lapsus (tyas, vina)

53
Laporan Kasus INTRA VENTRIKEL HEMORAGIK DAN INTRA CEREBRAL HEMORAGIK PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS DAN CHRONIC KIDNEY DISEASE ON RUTIN HAEMODIALISA Oleh Luisa Vinadiya NIM. I1A010051 Novita Ningtyas NIM. I1A010004 Pembimbing dr. Zainudin Arpandy, Sp.S BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF

Upload: adheti-meilyndha

Post on 15-Feb-2016

278 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

x

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus (TYas, Vina)

Laporan Kasus

INTRA VENTRIKEL HEMORAGIK DAN INTRA CEREBRAL HEMORAGIK PADA PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

DAN CHRONIC KIDNEY DISEASE ON RUTIN HAEMODIALISA

Oleh

Luisa Vinadiya NIM. I1A010051Novita Ningtyas NIM. I1A010004

Pembimbing

dr. Zainudin Arpandy, Sp.S

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF

FKUNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN

BANJARMASIN

Agustus, 2014

Page 2: Lapsus (TYas, Vina)

STATUS PENDERITA

I. DATA PRIBADI

Nama : Ny. Hadijah

Jenis Kelamin : Wanita

Umur : 53 tahun

Bangsa : Indonesia

Suku : Banjar

Agama : Islam

Pekerjaan : Guru

Status : Sudah Menikah

Alamat : Palingkay

MRS : 4 Agustus 2014

No RMK : 1.06.99.60

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Gelisah dan tidak sadarkan diri setelah cuci darah

Keluhan yang berhubungan dengan keluhan utama : keringat dingin, bicara

pelo, kelemahan ekstrimitas sebelah kanan

Perjalanan Penyakit :

Pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran setelah melakukan cuci

darah yang ke-44. Pasien sempat membuka mata dan mengeluhkan angggota

gerak kanannya tidak dapat digerakkan. Pasien juga tidak dapat berbicara. Mulut

pasien miring ke kanan. Beberapa hari sebelum cuci darah pasien berbicara pelo.

Pasien juga merasa tangan kanannya sedikit kaku. Kesemutan sudah sering

1

Page 3: Lapsus (TYas, Vina)

dialami oleh pasien sejak beberapa tahun lalu, baik di tangan maupun kaki. Nyeri

pada anggota gerak kanan disangkal. Mual muntah beberapa kali dialami pasien

terutama sebelum cuci darah. Nyeri kepala dan leher kaku juga disangkal. Pasien

pernah mengalami trauma pada bagian kepala 3 tahun lalu, tapi pasien tidak

mengalami kelainan apapun.

Riwayat Penyakit Dahulu :

CKD on HD (+) selama 11 bulan, DM (+) sejak 15 tahun lalu dengan kadar

glukosa tertinggi ±400, HT (+) dengan TD paling tinggi 200/-, trauma

kepala (+), stroke (-), merokok (-), alkohol (-), kolesterol (?), jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga : keluhan serupa (-), HT (-), DM (-), stroke (-)

III. STATUS INTERNA SINGKAT (4 Agustus 2014)

Tensi : 180/120 mmHg

Nadi : 80 kali /menit

Respirasi : 20 kali/menit

Suhu : 39,5 oC

Kepala/Leher :

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), katarak

(-/-)

- Mulut : Mukosa bibir pucat (+), kelembaban cukup

- Leher : JVP meningkat (-), KGB tidak membesar

Thoraks

2

Page 4: Lapsus (TYas, Vina)

- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,

wheezing tidak ada, ronkhi (+).

- Cor : BJ I/II tunggal, tidak ada bising, batas jantung melebar

Abdomen : Tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi timpani,

tes undulasi (-), bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Atrofi tidak ada, edem tidak ada, akral dingin di semua

ekstremitas, parese ada pada bagian tubuh sebelah kanan.

IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT

Emosi dan Afek : Tumpul

Proses Berfikir : Sde

Kecerdasan : Sde

Penyerapan : Sde

Kemauan : Sde

Psikomotor : Menurun

V. NEUROLOGIS

A. Kesan Umum:

Kesadaran : GCS 2-1-4 (delirium)

Pembicaraan : Disartri : Sde

Monoton : Sde

Afasia Motorik : Sde

Sensorik : Sde

3

Page 5: Lapsus (TYas, Vina)

Amnesik : Sde

Kepala:

Besar : Normal

Asimetri : Negatif

Sikap paksa : Negatif

Tortikolis : Negatif

Muka:

Mask/topeng : Negatif

Miophatik : Negatif

Fullmoon : Negatif

Lain-lain : Negatif

B. Pemeriksaan Khusus

1. Rangsangan Selaput Otak

Kaku Tengkuk : Positif

Kernig : Negatif/Negatif

Laseque : Negatif/Negatif

Bruzinski I : Negatif

Bruzinski II : Negatif/Negatif

2. Saraf Otak

N. Olfaktorius

Hyposmia : Sde

4

Page 6: Lapsus (TYas, Vina)

Parosmia : Sde

Halusinasi : Sde

N. Optikus

Visus : Sde

Yojana Penglihatan : Sde

Melihat warna : Sde

Funduskopi : Tidak dilakukan

N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens

Kanan Kiri

Kedudukan bola mata tengah tengah

Pergerakan bola mata ke

Nasal : Normal

Temporal : Normal

Atas : Normal

Bawah : Normal

Temporal bawah : Normal

Eksopthalmus : Negatif Negatif

Celah mata (Ptosis) : Negatif Negatif

Pupil Kanan Kiri

Bentuk bulat bulat

Lebar 3 mm 3 mm

5

Page 7: Lapsus (TYas, Vina)

Perbedaan lebar isokor isokor

Reaksi cahaya langsung Positif Positif

Reaksi cahaya konsensuil Positif Positif

N. Trigeminus

Cabang Motorik

Otot Maseter Sde

Otot Temporal Normal

Otot Pterygoideus Int/Ext Sde

Cabang Sensorik

I. N. Oftalmicus Sde

II. N. Maxillaris Sde

III. N. Mandibularis Sde

Refleks kornea langsung Normal Normal

Refleks kornea konsensuil Normal Normal

N. Facialis

Kanan Kiri

Waktu Diam

Kerutan dahi Sde Sde

Tinggi alis Normal Normal

Sudut mata Normal Normal

Lipatan nasolabial Turun Normal

Waktu Gerak

6

Page 8: Lapsus (TYas, Vina)

Mengerutkan dahi Sde Sde

Menutup mata Sde Sde

Bersiul Sde

Memperlihatkan gigi Sde

Pengecapan 2/3 depan lidah Sde

Sekresi air mata Normal

Hyperakusis Negatif Negatif

N. Vestibulocochlearis

Vestibuler

Vertigo : Sde

Nystagmus : Sde

Tinitus aureum : Kanan: Sde Kiri : Sde

Cochlearis : tidak dilakukan

N. Glossopharyngeus dan N. Vagus

Bagian Motorik:

Suara : normal

Menelan : Disfagia

Kedudukan arcus pharynx : sde

Kedudukan uvula : sde

Pergerakan arcus pharynx : sde

Detak jantung : normal

Bising usus : normal

7

Page 9: Lapsus (TYas, Vina)

Bagian Sensorik:

Pengecapan 1/3 belakang lidah :sde

Refleks Oculo-Cardiac : tidak dilakukan

Refleks muntah : tidak dilakukan

Refleks palatum mole : tidak dilakukan

N. Accesorius

Mengangkat bahu : (sde/sde)

Memalingkan kepala : (sde/sde)

N. Hypoglossus

Kedudukan lidah waktu istirahat : di tengah

Kedudukan lidah waktu bergerak : sde

Atrofi : tidak ada

Kekuatan lidah menekan pada bagian dalam pipi : sde

Fasikulasi/Tremor (kanan/kiri) : sde/sde

3.Sistem Motorik

Kekuatan Otot

Tubuh : Otot perut : normal

Otot pinggang : normal

Kedudukan diafragma : Gerak : normal

Istirahat : normal

Lengan (Kanan/Kiri)

M. Deltoid : 2/4

8

Page 10: Lapsus (TYas, Vina)

M. Biceps : 2/4

M. Triceps : 2/4

Fleksi sendi pergelangan tangan : 2/4

Ekstensi sendi pergelangan tangan : 2/4

Membuka jari-jari tangan : normal/normal

Menutup jari-jari tangan : normal/normal

Tungkai (Kanan/Kiri)

Fleksi artikulasio coxae : 2/4

Ekstensi artikulatio coxae : 2/4

Fleksi sendi lutut : 2/4

Ekstensi sendi lutut : 2/4

Fleksi plantar kaki : 2/4

Ekstensi dorsal kaki : 2/4

Gerakan jari-jari kaki : normal/normal

Besar Otot :

Atrofi : Negatif

Pseudohypertrofi : Negatif

Respon terhadap perkusi : Normal

Palpasi Otot :

Nyeri : Negatif

Kontraktur : Negatif

9

Page 11: Lapsus (TYas, Vina)

Konsistensi : Normal

Tonus Otot :

Lengan Tungkai

Kanan Kiri Kanan Kiri

Hipotoni Negatif Positif Negatif Positif

Spastik Negatif Negatif Negatif Negatif

Rigid Negatif Negatif Negatif Negatif

Rebound Negatif Negatif Negatif Negatif

phenomen

Gerakan Involunter

Tremor : Waktu Istirahat : Negatif/Negatif

Waktu bergerak : Negatif/Negatif

Chorea : Negatif/Negatif

Athetose : Negatif/Negatif

Balismus : Negatif/Negatif

Torsion spasme : Negatif/Negatif

Fasikulasi : Negatif/Negatif

Myokimia : Negatif/Negatif

Koordinasi : tidak dilakukan

Gait dan station : tidak dilakukan

4.Sistem Sensorik

10

Page 12: Lapsus (TYas, Vina)

Kanan/kiri

Rasa Eksteroseptik

Rasa nyeri superfisial : normal/normal

Rasa suhu : tidak dilakukan

Rasa raba ringan : normal/normal

Rasa Proprioseptik

Rasa getar : tidak dilakukan

Rasa tekan : normal/normal

Rasa nyeri tekan : normal/normal

Rasa gerak posisi : normal/normal

Rasa Enteroseptik

Refered pain : tidak ada

Rasa Kombinasi

Streognosis : Tidak dilakukan

Barognosis : Tidak dilakukan

Grapestesia : Tidak dilakukan

Two point tactil discrimination : Tidak dilakukan

Sensory extinction : Tidak dilakukan

Loose of Body Image : Tidak dilakukan

Fungsi luhur

Apraxia : Negatif

11

Page 13: Lapsus (TYas, Vina)

Alexia : Negatif

Agraphia : Negatif

Fingeragnosia : Negatif

Membedakan kanan-kiri : Dapat

Acalculia : Negatif

5. Refleks-refleks

Reflek kulit

Refleks kulit dinding perut : tidak dilakukan

Refleks cremaster : Tidak dilakukan

Refleks interscapular : Tidak dilakukan

Refleks gluteal : Tidak dilakukan

Refleks anal : Tidak dilakukan

Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):

Refleks Biceps : Normal/normal

Refleks Triceps : Normal/normal

Refleks Patella : Normal/normal

Refleks Achiles : Normal/normal

Refleks Patologis :

Tungkai

12

Page 14: Lapsus (TYas, Vina)

Babinski : Negatif/Negatif

Chaddock : Negatif/negatif

Oppenheim : Negatif/negatif

Rossolimo : Negatif/negatif

Gordon : Negatif/negatif

Schaeffer : Negatif/negatif

Mendel-Bechterew : Negatif/negatif

Stransky : Negatif/negatif

Gonda : Negatif/negatif

Lengan

Hoffmann-Tromner : Negatif/negatif

Leri : Negatif/negatif

Meyer : Negatif/negatif

Reflek Primitif : Grasp : Negatif

Snout : Negatif

Sucking : Negatif

Palmomental : Negatif

6. Susunan Saraf Otonom

Miksi : on DC

Defekasi : positif

Sekresi keringat : positif

Salivasi : positif

13

Page 15: Lapsus (TYas, Vina)

Ggn tropik : negatif

Orthostatik hypotensi : sde

7. Columna Vertebralis

Kelainan Lokal

Skoliosis : tidak ada

Khypose : tidak ada

Khyposkloliosis : tidak ada

Gibbus : tidak ada

Nyeri tekan/ketuk : tidak ada

Gerakan Servikal Vertebra

Fleksi : normal

Ekstensi : normal

Lateral deviation : normal

Rotasi : normal

Gerak Tubuh : tidak dilakukan

8. Pemeriksaan Tambahan

Hasil laboratorium 4 Agustus 2014

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan SatuanHematologiHemoglobin 9,5 12.0 - 16.0 g/dlLeukosit 8,9 4.0 - 10.5 ribu/ulEritrosit 3,30 3,90 - 5,50 juta/ulHematokrit 28,4 37 – 47 vol %Trombosit 134 150 – 450 ribu/ulRDW-CV 15,9 11.5 - 14.7

14

Page 16: Lapsus (TYas, Vina)

MCV, MCH, MCHCMCV 86,2 80.0 - 97.0 FlMCH 28,7 27.0 - 32.0 PgMCHC 33,4 32.0 - 38.0 %Hitung JenisGran% 86,0 0.0 – 1.0 %Limfosit% 9,3 1.0 – 3.0 %MID % 4,7 4.0 – 11.0 %Gran # 7,70 2.5 - 7.00 ribu/ulLimfosit # 0,8 1.25 – 4.0 ribu/ulMID # 0.4 ribu/ulKIMIAGULA DARAHGlukosa Darah Sewaktu (GDS)

166 <200 mg/dl

HATISGOT 42 16 – 40 U/ISGPT 35 8 - 45 U/IGINJALUreum 56 10 – 45 mg/dlCreatinin 3,7 0.4 - 1.4 mg/dlELEKTROLITNatrium 137,6 135-146 Mmol/LKalium 3,2 3,4-5,4 Mmol/LChlorida 104,3 95-100 Mmol/L

C. DIAGNOSIS

Dx klinis : Penurunan kesadaran, hipertensi emergensi, hemiparese

(D), parese N.VII (D) tipe sentral

Dx Etiologis : Hemisfer cerebri (S) dan ventrikel lateral sinistra

Dx ToICH : Intracranial Haemorhagik dan Intra Ventrikel

Haemorhagik

Dx Lain : Diabetes Mellitus, Gagal Ginjal Kronik On Haemodialisa

15

Page 17: Lapsus (TYas, Vina)

D. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan Umum : 5 B (Brain, Breath, Blood, Bowel, Bladder)

2. Pengobatan Medikamentosa :

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 1x1 amp IV

Po. Amlodipin 1x10 mg

E. Follow Up

Tabel 1. Subjektif Pasien Selama Dirawat Beserta GCS

TANGGAL SUBJEKTIF GCS

5/8/14 (H2)Gelisah, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas

E2V4M6

6/8/14 (H3)

Gelisah, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas, TVGT, Stress ulnar (+)

E4VxM6

7/8/14 (H4)Gelisah, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas, tidur kurang

E2VxM4

8/8/14 (H5)Penurunan kesadaran, kelemahan tungkai dan lengan kanan, tidak bisa BAB, bicara kurang jelas, tidur kurang

E2V1M4

9/8/14(H6)Penurunan KesadaranNBS tinggi?

E1V1M4

10/8/14 (H7) Penurunan Kesadaran E1V1M411/8/14 (H8) Penurunan Kesadaran E1V1M4

12/8/14 (H9)Penurunan Kesadaran,BAB Hitam (+)

E1V1M4

13/8/14 (H10) Penurunan KesadaranDemamBatuk berdahak

E1V1M4

16

Page 18: Lapsus (TYas, Vina)

Kencing berdarah

Tabel 2. Tanda Vital Pasien Berdasarkan Follow Up Pagi jam 06.30

TANGGAL TD HR RR T

5/8/14 (H2) 200/100 99X 20X 36,2

6/8/14 (H3) 180/90 110 22X 37,7

7/8/14 (H4) 180/80 108 20 38,3

8/8/14 (H5) 160/80 88 20 37,4

9/8/14(H6) 190/100 98 19 36,7

10/8/14 (H7) 140/70 96 20 37,8

11/8/14 (H8) 160/80 101 2 37,6

12/8/14 (H9) 190/90 100 22 38,2

13/8/14 (H10) 160/80 295 22 38

Tabel 3. Manajemen Terapi

TANGGAL Medikasi

5/8/14 (H2)

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 1x1 amp IV

Po. Amlodipin 1x10 mg

6/8/14 (H3) IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 1x1 amp IV

Po. Amlodipin 1x10 mg

Sukraflat syr 2 x 1C

17

Page 19: Lapsus (TYas, Vina)

Candesartan 1x8

Kumbah Lambung dengan NaCl

7/8/14 (H4)

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

Po. Amlodipin 1x10 mg

Sukraflat syr 2 x 1C

Candesartan 1x8

Kumbah Lambung dengan NaCl

R/ konsul Bedah Saraf

8/8/14 (H5)

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

Po. Amlodipin 1x10 mg

Sukraflat syr 2 x 1C

Candesartan 1x8

Kumbah Lambung dengan NaCl

9/8/14(H6) IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

Po. Amlodipin 1x10 mg

Sukraflat syr 2 x 1C

Candesartan 1x 16

18

Page 20: Lapsus (TYas, Vina)

Kumbah Lambung dengan NaCl

10/8/14 (H7)

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

Inj. Omeprazol 2x1

Inj. Ceftriaxon 2 1 gr

Po. Amlodipin 1x10 mg

Candesartan 1x8

Kumbah Lambung dengan NaCl

11/8/14 (H8)

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

Inj. Omeprazol 2x1

Inj. Ceftriaxon 2 1 gr

Po. Amlodipin 1x10 mg

Candesartan 1x8

Sukralfat Syr 2x1C

Kumbah Lambung dengan NaCl

Pasang NGT

12/8/14 (H9) IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

19

Page 21: Lapsus (TYas, Vina)

Inj. Omeprazol 2x1

Inj. Ceftriaxon 2 1 gr

Po. Amlodipin 1x10 mg

Candesartan 1x8

Sukralfat Syr 2x1C

Kumbah Lambung dengan NaCl

Pasang NGT + Diet diabetasol 6 x 50cc

13/8/14 (H10)

IVFD RL 20 tetes/menit

Inj Brain Act 2 x 250 mg IV

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp IV

Inj. Furosemid 2x1 amp IV

Inj. Omeprazol 2x1

Inj. Ceftriaxon 2 1 gr

Po. Amlodipin 1x10 mg

Candesartan 1x8

Sukralfat Syr 2x1C

Glukagon 2x1

Kumbah Lambung dengan NaCl

Pasang NGT + Diet diabetasol 6 x 50cc

Tabel 4. Perbandingan Laboratorium Pasien

Pemeriksaan 4/8/14 7/8/14 8/8/14 9/8/14 11/8/14Hematologi

Hemoglobin 9,5 7,7Leukosit 8,9 12.0Eritrosit 3,30 2.78Hematokrit 28,4 24.3Trombosit 134 137RDW-CV 15,9 15.0

MCV, MCH, MCHC

20

Page 22: Lapsus (TYas, Vina)

MCV 86,2 87.6MCH 28,7 27.6MCHC 33,4 31.6

Hitung JenisGran% 86,0 77.1Limfosit% 9,3 13.4MID % 4,7 9.5Gran # 7,70 9.30Limfosit # 0,8 1.6MID # 0.4 1.1

KIMIAGULA DARAH

Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

166 -

Gula Darah Puasa

177

Gula Darah 2 jam PP

244

HATI -SGOT 42 -SGPT 35 -

GINJALUreum 56 253 155 155Creatinin 3,7 10 5.8 5.8

ELEKTROLITNatrium 137,6 -Kalium 3,2 -Chlorida 104,3 -HbA1C 5.5

21

Page 23: Lapsus (TYas, Vina)

Gambar 1. Foto Thorax Ny.K

22

Page 24: Lapsus (TYas, Vina)

Gambar 2. CT Scan Ny.K

23

Page 25: Lapsus (TYas, Vina)

Gambar 3. CT Scan Kepala Polos Ny.K

24

Page 26: Lapsus (TYas, Vina)

Gambar 4. EKG Ny.K

25

Page 27: Lapsus (TYas, Vina)

DISKUSI

Pasien Ny. K, berusia 53 tahun dari anamnesis didapatkan keluhan utama

adalah terjadinya penurunan kesadaran. Awalnya ensefalopati uremikum dianggap

sebaagai penyebab keadaan ini. Ensefalopati uremikum adalah suatu keadaan

dimana terjadi kerusakan otak yang diakibatkan oleh tingginya kadar ureum

dalam darah. Anggapan ini berlandaskan bahwa pasien merupakan pasien PGK

dengan hiperuremia. Akan tetapi, setelah dilakukan hemodialisa dan kadar ureum

dan kreatinin pasien menurun pasien tidak juga sadarkan diri, kondisi pasien

makin memburuk. Penyebab lain pun akhirnya dicari. Melalui anamnesis

didapatkan pasien mengalami kelemahan anggota gerak kanan dan ada riwayat

berbicara pelo beberapa hari sebelum terjadi penurunan kesadaran. Kelemahan

anggota gerak kanan dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, selain itu juga

didapatkan adanya paresis Nervus VII sentral. Berdasarkan data-data ini

disimpulkan bahwa pasien kemungkinan mengalami stroke, ditambah dengan

beberapa faktor risiko yang dimiliki pasien, yaitu DM, PGK, dan Hipertensi.

Akhirnya, dilakukam pemeriksaan penunjang berupa CT Scan Kepala dan

didapatkan pasien mengalami intracerebral hemorrhage (ICH) dan intraventrikel

hemorrhage (IVH).

Intracerebral hemorrhage (ICH) atau perdarahan intraserebral merupakan

salah satu bentuk dari stroke hemoragik. Stroke hemoragik terdiri dari ICH,

perdarahan subarachnoid atau subarachnoid hemorrhage (SAH), dan perdarahan

26

Page 28: Lapsus (TYas, Vina)

intraserebral yang disebabkan oleh AVM. Perdarahan intraserebral adalah suatu

sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak (1, 2).

Sekitar 10% kasus stroke disebabkan oleh ICH. Sumber data dari Stroke

Data Bank (SDB), menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke

disebabkan oleh perdarahan parenkim otak. Populasi dimana frekuensi

hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika dan orang-orang Cina, Jepang dan

keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi terjadinya ICH. Perdarahan

intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi pada

dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase

tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, ICH

sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut (3).

Etiologi dari ICH terbagi menjadi 2, yaitu yang berkaitan dengan

hipertensi dan nonhipertensi. Etiologi nonhipertensi diantaranya cerebral amyloid

angiopathy (CAA), antikoagulansia/thrombolitik, neoplasma, drug abuse,

aneurisma/AVM, diopatik, dll (4).

Dalam kasus ini etiologi dari ICH adalah keduamya, hipertensi dan

nonhipertensi. Pasien memiliki riwayat hipertensi yang sudah lama dengan

tekanan darah tertinggi sebesar 200/- tanpa menggunakan satupun obat

antihipertensi. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh

darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke

dalam basal ganglia dan kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi

lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi

lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan

27

Page 29: Lapsus (TYas, Vina)

aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah

yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh darah yang

lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (2,5)

Pasien ini juga menderita PGK dan telah mengalami hemodialisa sebanyak

44 kali. Keadaan ini menjadi komorbid lain bagi pasien. PGK berkaitan dengan

meningkatnya resiko stroke. Resiko ini ditemukan lima kali lebih tinggi pada

pasien dengan PGK on HD dibandingkan dengan populasi umum. Peningkatan ini

tidak hanya berkaitan dengan insidensi stroke tetapi juga berkaitan dengan angka

mortalitas. Pada pasien PGK on HD biasanya terdapat hipertensi,

hipoalbuminemia, dan malnutrisi protein yang menyebabkan terjadinya

deformabilitas eritrosit dan disfungsi endotel, sehingga dapat menyebabkan

terjadinya stroke hemoragik. Selain itu, penggunaan heparin sebagai antikoagulan

pada proses hemodialisis juga ikut berperan dalam meningkatnya insidensi stroke

hemoragik pada pasien dengan PGK on HD (6).

Terapi antikoagulan dapat meningkatkan resiko terjadinya perdarahan

intraserebral, terutama pada pasien-pasien dengan trombosis vena, emboli paru,

penyakit serebrovaskular dengan transient ischemic attack (TIA) atau katup

jantung prostetik. Nilai international normalized ratio (INR) 2,0 - 3,0 merupakan

batas adekuat antikoagulasi pada semua kasus kecuali untuk pencegahan emboli

pada katup jantung prostetik, dimana nilai yang direkomendasikan berkisar 2,5 -

3,5. Antikoagulan lain seperti heparin, trombolitik dan aspirin meningkatkan

resiko ICH. Penggunaan trornbolitik setelah infark miokard sering diikuti

terjadinya ICH pada beberapa ribu pasien tiap tahunnya (7).

28

Page 30: Lapsus (TYas, Vina)

Studi yang dilakukan pada pasien diabetes mellitus menunjukkan

penurunan prevalensi stroke hemoragik termasuk ICH dibandingkan dengan

pasien yang tidak menderita diabetes mellitus. Sementara itu, prevalensi stroke

iskemik justru meningkat pada pasien dengan diabetes mellitus. Keadaan ini

dikaitkan dengan penurunan aliran darah ke otak pada pasien DM (8).

Mayoritas pasien dengan ICH mengalami nyeri kepala akut dan penurunan

kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan

biasanya didapati hipertensi kronik. Gejala dan tanda tergantung lokasi

perdarahan. Herniasi uncal dengan hiiangnya fungsi batang otak dapat terjadi.

Pasien yang selamat secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dlam

beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal

dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral (3,

9).

Pasien Ny. K dari anamnesis yang didapat tidak mengalami nyeri kepala.

Entah pasien memang tidak mengalami atau keluarga tidak tahu apakah pasien

mengalami nyeri kepala atau tidak. Gejala yang dominan muncul pada pasien ini

adalah didapatkannya penurunan kesadaran secara tiba-tiba setelah HD. Selain itu,

juga didapat hemiparesis kontralateral yang sesuai dengan hasil CT Scan. Lesi

didapatkan pada hemisfer sinistra dan diikutu dengan manifestasi klinis

hemiparesis dextra.

Intraventrikular hemorrhage (IVH) merupakan terdapatnya darah dalam

sistem ventrikuler. Secara umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan

intraventrikular primer dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan

29

Page 31: Lapsus (TYas, Vina)

intraventrikular primer adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler,

tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH

merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem

ventrikel. Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat

pecahnya pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah

periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel (10, 11).

Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH

sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau

subarachnoid yang masuk ke sistem intraventrikel. Kontusio dan perdarahan

subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal dari

middle communicating artery atau dari posterior communicating artery (12).

Dalam kasus ini IVH yang terjadi adalah tipe sekunder. Selain didapatkan

IVH juga didapatkan ICH pada gambaran radiologis.

Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan

timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai

sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan

volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar dan

lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang

menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk

sumbatan di situ akan secara otomatis tekanan intrakranialpun ikut meningkat

yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat

menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan pada

batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area yang

30

Page 32: Lapsus (TYas, Vina)

sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian otak

tertentu dapat berkurang. Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan

fungsi otak. Seperti yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-

masing dalam menjalankan tugasnya seperti (13).

Sindrom klinis IVH menurut Caplan menyerupai gejala SAH, berupa (14):

1. Sakit kepala mendadak

2. Kaku kuduk

3. Muntah

5. Penurunan Kesadaran

Pada pasien ini didapatkan penurunan kesadaran, muntah, dan kaku kuduk yang

positif.

Etiologi PIVH bervariasi dan pada beberapa pasien tidak diketahui, teetapi

menurut penelitian didapatkan (15):

1. Hipertensi, aneurisma

PIVH tersering berasal dari perdarahan hipertensi pada arteri parenkim yang

sangat kecil dari jaringan yang sangat dekat dengan sistem ventrikuler

2. Kebiasaan merokok

3. Alkoholisme

Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian stroke perdarahan

pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.

4. Etiologi lain yang mendasari PIVH di antaranya adalah anomali pembuluh

darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa dan

aneurisma serebri merupakan penyebab tersering PIVH pada usia muda. Pada

31

Page 33: Lapsus (TYas, Vina)

orang dewasa, PIVH disebabkan karena penyebaran perdarahan akibat

hipertensi primer dari struktur periventrikel.

Semua penderita yang dirawat dengan ICH harus mendapat pengobatan

untuk (1, 16):

1. ”Normalisasi” tekanan darah

Hipertensi dapat dikontrol dengan obat, sebaiknya tidak berlebihan karena

adanya beberapa pasien yang tidak menderita hipertensi; hipertensi terjadi

karena cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut

autoregulasi dari aliran darah otak akan terganggu baik karena hipertensi

kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang meninggi. Kontrol yang

berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada miokard,

ginjal dan otak.

Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan:

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors

Angiotensin Receptor Blockers

Calcium Channel Blockers

Normalisasi tekanan darah telah dilakukan dengan pemberian Amlodipin

10 mg dan Candesartan 8 mg.

2. Pengurangan tekanan intrakranial

Pemberian agen untuk mengurangi peningkatan TIK dan edema cerebral

seperti manitol juga tidak diberikan pada kasus ini. Ini disebabkan selain

menderita IVH dan ICH pasien juga menderita PGK. Apabila manitol yang

bersifat hipertonis ini bertahan dalam aliran darah akibat adanya gagal ginjal,

32

Page 34: Lapsus (TYas, Vina)

efek yang terjadi akan berbeda. Peninggian osmolaritas plasma yang bisa

menimbulkan gejala seperti pada kondisi hipernatremia, menyebabkan air

keluar dari sel dan otak secara osmosis. Hal ini mengarah ke kondisi ekspansi

volume, hiponatremia, dan asidosis metabolik, serta hiperkalemia.

3. Pengontrolan terhadap edema serebral

4. Pencegahan kejang

Pasien yang mempunyai perdarahan pada kepala tidak terkecuali

perdarahan intraventrikel dan intraserebral mempunyai risiko tinggi akan

terjadinya kejang. Menrut rekomendasi American Heart Association tahun

2007 pemberian obat anti kejang seperti Obat Anti Epilepsi pada pasien-pasien

dengan perdarahan di otak , dapat mencegah terjadinya kejang awal.

5. Neuroprotektan

Pada kasus ini neuroprotektan yang digunakan adalah citiccolin. Inj.

Brainact (Citicolin) berfungsi sebagai neuroprotektan. Terdapat 3 mekanisme

bagaimana citicolin dapat bekerja sebagai neuroprotektan (17):

Memperbaiki membran neuron dengan cara meningkatan sintesis

phosphatidylcholine

Memperbaiki kerusakan pada neuron kolinergik dengan cara potensiasi

produksi asetilkolin

Mereduksi jumlah asam lemak bebas yang dapat menginduksi kerusakan

neuron.

Sementara itu, tatalaksana untuk pasien IVH antara lain (18):

1. Kontrol tekanan darah

33

Page 35: Lapsus (TYas, Vina)

Rekomendasi dari American Heart Organization/ American Strouke

Association guideline 2009 merekomendasikan terapi tekanan darah bila >

180 mmHg. Tujuan yang ingin dicapai adalah tekanan darah sistolik ≥140

mmHg, dimaksudkan agar tidak terjadi kekurangan perfusi bagi jaringan otak.

Pendapat ini masih kontroversial karena mempertahankan tekanan darah yang

tinggi dapat juga mencetuskan kembali perdarahan. Nilai pencapaian CPP 60

mmHg dapat dijadikan acuan untuk mencukupi perfusi otak yang cukup.

2. Terapi anti koagulan

Dalam 24 jam pertama IVH ditegakkan dapat diberikan antikoagulan.

Pemberian yang dianjurkan adalah fresh frozen plasma diikuti oleh vitamin K

oral. Perhatikan waktu pemberian antikoagulan agar jangan melebihi 24 jam.

Dimasudkan untuk menghindari tejadinya komplikasi.

3. Penanganan peningkatan TIK:

Elevasi kepala 300C

Dimaksudkan untuk melakukan drainage dari vena-vena besar di leher

seperti vena jugularis

Trombolitik

Dimaksudkan untuk mencegah terjadinya clotting yang dapat

menyumbat aliran LCS di sistem ventrikel sehingga menimbulkan

hidrosefalus. Trombolitik yang digunakan sebagai obat pilihan untuk

intraventrikular adalah golongan rt-PA (recombinant tissue

plasminogen activator). Obat golongan ini bekerja dengan mengubah

plaminogen menjadi plasmin , plasmin akan melisis fibrin clot atau

34

Page 36: Lapsus (TYas, Vina)

bekuan yang ada menjadi fibrin degradation product. Contoh obat yang

beredar adalah alteplase yang diberikan bolus bersama infus.

Penggunaan terapi antikoagulan dan trombolitik untuk IVH pada

kasus ini tidak digunakan. Alasannya terdapat perdarahan lain yaitu di

intraserebral. Dikhawatirkan pemberian antikoagulan dan trombolitik

dapat memperparah perdarahan tersebut.

Pemasangan EVD (Eksternal Ventrikular Drainage)

Teknik yang digunakan untuk memantau TIK ataupun untuk kasus ini

digunakan untuk melakukan drainase pada LCS dan darah yang ada di

ventrikel. Indikasi dilakukannya teknik ini bila didapatkan adanya

obstruksi akut hidrosefalus, dapat diketahui dengan melakukan

penilaian graeb score.

Rekomendasi AHA Guideline 2009 (19):

1. Pasien dengan nilai GCS <8, dan dengan bukti klinis herniasi transtentorial,

atau dengan IVH yang nyata atau hidrosefalus dipertimbangkan untuk monitor

dan tatalaksana TIK. Cerebral perfusion pressure (CPP) 50-70 mmHg

beralasan untuk dipertahankan tergantung dari autoregulasi serebri. (IIb; C).

(rekomendasi baru).

2. Drainase ventrikuler sebagai terapi untuk hidrosefalus beralasan pada pasien

dengan penurunan tingkat kesadaran.

3. Terapi hidrosefalus pada pasien dilanjutkan dengan konsul ke bagian bedah

saraf dengan rencana tindakan VP shunt cito. Ventriculoperitoneal (VP) Shunt

35

Page 37: Lapsus (TYas, Vina)

merupakan tehnik operasi yang paling popular untuk tatalaksana hidrosefalus,

yaitu LCS dialirkan dari ventrikel otak ke rongga peritoneum.

36

Page 38: Lapsus (TYas, Vina)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer A, Suprahaita, Wardhani WI, Setiowulan W eds. Strok. Dalam : Kapita selekta kedokteran jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius, 2002; 17-26

2. Gilroy J. Basic neurology. 3rd ed. New York: Mc.Graw-Hill, 2000.

3. Caplan LR. Caplan’s Stroke: A clinical approach. 3rd ed. Boston: ButterworthHeinermann, 2000.

4. Woo D, et al. Effect of untreated hypertension on hemorrhagic stroke. Stroke 2004; 35:1703–1708.

5. Ropper AH, Brown RH Adams and victor’s principles of neurology. 8th ed. New York: McGraw – Hill, 2005.

6. Khrisna PR, Nares R, Khrisna SR. Stroke in kidney disease. Indian Journal of Nephrology 2009; 19:5-7.

7. Toyoda K, Fujii K, Fujimi S, et al. Stroke in patients on maintenance hemodialysis 22 year single-center study. Am J Kidney Dis 2005; 45:1058-1066.

8. Bell DSH. Stroke in diabetic patients. Diabetic Care 1994; 17:214-219.

9. Rost NS, Smith EE, Chang Y, et al. Prediction of functional outcome in patients with primary intracerebral hemorrhage. The FUNC Score. Stroke 2008; 39:2304-2309.

10. Giray S, Sen O, Sarica FB, et al.Spontaneous intraventricular hemorrhage in adults: clinical data, etiology and outcome. Turkish Neurosurgery. 2009; 19(4):334-338.

37

Page 39: Lapsus (TYas, Vina)

11. Hallevi H, Albright KC, Aronowski J, et al. Intraventricular hemorrhage: anatomic relationships and clinical implications. Neuroloogy. 2008; 70:848:852.

12. Hanley DF. Intraventricular hemorrhage: severity factor and treatment target in spontaneus intracerebral hemorrhage. Stroke. 2009; 40:1533-1538.

13. Waxman SG. Clinical neuroanatomy 25th ed. New York: Mc Graw Hill Companies, 2007.

14. Brust John C.M. current diagnosis & treatment neurology. 2nd edition. New York: Mc Graw-Hill companies, 2012.

15. Caplan LR. Caplan’s stroke: a clinical approach, 4th ed. USA: Saunders Elsevier; 2009.

16. Sastrodiningrat AG. Perdarahan intraserebral hipertensif. Majalah Kedokteran Nusantara 2006; 39:331-338.

17. Conant R, Schauss AG. Therapeutic applications of citicoline for stroke and cognitive dysfunction in the elderly: a review of the literature. Alternative Medicine Review 2004; 9:17-31.

18. Annibal J david. Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage. (Available on http://emedicine.medscape.com, 15 Juli 2014)

19. AHA Guidelines 2009.

38