lapsus anestesi.docx

84
MANAJEMEN KASUS I Anestesi Spinal pada Sectio cesarea IDENTITAS Nama : Ny. N Nomor RM : 55484 Umur : 28 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Pekerjaan : PNS Alamat : Gelung, Paron, Ngawi Masuk RS : 15 Oktober 2013 Anamnesis : Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien Tanggal : Operasi dilakukan tanggal 16 Oktober 2013 ANAMNESIS Keluhan Utama Perut terasa kenceng-kenceng. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang sendiri ke rumah sakit dengan G 2 P 1 A 0 , umur kehamilan 38/39 minggu. Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng sejak pukul 08.00. Keluhan dirasakan 1

Upload: hanifahrafa

Post on 26-Oct-2015

156 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

LAPORAN KASUS GENERAL ANESTESI DAN REGIONAL ANESTESI

TRANSCRIPT

Page 1: LAPSUS ANESTESI.docx

MANAJEMEN KASUS I

Anestesi Spinal pada Sectio cesarea

IDENTITAS

Nama : Ny. N

Nomor RM : 55484

Umur : 28 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : PNS

Alamat : Gelung, Paron, Ngawi

Masuk RS : 15 Oktober 2013

Anamnesis : Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien

Tanggal : Operasi dilakukan tanggal 16 Oktober 2013

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Perut terasa kenceng-kenceng.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri ke rumah sakit dengan G2P1A0, umur kehamilan

38/39 minggu. Pasien mengeluhkan kenceng-kenceng sejak pukul 08.00. Keluhan

dirasakan hilang timbul, semakin lama semakin kenceng. Pasien tidak

mengeluhkan adanya lendir atau darah yang keluar dari jalan lahir. Pasien masih

merasakan gerakan janin. Pasien rutin memeriksakan kandungannya ke dokter

spesialis kandungan. Hari pertama menstruasi terakhirnya adalah tanggal 20

januari 2013 dan hari perkiraan lahirnya tanggal 27 Oktober 2013.

Anamnesis Sistem

1

Page 2: LAPSUS ANESTESI.docx

Serebrospinal : Demam (-), nyeri kepala (-)

Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

Respirasi : Batuk (-), pilek(-), sesak nafas (-)

Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-),

Urogenital : BAK (+) warna kuning jernih

Integumentum : Gatal-gatal (-), kemerahan (-)

Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

Riwayat Kehamilan

Pasien mengungkapkan bahwa ini adalah kehamilan yang kedua. Pasien

merasakan janin bertambah besar seiring pertambahan usia kehamilan. Pasien

tidak pernah merasakan keluar darah dari jalan lahir selama kehamilan ini. Pasien

rutin memeriksakan kandungannya ke dokter spesialis kandungan.

Riwayat Persalinan

Pasien pernah mengalami persalinan satu kali yaitu 5 tahun yang lalu

melalui proses sectio cesarea. Persalinan dibantu oleh dokter spesialis kandungan

saat usia kehamilan 9 bulan. Anak pertama pasien berjenis kelamin laki-laki

dengan berat lahir 3400 gram.

Riwayat Perkawinan

Menikah satu kali ini, sejak 8 tahun yang lalu.

Riwayat Reproduksi

Menstruasi pertama pada usia 13 tahun. Siklus menstruasi teratur, tiap 1

bulan, dengan lamanya 6-8 hari, ganti pembalut sehari 1 sampai 3 kali.

Riwayat Kontrasepsi

Selama ini pasien tidak pernah menggunakan kontrasepsi.

Riwayat Penyakit Dahulu

2

Page 3: LAPSUS ANESTESI.docx

Pasien menyangkal adanya riwayat asma, kencing manis, tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, sakit kuning, atau alergi. Pasien tidak menggunakan gigi

palsu.

Pasien pernah opname di rumah sakit selama 7 hari dengan tindakan sectio

cesarea 5 tahun yang lalu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal adanya riwayat asma, kencing manis, tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, atau alergi pada keluarganya.

Kebiasaan dan Lingkungan

Pasien menyangkal kebiasaan merokok atau mengonsumsi alkohol. Pasien

juga menyatakan tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang.

Pasien hanya mengkonsumsi obat-obatan dari dokter spesialis kandungan.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos Mentis

GCS : E4V5M6

Tinggi Badan

Berat

Badan :

: 155 cm

85 kg

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nadi : 82 kali / menit

Frekuensi nafas : 22 kali / menit

Suhu : 36,5 ºC

Status Lokalis

3

Page 4: LAPSUS ANESTESI.docx

Kepala : Mesosefal, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), pupil

isokor (+), sianosis (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-)

Leher : Massa (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran

kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-)

Toraks : Simetris (+), nyeri tekan (-)

Jantung : S1/S2 tunggal, reguler, suara jantung tambahan (-)

Paru-paru : Vesikuler +|+

Abdomen : Stria gravidarum (+), skar operasi (-), bising usus (+)

Ekstremitas : Edema tungkai (-), akral hangat (+)

Status Obstetrik

Tinggi fundus uteri : 37 cm

Taksiran berat janin : 3875 gram

His : (+), jarang

Denyut jantung janin : 12-11-12

Abdomen : Leopold I : Bokong

Leopold II : Punggung bayi di perut kanan

Leopold III : Kepala

Leopold IV : Belum masuk panggul

Pemeriksaan dalam : Tidak di lakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Rujukan

Sel darah putih 6,9 109/L 4,0-10,0

Limfosit % 27,5 % 20,0-40,0

Mid % 8,4 % 3,0-9,0

Granulosit % 64,1 % 50,0-70,0

Hemoglobin 11,5 g/dL 11,0-16,0

Hematokrit 34,5 % 37,0-50,0

MCV 90,4 fL 82,0-95,0

4

Page 5: LAPSUS ANESTESI.docx

MCH 30,1 Pg 27,0-31,0

MCHC 333 g/L 320-360

Trombosit 226 109/L 100-300

Pemeriksaan Hematologi

Parameter Hasil Satuan Rujukan

Waktu perdarahan 1’30” Menit 1-3

Waktu penjendalan 7’30” Menit 1-15

Pemeriksaan Lain

HbsAg : negatif

GDA : 91 mg/dL

DIAGNOSIS KLINIS

G2P1A0, umur kehamilan 38/39 minggu,dengan BSC 5 tahun yang lalu, CPD,

obesitas dan taksiran berat janin 3875 gram.

TINDAKAN OPERASI

Sectio cesarea dengan insersi IUD (intra uterine device).

PENATALAKSANAAN ANESTESI

Status Anestesi

Diagnosis : Pasien Ny. N, 28 tahun, dengan diagnosis G2P1A0, umur

kehamilan 38/39 minggu,dengan BSC 5 tahun yang lalu, CPD,

obesitas dan taksiran berat janin 3875 gram

Anamnesis : Pasien menyangkal adanya riwayat asma, hipertensi, diabetes

melitus, alergi, penggunaan gigi palsu, atau gigi yang goyang,

Puasa (+)

Status fisik : Berat badan 85 kg, tinggi badan 155 cm, tekanan darah 120/80

mmHg, frekuensi nadi 83 kali / menit, frekuensi nafas 24 kali /

menit. ASA: II

5

Page 6: LAPSUS ANESTESI.docx

Penunjang : Hemoglobin 11.5 g/dL; hematokrit 34,5 %.

Perencanaan Anestesi

Konsultasi kepada dokter spesialis anestesi dengan instruksi sebagai

berikut :

- Jenis anestesi : Anestesi regional : blok subarakhnoid.

- Premedikasi : Infus Fima HES 500 cc.

- Teknik : Injeksi subarakhnoid.

- Induksi : Decain spinal 0,5 %.

- Alat : Jarum spinal spinocan®.

- Pengawasan : Observasi tanda vital intraanestesi setiap 5 menit,

kedalaman anestesi, balans cairan.

- Pascaoperasi : Perawatan pascaoperasi di ruang pulih sadar.

Pelaksanaan Anestesi

Langkah kerja yang dilakukan selama pelaksanaan anestesi pada pasien

Ny. N di ruang operasi adalah :

1. Pasien masuk ruang operasi pada pukul 10.30, sudah terpasang akses

intravena. Dilakukan pemasangan monitor bedside untuk mengevaluasi

tekanan darah dan frekuensi nadi, serta pemasangan pulse oxymetry untuk

mengevaluasi saturasi hemoglobin.

2. Pasien diberikan loading cairan berupa Fima HES 500 cc.

3. Operator menyiapkan alat-alat dan obat yang akan digunakan untuk

melakukan anestesi subarakhnoid. Alat-alat itu antara lain : povidone

iodine, kassa steril, duk steril, jarum spinal (spinocan ®), dan spuit injeksi.

4. Pasien dipersiapkan pada posisi duduk untuk dilakukan injeksi

subarakhnoid.

5. Menentukan tempat penyuntikan jarum, yaitu dengan membuat garis

imajiner dari krista iliaka kanan dan kiri melalui vertebra lumbal. Garis

tersebut akan memotong vertebra lumbal 4 atau langsung pada ruang

6

Page 7: LAPSUS ANESTESI.docx

intervertebra lumbal 4 -5. Penyuntikan akan dilakukan di ruang antara

vertebra lumbal 4 dan vertebra lumbal 5.

6. Melakukan disinfeksi pada tempat penyuntikan dan memasang duk steril.

Operator menyuntikkan obat anestesi dengan teknik aseptik.

7. Dilakukan infiltrasi pada daerah penyuntikan dengan anestesi lokal

menggunakan lidocaine 2 %, dengan dosis 40 mg.

8. Menusukkan introducer pada tempat penyuntikan tadi, yaitu pada ruang

intervertebra lumbal 4 dan 5, pada linea mediana, dengan kedalaman ± 2

cm. Jarum spinal dicabut dan menunggu hingga cairan serebrospinal

mengalir melalui introducer. Saat cairan serebrospinal telah menetes

keluar, dimasukkan 20 mg decain spinal 0,5 % perlahan-lahan. Setelah itu

introducer dicabut. Lokasi penyuntikan ditutup menggunakan kassa steril

dan diplester.

9. Pasien diposisikan telentang kembali dan dilakukan pemasangan kanul

oksigen dengan aliran 3 lpm serta monitor bedside. Evaluasi tanda vital

pasien setelah dilakukan blok subarakhnoid.

10. Meja operasi diposisikan agar kepala pasien sedikit lebih rendah dan

dievaluasi efek anestesi dengan menggunakan skor Bromage. Jika efek

yang diinginkan telah tercapai, meja operasi disejajarkan kembali. Pada

pukul 10.55 operasi dimulai.

11. Pada pukul 11.05 lahir bayi laki-laki dengan berat badan 4100 gram,

panjang badan 50 cm, dan Skor Apgar 8-9.

12. Segera setelah bayi lahir, pasien diberi injeksi oxytocin (induxin ®) 20

unit diikuti pemberian injeksi asam traneksamat 500 mg intravena

13. Pada pukul 11.25 operasi telah selesai. Pasien disiapkan untuk dipindah ke

ruang pulih sadar.

Hasil pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi, cairan keluar, dan cairan

masuk selama dilakukan anestesi adalah sebagai berikut:

7

Page 8: LAPSUS ANESTESI.docx

10:55 11:00 11:05 11:10 11:15 11:20 11:250

20

40

60

80

100

120

Hasil Pemantauan Tanda Vital

Cairan Keluar Cairan Masuk

Perdarahan ± 400 cc Fima HES 500 cc

Urin ± 150 cc Ringer laktat 1000 cc

Instruksi di ruang pulih sadar :

- Berikan kanul O2 dengan aliran 3 lpm.

- Awasi keadaan umum dan tanda vital setiap 15 menit sampai dengan

pasien sadar penuh.

- Posisi kepala ditinggikan 30º selama 24 jam.

- Jika tekanan darah sistol ≤ 90, berikan efedrin intravena dengan dosis 10

mg. Jika frekuensi jantung ≤ 60, berikan sulfas atropine intravena dengan

dosis 0,5 mg.

- Pasien dapat langsung minum sedikit-sedikit dan boleh miring kanan-kiri.

- Bila pasien tenang dan stabil, skor Bromage ≤ 2, boleh pindah ke ruang

perawatan.

- Jika muncul keluhan nyeri kepala hebat, segera konsul spesialis anestesi.

PEMBAHASAN

8

Page 9: LAPSUS ANESTESI.docx

Sectio cesarea merupakan suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan

janin dari dalam rahim. Tindakan ini dilakukan demi keselamatan ibu hamil dan

janinnya karena sulit dilakukan persalinan pervaginam, sehingga pada anestesi

obstetrik dokter menghadapi dua nyawa yang sama pentingnya. Oleh karena itu

persiapan anestesi harus dilakukan secara teliti untuk mempermudah induksi

anestesi dan mencegah hal yang tidak diinginkan.

Status fisik pasien menggambarkan tingkat kebugaran pasien untuk

menjalani anestesi. Klasifikasi status fisik yang dibentuk oleh ASA (American

Society of Anesthesiologist) telah dikenal dan dipergunakan secara luas :

Klasifikasi status fisik menurut ASA

Klasifikasi ASA Deskripsi

Kelas I Pasien sehat yang akan menjalani operasi.

Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik yang ringan atau sedang,

tanpa pembatasan aktivitas.

Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik berat yang membatasi

aktivitas biasa.

Kelas IV Pasien dengan kelainan sistemik berat yang menyebabkan

ketidakmampuan melakukan aktivitas biasa (rutin), yang

mengancam nyawanya setiap waktu.

Kelas V Pasien yang tidak dapat hidup atau bertahan dalam 24 jam

dengan atau tanpa operasi.

Kelas VI Pasien mati otak yang akan dilakukan donor organ.

Kelas E Operasi dilakukan darurat atau segara.

Pada pasien ini didapatkan adanya obesitas sehingga status fisik pasien

digolongkan ke dalam ASA kelas II.

Teknik anestesi yang direkomendasikan oleh American College of

Obstetricians and Gynocologist and American Society of Anestesiologist (ASA)

untuk sectio cesarea adalah regional anestesi (spinal anestesi). Beberapa

keuntungan dan kerugian anestesi spinal pada sectio cesarea sebagai berikut :

Keuntungan :

9

Page 10: LAPSUS ANESTESI.docx

Mengurangi pemakaian narkotik sistemik sehingga kejadian depresi janin

dapat dicegah / dikurangi.

Ibu tetap dalam keadaan sadar dan dapat berpartisipasi aktif dalam

persalinan.

Risiko aspirasi pulmonal minimal (dibandingkan pada tindakan anestesi

umum)

Jika dalam perjalanannya diperlukan sectio cesarea, jalur obat anestesia

regional sudah siap.

Kerugian :

Hipotensi akibat vasodilatasi (blok simpatis)

Waktu mula kerja (time of onset) lebih lama

Kemungkinan terjadi sakit kepala pasca pungsi.

Untuk persalinan per vaginam, stimulus nyeri dan kontraksi dapat

menurun, sehingga kemajuan persalinan dapat menjadi lebih lambat.

Sebelum dilakukan anestesi spinal harus dilakukan pemeriksaan yang teliti

terhada pasien, karena ada beberapa kontraindikasi yang harus diperhatikan antara

lain sebagai berikut :

Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif

Pasien menolak Sepsis

Hipovolemia berat Gangguan neurologi yang sudah ada

sebelumnya

Infeksi pada lokasi penyuntikan Deformitas spinal

Gangguan pembekuan darah Fetal distress

Pada pasien ini tidak ditemukan kontraindikasi baik kontraindikasi absolut

maupun relatif sehingga dapat dilakukan anestesi spinal.

Anestesi spinal dapat dilakukan pada posisi duduk, lateral dekubitus atau

posisi prone. Setelah posisi ditentukan, identifikasi tempat penusukan.

Pencegahan untuk menghindari infeksi termasuk tehnik aseptik, kulit dibersihkan

dengan larutan bakterisidal, penutup steril, sarung tangan dan secara hati-hati

10

Page 11: LAPSUS ANESTESI.docx

memperhatikan indikator sterilisasi termasuk perlengkapan spinal. Untuk

mencegah kesalahan pemberian obat atau dosis, identifikasi label dan konsentrasi

diperhatikan dengan hati-hati.

Posisi duduk ideal spinal anestesi

Pada pasien ini anestesi spinal dilakukan pada posisi duduk karena pasien

adalah ibu hamil sehingga posisi ini adalah posisi yang paling nyaman dan aman.

Anestesi spinal yang memuaskan membutuhkan blok sepanjang dermatom

daerah operasi. Obat yang digunakan untuk anestesi spinal termasuk anestesi

lokal, opioid dan vasokonstriktor, dektrosa kadang-kadang ditambahkan untuk

meningkatkan berat jenis larutan.

11

Page 12: LAPSUS ANESTESI.docx

Semua anestetik lokal efektif untuk anestesi spinal. Kriteria yang

digunakan untuk memilih obat adalah lamanya operasi. Tetrakain dan buvipakain

biasanya dipilih untuk operasi yang lebih lama dari 1 jam dan lidokain untuk

operasi-operasi yang kurang dari 1 jam, walaupun durasi anestesi spinal

tergantung pula pada penggunaan vasokonstriktor, dosis serta distribusi obat.

Lamanya blok dapat ditingkatkan 1-2 jam dengan penambahan larutan

vasokonstriktor ke larutan yang diinjeksikan kedalam CSS. Baik epinefrin (0,1-

0,2 mg) maupun phenyleprine (1,0-4,0 mg) memperpanjang durasi anestesi spinal.

Obat-obatan tersebut menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang

mensuplai dura dan medulla spinalis, mengurangi absorbsi vascular dan eliminasi

anestetik lokal.

Dalam dekade terakhir ini, ahli anestesi telah menggunakan opioid

subarachnoid untuk memperbaiki kualitas dari blok sensomotoris dan untuk

analgesia postoperative. Kerja narkotik subarachnoid adalah pada reseptor opiod

didalam medulla spinalis. Morpin (0,1-0,2 mg) menghasilkan analgesia signifikan

yang baik pada periode postoperative, sebagaimana Fentanyl (25-37,5 mikrogram)

dan subfentanyl (10 mikrogram). Efek samping narkotik subarachnoid termasuk

pruritus, nausea, dan depresi pernapasan.

Pengelolaan setelah injeksi anestesi lokal kedalam CSS meliputi

pengamatan dan pengobatan efek samping dan penilaian distribusi dari anestesi

lokal. Pemberian oksigen dan pemasangan pulse oksimetri untuk mencegah

hipoksemia. Memperhatikan terus-menerus denyut jantung untuk mendeteksi

bradikardia, dan mengulangi pengukuran tekanan darah untuk menilai adanya

hipotensi.

Untuk mengukur derajat blok motorik pada pasien yang mendapatkan

anestesi spinal, digunakanlah skor bromage. Untuk mengetahui skor bromage,

dapat dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mengangkat kakinya dalam

keadaan lurus. Ketidakmampuan mengangkat kaki dalam keadaan lurus atau skor

bromage 3 merupakan salah satu tanda keberhasilan blok motorik, sehingga

pasien yang telah mencapai skor bromage 3 dapat dilakukan tindakan operasi.

12

Page 13: LAPSUS ANESTESI.docx

Skor Bromage

Blok Motorik Tanda

0 Tidak ada Kekuatan dan pergerakan penuh.1 Parsial Bisa fleksi lutut dan tumit. Ada penurunan

kekuatan pada kuadrisep jika ditahan.2 Hampir komplet Tidak bisa fleksi lutut, tetapi tumit masih dapat

bebas bergerak. Otot kuadrisep tidak ada kekuatan.

3 Komplet Tidak ada pergerakan pada tungkai bawah.

Blokade sensorik salah satunya dapat diuji dengan sensasi suhu

menggunakan usapan alkohol. Untuk melakukannya, pertama usapkan kapas

alkohol pada daerah pundak atau dada, di mana saraf sensoriknya tidak diblok,

sehingga pasien akan merasakan usapan tersebut terasa dingin. Setelah itu

diusapkan pada daerah yang diinginkan efek anestesinya. Sedangkan untuk

menguji simpatektomi adalah dengan penusukan jarum secara ringan dari putting

ke bawah.

Tindakan anestesi spinal memiliki beberapa resiko komplikasi, antara lain:

Komplikasi dini / intraoperative Komplikasi lanjut

Hipotensi Post dural puncture headache (PDPH)

Henti jantung Nyeri punggung

Mual dan muntah Meningitis

Penurunan panas tubuh Retensi urin

Parestesia Spinal hematom

Kehilangan penglihatan pasca operasi

Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat terjadi

dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi

gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari kulit dan paru. Kebutuhan

pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Tabel Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan

13

Page 14: LAPSUS ANESTESI.docx

       Berat Badan                                                      Kebutuhan

10 kg pertama                                                            4 ml/kg/jam

10-20 kg kedua                                                          2 ml/kg/jam

Masing-masing kg  > 20 kg                                       1 ml/kg/jam

kebutuhan cairan pemeliharaan untuk pasien dengan berat badan 85 kg adalah

40+20+65=125 ml/jam

Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan akan

menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa. Defisit ini dapat

diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan lamanya puasa.

Untuk 85 kg, puasa 8 jam, perhitungannya (40 + 20 + 65) ml / jam x 8 jam atau

1000 ml.

Terapi cairan perioperatif terbagi menjadi penggantian kehilangan cairan

yang telah dilalui, memenuhi cairan pemeliharaan (maintenance), dan

penggantian kehilangan cairan selama intraoperasi dan pascaoperasi. Kebutuhan

pemeliharaan normal dapat diperkirakan dengan kebutuhan 1,5 mL/kg/jam dan

biasanya diganti dengan normal saline dan glukosa 5 %. Pasien dalam keadaan

demam meningkatkan kehilangan cairan sebesar 20 % /ºC. Setiap 1 mL darah

yang keluar digantikan oleh 3 mL kristaloid (normal saline, dekstrosa), 1 mL

koloid (albumin, dextran ®), 1 mL whole blood, atau 1 mL packed red blood

cells. Jika Hb turun hingga di bawah 7,5 g/dL, dibutuhkan transfusi darah.

Pembedahan memiliki beberapa pengaruh dalam keseimbangan cairan

intraoperasi dan pascaoperasi, antara lain adalah perdarahan, kehilangan evaporasi

dari permukaan, posisi pasien, dan neurohormonal respon atau respon stres.

Respon stres fisiologis terhadap pembedahan atau trauma akan menyebabkan

peningkatan katekolamin, aldosteron, kortisol, dan antidiuretic hormone (ADH).

Pelepasan katekolamin dan steroid ini akan menyebabkan retensi natrium dan air

pascaoperasi. Karena relatif lebih banyak air yang ditahan daripada natrium, maka

akan terjadi risiko hiponatremia pascaoperasi, terutama jika diberikan cairan

pengganti yang tidak berisi natrium.

Kehilangan cairan pascaoperasi juga harus digantikan sama seperti

kehilangan cairan preoperasi. Kebutuhan pemeliharaan, insensible water loss yang

14

Page 15: LAPSUS ANESTESI.docx

abnormal, kehilangan cairan yang nampak jelas (melalui nasogastric tube,

muntah, dan sebagainya), semua harus diperkirakan. Karena terdapat risiko

hiponatremia pada fase ini, kombinasi normal saline 2 L dan 1 L glukosa per hari

merupakan rejimen yang sesuai untuk pemeliharaan.

Perdarahan yang diizinkan (allowed blood loss, ABL) merupakan jumlah

perdarahan yang dapat ditoleransi pada sebuah operasi melalui perhitungan

hematokrit atau hemoglobin terendah yang masih dapat ditoleransi. ABL dapat

diperoleh dengan rumus sebagai berikut :

EBV ×(Hi−Hf )Hi

=ABL

Hi = hematokrit awalHf = hematokrit terendah yang masih dapat ditoleransi

EBV ×(Hbi−Hbf )Hbi

=ABL

Hbi = hemoglobin awalHbf = hemoglobin terendah yang masih dapat ditoleransi

Untuk menghitung perkiraan volume darah yang ada pada pasien, dapat

diketahui dengan memperhitungkan berat badan, dengan rumus sebagai berikut :

EBV =berat badan (kg )× reratavolume darah

Tabel 1. Rerata volume darah

Usia Volume darah (mL/kg)Neonatus premature 95Neonatus aterm 85Infant 80Di atas 3 tahun 70-75Laki-laki dewasa 75Wanita dewasa 65

15

Page 16: LAPSUS ANESTESI.docx

SIMPULAN

Dari hasil pengumpulan data pada pasien, pasien berusia 28 tahun dengan

G2P1A0, usia kehamilan 38/39 minggu, CPD, obesitas dan BSC 5 tahun yang lalu.

Tidak ditemukan riwayat asma, alergi, tekanan darah tinggi, maupun diabetes

mellitus. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas

normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa status fisik pasien termasuk pada

kelas II. Pasien sudah dipuasakan,sejak jam 2 malam. Sehingga waktu untuk

pengosongan lambung tercapai.

Salah satu efek samping pemberian anestesi regional adalah hipotensi,

sehingga pemberian cairan sebelum dilakukan anestesi akan memperbaiki curah

jantung dan sirkulasi uteroplasenta, serta mengurangi kejadian hipotensi. Pada

pasien ini diberikan loading cairan berupa Fima HES sebanyak 500 cc sebelum

dilakukan anestesi spinal. Cairan yang telah diberikan ini akan berguna untuk

mencegah hipotensi.

Pada pasien ini dilakukan infiltrasi obat anestesi lokal dulu, baru kemudian

dilakukan penyuntikan obat anestesi spinal. Pada pasien ini, dipilih decain 0,5%

sebagai obat anestesi spinal. Penyuntikan dilakukan pada posisi duduk, sehingga

memudahkan operator anestesi untuk menilai vertebra melalui prosesus spinosus

yang menonjol. Selain itu, karena sering dijumpai pasien akan bereaksi ketika

dilakukan infiltrasi daerah penyuntikan spinal, dengan posisi ini pasien lebih

mudah dikendalikan hanya dengan menahan pundak pasien agar tetap dalam

posisi fleksi. Hal tersebut memudahkan operator anestesi dalam menyuntikkan

jarum spinal pada lokasi yang telah ditentukan.

Pasien ini merupakan wanita dewasa dengan berat badan 85 kg, hematokrit

34,5 %, hemoglobin 11,5 g/dL, sehingga dapat dihitung :

16

Page 17: LAPSUS ANESTESI.docx

Perkiraan volume darahParameter Perhitungan Hasil (mL)

EBV 85 x65 5525ABL 5525×(11,5−8)

11,51681,5

Jumlah perdarahan 400 400

Perkiraan volume darah pasien ini adalah 5525 mL dengan volume

perdarahan yang diizinkan sebanyak 1681,5 mL (pada kadar hemoglobin 8 g/dL).

Jumlah perdarahan pada pasien ini sebanyak 400 mL, sehingga melalui

perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan perdarahan sebanyak 400

cc, pasien ini masih dapat mempertahankan kadar hemoglobinnya di atas 8 g/dL.

Program penggantian cairannya adalah :

Program penggantian cairanParameter Perhitungan Hasil (mL)

Penggantian darah 3 × 400 1200 mL NSStres operasi 10 ×85 ×

5560

779,2

Maintenance 1,5 ×85 127,5

Dengan perkiraan jumlah perdarahan sebanyak 400 mL, maka dibutuhkan

kristaloid sebanyak 1200 mL atau koloid 500 mL ditambah dengan kebutuhan

cairan akibat stres operasi sebesar 779,2 mL kristaloid. Sementara pada pasien ini

telah diperoleh cairan koloid berupa Fima HES sebanyak 500 mL dan ringer laktat

1000 mL. Setelah kebutuhan cairan perianestesi terpenuhi, diberikan cairan

kristaloid maintenance sebesar 127,5 mL/jam.

Pemantauan output urin pada akhir operasi adalah sebesar 150 mL. Pada

wanita dewasa normalnya mengeluarkan urin sebanyak 0,5-1 mL/kg/jam.

Menurut teori, seharusnya pasien ini mengeluarkan urin sebanyak 32-63 mL.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa output urin pada pasien ini sudah cukup, yang

menandakan intake cairan sudah mencukupi kebutuhan pasien.

17

Page 18: LAPSUS ANESTESI.docx

MANAJEMEN KASUS II

Anestesi Umum pada Sectio cesarea

IDENTITAS

Nama : Ny. ND

Nomor RM : 138795

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Beran, Ngawi

Masuk RS : 8 Oktober 2013

Anamnesis : Autoanamnesis dan pengambilan data sekunder dari status pasien

Tanggal : 9 Oktober 2013

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Kehamilan lewat waktu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri ke rumah sakit dengan membawa surat rujukan dari

dokter spesialis kandungan dengan G1P0A0, umur kehamilan 40/41 minggu. Pasien

sudah mulai merasakan kenceng-kenceng. Keluhan dirasakan hilang timbul,..

Pasien masih merasakan gerakan janin. Pasien rutin memeriksakan kandungannya

sejak umur kehamilan 1 bulan.

Anamnesis Sistem

Serebrospinal : Demam (-), nyeri kepala (-)

Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

Respirasi : Batuk (-), pilek(-), sesak nafas (-)

Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-),

18

Page 19: LAPSUS ANESTESI.docx

Urogenital : BAK (+) warna kuning jernih

Integumentum : Gatal-gatal (-), kemerahan (-)

Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-), nyeri otot (-), nyeri sendi (-)

Riwayat Kehamilan

Pasien mengatakan bahwa ini merupakan kehamilan yang pertama. Pasien

tidak pernah merasakan keluar darah dari jalan lahir selama kehamilan ini. Pasien

merasakan pertumbuhan janin bertambah besar seiring pertambahan usia

kehamilan.

Riwayat Persalinan

Pasien belum pernah bersalin.

Riwayat Perkawinan

Menikah sebanyak satu kali ini, sejak 2 tahun yang lalu

Riwayat Reproduksi

Menstruasi pertama pada usia 13 tahun. Siklus menstruasi teratur, tiap 1

bulan, dengan lamanya 7 hari, ganti pembalut sehari 2 kali.

Riwayat Kontrasepsi

Selama ini pasien tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat asma, kencing manis, tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, sakit kuning, atau alergi. Pasien tidak pernah menjalani

operasi sebelumnya. Pasien tidak menggunakan gigi palsu.

Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien menyangkal adanya riwayat asma, kencing manis, tekanan darah

tinggi, penyakit jantung, atau alergi pada keluarga.

Kebiasaan dan Lingkungan

19

Page 20: LAPSUS ANESTESI.docx

Pasien menyangkal kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan tidak

mengonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang, kecuali obat-obatan dari

bidan.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum

Keadaan umum : Cukup baik

Kesadaran : Kompos Mentis

GCS : E4V5M6

Berat Badan : 65 kg

Tanda Vital

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi nadi : 80 kali / menit

Frekuensi nafas : 20 kali / menit

Suhu : 36,5 ºC

Status Lokalis

Kepala : Mesosefal, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), gigi palsu

(-), pupil isokor (+), sianosis (-)

Leher : Massa (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran

kelenjar tiroid (-)

Toraks : Simetris (+), nyeri tekan (-)

Jantung : S1/S2 tunggal, reguler, suara jantung tambahan (-)

Paru-paru : Vesikuler +|+

Abdomen : Stria gravidarum (+), skar operasi (-), perut membesar, bising

usus (+)

Ekstremitas : Edema tungkai (-), akral hangat (+)

Status Obstetrik

Tinggi fundus uteri : 34 cm

Taksiran berat janin : 3000 gram

His : Teratur

20

Page 21: LAPSUS ANESTESI.docx

Denyut jantung janin : 11-12-12

Abdomen : Leopold I : Bokong

Leopold II : Punggung bayi di perut kiri

Leopold III : Kepala

Leopold IV : Belum masuk panggul

Pemeriksaan dalam : Pembukaan 2 cm, Hodge I, porsio tebal

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Rujukan

Sel darah putih 10,7 109/L 4,0-10,0

Limfosit % 24,0 % 20,0-40,0

Mid % 5,9 % 3,0-9,0

Granulosit % 70.1 % 50,0-70,0

Hemoglobin 12.0 g/dL 11,0-16,0

Hematokrit 34,4 % 37,0-50,0

MCV 85 fL 82,0-95,0

MCH 28,9 Pg 27,0-31,0

Trombosit 294 109/L 100-300

Pemeriksaan Hematologi

Parameter Hasil Satuan Rujukan

Waktu perdarahan 1”30” Menit 1-3

Waktu penjendalan 7,5 Menit 5-15

Pemeriksaan Lain

HbsAg : negatif

GDA : 69 mg/dL

DIAGNOSIS KLINIS

21

Page 22: LAPSUS ANESTESI.docx

G1P0A0 dengan usia kehamilan 40/41 minggu letak kepala, post date, TBJ

3000gram.

TINDAKAN OPERASI

Sectio cesarea elektif dengan IUD.

PENATALAKSANAAN ANESTESI

Status Anestesi

Diagnosis : Pasien Ny. ND, 19 tahun, dengan diagnosis G1P0A0, umur

kehamilan 40/41 minggu, letak kepala, post date, taksiran berat

janin 3000 gram.

Anamnesis : Pasien menyangkal adanya riwayat asma, hipertensi, diabetes

melitus, alergi, penggunaan gigi palsu, atau gigi yang goyang.

Makan atau minum terakhir pukul 00.00 WIB.

Status fisik : Berat badan 65 kg, tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi

nadi 80 kali / menit, frekuensi nafas 20 kali / menit. ASA I .

Penunjang : Hemoglobin 12.0 g/dL; hematokrit 35,4 %.

Perencanaan Anestesi

Konsultasi kepada dokter spesialis anestesi dengan instruksi sebagai

berikut :

- Jenis anestesi : Anestesi umum.

- Premedikasi : Tidak diberikan obat premedikasi.

- Teknik : Anestesia balans, kombinasi intravena dan inhalasi.

- Induksi : Recofol 130 mg.

- Relaksan otot : Rocuronium bromide (Roculax ®) 20 mg.

- Analgetik : Tramadol 100 mg.

- Pemeliharaan : Oksigen 2 lpm, N2O 2 lpm, dan isoflurane 1,2

MAC.

- Pengawasan : Observasi tanda vital intraanestesi setiap 5 menit,

22

Page 23: LAPSUS ANESTESI.docx

kedalaman anestesi, balans cairan.

- Pascaoperasi : Perawatan pascaoperasi di ruang pulih sadar.

Pelaksanaan Anestesi

Berikut ini adalah langkah-langkah kerja yang dilakukan selama

pelaksanaan anestesi pada pasien Ny. ND di ruang operasi :

1. Pasien masuk ruang operasi pada pukul. 11.15, sudah terpasang akses

intravena. Dilakukan persiapan posisi dan pemasangan monitor bedside

untuk mengawasi tekanan darah dan frekuensi nadi, serta pemasangan

pulse oxymetry untuk mengevaluasi saturasi hemoglobin. Setelah alat-alat

evaluasi terpasang, dilakukan pemeriksaan fisik ulang.

2. Diberikan preoksigenasi yaitu pemberian oksigen 6 liter/menit dengan

masker selama ± 5 menit.

3. Pada pukul 11.30 dilakukan induksi dengan recofol 130 mg intravena

dengan memperhatikan tanda vital pasien, ditunggu 1 menit hingga

nampak efeknya. Ahli bedah dipersilakan untuk mencoba memberikan

rangsang nyeri untuk menilai efek anestesi.

4. Diberikan rocuronium bromide (Roculax ®) 20 mg intravena, ditunggu 2

menit hingga nampak efeknya.

5. Dilakukan intubasi dengan endotracheal tube (ET) ukuran 7,0, auskultasi

kedua paru untuk memastikan ET sudah terpasang dengan benar. Setelah

itu dilakukan pemasangan oropharyngeal airway.

6. Dialirkan O2 sebanyak 3 lpm, N2O sebanyak 2 lpm, dan isoflurane

sebanyak 1,2 MAC untuk maintenance.

7. Diberikan respirasi kontrol untuk memenuhi minute volume pasien.

8. Pada pukul 11.46 lahir bayi laki-laki dengan berat badan 2900 gram,

panjang badan 49 cm, dan Skor Apgar 7-8.

9. Segera setelah bayi lahir, pasien diberi injeksi oxytocin (induxin ®) 10

unit intravena dan 10 unit drip dalam RL, diikuti pemberian injeksi

tramadol 100 mg intravena dan asam traneksamat 500 mg intravena.

10. Pada pukul 12.30, operasi selesai kemudian dilakukan suction pada jalan

nafas pasien.

23

Page 24: LAPSUS ANESTESI.docx

11. Pasien dibangunkan, diikuti dengan ekstubasi ET dan oropharyngeal

airway.

12. Pasien dipersiapkan untuk dibawa ke ruang pulih sadar.

Hasil pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi, cairan keluar, dan cairan

masuk selama dilakukan anestesi adalah sebagai berikut:

11:30 11:35 11:40 11:45 11:50 11:55 12:00 12:05 12:10 12:15 12:20 12:25 12:300

20

40

60

80

100

120

140

Hasil Pemantauan Tanda Vital

Cairan Keluar Cairan Masuk

Perdarahan ± 450 ccRinger laktat = 1000 cc

Urin ± 200 cc

Pemantauan di ruang pemulihan :

- Berikan O2 masker sebanyak 6 lpm.

- Awasi keadaan umum dan tanda vital pasien setiap 15 menit sampai

dengan pasien sadar penuh.

- Bila tidak mual, tidak muntah pasien diperbolehkan mulai minum sedikit-

sedikit.

- Bila skor aldrete sudah mencapai 8 atau lebih, pasien boleh pindah ke

ruangan.

PEMBAHASAN

24

Page 25: LAPSUS ANESTESI.docx

Tindakan preanestesi

Evaluasi dari kasus pasien diatas, pasien atas nama Ny. ND berusia 19

tahun, dengan diagnosa G1P0A0 dengan letak kepala, post date, TBJ 3000 gram.

Pada tahap persiapan pasien telah dipuasakan sejak pukul 00.00 WIB.

Penilaian terhadap status fisik pasien didapatkan hasil ASA kelas I. tidak

ditemukan adanya penyakit sistemik pada pasien. Setelah pasien siap, maka tahap

selanjutnya adalah persiapan alat dan obat yang akan digunakan yaitu recofol 130

mg, roculax 20 mg, induxin 20 unit, tramadol 50 mg, dan asam traneksamat 500

mg.

Tindakan intraanestesi

Berat badan pasien adalah 65 kg, lama puasa 11 jam, jumlah perdarahan

(JP) sebanyak 450 cc, dengan lama operasi 60 menit.

Parameter Kebutuhan Hitung Total

Maintenance (M) 2 ml/kgBB/jam 2ml x 65 x 1 130 cc

Stres operasi (SO) 8 cc/kgBB/jam 8 x 65 x 1 520 cc

Pengganti puasa (PP) M x jam puasa 130 x 8 1040 cc

EBV 65 cc/kgBB 65 x 65 4225 cc

EBL EBV x 20 % 4225 x 20 % 845 cc

Kebutuhan cairan pada jam pertama :

M + SO + ½ PP + (3JP) = 130 + 520 + 520 + 1350 = 2520 cc

Kebutuhan cairan pada jam kedua dan ketiga :

M + SO + ¼ PP = 130 + 520 + 260 = 910 cc

Jadi dapat disimpulkan dalam pemberian cairan pada jam pertama adalah 2520

cc, dan selanjutnya diberikan cairan 910 cc pada jam kedua dan ketiganya.

Pelaksanaan anestesi umum

Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit pada

seluruh tubuh secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali

(reversibel). Guedel membagi kedalaman anastesi menjadi 4 stadium dengan

melihat pernafasan, gerakan bola mata, tanda pada pupil, tonus otot dan reflex

pada penderita.

25

Page 26: LAPSUS ANESTESI.docx

a. Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi).Stadium ini berlangsung

mulai induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran. Rasa nyeri belum

hilang sama sekali sehingga hanya dapat dilakukan pembedahan kecil.

Akhir stadium ini ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata.

b. Stadium II (stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium). Dimulai dari

hilangnya kesadaran dan hilangnya reflek bulumata sampai ventilasi

kembali teratur. Terdapat depresi ganglia basalis sehingga refleks-refleks

tidak terkontrol atau reaksi berlebihan terhadap berbagai rangsangan.

c. Stadium III (stadium pembedahan). Mulai respirasi teratur hingga

berhentinya respirasi.

Dibagi 4 plana.

Plana 1 : dari timbulnya pernafasan teratur thoracoabdominal,anak

mata terfiksir kadang ± kadang eksentrik, pupil miosis, reflek cahaya

positif, lakrimasi meningkat, reflek faring dan muntah negatif, tonus

otot mulai menurun

Plana 2 : ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal menurun,

frekuensi nafas meningkat, anak mata terfiksir di tengah, pupil mulai

midriasis, reflek cahaya mulai menurun dan reflek kornea negatif.

Plana 3 : ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi

kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar, anak

mata sentral, reflek laring dan peritoneum negatif, tonus otot makin

menurun.

Plana 4 : ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot diafragma

lumpuh yang makin nyata pada akhir plana, tonus otot sangat

menurun, pupil midriasis dan reflek sfingter ani dan kelenjar air mata

negatif.

d. Stadium IV (stadium paralysis atau kelebihan obat). Mulai henti nafas

(paralisis diafragma) hingga henti jantung.

Sebelum memulai induksi pasien diajak untuk berdoa dan sambil

memperhatikan kesiapan operator. Induksi dimulai dengn memberikan oksigen

26

Page 27: LAPSUS ANESTESI.docx

sebesar 8 lpm dilanjutkan dengan masuknya recofol 130 mg dn roculax 20 mg.

Recofol adalah obat anestesi intravena kerja cepat dan recovery cepat tanpa rasa

pusing dan mual. Recofol merupakan cairan emulsi berwarna putih isotonik

dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg) dan mudah larut dalam lemak. Dosis

induksi adalah 1-2 mg/kgBB. Sedangkan roculax adalah obat penghambat

neuromuskuer nondepolarisasi. Dosis yang digunakan adalah 0,6-1,2 mg/kgBB.

Pada pasien ini diberikan recofol sebanyak 130 mg, dosis ini sudah sesuai

dengan teori yang ada yaitu 1-2 mg / kgBB. Berat badan pasien 65 kg sehingga

dosis yang diberikan pada pasien ini adalah dosis maksimal. Sedangkan untuk

dosis roculax yang diberikan belum sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya

dosis roculax yang diberikan pada pasien adalah 0,6-1,2 mg x 65 kg yang

menghasilkan dosis minimal 39 mg dan dosis maksimal 78 mg.

Setelah mulai nampak tanda-tanda masuk stadium anestesi maka

dilanjutkan pemberian oksigen dan N2O sebesar 3 lpm dan isoflurance sebesar 1,2

MAC. Setelah dua menit terinduksi, leher dan otot mulai lemas pemberian N2O

dan isoflurance dihentikan dan digantikan dengan O2 sebesar 8 lpm dipompa kecil

dan cepat. Tindakan selanjutnya adalah intubasi dengan laringoskop dan

endotracheal tube ukuran 7,0, kemudian dipompa balonnya sebanyak 10 cc

dengan jarak 18. Untuk tanda-tanda penyulit intubasi tidak diketemukan.

Selanjutnya pemantauan tanda vital setiap 5 menit.

Lahir bayi laki-laki pada pukul 11.46 WIB dengan berat badan 2900 gram,

panjang badan 49 cm, dan Skor Apgar 7-8.

Selanjutnya tindakan intubasi dilakukan setelah pasien mulai bernapas

spontan dan adekuat. Evaluasinya adalah dalam dosis pemberian O2 dan N2O

berbanding 1:1 padahal kondisi pasien cukup baik. Selain itu kriteria ekstubasi

hendaknya dilakukan evaluasi lebih mendalam bukan hanya dari napas saja,

karena terkadang pasien diekstubasi masih kondisi setengah sadar. Oleh karena itu

tindakan reverse dapat menjadi salah satu solusinya.

Tindakan paska anestesi

Berikan O2 masker sebanyak 6 lpm.

27

Page 28: LAPSUS ANESTESI.docx

Awasi keadaan umum dan tanda vital pasien setiap 15 menit sampai

dengan pasien sadar penuh.

Bila tidak mual, tidak muntah pasien diperbolehkan mulai minum sedikit-

sedikit.

Bila skor aldrete sudah mencapai 8 atau lebih, pasien boleh pindah ke

ruangan.

Kriteria Skor Kondisi

1. Aktivitas 2 Mampu menggerakkan 4 ekstremitas

1 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas

0 Tidak mempu menggerakkan ekstremitas

2. Respirasi 2 Mampu bernafas dalam dan batuk dengan bebas

1 Dispneu, nafas dangkal atau terbatas

0 Apneu

3. Sirkulasi 2 Tekanan darah < 20 mm dari preanestesi

1 Tekanan darah 20 – 50 mm dari preanestesi

0 Tekanan darah > 50 mm dari preanestesi

4. Kesadaran 2 Sadar penuh

1 Bangun jika dipanggil

0 Tidak berespon

5. Saturasi O2 2 Saturasi O2 > 92 % pada udara kamar

1 Perlu inhalasi O2 untuk saturasi O2 > 90 %

0 Saturasi O2 < 90 % meski dengan suplemen O2

28

Page 29: LAPSUS ANESTESI.docx

Managemen Kasus III

Anestesi Umum

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 38 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Karangjati

No RM : 141235

Tanggal Masuk RS : 18 Oktober 2013

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Kenceng-kenceng

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke rumah sakit rujukan dari puskesmas dengan G3P2A0. Pasien

sudah mulai merasa kenceng-kenceng sejak pukul 15.00 tanggal 18 Oktober

2013 dan keluar air ketuban sejak pukul 18.30 tanggal 18 Oktober 2013 .

Hari pertama mestruasi terakhir lupa. Pasien menikah pada usia 25 tahun,

riwayat KB menggunakan pil yang sudah tidak diminum sejak 9 bulan

terakhir.

Anamnesis Sistem:

Cerebrospinal : Nyeri kepala (-), demam (-)

Kardiovaskular : Berdebar-debar (-), nyeri dada (-), keringat

dingin (-)

29

Page 30: LAPSUS ANESTESI.docx

Respirasi : Sesak nafas (-), batuk (-), pilek (-), bersin-

bersin (-)

Digesti : Mual (-), muntah (-), BAB normal (+)

Integumentum : Bengkak (-), kemerahan pada kulit (-),

gatal (-)

Muskuloskeletal : Bengkak pada ekstremitas kaki (+), nyeri

sendi (-)

A. Riwayat Kehamilan

Ini merupakan kehamilan ketiga dari pasien. Mulai terasa gerakan janin

mulai usia kurang lebih kehamilan 4 bulan. His (+), lendir (-), dan

keluhan-keluhan di luar kehamilan disangkal.

B. Riwayat Persalinan

Riwayat Persalinan kedua anaknya dibantu bidan.

C. Riwayat Perkawinan

Menikah sebanyak satu kali ini, sejak 13 tahun yang lalu.

D. Riwayat Reproduksi

Menstruasi pertama pada usia 13 tahun. Siklus menstruasi teratur, tiap 1

bulan, dengan lamanya 7 hari, ganti pembalut sehari 2 kali.

E. Riwayat Kontrasepsi

Selama ini pasien hanya pernah menggunakan kontrasepsi

menggunakan pil KB.

F. Riwayat Penyakit Dahulu:

Keluhan serupa (-), riwayat operasi SC sebelumnya (-), tekanan darah

tinggi (-), kencing manis (-), riwayat alergi (-), asma (-), atopi (-),

pemasangan gigi palsu atau ada gigi yang goyang (-), pembesaran

kelenjar di leher (-), gangguan jantung (-), nyeri kepala (-), peradangan

daerah punggung (-).

G. Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat penyakit asma, hipertensi, kencing manis, gangguan hati, dan

jantung dalam keluarga disangkal.

30

Page 31: LAPSUS ANESTESI.docx

H. Kebiasaan dan Lingkungan:

Ny. S meskipun hamil masih tetap melaksanakan aktifitasnya biasa

sebagai ibu rumah tangga. Riwayat kejang (-), riwayat merokok (-),

alkohol (-), menggunakan obat-obatan atau jamu-jamuan dalam jangka

waktu selama hamil ini (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Baik, kesadaran compos mentis GCS : E4V5M6

Tanda Vital : T : 121/73 mmHg RR : 22x/menit

N : 94x / menit Suhu : 36,7oC

BB : 55 kg TB : 155 cm

Kepala : Normosefal,

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Tidak ada sekret yang keluar

Hidung : Nafas cuping hidung (-), deviasi septum nasii (-)

Mulut : Mukosa bibir tampak kemerahan dan lembab, gigi

goyang (-), gigi palsu (-), bau napas berbau keton (-),

sianosis (-), trismus (-), gerakan leher bebas (+), gigi

geligi (dbn)

Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-), pembesaran

tiroid (-), JVP (dbn), bunyi bruit arteri carotis (-)

Thorax : I : Dinding dada lebih rendah dengan perut, massa (-),

gg. Deformitas (-),

P : Nyeri tekan (-), massa (-), pengembangan paru

(dbn), fremitus suara (dbn), laserasi atau peradangan

di punggung (-)

P : Batas jantung (dbn), batas pengembangan paru

(dbn),

A : Jantung (S1S2 tunggal, ritmis, murmur (-), bising

jantung (-))

Paru-paru (Vesikuler di 6 lapang paru, ronkhi (-))

31

Page 32: LAPSUS ANESTESI.docx

Abdomen : I : Perut lebih tinggi dari pada dada, skar (+), Striae

gravida (+),

P : Supel, kenceng-kenceng (-), hepar dan lien tidak

teraba, janin (+) tunggal, punggung kanan,

presentasi kepala.

P : Batas hepar dan lien (dbn), meteorismus (-),

A : Peristaltik Usus (dbn), bising arteri abdominalis (-),

denyut jantung janin 11-11-12

Ekstremitas : tungkai nampak agak bengkak (+), Akral hangat.

Status Obstetri

Tinggi fundus uteri : 31 cm

Taksiran berat janin : 2450 gram

His : (+)

Denyut jantung janin : 11-11-12

Abdomen : Leopold I : Kepala

Leopold II : Punggung bayi di perut kanan

Leopold III : Bokong

Leopold IV : Belum masuk panggul

Pemeriksaan dalam : Pembukaan (+) II, Hodge I, porsio mulai agak lunak

ketuban tidak ada, teraba bokong pada sacrum depan

kanan

IV. LAPORAN ANESTESI

Diagnosis Klinis

G3P2A0 dengan letak sungsang, ketuban pecah dini dan usia ≥ 35 tahun.

Tindakan Operasi

Secsio Cesarea elektif dan Metode Operatif Wanita (MOW) / tubektomi.

32

Page 33: LAPSUS ANESTESI.docx

Tata Laksana Anestesi

Status Anestesi

Diagnosis : Pasien Ny. S, 38 tahun, dengan diagnosis G3P2A0 dengan letak

sungsang, ketuban pecah dini dan usia ≥ 35 tahun.

Anamnesis : Pasien menyangkal adanya riwayat asma, hipertensi, diabetes

melitus, alergi, penggunaan gigi palsu, atau gigi yang goyang.

Makan atau minum terakhir pukul 00.00 WIB.

Status fisik : Berat badan 55 kg, tekanan darah 121/73 mmHg, frekuensi

nadi 94 kali / menit, frekuensi nafas 22 kali / menit. ASA I.

Perencanaan Anestesi

Konsultasi kepada dokter spesialis anestesi dengan instruksi sebagai

berikut :

- Jenis anestesi : Anestesi Umum.

- Premedikasi : Tidak diberikan obat premedikasi.

- Teknik : Anestesia balans, kombinasi intravena dan inhalasi.

- Induksi : Ketamin (KTM) 100 mg

- Muscle relaxant : Rocuronium bromide (Roculax) 20 mg.

- Analgetik : Tramadol Hcl 100 mg

- Pemeliharaan : Oksigen 2 lpm, N2O 2 lpm, dan isoflurane 1,2 MAC.

- Pengawasan : Observasi tanda vital intraanestesi setiap 5 menit,

kedalaman anestesi, balans cairan.

- Paska Operasi : Perawatan paska operasi di ruang pemulihan.

Urutan Kerja Anestesi Umum:

1. Sebelum pasien masuk ruang operasi, pasien dipersiapkan menanggalkan

cincin, gelang, dan perhiasan lainnya. Kita lakukan pemeriksaan fisik

ulang. Kemudian memakai baju operasi dan mengosongkan kateter

urinnya.

2. Pasien masuk ruang operasi sudah terpasang akses intravena. Kita lakukan

pemeriksaan kelancaran aliran intravena. Mempersiapkan posisi dan

33

Page 34: LAPSUS ANESTESI.docx

memasang monitor bedside berupa automatic tensionmetry untuk

mengawasi tekanan darah, serta pemasangan pulse oxymetry untuk

mengevaluasi saturasi hemoglobin dan nadi pasien.

3. Memberikan preoksigenasi oksigen 6 liter/menit dengan masker selama ±

5 menit.

4. Pada pukul 08.10 WIB dilakukan induksi dengan ketamine (KTM ) 100

mg intravena dengan memperhatikan tanda vital pasien dan kesadaran

pasien, ditunggu 1 menit hingga efeknya terlihat. Ahli bedah dipersilakan

untuk memberikan rangsangan, misalnya nyeri untuk menilai efek

anestesi.

5. Dilanjutkan dengan pemberian rocuronium bromide (Roculax ) 20 mg

intravena, ditunggu 2 menit hingga efeknya terlihat yaitu mulai

menurunnya keteraturan napas dan relaksnya leher pasien.

6. Setelah leher relaks dan gerakan napas dada mulai berhenti, diberikan

oksigenisasi cepat untuk mempertahankan saturasi oksigen didalam darah

sebanyak 12 kali pompa cepat dan saturasi oksigen 8 liter/menit.

7. Dilakukan intubasi menggunakan endotracheal tube (ETT) ukuran 7,0,

memompa balon dengan udara 8 cc, kemudian melakukan auskultasi

kedua lapang paru untuk memastikan ETT sudah terpasang dengan benar.

Setelah itu dilakukan pemasangan oropharyngeal airway (mayo tube

ukuran dewasa) dengan lembut dan pasti. Memfiksasi ETT dan mayo tube

menggunakan plester leucovix dengan pipi pasien.

8. Dialirkan O2 sebanyak 2 lpm, N2O sebanyak 2 lpm, dan isoflurane

sebanyak 1,2 MAC untuk maintenance.

9. Setelah napas mulai stabil, dilakukan pemberian respirasi kontrol

sebanyak 12 kali permenit dengan perkiraan volume tidal pasien 500 cc

untuk memenuhi minute volume pasien.

10. Pada pukul 08.22 WIB lahir bayi perempuan dengan berat badan 2500

gram, panjang badan 51 cm, dan Skor Apgar 8-9.

34

Page 35: LAPSUS ANESTESI.docx

11. Segera setelah bayi lahir, pasien diberi injeksi oxytocin (induxin) 10 unit

intravena dan 10 unit drip dalam RL, diikuti pemberian injeksi tramadol

100 mg intravena dan asam traneksamat 500 mg intravena.

12. Setelah ahli bedah selesai menutup peritonium, pasien diberikan assisted

respiration dengan memperhatikan saturasi hemoglobin, nadi, dan tekanan

darahnya.

13. Pada pukul 09.10 WIB, ahli bedah sudah selesai melakukan operasi,

pemberian N2O dan isoflurane dihentikan, sementara pemberian O2

dinaikkan hingga 8 lpm.

14. Dilakukan suction pada jalan nafas pasien.

15. Pasien dibangunkan, diikuti dengan ekstubasi ETT dan oropharyngeal

airway.

16. Pasien dipersiapkan untuk dibawa ke ruang pulih sadar. Pada pukul 09.20

WIB pasien masuk ruang pulih sadar dengan skor aldrete 7.

Durante Operatif

Monitoring

Jam Tekanan Darah Nadi Saturasi O2

08.10 139/81 87 98

08.15 126/79 88 98

08.20 122/67 86 98

08.25 118/61 83 99

08.30 142/89 82 97

08.35 129/73 83 98

08.40 126/72 80 99

08.45 124/73 79 97

08.50 127/70 81 98

08.55 124/69 93 98

09.00 127/63 87 98

09.05 125/65 83 98

09.10 128/66 92 98

35

Page 36: LAPSUS ANESTESI.docx

08.10

08.15

08.20

08.25

08.30

08.35

08.40

08.45

08.50

08.55

09.00

09.05

09.10

0

20

40

60

80

100

120

140

160

SistoleDiastoleNadi

Obat-obatan yang diberikan

Inj oxytocin (induxin) 10 unit i.v dan 10 unit drip pada menit 08.24

WIB

Inj Tramadol HCL 100 mg i.v pada menit 08.25 WIB

Inj. Asam Tranexamat 500 mg i.v pada menit 08.26 WIB

Cairan masuk

Ringer lactat 800 cc

Cairan keluar

Darah : + 500 cc

Urine : + 250 cc

Post operasi :

Pemantauan di ruang pemulihan :

- Berikan O2 masker sebanyak 6 lpm, dan memposisikan kepala semi

ekstensi.

- Awasi keadaan umum dan tanda vital pasien setiap 15 menit sampai

dengan pasien sadar penuh.

36

Page 37: LAPSUS ANESTESI.docx

- Bila tidak mual, tidak muntah, terdapat bising usus yang normal, dan bisa

flatus, pasien diperbolehkan mulai minum sedikit-sedikit.

- Bila skor aldrete sudah mencapai 8 atau lebih, pasien boleh pindah ke

ruangan.

37

Page 38: LAPSUS ANESTESI.docx

PEMBAHASAN

Dalam analisis kasus diatas kita bisa mendeferensiasikannya menjadi

tindakan preanestesi, intraanestesi, dan paska anestesi:

1. Tindakan preanestesi

Evaluasi dari kasus pasien diatas, pasien atas nama Ny. S berusia 38 tahun,

dengan diagnosa G3P2A0 dengan letak sungsang, ketuban pecah dini dan usia

≥ 35 tahun.

Dalam persiapan pasien telah dilakukan puasa ± 8 jam, melewati pemeriksaan

anamnesis, fisik, tanpa pemeriksaan penunjang sebelumnya, dan persiapan

didalam ruang operasi (melepas perhiasan, memakai baju operasi, memasang

kateter urin dan jalur intravena, serta melengkapi persetujuan administrasi

sebelum operasi).

Kemudian persiapan alat terhadap kebocoran, jumlah persediaan obat

isoflurance, endotracheal tube, mayu tube, laringoscope, plester leucovite,

penyangga selang, dsb.

Untuk persiapan obat setelah konsultasi dokter spesialis anestesi

mendapatkan obat ketamin 100 mg dan roculax 20 mg. Selain itu pasien juga

dipersiapkan pemberian induxin 10 unit 2 ampul, asam tranexamat 500 mg,

dan tramadol 50 mg.

Kondisi operasi yan akan dilakukan adalah operasi section caesarean cito dan

tubektomi. Jika dilihat atas persiapan yang sudah dilakukan, maka dapat

dinilai persiapan diatas sudah cukup baik.

2. Tindakan intraanestesi

Untuk tindakan intraanestesi ada beberapa tindakan yang dilakukan yaitu

a. Pengaturan cairan

Berat badan pasien adalah 55 kg, lama puasa 8 jam, jumlah perdarahan

(JP) sebanyak 450 cc, dengan lama operasi 60 menit.

Parameter Kebutuhan Hitung Total

Maintenance (M) 2 ml/kgBB/jam 2ml x 55 x 1 110 cc

Stres operasi (SO) 8 cc/kgBB/jam 8 x 55 x 1 440 cc

38

Page 39: LAPSUS ANESTESI.docx

Pengganti puasa (PP) M x jam puasa 110 x 8 880 cc

EBV 65 cc/kgBB 65 x 55 3575 cc

UBL EBV x 20 % 3575 x 20 % 715 cc

Bentuk penggantian cairan :

JP/EBV = 500 cc x 3575 x 100% = 13 %

Karena EBV > 10% dapat dipertimbangkan pemberian koloid atau darah

pada pasien ini.

Pengurangan jumlah cairan untuk pengganti puasa akibat pemasangan

infus sejak puasa dengan jumlah tetesan 20 tetes per menit adalah (20

tetes x 8 jam x 60 menit):15 = 640 cc

Jadi jumlah cairan pengganti puasa adalah 880 - 640 = 240 cc

Kebutuhan cairan pada jam pertama :

M + SO + ½ PP + (3JP) = 110 + 440 + 120 + 1500 = 2170 cc

Kebutuhan cairan pada jam kedua dan ketiga :

M + SO + ¼ PP = 110 + 440 + 60 = 610 cc

Jadi dapat disimpulkan dalam pemberian cairan pada jam pertama adalah

2170 cc, dan selanjutnya diberikan cairan 610 cc pada jam kedua dan

ketiganya.

Evaluasinya yaitu dikarenakan tenaga anestesi dan ketersediaan

perlengkapan kurang lengkap dalam hitung perdarahan terkadang belum

dihitung sepenuhnya dengan benar.

b. Pelaksanaan anestesi umum

Sebelum memulai induksi pasien diajak untuk berdoa dan sambil

memperhatikan kesiapan operator. Induksi dimulai dengn memberikan

oksigen sebesar 8 lpm dilanjutkan dengan masuknya ketamin 100 mg dn

roculax 20 mg, setelah mulai nampak tanda-tanda masuk stadium

anestesi maka dilanjutkan pemberian oksigen dan N2O sebesar 3 lpm dan

isoflurance sebesar 1,2 MAC. Setelah dua menit terinduksi, leher dan otot

mulai lemas pemberian N2O dan isoflurance dihentikan dan digantikan

dengan O2 sebesar 8 lpm dipompa kecil dan cepat. Tindakan selanjutnya

adalah intubasi dengan laringoskop dan endotracheal tube ukuran 7,0,

39

Page 40: LAPSUS ANESTESI.docx

kemudian dipompa balonnya sebanyak 10 cc dengan jarak 18. Untuk

tanda-tanda penyulit intubasi tidak diketemukan. Selanjutnya pemantauan

tanda vital setiap 5 menit.

Lahir bayi pada pukul 08.22 WIB bayi perempuan dengan berat badan

2500 gram, panjang badan 51 cm, dan Skor Apgar 8-9.

Selanjutnya tindakan intubasi dilakukan setelah pasien mulai bernapas

spontan dan adekuat. Evaluasinya adalah dalam dosis pemberian O2 dan

N2O berbanding 1:1 padahal kondisi pasien cukup baik. Selain itu kriteria

ekstubasi hendaknya dilakukan evaluasi lebih mendalam bukan hanya

dari napas saja, karena terkadang pasien diekstubasi masih kondisi

setengah sadar. Oleh karena itu tindakan reverse dapat menjadi salah satu

solusinya.

c. Tindakan paska anestesi

Berikan O2 masker sebanyak 6 lpm, dan memposisikan kepala semi

ekstensi.

Awasi keadaan umum dan tanda vital pasien setiap 15 menit

sampai dengan pasien sadar penuh.

Bila tidak mual, tidak muntah, terdapat bising usus yang normal, dan

bisa flatus, pasien diperbolehkan mulai minum sedikit-sedikit.

Bila skor aldrete sudah mencapai 8 atau lebih, pasien boleh pindah

ke ruangan.

Melihat perkembangan komplikasi yang terdapat pada pasien paska

operasi dan injeksi spinal, kemudian menilainya dalam aldrete skor.

Kriteria Skor Kondisi

1. Aktivitas 2 Mampu menggerakkan 4 ekstremitas

1 Mampu menggerakkan 2 ekstremitas

0 Tidak mempu menggerakkan ekstremitas

2. Respirasi 2 Mampu bernafas dalam dan batuk dengan bebas

1 Dispneu, nafas dangkal atau terbatas

40

Page 41: LAPSUS ANESTESI.docx

0 Apneu

3. Sirkulasi 2 Tekanan darah < 20 mm dari preanestesi

1 Tekanan darah 20 – 50 mm dari preanestesi

0 Tekanan darah > 50 mm dari preanestesi

4. Kesadaran 2 Sadar penuh

1 Bangun jika dipanggil

0 Tidak berespon

5. Saturasi O2 2 Saturasi O2 > 92 % pada udara kamar

1 Perlu inhalasi O2 untuk saturasi O2 > 90 %

0 Saturasi O2 < 90 % meski dengan suplemen O2

41

Page 42: LAPSUS ANESTESI.docx

MANAJEMEN KASUS IV

SPINAL ANESTHESIA

SECTIO CAESAREA

I. Laporan Kasus

Identitas

Nama pasien : Ny. K

No RM : 98999

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Geneng

Anamnesis

Diambil dari rekam medis pasien, diambil pada tanggal 22 oktober 2013

Keluhan Utama

Pasien merasakan kenceng-kenceng

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri ke rumah sakit dengan membawa surat rujukan dari

Bidan dengan G2P1A0, umur kehamilan 38/39 minggu. Pasien

mengeluhkan kenceng-kenceng sejak pukul 10.00. Keluhan dirasakan

hilang timbul, semakin lama semakin kenceng. Pasien tidak mengeluhkan

adanya lendir atau darah yang keluar dari jalan lahir. Pasien masih

merasakan gerakan janin. Pasien rutin memeriksakan kandungannya di

bidan setiap satu bulan sekali sejak umur kehamilan 1 bulan. Pasien

mengatakan lupa hari pertama menstruasi terakhirnya. Perkiraan lahirnya

tanggal 25 Oktober 2013.

Anamnesis Sistem

Serebrospinal : Demam (-), nyeri kepala (-)

42

Page 43: LAPSUS ANESTESI.docx

Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

Respirasi : Batuk (-), pilek(-), sesak nafas (-)

Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-),

Urogenital : BAK (+) warna kuning jernih

Integumentum : Gatal-gatal (-), kemerahan (-)

Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-), nyeri otot (-),

nyeri sendi (-)

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat asma (-)

Riwayat alergi (-)

Riwayat hipertensi (-)

Riwayat penyakit gula (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Riwayat Reproduksi

Riwayat menikah 1 kali

Riwayat KB (-)

Riwayat menstruasi lancar setiap bulan

Pernah hamil satu kali dan melahirkan pada tahun 2008 melalui operasi

sectio caesarea.

Keguguran (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Asma (-)

Riwayat alergi (-)

Hipertensi (-)

Riwayat keguguran (-)

43

Page 44: LAPSUS ANESTESI.docx

PEMERIKSAAN FISIK

Status Umum

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos Mentis

GCS : E4V5M6

Berat Badan : 51 kg

Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nadi : 88 kali / menit

Frekuensi nafas : 21 kali / menit

Suhu : 36,4 ºC

Status Lokalis

Kepala : Mesosefal, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-),

pupil isokor (+), sianosis (-), gigi palsu (-), gigi

goyang (-)

Leher : Massa (-), pembesaran kelenjar getah bening (-),

pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-)

Toraks : Simetris (+), nyeri tekan (-)

Jantung : S1/S2 tunggal, reguler, suara jantung tambahan (-)

Paru-paru : Vesikuler +|+

Abdomen : Stria gravidarum (+), skar operasi (-), bising usus (+)

Ekstremitas : Edema tungkai (-), akral hangat (+)

Status Obstetrik

Tinggi fundus Uteri : 29 cm

Taksiran berat janin : 2635 gram

His : (+), jarang

Denyut jantung janin : 12-11-12

Abdomen : Leopold I : Bokong

Leopold II : Punggung bayi di perut kiri

Leopold III : Kepala

Leopold IV : Belum masuk panggul

44

Page 45: LAPSUS ANESTESI.docx

Pemeriksaan dalam : Tidak di lakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Darah Lengkap

Parameter Hasil Satuan Rujukan

Sel darah putih 9,9 109/L 4,0-10,0

Limfosit % 15,7 % 20,0-40,0

Mid % 6,1 % 3,0-9,0

Granulosit % 78,2 % 50,0-70,0

Hemoglobin 12.4 g/dL 11,0-16,0

Hematokrit 36.0 % 37,0-50,0

MCV 95,1 fL 82,0-95,0

MCH 32,7 Pg 27,0-31,0

MCHC 344 g/L 320-360

Trombosit 247 109/L 100-300

Pemeriksaan Hematologi

Parameter Hasil Satuan Rujukan

Waktu perdarahan 1’30” Menit 1-3

Waktupenjendalan 7’30” Menit 5-15

Pemeriksaan Lain

HbsAg : negatif

GDA : 70 mg/dL

DIAGNOSIS KLINIS

G2P1A0 dengan usia kehamilan 38/39 minggu dengan CPD dan BSC 4

tahun yang lalu

TINDAKAN OPERASI

Seksio sesarea dengan insersi IUD (intrauterine device)

45

Page 46: LAPSUS ANESTESI.docx

PENATALAKSANAAN ANESTESI

Status Anestesi

Diagnosis : Pasien Ny. K, 30 tahun, dengan diagnosis

G2P1A0, umur kehamilan 38/39 minggu, dengan

CPD, BSC 4 tahun yang lalu dan taksiran berat

janin 2635 gram

Anamnesi

s

: Pasien menyangkal adanya riwayat asma,

hipertensi, diabetes melitus, alergi, penggunaan

gigi palsu, atau gigi yang goyang, Puasa (+)

Status

fisik

: Berat badan 51 kg, tekanan darah 119/83

mmHg, frekuensi nadi 88 kali / menit, frekuensi

nafas 24 kali / menit. ASA: I

Penunjang : Hemoglobin 12.4 g/dL; hematokrit 36,0 %.

Perencanaan Anestesi

Konsultasi kepada dokter spesialis anestesi dengan instruksi

sebagai berikut :

- Jenis anestesi : Anestesi regional : blok subarakhnoid.

- Premedikasi : Infus HES 500 cc.

- Teknik : Injeksi subarakhnoid.

- Induksi : Bupivacaine spinal 0,5 % dosis 20

mg.

- Alat : Jarum spinal spinocan® ukuran 25 G.

- Pengawasan : Observasi tanda vital intraanestesi

setiap 5 menit, kedalaman anestesi,

balans cairan.

- Pascaoperasi : Perawatan pascaoperasi di ruang pulih

sadar.

Pelaksanaan Anestesi

Berikut ini adalah langkah-langkah kerja yang dilakukan selama

pelaksanaan anestesi pada pasien Ny. K di ruang operasi :

46

Page 47: LAPSUS ANESTESI.docx

14. Pasien masuk ruang operasi sudah terpasang akses intravena. Dilakukan

pemasangan monitor bedside untuk mengevaluasi tekanan darah dan

frekuensi nadi, serta pemasangan pulse oxymetry untuk mengevaluasi

saturasi hemoglobin.

15. Pasien diberikan loading cairan berupa HES 500 cc.

16. Operator menyiapkan alat-alat dan obat yang akan digunakan untuk

melakukan anestesi subarakhnoid. Alat-alat itu antara lain : povidone

iodine, kassa steril, duk steril, jarum spinal (spinocan ®) ukuran 25 G, dan

spuit injeksi.

17. Pasien dipersiapkan pada posisi duduk untuk dilakukan injeksi

subarakhnoid.

18. Menentukan tempat penyuntikan jarum, yaitu dengan membuat garis

imajiner dari krista iliaka kanan dan kiri melalui vertebra lumbal. Garis

tersebut akan memotong vertebra lumbal 4 atau langsung pada ruang

intervertebra lumbal 4 -5. Penyuntikan akan dilakukan di ruang antara

vertebra lumbal 4 dan vertebra lumbal 5.

19. Melakukan disinfeksi pada tempat penyuntikan dan memasang duk steril.

Operator menyuntikkan obat anestesi dengan teknik aseptik.

20. Dilakukan infiltrasi pada daerah penyuntikan dengan anestesi lokal

menggunakan lidocaine 2 %, dengan dosis 40 mg.

21. Menusukkan introducer pada tempat penyuntikan tadi, yaitu pada ruang

intervertebra lumbal 4 dan 5, pada linea mediana, dengan kedalaman ± 2

cm. Jarum spinal dicabut dan menunggu hingga cairan serebrospinal

mengalir melalui introducer. Saat cairan serebrospinal telah menetes

keluar, dimasukkan 20 mg bupivacaine spinal 0,5 % perlahan-lahan.

Setelah itu introducer dicabut. Lokasi penyuntikan ditutup menggunakan

kassa steril dan diplester.

22. Pasien diposisikan telentang kembali dan dilakukan pemasangan kanul

oksigen dengan aliran 2 lpm serta monitor bedside. Evaluasi tanda vital

pasien setelah dilakukan blok subarakhnoid.

47

Page 48: LAPSUS ANESTESI.docx

23. Meja operasi diposisikan agar kepala pasien sedikit lebih rendah dan

dievaluasi efek anestesi dengan menggunakan skor Bromage. Jika efek

yang diinginkan telah tercapai, meja operasi disejajarkan kembali. Pada

pukul 09.55 operasi dimulai.

24. Pada pukul 10.03 lahir bayi perempuan dengan berat badan 3000 gram,

panjang badan 50 cm, dan Skor Apgar 8-9.

25. Segera setelah bayi lahir, pasien diberi injeksi oxytocin (induxin ®) 20

unit diikuti pemberian injeksi asam traneksamat 500 mg intravena

26. Pada pukul 10.25 operasi telah selesai. Pasien disiapkan untuk dipindah ke

ruang pulih sadar.

Setelah operasi sectio caesar dan pemasangan IUD selesai, pasien

dipindahkan ke ruang pemulihan dengan pemberian instruksi berupa :

1. Berikan O2 3 lpm (nasal)

2. Awasi tanda vital setiap 15 menit hingga stabil

3. Posisikan tidur head up 25˚ sampai dengan 24 jam paska pembedahan

4. Bila tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg, injeksikan intravena efedrin 10 mg

5. Bila nadi ≤ 60 kali per menit, injeksikan sulfas atropin 0,5 mg

6. Bila bromage skor ≤ 2, pasien dapat dipindahkan dari ruang pemulihan

7. Bila terjadi nyeri kepala hebat, segera laporkan dokter spesialis anestesi

II. PEMBAHASAN

Pasien Ny. K berusia 30 tahun dengan diagnosis G2P1A0, umur

kehamilan 38/39 minggu, dengan CPD, BSC 4 tahun yang lalu dan

taksiran berat janin 2635 gram dilakukan pembedahan sectio caesar pada

tanggal 23 Oktober 2013. Dari data anamnesis tidak didapatkan adanya

penyulit berupa gangguan pada sistem organ.

Sebelum diputuskannya anestesi, hendaknya sebelumnya dilakukan

penentuan standar kesehatan pasien sesuai American Society of

Anesthesia. Dengan keadaan tersebut di atas, pasien termasuk dalam

kategori ASA II. Adapun pembagian kategori ASA adalah :

48

Page 49: LAPSUS ANESTESI.docx

I : Pasien normal dan sehat fisis dan mental

II :Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional

III : Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang

menyebabkan keterbatasan fungsi

IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup

dan menyebabkan ketidakmampuan fungsi

V : Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau

tanpa operasi

VI : Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil

Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan

ASA diikuti huruf E (misalnya IE atau IIE)

Setelah penentuan ASA, kemudian ditentukan pilihan anestesi.

Pada pasien ini, pilihan anestesi yang dilakukan adalah jenis anestesi

regional atau lebih tepatnya anestesi spinal. Adapun alasan pemilihan

teknik anestesi tersebut adalah sesuai dengan indikasi anestesi spinal,

yaitu: pembedahan ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan pada

rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah

abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang

dikombinasikan dengan anastesia umum ringan.

Pada pasien ini, sebelumnya telah dilakukan informed consent

terkait tindakan yang akan diberikan beserta konsekuensinya. Kemudian

pemeriksaan fisik lokalis tempat penyuntikan dilakukan untuk

menyingkirkan kontraindikasi seperti skoliosis, kifosis, ataupun infeksi.

Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan hematologi

untuk mengetahui ada tidaknya gangguan perdarahan. Pada pasien ini,

pemeriksaan fisik ataupun laboraturium tidak menunjukkan adanya

gangguan yang dapat menjadi kontraindikasi, sehingga anestesi spinal

dapat menjadi pilihan dalam tindakan sectio caesarea pada kasus ini.

Sebelum dilakukannya anestesi, dilakukan beberapa persiapan.

Salah satu persiapan yang dilakukan adalah pemberian cairan secara cepat.

49

Page 50: LAPSUS ANESTESI.docx

Tujuan dilakukannya pemberian cairan ini adalah untuk meminimalisir

efek samping dari anestesi spinal berupa hipotensi akibat blokade simpatis

dengan cara menambah volume intravaskuler. Pemberian cairan dapat

diberikan baik menggunakan kristaloid ataupun koloid yang memiliki

masa intravaskuler lebih lama dengan berat molekul yang lebih tinggi.

Pada pasien ini, dilakukan pula pemberian cairan menggunakan FimaHES

500 cc dan kristaloid Ringer laktat 500 cc.

Anestesi spinal (blokade subarakhnoid) adalah anestesi regional

dengan tindakan penyuntikan agen anestetik lokal ke dalam ruang

subaraknoid dibawah vertebra lumbal 2 dengan tujuan menghindari cedera

medula spinalis. Penentuan posisi ditentukan oleh kenyamanan pasien dan

kesanggupan spesialis anestesi. Pada pasien ini, posisi yang digunakan

adalah duduk fleksi.

Setelah penentuan tempat penyuntikan dan disinfeksi, anestesi

spinal dapat dilakukan. Adapun beberapa pilihan jarum spinal, dikenal ada

jenis dengan ujung seperti bambu runcing (Quincke atau Greene) dan

seperti ujung pensil (Whitacre dan Sprotte). Jenis jarum dengan ujung

pensil lebih banyak digunakan dengan pertimbangan lebih jarang

menyebabkan kejadian postdural puncture headache (PDPH) atau nyeri

kepala setelah penyuntikan. Walau demikian, pada anestesi kali ini, jarum

yang digunakan pada pasien adalah jarum Quincke namun dengan ukuran

kecil 25G yang diharapkan meminimalisir efek tersebut.

Kemudian, anestesi dapat dilanjutkan dengan dilakukan tindakan

aseptik area tempat penyuntikan yaitu daerah kulit punggung pasien.

Penyuntikan jarum spinal dilakukan pada bidang medial dengan sudut 10-

30° terhadap bidang horizontal ke arah kranial. Jarum lumbal akan

menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,

ligamentum flavum, lapisan duramater dan lapisan subaraknoid. Cabut

stilet setelah dirasakan jarum memasuki ruang intratekhal ditandai dengan

keluarnya cairan serebrospinal. Suntikkan obat anestetik lokal yang telah

dipersiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk

50

Page 51: LAPSUS ANESTESI.docx

memperpanjang durasi kerja obat dapat ditambahkan vasokonstriktor

seperti adrenalin.

Pada pasien ini, sebelum dilakukan penyuntikan intratekhal

sebelumnya dilakukan penyuntikan infiltrasi dengan lidokain 2% untuk

mengurangi nyeri ketika dilakukan penyuntikan agen anestetik lokal ke

intratekhal. Penyuntikan pada pasien telah dilakukan dengan teknik yang

benar.

Obat – obatan yang dapat digunakan sebagai agen anestesi lokal

secara umum terbagi menjadi 2 golongan, yaitu golongan Ester, seperti

prokain, kokain, dan tetrakain; dan golongan Amide seperi prilokain,

lidokain, bupivacaine, dan lain-lain. Perbedaan penting dari keduanya

adalah mekanisme yang diakibatkan oleh metabolitnya, dimana golongan

amide lebih sedikit dimetabolisme karena lebih stabil dan cenderung

berakumulasi dalam plasma. Adapun obat-obatan anestetik lokal yang

digunakan di Indonesia adalah prokain, lidokain, dan bupivakain.

Agen anestetik lokal yang digunakan dalam kasus adalah lidokain

2% 3 cc untuk infiltrasi, dan bupivakain 0,5% 5 cc yang disuntikkan

intratekhal. Lidokain adalah jenis anestesi lokal golongan aminoetilamid.

Pada larutan 0,5% toksisitasnya sama, tetapi pada larutan 2 % lebih toksik.

Anestesi ini lebih efektif digunakan tanpa vasokonstriktor, tetapi

kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah dan masa kerjanya lebih

pendek. Sediaan berupa larutan 0,5-5% dengan atau tanpa epinefrin

1:50.000 sampai 1:200.000). Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan

dan dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasenta fetus dapat

mencapai 60% kadar dalam darah ibu. Di dalam hati, lidokain mengalami

dealkilasi oleh enzim oksidase fungsi ganda membentuk monoetilglisin

dan xilidid. Dosis maksimal lidokain untuk infiltrasi dan blokade syaraf

adalah 6 mg/kgBB. Dengan sediaan lidokain 2% atau 20 mg per 1 mL dan

pemberian 3 cc atau setara dengan 60 mg, maka dosis yang diberikan tidak

melebihi dosis maksimal.

51

Page 52: LAPSUS ANESTESI.docx

Agen lain yang digunakan untuk blokade adalah bupivakain 0,5%.

Bupivakain secara kimia dan farmakologisnya mirip dengan lidokain.

Toksisitasnya setara dengan tetrakain. Untuk infiltrasi dan blok saraf

perifer dipakai larutan 0,25-0,75%. Dosis maksimal tanpa vasokontriktor

adalah 2,5 mg/kgBB dan dengan vasokontriktor mencapai 3,2 mg/kgBB.

Durasi kerja obat mencapai 2-4 jam tanpa vasokontriktor dan dapat

mencapai 4-8 jam dengan vasokontriktor. Konsentrasi efektif minimal

0,125%. Setelah suntikan kaudal, epidural atau infiltrasi, kadar plasma

puncak dicapai dalam 45 menit. Kemudian menurun perlahan-lahan dalam

3-8 jam. Pada kasus ini dengan berat badan 51 kg, dosis maksimum yang

dapat diberikan tanpa vasokontriktor adalah 127,5 mg. Pasien menerima

bupivakain 0,5% sebanyak 20 mg sehingga tidak melebihi dosis

maksimum.

Anestesi spinal memiliki beberapa efek samping, salah satunya

yang paling sering adalah hipotensi yang diakibatkan blokade simpatis.

Keadaan ini daopat ditangani dengan pemberian vasokontriktor seperti

phennylephrine atau efedrin. Pada kasus ini, selama anestesi dan

pembedahan berlangsung, tidak terdapat penurunan tekanan darah yang

berarti sehingga tidak dibutuhkan pemberian vasokontriktor.

Selama pembedahan dilakukan pula monitoring cairan beserta

usaha untuk pemenuhannya. Pada keadaan pasien dengan berat badan

51kg, perdarahan 300 cc, urin output 100 cc, lama puasa 9 jam, dan durasi

operasi 30 menit, berikut adalah perhitungan kebutuhann cairan :

Maintenance (M) = 2 cc/kgBB/jam = 2 x 51 = 102 cc

Stress Operasi (SO) = 8 cc/kgBB/jam = 8 x 51 = 408 cc

Pengganti puasa (PP) = M x jam puasa = 102 x 9 = 918 cc

EBV = 70 cc/kgBB = 70 x 51 = 3570 cc

EBL = EBV x 20% =3570 x 20% =714 cc

Kebutuhan cairan pada jam pertama

M + SO + ½ PP + 3 (JP) = 102 + 408 + 459 + 900 = 1869 cc

52

Page 53: LAPSUS ANESTESI.docx

Dengan kebutuhan cairan tersebut dan cairan yang telah diterima

pasien selama intraoperatif, dapat disimpulkan bahwa cairan yang diterima

pasien masih belum cukup. Sehingga program penggantian cairan dapat

dilanjutkan di ruang pemulihan dengan tetap memantau input dan outpun

cairan.

Pada akhir proses pembedahan, pasien dipindahkan ke ruang

pemulihan dengan memberikan beberapa instruksi yaitu melanjutkan

oksigenasi 3 lpm dengan kanul oksigen, diawasi tanda vital setiap 15

menit hingga stabil, memposisikan head up hingga 24 jam paska operasi,

dan penanganan hemodinamik berupa pemberian ephedrin jika tekanan

sistol kurang dari 90 mmHg dan pemberian sulfas atropin jika nadi kurang

dari 60 kali per menit. Semua instruksi tersebut telah dilaksanakan dalam

kasus ini.

Pemindahan pasien dari ruang pemulihan menggunakan penilaian

Bromage skor untuk menilai efek anestesi spinal pada area ekstremitas

bawah. Jika skor kurang dari sama dengan 2, maka pasien dapat

dipindahkan dari ruang pemulihan. Pasien ketika meninggalkan meja

operasi, bromage skor sudah bernilai 2.

Bromage Skor

Kriteria Skor

Gerak penuh dari tungkai

Tidak mampu ekstensi tungkai

Tidak mampu fleksi lutut

Tidak mampu fleksi pergelangan kaki

0

1

2

3

Dapat disimpulkan dari penatalaksanaan anestesi yang dilakukan,

telah sesuai dengan teori baik dari pertimbangan pemilihan jenis anestesi,

teknik anestesi hingga monitoring dan penanganan yang perlu dilakukan.

53

Page 54: LAPSUS ANESTESI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Brown DL, Spinal, Epidural and Caudal anesthesia. In : Anesthesia, editor : Miller RD, ed 5 th, Volume 1, California, Churchill Livingstone, 2000.

Besrnards CM, Epidural and Spinal Anesthesia. In : Handbook of Clinical Anesthesia, editor : Barrash PG, Gullen BF, Stoelting RK, Philadelpia, Lippincott Williams and Wilkins, 2001.

Gaiser RR. Spinal, Epidural, and caudal anesthesia. In : Introduction to anesthesia, editor : Longnecker DE, Murphy FL, ed 9 th, WB Saunders Company, 1997.

Molnar R, Spinal, Epidural, and Caudal anesthesia, In : Clinical Anesthesia Prosedures of the Massachusetts General Hospital, editor : Davison JK, Eukhardt WF, Perese DA, ed 4 th, London, Little brown and Company, 1993.

Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc. United State.

Soenarjo, Hari Dwi Jatmiko, 2010. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi (IDSAI) Cabang Jawa Tengah.

Soenarto, dkk., 2012. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta : Departemen

Anestesiologi dan Intensive Care FKUI/RSCM

54