lapres nata_3_selasa siang

81
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI Materi : NATA DE PINA Oleh: Kelompok 3 Selasa Siang 1. Dila Meiza Lulianti (21030113120028) 2. Refa Putri Ramadhani (21030113130135) 3. Yudy Wiraatmadja (21030113120025) Laboratorium Mikrobiologi Industri Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang 2014

Upload: dwipermatawisuda

Post on 18-Jul-2016

97 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: lapres nata_3_selasa siang

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

Materi :

NATA DE PINA

Oleh:

Kelompok 3 Selasa Siang

1. Dila Meiza Lulianti (21030113120028)

2. Refa Putri Ramadhani (21030113130135)

3. Yudy Wiraatmadja (21030113120025)

Laboratorium Mikrobiologi Industri

Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro

Semarang

2014

Page 2: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri ii  

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Resmi Praktikum Mikrobiologi Industri dengan materi Nata de Pina

disusun oleh:

Kelompok : 3 Selasa Siang

1. Dila Meiza Lulianti NIM. 21030113120028

2. Refa Putri Ramadhani NIM. 21030113130135

3. Yudy Wiraatmadja NIM. 21030113120025

Asisten Pengampu : Oei Stefanny Yuliana

Laboran : Jufriyah, ST.

Dosen Pembimbing

a. Nama Lengkap : Ir. Kristinah Haryani, MT.

b. NIP : 196402141991022002

Semarang, 9 Desember 2014

Menyetujui

Dosen Pembimbing Pranata Laboratorim Pendidikan Asisten Pengampu

Ir. Kristinah Haryani, MT. Jufriyah, ST. Oei Stefanny Yuliana

NIP. 196402141991022002 NIP. 197001091997032001 NIM. 21030111130062

Page 3: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri iii  

RINGKASAN

Nata merupakan salah satu produk fermentasi dengan memanfaatkan bakteri Acetobacter xylinum. Nata berasal dari kata “nature” yang berarti terapung-apung. Salah satu bahan dasar pembuatan nata adalah sari buah nanas. Buah nanas digunakan karena pengolahannya di Indonesia masih sangat sederhana.  Tujuan Percobaan membuat nata dari sari buah nanas sesuai nutrisi, jenis gula, pH, dan faktor pendidihan dengan cara fermentasi ; membandingkan hasil yang diperoleh dengan berbagai nutrisi, jenis gula, pH, dan faktor pendidihan berubah. Manfaat Percobaan ialah untuk mengetahui cara pembuatan nata dengan cara fermentasi, membandingkan kualitas nata dengan berbagai nutrisi, jenis gula, pH, dan faktor pendidihan.

Bahan yang digunakan adalah sari buah nanas, yeast extract, gula tropicana slim, glukosa anhidris, Acetobacter xylinum, MgSO4, ,NaOH, CH3COOH, dan penutup (daun pisang). Alat yang digunakan yaitu kompor listrik, beaker glass,autoclave, gelas ukur, dan pengaduk. Langkah awal yang dilakukan yaitu saring air perasan nanas, didihkan, setelah dingin tambahkan nutrient sesuai variabel percobaan lalu aduk, atur pH sesuai variabel percobaan,masukkan kedalam beaker glass, tambahkan starter sesuai dengan variabel percobaan, fermentasi pada 30o C selama kurang lebih 6 hari, panen nata yang terbentuk, keringkan, timbang berat nata, dan analisa kadar glukosa.

Dari percobaan, diperoleh tinggi nata 9 mm, 6 mm, - , 5 mm, -. Massa nata yaitu 9,98 gr ; 6,17 gr ; - ;8,44 gr ; 15,16 gr ; -. Kadar glukosa yang ditemukan dan pH larutan/media turun seiring proses fermentasi. Semakin banyak gugus C pada gula, semakin tebal nata yang terbentuk. Media yang dididihkan membentuk nata lebih optimum. Kadar glukosa yang ditemukan semakin turun karena terbentuknya nata, densitas naik karena massanya bertambah, pH yang ditemukan turun karena saat fermentasi terbentuk asam asetat. Dalam percobaan, disarankan tutupi media dengan rapat sehingga tidak terkontaminasi udara luar, media yang difermentasikan tidak boleh terkena cahaya langsung, goyangan, maupun gangguan lain, sterilisasi bahan dan alat sebelum digunakan, angin-anginkan dulu nata sebelum ditimbang, pH larutan antara 3,5-5.

Page 4: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri iv  

SUMMARY

Nata is a fermentation product by using the Acetobacter xylinum bacterial. Nata is derived from the word " nature" which means floating . One of the basic ingredients of making nata is pineapple juice . Pineapple that is used for processing in Indonesia is still very simple . The purpose of the experiment are to make nata pineapple juice with appropriate nutrients , sugars , pH , and boiling factors by fermentation ; compare the results obtained with various nutrients , sugars , pH , and boiling factors change . The Benefits of this Experiment are to know the way of making nata by fermentation , comparing the quality of nata with various nutrients , sugars , pH , and boiling factors .

The materials used were pineapple juice , yeast extract , tropicana slim sugar, anhydrous glucose , Acetobacter xylinum , MgSO4, NaOH , CH3COOH , and cover ( banana leaf ) . The tools used were electric stove , glass beaker , autoclave , measuring cups , and stirrer . The steps were strained pineapple juice. Boil the pineapple juice, after cool, add the nutrient, suit it with experimental variables. Adjust the pH corresponding experimental variables, put in glass beaker. Add starter in accordance with the experimental variables, fermentation at 30 ° C for 6 days. Harvest nata formed. Wash and dry nata, measure the nata’s weight that is already roasted and then do the analysis of glucose. From the experiments , the height of nata obtained were 9 mm , 6 mm , - , 5 mm , - . The weight are 9.98 g ; 6.17 g ; - ; 8.44 g ; 15.16 g ; - . Glucose levels were found and the pH of the solution / media fell over the fermentation process . The more group C on sugar , the thicker nata formed . Media were boiled to form a more optimum nata . Glucose levels were found getting down due to the formation of nata , the density rises as mass increases , the pH is found down because current form acetic acid fermentation . In the experiment , suggested by the media cover it tightly so there is not outside air contamination ; fermented media should not be exposed to direct light , wobble , or other disorders ; sterilization of materials and tools before use ; dry the nata first before weighed ; maintain the pH between 3.5 -5 .

Page 5: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri v  

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga laporan resmi ini dapat disusun. Laporan resmi dengan judul

Nata de Pina disusun untuk memenuhi tugas Praktikum Mikrobiologi Industri.

Laporan resmi ini dalam penyusunannya tidak terlepas dari bantuan yang telah

diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Ir. Kristinah Haryani, MT. selaku dosen pembimbing

2. Jufriyah, ST. selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi Industri

3. Oei Stefanny Yuliana selaku asisten pembimbing

4. Keluarga yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasih sayangnya serta teman-

teman yang memberikan dorongan dan semangat.

Tiada gading yang tak retak dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT.

Penulis menyadari akan adanya kekurangan dari laporan resmi ini sehingga kritik

dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki laporan-laporan

yang selanjutnya. Semoga laporan resmi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan

memberikan kontribusi pada Laboratorium Mikrobiologi Industri.

Semarang, 9 Desember 2014

Penulis

Page 6: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri vi  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii

RINGKASAN ......................................................................................................... iii

SUMMARY ............................................................................................................ iv

PRAKATA .............................................................................................................. v

DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Tujuan Percobaan ........................................................................................ 1

1.3 Manfaat Percobaan ...................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Pengertian Nata ........................................................................................... 3

2.2 Landasan Teori ............................................................................................ 3

2.3 Hal-hal yang berpengaruh dalam fermentasi nata ....................................... 5

2.4 Manfaat Produk ........................................................................................... 8

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ............................................................... 9

3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan ................................................................ 9

3.2 Gambar Alat ................................................................................................ 9

3.3 Variabel Percobaan ..................................................................................... 10

3.4 Cara Kerja ................................................................................................... 10

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 12

4.1 Hasil Percobaan ........................................................................................... 12

4.2 Pembahasan ................................................................................................. 13

BAB V PENUTUP .................................................................................................. 18

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 18

5.2 Saran ............................................................................................................ 18

Page 7: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri vii  

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 18

LAMPIRAN

Page 8: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri viii  

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tinggi Nata de Pina ................................................................................ 12

Tabel 4.2 Analisa Glukosa ...................................................................................... 12

Page 9: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri ix  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2.1 Grafik perbandingan kadar glukosa awal dan akhir ......................... 13

Gambar 4.2.2 Grafik perbandingan densitas awal dan akhir .................................. 14

Gambar 4.2.2 Grafik perbandingan densitas awal dan akhir .................................. 15

 

Page 10: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 1 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nanas (Ananas comosus) merupakan tanaman buah yang berasal dari

Brazil. Selain bisa dikonsumsi secara langsung, buah nanas juga memiliki khasiat

sebagai obat tradisional. Buah nanas bisa diawetkan dengan cara direbus dan

diberi gula, dibuat selai, atau dibuat sirup. Pemanfaatan buah nanas masih belum

optimal dan kebanyakan hanya dimakan langsung. Untuk itu, salah satu

pengolahan nanas yang bermanfaat dan memiliki nilai jual yang tinggi adalah

dengan dibuat menjadi nata.

Nata berasal dari bahasa Spanyol “natare” yang berarti terapung-apung.

Nata termasuk dalam produk fermentasi. Nata dibentuk oleh bakteri asam

asetatpada permukaan cairan (medium) yang mengandung gula / sari buah/

ekstrak tanaman lainnya. Bakteri yang ditumbuhkan dalam pembuatan nata yaitu

Acetobacter Xylinum. Salah satu buah yang dapat digunakan sebagai bahan dasar

nata adalah nanas. Pengolahan nanas di Indonesia yang dibilang masih tradisional

dan memiliki nilai jual yang rendah menyebabkan diolah menjadi nata lebih

menguntungkan. Produk nata yang berasal dai nanas dikenal dengan Nata de Pina.

Kandungan nata terbesar adalah air (98%) sehingga nata merupakan

sumber makanan rendah kalori. Kenampakan nata adalah seperti jel, warna putih

hingga abu-abu, aroma sam, rasa tawar atau agak manis, tembus pandang dan

teksturnya kenyal dalam keadaan dingin, dan agak berserat serta rapuk dalam

keadaan panas.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Membuat nata dari sari buah nanas sesuai nutrisi, jenis gula, pH, dan

faktor pendidihan dengan cara fermentasi

2. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan berbagai nutrisi, jenis gula,

pH, dan faktor pendidihan berubah.

Page 11: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 2 

1.3 Manfaat Percobaan

1. Mengetaahui cara pembuatan nata dengan cara fermentasi.

2. Membandingkan kualitas nata dengan berbagai nutrisi, jenis gula, pH, dan

faktor pendidihan.

Page 12: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 3 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Nata

Nata berasal dari bahasa Spanyol yang apabila diterjemahkan kedalam bahasa

latin menjadi “natare” yang berarti terapung-apung (Susanti,2005). Nata termasuk

produk fermentasi. Nata dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada

permukaan cairan yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain

(Lapuz et al., 1967). Beberapa spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat

membentuk selulosa, namun selama ini yang paling banyak dipelajari adalah A.

xylinum (Swissa et al., 1980). Bakteri Acetobacter xylinum, jika ditumbuhkan di

media cair yang mengandung gula, bakteri ini akan menghasilkan asam asetat dan

lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair tersebut. Lapisan

putih itulah yang dikenal sebagai nata (Sumiyati, 2009). Keistimewaan produk ini

terutama karena nilai kalorinya rendah. Kandungan terbesar adalah air (98%),

maka produk ini dipakai sebagai sumber makanan rendah kalori. Kenampakan

nata adalah seperti sel, warna putih hingga abu-abu muda, aroma asam, rasa tawar

atau agak manis, tembus pandang dan teksturnya kenyal. Dalam keadaan dingin,

nata agak berserat dan agak rapuh pada saat panas.

2.2 Landasan Teori

2.2.1. Teori Acetobacter Xylinum

Starter nata adalah Acetobacter xylinum. Penggunaan starter merupakan

syarat yang sangat penting, yang bertujuan untuk memperbanyak jumlah

bakteri Acetobacter xylinum yang menghasilkan enzim pembentuk nata.

Bakteri Acetobacter xylinum tergolong family Pseudomonas dan genus

Acetobacter.Berbentuk bulat dengan panjang 2 mikron, biasanya terdapat

sebagai sel tunggal atau kadang kadang berikatan dengan sel lain membentuk

ikatan seperti rantai.Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20%

dari volume media sebagai starter mikroba (Saragih, 2004).

Page 13: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 4 

A. Sifat fisiologi

Bakteri ini dapat membentuk asam dari glukosa, etil dan propil

alkohol, tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil

peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam

asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini

adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga

menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang

dikenal sebagai nata.

B. Fase pertumbuhan

Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu

fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase

pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase

kematian.Sel muda bakteri Acetobacter xylinum berwarna putih transparan,

sedangkan sel tua mengelompok membentuk rantai dan lapisan yang

menyerupaigelatin.

Acetobacter xylinum akan mengalami fase adaptasi terlebih dahulu jika

dipindahkan kedalam media baru. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme

dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan.Fase

pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi.

Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan

kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Selanjutnya pada

fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari.Pada fase ini bakteri mengeluarkan

enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer

glukosa menjadi selulosa.

Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat

metabolit yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan

umur sel sudah tua.Pada fase ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel

yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati.

Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh

dan yang mati.Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.Fase menuju

kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hampir habis.Setelah

nutrisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase

kematian, sel dengan cepat mengalami kematian tidak baik untuk dijadikan

strain nata.

Page 14: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 5 

Bakteri Acetobacter Xylinum dapat diperoleh dari buah nenas , dengan

proses sebagai berikut :

1. Buah nenas matang, dikupas dan dicuci bersih. Kemudian dibelah dan

dipotong-potong kecil. Potongan- potongan ini dihancurkan dengan

alat penghancur.

2. Hancuran nenas diperas sampai sari buahnya habis. Ampasnya

dicampur dengan air dan gula pasir dengan perbandingan 6 : 3 : 1.

Campuran ini diaduk merata dan dimasukkan kedalam botol jar,

ditutup dengan kertas, dan diperam selama 2-3 minggu (sampai

terbentuk lapisan putih diatasnya).

3. Larutan yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai bahan

penginokulasi pembuatan nata de coco.

2.2.2. Teori Thiman

Menurut Thiman(1962) pembentukan nata terjadi karena proses

pengambilan glukosa dari larutan gula dalam bahan dasar nata oleh sel-sel

Acetobacter xylinum. Kenudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam

lemak membentuk precursor (penciri nata) pada membrane sel. Prekursorini

selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk akskresi dan bersama enzim

mempolimerisasikan glukosa menjadi sellulosa material diluar sel. Komponen

ini akan membentuk sel mikrofibril yang panjang dalam cairan fermentasi.

2.3 Hal-Hal Yang Berpengaruh Dalam Fermentasi Nata

1. Pemilihan Bahan

Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata harus

memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang dihasilkan

kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan kualitasnya

kurangbaik, maka akan mempengaruhi kualitas nata secara keseluruhan, baik

warna, rasa, aroma, dan tekstur yang kurang disukai .

2. Bahan Pembantu

Kandungan nutrisi sari dari bahan dasar yang akan dibuat nata masih

perlu diperkaya agar bakteri nata produktif dalam menghasilkan nata. pH

Page 15: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 6 

diatur sesuai dengan persyaratan tumbuh optimal bakteri tersebut. Bahan

pembantu yang digunakan dalam pembuatan nata adalah:

a. Gula sebagai sumber carbon

Nata pada dasarnya dapat dihasilkan dari cairan fermentasi yang

mengandung dekstrosa, galaktosa, sukrosa, laktosa maupun maltosa

sebagai sumber carbon.Pada cairan fermentasi maltosa, laktosa dan

galaktosa dihasilkan nata yang tipis dan lunak.Nata yang tebal dan kukuh

dihasilkan dari cairan fermentasi dekstrosa dan sukrosa dan konsentrasi

10% adalah konsentrasi yang optimum.Sumber carbon terbaik adalah

glukosa dan sukrosa dan dengan konsentrasi optimumnya adalah 5-10%.

b. Sumber Nitrogen

Dapat digunakan kalium nitrat, ammonium nitrat atau ammonium

fosfat atau Amonium sulfat (urea) yang berfungsi sebagai sumber

nitrogen untuk merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri

Acetobacter xylinum. Selain senyawa ini, bisa juga menggunakan yeast

ekstrak sebagai sumber nitrogen.

c. Asam asetat glasial

Asam asetat glasial atau cuka biang berfungsi untuk mengatur derajat

keasaman (pH) media fermentasi.

3. pH / Keasaman

Metabolisme Acetobakter xylinum selama fermentasi dipengaruhi oleh

keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel bakteri bersifat permeabel

terhadap ion hidrogen maupun ion hidroksil, sehingga perubahan keasaman

media fermentasi akan mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. pH optimum

pembuatan nata berkisar antara 4-5.

4. Suhu

Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah suhu kamar (28°C -

31°C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah akan menghasilkan

nata yang kurang berkualitas atau aktifitas Acetobacter xylinum terhambat.

5. Kebutuhan Oksigen

Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba aerobik. Bila

kekurangan oksigen, bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan

dalam pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Wadah

Page 16: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 7 

yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh ditutup rapat untuk

mencukupi kebutuhan oksigen. Tetapi udara yang secara langsung mengenai

produk nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan nata.

6. Penutup untuk pembuatan nata

Penutupan dilakukan menggunakan media yang bersih untuk menghindari

kontaminasi dan juga media yang mendapatkan pertukaran oksigen.

7. Sumber Cahaya

Pembuatan nata pada ruang gelap akan mempercepat pembentukan

struktur nata dan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud

adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara langsung

ataupun cahaya lampu. (Luwiyanti, 2001).

8. Lama Fermentasi

Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan media akan

terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman. Secara perlahan-lahan

dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut semakin menebal. Pemanenan

nata dilakukan setelah lebih dari 8 hari pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak

dilakukan pemanenan, maka akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di

bawah lapisan nata yang akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi

busuk, akhirnya nata menjadi turun. Selama fermentasi berlangsung media

nata tidak boleh digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan

mengakibatkan pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga

didapat lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya.

9. Sanitasi

Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat sanitasi yang

tinggi. Sanitasi meliputi : sanitasi perorangan, lingkungan dan peralatan, harus

dikontrol dan dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi.Efek dari fermentasi

akan menghasilkan mikroorganisme pencemar seperti jamur karena sanitasi

yang kurang.

Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu kualitas nata

dari sifat fisik dan sifat tersembunyi.Sifat fisik yang diukur meliputi indikator,

warna, rasa, tekstur, dan aroma.Sedangkan kualitas tersembuyi meliputi

nilaigizi, keamanan mikroba, cemaran logam.Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri

nata yang berkualitas adalah sebagai berikut:

Page 17: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 8 

a. Kualitas baik: Tekstur kenyal( tidak tembus jika ditekan dengan

jari)warna putih bersih, permukaan rata, tampak licin dan agak

mengkilap, aromanya segar khas nata.

b. Kualitas rendah: tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang, warna agak

kusam dan berjamur, aroma sangat asam.

2.4 Manfaat Produk

1. Produk nata de coco dapatdipakai sebagai sumber makanan rendah kalori

2. Sebagai bahan pembuat pulp.

Page 18: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 9 

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan dan Alat yang Digunakan

Bahan

1. Sati buah nanas..........900 ml

2. MgSO4……………...@2gr

3. Yeast extract..............@2gr

4. Tropicana slim...........@8% w

5. Glukosa anhidris........@8% w

6. Acetobacter xylinum

7. NaOH

8. CH3COOH

9. Penutup (daun pisang)

Alat

1. Kompor Listrik

2. Beaker glass

3. Gelas ukur

4. Pengaduk

5. Autoclave

3.2 Gambar Alat

1. 2. 3. 4.

Page 19: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 10 

5.

Gambar 3.1 Gambar Alat yang Digunakan

3.3 Variabel Percobaan

Tabel 3.1 Variabel Percobaan

Basis 150 ml 1 2 3 4 5 6

Air sari nanas

Yeast extract @2gr -

MgSO4 @2gr -

Tropicana slim @8%w - - - -

Glukosa anhidris @8%w - -

pH 4,5 4,5 3 4,5 4,5 3

Starter @18 % V

Penutup daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

Pendidihan -

3.4 Cara Kerja

1. Saring air perasan nanas

2. Didihkan, setelah dingin tambahkan nutrient sesuai variabel percobaan

3. Atur PH sesuai variabel percobaan

4. Masukkan ke dalam beaker glass

5. Tambahkan starter sesuai dengan variabel percobaan

6. Fermentasi pada 30o C selama 6 hari

Page 20: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 11 

7. Panen nata yang terbentuk

8. Cuci nata dan keringkan

9. Timbang nata yang sudah dioven

10. Analisa Glukosa

a) Pembuatan glukosa standar

Ambil 2.5 gram glukosa anhidrat

Encerkan hingga 1000 ml

b) Standarisasi kadar glukosa

Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, ambil

5ml, netralkan pHnya

Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B

Panaskan hingga 60o s.d. 700 C

Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 700

C sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB

Titrasi kembali dengan gluksa standar sambil dipanakan 60o

s.d. 700 C sampai warna biru menjadi merah bata

Catat kebutuhan titran (F)

c) Menghitung kadar glukosa bahan

Ambil 5ml sari nanas, encerkan hingga 100 ml, amil 5 ml

netralkan pHnya

Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B,

Panaskan hingga 60o s.d. 700 C

Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 700

C sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB

Titrasi kembali dengan gluksa standar sambil dipanakan 60o

s.d. 700 C sampai warna biru menjadi merah bata

Catat kebutuhan titran (M)

%S= (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

Page 21: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 12 

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

Tabel 4.1 Tinggi Nata de Pina

Variabel Tinggi Nata de Pina massa Nata de

Pina (gr) hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6

1 1 1,5 1,5 - - 9 9,98

2 1 1 1 - - 6 6,17

3 1 1 1 - - - -

4 1 1 1 - - 5 8,44

5 1 1 1 - - 6 15,16

6 1 1 1 - - - -

Tabel 4.2 Analisa glukosa

Variabel

Analisa Glukosa

ρ awal

(gr/ml)

ρ akhir

(gr/ml) %S awal

%S

akhir

volume

titran awal

volume

titran akhir

1 0,9945 1,0587 9,351% 8,123% 10,4 ml 13,3 ml

2 0,9945 1,0648 16,088% 8,546% 3,7 ml 12,8 ml

3 0,9945 1,0487 10,356% 6,579% 9,4 ml 15 ml

4 0,9945 1,0645 12,267% 12,024% 7,5 ml 9,1 ml

5 0,9945 1,0554 10,960% 9,854% 8,8 ml 11,5 ml

6 0,9945 1,0681 11,865% 8,850% 7,9 ml 12,5 ml

Page 22: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 13 

4.2 Pembahasan

4.2.1 Perbandingan Glukosa Awal dan Akhir

Gambar 4.2.1 Grafik perbandingan glukosa awal dan akhir

Berdasarkan Gambar 4.2.1 dapat dilihat bahwa kadar glukosa yang

ditemukan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena adanya proses

pengambilan glukosa dari sari nanas oleh sel-sel Acetobcter xylinum yang

kemudian digabung dengan asam lemak membentuk precursor (penciri nata)

pada membrane sel. Precursor ini selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk

ekskresi dan bersama enzim mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa. Sesuai

dengan fungsi Acetobacter xylinum yaitu mengoksidasi glukosa menjadi

selulosa, maka seiring dengan terbentuknya selulosa yang membentuk matrik

(dikenal dengan nata), maka glukosa yang ditemukan akan semakin sedikit

disebabkan karena nata sudah mulai terbentuk (Anonim, 2013).

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1 2 3 4 5 6

% S

variabel

awal

akhir

Page 23: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 14 

4.2.2 Perbandingan Densitas Awal dan Akhir

Gambar 4.2.2 Grafik perbandingan densitas awal dan akhir

Berdasarkan Gambar 4.2.2 dapat dilihat bahwa semua densitas pada hari

terakhir jika dibandingkan dengan hari awal yaitu 0,9945 mengalami kenaikan.

Hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi, Acetobacter xylinum

merubah kandungan gula dalam bentuk asam dan mengoksidasi asam asetat

lebih lanjut oleh Acetobacter menjadi CO2 dan H2O.

Asam asetat + acetobacter xylinum → CO2 + H2O

CH3COOH + 2O2 → 2CO2 + 2H2O

CO2 dalam media terlepas keatas sehingga mengakibatkan volume

berkurang dan massa media bertambah. Berdasarkan rumus ρ , densitas

sebanding dengan massa. Jika massa bertambah, maka densitas bertambah dan

volume berkurang Karena adanya produk asam asetat dan H2O (Mayukazumi,

2012).

0.94

0.96

0.98

1

1.02

1.04

1.06

1.08

1 2 3 4 5 6

den

sitas (gr/ml)

variabel

awal

akhir

Page 24: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 15 

4.2.3 Perbandingan pH awal dan akhir

Gambar 4.2.3 Grafik perbandingan pH awal dan akhir

Berdasarkan Gambar 4.2.3 dapat dilihat bahwa pH pada veriabel 1,2,4,5

mengalami penurunan sedangkan pada variabel 3 dan 6 pH-nya tetap. Pada

variabel 1,2,4,5 pH-nya turun karena Acetobacter xylinum yang dimasukkan

mampu mendegradasi substrat yang terdapat pada sari nanas secara optimal

sebagai nutrisi pertumbuhannya hingga menghasilkan asam asetat. Reaksinya :

C6H12O6 → 2 CH3CH2OH + CO2 (anaerob)

Pada tahap ini terjadi perombakan glukosa pada sari nanas menjadi alkohol dan

gas CO2. Selanjutnya :

CH3CH2OH + O2 → CH3COOH + H2O

Pada tahap ini terjadi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air dengan

memanfaatkan bakteri Acetobacter xylinum (Ossins, 2013).

Karena terbentuk asam asetat menyebabkan pH-nya turun. Sedangkan

pada variabel 3 dan 6 pH-nya tetap, hal ini disebabkan karena pada fermentasi

ada 2 tahap pembentukan asam asetat yaitu pembentukan alkohol terlebih

dahulu baru kemudian asam asetat. Asam asetat dibentuk oleh Acetobacter

xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum hanya dapat hidup pada kondisi pH yang

berkisar antara 3,5 – 5. Sedangkan pH awal variabel 3 dan 6 adalah 3. Hal

inilah yang menyebabkan bakteri Acetobacter xylinum mati dan tidak terbentuk

asam asetat yang mengakibatkan pH-nya tetap (Sri Mulyani, 2010).

0

1

2

3

4

5

1 2 3 4 5 6

pH

variabel

awal

akhir

Page 25: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 16 

4.2.4 Pengaruh penambahan nutrisi

Pada percobaan yang dilakukan, nutrisi yang ditambahkan adalah MgSO4

dan yeast extract. Berdasarkan variabel 1 (tidak ada penambahan nutrisi) dan

variabel 2 (adanya penambahan nutrisi) ada perbedaanberat nata maupun tebal

dan warna nata yang terbentuk. Variabel 1 lebih tebal dan lebih berat daripada

variabel 2. Hal ini disebabkan karena fungsi nutrisi adalah untuk penambah

bahan makanan bagi Acetobacter xylinum. Extrack yeast berfungsi sebagai

sumber bahan makanan yang dapat larut dalam air misalnya karbohidrat,

senyawa nitrogen organic, vitamin dan garam-garam, sedangkan MgSO4 untuk

media jenis mikroba autotroph. Penambahan nutrisi pada percobaan

menyebabkan nata yang dihasilkan lebih tipis dibandingkan yang tidak

ditambahkan sedangkan kadar glukosanya hanya berkurang sedikit untuk yang

tidak ditambahkan nutrisi (Wahyudi, 2003).

4.2.5 Pengaruh glukosa yang ditambahkan

Pada percobaan kami, variabel 4 dan 5 menggunakan jenis gula yang

berbeda yaitu glukosa anhidris dan Tropicana slim. Nata yang terbentuk

menggunakan Tropicana slim lebih berat daripada menggunakan glukosa

anhidris yaitu 15,16 gram dan 8,44 gram. Kandungan karbon yang banyak bisa

membentuk nata lebih tebal karena adanya proses polimerisasi Acetobacter

xylinum yang mengubah gula menjadi selulosa. Kandungan glukosa dan

selulosa memiliki perbedaan gugus C. Glukosa anhidris memiliki 6 gugus C

(C6H12O6) sedangkan Tropicana slim (sukrosa) memiliki gugus C12 (C12H22O11)

sehingga nata yang terbentuk pada variabel 5 lebih berat daripada variabel 4

(Rino, 2010)

4.2.6 Manfaat pendidihan pada pembuatan nata

Faktor pendidihan erat kaitannya dengan proses sterilisasi bahan yang

akan diproses. Bahan nata yang dididihkam terlebih dahulu menyebabkan

kontaminan dari bakteri yang merugikan lebih kecil. Untuk variabel 3 (tidak

Page 26: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 17 

dididihkan) menyebabkan nata tidak terbentuk. Hal ini karena pada variabel 3

masih ada bakteri lain yang mengkontaminan medium sehingga Acetobacter

xylinum tidak bisa berkembang. Efek temperature secara garis besar

mempengaruhi perkembangan spora, fungi, jamur, dan bakteri dalam media.

Fungi dan jamur mati pada suhu 60o dengan kisaran waktu 15-20 menit.

Sedangkan spora mati pada suhu 121o pada waktu 15-20 menit. Maka dari itu

penting dilakukan pendidihan untuk membunuh bakteri maupun sterilisasi

bahan dan alat untuk menghindari kontaminan (Lana, 2010).

4.2.7 Reaksi pembentukan nata

sari nanas + Acetobacter xylinum Nata de Pina

Nata de Pina merupakan selulosa bakteri yang terbentuk sebagai aktivitas

bakteri Acetobacter xylinum terhadap sari nanas. Selulosa ini merupakan

produk bakteri untuk membentuk slime (kapsul) yang pada akhirnya bakteri

tersebut terperangkap didalam masa fibrilar selulosa tersebut.

Acetobacter xylinum merupakan suatu model system untuk mempelajari

enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa. Selanjutnya selulosa

tersebut membentuk matriks yang dikenal sebagai nata. Ketebalan jalinan

selulosa sebagai hasil dar proses fermentasi meningkat seiring dengan

meningkatnya jumlah nutrisi yang ditambahkan pada medium fermentasi.

Reaksi hidrolisis sukrosa :

Sukrosa + H2O enzim sukrosa β-D-fruktosa + α-D-glukosa

Reaksi perubahan α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa :

α-D-glukosa enzim isomerisasi β-D-glukosa

Reaksi pembentukan ikatan 1,4- β-glikosida :

β-D-glukosa + β-D’-glukosa → ikatan 1,4 β-glikosida

Reaksi pembentukan selulosa bakteri nata :

Ikatan 1,4- β-glikosida polimerisasi selulosa (unit ulang selobiosa)

Page 27: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 18 

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Kadar glukosa yang ditemukan semakin berkurang seiring proses

fermentasi.

2. Densitas larutan semakin naik seiring proses fermentasi.

3. pH larutan semakin turun karena terbentuknya asam asetat.

4. Semakin banyak gugus karbon pada gula, semakin tebal nata yang

dihasilkan.

5. Media yang dididihkan memiliki pertumbuhan nata lebih optimum

dibanding tanpa pendidihan.

5.2 Saran

1. Tutupi media dengan rapat sehingga tidak terkontaminasi udara luar.

2. Media yang difermentasikan tidak boleh terkena cahaya langsung,

goyangan, maupun gangguan lain.

3. Sterilisasi bahan dan alat sebelum digunakan.

4. Angin-anginkan dulu nata sebelum ditimbang.

5. pH larutan antara 3,5-5.

Page 28: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 19 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Karbohidrat. http://jejaringkimia.web.id/2010/03/karbohidrat.html.

Tanggal akses : 10 November 2014.

Anonim. 2013. Pembuatan Cuka Nanas . http://lordbroken.wordpress.com/2013/

04/28/pembuatan-cuka-nanas.html. Tanggal akses : 17 Oktober 2014.

Dreecold and Cumn. ”Industrial Mikrobiology” 2nd ed Mc. Graw Hill book Inc,

New York. Wiharvo,F.G. Srikandi Pardos Dedirardeas. ”Pengantar

Teknologi Pangan”. PT. Gramedia. Jakarta.1986.

Intan dkk. 2011. Pembuatan Nata de Coco. Universitas VeteranBangun Nusantara

Sukoharjo. Sukoharjo.

Iqbal dkk. 2008. Kajian Penggunaan Limbah Buah Nanas Local (Ananas

Comosus L.) Sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata. Universitas Gajah

Mada. Yogyakarta

Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. 1967.The Organism and

CultureRequirements, Characteristics and Identity.The Philippine J.

Science.98:191 – 109.

Lanaazim. 2009. Praktikum. http://lazaanim.wordpress.com/category/praktikum.

Tanggal akses : 10 November 2014.

Majesty dkk. 2014. Pengaruh penambahan sukrosa dan lama fermentasi terhadap

kadar serat nata. “jurnal keteknikan pertanian tropis dan biosistem”. 1 :

80-85.

Nheno Ikranegara. 2013. Nata de Soya. http://natadesoya.blogspot.com. Tanggal

akses : 10 November 2014.

Sri Mulyani dkk. 2010. Jurnal rekayasa kimia dan lingkungan. 7 : 102-111.

Page 29: lapres nata_3_selasa siang

NATA

 

Laboratorium Mikrobiologi Industri 20 

Swissa, M., Aloni, Y., Weinhouse, H. &Benziman, M. 1980. Intermediary step in

Acetobacterxylinum Cellulose Synthesis” Studies whit whole Cells and

Cell Free Preparation of the Wild Type and A Celluloses Mutant.

J.Bacteriol. 143: 1142 – 1150.

Wiharvo,F.G. Srikandi Pardos Dedirardeas. ”Pengantar Teknologi Pangan”. PT.

Gramedia. Jakarta.1986.

Page 30: lapres nata_3_selasa siang

 

 

LEMBAR PERHITUNGAN

1. Perhitungan Densitas

Densitas Awal

Massa Picno Kosong : 24,86 gr

Massa Picno + Aquadest : 51,91 gr

= = , ,

= 27,05 ml

Massa Picno + Sari Nanas : 51,76 gr

ρ = = , ,

, = 0,9945 gr/ml

Densitas Akhir

Massa Picno Kosong : 30,74 gr

Massa Picno + Aquadest : 82,83 gr

= = , ,

= 52,09 ml

Variabel 1 : ρ = = , ,

, = 1,0587 gr/ml

Variabel 2 : ρ = = , ,

, = 1,0648 gr/ml

Variabel 3 : ρ = = , ,

, = 1,0487 gr/ml

Variabel 4 : ρ = = , ,

, = 1,0645 gr/ml

Variabel 5 : ρ = = , ,

, = 1,0554 gr/ml

Variabel 6 : ρ = = , ,

, = 1,0681 gr/ml

2. Perhitungan Kadar Glukosa

1. %S awal F = 19,7 ml Vtitrasi = 5 ml Ρ awal = 0,9945

Vpengenceran = 100 ml V yang diambil = 5 mL

Variabel 1 M = 10,4ml

Page 31: lapres nata_3_selasa siang

 

 

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (19,7-10,4) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 0,9945

= 9,351 %

Variabel 2 M = 3,7 ml

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (19,7- 3,7) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 0,9945

= 16,088 %

Variabel 3 M = 9,4 ml

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (19,7- 9,4) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 0,9945

= 10,356 %

Variabel 4 M = 7,5 ml

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (19,7- 7,5) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 0,9945

= 12,267 %

Variabel 5 M = 8,8 ml

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

Page 32: lapres nata_3_selasa siang

 

 

= (19,7- 8,8) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 0,9945

= 9,854 %

Variabel 6 M = 7,9 ml

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (19,7- 7,9) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 0,9945

= 11,865 %

2. %S akhir F = 21,9 ml Vtitrasi = 5 ml

Vpengenceran = 100 ml V yang diambil = 5 mL

Variabel 1 M = 13,3 ml ; ρ = 1,0587

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (21,9- 13,3) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 1,0587

= 8,123 %

Variabel 2 M = 12,8 ml ; ρ = 1,0648

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (21,9- 12,8) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 1,0648

= 8,546 %

Variabel 3 M = 15 ml ; ρ = 1,0487

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (21,9- 15) x 100 x 0,0025 x100%

Page 33: lapres nata_3_selasa siang

 

 

5 x 5 x 1,0487

= 6,579 %

Variabel 4 M = 9,1 ml ; ρ = 1,0645

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (21,9- 9,1) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 1,0645

= 12,024 %

Variabel 5 M = 11,5 ml ; ρ = 1,0554

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (21,9- 11,5) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 1,0554

= 9,854 %

Variabel 6 M = 12,5 ml ; ρ = 1,0681

%S = (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

= (21,9- 12,5) x 100 x 0,0025 x100%

5 x 5 x 1,0681

= 8,850 %

Page 34: lapres nata_3_selasa siang

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

Materi:

NATA DE PINA

KELOMPOK 3 SENIN SIANG

1. DILA MEIZA LULIANTI (21030113120028)

2. REFA PUTRI RAMADHANI (21030113130135)

3. YUDY WIRAATMADJA (21030113120025)

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

Page 35: lapres nata_3_selasa siang

B-2

I. TUJUAN PERCOBAAN

1. Membuat nata dari bahan dasar sesuai variabel dengan cara fermentasi.

2. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan berbagai variabel berubah.

II. PERCOBAAN

2.1. Bahan yang Digunakan

1. Sati buah nanas 900 ml

2. MgSO4 @2gr

3. Yeast extract @2gr

4. Tropicana slim @8% w

5. Glukosa anhidris @8% w

6. Acetobacter xylinum

7. NaOH

8. CH3COOH

9. Penutup (daun pisang)

2.2. Alat yang Dipakai

1. Kompor Listrik

2. Beaker glass

3. Gelas ukur

4. Pengaduk

5. Autoclave

2.3. Cara Kerja

1. Saring air perasan nanas

2. Didihkan, setelah dingin tambahkan nutrient sesuai variabel percobaan

3. Atur PH sesuai variabel percobaan

4. Masukkan ke dalam beaker glass

5. Tambahkan starter sesuai dengan variabel percobaan

6. Fermentasi pada 30o C selama 6 hari

7. Panen nata yang terbentuk

8. Cuci nata dan keringkan

9. Timbang nata yang sudah dioven

10. Analisa Glukosa

a) Pembuatan glukosa standar

Ambil 2.5 gram glukosa anhidrat

Encerkan hingga 1000 ml

b) Standarisasi kadar glukosa

Page 36: lapres nata_3_selasa siang

B-3

Ambil 5 ml glukosa standar, encerkan hingga 100 ml, ambil 5ml,

netralkan pHnya

Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B

Panaskan hingga 60o s.d. 700 C

Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 700 C

sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB

Titrasi kembali dengan gluksa standar sambil dipanakan 60o s.d.

700 C sampai warna biru menjadi merah bata

Catat kebutuhan titran (F)

c) Menghitung kadar glukosa bahan

Ambil 5ml sari nanas, encerkan hingga 100 ml, amil 5 ml

netralkan pHnya

Tambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B,

Panaskan hingga 60o s.d. 700 C

Titrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60o s.d. 700 C

sampai warna biru hampir hilang lalu tambahkan 2 tetes MB

Titrasi kembali dengan gluksa standar sambil dipanakan 60o s.d.

700 C sampai warna biru menjadi merah bata

Catat kebutuhan titran (M)

%S= (F-M) x Vtotal/Vtitrasi x V pengenceran/Vyang diambil x0.0025 x 100%

V total x massa jenis medium fermentasi

2.4. Hasil Percobaan

Variabel Tinggi Nata de Pina (mm) massa Nata de

Pina saat panen (gr) hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6

1 1 1,5 1,5 - - 9 9,98

2 1 1 1 - - 6 6,17

3 1 1 1 - - - -

4 1 1 1 - - 5 8,44

5 1 1 1 - - 6 15,16

6 1 1 1 - - - -

Page 37: lapres nata_3_selasa siang

B-4

Variabel Analisa Glukosa

ρ awal (gr/ml)

ρ akhir (gr/ml)

%S awal%S

akhir volume titran

awal volume titran

akhir 1 0,9945 1,0587 9,351% 8,123% 10,4 ml 13,3 ml

2 0,9945 1,0648 16,088% 8,546% 3,7 ml 12,8 ml

3 0,9945 1,0487 10,356% 6,579% 9,4 ml 15 ml

4 0,9945 1,0645 12,267% 12,024% 7,5 ml 9,1 ml

5 0,9945 1,0554 10,960% 9,854% 8,8 ml 11,5 ml

6 0,9945 1,0681 11,865% 8,850% 7,9 ml 12,5 ml

Semarang, 6 November 2014

PRAKTIKAN MENGETAHUI

ASISTEN

Dila Meiza L Refa Putri R Yudy Wiraatmadja Oei Stefanny Yuliana

Page 38: lapres nata_3_selasa siang

C-1  

Jurnal tentang nata de pina, masing-masing 1 jurnal Kegunaan MgSO4 dalam pembuatan Nata Perbedaan Glukosa dan Selulosa

LEMBAR KUANTITAS REAGEN

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS DIPONEGORO

PRAKTIKUM : 3 MATERI : Nata de Pina HARI : Selasa TANGGAL : 21 Oktober 2014 KELOMPOK : 3 Selasa Siang NAMA : 1. Dila Meiza Lulianti 2. Refa Putri Ramadhani 3. Yudy Wiraatmadja ASISTEN : Oei Stefanny Yuliana KUANTITAS REAGEN TUGAS TAMBAHAN

TUGAS TAMBAHAN

Semarang, 15 Oktober 2014

Asisten

Oei Stefanny Yuliana

Basis 150 ml 1 2 3 4 5 6

Air sari nanas

Yeast extract @2gr -

MgSO4 @2gr -

Tropicana slim @8%w - - - -

Glukosa anhidris @8%w - -

pH 4,5 4,5 3 4,5 4,5 3

Starter @18 % V

Penutup daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

daun

pisang

Pendidihan -

pH = (NaOH , CH3COOH) panen : timbang berat nata, foto nata Hitung %s awal & %s akhir *perhitungan %w glukosa ρ awal & ρ akhir ρ (gr/ml) x basis (ml) = a (gr) pH awal & pH akhir a (gr) x - - -% = b (gr) PL = ukur tebal nata tiap hari waktu fermentasi 6 x 24 jam (panen : senin)

Page 39: lapres nata_3_selasa siang

DIPERIKSA KETERANGAN  TANDA 

TANGAN NO  TANGGAL 

  

P0  P1 

  

11‐11‐2014  17‐11‐2014 

  Bab 1,4  Bab 4 

  

 

Page 40: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

KAJIAN PENGGUNAAN LIMBAH BUAH NENAS LOKAL (Ananas comosus, L) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA

Fruit Waste of Local Pineapple (Ananas Comosus, L) as Nata Media

Iqmal Tahir1,*, Sri Sumarsih2 dan Shinta Dwi Astuti2

1Laboratorium Kimia Fisik, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Gadjah Mada

Sekip Utara, Yogyakarta 55281 2Institut Sains dan Teknologi AKPRIND, Jl. Kalisahak, Yogyakarta

*Contact person : telp /fax : 0274-545188; email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian pembuatan nata dari limbah nenas dan daging buah nenas lokal (A. comosus, L) terdiri dari 3 kualitas: besar (super), sedang dan kecil, telah dilakukan. Buah nenas dikupas dan masing-masing dipisahkan menjadi daging buah, limbah kulit, limbah mata, dan limbah hati, untuk ditentukan persentase berat. Selanjutnya masing-masing bagian dari setiap kualitas nenas, diblender dan diambil filtrat untuk ditambahkan air (rasio 1:1), gula pasir ( 3 % b/v), dan urea (0,4 % b/v). Campuran disterilisasi, diinokulasi dan diinkubasikan sampai 21 hari. Produk nata dianalisis meliputi berat dan ketebalan serta penampakan nata yang dihasilkan. Hasil pengujian dengan ANOVA memperlihatkan bahwa tidak ada pengaruh kualitas buah nenas dan jenis bagian buah nenas masing-masing terhadap berat dan ketebalan nata. Kata kunci : nata de pina, limbah nanas, Ananas comosus

ABSTRACT

Producing nata from fruit waste of local pineapple fruit (A. comosus, L) i.e. fruit kernel, husk,

husk containing seed and internal fruit, have been done. Pineapple sample was obtained from local marked on Klaten and was classified into three classes i.e. super, medium and small. The fruit was peeled to get four raw material and each of them was weighted. The material was blended and the filtrate was separated and mixed with water (ratio 1:1), sugarcane (3 % w/v) and ureic salt (0.4 % w/v). The solution was sterilized, inoculated and incubated for 21 days and after that the nata was produced. The product was washed with water and characterized of the weight, thickness and texture. The result showed that there is no evidence of the pineapple fruit class and the part of the fruit into the weight and the thickness of nata. Keywords : nata de pina, pineapple waste, Ananas comosus

Page 41: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

PENDAHULUAN

Nenas merupakan salah satu

tanaman komoditi yang banyak ditanam di

Indonesia, meliputi jenis nenas Cayenne atau

Queen. Prospek agrobisnis nenas sangat

cerah, cenderung semakin meningkat baik

untuk kebutuhan buah segar maupun sebagai

bahan olahan. Bagian utama yang bernilai

ekonomi penting dari tanaman nenas adalah

buahnya, yang berasa manis sampai agak

masam menyegarkan, sehingga disukai oleh

masyarakat luas. Di samping itu buah nenas

mengandung gizi yang cukup tinggi dan

lengkap. Permintaan nenas sebagai bahan

baku industri pengolahan buah-buahan juga

semakin meningkat misal untuk sirup, keripik,

dan berbagai produk olahan nenas seperti

nata (Rukmana, 1996). Menurut data Biro

Pusat Statistik (1996), produksi buah nenas di

Jawa Timur pada tahun 1994 mencapai

444.507 ton. Sebagai komoditi hortikultura,

buah nenas telah banyak diolah menjadi

berbagai macam produk seperti jam, sirup,

sari buah, nektar serta buah dalam botol atau

kaleng. Dari berbagai macam pengolahan

tersebut, akan diperoleh limbah nenas dalam

jumlah yang cukup besar. Limbah buah nenas

tersebut terdiri dari : limbah kulit, limbah mata,

dan limbah hati. Limbah atau hasil ikutan

(side product) nenas belum banyak

dimanfaatkan dan relatif hanya dibuang begitu

saja.

Mengingat limbah atau hasil ikutan

nenas belum banyak dimanfaatkan dan dapat

menimbulkan masalah lingkungan maka

pemanfaatan dari limbah nenas perlu dicari

terobosannya. Salah satu alternatif

pemanfaatan limbah nenas yang dapat

dilakukan adalah dengan pemanfaatannya

menjadi produk nata de pina. Nata merupakan

produk fermentasi dengan bantuan bakteri

Acetobacter xylinum. Dilihat dari namanya

bakteri ini termasuk kelompok bakteri asam

asetat (aceto : asetat, bacter : bakteri). Jika

ditumbuhkan di media cair yang mengandung

gula, bakteri ini akan menghasilkan asam

cuka atau asam asetat dan padatan putih

yang terapung di permukaan media cair

tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal

sebagai nata (Sarangih, 2004). Pada

dasarnya produksi nata dengan media sari

buah nenas telah banyak dilakukan yakni

dikenal sebagai nata de pina, tetapi dengan

mencoba produksi nata dengan

menumbuhkan bakteri A. xylinum pada media

limbah buah nenas belum dilakukan.

Untuk dapat mengaktifkan produksi

nata oleh bakteri dibutuhkan nutrien dari

media yang mengandung gula, nitrogen,

vitamin dan mineral. Berdasarkan kebutuhan

nutrien ini maka limbah buah nenas diduga

cukup bermanfaat sebagai media

pertumbuhan bakteri nata. Limbah buah

nenas baik limbah kulit, limbah mata maupun

limbah hati diharapkan mampu memberikan

nutrien bagi A. xylinum sehingga dapat

menghasilkan nata. Di pasaran, buah nenas

terdapat dalam berbagai golongan ukuran

yakni ukuran super, sedang dan kecil. Pada

penelitian ini dilakukan produksi nata dengan

memanfaatkan limbah buah nenas dari variasi

Page 42: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

ukuran buah nenas tersebut serta variasi jenis

bagian limbah buah nenas meliputi limbah

kulit, limbah mata dan limbah hati

Perlu diketahui bahwa komponen yang

cukup berperan sebagai media pertumbuhan

nata, adalah sumber karbon dan sumber

nitrogen karena sebagai nutrisi bagi

pertumbuhan bakteri A. xylinum. Sumber

karbon sebagai salah satu unsur pembentuk

nutrisi untuk medium fermentasi dapat berupa

glukosa, fruktosa dan sukrosa. Pada kedua

bahan tersebut, komponen-komponen ini

tersedia dan berpotensi sebagai sumber

nutrien bagi bakteri A. xylinum. Menurut Lapuz

dkk (1967), sukrosa dan glukosa pada

konsentrasi 10 % memberikan hasil nata yang

paling tebal dibandingkan dengan sumber

gula lainnya. Bila dibandingkan antara

penggunaan glukosa dan sukrosa, nata yang

dihasilkan karena penggunaan glukosa akan

lebih tebal, sehingga sumber karbon terbaik

bagi pembentukan nata adalah glukosa. Hal

ini dapat dipenuhi dari bagian buah nenas

termasuk limbah yang dihasilkan dari olahan

buah nenas.

Pada umumnya buah nenas memiliki

bagian-bagian yang bersifat buangan, bagian-

bagian tersebut yaitu tunas daun, kulit luar,

mata dan hati. Untuk tunas daun tidak

mungkin dimanfaatkan sebagai media nata.

Pada bagian kulit yang merupakan bagian

terluar, memiliki tekstur yang tidak rata, dan

banyak terdapat duri-duri kecil pada

permukaan luarnya. Biasanya pada bagian ini

merupakan bagian yang pertama dibuang oleh

masyarakat karena bagian ini tergolong

bagian yang tidak dapat dikonsumsi langsung

sebagai buah segar. Bagian mata merupakan

bagian ke dua setelah kulit yang dibuang oleh

masyarakat. Mata memiliki bentuk yang agak

rata dan banyak terdapat lubang-lubang kecil

menyerupai mata. Bagian terakhir yang juga

merupakan bagian buangan adalah hati. Hati

merupakan bagian tengah dari buah nenas,

memiliki bentuk memanjang sepanjang buah

nenas, memiliki tekstur yang agak keras dan

rasanya agak manis. Hati nenas dapat juga

dimanfaatkan dengan mengambil tepungnya.

Kadar tepung hati nenas yang sudah tua

berkisar antara 10% - 15% dari berat segar.

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk

preparasi nata de pina terdiri atas kertas uji

indikator, gelas kaca, timbangan, gelas ukur,

alat pemanas / kompor listrik, kertas koran,

kain flannel / saringan, dan pengaduk.

Bahan–bahan yang digunakan untuk

pembuatan sampel yaitu nenas lokal (A.

comosus, L) yang berasal dari pasar buah

Klaten, starter nata yang diperoleh dari

Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Bahan-

bahan lain adalah : gula, urea, air bersih dan

asam asetat.

Prosedur Penelitian

Preparasi sampel Buah nenas segar ditimbang dan

dikelompokkan berdasarkan pada ukuran

buah nenas. Buah nenas yang sudah

ditimbang kemudian dikupas dan dipisahkan

antara kulit, mata, daging buah dan hati buah.

Page 43: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

Masing-masing bagian hasil pemisahan

tersebut ditimbang kembali.

Pembuatan Nata De Pina 1. Analisis komposisi bahan

Nenas yang digunakan dalam

penelitian ini adalah nenas yang memiliki

jenis kelas yang berbeda-beda, yaitu

nenas dengan kelas I, kelas II dan kelas

III. Terhadap setiap kelas buah nenas

dilakukan penimbangan buah, selanjutnya

buah dikupas dan bagian-bagiannya

dikelompokkan menjadi bagian kulit luar,

kulit bermata, hati dan daging buah.

2. Proses pembuatan nata de pina

Untuk setiap bahan limbah kulit,

limbah mata, limbah hati, daging buah

tersebut masing-masing diblender dengan

menambahkan air dengan perbandingan

volume bahan : air = 1 : 1, kemudian

disaring menggunakan kain flannel untuk

memisahkan kotorannya. Filtrat

dimasukkan ke dalam wadah,

ditambahkan gula pasir dan urea (masing-

masing 30 g dan 4 g per liter hasil

blenderan) dan diaduk hingga larut.

Bahan direbus hingga mendidih selama

10 – 15 menit. Busa dan kotoran yang

timbul selama pendidihan dibersihkan.

Ke dalam masing-masing larutan

media ditambahkan asam asetat glasial

dengan perbandingan 10 mL per liter air

hasil blenderan, diaduk hingga merata lalu

diangkat dari tungku / kompor.

Selanjutnya diambil 200 mL media

fermentasi dituangkan ke dalam 3 gelas

kaca yang bersih saat masih panas (untuk

setiap bahan / media). Kemudian gelas

kaca tersebut ditutup dengan kertas koran

yang bersih, lalu diikat dengan tali karet /

rafia.

Media fermentasi tersebut

kemudian didinginkan sekitar 2 – 3 jam

sehingga suhunya berkisar 28 – 30 °C

karena starter nata akan mati jika

ditambahkan pada saat suhu media masih

tinggi. Setelah itu bibit nata dapat

diinokulasikan Untuk menuangkan bibit

nata ke dalam media sebanyak 20 mL per

200 mL media. Lalu gelas ditutup seperti

semula dan diikat dengan tali karet.

Gelas yang berisi media yang

diberi starter nata diletakkan ke ruang

fermentasi, yang remang-remang karena

bakteri nata tidak memerlukan penyinaran

langsung untuk pertumbuhannya.

Fermentasi dilakukan selama 21 hari di

ruang dengan suhu berkisar antara 28 –

30 °C. Produk nata yang diperoleh

dilakukan pencucian sampai tidak asam

dan siap untuk dilakukan analisis. Produk

nata setiap proses ditentukan meliputi

berat, ketebalan dan warna / kecerahan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam proses pembuatan nata, starter

yang digunakan dalam proses fermentasi

adalah bakteri A. xylinum, bakteri ini jika

ditumbuhkan di media cair yang mengandung

gula akan menghasilkan asam cuka atau

asam asetat dan lapisan putih yang terapung-

apung di permukaan media cair tersebut.

Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai

nata. Wujud nata berupa sel berwarna putih

Page 44: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

hingga abu-abu muda, tembus pandang dan

teksturnya kenyal seperti kolang kaling

(daging buah enau muda). Nata agak berserat

dalam keadaan dingin dan agak rapuh pada

saat panas.

Tanda awal tumbuhnya bakteri nata

dapat dilihat dari keruhnya media cair setelah

difermentasi selama 24 jam pada suhu kamar.

Setelah 36-48 jam, lapisan tipis yang tembus

cahaya mulai terbentuk di permukaan media

dan cairan di bawahnya mulai semakin jernih.

Pembentukan nata terjadi karena proses

pengambilan glukosa dari larutan media, gula

atau medium yang mengandung glukosa oleh

sel–sel A. xylinum. Kemudian glukosa tersebut

digabungkan dengan asam lemak membentuk

prekursor pada membran sel. Prekursor ini

selanjutnya dikeluarkan dalam bentuk ekskresi

dan bersama enzim mempolimerisasikan

glukosa menjadi selulosa di luar sel (Susanto,

2000).

Selulosa merupakan salah satu

polimer alam yang banyak digunakan.

Dewasa ini bacterial sellulose, yakni selulosa

yang dihasilkan secara fermentasi

menggunakan bakteri dikenal sebagai salah

satu sumber selulosa. Selulosa adalah polimer

tak bercabang dari glukosa yang dihubungkan

melalui ikatan 1,4-β-glikosida. Serat selulosa

mempunyai kekuatan fisik yang tinggi

terbentuk dari fibril-fibril yang tergulung seperti

spiral dengan arah-arah yang berlawanan

menurut satu sumbu.

Analisis kuantitas bagian buah nenas

Sebelum diadakan penelitian,

dilakukan penimbangan buah nenas yang

sudah dikelompokkan berdasarkan jenis

limbah dan daging buah nenas baik dari

nenas kelas I, II, dan III. Penimbangan ini

dilakukan untuk mengetahui sejauh mana

perbedaan berat dari ketiga kelas nenas

tersebut. Dari hasil penimbangan tersebut

maka diperoleh rerata berat dan standar

deviasi limbah nenas dan daging buah. Untuk

mengetahui pengaruh terhadap ketiga jenis

kelas buah nenas maka dibuat grafik seperti

dalam gambar 1.

Dari gambar 1 dapat diperoleh

kesimpulan bahwa pada ketiga grafik tersebut

mempunyai nilai persen berat rata–rata yang

relatif tidak berbeda antara ketiga kelas pada

masing-masing jenis bagian buah nenas.

Ketiga kelas tersebut besarnya persentase

limbah kulit berkisar antara 21,73 - 24,48 %,

limbah mata berkisar antara 11,09 - 13,26 %,

daging buah berkisar antara 45,24 - 48,00 %,

dan limbah hati berkisar antara 16,43 - 17,48

%. Data tersebut menunjukkan bahwa nenas

kelas I tidak dengan serta merta menghasilkan

daging buah paling banyak (dianggap tidak

ada variabilitas cara pengupasan).

Pengelompokkan bagian buah nenas

berdasarkan pada urutan nenas dikupas dan

dipisah–pisahkan. Berdasarkan data rerata

persentase, urutan dari yang terendah untuk

ketiga data adalah : limbah mata, limbah hati,

limbah kulit dan yang paling banyak / nilai

tertinggi adalah daging buah.

Ukuran rerata persentase untuk

daging buah nenas kelas I sampai kelas III

berkisar dari 45,24 – 48,00 %. Bagian ini

merupakan bagian buah yang paling banyak,

karena persentasenya hampir separo dari

Page 45: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

seluruh berat buah nenas. Tentu saja bagian

ini merupakan bagian yang paling disukai oleh

konsumen, selain dapat dikonsumsi sebagai

buah segar juga dapat diolah menjadi produk

makanan lain. Mengingat bagian ini yang

mempunyai nilai ekonomi maka penggunaan

bagian buah ini tidak diprioritaskan sebagai

media nata.

Rerata persentase bagian buah nenas

menunjukkan bahwa jumlah rerata untuk

limbah kulit nenas kelas I sampai kelas III

berkisar dari 21,73 – 24,48 %. Pada bagian ini

mempunyai karakteristik fisik yang tidak rata,

agak keras dan terdapat ruas-ruas (buku-

buku) yang berduri halus. Kulit merupakan

bagian paling luar dari buah nenas, sehingga

pada bagian atasnya terdapat mahkota

(Crown) dan pada bagian bawah biasanya

tumbuh tunas buah. Tunas-tunas tersebut

dapat digunakan sebagai alat perbanyakan

tanaman secara vegetatif.

Rerata persentase limbah mata untuk

nenas kelas I sampai kelas III berkisar dari

11,09 – 13,26 %. Mata merupakan bagian

kedua setelah kulit, bagian ini mempunyai

tekstur yang lunak dan terdapat lubang-lubang

kecil yang melingkar menyerupai mata.

Hasil penimbangan limbah hati

diperoleh data rerata persentase dari buah

nenas kelas I sampai kelas III berkisar dari

16,43 – 17,48 %. Limbah hati mempunyai

tekstur yang agak keras dan berserat, bagian

ini merupakan bagian buah nenas yang paling

tengah.

Pada dasarnya data rerata persentase

dari masing-masing jenis bagian buah untuk

ketiga kelas buah nenas tersebut tidak

menunjukkan perbedaan yang jauh.

Kemungkinan hal ini disebabkan karena

perbedaan ukuran dan berat buah nenas yang

digunakan hampir sama, dan juga karena

faktor pengupasan yang tidak bisa stabil

antara buah nenas kelas I, II dan kelas III.

Dari uraian tersebut dapat diperoleh

fakta bahwa limbah buah nenas yang tidak

dimanfaatkan relatif cukup besar yakni lebih

dari 50 % sendiri. Limbah ini kalau dibuang

akan menambah beban lingkungan berupa

peningkatan jumlah sampah. Apabila limbah

ini diolah lebih lanjut yakni dengan

dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan

bakteri A. xylinum maka diharapkan dapat

memberi nilai tambah buah nenas.

Pengaruh jenis bagian daging buah

terhadap berat nata de pina

Penelitian ini memakai perlakuan

pengenceran medium fermentasi 1:1 (v/v).

Peningkatan berat nata de pina akibat

semakin tinggi ketersediaan glukosa sebagai

sumber karbon, karena pada pembentukan

selulosa tergantung pada kemampuan bakteri

A. xylinum untuk menggunakan gula yang ada

dalam medium sebagai sumber karbon.

Menurut Alaban (1962) dan Lapuz dkk

(1967) dalam fermentasi salah satu faktor

yang harus diperhatikan adalah sumber

karbon yang digunakan dalam medium

fermentasi. Jenis sumber karbon tersebut

mudah atau tidak digunakan oleh mikroba.

Peneliti tersebut juga mengemukakan bahwa

gel selulosa tidak terbentuk jika di dalam

medium tidak tersedia glukosa atau oksigen.

Dengan demikian apabila sumber karbon

Page 46: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

tersebut digunakan oleh A. xylinum dengan

semakin mudah dan ketersediaan oksigen

yang cukup maka selulosa akan lebih cepat

dan mudah terbentuk.

Dari proses perlakuan fermentasi

selama 21 hari dan volume dalam setiap

wadah fermentasi adalah 200 mL maka

diperoleh nata de pina dengan berat dan

ketebalan. Data selengkapnya mengenai berat

nata de pina disajikan dalam lampiran. Berikut

adalah data rerata berat dan standar deviasi

nata yang dihasilkan disajikan pada Gambar

2. Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa harga

rata–rata yang paling tinggi untuk berat nata

de pina dari ketiga kelas nata, terdapat pada

media yang berasal dari daging buah nata

kelas I yaitu sebesar 11,82 g.

Dari gambar dapat dilihat juga bahwa

nata yang dihasilkan oleh daging buah yang

paling banyak untuk nata yang berasal dari

nenas kelas I dan kelas III. Namun untuk nata

yang dihasilkan dari nenas kelas II rata-rata

berat nata yang paling tinggi adalah untuk

nata yang dihasilkan oleh limbah kulit. Pada

nenas kelas I dan kelas II nata yang dihasilkan

oleh limbah kulit dan daging buah

menunjukkan perbedaan yang cukup jauh

tetapi untuk nata yang dihasilkan oleh limbah

mata dan limbah hati perbedaan rerata tidak

berbeda jauh, sedangkan untuk nata yang

dihasilkan oleh nenas kelas III rerata untuk

semua jenis bagian buah nenas tidak berbeda

jauh/hampir sama.

Data hasil pengujian statistik dengan

Analisis Variansi untuk berat nata de pina dari

buah nenas kelas I, kelas II, dan kelas III

selengkapnya dapat dilihat pada tabel IV. 3.

Dari Tabel 1 diperoleh kesimpulan

bahwa untuk setiap nata yang dihasilkan oleh

ketiga kelas nenas diperoleh hasil pengujian

sebagai berikut : Fc1 hitung < Ft1 tabel → ini

berarti Ho diterima, maka dengan diterimanya

Ho menunjukkan bahwa α1 = α2 = α3 = 0 dan

memiliki arti bahwa tidak ada pengaruh

terhadap hasil percobaan akibat penggunaan

media dari jenis limbah dan daging buah yang

berbeda (percobaan 1, 2, 3 tidak memiliki

perbedaan yang cukup berarti dalam

mempengaruhi hasil produksi berat nata de

pina).

Fc2 hitung < Ft2 tabel → ini berarti Ho

diterima, maka dengan diterimanya Ho

menunjukkan bahwa β limbah kulit = β limbah

mata = β daging buah = β limbah hati = 0 dan

berarti pula tidak ada perbedaan yang cukup

signifikan terhadap hasil nata de pina dari

keempat macam media yang digunakan

sehingga dapat dikatakan bahwa rerata hasil

nata dari limbah kulit, limbah mata, daging

buah dan limbah hati tidak ada perbedaan.

Untuk mengetahui apakah ada

perbedaan untuk ketiga kelas nenas terhadap

berat hasil nata yang diperoleh dapat dilihat

melalui tabel 2. Fc2 hitung < Ft2 tabel → ini

berarti Ho diterima, memiliki arti tidak ada

perbedaan terhadap berat hasil nata de pina

dari keempat media untuk keseluruhan

kualitas buah nenas yang digunakan sehingga

rerata hasil nata tidak ada perbedaan.

Dilihat dari hasil pengujian dengan

ANOVA dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan berat hasil nata yang diperoleh

untuk ketiga kelas nata. Nata yang dihasilkan

oleh nenas kelas I memiliki tekstur sebagai

Page 47: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

berikut : nata dari limbah kulit, limbah hati dan

daging buah teksturnya lunak (nilai teksturnya

tinggi) sehingga memiliki struktur serat yang

longgar; nata dari limbah mata memiliki tekstur

yang keras (nilai teksturnya rendah) berserat

dan kenyal.

Nata yang dihasilkan oleh nenas dari

kelas II memiliki tekstur sebagai berikut : nata

yang dihasilkan oleh limbah kulit dan daging

buah memiliki tekstur yang lunak sehingga

tingkat seratnya rendah; nata yang dihasilkan

oleh limbah mata dan limbah hati memiliki

tekstur yang keras dan berserat.

Nata yang dihasilkan oleh nenas dari

kelas III memiliki tekstur sebagai berikut : nata

yang dihasilkan oleh limbah kulit memiliki

tekstur yang lunak sehingga seratnya juga

rendah/kurang berserat sedangkan nata yang

dihasilkan oleh limbah mata, daging buah dan

limbah hati memiliki tekstur yang keras dan

berserat.

Pengaruh jenis bagian daging buah

terhadap ketebalan nata de pina

Kecenderungan peningkatan

ketebalan nata dengan semakin besar

ketersediaan glukosa dalam medium

fermentasi diduga karena dengan tersedianya

glukosa yang lebih banyak bakteri A. xilinum

akan lebih cepat dan lebih banyak merombak

glukosa menghasilkan selulosa. Dari proses

perlakuan fermentasi selama 21 hari dan

volume dalam setiap wadah fermentasi adalah

200 mL maka diperoleh nata de pina dengan

ketebalan seperti disajikan pada tabel 3.

Dari tabel 3 diperoleh hasil ketebalan

nata yang berasal dari daging buah kelas I

adalah 0,43 cm. Di antara hasil ketebalan

yang diperoleh dari jenis bagian buah yang

lain, nata dari daging buah kelas I adalah yang

paling tinggi. Ketebalan juga dipengaruhi oleh

media yang berasal dari jenis kelas buah

nenas yang digunakan, semakin

bagus/kualitas buah semakin tinggi maka nata

yang dihasilkan juga akan semakin banyak

dan tebal.

Dalam penelitian ini digunakan wadah

gelas kaca dengan ukuran dan tinggi yang

sama. Gelas tersebut mempunyai diameter

pada permukaannya 6,7 cm dan diameter

pada bagian bawah gelas adalah 4,2 cm.

Data hasil pengujian statistik dengan

Analisis Variansi untuk ketebalan nata de pina

dari buah nenas kelas I, kelas II, dan kelas III

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4. Dari

hasil pengujian pada tabel IV.6 diperoleh

kesimpulan bahwa besarnya Fc1 hitung < Ft1

tabel dan Fc2 hitung < Ft2 tabel ini berarti

bahwa Ho diterima, maka dengan diterimanya

Ho dapat dikatakan tidak ada pengaruh dalam

hasil ketebalan nata yang diperoleh dari ketiga

percobaan baik dari nenas kelas I, II, dan III.

Dengan demikian, berarti bahwa juga tidak

ada perbedaan terhadap hasil ketebalan nata

dari keempat media yang digunakan baik dari

limbah kulit, limbah mata, daging buah, dan

limbah hati.

Untuk mengetahui apakah ada

perbedaan untuk ketiga kelas nenas terhadap ketebalan hasil nata yang diperoleh dapat dilihat melalui tabel 5 berikut.

Fc2 hitung < Ft2 tabel → ini berarti Ho

diterima, berarti tidak ada perbedaan terhadap

ketebalan hasil nata de pina dari keempat

Page 48: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

media untuk keseluruhan kelas buah nenas

yang digunakan sehingga rerata hasil nata

tidak ada perbedaan baik dari kelas I, II, dan

III.

Warna Nata De Pina

Dari hasil pengamatan secara visual

warna nata de pina diperoleh warna putih

semua, baik dari nata yang berasal dari nenas

kelas I, II, dan III. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh perlakuan pengenceran

medium fermentasi 1:1 (v/v) dan penambahan

sumber karbon (glukosa). Warna nata de pina

sebelum diolah dipengaruhi oleh adanya

kandungan asam yang sangat seimbang

sehingga warna nata de pina menjadi putih.

KESIMPULAN

Berdasarkan data dan hasil

percobaan dan pengujian dengan Analisis

Variansi (ANOVA) untuk kelas I, II, dan III

dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan

untuk berat dan ketebalan nata antara jenis

percobaan dalam mempengaruhi hasil

produksi nata de pina yang dihasilkan

berdasarkan perbedaan antara jenis limbah

dan jenis percobaan.

Berdasarkan hasil pengujian dengan

Analisis Variansi (ANOVA) untuk semua kelas

nata yang dihasilkan, diperoleh kesimpulan

bahwa tidak ada perbedaan untuk ketiga

kualitas nenas yang dihasilkan baik dari berat

dan ketebalan nata.

Dari hasil penelitian dan pengujian

diperoleh bahwa pada penggunaan jenis

limbah dan daging buah yang bervariasi tidak

mempengaruhi hasil produksi nata de pina

yang diperoleh. Kemungkinan pencampuran

limbah kulit, limbah mata, dan limbah hati

sebagai bahan media juga tidak

mempengaruhi hasil nata (hasil dari

penggunaan limbah secara terpisah dengan

pencampuran akan sama saja/tidak memiliki

perbedaan yang cukup signifikan).

DAFTAR PUSTAKA

Alaban, C, 1962, The Studies on The Optimum Conditions for Nata, The Phillipine Agricultural, Volume 45, Manila University, Manila.

Biro Pusat Statistik, 1991, Survei Pertanian Produksi Buah-buahan di Jawa, BPS, Jakarta-Indonesia.

Lapuz, M.N., Gullardo F.G, and Palo M.A, 1967. The Nata Organism Cultural Requiretments Charateristic and Identify, The Philipines Journal of Science. 9:2

Rukmana, R, 1996, Nenas, Budidaya Pasca Panen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Sarangih, Y.P, 2004, Membuat Nata de Coco, Puspa Swara, Jakarta.

Susanto, T, 2000, Pembuatan Nata De Pina dari Kulit Nenas Kajian Dari Sumber Karbon dan Pengenceran Medium Fermentasi, Jurnal Teknologi Pertanian, 58-66.

Page 49: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

24.48 24.48 21.73

13.26 11.09 12.89

45.24 48 47.89

16.47 16.43 17.48

0

10

20

30

40

50

60

Kelas I Kelas II Kelas III

Jenis kelas buah nenas

Pers

en b

erat

(%)

Limbah kulit Limbah mata Daging buah Limbah hati

Gambar 1. Persentase berat bagian buah nenas untuk masing-masing kelas

11.61

9.29

4.79

7.736.49 6.01

11.82

7.646.12

7.47

5.04 4.93

02468

101214

Kelas I Kelas II Kelas III

Jenis kelas buah nenas

Bera

t nat

a (g

)

Limbah kulit Limbah mata Daging buah Limbah hati

Gambar 2 Pengaruh jenis kualitas buah nenas terhadap berat rerata nata de pina dari 200 mL media

Tabel 1 Hasil pengujian dengan ANOVA pengaruh media terhadap berat Jenis nenas Variasi SS df MSS F hitung (Fc) F tabel (Ft)

Efek baris 36,56 2 18,28 Fc1 = 3,00 Ft1 = 5,14 Efek kolom 55,47 3 18,49 Fc2 = 3,04 Ft2 = 4,76

Kelas I

Error 11,64 6 6,09 Efek baris 36,20 2 18,10 Fc1 = 3,00 Ft1 = 5,14 Efek kolom 29,41 3 9,80 Fc2 = 1,63 Ft2 = 4,76

Kelas II

Error 41,57 6 6,03

Page 50: lapres nata_3_selasa siang

Makalah Seminar Nasional Kimia XVIII, Jurusan Kimia FMIPA UGM Yogyakarta, 10 Juli 2008

Efek baris 4,72 2 2,36 Fc1 = 3,00 Ft1 = 5,14 Efek kolom 5,53 3 1,84 Fc2 = 2,33 Ft2 = 4,76

Kelas III

Error 2,63 6 0,79

Tabel 2 Hasil pengujian ANOVA untuk ketiga kelas hasil nata Jenis nenas Variasi SS df MSS F hitung (Fc) F tabel (Ft)

Efek kolom 29,29 3 9,76 Fc2 = 1,46 Ft2 = 3,01 Kelas I, II, III Error 60,17 24 6,68

Tabel 3. Data rerata ketebalan produk nata de pina dari 200 mL media

Rata-rata ketebalan (cm) ± standar deviasi Jenis buah Limbah kulit Limbah mata Daging buah Limbah hati

Kelas I 0,40 ± 0,10 0,23 ± 0,12 0,43 ± 0,15 0,20 ± 0,10 Kelas II 0,30 ± 0,03 0,17 ± 0,12 0,23 ± 0,06 0,10 ± 0,00 Kelas III 0,10 ± 0,00 0,13 ± 0,06 0,13 ± 0,06 0,10 ± 0,00

Tabel 4Hasil pengujian dengan ANOVA pengaruh media terhadap ketebalan

Jenis nenas Variasi SS df MSS F hitung (Fc) F tabel (Ft) Efek baris 0,11 2 0,06 Fc1 = 3,28 Ft1 = 5,14 Efek kolom 0,05 3 0,02 Fc2 = 0,10 Ft2 = 4,76

Kelas I

Error 0,08 6 0,02 Efek baris 0,10 2 0,05 Fc1 = 2,50 Ft1 = 5,14 Efek kolom 0,07 3 0,02 Fc2 = 1,00 Ft2 = 4,76

Kelas II

Error 0,07 6 0,02 Efek baris 0,01 2 0,01 Fc1 = 3,00 Ft1 = 5,14 Efek kolom 0,01 3 0,003 Fc2 = 2,00 Ft2 = 4,76

Kelas III

Error 0,02 6 0,002

Tabel 5 Hasil pengujian ANOVA untuk ketiga kelas hasil nata

Jenis nenas Variasi SS df MSS F hitung (Fc) F tabel (Ft) Efek kolom 0,11 3 0,04 Fc2 = 2,00 Ft2 = 3,01 Kelas I, II, III

Error 0,20 24 0,02

Page 51: lapres nata_3_selasa siang

Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7, No. 3, hal. 105-111, 2010

ISSN 1412-5064

Pembuatan Film Selulosa dari Nata de Pina

Iskandar*, Muhammad Zaki, Sri Mulyati, Umi Fathanah, Indah Sari, Juchairawati

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala Jl. Syech Abdurraruf No. 7, Darussalam, Banda Aceh, 23111

*E-mail: [email protected]

Abstract Preparation of cellulose film from nata de pina, a product of pinapple fermentation, using acetobacter xylinum was done at room temperature for 15 days. The aim of the research is to investigate the effect of sugar concentration and pH on film quality. The fermentation run at sugar concentration of 0, 5, 7.5, 10 and 12.5% and at pH of 3, 5 and 7. Results show that the best nata de pina was obtained at sugar concentration of 10% and pH 5. At these conditions, maximum nata precipitates rendemen was 26,80%, with a moisture content of 80,55%, and the thickness of 3,30 cm. The product nata then can be used to produce cellulose film. The characteristic of the produced film were 8,20 Kgf/mm2 and 11,71% for maximum tensile strength and elongation, respectively. Keywords: acetobacter xylinum, film, nata de pina, selulosa

1. Pendahuluan

Buah nanas selain dikonsumsi sebagai sari

buah, selai, sirup, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata de pina. Pengembangan nata de pina menjadi film sangat menarik untuk dimanfaatkan, salah satunya yaitu untuk kemasan pangan. Lebih lanjut, buah nenas juga

dapat dikembangkan menjadi membran selulosa dan plastik biodegradable. Hal ini dikarenakan film selulosa bersifat biodegradable, sehingga dapat terdegradasi dan ramah lingkungan.

Dalam pembuatan film selulosa dari nata de pina ini melibatkan bakteri Acetobacter

xylinum subs. xylinum. Bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang biak dalam media cair nanas karena mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri dan pembentukan jaringan nata (Heryawan,

2004). Mikroorganisme yang telah lama dikenal sebagai penghasil selulosa adalah dari golongan bakteri terutama Acetobacter. Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai

panjang 2 mikron dengan permukaan din ding yang berlendir. Bakteri ini biasanya

membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel dan menunjukkan gram negatif. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi

glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata (Heryawan,

2004). Penggunaan mikroba untuk industri makanan telah lama dikenal, seperti

pembuatan cuka, roti, yoghurt, nata dan

lain-lain. Banyak makanan yang dapat dihasilkan dari fer-mentasi mikroba antara lain dari bakteri Acetobacter xylinum, salah satunya adalah nata. Nata adalah biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih seperti

gel. Nata biasanya terbuat dari air kelapa yang disebut dengan nata de coco, sedangkan yang terbuat dari sari buah nanas disebut nata de pina. Nata de pina merupakan serat selulosa di permukaan medium nanas dari hasil metabolisme bakteri

Acetobacter xylinum yang mempunyai aktivitas dapat memecah gula untuk

mensintesa selulosa ekstra-seluler. Selulosa yang terbentuk berupa benang-benang yang bersama–sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan yang terus menebal menjadi lapisan nata. Selain itu,

dibandingkan dengan polimer dari mikroba lainnya, nata memiliki beberapa keunggulan, yaitu memiliki sifat fisik mekanik yang tinggi, dan kemurniannya lebih unggul dibandingkan selulosa kayu (Masaoka dkk., 1993). Keuntungan film selulosa adalah dapat

melindungi produk pangan, penampakan asli produk dapat dipertahankan, film terbuat dari

material-material yang dapat diperbaharui (renewable source), yaitu dari senyawa-senyawa organik yang dihasilkan dari bagian tanaman seperti selulosa, sutera, pati dan

protein (Kinzel, 1992).

Page 52: lapres nata_3_selasa siang

Sri Mulyati dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 3

106

Tujuan penelitian pembuatan film dari nata de pina adalah untuk mengetahui pengaruh nata yang dihasilkan oleh bakteri Aceto-bacter xylinum dari fermentasi sari buah nanas,untuk menilai proses fermentasi ber-dasarkan keadaan pengkulturan yang ber-beda. Dan untuk menentukan kuat tarik

(tensile strength) dan elongasi pada film nata de pina. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ten-tang potensi nanas dan bakteri Acetobacter xylinum sebagai bahan baku pembuatan

film untuk kemasan pangan dan juga

dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya seperti membran selulosa dan plastik biodegradable. 2. Metodologi 2.1 Bahan Dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah nanas, Air bibit Acetobacter aceti sub sp xylinum , glukosa, asam asetat glasial 99,8%, aquadest, urea, dan NAOH. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah

Blender , pisau, Gelas ukur 500 ml (Pyrex),

Erlenmeyer 1000 ml (Pyrex), Pipet Volume 25 ml (Pyrex), Timbangan digital (Sartorius), Wadah fermentasi (cetakan aluminium ukuran: 10 cm x 5 cm x 5 cm), Alumunium Foil, pH meter (Hanna), kain kasa, isolasi, penggaris besi, Hot Plate (Yamato, MH 800),

Magnetic Stirer, Oven (Gallenkamp), Desika- tor (Pyrex), Autoclave (ALP), Clean Bench (Dalton), Hidraulic Pressure Press (Rakitan PUSLIT Kakao, Indonesia-Jember) dan Auto-graph (Shimadzu, ASTM Method D-882). 2.2 Prosedur Percobaan

a. Persiapan Cairan Bibit Cairan bibit sebagai starter adalah mikroba Acetobacter aceti subsp xylinum dalam bentuk cair yang berumur 6 hari. Dalam memperbanyak bibit dilakukan dari perba-

nyakan bibit yang sudah ada. Urutan proses perbanyakan bibit adalah sebagai berikut: 1. Dibiarkan air kelapa hingga kotorannya

mengendap. Selanjutnya, disaring meng- gunakan kain kasa dan dipanaskan 1000 ml air kelapa dalam erlenmeyer di atas

hot plate pada kecepatan pengaduk 4

rpm dengan suhu 100oC selama ± 10 menit dengan menggunakan magnetic stirer.

2. Ditambahkan asam asetat glasial seba- nyak 20 ml, gula pasir sebanyak 50 gram, dan urea sebanyak 0,5 gram

kemudian ditutup dengan alumunium foil.

3. Larutan tersebut selanjutnya di autoclave pada suhu 121 oC selama 15 menit.

4. Setelah dingin, larutan tersebut dituang- kan ke dalam wadah fermentasi kemu- dian ditambahkan 10% starter (100 ml).

5. Larutan ditutup kembali dengan alumuni- um foil dan direkatkan dengan isolasi

serapat mungkin. 6. Disimpan wadah-wadah tersebut pada

suhu kamar (30oC) selama 1 minggu. Selama penyimpanan, wadah tidak boleh diguncang, supaya nata tumbuh dengan

baik. Setelah itu bibit siap digunakan.

b. Proses Pembuatan Nata de Pina 1. Buah nanas dikupas lalu dicuci hingga

bersih kemudian diblender. Setelah itu, disaring menggunakan kain kasa hingga ampas terpisah dari sarinya. Sari yang

diperoleh dicampur dengan aquadest dengan perbandingan 1:3.

2. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan asam asetat glasial sebanyak 20 ml, urea 0,5 gram dan gula pasir sesuai konsentrasi masing-masing, ditutup dengan alumini-

um foil. Lalu diaduk di atas hot plate dengan kecepatan pengaduk 4 rpm selama ± 10 menit menggunakan magnetic stirer.

3. Larutan tersebut selanjutnya di autoclave pada suhu 121oC selama 15 menit.

4. Setelah dingin, larutan tersebut di-tuangkan ke dalam wadah fermentasi kemudian di set pH pada 3, 5 dan 7 dengan penambahan larutan buffer yaitu NaOH (basa kuat) dan CH3COOH (asam lemah).

5. Setelah itu, diinokulasikan dengan star-

ter Acetobacter aceti subsp. xylinum yang

berumur 6 hari lalu ditutup kembali dengan aluminium foil dan disimpan didalam inkubator pada suhu kamar (30°C) selama 15 hari. Selama fermen- tasi berlangsung wadah tidak boleh diguncang.

6. Dianalisis rendemen (%), kadar air (%), dan ketebalan lapisan nata (cm).

c. Proses Pembuatan Film 1. Nata yang diperoleh dari hasil fermentasi

kemudian dicuci terlebih dahulu sampai

bersih dari bakteri dan sisa-sisa medium fermentasi dengan air mengalir.

2. Nata yang telah dibersihkan kemudian ditekan pada tekanan 300 Psi dengan Hidraulic Power Press untuk mengeluar- kan airnya.

3. Setelah nata di press menghasilkan

lembaran tipis yang berupa film, lalu dibersihkan kembali kemudian dikering-

Page 53: lapres nata_3_selasa siang

Sri Mulyati dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 3

107

kan dengan oven pada temperatur 125 oC selama 10 menit.

4. Film dikeluarkan dari oven dan didi-nginkan dalam desikator selama ± 15 menit.

5. Lembaran film yang telah kering dipo- tong dengan ukuran 7 x 3,5 cm sehingga

membentuk spesimen untuk menguji kuat tarik.

2.3 Analisis Hasil Mutu Nata de Pina

a. Ketebalan Lapisan Nata

Uji ketebalan dilakukan dengan mengguna-

kan penggaris besi dan nilai ketebalan yang didapat merupakan rata-rata dari lima tempat yang berbeda (Heryawan, 2004)

b. Rendemen Nata de pina yang terbentuk diambil lalu ditiriskan selama 5 menit atau sampai air yang menetes minimum lalu ditimbang dan rendemen dihitung dengan rumus:

Rendemen = 100%xbahanberat

dihasilkanyangnataberat

c. Kadar Air Nata Nata de pina yang dihasilkan lalu ditiriskan selama 5 menit (sampai tetesan air mini- mum). Setelah itu, dilakukan pengepresan

untuk mengurangi kadar air nata de pina dengan tekanan 300 Psi, lalu diovenkan pada suhu 125oC selama 10 menit (Rahadian, 2000). Kemudian dimasukkan ke dalam

desikator selama 15 menit sampai tercapai berat yang konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air = 100%x(sampel)awalberat

akhirberatawalberat

Catatan: Berat awal = berat basah Berat akhir = berat kering

d. pH Untuk sampel yang berbentuk larutan

homogen yang tidak terlarut pekat, maka penentuan pH-nya dapat secara langsung

dengan menggunakan pH meter. e. Uji Kuat Tarik dan Elongasi

Nata de pina hasil fermentasi direbus dan dicuci terlebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut sehingga bersih dari bakteri dan sisa-sisa medium fermentasi. Semakin tebal nata

yang dibersihkan, semakin banyak pencucian yang harus dilakukan. Nata yang dikeringkan dengan cara ditekan pada tekanan 300 PSi untuk mengeluarkan airnya, sambil dipanas- kan pada suhu tertentu sehingga mem- bentuk lembaran. Lembaran nata yang telah kering dipotong sehingga membentuk spe-

simen untuk menguji kuat tarik. 3. Hasil dan Pembahasan Karakterisasi nata de pina dan film dilakukan

untuk mengetahui kualitas dari selulosa film

yang dihasilkan dari nata de pina tersebut. Adapun karakterisasi nata de pina yang ditinjau pada penelitian ini adalah rendemen (%), kadar air (%), dan tekstur ketebalan nata (cm), sedangkan untuk film, kuat tarik (tensile strength) dan elongasi (%) sangat mempengaruhi kualitas film yang dihasilkan.

3.1 Karakteristik Nata de Pina a. Rendemen Rendemen merupakan hasil persentase

pembagian antara berat nata yang dihasilkan

dengan berat bahan. Semakin banyak konsentrasi gula yang ditambahkan ke dalam media, maka rendemen nata yang dihasilkan juga meningkat sampai batas konsentrasi tertentu (Heryawan, 2004). Begitu juga dengan pH, karena pH merupakan faktor

penting untuk pertumbuhan dan pemben- tukan produk nata. Nilai pH cenderung berubah karena pengaruh sumber nitrogen dan karbon. Bakteri Acetobacter xylinum dapat hidup pada kondisi pH yang berkisar antara 3,5-5. Sedangkan pH optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum berkisar

antara pH 5,4-6,3 (Hernawati, 1998).

0

5

10

15

20

25

30

3 5 7 9

Ren

dem

en

(%

)

pH

Kons. gula 0%Kons. gula 5%Kons. gula 7,5%Kons. gula 10%Kons. gula 12,5% Gambar 1. Hubungan antara konsentrasi gula

dan pH terhadap rendemen Nata de Pina.

Page 54: lapres nata_3_selasa siang

Sri Mulyati dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 3

108

Gula sebagai sumber karbon, digunakan dalam proses fermentasi nata yang berasal dari senyawa karbohidrat yang tergolong monosakarida dan disakarida. Pada dasarnya penambahan konsentrasi gula yang berlebih, dapat mempengaruhi tekstur nata dan dapat

mengakibatkan terbentuknya limbah baru berupa buangan dari sisa gula tersebut. Tetapi penambahan gula yang terlalu sedikit pun juga akan mengakibatkan nata yang dihasilkan tidak optimal karena sintesis enzim

akan terganggu sehingga mengakibatkan

metabolisme sel dalam bentuk nata (Heryawan, 2004). Hubungan antara pH dan konsentrasi gula terhadap rendemen nata de pina dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 memperlihatkan bahwa pada penambahan konsentrasi gula 10%

menghasilkan rendemen maksimum yaitu 26,80% dan mengalami penurunan rendemen pada saat penambahan konsentrasi gula 12,5% yaitu 21,55%, sedangkan tanpa penambahan gula menghasilkan rendemen terendah yaitu

13,93%. Hal tersebut disebabkan karena

pada saat penambahan konsentrasi gula 10% merupakan konsentrasi optimum bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, sedangkan untuk penambahan gula diatas 10% menyebabkan terjadinya plasmolisis (dehidrasi) dalam sel-sel bakteri tersebut,

sehingga menurunkan pembentukan selulosa dan juga menghasilkan rendemen yang rendah. Plasmolisis merupakan proses keluarnya air sel dari membran sitoplasma yang kemudian mengkerut dan terpisah dari dinding sel akibat konsentrasi osmotik medium jauh lebih tinggi dari pada sel

mikroba itu sendiri. Gula merupakan sumber energi bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, dimana konsentrasi gula atau jenis substrat mempengaruhi pertumbuhan sel dan pembentukan produk (Hernawati, 1998). Pada penelitian ini, pH optimum yang

diperoleh yaitu pada pH 5, karena kondisi ini menghasilkan rendemen maksimum yaitu 26,80% dan mengalami penurunan rendemen pada pH 7 yaitu 24,80%, pada penambahan konsentrasi gula 10%. Sedangkan pada pH 3 nata tidak dapat

terbentuk karena pada pH tersebut kondisi

media terlalu asam, sehingga tidak menghasilkan rendemen. b. Kadar Air Kadar air pada nata merupakan hasil per-

sentase pembagian antara berat air yang

hilang dengan berat nata mula-mula (Rulianah, 2002). Kemampuan Acetobacter xylinum mengkonversi gula dengan baik menyebabkan air pada media fermentasi berkurang. Bahkan terkadang media menjadi kering. Semakin banyak gula yang ditambahkan dalam media fermentasi, maka

menyebabkan kadar air menjadi turun sampai batas penambahan konsentrasi tertentu (Heryawan, 2004). Begitu juga dengan pH, karena pH merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan

pembentukan produk nata. Nilai pH

cenderung berubah karena pengaruh sumber nitrogen dan karbon. Bakteri Acetobacter xylinum dapat hidup pada kondisi pH yang berkisar antara 3,5-5. Hubungan antara pH dan konsentrasi gula terhadap kadar air nata de pina dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 menunjukkan bahwa pada

penambahan konsentrasi gula 10%, diperoleh kadar air terendah yaitu 80,55% dan mengalami peningkatan kadar air pada saat penambahan konsentrasi gula 12,5% yaitu 91,15%, sedangkan tanpa penambahan gula

menghasilkan kadar air tertinggi yaitu

98,17%. Hal tersebut disebabkan karena pada saat penambahan konsentrasi gula 12,5% menyebabkan terjadinya plasmolisis (dehidrasi) dalam sel-sel Acetobacter xylinum, sehingga menurunkan pembentukan selulosa dan menyebabkan kadar air meningkat.

0

20

40

60

80

100

120

3 3,5 4 4,5 5 5,5 6 6,5 7 7,5

Kad

ar

Air

(%

)

pH

Kons. gula 0%

Kons. gula 5%

Kons. gula 7,5%

Kons. gula 10%

Kons. gula 12,5%

Gambar 2. Hubungan antara kKonsentrasi gula

dan pH terhadap kadar air Nata de Pina.

Pada penelitian ini, pH optimum yang

diperoleh yaitu pada pH 5, karena pada kondisi ini diperoleh kadar air yang terendah

yaitu 80,55% dan mengalami peningkatan kadar air pada pH 7 yaitu 86,75%, pada penambahan konsentrasi gula 10%. Sedangkan pada pH 3 nata tidak dapat terbentuk karena pada pH tersebut kondisi

Page 55: lapres nata_3_selasa siang

Sri Mulyati dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 3

109

media terlalu asam sehingga tidak diperoleh kadar air. Pada penambahan konsentrasi gula sampai batas tertentu, pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum semakin optimal dan massanya akan bertambah besar untuk mem

bentuk selulosa yang lebih banyak. Hal tersebut disebabkan oleh penambahan konsentrasi gula sebesar 10% merupakan kondisi optimum bagi bakteri untuk mengubah glukosa menjadi selulosa yang

mengakibatkan selulosa yang terbentuk

semakin tebal dan jaringan selulosa akan semakin rapat sehingga air yang terperangkap semakin kecil yang mengakibatkan kadar air turun (Heryawan, 2004; Gennadios, 1994; Buckle, dkk., 1987). c. Ketebalan

Tekstur merupakan suatu nilai yang menunjukkan ketebalan suatu bahan. Nilai tekstur dipengaruhi oleh nilai pH, seperti yang diketahui pH optimum untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum yang

berkisar antara pH 5,4–6,3 (Hernawati,

1998). Ketebalan nata meningkat seiring pertambahan pH. Pada pH 3 sampai dengan pH 5 ketebalannya meningkat dan menurun pada pH 7. Ini berarti pH 5 merupakan pH optimum pembentukan nata, sehingga pada pH 5 nata yang terbentuk kenyal dan baik.

Namun pada pH 7 nata yang terbentuk sudah sedikit lembek. Sedangkan pada pH 3 nata tidak dapat terbentuk karena pada pH tersebut kondisi media terlalu asam (lapuz dkk., 1967). Hubungan antara pH dan konsentrasi gula terhadap ketebalan nata de pina da-pat dilihat pada Gambar 3.

0

1

2

3

4

3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5

Kete

bala

n N

ata

de P

ina (

cm

)

pH

Kons. gula 0%Kons. gula 5%Kons. gula 7,5%Kons. gula 10%Kons. gula 12,5%

Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi gula

dan pH terhadap ketebalan Nata de Pina.

Pada gambar 3 terlihat bahwa semakin banyak konsentrasi gula yang ditambahkan dalam media, maka ketebalan nata juga meningkat sampai batas konsentrasi 10%, sedangkan pada penambahan konsentrasi

diatas 10% ketebalannya menurun. Pada penambahan konsentrasi gula 10% diperoleh ketebalan tertinggi yaitu 3,30 cm dan mengalami penurunan ketebalan pada saat tanpa penambahan konsentrasi gula yaitu

1,58 cm, sedangkan pada penambahan

konsentrasi gula 12,5% diperoleh ketebalan yaitu 2,67 cm. Hal tersebut disebabkan karena pada saat penambahan konsentrasi gula 10% merupakan konsentrasi optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum, untuk mengubah glukosa menjadi selulosa, sehingga nata yang terbentuk lebih padat

dan lebih kenyal, sedangkan untuk penam-bahan gula diatas 10% menyebabkan ter-jadinya plasmolisis (dehidrasi) dalam sel-sel Acetobacter xylinum, sehingga menu-runkan pembentukan selulosa dan diperoleh kete-balan yang rendah.

Gula merupakan sumber energi bagi pertum-buhan bakteri Acetobacter xylinum, dimana konsentrasi gula atau jenis substrat mempe-ngaruhi pertumbuhan sel dan pembentukan produk. Hasil pengamatan membuktikan bahwa nata de pina memiliki pH optimum

yang sama dengan nata de coco yaitu pada pH 5. Selain itu hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa nata tidak bisa hidup pada pH yang terlalu asam. Sedangkan pada keadaan pH netral tekstur nata menjadi tidak bagus. Tekstur nata yang menurun pada pH 7 membuktikan bahwa pada pH netral

mendekati basa, nata tidak mungkin untuk terbentuk lagi karena disebabkan oleh metabolisme sel bakteri yang semakin menurun (Hernawati, 1998; Awang, 1999; De ley, 1984). Menurut Heryawan (2004) terjadinya

peningkatan ketebalan nata erat kaitannya dengan aktivitas bakteri Acetobacter xylinum. Dalam medium cairan Acetobacter xylinum dapat membentuk suatu lapisan yang mencapai ketebalan beberapa senti meter. Dengan demikian, pada konsentrasi gula

10% dan pH 5 merupakan kondisi optimum,

dimana jumlah gula yang ditambahkan menjadi sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengubah glukosa menjadi selulosa sehingga lapisan selulosa yang berupa selaput lendir hasil metabolisme akan semakin tebal.

Page 56: lapres nata_3_selasa siang

Sri Mulyati dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 3

110

3.2 Karakteristik Film a. Kuat Tarik (Tensile Strength) Kualitas suatu film sangat tergantung pada kekuatan tarik dan elongasi (perpanjangan) dari film tersebut. Kuat tarik merupakan

salah satu sifat mekanis untuk mengukur kekuatan film. Kuat tarik adalah gaya tarik maksimum yang dapat ditahan oleh film selama pengukuran berlangsung sampai film terputus, sehingga kuat tarik dari suatu film

sangat berpengaruh terhadap kualitas dari

film tersebut. Semakin tinggi kekuatan tarik suatu film maka semakin bagus kualitas dari film tersebut. Dalam hal ini, kekuatan film sangat dipengaruhi oleh kandungan selulosa pada penambahan konsentrasi gula ke dalam media cair untuk pembuatan film. Hubungan antara pH dan konsentrasi gula terhadap

kuat tarik dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi gula ke

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5

Ku

at

Tari

k (

Kg

f/m

m2)

pH

Kons. gula (0%)Kons. gula (5%)Kons. gula (7,5%)Kons. gula (10%)Kons. gula (12,5%)

Gambar 4. Hubungan antara Konsentrasi Gula

dan pH Terhadap Kuat Tarik Nata de Pina.

dalam media cair, maka kandungan selulosa meningkat sampai batas penambahan

konsentrasi gula 10% dan akan mengalami penurunan pada penambahan konsentrasi gula diatas 10%, sedangkan tanpa penambahan konsentrasi gula tidak menghasilkan kandungan selulosa. Dengan begitu, semakin tinggi penambahan

konsentrasi gula, maka semakin tinggi pula kekuatan tarik dari film tersebut. Pada

konsentrasi gula 10%, pH 5 dan 7 diperoleh nilai kuat tariknya sebesar 8,20 dan 8,04 kgf/mm2, sedangkan pada konsentrasi 12,5%, pH 5 dan 7 diperoleh nilai kuat tarik sebesar 6,94 dan 6,73 kgf/mm2. Hal ini

dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Pada penambahan

konsentrasi gula 10%, kuat tarik yang dihasilkan semakin optimal dan massanya bertambah besar untuk membentuk selulosa yang lebih banyak. Kandungan selulosa juga meningkat sehingga kuat tarik film tersebut semakin elastis. Sedangkan untuk penam-bahan konsentrasi gula diatas 10%

menyebabkan terjadinya plasmolisis dalam sel-sel Acetobacter xylinum, sehingga menurunkan pembentukan selulosa dan menyebabkan kuat tariknya menjadi rendah.

b. Elongasi

Nilai elongasi atau persen perpanjangan merupakan perubahan panjang maksimal film sebelum terputus. Nilai elongasi atau persen perpanjangan dari suatu film juga sangat berpengaruh terhadap kualitas dari film tersebut. Semakin tinggi persen elongasi dari

suatu film maka semakin bagus kualitas dari film tersebut. Persen elongasi ini berbanding lurus dengan kuat tarik suatu film tersebut. Persen elongasi ini juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa pada penambahan konsentrasi gula ke dalam media cair untuk

pembuatan film (Dayanti, 2006). Hubungan

antara pH dan konsentrasi gula terhadap elongasi dapat dilihat pada Gambar 5.

0

2

4

6

8

10

12

14

3 4 5 6 7 8

Elo

ngasi (

%)

pH

Kons. gula (0%) Kons. gula (5%)

Kons. gula (7,5%) Kons. gula (10%)

Kons. gula (12,5%)

Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi gula

dan pH terhadap persen elongasi Nata de Pina.

Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin tinggi selulosa pada penambahan konsen-trasi gula ke dalam media cair, maka se-makin tinggi nilai elongasi dari film tersebut.

Pada konsentrasi gula 10%, pH 5 dan 7 diperoleh nilai elongasi sebesar 11,71 dan 10,57%, sedangkan pada konsentrasi 12,5%, pH 5 dan 7 diperoleh nilai elongasi 10,29 dan

Page 57: lapres nata_3_selasa siang

Sri Mulyati dkk. / Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan Vol. 7 No. 3

111

9,71%. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan bakteri Aceto-bacter xylinum karena pada penambahan konsentrasi gula 10%, massa yang dihasilkan bertambah besar untuk membentuk selulosa yang lebih banyak, maka kandungan selulosa juga meningkat sehingga menghasilkan persen elongasi yang

maksimal. Sedangkan untuk pe-nambahan konsentrasi gula diatas 10% me-nyebabkan terjadinya plasmolisis dalam sel-sel Acetobacter xylinum, sehingga menurunkan pembentukan selulosa dan menyebabkan

persen perpanjangannya menjadi tidak

maksimal. Berdasarkan data pada Gambar 3.5 menunjukkan nilai elongasi yang diperoleh berkisar antara 2,429-11,714%. 4. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Peningkatan konsentrasi gula sampai

batas 10% pada pH 5 dapat meningkatkan rendemen juga ketebalan

nata, dan menurunkan kadar air. Namun

pada konsentrasi gula diatas 10% dapat menurunkan rendemen juga ketebalan, dan kadar airnya meningkat.

2. Nilai kuat tarik film selulosa yang diperoleh antara 4,08-8,20 Kgf/mm2. Penigkatan konsentrasi gula sampai batas

10% pada pH 5 dapat meningkatkan nilai kuat tarik film selulosa yang dihasilkan. Namun pada konsentrasi gula diatas 10% dapat menurunkan nilai kuat tarik film selulosa.

3. Nilai persen elongasi film selulosa yang diperoleh antara 2,42-11,71%.

Peningkatan konsentrasi gula sampai batas 10% pada pH 5 dapat meningkatkan nilai elongasi film selulosa yang dihasilkan. Namun pada konsentrasi gula diatas 10% dapat menurunkan nilai elongasi film selulosa.

Daftar Pustaka Anies, H. (2002) Bahaya sampah plastik bagi

kesehatanhttp://www.suaramerdeka.com/harian/0201/28/ragam1.htm. Tanggal

akses: 22 Oktober 2008.

Awang, M. R. (1999) Bahaya Bahan Kimia dalam Pembungkus Plastik. Terdapat

pada http://www.prn2.usm.my/mainsite/bulletin/kosmik/1999/kosmik12.html. Tanggal akses: 22 Oktober 2008.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wooton, M. (1987) Ilmu Pangan, UI-Press, Jakarta.

De Ley, J. (1984) Acetobacteraceae Gillis and

De Ley, dalam Krieg, N. R., Holt, J. G.: Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, edisi 1, Vol. 1, the Williams and Wilkins Co., Baltimore, 267-274.

Dull, C. G. (1971) The Pineapple General, di

dalam Hulmer. a. c. (ed), The

Biochemistry of Fruits and Their Product, Academic Press, London, New York.

Forng, E. R., Anderson, S. M., Cannon, R. E. (1989) Synthetic medium for acetobacter xylinum that can be used for isolation of auxotrophic mutan and study of cellulose biosynthesis, Applied and Environmental

& Microbioogy,55, 1317-1319. Gennadios, A., McHugh, T. H., Weller, C. L.,

Krochta, J. M. (1994) Edible coating and film based on protein, dalam Edible Coating and Film to Improve Food Quality; Krochta, J. M., Baldwin, E. A.,

Nisperros-Carriedo, N., Eds., Technomic

Pub., USA, 201-278. Hestrin, S., Schramm, M. (1954) Synthetic of

cellulose by acetobacter xylinum preparation of freeze dried cells capable of polymerizing glucose to cellulose, Biochemical Journal, 58, 345-352.

Heryawan, K. (2004) Pengaruh Konsentrasi Gula dan Lamanya Waktu Fermentasi terhadap Mutu Nata de Pina, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

Hernawati, A. (1998) Kajian Pengaruh pH,

Jenis dan Konsentrasi Sumber Karbon pada Produksi Selulosa, Fakultas Teknokogi Pertanian, IPB. Bogor.

Kinzel, B. (1992) Protein-rich edible coatings for foods, Agricultural research, 20-21.

Lapuz, M. M., Gollardo E. G., Palo M. A. (1967) The organism and culture

requirements, characteristics and identity, The Philippine Journal Science, 98, 191 – 109.

Masaoka, C., Ohe, T., Sakato, N. (1993) Production of cellulose from glucose by acetobacter xylinum. Journal Fermen-

tation Bioengineering, 75, 18-22.

Page 58: lapres nata_3_selasa siang

MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 16, NO. 1, APRIL 2012: 63-67

63

PINEAPPLE LIQUID WASTE AS NATA DE PINA RAW MATERIAL

Agus Sutanto

Biologi Education Department, University of Muhammadiyah Metro, Metro Lampung 34111, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstract

This research aims to study the quantity, quality, ecological and economic feasibility of nata de pina production (NP) from pineapple liquid waste (PLW). The design of the study employs complete random design (CRD) with three treatments: PLW without nutrients addition (A), PLW nutrients addition (B), and PLW stored for six months with nutrients addition (C). The nata de pina’s production factors measured were weight, thickness, fiber content, color, brightness, and residual waste. The highest weight was reached in treatment B (899 grams), followed by treatment A (616.4 grams), and C (477.8 grams). The thickness of NP of the height and low as in treatment B (1.58 cm) followed by treatment A (1.24 cm) and C (0.88 cm), respectively. The highest fiber content was found in treatment C (9.3%) followed by treatment B (7.6%) and A (6.9%), respectively. The fiber content, along with color quality and brightness fit with food standards. The production of NP may reduce the volume of the PLW from 46.2% to 89.1% (p = 0.001). Based on the standard value of biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), total suspended solid (TSS) below to the required threshold except pH. The production of NP is economically feasible to 4.7 BC ratio. The overal manufacture of nata de pina from PLW produces better and feasible product ecologically and economically

Abstrak

Limbah Cair Nanas sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata de Pina. Penelitian bertujuan mengkaji kuantitas. Kualitas, kelayakan ekologis dan ekonomis pembuatan nata de pina limbah cair nanas (LCN). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu (A) LCN tanpa penambahan nutrisi; (B) LCN dengan penambahan nutrisi dan (C) LCN penyimpanan 6 bulan dengan penambahan nutrisi. Produk nata meliputi berat, tebal, warna, kecerahan. Kandungan serat dan sisa limbah dianalisis dengan Anova. Analisis deskriptif untuk kelayakan ekologis dan ekonomi. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang sangat nyata perlakuan fermentasi LCN. Ketebalan nata berturut-turut dari dari tinggi kerendah perlakuan B 1,58 cm A 1,24 cm, dan C 0,88 cm. Berat nata B 889 gr, A 616,4 gr, dan C 477, 8 gr. Kadar serat C 9,3%, B 7,6% dan A 6,9% dengan kualitas warna, kecerahan, dan serat, sesuai standar untuk makanan. Pembuatan nata de pina mengurangi volume LCN 46,2-89,1% (Sig. 0,001). Berdasarkan baku mutu limbah, biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD) dan total suspended solid (TSS) dibawah ambang batas yang dipersyaratkan kecuali pH. Secara ekonomi pembuatan nata de pina layak (BC ratio 4,7). Secara keseluruhan pembuatan nata de pina dari LCN menghasilkan nata yang baik serta layak secara ekologis dan ekonomis. Keywords: bioremediation, Nata de pina, pineapple liquid waste (PLW) 1. Introduction Pineapple industry produces not only main products such as pineapple, pineapple concentrate juice and sugar (clarified pineapple juice), but also delivers solid, liquid and gas wastes. These wastes are coming from certain phases of the processing unit which yield varied forms, characteristics, and waste qualities [1]. The liquid waste is generated from industrial activities: cleaning, separation

process, and pineapple concentrate production. The various processing will deliver large number of pineapple waste between 5,000–7,000 m3 [2]. The waste is rich in more or less 87% water, 10.54% carbohydrate, 1.7% fiber, 0.7% protein, 0.5% ashes, and 0.02% fat [3]. Based on the nutrient contents, PLW contains high carbohydrate and sugar. PLW can be utilized as substrate for the growth of nata’s bacteria synthesizer. It contains 81.72% water; 20.87% rough fiber; 17.53%

Page 59: lapres nata_3_selasa siang

MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 16, NO. 1, APRIL 2012: 63-67

64

carbohydrate; 4.41% protein and 13.65% reduction sugar [4]. The extract of the waste contains organic acids and minerals which may accelerate the growth of Acetobacter xylinum [5]. The pineapple pH level is around 3-4 and contains bromelain, a protease, that if discarded without treated first would cause soil damage, reduce the soil fertility, and responsible for the reduction of soil pH and cause soil and water organism protein damages [6]. Since pineapple wastes have not been widely managed, and could cause environmental problems, a breakthrough to reuse pineapple wastes is needed. One of them is utilizing pineapple wastewater as nata de pina product. This is to answer nata-making raw material shortages that currently rely heavily on the use of limited raw materials such as coconut water. Nata is a fermented product which is formed by A. xylinum [7]. This bacteria belongs to acetic acid bacteria type (aceto; acetate, bacter; bacteria) [8]. When the bacteria are planted into liquid medium containing sugar, they will produce acetic acid and a white layer floating on the liquid medium. The white layer is called nata [9]. A wastewater treatment technology that is environmentally friendly is one that use bacteria as potential decomposers; i.e. bioremediation. It is less expensive than applying chemical or physical substances [10]. Bioremediation is a biological technique that restore contaminated environment through a process that utilizes natural organisms in transforming organic substances to be nontoxic products [11]. The increased utilization of micro organisms as biotechnological agents are due to the fact that: (1) it is easy to be developed and controlled, (2) the substrate growth is relatively inexpensive, even to use agricultural waste, (3) it can produce nata making, the starter used in fermentation process is A. xylinum bacteria, planted in liquid media containing sugar that will produce acetic acid and floated white layer on the surface of the liquid media. The floated white layer is known as nata. It is white cell or bright grey, transparent and tough like kolang-kaling (raw sugar palm fruit). The nata will be fibrous in cold situation and rather fragile in hot situation [13]. The beginning signs of bacteria growth can be seen from the turbidity of the liquid media after fermention for 24 hours in room temperature. After 36–48 hours, a translucent thin layer begins to shaped on the surface of the media and the liquid becomes clear. The nata formation occurs due to the glucose uptake process from the media solution, sugar or medium which contain glucose by A. xylinum cells. Then, the glucose is joined with acid grease to form precursor in the cell membranes. The precursor is issued as excretion and together with polymerize enzyme the glucose into cellulose on the outside of the cell [14]. Cellulose is one of the natural polymers utilized. Yet, the bacterial cellulose produced by fermentation process uses

bacteria known as one of the cellulose source. Cellulose is un-branch polymer of sugar connected through 1.4-beta-glikosidic bonds. The cellulose fiber has high physical strength, formed by coiled fibrils like spiral with opposite direction followed by one fuse [15]. In this study, the nata making was undertaken by using pineapple waste and additional sugar and urea. It is important to know that the essential components of nata’s growth media are carbon and nitrogen which will provide nutrients to the growth of A. xylinum. Both substances potentially set up nutrient resources for A. xylinum, even though they are not optimal yet. Ten percent sucrose and glucose would produce the thickest nata compared to other sugar sources [16]. When it is compared between the use of glucose and sucrose, the use of glucose produces thicker nata, so glucose is the best carbon source for the formation of nata. The glucose can be obtained from any parts of pineapple including the waste generated during pineapple processing. If PLW can be used asmedium for A. xylinum bacteria’s growth, it prove that undergoing PLW bioremediation is be economically advantageous.

2. Methods The research employed experimental method with complete random design (CRD) with 3 treatments (t) and 5 replications (r). The treatments are: PLW without the addition of nutrients (A), PLW with nutrients addition (B), and PLW stored for six months with the addition of nutrients (C). Dependent variables measured were weight, thickness, fiber content, color, brightness and residual waste. The material for nata making was the pineapple liquid waste from PT Great Green Pineapple (GPP) Lampung. The study was conducted at the microbiology laboratory of the Biology Department of State University of Malang from January to March 2010. The research procedures is as described in Figure 1. The data was analyzed in quantitative descriptive. Weight, thickness, fiber content, and residual waste content residual data of PLW are analyzed using variance analysis. Color/brightness is analyzed descriptively. The economic analysis border economic profit (BEP) is calculated based on cost investment, fixed cost, outcome and profit and benefit cost ratio (BCR) [17]. The calculation refers to home industry scale which produces 100 liters per day. The ecological analysis is conducted by analyzing residual of nata waste, including the parameter to the waste of food industry: pH, BOD, COD, and TSS compared to the quality standard of pineapple liquid waste as with the State Ministry of Environment rules Number: 05 year 2007 date 8th of May 2007 [18].

Page 60: lapres nata_3_selasa siang

MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 16, NO. 1, APRIL 2012: 63-67

65

Figure 1. General Scheme of Nata Making (Adapted [19]) 3. Results and Discussion Quantity and Quality of Nata de Pina. The variables analyzed statistically were weight, thickness, fiber content, and residual waste. There are significant weight differences (p=0.01) with the weight reached in each treatment was as followed: treatment B 889 gram, A 616.4 gram, and C 477.8 gram. The nata thickness were 1.58 cm in treatment B, 1.24 cm in treatment A, and 0.88 cm in treatment C. The fiber content meets demand of INS (Industrial National Standard) or SNI (Standar Nasional Industri) [1]: 9.1%, 7.5%, and 6.9% from treatment C, B, and A respectively. with prerequisite standard of color and brightness. The reduction of waste content ranged from 46.2-89.1% which significantly can reduce the volume of industrial waste. The enhancement of the weight results from the high glucose availability as carbon source since the formation of cellulose depends on A. Xylinum’s ability to use sugar in the medium as the carbon source. One of the important factors concerning fermentation is that carbon source is used in fermentation medium, whether it is easily metabolized or not by the microbe [16]. The researchers propose that the cellulose gel can not be created when there is no glucose or oxygen available in the medium. So, when the carbon source used by the A. xylinum has sufficient oxygen, the cellulose will be produced faster.

The nata de pina yielded from PLW showed the highest thickness and weight when it is added with sugar and ZA. The nutrients enrichment in the media allow bacteria abundant supply of the nutrient. In treatment C, even though PLW has been stored for 6 months, the nutrient content is enough to grow the bacteria and to produce more fiber. A treatment where there was no nutrient additional produce nata that is fairly well compared to the enriched PLW (B). The difference in weight is 272.6 gram compared to B medium and 138.6 gram compared to C medium. It shows that without adding nutrients, PLW can be used as the medium to grow A. xylinum well [20]. PLW used here fulfill two basic requirement to grow the bacteria: pH between 3-4 with more than 10% of monosaccharide [1]. The fiber content of the 3 treatments were higher than the minimum standard for fiber content in food (5%) by National Standard of Indonesia (NSI) [8]. Color and brightness respectively are white (A), gloomy (B), and brown (C). PLW without sugar and ZA addition are whiter and brighter. The more balance its pH the whiter the nata will be [21]. The quantity and quality of pineapple liquid waste (PLW) residue of nata de pina making. Table 2 shows the comparison of pH, Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS) of PLW before and after nata de pina production compared to the quality standard of the liquid waste of fruit processing as regulated by the State Ministry of Environment decree No. 05/2007 [15]. The values of the waste parameters, BOD, COD and TSS, as well as pH, declined after the nata de pina production. The decrease of the pH value is related to A . xylinum activity. If the bacteria are planted in thesugary liquid medium, they will produce acetic acid or acetate and further, produce floating white piece on the surface of the liquid media, known as nata [9]. The acid production decrease pH value. When compared with industrial waste standards quality, the components of the organic substances are lower that the threshold of the standards, while pH has not fulfilled the criteria.

Figure 2. Weight, Thickness, Fiber Content and Reduction Percentage in Nata de Pina from One Litre of Pineapple Liquid Waster (PLW) through Three Treatments; A ( ), B ( ), and C ( )

PINEAPPLE LIQUID WASTE (15 L)

FILTERED

A WITHOUT ADDITION

(5L)

B ADDITIONAL

SUGAR+ZA (5 L)

C (PLW IN 6 MONTHS)

ADDITIONAL SUGAR+ZA (5 L)

BOILING AND STIRRING

POURED IN TRAYS (1 L)

SEED PREPARATION

COOLING, ROOM TEMPERATURE

INCUBATION PERIOD 4-6 DAYS

SEEDING (INOCULATION)

FERMENTATION TEMPERATURE 28-31 0C, 14 DAYS

TO MEASURE NATA SHEETS: a.THICKNESS b.WEIGHT c.FIBER CONTENT d.COLOR/BRIGHTNESS

TO MEASURE WASTE RESIDUE: a. VOLUME b.pH c. BOD d. COD e. TSS

PROCESSING AFTER FERMENTATION a.CUT-IMMERSSED c. PROCESSING d.STORAGE e.CONSUMED/MARKETED

0

300 –

200 –

100 –

400 –

Weight (grx10)

Thickness (mm)

Fiber Content (%)

Reduction of PLW (%)

Page 61: lapres nata_3_selasa siang

MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 16, NO. 1, APRIL 2012: 63-67

66

Table 2. Quantity and Quality of Pineapple Liquid Waster (PLW) Residue of Nata de Pina Making

Parameter PW before treatment

PW after treatment

Quality Standard

pH

BOD (ppm)

COD (ppm)

TSS (ppm)

3-4

217

184

165

2.9

196

64

1.4

6-9

75

150

100

Therefore, the residual waste of nata needs to be treated in accordance with its quality standards. As seen in Figure 2 and Anova testing result, the nata de pina production reduces the volume of the industrial waste significantly (p < 0.001). The reduction ranges from 46.2-89.1%. This number shows that it can reduce the volume of industrial waste in significantly. The residual waste can even be used to make more nata whether as the starter or directly as the medium. It could produce 560 gram nata, in average, for every 700 mL the pineapple liquid waste. As a whole, nata de pina production using PLW can reduce PLW significantly. The standard quality of BOD, COD, and TSS are below the threshold. The process is called pineapple liquid waste bioremediation that is environmentally safe and friendly [22]. It is believed that bioremediation physiologically is the most effective and best way to overcome the dangerous contamination of chemical compounds [23]. The feasibility analysis in nata de pina production. Economically, 100 liters of pineapple liquid waste for the home industry scale is needed to reach a break even point; IDR. 1,342,991.81 and cost benefit ratio; 1.9% at the beginning investment cost and will be 4.7% of profit in each month; IDR. 2,359,575.00. This is a very prospective business opportunity. Moreover, if it is developed to industrial scale, it may decrease the production cost up to 65%. The industrial scale production will reduce the cost of fuel, sugar addition, syrup, etc, because industrial production of nata does not need media sterilization and acid neutralization [24]. It means that nata de pina making using PLW as raw material does not needs additional material in spite of regular regeneration of starter; A. xylinum. Totally, the production of nata de pina from pineapple liquid waste has a good chance to be develop outside the laboratory. Economically, it may gives added value for PLW and opens job opportunities, especially for its industry and people who live in the vicinity. A starter can be added to produce nata de pina without additional nutrient. The nata production may yield standardized nata for PT. GGP to open another production of the company. Each year, PT GGP Lampung generates 5,000–6,000 m3/day PLW. The use of PLW has solved

raw material problem for nata production. Unfortunately, the ongoing supplies of pineapple generally encounter the seasonal pineapple problems and would cause ‘seasonal’ supply of PLW as raw material for nata production of the company that would lead to a problem to the continuity of the production. The regular input supplies is a must in the agribusiness management include the nata de pina’s production [25]. In the other hand, [26] It is stated that nata de pina has very good strength since it provide micro fibrils which less than 10 nm length, straight like spider net. The strength of the net makes nata de pina composite nearly as strong as light steel while its density is much lower than light steel. nata de pina composite can be used in various applications such as in automobile industries, electronic, and constructions. Nata de pina composite is light, strong, cheap, easy to produce, is renewable resources and available in abundance in the area. The principle application of reuse in waste management is to reduce the volume of the waste [27]. It can be seen from the volume decrease analysis of waste relate to waste quality and especially to the qualification of quality standard required [28]. In this case, che utilization of the PLW as raw material in nata de pina production will provide additional values for the company economically and even ecologically, so that the demand of green market can be fulfilled by PT. GGP Lampung as the third biggest pineapple producer in the world that exports to more than 55 countries [29]. 4. Conclusion Nata de pina’s production using pineapple liquid waste (PLW) through the three treatments yield shows that treatment A (PLW without nutrient addition) produce nata that has good quality for consumption and industry. The production of nata reduces the volume of PLW significantly (p = 0.001). The reduction of PLW was between 46.2-89.1% which significantly reduce the waste volume. Meanwhile, the quality standard value of BOD, COD and TSS were below the threshold, except pH that needs to be treated. Economically, nata de pina home industry can gain 4,7 of B/C ratio. The production of nata de pina from PLW has economical and ecological benefit that meet the demand from green market for pineapple processing industry.  Acknowledgement The authors would like to thank for the financial support from Hibah Penelitian Mahasiswa Program Doktor Tahun 2010 of Ministry of Education-Republic of Indonesia Through Directorate or Research and Community Service- University of Malang with contract no: 495/SP2H/PP/DP2M/2010.

Page 62: lapres nata_3_selasa siang

MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 16, NO. 1, APRIL 2012: 63-67

67

References [1] A. Sutanto, Proccedings National Seminar,

Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia, 2010, p.45.

[2] S. Julius, Department Waste Water Treatment PT GGP Lampung, Indonesia, Private Communication, 2009.

[3] K. Atmodjo, Biota Journal 7/3 (2020) 131. [4] A. Sutanto, Mentari Lembayung Journal 2/13

(2009) 13. [5] A.P. Wardanu, Proceeding International Biotech,

Malang, Indonesia, 2009, p.199. [6] A. Sutanto, Ph.D. Thesis., Universitas Negeri

Malang, Indonesia, 2011. [7] A. Sutanto, Bioeducatins Journal, 1/1 (2010) 57. [8] A. Suryani, E. Hambali, P. Suryadarma, Making

Various Nata, Penebar Swadaya, Bogor, 2005, p.145.

[9] Y.P. Saragih, Making Nata de Coco, Puspa Swara, Jakarta, 2004, p.55.

[10] R.L. Droste, Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment, John Wiley & Sons, Inc., New York, U.K., 1997, p.200.

[11] EPA, Definition of Remediation; Technologies, 2000. Tersedia di: URL: http://www.epa reachit.org/infohelp/defiehtyp.html.2000 (Diakses 20 Juni 2011).

[12] Z. Bachrudin, Astuti, Y.S. Dewi, Proceedings National Seminar of Industrial Enzym dan Biotechnology, Department of Chemistry (FPMIPA) of Bogor Agricultural Institute, Bogor, 2000, p.77.

[13] Directorate of The Department of Nutrition RI, Health Food Ingredient List, Barata, Jakarta, 1981, p.120.

[14] T. Susanto, Journal of Agricultural Technology, III/7 (2000) 58.

[15] M. Muljohardjo, Pineapple and its Processing Technology, Liberty, Yogyakarta, 1984, p.85.

[16] M.N. Lapuz, F.G. Gullardo, M.A. Palo, The Philipines Journal of Science 9/2 (2007) 45.

[17] E. Suarsini, Nata’s Cultivation, FPMIPA, IKIP Malang, 1999, unpublished.

[18] Minister of Environment, Regulation of the Minister of State for the Environment Guidelines for Determination of the Environmental Quality Standard, Secretary of State Minister for Population and Environment, Jakarta, 2007.

19] R. Pambayun, Processing Technology of Nata de Coco, Kanisius, Yogyakarta, 2002, p.95.

[20] Sasaki, Chemical Engineering and Process, Department of Chemical Engineering, Faculty of Engineering, Universitas Diponegoro, Semarang, Symp. Proc., 2004, p.77.

[21] I. Tahir, S. Sumarsih, S.D. Astuti, Proceedings of National Seminar of Chemistry XVIII, Department of Chemistry of PMIPA, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2008, p.99.

[22] A. Sutanto, Nata de Pina from Pineapple Liquid Waster (PLW), UMM Press, Malang, 2011, p.25.

[23] T. Murniasih, J. Makara Sains 13 (2009) 77. [24] A. Sutanto, Bioeducations Journal 8/11 (2009) 56. [25] H.N. Masdiana, S. Suhartini, Industrial

Microbiology, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2008, p.65.

[26] Lucky, PT Great Giant Pineapple: Pineapple King of the World, Sembada SWA Magazine, volume XI, 2006, p.20

[27] A. Sutanto, Quality Management and Agro-Industry Waste Management, Derivat Journal 2 (2009) 15.

[28] A. Sutanto, Bioremediation of Pineapple Liquid Waster (PLW), UMM Press, Malang, 2010, p.90. 

[29] A. Sutanto, Proceedings International Biotechnology Seminar, University of Muhammadiyah Malang, Indonesia, 2010, p.50.

 

 

Page 63: lapres nata_3_selasa siang

Nata de soya

Kamis, 14 Februari 2013

nata de soya

Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata diterjemahkan ke dalam bahasa

Latin sebagai natare yang berarti terapung-apung (Nata De Coco Indonesia, 2011). Nata dapat

dibuat dari bahan baku air kelapa dan limbah cair pengolahan tahu. Nata yang dibuat dari air kelapa

disebut dengan nata de coco, dan dari limbah cair tahu disebut dengan nata de soya . Bentuk,

warna, dan rasa kedua jenis nata tersebut tidak berbeda (Rizka & Ninda, 2008 dalam Legiyon,

2011 ). Menurut Mulyati, 2010 dalam Pratiwiningrum , 2011, dari segi rasa nata de coco hampir

sama dengan nata de cassava, yang membedakan adalah kekenyalannya karena kandungan serat

nata de cassava yang lebih tinggi. Seperti halnya dengan nata de cassava, nata de soya juga

memiliki kandungan serat yang tinggi. Kandungan serat nata de coco dan nata de soya berturut–

turut yaitu 8,51 % dan 10,60 % (Sutriah dan Sjahriza, 2000 dalam Legiyon, 2011).

Nata de soya adalah selulosa yang mengandung air sekitar 98% dengan tekstur kenyal,

kokoh, putih, dan transparan dengan rasa yang mirip kolang-kaling. Produk ini dapat dipakai

sebagai sumber makanan yang rendah kalori untuk keperluan diet dan mengandung serat yang

sangat dibutuhkan dalam proses fisiologi (Cahyadi, 2009).

Menurut hasil analisis gizi, nata de soya tergolong produk pangan yang bergizi tinggi

terutama pada kandungan karbohidrat, protein dan serat kasar. Data tersebut membuktikan

bahwa bakteri Acetobacter xylinum mampu mengubah air limbah tahu yang tidak bernilai menjadi

Page 64: lapres nata_3_selasa siang

suatu produk bernilai gizi tinggi (Enie & Supriatna, 1993 dalam Legiyon, 2011). Kandungan gizi

nata de soya dan air limbah tahu dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan gizi nata de soya dan air limbah tahu dalam 100 gram (Enie & Supriatna, 1993 dalam Legiyon, 2011 )

Zat Gizi(satuan) Nata De Soya Air Limbah Tahu Karbohidrat (g) 20 2 Protein (g) 2,35 1,75 Lemak (g) 1,68 1,25 Serat Kasar (g) 3,2 0,001 Kalsium (mg) 4,6 4,5

Pembentukan nata de soya terjadi karena proses pengambilan glukosa dari dalam limbah

cair tahu oleh sel-sel Acetobacter xylinum. Kemudian glukosa tersebut digabungkan dengan asam

lemak membentuk prekusor pada membran sel dan bersama enzim mempolimerisasikan glukosa

menjadi selulosa di luar sel (Cahyadi, 2009).

Produk gel terbentuk melalui mekanisme biokonversi oleh mikrobia yaitu proses

perubahan substrat menjadi suatu substansi menyerupai benang-benang polisakarida (Stainer et al,

1963 dalam KNLH, 2007). Substrat yang biasa digunakan sebagai media pembentukan nata antara

lain air kelapa, sari nenas, limbah cair tahu dan lainnya atau bahan-bahan lain yang mengandung

nutrisi untuk pertumbuhan bakteri pembentuk gel. Bila bakteri tersebut ditumbuhkan pada media

tersebut yang mengandung gula, maka bakteri akan mengkonversi sekitar 19 % gula tersebut

menjadi selulosa (gel). Gel yang dihasilkan merupakan polimer dari gula ikatan 1,4–glukosa

glukosida (Atyh et al, 1995 dalam KNLH, 2007). Selulosa yang disekresikan ke medium berupa

benang-benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan

membentuk menyerupai kristal putih (Djide, 1994 dalam KNLH, 2007).

http://nhenoikranegara.blogspot.com/ 

 

Page 65: lapres nata_3_selasa siang

Peranan Acetobacter xylinum dalam Pembuatan Natadecoco

Peranan Bakteri Acetobacter xylinum dalam Pembuatan Nata de coco

A. KLASIFIKASI BAKTERI

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Class : Alphaproteobacteria

Order : Rhodospirillales

Family :Acetobacteraceae

Genus : Acetobacter

Specific descriptor : aceti

Subspecies : xylinum

Scientific name : Acetobacter aceti xylinum

B. CIRI – CIRI BAKTERI

Bakteri gram negative  karena  mengandung subtansi lipid yang lebih tinggi serta dinding selnya 

lebih tipis, lebih rentan pada  antibiotic , penghambatan warna basa kurang dihambat, 

pertumbuhan nutriennya relative sederhana dan tahan terhadap perlakuan fisik 

Bakteri   autotrof   karena sumber nutriennya mengandung unsure C,H,O,N atau karbohidrat 

sebagaipenyusun protoplasma , Sumber energy untuk pertumbuhannya memerlukan cahaya, 

sumber  karbon  untuk pertumbuhannya membutuhkan CO2 

Bersifat nonmotil atau polar ialah bakteri  yang  tidak bergerak 

Tidak bereproduksi dengan  tunas (budding) 

tidak membentuk endospora (spora yang berdinding tebal didalam bakter) 

mikroaerofilik  artinya  bakteri ini dapat tumbuh baik bila ada sedikit oksigen atmosferik 

Page 66: lapres nata_3_selasa siang

katalase positif artinya  terdapat  enzim yang mengubah H2O2 menjadi O2 dan H2O 

kelompok bakteri asam asetat melalui  proses  oksidasi metal alcohol dapat menghasilkan asam 

asetat.  Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri‐sendiri dan transparan. Koloni yang 

sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya.  Bakteri mesofil yaitu tumbuh pada suhu 25‐400C 

C. MORFOLOGI BAKTERI

berbentuk basilus yaitu berbentuk batang  membentuk streptobasilus yaitu rantai pendek dengan 6‐ 8 sel  memiliki panjang dan lebar 2 mikron  memiliki permukaan dinding sel yang berlendir 

bakteri bewarna transparan  atau  tidak berpigmen 

D. HABITAT BAKTERI

Dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5 dan tumbuh optimal bila pH nya 4,3  Tumbuh pada suhu 28 – 310 C  Tumbuh pada medium sederhana yang terdiri dari mineral penting seperti 

ammonia. karbohidrat  atau asetat 

Terdapat pada udara dan air 

E. PERANANNYA

Golongan acetobacter umumnya berperan dalam proses

- Membentuk asam dari Pengoksidasian gula yaitu disakaridase spesifik seperti sukrase

- Pengoksidasian etanol

- mensistesis selulosa dari fruktosa

- Membentuk asam dari etil alcohol dan propel alcohol

- Kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O

- Memproduksi kapsul secara berlebih

Page 67: lapres nata_3_selasa siang

- Asam asetat yang dihasilkan untuk menghambat pertumbuhan kiroorganisme yang bukan asidofilik

Acetobacter xylinum merupakan salah satu contoh bakteri yang menguntungkan bagi manusia seperti pada proses pembuatan nata decoco

F. REAKSI BIOKIMIA YANG TERJADI

Substrat + mikroorganisme ————-> produk baru

Air kelapa + acetobacter xylinum ——————-> nata decoco

Nata decoco merupakan selulosa bakteri yang terbentuk sebagai aktifitas bakteri acetobacter xylinum terhadap air kelapa. Selulosa ini merupakan produk bakteri untuk membentuk slime (menyerupai kapsul) yang pada akhirnya bakteri tersebut terperangkap di dalam masa fibrilar selulosa tersebut.

Sintesis

Air kelapa + acetobacter xylinum ———-> selulosa

Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium fermentasi.

Nutrient(C,H,O,N)

Air kelapa + acetobacter xylinum —–> jumlah selulosa semakin banyak

ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak.

Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal seiring dengan berlangsungnya

Page 68: lapres nata_3_selasa siang

metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.

Berat selulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak.,berat sellulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya.

Besar konsentrasi bekatul

Jalinan-jalinan selulosa ————> kadar seratnya semakin tinggi(selulosa tebal)

Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.

Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh

bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N yang berguna untuk menyusun protoplasma. Nitrogen yang diperlukan berguna untuk pembentukan protein yang penting pada pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel kurang tumbuha dengan baik dan menghambat pembentukan enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna. Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel.

Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase. kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium..

Page 69: lapres nata_3_selasa siang

Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.

Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O.

Asam asetat + acetobacter xylinum —————> CO2 + H2O.

bakteri Acetobacter xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.

http://mayukazumi.wordpress.com/2012/11/21/peranan‐acetobacter‐xylinum‐dalam‐pembuatan‐

natadecoco/ 

 

Penggolongan dan Identifikasi Karbohidrat

February 25, 2014 Bantu sebarkan Materi Kimia dengan mengklik salah satu icon di bawah ini. Jika Anda

mengalami masalah dalam mendownload materi yang ada di sini, silakan contak saya via email [email protected]. Terima Kasih Materi Menarik hari ini: Mudah Belajar Kimia dengan Aplikasi ChemMobile, Cekidot gan . . . 17

Karbohidrat merupakan polimer alami yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan dan sangat dibutuhkan oleh manusia dan hewan. Karbohidrat juga merupakan sumber energi yang terdiri atas unsur-unusr C, O, dan H dengan rumus molekul Cn(H2O)n. Pada senyawa karbohidrat terdapat berbaga gugus fungsi yang diikatnya yaitu gugus fungsi keton, aldehid, dan gugus hidroksi.

Page 70: lapres nata_3_selasa siang

Ditinjau dari gugus fungsi yang diikat:

1. Aldosa: karbohidrat yang mengikat gugus aldehid. Contoh: glukosa, galaktosa, ribosa

2. Ketosa: karbohdrat yang mengikat gugus keton. Contoh: fruktosa

Ditinjau dari hasil hidrolisisnya:

1. Monosakarida: karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis menjadi molekul-molekul karbohidrat yang lebih sederhana lagi. Misalnya: glukosa, fruktosa, ribosa, galaktosa

2. Disakarida: karbohidrat yang terbentuk dari kondensasi 2 molekul monosakarida.

Misalnya: sukrosa (gula tebu), laktosa (gula susu), dan maltosa ( gula pati)

3. Oligosakarida: karbohidrat yang jika dihidrolisis akan terurai menghasilkan 3 – 10 monosakarida, misalnya dekstrin dan maltopentosa

4. Polisakarida: karbohirdat yang terbentuk dari banyak molekul monosakarida. Misalnya pati (amilum), selulosa, dan glikogen.

Beberapa monosakarida penting sebagai berikut.

1. Glukosa

Glukosa dapat diperoleh dari hidrolisis sukrosa (gula tebu) atau pati (amilum). Di alam glukosa

terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara

Page 71: lapres nata_3_selasa siang

karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun serta mempunyai sifat:

Memutar bidang polarisasi cahaya ke kanan (+52.70)

Dapat mereduksi larutan fehling dan membuat larutan merah bata Dapat mengalami mutarotasiDapat difermentasi menghasilkan alkohol (etanol) dengan

reaksi sebagai berikut:

C6H12O6 --> 2C2H5OH + 2CO2

2. Fruktosa

Fruktosa adalah suatu ketoheksosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut juga levulosa. Fruktosa mempunyai rasa lebih manis dari pada gula tebu atau sukrosa. Fruktosa dapat dibedakan dari glukosa dengan pereaksi seliwanoff, yaitu larutan

resorsinol (1,3 dhidroksi- benzena ) dalam asam clorida. Disebut juga sebagai gula buah, dperoleh dari hdrolisis sukrosa; dan mempunyai sifat:

Memutar bidang polarisasi cahaya ke kiri (-92.4oC) Dapat mereuksi larutan fehling dan membentuk endapan merah bat Dapat difermentasi

3. Galaktosa

Page 72: lapres nata_3_selasa siang

Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan. Pada proses oksidasi oleh asam nitrat pekat dan dalam keadaan panas galaktosa menghasilkan asam musat yang kurang larut dalam air bila dibandingkan dengan asam sakarat yang dihasilkan oleh oksidasi glukosa. Dapat diperoleh dari hidrolisis gula susu (laktosa), dan mempunyai sifat:

Dapat mereduksi larutan fehling membentuk endapan merah bata Tidak dapat difermentasi

Beberapa disakarida penting sebagai berikut.

1. Laktosa

Laktosa memiliki gugus karbonil yang berpotensi bebas pada residu glukosa. Laktosa adalah disakarida pereduksi. Selama proses pencernaan, laktosa mengalami proses hidrolisis enzimatik oleh laktase dari sel-sel mukosa usus. Beberapa sifat lakotsa:

Hidrolisis laktosa menghasilkan molekul glukosa dan galaktosa Hanya terdapat pada binatang mamalia dan manusia Dapat dperoleh dari hasil samping pembuatan keju Bereaksi positif terhadap pereaksi fehling, benedict, dan tollens

2. Maltosa

Beberapa sifat maltosa:

Hidrolisis maltosa menghasilkan 2 molekul glukosa

Page 73: lapres nata_3_selasa siang

Digunakan dalam makanan bayi dan susu bubuk beragi (malted milk) Bereaksi positif terhadap pereaksi fehling, benedict, dan tollens

3. Sukrosa

Sukrosa atau gula tebu adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa. Sukrosa dibentuk oleh banyak tanaman tetapi tidak terdapat pada hewan tingkat tinggi. Sukrosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kanan. Hasil yang diperoleh dari reaksi hidrolisis adalah glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang ekuimolekular. Sukrosa bereaks negatif terhadap pereaksi fehling, benedict, dan tollens.

Beberapa polisakarida penting.

1. Selulosa

Merupakan komponen utama penyusun serat dinding sel tumbuhan Polimer dari glukosa Hirolisis lengkap dengan katalis asam dan enzim akan menghasilkan glukosa

2. Pati atau amilum

Polimer dari glukosa Apabila dilarutkan dalam air panas, pati dapat dipisahkan menjadi amilosa dan amilopektin Amilopektin merupakan polimer yang lebih besar dari amilosa Hirdolisis parsial akan menghasilkan amilosa Hidrolisis lengkap akan menghasilkan glukosa

Page 74: lapres nata_3_selasa siang

3. Glikogen

Hidrolisis glikogen akan menghasilkan glukosa Dalam sistem hewan, glikogen digunakan sebagai cadangan makanan (glukosa)

4. Kitin

Bangungan utama dari hewan beraki banyak seperti kepiting Merupakan polimer dari glukosamina Hidrolisis akan menghasilkan 2-amino-2-deoksi-glukosa

http://www.jejaringkimia.web.id/2010/03/karbohidrat.html 

Proses Fermentasi

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh enzim. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau enzim yang telah ada dalam bahan pangan.

Fermentasi merupakan suatu reaksi oksidasi atau reaksi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi di mana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan

adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh reaksi reduksi dengan katalis enzim menjadi

senyawa lain. Dalam pengolahan vinegar, terjadi 2 kali fermentasi yaitu :

1. Fermentasi pembentukan alkohol dengan yeast Saccharomyces cerevisiae.

Pada fermentasi ini terjadi perombakanglukosa menjadi alkohol dan gas CO2dengan reaksi sebagai berikut :C6H12O6—->2 CH3CH2OH + CO2. Reaksi yang terjadi anaerob. Etanol adalah hasil utama fermentasi tersebut di atas, di samping asam laktat, asetaldehid, gliserol dan asam

asetat . Etanol yang diperoleh maksimal hanya sekitar 15 %. Untuk memperoleh etanol 95 %

Page 75: lapres nata_3_selasa siang

dilakukan proses distilasi. Etanol digunakan untuk minuman, zat pembunuh kuman, bahan bakar dan pelarut.

2. Fermentasi perubahan alkohol menjadi asam asetat dan air denganbakteri Acetobacter aceti.

Reaksi pembentukan asam asetat dituliskan sebagai berikut :

CH3CH2OH + O2—->CH3COOH + H2O. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerob pada fermentasi pembentukan asam.

http://lordbroken.wordpress.com/2013/04/28/pembuatan‐cuka‐nanas/ 

 

b. Metabolisme 

Alkohol yang dikonsumsi 90% akan dimetabolisme oleh tubuh terutama dalam hati oleh enzim 

alkoholdehidrogenase (ADH) dan koenzim nikotinamid‐adenin‐dinukleotida (NAD) menjadi asetaldehid 

dan kemudian oleh enzim aldehida dehidrogenase (ALDH) diubah menjadi asam asetat. Asam asetat 

dioksidasi menjadi CO2 dan H2O. Piruvat, levulosa (fruktosa), gliseraldehida (metabolit dari levulosa)dan 

alanina akan mempercepat metabolism alkohol.1 

Sebenarnya didalam tubuh ditemukan juga mekanisme pemecahan alkohol yang lain, yaitu hydrogen 

peroksida katalase dan sistem oksidasi etanol mikrosomal, namun kurang berperan. Kadar alkohol darah 

kemudian akan menurun dengan  kecepatan  yang sangat bervariasi (12‐20 mg% per jam), biasanya 

penurunan  kadar tersebut dianggap rata‐rata 15 mg% (Knight, 1987) atau 14 mg% (Freudenberg, 1966) 

setiap jam. Pada alkohol kronik, yang telah dipercepat metabolismenya, eliminasi alkohol dapat 

mencapai 40 mg% per jam.1 

Hepatosit memiliki tiga jalur metabolisme alkohol, yang masing‐masing terletak pada bagian yang 

berlainan. Jalur yang pertama adalah jalur alkohol dehidrogenase (ADH) yang terletak pada sitosol atau 

bagian cair dari sel. Dalam keadaan fisiologik, ADH memetabolisir alkohol yang berasal dari fermentasi 

dalam saluran cerna dan juga  untuk  proses dehidrogenase steroid dan omega oksidasi asam lemak. 

ADH memecah alkohol menjadi hidrogen dan asetaldehida, yang selanjutnya akan diuraikan menjadi 

asetat. Asetat akan terurai lebih lanjut menjadi H2O dan CO2.1 

Jalur kedua ialah melalui Microsomal Ethanol Oxydizing System (MEOS) yang terletak dalam retikulum 

endoplasma. Dengan pertolongan tiga komponen mikrosom yaitu sitokrom P‐450, reduktase, dan lesitin, 

alkohol diuraikan menjadi asetaldehida.1 

Jalur ketiga melalui enzim katalase yang  terdapat  dalam peroksisom (peroxysome). Hidrogen yang 

dihasilkan dari metabolisme alkohol dapat mengubah keadaan redoks, yang pada pemakaian alkohol 

yang lama dapat mengecil. Perubahan ini dapat  menimbulkan  perubahan metabolisme lemak dan 

karbohidrat,  mungkin  menyebabkan bertambahnya jaringan kolagen dan dalam keadaan tertentu 

dapat menghambat sintesa protein. 

http://misaekyu.wordpress.com/2009/08/14/alkohol/ 

Page 76: lapres nata_3_selasa siang

d. Perbandingan Perlakuan Pendidihan atau Tidak Faktor pendidihan erat kaitannya dengan proses sterilisasi bahan yang akan diproses. Dapat dinyatakan bahwa variabel I mengalami pendidihan sehingga kontaminan bakteri lain kemungkinan besar telah mati sedangkan variabel V tidak. Efek temperatur secara garis besar mempengaruhi kehidupan fungi atau bakteri dalam media. Fungi dan jamur mati pada suhu 60oC denga kisaran waktu 15-20 menit. Sedangkan spora mati pada waktu 15-20 menit suhu 121oC. Maka dari itu penting dilakukan pendidihan bahan untuk membunuh bakteri maupun sterilisasi bahan dan alat untuk menghindari kontaminan. Tabel 5. Sterilisasi Bahan No

Cara Alat/Bahan/kondisi

Bahan yang disterilisasi

1. Pasteurisasi 30 menit, suhu 62oC

Makanan dan minuman (cair)

2. Radiasi Lampu UV Minuman dan makanan

3. Tindalisasi 30 menit suhu 100oC berkali kali

Media fermentasi

4. Kimia Formaldehid, alcohol, halogen. HgCl, H2O2

Bahan yang tidak tahan panas

5. Pemanasan Basah

Autoclave (15-40 menit) suhu 121oC

Larutan pekat

6. Pemanasan Tak Langsung

Oven / 60-90 menit suhu 160oC

Bahan padat

7. Filtrasi membran Cairan  

Dari data diatas dapat di jelaskan bahwa ada berbagai macam cara sterilisasi bahan yang akan digunakan agar terhindar dari kontaminan. Bahan tersebut bisa berbentuk padat dan cair, termasuk tahan panas atau tidak. Pada pecobaan kami, variabel I mengalami pendidihan sedangkan variabel V tidak. Hal ini berpengaruh pada hasil akhir kadar glukosa akhir variabel I 3,26%, variabel V 3,51%. Kontaminan pada media fermentasi yang tidak disterilisasi mengakibatkan bakteri ataupun jamur lain mengganggu kinerja Acetobacter xylinum. Didapat kegagalan pada percobaan kami. Sehingga kemungkinan ada kontaminan Aspergilus niger yang mengambil alih bakteri Acetobacter xylinum. Aspergilus niger yang ada di media fermentasi variabel I tumbuh subur mengkonsumsi glukosa lebih besar dibanding Aspergilus niger di variabel V. (Reff: wikipedia.com/sterilisasi) (Busyairi, Abdullah. Diktat Kuliah mikrobiologi Industri. 2007) 

http://lanaazim.wordpress.com/category/praktikum/ 

 

Page 77: lapres nata_3_selasa siang

MEMPRODUKSI NATA DE COCO

Penyusun : Wahyudi

Editor :

Ir. Soesarsono Wijandi M.Sc Dr. Ir. Illah Saillah

DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2003

Page 78: lapres nata_3_selasa siang

18

4. Proses Produksi

a. Membuat dan Mengembangkan Bibit

Membuat dan mengembangkan bibit mempunyai arti dan prasyarat kompetensi

yang berbeda. Membuat bibit murni berarti anda terlebih dahulu harus mampu :

? Membuat media yang cocok untuk mikroba yang akan dibiakan

? Melakukan isolasi mikroba yang dimaksud dari biakan campuran

? Menyimpan biakan itu pada kondisi yang sesuai untuk mikroba yang bersangkutan

Hasil akhir yang diharapkan membuat bibit adalah tumbuhnya bakteri A Xylinum

dalam media yang tidak terkontaminasi dan telah diisolasi.

Kompetensi mengembangkan bibit yang dimaksud adalah memperbanyak bibit dari F1

(Filial 1) menjadi turunan sesuai kebutuan produksi. Pekerjaan ini relatif lebih mudah,

anda harus mampu mengkondisikan lingkungan sesuai syarat hidup bakteri, menjaga

bibit tidak terkontaminasi, mampu memilih bibit yang baik, dan mengembangkan

formula sesuai nutrisi yang dibutuhkan bakteri untuk hidup optimal.

Tanah, udara, kotoran, buah, sayuran dan sebagainya terdapat banyak mikroba

yang hidup bercampur satu sama lain. Bila campuran mikroba ini diambil dan dibiakan,

maka terjadilah biakan campuran (mix culture), tetapi bila dari biakan campuran itu

dipisahkan satu macam mikroba saja, yang kemudian dibiakan tersendiri maka terjadilah

biakan murni (pure culture). Berikut ini adalah cara pembuatan biakan murni A Xylinum

dalam media agar dan hasil penangkapan alam.

1). Membuat Biakan Murni A Xylinum dalam Media Agar ( LIPI- Subang )

a). Bahan

No Bahan Jumlah Keterangan

1 Aquadest 350 ml Air hasil dari penyulingan sebagai pelarut dari semua bahan

2 Glukosa 7 gr Sumber bahan makanan dari mikroba jenis karbohidrat

3 Extract yeast 3,5 gr

Sumber bahan makanan yang dapat larut dalam air misalnya karbohidrat, senyawa nitrogen organik, vitamin dan garam – garam.

4 Bacto agar 5,25 gr Zat pemadat, dapat larut dalam larutan dan menjadi padat pada suhu di bawah 45 °C.

5 KH2PO4 0,07 gr Kalium dihidropospat untuk media jenis mikroba autotrof.

6 (NH4)2 SO4 0,03 gr Amonium sulfat untuk media jenis mikroba autotrof.

7 MgSO4 0,0045 gr Magnesium sulfat untuk media jenis mikroba autotrof.

8 A. Acetat 99% Secukupnya (sampai pH 3) Asam cuka untuk menurunkan pH media.

Page 79: lapres nata_3_selasa siang
Page 80: lapres nata_3_selasa siang

 

Page 81: lapres nata_3_selasa siang

LAMPIRAN FOTO