lapsus mata

23
BAB I PENDAHULUAN Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor penerima rangsang cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur terorganisir yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks kemudian ditransmisikan ke saraf optic menuju korteks sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna, sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam. 1 Ablasio retina merupakan suatu keadaan suatu terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Hal ini menyebabkan retina tidak memperoleh nutrisi dari koroid. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak umum atau jarang, terjadi hanya pada satu orang setiap 10.000 penduduk per tahunnya dan tidak disebabkan oleh hanya satu penyakit atau keadaan patologis spesifik tetapi merupakan hasil akhir dari berbagai proses penyakit yang mana melibatkan cairan subretina. 1,2

Upload: ni-luh-putu-harta-wedari

Post on 24-Sep-2015

11 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Lapsus Mata

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUANRetina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor penerima rangsang cahaya. Retina manusia merupakan suatu struktur terorganisir yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Retina berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi impuls listrik yang kompleks kemudian ditransmisikan ke saraf optic menuju korteks sehingga menghasilkan persepsi visual. Bagian sentral retina atau daerah makula sebagian besar terdiri dari fotoreseptor kerucut yang digunakan untuk penglihatan sentral dan warna, sedangkan bagian perifer retina sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang yang digunakan untuk penglihatan perifer dan malam.1Ablasio retina merupakan suatu keadaan suatu terpisahnya sel kerucut dan sel batang retina dari sel epitel pigmen retina. Hal ini menyebabkan retina tidak memperoleh nutrisi dari koroid. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang tidak umum atau jarang, terjadi hanya pada satu orang setiap 10.000 penduduk per tahunnya dan tidak disebabkan oleh hanya satu penyakit atau keadaan patologis spesifik tetapi merupakan hasil akhir dari berbagai proses penyakit yang mana melibatkan cairan subretina.1,2Salah satu bentuk bentuk ablasio retina yang paling sering terjadi adalah ablasio retina regmatogenosa dimana terdapat robekan pada retina sehingga badan kaca akan mendorong retina ke badan kaca. Factor risiko ablasio retina antara lain usia tua, riwayat operasi katarak, miopia tinggi, trauma, atau adanya infeksi di bagian posterior mata. Pasien biasanya datang dengan keluhan pandangan kabur seperti ada tirai. Penyakit ini apabila tidak ditangani secara cepat akan mengakibatkan hal yang terburuk bagi mata yaitu kebutaan. Apabila dideteksi secara awal dan penanganan yang sesuai akan menghasilkan perbaikan visus atau tajam penglihatan.1,2BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor penerima rangsang cahaya. Retina merupaka selembar tipis jaringan saraf semitransparan dan multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hamper sama jauhnya dengan korpus siliare, dan akhirnya sampai di tepi ora serata. Pada orang dewasa, ora serrate berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada system temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan membrane Bruch, Khoroid, dan sklera. retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat macula. Di tengah macula terdapat fovea yang secara klinis merupakan cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.3Secara mikroskopis, lapisan retina terdiri dari 10 lapisan dari dalam keluar:1,31. Membran limitan interna: merupakan membrane hialin antara retina dan vitreous body.2. Serabut saraf: merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke saraf optik. Pada lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.

3. Sel ganglion: merupakan lapisan badan sel daripada badan neuron kedua.

4. Lapisan pleksiform dalam: merupakan lapisan aselulal dan tempat sinaps sel-sel bipolar, sel amakrin, dan sel ganglion.

5. Lapisan nukleus dalam: merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller. Lapisan ini memeroleh nutrisi dari arteri retina sentral.

6. Lapisan pleksiform luar: merupakan lapisan aselular dan merupakan tempat sinaps sel-sel fotoreseptor dengan sel bipolar dn sel horizontal.

7. Lapisan nukleus luar: merupakan susunan lapisan nukleus sel kerucut dan batang. Lapisan ini avascular dan memperoleh nutrisi dari koroid.

8. Membran limitan eksterna yang merupakan membrane ilusi.

9. Lapisan fotoreseptor: merupakan lapisan terluar retina yang terdiri dari sel kerucut dan sel batang.

10. Epitel pigmen retina: terbentuk atas satu lapisan sel yang melekat longgar pada retina, kecuali pada bagian perifer (ora serrata).

Gambar 1. Susunan lapisan retina3Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapiler yang berada tepat di luar membran Bruch yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabanga-cabang arteri retina sentralis yang memperdarahi dua per tiga bagian dalam.1,4Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, reseptor kompleks, dan transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls safar yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Macula bertanggunga jawab atas penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, serta sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar. Pada bagian retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti ini, macula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (fotofobik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1,42.2 Definisi

Ablasio retina merupakan suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan sel batang dengan sel epitel pigmen retina. Hal ini disebabkan tidak adanya perlekatan struktural antara sel batang dan sel kerucut dengan epitel berpigmen, sehingga mudah terlepas. Terdapat tiga jenis ablasio retina yaitu:

Gambar 2. Ablasio retina21. Ablasio retina regmatogenosa

Pada tipe ini ablasio timbul akibat robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel epitel berpigmen dengan sel batang dan sel kerucut. Terjadi pendorongan retina oleh cairan badan kaca yang masuk melalui robekan pada retina menuju rongga subretina.

Gambar 3. Ablasio retina rhegmatogenosa42. Ablasio retina traksi

Tipe ini dapat timbul akibat diabetik retinopati, proliferasi vitreoretinopati, retinopati akibat prematuritas, atau trauma okuli. Pada ablasi ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat jaringan parut pada badan kaca yang akan melepaskan tautan retina. Berbeda dengan tipe regmatogenosa dengan kelainan berbentuk konveks, bentuk kelainan pada tipe traksi biasanya konkaf dan lebih terlokalisir.

Gambar 4. Ablasio retina traksi43. Ablasio retina eksudatif

Ablasio retina eksudatif terjadi tanpa adanya robekan atau traksi vitreoretina. Ablasi terjadi akibat penimbunan cairan pada ruang subretina akibat penyakit primer pada epitel berpigmen dan koroid. Kelainan ini terjadi skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis, atau idiopatik.

Gambar 5. Ablasio retina eksudatif42.3 Epidemiologiinsiden ablasio retina di Amerika Serikat pada tahun 2010 adalah 1:15.000 populasi dengan prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun. Ablasio retina regmatogenosa adalah ablasio retina yang paling sering terjadi. Sekitar 1 dari 10.000 populasi normal akan mengalami ablasio retina regmatogenosa.2,5 Faktor penyebab ablasio regmatogenosa terbanyak adala miopia (40%-50%), operasi katarak (30%-40%) dan trauma okuler (10%-20%). Ablasio retina paling banyak terjadi pada usia 40-70 tahun karena menurut penelitian faktor usia mempengaruhi terjadinya ablasio retina. Ablasio retina jarang terjadi pada populasi umum, meskipun kadang mengenai anak-anak, namun insidens ablasio retina meningkat seiring bertambahnya umur dan mencapai maksimum pada kelompok usia 50-60 tahun. Kejadian ablasio retina sedikit meningkat pada usia pertengahan (usia 20-30 tahun) akibat trauma.22.4 Etiologi

Pada ablasio retina regmatogenosa, faktor risiko tinggi didapatkan pada kelompok orang-orang dengan miopia tinggi, afakia, usia lanjut, trauma atau sering melakukan pekerjaan yang berat saat usia 24-25 tahun. Miopia tinggi (>5-6 dioptri) berhubungan dengan ablasio retina cenderung terjadi pada usia lebih muda daripada pasien non miopia. Risiko sekitar 25-30% pada pasien yang telah menjalani operasi katarak pada kedua mata.3,5,6Penyebab utama dari ablasio retina tipe traksi yaitu diabetik retinopati proliferative, retinopathy of prematurity, proliferative sickle cell retinopathy. Penyebab dari ablasio retina eksudatif yaitu dapat terjadi secara spontan, dengan trauma, uveitis, tumor, skleritis, diabetes mellitus, koroiditis idiopatik, CVD, atau kelainan vaskular. Ablasio eksidatof ditandai dengan adanya akumulasi cairan pada ruang subretina dimana tidak terjadi robekan retina atau traksi. Asal cairan ini dari pembuluh darah retina, atau koroid, atau keduanya. Hal ini dapat terjadi pada penyakit vaskular, radang, atau neoplasma pada retina. Selama epitel berpigmen mampu memompa cairan yang bocor ini ke sirkulasi koroid, tidak ada akumulasi dalam ruang subretina dan tidak akan terjadi ablasio retina. Akan tetapi, jika proses berlanjut dan aktivitas pompa epitel berpigmen terganggu, atau karena penurunan suplai metabolik, cairan berakumulai dan terjadi ablasio retina.3,5,62.5 Patogenesis

Ablasio retina regmatogenosa terjadi akibat adanya rhegma atau robekan pada lapisan retina sensorik (full thickness) sehingga cairan vitreus masuk ke dalam ruang subretina. Pada tipe ini gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan retina melebihi gaya yang mempertahankan perlekatan retina. Tekanan yang mempertahankan perlekatan retina antara lain tekanan hidrostatik, tekanan onkotik, dan transport aktif. Tekanan intraokular memiliki tekanan hidrostatik yang lebih tinggi pada vitreous dibandingkan koroid. Robekan retina terjadi sebagai akibat dari interaksi traksi dinamik vitreoretina dan adanya kelemahan di retina perifer dengan faktor predisposisi yaitu degeneras. Pada traksi vitreoretina dinamik, terjadi likuefaksi dari badan vitreous yang akan berkembang menjadi lubang pada korteks vitreous posterior yang tipis dan fovea, kemudian cairan synchytic masuk melalui lubang ke ruang retrohialoid. Akibatnya terjadi pelepasan permukaan vitreous posterior dari lapisan sensorik retina. Badan vitreous akan menjadi kolaps ke inferior dan ruang retrohialoid terisi oleh cairan synchitic. Proses ini dinamakan acute rhegmatogenous PVD with collapse (acute PVD). Robekan yang disebabkan oleh PVD biasanya berbentuk huruf U, berlokasi di fundus superior dan sering berhubungan dengan perdarahan vitreous sebagai hasil dari rupture pembuluh darah retina perifer.1,3,4

Gambar 6. Ablasio retina rhegmatogenosa4Ablasio retina eksudatif terjadi akibat akumulasi cairan subretina tanpa adanya robekan retina ataupun traksi pada retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi) karena kelainan patologis pada koroid sehingga cairan berkumpul di bawah retina. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang.4,5,

Gambar 7. Patogenesis ablasio retina eksudatif6Pada ablasio retina traksi terjadi pembentukan fibroblas, sel glia, atau sel epitel pigmen retina. Awalnya terjadi penarikan retina sensorik menjauhi lapisan epitel di sepanjang daerah vaskular yang kemudian dapat menyebar ke bagian retina midperifer dan macula. Pada ablasio tipe ini permukaan retina akan lebih konkaf dan sifatnya lenih terlokalisir tidak mencapai ora serrate. Pada mata penderita diabetes, tejadi perlekatan yang kuat antara vitreous ke area proliferasi fibrovaskular yang tidak sempurna. Selanjutnya terjadi kontraksi progresif dari membran fibrovaskular di daerah perlekatan vitreoretina yang apabila menyebabkan traksi pembuluh darah akan menimbulkan perdarahan vitreous. Traksi vitreoretina statis dibagi menjadi: (a) traksi tangensial, disebabkan oleh kontraksi membran fibrovaskular pada bagian retina dan distorsi pembuluh darah retina, (2) traksi anteropoterior, disebabkan oleh kontraksi membrane fibrovaskular yang memanjang dari retina bagian posterior, (3) traksi bridging yang disebabkan oleh kontraksi membrane fibrovaskular yang akan melepaskan retina posterior dengan bagian lainnya atau arcade vaskular.2,6

Gambar 8. Ablasio retina traksi62.6 DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis untuk mendapatkan gejala subyektif dan pemeriksaan oftalmologi untuk mendapatkan gejala obyektif, serta pemeriksaan penunjang. Gejala klinis ablasio retina terdiri dari gejala subyektif dan obyektif. Adapun gejala subyektif berupa (1) penderita mengeluhkan melihat kilatan cahaya (fotopsia) maupun melihat adanya bercak-bercak yang bergerak pada lapangan pandangnya (floaters). Setelah itu timbul bayangan pada lapangan pandang perifer yang jika diabaikan akan menyebar dan melibatkan seluruh lapang pandang. Floaters yang timbul mendadak dan terlihat sebagai bercak-bercak besar pada tengah lapangan pandang penglihatan biasanya mengindikasikan posterior vitreous detachment (PVD). Penderita mengeluh timbulnya floaters seperti cincin jika vitreous terlepas dari insersinya yang anular pada papil nervus optikus. Floaters berupa garis-garis kurva timbul pada degenerasi badan kaca. Beberapa saat setelah itu, dapat timbul jaring laba-laba yang mengindikasikan pembentukan klot (bekuan darah); (2) pasien biasanya mengeluh hanya bias melihat setengah bagian, bias hanya melihat bagian atas atau bawah. Berbeda dengan lokasi fotopsia dan floaters yang tidak menunjukkan lokasi ablasio, defek lapang pandang sangat spesifik untuk menentukan lokasi ablasio retina. Defek lapang pandang di superior menunjukkan ablasio retina di inferior, sedangkan defek lapang pandang di inferior menunjukkan ablasio retina superior; dan (3) penglihatan kabur secara mendadak.1,2,7Sementara untuk mendapatkan gejala obyektif, dilakukan beberapa pemeriksaan oftalmologi sebagai berikut (1) pemeriksaan visusdapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea ikut terangkat; (2) pemeriksaan lapang pandangdimana akan terjadi lapangan pandang seperti tertutup tabir dan dapat terlihat skotoma relatif sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada lapangan pandang akan terlihat adanya pijaran api seperti halilintar kecil dan fotopsia; (3) pemeriksaan funduskopiyaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio retina dengan menggunakan binokular oftalmoskop indirek. Pada pemeriksaan ini ablasio retina dikenali dengan hilangnya refleks fundus dan pengangkatan retina. Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina (ablasi retina bulosa), didapatkan pergerakan undulasi retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatan debris terkait pada vitreus yang terdiri dari darah (perdarahan vitreus) dan pigmen, atau ruang retina dapat ditemukan mengambang bebas.1,2,7Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengakkan diagnosis yaitu (1) pemeriksaan laboratoriumdilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaukoma, diabetes melitus, kelainan darah; (2) pemeriksaan ultrasonografiyaitu ocular B-Scan ultrasonografi menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi (8-10 MHz) juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya seperti vitreotinopati proliferatif, benda asing intraokular, dengan membuat membuat potongan melalui seluruh jaringan, dengan demikian didapat lokasi dan bentuk dari kelainan dalam dua dimensi. Selain itu ultrasonografi juga digunakan untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor, posterior skleritis; (3) pemeriksaan angiografi fluoresinakan terlihat kebocoran di daerah parapapilar dan daerah yang berdekatan dengan tempatnya ruptur, juga dapat terlihat, ganguan permeabiltas koriokapiler akibat rangsangan langsung badan kaca pada koroid, adanya tumor atau peradangan yang menyebabkan ablasio.1,2,72.7 Diagnosis Banding

Penyakit utama yang merupakan diagnosis banding ablasio retina khususnya tipe rhegmatogenosa adalah retinoschisis. Retinoschisis menyebabkan skotoma absolut sedangkan ablasio retina rhegmatogenosa menyebabkan skotoma relatif. Tobaco dust dan atau perdarahan lebih jarang ditemukan pada vitreous dengan retinoschisis sedangkan hal tersebut sering ditemukan pada ablasio retina. Retinoschisis memiliki permukaan yang halus dan biasanya muncul berbentuk kubah. Kebalikannya, ablasio retina dengan permukaan yang tidak rata. Pada kasus ablasio retina yang lama, retina dapat muncul halus dan tipis hampir sama dengan retinoschisis. Pada ablasio retina yang lama biasanya epitel pigmen retina di bawah garis demarkasi dan makrosit mengalami atrofi sedangkan pada retinoschisis normal. Diagnosis banding lainnya yaitu macular hole, dan ablasio retina non rhematogenosa.7,8,9,102.8 Penatalaksanaan

Penatlaksanaan ablasio retina terdiri dari terapi medikamentosa dan terapi operatif. Terapi medikamentosa yaitu:101. Masuk rumah sakit, tirah baring selama 5-8 hari2. Tetes mata atropine 1% 2 kali sehari

3. Tablet antiinflamasi 3 kali sehari

4. Tablet antioksidan 1 kali sehari

Sedangkan terapi operatif melalui beberapa prosedur pembedahan yaitu:

1. Scleral BucklingMetode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa disertai komplikasi lainnya. Operasi ini dilakukan jika lokasi ablasio di satu lokasi, badan kaca tidak keruh, tidak ada traksi, dan tidak ada giant tear. Prosedur ini meliputi melokalisir posisi keseluruhan robekan retina, menangani semua robekan retina dengan cryopobe dan mempertahankan dengan menggunakan gesper sclera (scleral buckle). Gesper yang digunakan biasanya berupa busa silikon atau silicon padat. Gesper tersebut dipasang pada dinding luar bola mata (sklera) untuk menciptakan sebuah indentasi atau efek gesper di dalam mata. Gesper diposisikan di bawah muskulus rektus sehingga menekan robekan retina dan secara efektif menutup robekan serta dipertahankan pada tempatnya dengan jahitan minimalis pada sklera mata. Setelah robekan tertutup, cairan di bawah retina biasanya secara spontan akan kembali pada posisnya semula dalam satu hingga dua hari. Pada banyak kasus dilakukan drainase terhadap cairan yang berada di bawah retina pada bagian retina yang terlepas dan kemudian menutup lubang yang terjadi dengan laser atau cryoterapy.9,10

Gambar 9. Scleral buckling2,42. Vitrektomi

Prosedur ini merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasi akibat diabetes, ablasio rhegmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau hemoragik vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian memasukkan instrument hingga ke cavum melalui pars plana. Setelah itu pemotongan vitreus dengan pemotong vitreus. 8,9

Gambar 10. Vitrektomi43. Retinopeksi pneumatik

Prosedur ini merupakan cara yang paling banyak pada ablasi regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada superior retina. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan kriopeksi sebelum balon disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi head precise selama 7-10 hari untuk menyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.6,7,9

Gambar 11. Pneumatic retinopexy42.9 PrognosisJika makula sentralis belum terlibat saat perbaikan dilakukan, tajam penglihatan dharapkan normal kembali seperti sebelum terjadinya ablasio retina. Akan tetapi jika macula sentralis telah terlepas saat perbaikan dilakukan dan penglihatan bagian sentral telah terganggu, mungkin akan terjadi kehilangan penglihatan secara permanen walaupun retina telah dikembalikan pada pada posisi anatomisnya. Semakin lama macula terlepas, kemungkinan kehilangan penglihatan secara total semakin besar karena kerusakan yang bersifat irreversible pada fotoreseptor.1,4,9BAB V

SIMPULAN

Retinal detachment atau ablasio retinamerupakan kejadian dimana terpisahnya sel kerucut dan batang retina dari sel epitel pigmen retina namun sel epitel pigmen masih merekat pada membran Brunch, sehingga menyebabkan gangguan pemberian nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pengelihatan dan lama kelamaan akan menetap. Ablasio retina berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi tiga, yaitu ablasio retina rhegmatogenosa (robekan pada retina), ablasio retina traksi (tarikan oleh jaringan parut pada badan kaca), dan ablasio retina eksudatif (penimbunan cairan eksudat di bawah retina dan mengangkat retina).

Prinsip utama pada penatalaksanaan ablasio retina adalah medikamentosa dan pembedahan untuk mendekatkan dinding mata ke lubang retina, menahan agar kedua jaringan itu tetap menempel sampai jaringan parut terbentuk dan melekatkan lagi robekan. Bila retina berhasil direkatkan kembali mata akan mendapatkan kembali sebagian fungsi penglihatan dan kebutaan total dapat dicegah. Tetapi seberapa jauh penglihatan dapat dipulihkan dalam jangka enam bulan sesudah tindakan operasi tergantung pada sejumlah faktor. Pada umumnya fungsi penglihatan akan lebih sedikit pulih bila ablasio retina telah terjadi cukup lama atau muncul pertumbuhan jaringan di permukaan retina. Semakin lama macula terlepas, kemungkinan kehilangan penglihatan secara total semakin besar karena kerusakan yang bersifat irreversible pada fotoreseptor.DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FK UI Jakarta. 2009.

2. Vaughan DV, Asbury T, Riordan-Eva P. General opthalmology. 5th Edition. Prentice Hall, New Jersey 2003.

3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical opthalmology: a systemic approach. 7th edition. Elsevier. 2011.

4. Angeles Vision Clinic. Retinal detachment. Available from http://www.avclinic.com/RetinalDetachment.htm. Akses: 17 September 2014.

5. Hilton GF, McLean EB, Brinton DA. Retinal detachment principles and practice. 2nd edition. American Academy of Opthalmology. San Francisco. 2002.

6. Gariano, Cang-Hee. Evaluation and management of suspected retinal detachment. Available from: http://www.aafp.org/afp/20040401/1691/.html. Akses: 17 September 2014.

7. Gregory. Retinal detachment. Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic504.htm. Akses: 17 September 2014.

8. Khurana AK. Opthalmology: Quick text revision & MCQ. 1st edition. CBS Publisher and Dictributors. New Delhi. 2002.9. LEO. Retina and vitreous. Section 12. Hal: 245-255. American Academy of Opthalmology. USA. 2009

10. Niti Susila NK, Buhiastra IP, Sunerti N, Sukartini AAA, Kusumadjaja MA, Jayanegara WG, Dewiyani C, Masputra AA, Yuliawati P. Standar pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Hal: 21. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. 2009.