk

mengekstrak sampel selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi. Kekurangan

metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya

digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas, waktu yang dibutuhkan untuk

ekstraksi cukup lama sampai beberapa jam sehingga dibutuhkan energi yang cukup

9

Page 10: lapter organik mb ika.docx

tinggi. Ekstraksi sempurna ditandaidengan cairan di wadah gelas tidak berwarna (bening)

yaitu ± 5-6 jam (Voight, 1996).

2.2.2.4 Rekristalisasi dan Kristalisasi

Suatu produk kristal yang terpisah dari campuran reaksi, biasanya

terkontaminasi dengan zat-zat yang tidak murni. Pemurnian dilakukan dengan

cara kristalisasi, dari sebuah pelarut yang tepat. Secara garis besar, proses

kristalisasi terdiri dari beberapa tahap :

Melarutkan zat dalam pelarut pada suhu tinggi.

Menyaring larutan yang tidak larut.

Menambahkan larutan panas dengan melewatkannya pada kristal

(penambahan hanya sedikit atau tetes demi tetes)

Mencuci kristal untuk menghilangkan cairan asli yang

masih melekat.

Mengeringkan kristal untuk menghilangkan bekas akhir

dari pelarut.

Rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjutan dari kristalisasi.

Rekristalisasi hanya efektif apabila digunakan pelarut yang tepat. Ada beberapa

faktor yang harus diperhatikan dalam memilih pelarut yang cocok untuk

kristalisasi dan rekristalisasi. Pelarut yang baik adalah pelarut yang akan

melarutkan jumlah zat yang agak besar pada suhu tinggi, namun akan melarutkan

dengan jumlah sedikit pada suhu rendah dan harus mudah dipisahkan dari kristal

zat yang dimurnikan. Selain itu, pelarut tidak bereaksi dengan zat yang akan

dimurnikan dengan cara apapun (Fieser, 1957).

2.4 Penentuan Titik Leleh

Jumlah terendah terakhir dari temperatur dimana kristal terakhir meleleh

disebut titik leleh. Pemurnian titik leleh oleh pengotor adalah konsentrasi dari efek

yang berbeda dalam tekanan uap dari campuran padat dan larutan. Titik leleh dari

substansi murni adalah temperatur padatan dan cairan memiliki tekanan uap yang

sama. Metode yang sering digunakan adalah melting point aparatus. Sampel

10

Page 11: lapter organik mb ika.docx

diletakkan pada kaca, lalu diatas penangas otomatis, titik leleh akan diukur dengan

termometer yang ada disebelahnya (Gibson, 1956).

Titik leleh dicapai saat pola molekul pecah dan padatan berubah menjadi

cair. Senyawa Kristal murni biasanya memiliki titik leleh tajam, yaitu meleleh

pada suhu yang sangat kecil 0,5-1ºC. Titik leleh suatu kristal adalah suhu dimana

padatan mula-mula menjadi cair, di bawah 1 atm. Senyawa murni keadaan padat

menjadi cair sangat tajam (0,5ºC) sehingga suhu ini berguna untuk identifikasi

(Wilcox,1995).

2.6 Resume Jurnal International

2.6.1 Isolation of Artemisinin as Antimalarial Drugs from Artemisia

annua L. Cultivated in Indonesia (Isolasi Artemisinin sebagai Obat

Antimalaria dari Artemisia annua L. yang Dibudidayakan di Indonesia)

Malaria merupakan penyakit menular yang endemik di Indonesia dan juga

merupakan penyakit yang menyebabkan masalah kesehatan serius bagi

masyarakat dan dunia terutama yang berada di daerah tropis dan subtropis.

Diperkirakan 300-500.000.000 orang di seluruh dunia terinfeksi malaria dan

sekitar 1 - 1,5 juta orang meninggal setiap tahun menurut WHO pada tahun 2003.

Artemisia annua L. adalah tanaman dari daerah subtropis, tetapi dapat

dikembangkan di daerah tropis melalui pemuliaan (Seleksi hibridisasi dan

adaptasi). Artemisinin adalah obat antimalaria baru yang telah berbeda struktur

kimia dan memiliki khasiat yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan obat

antimalaria konvensional lainnya yang telah resisten terhadap Plasmodium

falciparum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami isolasi artemisinin

sebagai obat anti malaria. Metode yang digunakan adalah ekstraksi pelarut,

kromatografi kolom, TLC, FTIR, spektrofotometer UV, dan spektroskopi NMR.

Prinsip ektraksi pelarut adalah distribusi zat pelarut dengan perbandingan

tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Prinsip kromatografi

kolom dan TLC adalah pemisaham campuran senyawa atas komponen-komponen

berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi masing-masing komponen diantara dua

fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Prinsip FTIR adalah ketika sampel

11

Page 12: lapter organik mb ika.docx

berinteraksi dengan sinar (radiasi elektromagnetik), maka ikatan kimia pada

panjang gelombang tertentu akan menyerap sinar ini dan akan bervibrasi. Prinsip

spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi yang terjadi antara energi yang berupa

sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul.

Prinsip NMR adalah  penyerapan energi oleh partikel yang sedang berputar di

dalam medan magnet yang kuat sehingga nantinya medan magnet yang sesuai

dengan molekul akan dikonversi menjadi spektra NMR sehingga struktur

senyawa/rumus bangun molekul senyawa organik dapat teridentifikasi. Bahan

baku yang digunakan adalah tanaman Artemisia annua L. yang dikeringkan dan

dihaluskan menjadi bubuk. Bubuk herbal Artemisia annua L. dimaserasi

menggunakan pelarut metanol. Ekstrak kemudian diuapkan menggunakan

rotaryevaporator pada suhu 40°C sampai volume ekstrak 100 mL. Kemudian

larutan ekstrak dipartisi menggunakan heksana 50 ml, partisi dilakukan berkali-

kali dan berhenti sampai lapisan etil asetat tidak berwarna. Setelah itu, ekstrak

yang mengandung artemisinin difraksinasi dengan kromatografi kolom. Hasil

isolat dianalisis dengan menggunakan TLC, FTIR, UV spektrofotometer, dan

HNMR spektroskopi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah senyawa

artemisinin sebanyak 2,0 mg (0,016% b/b) dan kandungan artemisinin dalam

tanaman Artemisia annua L. sangat kecil yaitu 0,01-1,4%. Jadi dapat disimpulkan

bahwa senyawa artemisinin dapat menghentikan penyakit malaria karena

memiliki lakton dan senyawa tersebut dapat diperoleh dengan cara ekstraksi

pelarut dan kromatografi kolom.

2.6.2 Identification of Compounds in the Essential Oil of Nutmeg Seeds

(Myristica fragrans Houtt.) That Inhibit Locomotor Activity in Mice

(Identifikasi Senyawa Minyak pada Pala (Myristica fragrans Houtt.) untuk

Menghambat Sistem Gerak pada Aktivitas Tikus)

Salah satu efek dari kandungan pala adalah efek sedatif yang kuat. Salah

satu sifat itu digunakan untuk menghambat aktivator tikus, sehingga tikus mudah

untuk ditangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa pada

minyak dalam pala yang berfungsi untuk menghambat aktivitas tikus. Metode

yang digunakan adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dan

12

Page 13: lapter organik mb ika.docx

injeksi pada tikus secara langsung. Prinsip yang digunakan adalah pemberian zat

tertentu pada tikus dan prinsip HPLC adalah pemisahan analit-analit berdasarkan

kepolaran. Hasil yang diperoleh dari metode HPLC menunjukkkan bahwa

kandungan minyak pada pala terdiri dari 4-terpenoid, “safrole”, miristin, metil

miristin, metil palmiat, asam palmiat, metil oktadeka-10-oat, metil oleat, metil

stearat. Sedangkan hasil minyak yang diinjeksikan pada tikus menunjukkan

bahwa 4-terpenoid, “safrole” dan miristin merupakan bahan penghambat aktivitas

sistem gerak pada aktivitas tikus. Jadi dapat disimpulkan bahwa kandungan

senyawa pada minyak pala adalah 4-terpenoid, “safrole”, miristin, metil miristin,

metil palmiat, asam palmiat, metil oktadeka-10-oat, metil oleat, metil stearat dan

senyawa yang dapat menghambat sistem gerak pada aktivitas tikus adalah

4-terpenoid, “safrole” dan miristin (Mustarichie, 2010).

2.6.3 Isolation and Characterization of n-Docosane From Heartwood Of

Berberista Aristata ( Isolasi dan Karakterisasi n-docosena Dari Batang

Kayu Berberis Aristata)

Berberista Aristata (Berberidaceaea) ditemukan di nepal dan tumbuh di

nilgiris pada ketinggian 1000 – 2400 m dan semua himalaya pada ketinggian 1000

– 3000 m, bunga kuning, daun bergerigi, dan memiliki beri berwarna merah.

Berberin (bertanggung jawab pada aktifitas hematoproktetif) memiliki konstituen

alkaloid dan lain-lainnya seperti berbamin, aromolin, palmatin, oksikantin, dan

oksiberin. Pada kulit dan batang terisolasi kalumbamin, umbaliatin, jatorrhizin,

dan hidrastin. Buah nya memiliki asam sitrat dan asam maleat. Asam kafeik,

kuersetin, asam klorogenik, dan meratin biasa nya rutin diambil dari daun berberis

aristata. Berbagai macam bagian pada berberis aristata telah diisolasi dan

dikarakterisasi dan berguna untuk aktifitas anti karsinogenik, anti hepatotoksik,

anti diare, anti inflamasi, anti mikroba, anti piretik, anti oksidan, anti malaria,dan

anti tuberkulostatik. Sehingga pada percobaan kali ini bertujuan untuk

penyelidikan fitokimia hasil ekstrak etanol pada batang kayu Berberista Aristata.

Metode yang digunakan dalam percobaan adalah maserasi, soxhlet, kromatografi

dan spektroskopi. Prinsip percobaan adalah pada maserasi adalah pemisahan zat

13

Page 14: lapter organik mb ika.docx

dari gugus aktif nya, pada soxhlet adalah pemisahan komponen menggunakan

pelarut yang selalu baru, pada kromatografi adalah pemisahan komponen

menggukanan dua fasa yaitu fasa gerak dan fasa diam berdasarkan “like dissolve

like”, pada spektroskopi adalah transisi elektron akibat penembakan cahaya

dimana cahaya yang diteruskan direkam pada detektor dan cahaya yang diserap

dianggap sebagai absorbansi senyawa. Pada percobaan tanaman dikeringkan dan

dilakukan ekstraksi dengan soxhlet menggukan etanol 95% sehingga minyak atsiri

akan terisolasi kemudian dilakukan kromatografi dan dilakukan spektroskopi pada

untuk mengetahui kandungannya. Hasil percobaan adalah diperoleh ekstrak etanol

berupa kering dan coklat gelap dengan massa 50 gram (2,77%), pada kromatografi

menggunakan fasa diam silika gel dan fasa gerak variasi kombinasi dari

kloroform dan pretroleum eter dan hasil nya direkristalisasi menggunakan aseton

dan metanol (1:1) diperoleh 100 mg (0,20%), pada spektroskopi IR didapatkan

absorbansi pada bilangan gelombang 762 cm-1 yang menunjukkan hidrokarbon

alifatik, pada spektroskopi masa dihasilkan peak dengan m/z 310 yang konsisten

dengan rumus molekul jenuh dari hidrokarbon C22H46. Kesimpulannya percobaan

adalah berberis aristata yang diektrak menggunakan etanol 95% dengan metode

soxhlet dan kromatografi kolom dipersiapkan dengan peningkatan polarisitas pada

fasa gerak dan dilakukan analisis spektroskopi didapatkan hidrokarbon alifatik

yaitu n-docosena (Katiyar, 2011).

2.6.4 Phytochemistryical & Anthelmintic Studies on Blumea Lacera. (Fitokimia

Studi Antelmintik pada Tanaman Blumea Lacera. )

Semakin hari penyakit yang di sebabkan oleh infeksi cacing semakin

meningkat,oleh sebab itu banyak dilakukan penelitian untuk membuat obat cacing

yang ampuh untuk mencegah dan membasmi infeksi cacing tersebut. Dan telah

ditemukan tanaman yang telah diperkirakan dapat menjadi obat cacing yaitu

tanaman Blumea lacera. Tujuan dari percobaan ini yaitu merupakan upaya untuk

mencari tahu, untuk mengevaluasai dan untuk membuktikan aktivitas

anthelminthic dari tanaman Blumea lacera. Metode yang digunakan dalam

percobaan ini adalah ekstraksi dan maserasi. Prinsip kerja pada percobaan ini

adalah pemisahan senyawa dari tanaman yang didasarkan oleh perbedaan sifat

14

Page 15: lapter organik mb ika.docx

pelarut. Ekstraksi menggunakan pelarut alkohol dan air, selanjutnya disiapkan

ekstrak pertama kali yang digunakan untuk penyelidikan fotokimia dan kemudian

disaring untuk kegiatan anthelmintik in-vitro terhadap cacing Ascaris

lumbricoides dan Pheritema postuma dengan menggunakan piperazine sitrat

sebagai larutan standar. Hasil dari penelitian menemukan dan menunjukan bahwa

tanaman Blumea lacera memiliki aktivitas anthelmintic yang baik

(Pattewar,2012).

2.6.5 Isolation of Natural Products (Isolasi Produk Alami)

Tanaman telah digunakan sebagai obat di zaman kuno. Sekarang

Perusahaan farmasi hari mulai memproses tanaman obat dan aromatik dalam

formulasi mereka dengan menggunakan ekstraksi komponen aktif. Oleh sebab itu

dilakukanlah percobaan ini. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengolah

tanamab menjadi sebuah obat. Metode yang digunakan dalam percobaan ini

adalah ekstraksi, maserasi, destilasi dan ekspresi. Metode Ekspresi adalah metode

lain yang digunakan untuk mengekstrak senyawa atsiri. Prinsip dari percobaan ini

tergantung pada pasrtisi, konperhensi antar fasa dan pelarut residu padat

bergantung pada difusi isolasi nisht. Hasil yang di peroroleh dalam percobaaan ini

yaitu menghasilkan obat obat dengan pengolahan tanaman aromatik.

(Visth, 2012)

2.6.6 Chemistry, Antioxidant and Antimicrobial Potential of Nutmeg (Myristica

fragrans Houtt) (Kimia , Potensi Antioksidan dan Anti Microbial pada pala

(Myristica fragrans Houtt) )

Latar belakang dibuatnya percobaan ini adalah, melihat potensi yang ada

pada biji buah pala belum teridentifikasi secara lanjut. Tujuan dari percobaan ini

adalah percobaan untuk melihat adanya potensi timbulnya berbagai penyakit dari

radikal bebas seperti hidrokal dan anion super oksida, maka para peneliti mencoba

mencari penghambat radikal bebas masuk kedalam tubuh . Peneliti meneliti

tentang kandungan pala yang bertujuan untuk mengetahui adanya potensi kimia,

antimikroba dan antioksidan pada tanaman tersebut. Prinsip dari prcobaan ini

15

Page 16: lapter organik mb ika.docx

adalah pengisolasian dan pengamatan beberapa senyawa pada pala. Metode yang

digunakan dalam percobaan ini adalah ekstraksi dengan aseton, etanol, metanol,

butanol dan air,setelah itu pengamatan hasilnya di dilihat menggunakan GC-MS.

Jadi biji buah pala terbukti sebagai antioksidan yang baik dan penangkal radikal

bebas (Gupta, 2012)

2.7 Analisa Bahan

1. Biji Buah Pala

Sifat fisik :

Sifat kimia :

(Arsyad, 2001)

2. Aseton (CH3COCH3)

Sifat fisik :

Sifat kimia :

(Pudjaatmaka, 1993)

3. Eter

Sifat fisik :

16

titik didih 35,6 ºC

titik beku – 11,3 ºC

densitas 0,708 g/cm3

cairan encer tidak berwarna, jernih, berbau, rasanya aneh

mudah menguap dan mudah terbakar, mudah meledak

senyawa organik yang mudah menguap, mudah

terbakar, berbau khas, dan agak manis

merupakan gugus fungsi keton, larut dalam air, alkohol,

eter, kloroform, dan minyak

biasa digunakan sebagai pelarut lemak, minyak, plastik,

dan lilin

berat molekul : 58,08 g/mol

densitas : 0,792 g/cm3

titik lebur : -94,6 ºC

titik didih : 56,5 ºC

mengandung unsur-unsur psikotropik

mengakibatkan muntah-muntah dan kepala pusing

minyak atsiri 2-16 % rata-rata 10 %, 25-40 % terdiri

asam polimetrik

asam stearat dan asam miristat

karbohidrat ± 30, protein ± 60 %, miristat ± 48 %.

merupakan minyak kental mempunyai daya bunuh terhadap serangga

Page 17: lapter organik mb ika.docx

Sifat kimia :

(Wilcox, 1995)

III. Metode Percobaan

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

- Penangas air - Gelas Beker

- Labu alas bulat 250 mL - Erlenmeyer

- Kertas Saring - Cawan penangas

- Corong Bunchner - Pipet Tetes

- Pengaduk

3.1.2 Bahan

- Biji buah pala

- Aseton

- Eter

3.2 Skema Kerja

a. SoxhletSerbuk biji pala 37 gram

plastik Pembungkusan dengan kertas saring Pengikatan dengan benang Pemasukan pada timbel Pemasangan soxhlet dengan labu alas

bulat perisi pelarut eter, kondensor dengan selang water in-out air dingin

Maserasi Soxhletasi 6 siklus Evaporasi eter, pemisahan eter

dengan minyak

Residu eter Filtrat penyaringan

17

bereaksi dengan HI

bereaksi dengan PCl5 pada pemanasan

tidak bereaksi dengan logam Na

Page 18: lapter organik mb ika.docx

Gelas beker

b. Pemurnian trimiristin

Filtrat minyak palaGelas beker

Pendinginan bertahap dan spontan dengan air es

Pendinginan kristal

Residu kristal FiltratKertas saring Gelas beker

Penghabluran kristal denganaseton (pencucian)

Pelarutan pada aseton Pengadukan Pendinginan pada air es Penyaringan

Residu kristal FiltratKertas saring Gelas

beker Pengeringan kristal Penimbangan kristal perhitungan kadar

presentase trimiristin Pengujian titik leleh

Hasil

3.3 HipotesisPercobaan berjudul “Isolasi Trimiristin dari Biji Pala” bertujuan untuk

memahami beberapa aspek dasar dalam isolasi senyawa bahan alam khususnya

trimiristin. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah soxheltasi,

maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi. Prinsip dari percobaan ini adalah

soxhletasi merupakan suatu ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru. Hasil yang

diperoleh adalah kristal putih yang mengandung trimiristin, titik leleh dan kadar

dari trimiristin.

18

Page 19: lapter organik mb ika.docx

IV. DATA PENGAMATANNo Perlakuan Hasil1 Serbuk biji pala dibungkus

kertas saring dan diberi tali,

sampel dimasukan delam timbel

soxhlet, perangkaian soxhlet

Pembungkusan dibentuk tabung

agar mudah masuk timbel dengan

benang disisakan menjuntai keluar

2 Penambahan pelarut eter dalam

labu alas bulat dan batu didih.

Penambahan eter sebagai pelarut

dan maserasi hingga larutan pada

timbel menjadi kuning

3 Perlakuan ekstraksi soxhlet, , Penguapan langsung dengan

soxhlet hingga pelarut terpisah dari

minyak

4 Hasil dipindahkan dalam gelas

beaker

5 Pendinginkan

6 Penyaringan, pelarutan hasil

isolasi dalam 50ml aseton

dengan dipanaskan

Rekristalisasi padatan menjadi

putih

7 Krisalisasi pada erlenmayer

250ml (didinginkan)

Didinginkan menjadi kristal putih

8 Pemisahan produk dengan

corong buchener

Berat kristal 5, 11 gram, kadar

presentase 13,81%, titik leleh ± 47

ºC

Tabel Waktu Siklus

19

No SiklusWaktu (menit)

Waktu rata-rata (menit)

1 I 8’28”

7’09”

2 II 7’3 III 6’34”4 IV 6’45”5 V 7’22”6 VI 7’30”

Page 20: lapter organik mb ika.docx

VI. PEMBAHASAN

Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Isolasi Trimiristin dari Biji

Pala”. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memahami beberapa aspek dasar

dalam isolasi senyawa bahan alam khususnya trimiristin. Prinsip dari percobaan

ini adalah soxhletasi dimana merupakan suatu ekstraksi dengan pelarut yang

selalu baru. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah soxheltasi,

maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi. Soxhletasi merupakan ekstraksi senyawa

yang kelarutannya terbatas dalam satu pelarut dengan menggunakan pelarut yang

selalu baru sehingga terjadi ekstraksi yang kontinu dengan jumlah pelarut yang

konstan dan dibantu pendinginan balik berdasarkan prinsip like disolve like. Pada

maserasi merupakan proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik

pada temperatur ruangan (Oxtoby, 2001). Pada kristalisasi adalah pembentukan

kristal kemudian dilanjutkan rekristalisasi dengan pelarut yang tepat (dalam

percobaan ini adalah aseton) untuk membentuk kristal kembali dengan jumlah

yang lebih banyak (Fessenden, 1983).

Pada percobaan ini, digunakan biji pala sebagai sumber trimiristin yang

akan diisolasi. Dipilih bahan biji buah pala karena minyak pala yang dihasilkan

dari ekstraksi mengadung trimiristin yang tidak terlalu banyak tercampur dengan

ester lain yang sejenis. Disamping itu kadar trimiristin pada biji buah pala cukup

tinggi dibanding pada bahan lain yaitu sekitar 20-25% dari berat kering biji pala

(Wilcox, 1995).

Sebelum dilakukan soxhletasi, mula-mula dilakukan preparasi bahan. Biji

buah pala yang akan digunakan dihaluskan dengan cara ditumbuk. Hal ini

bertujuan agar zat-zat yang terkandung dalam biji buah pala mudah larut dalam

pelarut, karena semakin halus sampel maka luas permukaan bidang sentuh

semakin luas terhadap pelarut dan mempercepat terjadinya ekstraksi karena laju

20

Page 21: lapter organik mb ika.docx

CH3 O CH3

CH3 O CH3Persenyawaan Eter (Fessenden, 1989)

reaksi pelarutan terhadap pelarut menjadi lebih cepat (oxtoby, 2001).

Pembungkusan serbuk pala juga dilakukan dengan pembungkus kertas saring

yang diikat dengan benang. Fungsi pembungkusan ini adalah agar sampel tidak

ikut tercampur dengan hasil ekstraksi. Penggunaan benang adalah selain untuk

mengikat kertas saring, benang yang diikat disisakan keluar dari timbel agar

memudahkan pengeuaran sampel dari timbel (dengan diangkat pada benangnya).

Penggunaan pembungkus dipilih kertas saring, karena kertas saring mempunyai

dinding yang tipis dan berpori yang dapat mempermudah sirkulasi pelarut dan zat

yang terkandung dalam sampel tanpa membuat sampel ikut keluar dari kertas

saring karena porinya berukuran kecil.

Soxhlet sampel dipersiapkan, dilakukan maserasi terhadap sampel dengan

pelarut eter. Penggunaan pelarut eter ini karena eter dapat digunakan untuk

melarutkan trimiristin yang merupakan zat gliseral yang bersifat non polar.

Berdasarkan teori like-disolve-like, zat yang non polar akan didistribusikan pada

zat yang non polar, begitu pula pada zat yang bersifat polar. Senyawa eter

merupakan senyawa yang bersifat non polar, hal ini dikarenakan tidaknya ikatan

hidrogen antara senyawa yang sama selain itu adanya rantai C dapat juga

menyebabkan eter bersifat non polar.

Penggunaan eter juga dipilih karena perbedaan titik didih yang cukup jauh dari

trimiristin yaitu 35,6 ºC sedangkan

titik didih trimiristin berkisar antara

sebesar 50-56 ºC. Hal ini

dimaksutkan agar eter dapat

menguap tanpa membawa trimirisrin

yang ikut menguap. Maserasi

dilakukan unutuk mengeluarkan zat

pada biji pala dengan sistem menjenuhkan sampel terhadap penambahan eter.

Sampel yang direndam dengan eter akan mengeluarkan zat ekstraksi yang terbawa

oleh eter namun hanya sedikit karena ekstraksi maksimal akan dilakukan secara

soxhletasi. Selain itu, maserasi juga mempercepat proses pemisahan trimiristin

dari biji buah pala karena sudah mulai terdistribusi dalam eter yang sama-sama

bersifat non polar.

21

Page 22: lapter organik mb ika.docx

Penambahan batu didih pada labu alas bulat yang berisi eter berfungsi

untuk menjaga tekanan dan suhu larutan agar tetatp stabil. Proses soxhleti

dilakukan 6 siklus untuk menghasilkan ekstrask berupa larutan yang berwarna

kekuningan pada timbel yang menandakan ekstraksi sedang berlangsung. Pada

proses soxhlet terjadi suatu siklus yaitu ketika pelarut eter dalam labu alas bulat

menguap akibat pemanasan. Uap pelarut eter akan naik kemudian akan naik dan

terkondensasi oleh kondensor menjadi molekul-molekul yang berubah fasa

menjadi cairan dan yang jatuh ke tempat sampel (timbel) biji pala. Terjadinya

pengembunan ditandai dengan adanya tetes-tetesan pelarut eter ke dalam timbel.

Setelah volume timbel dipenuhi oleh pelarut, maka seluruh cairan (pelarut yang

telah membawa solut), akan turun kembali ke labu dasar pipa sifon, dan proses

inilah yang disebut dengan satu siklus.

Siklus pada soxhletasi terjadi secara berulang-ulang (kontinyu), pelarut

eter akan masuk kedalam timbel dengan membawa zat-zat yang bersifat non polar

yang terkandung dalam biji pala lalu akan turun kembali kedalam labu alas bulat

bersama-sama denga pelarut eter. Semakin banyak siklus yang terjadi maka akan

semakin banyak ekstrak yang didapat karena semakin banyak ekstrak yang

didapat karena semakin banyak zat-zat yang ikut terlarut didalam pelarut eter

sehingga hasil ekstrak akan semakin besar sampai pasa batas kandungan

zat/jumlah zat yan terkandung dalam sampel. Pada 6 siklus yang terjadi pada

percobaan ini percobaan ini memerlukan waktu masing-masing: 8’28’’, 7’, 6’34”,

6’45”, 7’22”, 7’30” dan waktu rata-ratanya adala 7’09”.

Selanjutnya, setelah didapat hasil dari soxhletasi dilakukan evaporasi

dengan mengangkat sampel dari timbel sehingga ekstraksi berhenti namun pelarut

eter masih diuapkan. Pemisahan secara evaporasi ini merupakan pemisahan

berdasarkan perbedaan titik didih dimana zat yang titik didihnya rendah akan

menguap terlatih dahulu. Dalam proses ini, pelarut eter akan menguap terlebih

dahulu akibatnya eter akan terpisah dari minyak pala. Pemisahan dilakukan

dengan menjaga pelarut agar tidak melewati dari sifon dan masuk kembali pada

labu alas bulat, sehingga sebelum itu terjadi, penguapan diberhentikan dan pelarut

dituang dalam wadah. Pemisahan ini dilakukan hingga pelarut habis dan

menyisakan minyak biji pala.

22

Page 23: lapter organik mb ika.docx

Hasil ekstrak kental evaporasi kemudian didinginkan pada suhu ruang

yang sesekali didinginkan pada air dingin. Terjadi perbedaan hasil ketika

dilakukan pendinginan dengan dua kondisi ini yaitu suhu ruang. Pendinginan

terjadi dengan penurunan suhu terhadap kecepatan pertumbuhan kristal lebih

lambat daripada kecepatan pertumbuhan inti kristal sehingga kristal yang

diperoleh kecil, rapuh, dan banyak. Pada pendinginan secara spontan dengan

menggunakan air es, penurunan suhu terjadi sangat cepat sehingga kecepatan

pertumbuhan kristal lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan inti kristal

sehingga krital yang terbentuk besar-besar, liat dan elastis (Austin, 1986).

Kristal hasil kristalisasi disaring dengan kertas saring dan

ditambahkan/dilarutkan pada aseton. Penambahan aseton ini untuk mencuci

padatan sehingga padatan kristal yang tadinya berwarna kekuningan menjadi lebih

putih (menghablurkan). Setelah kristal terbentuk bersih, kristal kembali dilarutkan

dengan aseton. Pelarutan kembali pada pelarut bersuhu tinggi akan meningkatkan

kelarutan kristal sehingga akan didapat hasil kristal yang lebih banyak ketika

setelah pelarutan dilakukan pendinginan. Proses ini disebut rekristalisasi. Dalam

proses ini digunakan aseton sebagai pelarut, hal ini dikarenakan pelarut ini tidak

bereaksi dengan zat yang terkandung pada minyak biji pala. Selain itu kriteria

pelarut yang baik dalam proses rekristalisasi adalah pelarut yang tidak memiliki

titik didih melebihi titik leleh zat padatnya, kemudian pelarut hanya sedikit

melarutkan zat padat pada suhu kamar, tetapi sangat mudah melarutkan pada suhu

didihnya (Cahyono, 1998). Pemilihan aseton dilakukan berdasarkan titik didihnya

jauh lebih rendah yaitu 56,2 ºC dibandingkan titik didih trimiristin 311 ºC

sehingga dipilih aseton yang menjadi pelarut (Winarno, 1991). Saat dilakukan

rekristalisasi, penambahan aseton tidak berfungsi untuk melarutkan pengotor,

melainkan melarutkan zat padat sehingga memisahkan zat padatan tadi dari

pengotor-pengotor. Setelah dilakukan pelarutan, dilakukan penyaringan pada

campuran tersebut untuk memisahkan zat murni dari zat pengotornya. Proses

berikutnya dilakukan pendinginan. Pendinginan ini berfungsi untuk membentuk

kristal kembali yang dilakukan pada suhu ruang dengan penurunan suhu bertahap

dan pendinginan secara spontan. Setelah dilakukan pendinginan secara spontan

terbentuk kristal yang lebih besar. Dilakukan penyaringan kembali pada kristal

23

Page 24: lapter organik mb ika.docx

untuk memisahkan zat pengotor dan dicuci kristal hasil penyaringan dengan

aseton agar zat-zat polar dapat melarut bersama aseton karena sifat aseton yang

polar juga. Hasil akhir yang didapat adalah kristal putih sedikit kekuningan yang

merupakan senyawa trimiristin.

Identifikasi senyawa trimiristin adalah dilakukan pembandingan sifat

fisiknya terhadap literatur, antara lain :

1. berbentuk kristal putih

2. berat molekul 728,18 g/mol

3. titik leburnya 56,5 ºC

4. titik didihnya 311 ºC

5. tidak larut dalam air

6. larut dalam alkohol, eter, kloroform dan benzena

(Winarno, 1991)

Berat trimiristin kering dari percobaan ini adalah 5,11 gram dari berat

sampel biji pala 37 gram (Wilcox, 1995). Kristal yang diperoleh dilakukan

pengujian titik leleh menggunakan melting poin aparatus. Proses ini dimaksudkan

untuk menguji apakah dari kristal yang terbentuk merupakan benar-benar

trimiristin. Berdasarkan percobaan, diperoleh bahwa titik leleh dari kristal adalah

45-50 ºC, sedangkan pada literatur, trayek titik leleh dari trimiristin adalah

50-57 ºC. Dari hasil pengukuran tersebut telah memasukin trakyek titik leleh

sesuai pada literatur, maka kristal yang didapat adalah trimiristin. kadar presentase

yang diperoleh sebagai krital trimiristin dalam berat per berat adalah 13, 81%.

Hasil yang diperoleh sedikit dimungkinkan 6 siklus kurang untuk mengekstraksi

keseluruhan trimiristin, selain itu ukuran serbuk (sampel biji pala yang ditumbuk)

yang kurang halus.

VII. PENUTUP

7.1 Kesimpulan

24

Page 25: lapter organik mb ika.docx

a. Isolasi tirimistin dari biji pala dapat dilakukan dengan metode soxhletasi,

maserasi, kristalisasi dan rekristalisasi

b. Berat kristal yang diperoleh 5,11 gram

c. Kadar prosentase trimiristin yang diperoleh adalah 13,81%

d. Titik leleh trimiristin pada percobaan ini adalah 45-50 ºC

e. Kristal trimiristin yang diperoleh dengan penampakan berwarna putih

7.2 Saran

a. Dilakukan soxhletasi dengan memperbanyak siklus agar trimiristin yang

didapat lebih banyak

b. Dilakukan isolasi dengan metode lain

c. Metode isolasi selain soxhletasi seperti reflux, ekstraksi dan destilasi

25

Page 26: lapter organik mb ika.docx

LAMPIRANPerhitungan

1. % kadar

Diketahui : berat sampel (serbuk biji pala) = 37 gram

berat kristal trimiristin = 5,11 gram

Ditanya : kadar presentase (%)

Jawab :

% = berat kristal trimiristin

berat sampel (serbuk biji pala)× 100 %

= 5,11gram37 gram

× 100 %

= 13,81 %

2. Waktu rata-rata siklus

Diketahui : data = 8’28’’ , 7’, 6’34” , 6’45” , 7’22” , 7’30”

Ditanya : t

Jawab :

t=8 ’28 ’ ’+7 ’+6 ’ 34 ”+6 ’45 ”+7 ’22 ”+7 ’30 ”6

t=42' 59 } over {6 ¿

t=7' 09

26

Page 27: lapter organik mb ika.docx

27