lapsus labioschisi

32
BAB I PENDAHULUAN Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. 1 Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang. 2 Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.3 Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita 1

Upload: nunasdfi

Post on 24-Sep-2015

67 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

bedah

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa.1 Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.2Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Hidayat dan kawan kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.3 Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktor. Selain faktor genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibu waktu melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan defisiensi vitamin B6.1Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing, masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara, gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner, tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT, gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.4Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan labioschisis adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan.1,5Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa alasan terbanyak anak penderita labioschisis terlambat (berumur antara 5- 15 tahun) untuk dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua yang masih kurang.1 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiLabioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.4

Gambar 1. Bayi dengan Labioschisis.7

2.2 EtiologiPenyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang

bayi dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah, saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/ anak dengan labioschisis.6Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain:7 Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam folat, vitamin C, dan Zn)

Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal

Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.

Faktor genetik

Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali.72.4. Klasifikasi Labioschisis diklasifikasikan berdasarkan lengkap/ tidaknya celah yang

terbentuk :6,7 Komplit

Inkomplit

Dan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :6 Unilateral

Bilateral

Gambar 2. Klasifikasi Labioschisis.62.5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain :4,5 Masalah asupan makanan

Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.

Masalah Dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi pada arean dari celah bibir yang terbentuk.

Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of speech). Meskipun telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otototot tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, and ch", and terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.2.6 Penatalaksanaan Idealnya, anak denga labioschisis ditatalaksana oleh team labiopalatoschisis yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan.6,7

Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi

Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg , Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.

2. Tahap sewaktu operasi

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing (labioplasty) adalah usia 3 bulan Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.

2.7 Teknik OperasiTerdapat beberapa metode labioplasty diantaranya : teknik Rose-Thompson, teknik flap quadrangularis, teknik flap triangularis, teknik Millard dan takenik modifikasi Mohler. Namun yang paling umum digunakan adalah teknik Millard yang caranya didasari oleh gerakan memutar dan memajukan (rotation and advancement).

Teknik operasinya yaitu pertama dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis oris. Kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir dipisahkan dari sisanya. Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris secara tajam, sampai kira-kira sulkus nasoabialis. Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk pertemuannya, secukupnya. Kemudian otot dibebaskan dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot dan kulit. Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot. Dibuat flap C. Kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir atap lubang hidung, bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae, menggunakan gunting halus melengkung. Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan yang dipasang ke kulit. Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas atap lubang hidung lebih simetris. Kolumela dengan rangka tulang rawan dan vomer yang miring dari depan ke belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring. Luka di pinggir dalam atap nares dijahit. Kemudian mukosa oral mulai dari kranial, menghubungkan sulkus ginggivo labialis. Jahitan diteruskan ke kaudal sampai ke dekat merah bibir. Setelah itu otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit dimulai dari titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir. Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat dibuang. Sebaiknya luka operasi ditutup dengan tule yang mengandung bahan pencegah perlenngketan dan kasa lembab selama 1 hari, untuk menyerap rembesan darah/serum yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya baru luka dirawat terbuka dengan pemberian salep antibiotik.

Gambar 3. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut celah pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D) bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk menutup celah secara keseluruhan.Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah. Operasi yang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 89 tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.

3. Tahap setelah operasi.Komplikasi Operasi Wound dehiscence paling sering terjadi akibat ketegangan yang berlebih dari tempat operasi

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi, anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi, trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam. Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen lateral otot orbikularis.

Abnormalitas atau asimetri tebal bibir Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang penting lengkung Perawatan Pasca bedah Pemberian makanan per-oral : Untuk anak-anak yang mengkonsumsi ASI, dapat terus disusui setelah operasi. Bagi anak-anak yang menggunakan botol, disarankan untuk menggunakan ujung kateter yang lunak selama 10 hari, baru dilanjutkan dengan penggunaan ujung dot yang biasa. Aktivitas : Tidak ada batasan aktivitas tertentu yang perlu dilakukan, namun hendaknya aktivitas perlu diperhatikan untuk meminimalisasi risiko trauma pada luka operasi. Perawatan bibir : Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hidrogen peroksida dan salep antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari. Jahitan dapat diangkat pada hari ke 5 -7. Follow up Setelah operasi labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama status kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara, dan juga keadaan psikososial.

Gambar 4. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.2.8 Prognosisi Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/ disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalahmasalah berbicara pada anak labioschisis.

Lampiran 1

Tabel1: Intervesi pada pasien labiognatopalatoschisis8Intervensi berdasarkan umur*

UmurIntervensi

Prenatal Referred to cleft lip and palate team Diagnosis dan konseling genetik Mengatasi masalah psikososial Memberikan petunjuk pemberian makan

Membuat perencanan pemberian makan

lahir-1 bulan Referred to cleft lip and palate team Diagnosis dan konseling genetik Mengatasi masalah psikososial Menyediakan instruksi pemberian makan dan memeriksa pertumbuhan

1-4 bulan Periksa pemberian makan dan pertumbuhan

Operasi bibir sumbing (labioplasty)

Pemeriksaan telinga dan pendengaran

5-15 bulan Periksa pemberian makan dan tumbuh kembang Pemeriksaan telinga dan pendengaran Operasi celah palatum (palatoplasty)

Menyediakan instruksi menjangga hygiene mulut

16-24 bulan Menilai telinga dan pendengaran Menilai pecakapan dan bahasa

Memeriksa perkembangan

2.5 tahun Menilai pecakapan dan bahasa, Mengatasi velopharyngoplasty Pemeriksaan telinga dan pendengaran Pertimbangkan revisi bibir/hidung sebelum masuk sekolah

Menilai pengembangan dan penyesuaian psikososial

6-11 tahun Menilai pecakapan dan bahasa, Mengatasi velopharyngoplasty Intervensi orthodontic (pengaturan lengkung gigi) Cangkok tulang alveolar Menilai sekolah / penyesuaian psikososial

12.21 tahun Operasi rahang dan Rhinoplasty kalau diperlukan

Jembatan Ortodonti, implan yang diperlukan

Konseling genetik

Menilai sekolah / penyesuaian psikososial

BAB III

LAPORAN KASUS3.1 IDENTITAS PASIENNama

: An. FKUmur

: 6 bulanJenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. Tegal rejo LampungMasuk Rumah Sakit : 15 April 2015Tanggal pemeriksaan : 16 April 20153.2 ANAMNESISAlloanamnesis di lakukan pada tanggal 16 april pukul 14.00 WIBA. Keluhan UtamaCelah pada bibir sejak lahirB. Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan cela bibir pada bagian kanan. Enam bulan yang lalu (SMRS) pasien dilahirkan dari seorang Ibu yang berumur 26 tahun. Ibu pasien mengatakan bahwa kelainan pada bibir pasien tidak mengganggu asupan ASI yang diberikan. Keluhan demam (-), batuk (-) sesak napas (-), susah makan (+). BAB (+), konsistensi kenyal, warna kekuningan, darah(-), 3-4 kali per hari. BAK (+), konsistensi cair, berwarna putih kekuningan, 5-6 kali per hariC. Riwayat Kehamilan Ibu pasien mengaku pasien adalah anak pertama dan sebelumnya tidak pernah keguguran

Selama masa kehamilan ibu pasien mengaku riwayat konsumsi minuman berakohol (-), merokok (-), narkotika (-), konsumsi obat dalam jangka waktu lama (-), jamu-jamuan (-), rontgen (-).

Riwayat menderita penyakit sistemik yang berat selama masa kehamilan (-), kencing manis (-), tekanan darah tinggi (-), riwayat penyakit kelamin (-), riwayat pemakaian KB hormonal (-)D. Riwayat ANC Kontrol kehamilan dilakukan ibu pasien rutin satu kali setiap bulan di bidan. Selama komtrol kehamilannya, ibu pasien mengaku tidak pernah ditemukan adanya kelainan. Kelainan letak janin (-), perdarahan pervaginam (-), hiperemesis gravidarum (-), anemia dalam kehamilan (-), panggul sempit (-) dan biasa mendapatkan vitamin (vitamin penambah darah)E. Riwayat Persalinan Ibu pasien mengatakan bahwa proses persalinan dibantu bidan. Pasien lahir per vaginam. Pasien lahir dengan berat 3 kilogram, cukup bulan dengan kelainan bawaan bibir sumbing(+), kelainan lain (-).F. Riwayat Penyakit dahulu

Asma (-), penyakit kuning (-)G. Riwayat Penyakit Keluarga

Orang tua pasien mengaku anggota keluarga dari keturunan ibu pasien ada yang pernah menderita bibir sumbing.H. Riwayat Alergi

Pasien disangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentuI. Riwayat SosialIbu pasien berumur 28 tahun dan ayah pasien 30 berumur. Pekerjaan ayah pasien adalah dengan penghasilan menengah kebawah.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisa. Status present :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : CMTanda vital :

Nadi : 150 x/menit

Pernafasan : 28 x/menit

Suhu axilla : 37,6 C Berat badan(BB) : 7,2 kg

Tinggi badan(TB): 63 cm

Z Score BB/TB: 0.73 SD

Status gizi Normal (rentang normal >-2 SD sampai +2 SD)b. Pemeriksaan fisik umum :

1. Kepala Leher

Kepala : Normochepali, deformitas (-)

Mata : Konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterus -/-, pupil isokor diameter 2 mm/2mm, refleks pupil (+/+)

THT : Telinga: bentuk telinga kanan/kiri normal, infeksi telinga -/-

Hidung: deviasi (-) , deformitas os nasal (-), sadle nose (-).

Mulut: labium superior dextra tampak celah sepanjang 2 cm kearah nares nasi sinistra, celah palatum durum (-) Leher : massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB

2. Thoraks Kardiovaskuler

Inspeksi : tampak pergerakan dinding thoraks simetris, retraksi (-), iktus kordis tidak tampak.

Palpasi : Teraba pergerakan dinding thorak simetris,

Auskultasi :

Jantung : suara jantung S1 S2 reguler tunggal, murmur -/-, gallop -/-.

Paru : Suara napas terdengar vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.

3. Abdomen

Inspeksi : kulit tampak normal, dinding abdomen tidak tampak distensi, tidak terdapat jaringan sikatrik, tidak tampak massa.

Auskultasi : terdengar bising usus pada semua lapang abdomen jumlah normal,

Palpasi : dinding perut supel, nyeri tekan (-) pada seluruh area abdomen,

4. Urogenital

Suprapubis : massa (-), nyeri tekan (-)

Genitalia : kedua testis (+), kelainan bawaan (-)5. Anal perianal

Anus (+)

6. Ekstremitas atas Axilla

Inspeksi : Edema -/-, deformitas -/-

Palpasi : nyeri tekan (-) motorik dan sensibilitas baik

Pembesaran KGB -/-

7. Ekstremitas bawah

Inspeksi : Edema -/-, deformitas -/- Palpasi : nyeri tekan (-) motorik baik Status lokalis

Celah di labium superior dextra + 1 cm3.4 HASIL LABORATORIUMDarah Rutin Hb : 12 gr/dL (Normal: P: 11,7-15,5 gr/dL)

Leukosit : 13.900 //ul (Normal : 4.000 11.000/ul)

Trombosit : 510.000 /ul (Normal : 150.000 400.000/ul)

Hematokrit : 36 % (Normal : 37 43%)

Difcount: 0/2/3/40/50/5

Golongan darah: B

Rhesus : (+)

Waktu perdarahan: 2 menit (Normal : 1 6 menit)

Waktu pembekuan: 8 menit (Normal : 10 15 menit)3.5 DIAGNOSISLabioschisis unilateral incomplete dextra3.6 Pemeriksaan Terapi1. Masuk Rumah Sakit

2. Persiapan pra operasi (Hb, leukosit,, trombosit, diff. Count)

3. Pemeriksaan clotting time, bleeding time

4. Rontgen thoraks AP3.7 Rencana Terapi

Labioplasty3.8. PrognosisQuo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam3.8 FOLLOW UPJumat, 17 April 2015SRewel

OKeadaan Umum : baik. Sensorium: compos mentisTanda Vital : N : 138 x/m RR : 30 x/m T : 36, 5

Kepala : luka jahitan tenang

ALabioschisis unilateral incomplete dextra

PBoleh pulang

Paracetamol 3 x 1/4 cth

Amoxicillin 3 x 1/2 cth

Boleh minum pake sendok

S

O

P

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada anamnesis didapatkan data bahwa pasien berusia 6 bulan datang beronat ke RSUD Palembang BARI dengan keluhan utama terdapat celah pada bibir. Dari anamnesa diketahui bahwa celah pada bibir tersebut didapatkan sejak lahir. Dari riwayat kelahiran diketahui bahwa os lahir cukup bulan, lahir normal dengan bantuan bidan. Berat badan lahir 3.000 gram. Dari riwayat kehamilan didapatkan bahwa os anak pertama. Ibu os hamil saat berusia 27 tahun. Saat hamil, ibu os melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan rutin satu kali dalam sebulan. Konsumsi jamu saat hamil disangkal. Orang tua pasien mengaku ada anggota keluarga dari keturunan ibu pasien yang pernah menderita bibir sumbing.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan, pernafasan, nadi, suhu dalam batas normal. Dari hasil status lokalis didapatkan celah unilateral incomplete pada bibir bagian kanan yang tidak menembus dasar hidung, gusi dan langit-langit. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosis dengan labioschisis unilateral incomplete dextra.

Penatalaksanaan pada pasien ini direncanakan terapi operatif. Pada pasien ini jika kriteria rule of ten telah terpenuhi karena pasien telah berusia > 10 minggu, berat badan saat ini > 10 pond, dan Hb > 10 gr %, maka tindakan operasi bisa dilakukan. Tindaka operatif labioplasty dilakukan untuk memperbaiki celah bibir.

. BAB V

KESIMPULAN1. Penegakkan diagnosis Labioschisis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

2. Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat, yaitu tindakan operatif labioplastyDAFTAR PUSTAKA1. Bustami N, Joni R, Zahari A. Bibir Sumbing di Kabupaten 50 Kota dan Solok, Sumatra Barat. Padang : Ilmu Bedah FK Universitas Andalas/ RSUP Dr M Jamil.1997.

2. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. Cleft Lip And Palate, Introduction. Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB Saunders.

3. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal Dan Tingginya Prevalensi Sumbing Bibir/Langit-Langit Di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (Laporan Pendahuluan). Disitasi dari : http://www.kalbe.co.id /files/cdk/files/18.html.

4. Webmaster. Bibir sumbing. Disitasi dari : http://www.klikdokter.com/ illness/detail/104.htm.

5. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta : EGC.2005.

6. Webmaster. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari : http://www.healthofchild ren.com/C/Cleft-Lip-and-Palate.html?Comments[do]=mod&Comments[id] =4.htm.

7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam : Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. 2005.8. Seattle Childrens Hospital, Research and Foundation. Cleft Lip and Palate. Disitasi dari http://www.seattlechildrens.org/. 22