lapsus pneumonia
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
PNEUMONIA PADA ANAK
Oleh :
Rizal Trianto (08700150)
Pembimbing :
dr.Endah Tjiptaningsih, Sp. A
SMF ANAK
RSUD DR.MOH.SALEH PROBOLINGGO
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan kepaniteraan klinik Dokter
Muda FK UWKS dalam SMF Anak RSUD DR. M. Saleh Probolinggo.
Disetujui tanggal :
Probolinggo, 23 April 2013
Mengetahui,
Penyaji Dokter pembimbing
Rizal Trianto dr.Endah Tjiptaningsih, Sp. A
2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
KATA PENGANTAR................................................................................................................5
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................................6
1.2 Tujuan.........................................................................................................................6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA PNEUMONIA
2.1 DEFINISI....................................................................................................................7
2.2 EPIDEMIOLOGI........................................................................................................7
2.3 ETIOLOGI..................................................................................................................8
2.4 FAKTOR RESIKO.....................................................................................................9
2.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI...............................................................10
2.6 MANIFESTASI KLINIS..........................................................................................12
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG.............................................................................14
2.8 DIAGNOSIS.............................................................................................................15
2.9 KOMPLIKASI..........................................................................................................16
2.10 PENATALAKSANAAN........................................................................................16
2.11 PENCEGAHAN.....................................................................................................20
BAB III. STATUS PASIEN RAWAT INAP
3.1 Identitas pasien.........................................................................................................21
3.2 Subyektif...................................................................................................................21
3.3 Riwayat Penyakit Terdahulu.....................................................................................21
3.4 Riwayat Penyakit Keluarga......................................................................................22
3.5 Imunisasi...................................................................................................................22
3.6 Riwayat diit...............................................................................................................22
3.7 Riwayat perkembangan.............................................................................................22
3.8 Riwayat Persalinan...................................................................................................22
3.9 Objektif.....................................................................................................................22
3.10 Hasil Pemeriksaan Labotorium..............................................................................23
3.11 Assesment..............................................................................................................24
3.12 Planning.................................................................................................................24
3
3.13 Lembar pemeriksaan harian...................................................................................25
BAB IV. PEMBAHASAN......................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29
4
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya
kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Pneumonia pada Anak” ini.
Laporan Kasus ini kami ajukan sebagai salah satu persayaratan Kepaniteraan Klinik
Dokter Muda di SMF ANAK RSUD DR. M. SALEH PROBOLINGGO.
Terima kasih kami ucapkan pada dr. Endah Tjiptaningsih, Sp. A yang telah
meluangkan waktunya dan sabar dalam membimbing kami, serta seluruh pihak yang telah
membantu menyelesaikan penyusunan Laporan Kasus ini. Semoga Laporan kasus ini dapat
berguna bagi kita semua.
Akhir kata, kami memohon maaf kalau ada penulisan dan kata-kata kami yang salah
dalam Laporan kasus ini. Maka dari itu, Kritik dan saran sangat diharapkan demi
kesempurnaan laporan kasus ini.
Probolinggo, 23 April 2013
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 9,10
Pneumonia adalah penyakit infeksi menular yang merupakan penyebab utama
kematian pada balita di dunia. Data WHO tahun 2005 menyatakan bahwa proporsi kematian
balita karena saluran pernafasan di dunia adalah sebesar 19-26%. Pada tahun 2007
diperkirakan terdapat 1,8 juta kematian akibat pneumonia atau sekitar 20% dari total 9 juta
kematian pada anak. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, Pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah Diare.
Target Millenium Development Goal (MDG) 4 adalah menurunkan angka kematian
padaa balita pada tahun 2015 duapertiga dari tahun 1990. Salah satu upaya menurunkan
angka kematian balita adalah dengan menurunkan angka kematianj balita akibat Pneumonia
sebagai penyebab utama kematian pada balita. Agar target ini tercapai, diperlukan upaya
pengendalian pneumonia pada balita yang komperhensif, inovatif, dan terpadu dengan
melibatkan semua faktor terkatit.
1.2.Tujuan
Adapun tujuan pembuatan laporan kasus ini adalah
1. Pembaca dapat memahami definisi,penyebab,gejala klinis, cara mendiagnosa,
penatalaksanaan dan prognosis dari pneumonia pada anak .
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah kedokteran
3. Memenuhi tugas referat pada SMF Anak RSUD dr.Moh.Saleh Probolinggo
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PNEUMONIA
2.1 DEFINISI 1,2,4,8,9
Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Walaupun banyak pihak
yang sependapat bahwa pneumonia adalah suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk
merumuskan satu definisi tunggal yang universal. Pneumonia adalah penyakit klinis,
sehingga didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, dan perjalanan penyakitnya. Salah
satu definisi klasik menyatakan bahwa pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai
dengan batuk, sesak napas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto
otot polos dada.
Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang lebih sama.
Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonitis adalah inflamasi paru non infeksi.
Namun hal ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ahli
2.2 Epidemiologi 4,8,9,10
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak-anak
di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa. Di
Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi,
diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari 5 tahun, 16-
20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun
dan remaja.
Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231
pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada tahun 2005,
anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak
pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang.
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi
juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncakpada umur 1-5
tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia
oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara
berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data
7
mortalitas tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebeb kematian pada anak
dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang.
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4
musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di negara tropis pada
musim hujan.
2.3 Etiologi 2,4,5,6
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain mislanya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid
substances)/benda teraspirasi.
Pola kuma penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur
pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab tersering
adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus, dan
adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah
Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenze, Staphylococcus aureus, Streptococcus
group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
Pada masa neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan
penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia
prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu, Streptococcus pneumoniae
merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan
Chlamydia pneumoniae merupakan penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5
tahun.
8
2.4 FAKTOR RESIKO 1,5,6,10
Beberapa keadaan seperti gangguan nutrisi (malnutrisi), usia muda kelengkapan
imunisasi, kepadatan hunian defisiensi vitamin A, defisiensi Zn, paparan asap rokok secara
pasif dan faktor lingkungan (polusi udara) merupakan faktor resiko untuk terjadinya
pneumonia Faktor predisposisi yang lain untuk terjadinya pneumonia adalah adanya kelainan
anatomi kongenital (contoh fistula nakeaesofagus, penyakit jantung bawaan), gangguan
fungsi imun (penggunaan sitostatika dan steroid jangka panjang gangguan sistem imun
berkaitan penyakit tertentu seperti HIV), campak, pertusis, gangguan neuromuskular,
9
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik,
aspirasi benda asing atau disfungsi silier.
2.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI 3,4,7,8
Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekundcr dari
viremia/bakterimia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam keadaan normal
saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru
terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier
mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik
diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung; pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis,
ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan
mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal imunoglobulin A
maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin alveolar
makrofag dan cell mediated immunity.
Pneumonia tefadi bila satu atau lebih mekanisme diaas mengalami gangguan sehingga
kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi patogen penyebab
pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada penjamu yang berbeda sesuai
dengan patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel
dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel
mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil sel-sel PMN akan
didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris
dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan
menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat
dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon
inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang intersitial yang terdiri dari
sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi
(pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke intersitial sangat
jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya
pneumonia bakterial oleh karena rusaknya barier mukosa.
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadang-kadang
terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia tergantung dari
10
interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas penjamu. Ketika bakteri dapat
mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi
kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan
epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung pada respon imunologis penjamu akan
terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh
makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan
komplemen. Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang
tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat
merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut
dengan perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan
meagakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan edema yang luas, dan hal ini merupkan
karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan dilapisi oleh cairan
edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori Kohn (the pores of Kohn).
Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan membentuk area sentral yang
terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin sel-sel lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara
histopatologi dinamakan red hepatization (hepatisasi merah).
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif
oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin melalui degradasi
enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotokslk terhadap semua sel-sel
paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan lekosit
PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan membersihkan debris.
Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi keterlibatan instertitial), parenkim
paru akan kembali sempuma dan perbaikan epitel alveolar terjadi setelah terapi berhasil.
Pembentukan jaringan parut pada paru milimal.
Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan
Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic acid yang terdapat di dinding sel
dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen, fibronektin, kolagen
dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus aureus akan menghasilkan
faktor-faktor virulensi yang berbeda pula dimana faktor virulensi tersebut mempunyai satu
atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh penjamu, melokalisir
infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan yang lokal dan bertindak sebagai toksin yang
mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus
11
menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang akan berinteraksi dengan
opsonofagositosis. Penyakit yang serius sering disebabkan Staphylococcus aureus yang
memproduksi koagulase. Produksi koagulase atau clumping factor akan menyebabkan plasma
menggumpal melalui interaksi dengan fibrinogen dimana hal ini berperan penting dalam
melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan abses, pneumatosel). Beberapa strain
Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim seperti catalase (meng-nonaktifkan
hidrogen peroksida, meningkatkan ketahanan intraseluler kuman) penicillinase atau β
lactamase (mengnonaktifkan penisilin pada tingkat molekular dengan membuka cincin beta
laktam molekul penisilin) dan lipase.
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan volume
ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan
frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda
inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi
tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation perfusion mismatch, tubuh berusaha
meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu
dengan berkurangnya vohme paru secara fingsional karena proses inflamasi maka akan
mengganggu proses difusi dan menyebabkan gangguan pertukaran gas yang berakibat
terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal nafas.
2.6 MANIFESTASI KLINIS 2,4,5,9
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologi s pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat yaitu
sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan
tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala
pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil,
sefalgia dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti
muntah, kembung, diare atau sakit perut.
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung
Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek gejala nafas cuping hidung, takipnea,
dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas interkostal dan abdominal mungkin
digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neondatus bisa tanpa batuk.
Wheezing mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma
seperti yang ditemukan pada anak-anak dengan asma atau bronkiolitis.
12
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada
daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan dinding dada
selama inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut.
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit
atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena Staphylococcus
aureus. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada kasus infeksi karena
Streptococcus pneumoniae atau Haemophillus influenza. Sedangkan epiglotitis dan
meningitis khususnya dikaitkan dengan pneumonia karena Haemophillus influenza.
Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk mengetahui beratnya penyakit. Hal
ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia.
Pengukuran frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. WHO bahkan
telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak dengan batuk.
Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal serta adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO menetapkannya sebagai kasus
pneumonia berat di lapangan dan harus memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk
pemberian antibiotik.
Kriteria takipnea menurut WHO
Umur Laju nafas normal
(frekuensi/menit)
Takipnea (frekuensi/menit)
0-2 bulan
2-12 bulan
l-5 tatun
>5 tahun
30-50
25-40
20-30
15-25
=60
=50
=40
=20
Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan patologinya
menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura. Pada auskultasi
suara nafas yang melemah seringkali ditemukan bila ada proses peradangan subpleura dan
mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi. Ronki basah halus yang khas untuk
pasien yang lebih besar, mungkin tidak akan untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil karena
kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi.
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara bakterial dan pneumonia viral.
Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa bacterial awitannya cepat, batuk produktif,
13
pasien tampak toksik, lekositosis dan perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis. Namun
keadaan seperti ini kadang-kadang sulit dijumpai pada seluruh kasus.
Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau
ascending dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B
Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif. Gejalanya berupa respirtory distress yaitu
merintih, nafas cuping hidung retraksi dari sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam,
hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama kehidupan. Pada bayi
prematur, gambaran infeksi oleh karena GBS menyerupai gambaran RDS (Respiratory
Distress Syndrome).
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,4,5,6
Diagnosis pneumonia utamanya didasarkan klinis, sedangkan pemeriksaan foto polos
dada perlu dibuat untuk menunjang diagnosis, disarnping untuk melihat luasnya kelainan
palologi secara lebih akurat. Foto posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk
menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan kemungkinan adanya
komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumatokel, abses paru dan efusi
pleura. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada pasien bayi. Pernbesaran
kelenjar hilus sering terjadi pada pneumonia karena haemophiltus influenza dan
Staphylococcus aureus, tapi jarang pada pneumonia karena Streptococcus pneumoniae.
kecurigaan ke arah infeksi Staphylococcus aureus apabila pada foto polos dada dijumpai
adanya gambaran pneumatokel, abses paru, empiema dan piopneumotoraks serta usia pasien
di bawah 1 tahun. Foto polos dada umunnya akan normal kembali dalam 34 minggu.
Pemeriksaan radiologis tidak perlu diulang secara rutin kecuali jika ada pneumatokel, abses,
efusi pleura, empiema, pneumotoraks atau komplikasi lain. Sebagaimana manifestasi klinis,
pemeriksaan radiologis tidak dapat menunjukkan perbedaan nyata antara infeksi virus dengan
bakteri. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intersitial difus,
hiperinflasi atau atelektasis. Pada sindroma aspirasi, infiltrat akan tampak di lobus superior
kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak di bagian posterior atau basal
paru. Menurut WHO terdapat kesulitan dalam interpretasi foto polos dada sehingga
dikembangkan cara standarisasi kriteria pneumonia untuk kepentingan aspek epidemiologis.
Sistem ini membagi gambaran foto torak dalam normal torak, infiltrat atau akhir proses
konsolidasi (end stage consolidation) yang didefinisikan sebagai "significant amount of
alveolar type conslidation". Seringkali panas dan takipnea sudah timbul sebelum terlihat
perubahan pada foto torak.
14
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan yang ekstensif tidak perlu dilakukan, tetapi
pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu dalam memp rkirakan mikroorganisme
penyebab. Lekositosis >15.000/UL seringkali dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung jenis
atau adanya pergeseran ke kiri menurunkan bakteri sebagai penyebab. Lekosit >30.000/UL
dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus dan stafilokokus.
Laju endap darah dan C-reaktif protein (CRP) merupakan indikator inflamasi yang
tidak khas sehingga hanya sedikit membantu. Adanya CRP yang positif dapat mengarah
kepada infeksi bakteri. Kadar CRP yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan
pneumonia alveolar dibandingkan pasien dengan pneumonia intersitialis. Begitu pula pada
kasus pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae akan menunjukkan kadar
CRP yang lebih tinggi secara signifikan dibanding non pneumococcal pneumonia.
Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi hanya positif pada
10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah sangat membantu pada penanganan
kasus pneumonia dengan dugaan penyebab stafilokokus dan pneumokokus yang tidak
menunjukkan respon baik terhadap penanganan awal. Kultur darah juga direkomendasikan
pada kasus pneumonia yang berat dan pada bayi usia kurang dari 3 bulan.
Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) bermanfaat mtuk diagnosis
Streptococcus pneumoniae dan infeksi karena mikoplasma. Pemeriksaan PCR mahal, tidak
tersedia secara luas serta tidak banyak berpengaruh terhadap penanganan awal pneumonia
sehingga pemeriksaan ini tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan aspirat nasofaringeal untuk pemeriksaan imunofluoresen virus dan
deteksi antigen virus akan membaatu untuk mengidentifikasi virus tetapi hanya mempunyai
sedikit pengaruh untuk penanganan awal pasien. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas
yang tinggi dan sangat membantu diagnosis anak dengan infeksi RSV.
Bila fasilitas memungkinkan, pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan
hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau
meningkat tergantung kelainanny. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan
gagal nafas.
2.8 DIAGNOSIS 2,4,9,11
Diagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan
pemeriksaan mikrobiologik. Upaya untuk mendapatkan spesimen atau bahan pemeriksaan
guna mencari etiologi kuman penyebab dapat meliputi pemerlksaan sputum, sekret
nasofaring bagian posterior, aspirasi trakea, torakosintesis pada efusi pleura, perkutaneus
15
lung aspiration dan biopsi paru bila diperlukan. Tetapi penreriksaan ini banyak kendalanya
baik dari segi teknis maupun biaya. Secara umum kuman penyebab spesifik hanya dapat
diidentifikasi kurang darr 50% kasus. Dengan demikian pneumonia didiagnosis terutama
berdasarkan manifestasi klinis dibantu pemeriksaan penunjang yang lain seperti foto rontgen
dada.
Tetapi tanpa pemeriksaan mikrobiologi kesulitan yang lebih besar adalah
membedakan kuman penyebab; bakted, virus atau kuman lain. Pneumonia bakterial lebih
sering mengenai bayi dan balita dibandingkan anak yang lebih besar. Pneumonia bakterial
biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik, demam tinggi disertai menggigil dan sesak
memburuk dengan cepat. Pneumonia viral biasanya timbul perlahan pasien tidak tampak sakit
berat, demam tidak tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi virus
biasanya melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus). Semakin
banyak organ terlibat, makin besar kemungkinan virus sebagai penyebab.
Pneumonia oleh karena mikoplasma pneumonia mungkin menunukkan gejala
wheezing dan batuk sehingga infeksi oleh karena mikoplasma pneumonia dapat
dipertimbangkan pada anak dengan kecurigaan asma yang tidak respon dengan pengobatan.
Infeksi mikoplasma seringkali disertai juga dengan nyeri perut atau nyeri dada. Nyeri perut
juga bisa disebabkan oleh pneumonia bakterial yang mengiritasi diafragma.
2.9 KOMPLIKASI 4,8,9,11
l. Efusi pleura
2. Empiema
3. Pneumotoraks
4. Abses paru
5. Sepsis
6. Gagal nafas
2.10 PENATALAKSANAAN 1,2,4,10
Idealnya penatalaksanaan pneumonia sesuai dengan kuman penyebabnya. Namun
karena berbagai kendala diagnostik etiologi, untuk semua pasien pneumonia diberikan
antibiotika secara ernpiris. Walaupun pneumonia viral dapat di tatalaksana tanpa antibiotika,
tetapi pasien diberikan antibiotika karena kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri,
kesulitan diagnosis virologi dan kesulitan dalam isolasi penderita, disamping itu
kemungkinan infeksi bakteri sekunder tidak dapat disingkirkan.
16
Golongan beta laktam (Penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam)
merupakan jenis-jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas. Biasanya digunakan untuk
terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenza dan Staphylococcus aureus. Pada kasus yang berat diberikan
golongan sefalosporin sebagai pilihan, terutama bila penyebabaya belum diketahui.
Sedangkan pada kasus yang ringan, sedang, dipilih golongan penisilin.
Streptokokus dan pneumokokus merupakan kuman gram positif yang dapat dicakup oleh
ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai kuman gram negatif dapat dicakup oleh ampisilin
dan kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini pertama
untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia yang community
acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih sensitif. Pilihan berikutnya adalah
obat golongan sefalosporin.
Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi neonatus
pada umumnya. Antibiotika yang diberikan harus dapat mencakup kuman kokus gram positif
terutama Streptococcus group B dan batang gram negatif. Penisilin dan derivatnya
merupakan pilihan utama untuk gram positif sedangkan untuk kuman gram negatif terutama
Escherichia coli dan Proteus mirabilis digunakan golongan aminoglikosida Kombinasi
kloksasilin dan gentamisin efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat
mencakup kuman Staphylococcus aureus. Umur kehamilan berat badan lahir dan umur bayi
akan menentukan dosis dan frekuensi pemberian obat khususnya untuk golongan
aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat digunakan jika ada kecurigaan penyebab
bakteri batang gram negatif.
Mengenai penggunaan makrolid pada preumonia atipik yang diduga disebabkan oleh
klamidia dan mikoplasma, telah banyak dilaporkan. Pemberian azitromisin dan klaritomisin
sama efektifnya dengan pemberian amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin
tolerabilitasnya cukup baik serta efek sampingnya minimal bila dibandingkan dengan
amoksisilin asam klavulanik. Pemberian azitromisin sekali sehari selama 3 hari efektifitasnya
setara dengan pemberian amoksisilin asam klavulanik selama 10 hari. Penggunaan
klaritromisin secara multisenter pada pneumonia mendapatkan hal yang cukup baik dalam hal
efektifitas dan efek samping. Efek samping gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah,
nyeri abdomen didapatkan pada sebagian kecil pasien yang tidak berbeda bermakna dengan
antibiotika lain.
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan klinis
dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh. Lama pemberian
17
antibiotik tergantung pada kemajuan klinis penderita hasil laboratoris, foto rontgen dada dan
jenis kuman penyebab. Jika kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian
terapi 6-8 minggu secara parenteral, Jika penyebab Haemophyllus influenza atau
streptococcus pneumoniae pemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari. Secara
umum pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan 10-14 hari.
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik, infeksi
HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan
dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian:
- Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
- Arti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
- Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur
- Pemberian imunoglobulin
WHO menyarankan untuk pengobatan pneumonia (adanya nafas cepat tanpa
penarikan dinding dada/chest indrawing) sebaiknya dirawat secara poliklinis dengan
antibiotik oral. Pilihan antibiotik yang digunakan adalah amoksisilin, ampisilin
trimetoprim/sulfametoksazol atau penisilin prokain selama 5 hari. Tetapi ketika didiagnosis
dengan pneumonia berat (didapatkan chest indrawing) maka pasien dirawat inapkan dan
diberikan antibiotika secara parenteral seperti benzylpenisilin atau ampisilin. Kloramfenikol
juga dapat diberikan, dimana pada beberapa daerah tertentu dapat diberikan secara
intramuskular. Pada bayi berumur kurang dan 2 bulan, WHO merekomendasikan pemberian
penisilin dan gentamisin. Dengan penerapan kriteria WHO ini, terjadi penurunan angka
kematian karena infeksi saluran nafas di negara-negara berkembang.
British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara parenteral
diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat atau anak yang tidak bisa menerima
antibiotika oral.
Pada anak dengan pneumonia, penentuan rawat inap diputuskan apabila terdapat:
Penderita tampak toksik
Umur kurang dari 6 bulan
Distres pernafasan berat
Hipoksemia (safurasi oksigen kurang dari 93-94% pada kondisi ruangan)
Dehidrasi atau muntah
Terdapat efusi pleura atau abses paru
Kondisi imunokompromais
18
Ketidakmampuan orangtua untuk merawat
Didapatkan penyakit penyerta lain, misalnya penyakit jantung bawaan
Pasien membutuhkan pemberian antibiotika secara parenteral
Terapi suportif yang diberikan kepada penderita pneumonia.
l. Pemberian oksigen melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana
tersedia alat bantu napas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan rumatan yang diberikan mengandung
gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan kenaikan suhu dan status
hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah
berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral diberikan bertahap
melalui NGT (selang nasogastrik) drip susu atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian
retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan untuk mencegah edema paru dan edema otak
akibat SIADH (Syndrome of Inrapropriate Anti Diuretic Hormone).
3. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal untuk
memperbaiki transpor mukosiliar.
4. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemi asidosis
metabolic.
5. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang demam, diare dan lainnya serta komplikasi
bila ada.
Penanganan terhadap komplikasi:
1. Efusi pleura
Jika terjadi efusi pleura kemungkinan disebabkan oleh infeksi stafilokokus. Jika efusi
minimal dan respon pasien baik terhadap pemberian antibiotika maka pemberian antibiotika
tetap diteruskan. Jika efusi cukup banyak maka perlu dilakukan pungsi cairan pleura (pleura
tap) untuk diagnostik (pemeriksaan makroskopik, pengecatan gram, jumlah sel, kultur).
Penentuan antibiotika selanjutnya dapat didasarkan dari hasil kultur.
Indikasi pemasangan pleural drain:
Perjalanan klinis berlangsung progresif
Efusi pleura bertambah walaupun sudah mendapat antibiotik
Distres nafas berat
Terjadi pergeseran mediastinum (mediastinal shift)
Didapatkan cairan yang purulen saat dilakukan pungsi pleura
19
2. Abses paru
Staphylococcus aureus merupakan penyebab yang paling banyak tetapi juga terdapat
kemungkinan infeksi oleh karena kuman anaerob. Pemberian antibiotika parenteral
diteruskan sampai 7 hari bebas demam, dilanjutkan pemberian oral antibiotik sampai lama
terapi mencapai minimal 4 minggu.
3. Empiema
Seringkali disebabkan oleh Staphylococcus aureus, streptococcus pneumoniae, Haemophillus
influenzae dan Streptococcus group A. Selain itu terdapat juga kemungkinan infeksi kuman
anaerob. Selain pemberian antibiotika yang optimal sesuai dugaan kuman penyebab,
diindikasikan juga pemasangan pleural drain. Tujuan akhir perawatan adalah mengeliminasi
infeksi dan komplikasi, mengembangkan kembali paru-paru serta menurunkan waktu
perawatan.
4. Sepsis
Sepsis sebagai komplikasi dari pneumonia tenrtama disebabkan oleh Staphyllococcus aureus
dan Streptococcus pneumoniae. Penanganan dengan antibiotika yang sesuai dan terapi
suportif lainnya.
5. Gagal nafas
Pada kondisi gagal nafas, perlu dilakukan intubasi dan pemberian bantuan ventilasi mekanik.
2.11 PENCEGAHAN 10,11
Pemberian imunisasi memberikan arti yang sangat penting dalam pencegahan
pneumonia. Pneumonia diketahui dapat sebagai komplikasi dari campak, pertusis dan varisela
sehingga imunisasi dengan vaksin yang berhubungan dengan penyakit tersebut akan
membantu menurunkan insiden pneumonia. Pneumonia yang disebabkan oleh Haemophillus
influenza dapat juga dicegah dengan pemberian imunisasi Hib.
Pencegahan lain dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan
polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan
cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan
bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak
kecil dari kontak dengan penderita ISPA.
20
BAB III
STATUS PASIEN RAWAT INAP
Bagian Ilmu Kesehatan Anak
3.1 Identitas pasien
Nama : An. Siti Nurlaili
Umur : 2 bulan
Jenis Kelamin :Perempuan
Nama Ayah : Tn. M. Yasin / 29 th Pekerjaan : Tani
Nama ibu : Ny. Rindu / 23 th Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No register : 518833
Tgl.masuk : 8 - 4 - 2013
3.2 Subyektif
Px MRS masuk melalui IGD tanggal 8 – 4 - 2013
Keluhan Utama : Sesak
Anamnesa
Ibu px mengatakan px sesak sejak 1 hari yang lalu pada malam hari dan berlanjut terus hingga px MRS, ibu px tidak memberikan obat apa-apa.
Px juga batuk berdahak + pilek sejak 1 hari yang lalu juga pada malam hari. Px juga mengalami demam 3 hari yg lalu, tetapi turun 2 hari yg lalu (demamnya
hanya 1 hari). Minum px menurun sejak tadi malam. BAK (+) Lancar BAB (-) Sejak kemarin Di UGD pukul 20.30, px sempat apneu 2x + 3detik dan dilakukan ventilasi tekanan
positif
3.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Px tidak pernah MRS sebelumnya. Px tidak memiliki riwayat penyakit kejang demam Px juga tidak memiliki riwayat penyakit asma Px juga tidak memiliki riwayat alergi
21
3.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu dan ayah memiliki riwayat alergi Om kandung px ada yang menderita asma
3.5 Imunisasi
Px sudah mendapat imunisasi
HEPATITIS B I saja
3.6 Riwayat diit
Usia px 10 hari, px sudah disuapi pisang + lontong Dari lahir sampai saat ini px masih mengkonsumsi ASI Px juga mengkonsumsi nasi, tetapi semenjak sakit px tidak mau lagi
3.7 Riwayat perkembangan
Ibu px mengatakan perkembangan px baik
3.8 Riwayat Persalinan
Px lahir di bidan, Spt-B dengan BBL 3500g
3.9 Objektif
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : kompos mentis
Berat badan :5 kg
Panjang badan :54 cm
Status gizi :119% (overweight)
Nadi :160x/menit
Pernafasan :68x/menit
Suhu :33,3°C
Kepala
A/I/C/D :-/-/-/- PCH :Positif Faring tidak hiperemi Tidak ada nyeri telan
22
Leher
Pembesaran KGB : NEGATIF
Dada
Bentuk :simetris +/+ Retraksi dinding dada :+/+ subcostal
Jantung
SI S2 Tunggal Murmur :tidak ditemukan
Paru-paru
Rhonki +/+ Wheezing-/-
Abdomen
Supel Meteriorismus (-) Turgor cukup Bising usus positif normal
Genitalia
Perempuan dengan genitalia baik
Ekstremitas
Akral : +/+ //+/+
Oedem : -/-//-/-
Status neurologis
Kaku kuduk negative
3.10 Hasil Pemeriksaan Labotorium
HB :9,7 g/dl
Leukosit :6680/cmm
Hematocrite :27%
Trombosit :492000/cmm
Gula darah sewaktu :78mg/dl
23
3.11 Assesment
Diagnose : pneumonia
Diagnose banding : Asma
3.12 Planning
Diagnosis : foto rontgen thorax
Konsultasi : dr SpA
Terapi D51/4 Ns :500cc => 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2x150mg
Inj. Gentamycine 2x10mg
O2
24
3.13 Lembar pemeriksaan harian
Ket / hari
9/4/2013 10/4/2013 11/4/2013
S Ibu px mengatakan px masih batuk grok2, px juga masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) biasa, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
Ibu px mengatakan px masih batuk grok2, px juga masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) mencret 1x, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
Ibu px mengatakan px masih batuk grok2, px juga masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) biasa, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
O KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 37,3o CRR : 68x/menitHR : 156x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (+)Extremitas : Hangat normal
CRT < 2 detik
Hasil laborat pemeriksaanHb : 11,5g/dlLeukosi : 6700cmmdif count : -/-/8/42/46/4trombosit : 427000/cmmHCT : 33%Hasil radiologiFoto thorax APCor bentuk ukuran normalPulmo konsolidasi di apex dextraSinus costophrenicus dll normalDx : Pneumonia (D)
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 37o CRR : 78x/menitHR : 140x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat normal
CRT < 2 detik
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 36,9o CRR : 88x/menitHR : 146x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat normal
CRT < 2 detik
Pukul 15.30 px demam sampai 38o C
A Pneumonia Pneumonia PneumoniaP Ceftriaxone 2x150mg
Sagestam 2x10mg(gentamicin)
Ceftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)
Ceftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)
25
Nebulizer/suction 2x(fentolin)
Nebulizer/suction 2x(fentolin)
Nebulizer/suction 2x(fentolin)Novalgin prn 50mg(metamizole) (diberikan pukul 16.00)
12/4/2013 13/4/2013 14/4/2013Ibu px mengatakan px masih batuk grok2 dan semakin parah, px juga masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) mencret 2x mulai tadi pagi cari tanpa ampas, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
Ibu px mengatakan px masih batuk grok2, Sesak px sudah mulai reda, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) mencret 2x, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
Ibu px mengatakan px masih batuk grok2 tetapi lebi ringan dan jarang, px masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) biasa, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 36o CRR : 78x/menitHR : 152x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat Normal
CRT < 2 detik
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 35,6o CRR : 68x/menitHR : 140x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat Normal
CRT < 2 detik
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 35,6o CRR : 60x/menitHR : 128x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat Normal
CRT < 2 detik
Pneumonia Pneumonia PneumoniaCeftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)Nebulizer/suction 2x(fentolin)Konsul fisioterapi untuk
Ceftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)Nebulizer/suction 2x(fentolin)
Ceftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)Nebulizer/suction 2x(fentolin)
26
disinar
15/4/2013 16/4/2013 17/4/2013Ibu px mengatakan px tidak batuk lagi,Tetapi px masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) biasa, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
Ibu px mengatakan px tidak batuk lagi,Tetapi px masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) biasa, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
Ibu px mengatakan px tidak batuk lagi,Tetapi px masih sesak, pilek (-),Muntah(-)Bab(+) biasa, Bak(+) lancarMakan(-)minum(+) ASI
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 36,7o CRR : 52x/menitHR : 160x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat Normal
CRT < 2 detik
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 36,8o CRR : 56x/menitHR : 140x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : rh +/+ Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat Normal
CRT < 2 detik
KU :lemahKesadaran :kompos mentisSuhu : 36,3o CRR : 60x/menitHR : 130x/menitKepala : a/i/c/d -/-/-/- PCH(-),Tonsil hiperemi (-)Dada :simetris + Chest indrawing
subcostalJantung : s1s2 tunggalParu : ves +/+
rh -/- Wh -/-Abdomen: supel, BU(+)N,
meteorismus (-)Extremitas : Hangat Normal
CRT < 2 detik
Pneumonia Pneumonia PneumoniaCeftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)Nebulizer/suction 2x(fentolin)
Ceftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)Nebulizer/suction 2x(fentolin)
Ceftriaxone 2x150mgSagestam 2x10mg(gentamicin)Nebulizer/suction 2x(fentolin)
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien An.SN datang ke ugd dengan keluhan sesak, dari hasil anamnesa dikatakan
bahwa pasien sesak sejak 1 hari yang lalu pada malam hari. Selain px juga batuk grok-grok
dan pilek juga sejak 1 hari yang lalu pada malam hari. Px juga pernah panas 3 hari yang lalu
tetapi hanya 1 hari saja. Sejak tadi malam kemauan minum ASI px menurun. Px baru pertama
kali MRS, sebelumnya tidak pernah. Dari riwayat penyakit keluarga memang ada yang
menderita asma yaitu om kandung px, juga orang tua px menderita alergi. Bila dilihat dari
anamnesis gejala pada px ini merupakan pneumonia, hal ini berdasarkan kepada baru pertma
kali ini px MRS karena sesak. Sehingga diagnosa bandingnya yaitu asma dapat disingkirkan
karena asma itu sendiri dapat terdiagnosa setidaknya 2x masuk rumah sakit dengan keluhan
sesak dan adanya whezing pada auskultasi. Selain itu, sebelum menderita penyakit yang
sekarang, px terlebih dahulu menderita ISPA. Selain itu juga, pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya ronki dan pada pemeriksaan radiologi ditemukan adanya konsolidasi.
Di IGD px sempat apneu 2x selama + 3 detik, sempat diberikan ventilasi tekanan
positif pada saat px apneu. Px juga di injeksi ceftriakson 250 mg.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief Abdul, Napitupulu Partogi,et al.,1985, Ilmu Kesehatan Anak 2,Infomedika,
Jakarta.
2. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid 1; editor Arif Mansjoer dkk ; Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta 2001.
3. Guyton, Arthur C. MD. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi III
Cetakan IV ; Alih Bahasa, Petrus Andrianto ; EGC Penerbit Buku Kedokteran :
Jakarta 1995.
4. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta 1999
5. Buku Digital Ilmu Kesehatan Anak. Klikdokter.com. dr. Abdul Rochman.
6. Current Pediatrics Diagnosis & Treatment, 18th Edition ; editor, William W. Hay,
Jr., MD dkk ; The McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America, 2007.
7. Price, Sylvia A. Dkk. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI.
Cetakan I ; Alih Bahasa, Pendit, dr. Brahm U dkk ; EGC Penerbit Buku
Kedokteran : Jakarta 2005.
8. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah sakit. Cetakan I ; Alih Bahasa, Tim Adaptasi
Indonesia. World Health Organization 2005.
9. Pedoman Diagnosis dan Terapi, Bagian SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke 3./
Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo. Surabaya, 2008.
10. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp/q1980415144310
11. http:// medscape.com/pneumonia/qr456262
29