lapres kecap

27
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan uji sensori pada kecap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap Ke l Bahan dan Perlakuan Aroma Warna Rasa Kekentalan C1 250 gram kedelai hitam + 0,5% inokulum tempe + 1 gram cengkeh ++ + ++ +++ C 2 250 gram kedelai putih + 0,75% inokulum tempe + 1 gram cengkeh - - - - C3 250 gram kedelai hitam + 0,75% inokulum tempe + 1 batang serai + ++ +++ ++ C4 250 gram kedelai putih + 1% inokulum tempe + 1 batang serai +++ ++ +++ ++ C5 250 gram kedelai hitam + 1% inokulum tempe + 1 biji pala ++ +++ +++ +++ Keterangan: Aroma: +++ : sangat kuat Kekentalan: +++ : sangat kental ++ : kuat ++ : kental + :kurang kuat + : kurang kental Warna: +++ : sangat hitam Rasa : +++ : sangat kuat ++ : hitam ++ : kuat + : kurang hitam + : kurang kuat

Upload: james-gomez

Post on 05-Nov-2015

287 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan uji sensori pada kecap dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Hasil Pengamatan KecapKelBahan dan PerlakuanAromaWarnaRasaKekentalan

C1250 gram kedelai hitam + 0,5% inokulum tempe + 1 gram cengkeh++++++++

C2250 gram kedelai putih + 0,75% inokulum tempe + 1 gram cengkeh----

C3250 gram kedelai hitam + 0,75% inokulum tempe + 1 batang serai++++++++

C4250 gram kedelai putih + 1% inokulum tempe + 1 batang serai++++++++++

C5250 gram kedelai hitam + 1% inokulum tempe + 1 biji pala+++++++++++

Keterangan:Aroma:+++: sangat kuatKekentalan: +++ : sangat kental++: kuat ++: kental+:kurang kuat +: kurang kentalWarna:+++: sangat hitam Rasa : +++: sangat kuat++: hitam ++: kuat+: kurang hitam +: kurang kuat

Dari tabel 1, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan bahan, perlakuan pemberian inokulum dan bumbu dalam pembuatan kecap. Pada kelompok C1 menggunakan kedelai hitam sebanyak 250 gram ditambahkan dengan 0,5% inokulum tempe dan pemasakan dengan 1 gram cengkeh. Aroma yang dihasilkan kuat, warna kurang hitam, rasa kuat, dan sangat kental. Sedangkan pada kelompok C2 menggunakan bahan kedelai putih sebanyak 250 gram ditambahkan dengan 0,75% inokulum tempe dan dimasak dengan 1 gram cengkeh. Hasilnya untuk aroma, rasa, warna, dan kekentalan tidak ada, hal ini dikarenakan terjadi kontaminasi ketika waktu pemeraman. Pada kelompok C3 menggunakan kedelai hitam 250 gram yang ditambahkan dengan inokulum tempe sebanyak 0,75% dan dimasak dengan 1 batang serai. Hasil sensori dari kecap kelompok C3 ini memiliki aroma kurang kuat, warna hitam, rasa sangat kuat, dan kental. Pada kelompok C4 mengggunakan kedelai putih 250 gram dengan ditambahkan inokulum tempe sebanyak 1% dan dimasak dengan 1 batamg serai. Hasil kecap dari kelompok C4 ini memiliki aroma yang sangat kuat, warna hitam, rasa sangat kuat, dan kental. Pada kelompok C5 menggunakan kedelai hitam sebanyak 250 gram yang ditambahkan inokulm tempe sebanyak 1% dan dimasak dengan 1 biji pala. Hasil sensori kecap buatan kelompok C5 ini memiliki aroma yang kuat, warna yang sangat hitam, rasa sangat kuat, dan sangat kental.

2.PEMBAHASANKecap merupakan makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang menghasilkan cairan warna coklat sampai hitam. Kapang, bakteri dan khamir yang terlibat dalam proses fermentasi kecap umumnya merupakan organisme yang terdapat secara alami, di lingkungan tempat pembuatan kecap. Peranan kecap dapat memperkuat flavor dan memberikan warna pada daging, ikan, sayuran dan bahan pangan lain. Kecap memiliki pH sekitar 4,9-5,0 (Rahman, 1992). Sifat dari kecap adalah mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh manusia, karena komposisinya merupakan komponen yang mempunyai berat molekul rendah. Sifat pelarutan dalam air mencapai 90% dengan rasio nitrogen amino dan nitrogen total sebesar 45%. Senyawa protein terutama dalam bentuk peptida-peptida sederhana dan asam-asam amino (Kasmidjo, 1990).

Kecap dibedakan menjadi dua macam berdasarkan rasa dan kekentalannya yaitu kecap asin dan kecap manis. Peranan kecap dapat memperkuat flavor dan memberikan warna pada daging, ikan, sayuran dan bahan pangan lain. Sebagian besar masyarakat kita menggunakan kecap sebagai penyedap daripada sebagai makanan. Rasa sedap tersebut ditimbulkan oleh asam glutamat yang dalam kecap terdapat dalam kondisi bebas (Rahman, 1992). Selain itu, Yanfang (2010) juga mengungkapkan bahwa kecap dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan waktu aging. Kecap dengan larutan garam tinggi memiliki waktu aging selama 180 hari dan larutan garam yang digunakan adalah 20%. Kecap dengan larutan garam rendah memiliki waktu aging selama 15 hari dan larutan garam yang digunakan adalah 15%. Perbedaan dari kedua jenis kecap tersebut adalah pada kecap dengan larutan garam rendah memiliki siklus produksi yang pendek atau singkat dan biaya produksinya rendah. Kecap dengan larutan garam tinggi memiliki rasa yang lebih enak dibandingkan kecap dengan larutan garam rendah.

Menurut Santoso (1994) pada dasarnya membuat kecap kedelai terdiri dari 4 tahapan besar, yaitu proses perebusan biji kedelai yang telah disortir, penjamuran (mold fermentation), penggaraman, dan perebusan akhir. Langkah langkahnya adalah sebagai berikut:a. Penyortiran, dimana biji kedelai hitam yang tua disiapkan, dan disortir atau dipilih. Tujuan proses ini untuk memperoleh produk kecap kedelai yang berkualitas prima.b. PencucianTujuan dari pencucian adalah agar kotoran kotoran yang masih melekat maupun tercampur dengan biji kedelai dapat hilang. c. Perebusan ITujuannya agar didapatkan biji kedelai yang lunak dan kulitnya mudah dikupas.d. Penirisan, berarti memisahkan kedelai dari air rebusan.e. PenjamuranPenjamuran dilakukan saat kedelai sudah dingin, sebab bibit jamur yang diberikan dapat mati apabila keadaan kedelainya masih panas. Tahap penjamuran ini amat menentukan berhasil tidaknya membuat kecap kedelai, sebab kecap ini dihasilkan dari kedelai yang diolah secara fermentasi dengan menggunakan cendawan jenis Rhizopus sp. Cara penjamuran yang dilakukan adalah bibit/jamur diusapusapkan atau diaduk bersama kedelai hingga merata, setelah itu dianginanginkan sebentar, lalu disimpan sekitar 45 hari. Pada akhir proses penjamuran, tampak biji kedelai sudah penuh ditumbuhi jamur berwarna putih merata/berwarna kehijauhijauan.f. PenggaramanBiji kedelai yang telah berjamur itu dimasukkan dalam larutan garam 20 %. Selama proses penggaraman, perlu dijemur di panas matahari sambil diaduk aduk.g. PenyaringanSetelah proses penggaraman selesai, lalu disaring lagi. Hasil utama penyaringan ini berupa filtrat. Filtrat inilah yang nantinya akan jadi kecap.h. Perebusan II ( pemasakan )Urutan perebusan, air bersih dimasukkan terlebih dahulu ke dalam filtrat, lalu direbus hingga mendidih. Setelah itu disusul dengan larutan gula dan bumbu bumbu penyedap ( sesuai selera, misalnya daun sereh, salam, daun jeruk, lengkuas, pekak, kemiri, bawang putih, dan sebagainya ). Selama proses perebusan sering diaduk aduk. Perebusan dapat dihentikan apabila sudah tidak terbentuk buih buih lagi.i. Penyaringan II.Tujuan dari penyaringan II ini adalah untuk mendapatkan kecap yang bersih. Proses ini dilakukan dengan menggunakan kain saring.

Teori diatas sesuai dengan cara kerja dalam praktikum pembuatan kecap. Selain itu Kasmidjo (1990), menambahkan bahwa didalam pembuatan kecap terdapat 4 langkah, yaitu persiapan koji, brine fermentation, filtrasi/pasteurisasi dan pematangan. Koji dihasilkan dari kedelai yang sudah dikukus yang dicampur dengan roasted wheat, kemudiaan diinokulasi dengan Apergillus oryzae dan Aspergillus soyae. Lalu koji difermentasikan dalam larutan garam dan yeast untuk menghasilkan moromi. Kemudian moromi dimasak, lalu dimatangkan selama beberapa lama dan difiltrasi serta dibotolkan. Proses fermentasi kecap dan hasilnya dapat dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.

2.1Fermentasi KojiPada tahapan ini, mula-mula kedelai sebanyak 250 gram direndam terlebih dahulu di dalam air selama satu malam. Dalam proses perendaman tersebut, seluruh bagian kedelai harus terendam dalam air. Perendaman bertujuan untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga lebih lunak. Sehingga kedelai tersebut dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai tersebut akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman (Rahayu et al.,1993). Setelah biji kedelai tersebut mekar, selanjutnya biji kedelai dibuang kulit arinya lalu direbus selama 30 menit hingga kedelai menjadi matang. Menurut Tortora et al. (1995), tujuan dari pemasakan tersebut adalah untuk melunakkan biji kedelai (kemungkinannya protein terpecah-pecah namun tidak berarti mengalami kerusakan), merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu, membunuh bakteri yang ada di permukaan kedelai. Sehingga dengan pemasakan tersebut diharapkan kedelai sudah mengalami banyak pengurangan kandungan mikroorganisme dalam bahan tersebut.

Setelah kedelai tersebut direbus, kemudian ditiriskan hingga kering. Penirisan tersebut bertujuan untuk menurunkan suhu hingga mendekati suhu normal (35-40C), karena pada range suhu tersebut merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan jamur. Apabila suhu dari kedelai tersebut masih sangat panas tentunya bibit jamur yang akan dibiakkan pada kedelai justru akan mati. Hal tersebut diungkapkan oleh Santoso (1994). Selain itu, kedelai pun harus dipastikan masih agak lembab saat akan digunakan. Menurut Atlas (1984), kondisi kedelai yang agak lembab akan memudahkan jamur untuk tumbuh di permukaannya sehingga jamur dapat mengakumulasi beberapa enzim termasuk proteinase dan amilase.

Kemudian, kedelai yang telah ditiriskan selanjutnya diletakkan dan diratakan diatas wadah tampah yang telah dialasi dengan daun pisang. Setelah itu, ditambahkan dengan inokulum komersial untuk tempe dengan jumlah yang berbeda-beda. Kelompok C1 menggunakan konsentrasi inokulum sebesar 0,5%, kelompok C2 dan C3 sebesar 0,75%, dan kelompok C4 dan C5 menggunakan inokulum tempe sebanyak 1 % dari total berat kedelai. Setelah diinokulasi, kemudian ditutup dengan tampah penutup dan diinkubasi selama 3 hari. Berdasarkan teori dari Astawan & Astawan (1991), kapang yang berperan dalam proses fermentasi kecap adalah Aspergillus oryzae, Aspergillus soyae, Aspergillus niger dan Rhizopus sp, sedangkan bakteri yang penting dalam fermentasi kecap adalah Lactobacillus delbruckii dan ragi Hansenula sp.

Menurut Kasmidjo (1990), fermentasi koji umumnya dilakukan dengan menghamparkan bahan yang telah diinokulasi ke dalam nampan dari bambu yang berlubang-lubang atau stainless steel. Hal tersebut akan menyebabkan udara masih dapat masuk ke bagian dalam karena fermentasi jamur terjadi pada kondisi aerob. Pengaturan kondisi fermentasi seperti suhu, aerasi, dan kadar air harus tepat untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan seperti Mucor sp. Astawan & Astawan (1991) melaporkan bahwa penginkubasian selama 3 hari dalam proses pembuatan kecap bertujuan agar proses fermentasi kapang dapat berlangsung secara sempurna. Apabila fermentasi kapang berlangsung terlalu cepat, maka kapang hanya dapat menghasilkan sedikit enzim, akibatnya jumlah enzim tidak mencukupi untuk menghasilkan komponen-komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting. Namun, jika fermentasi kapang berlangsung terlalu lama, maka enzim yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga cita rasa yang dihasilkan pun akan menjadi kurang baik.

Setelah diinkubasi selama 3 hari, dipermukaan kedelai akan tampak adanya miselium berwarna putih. Berdasarkan teori dari Santoso (1994), kedelai yang diselimuti dengan miselium jamur yang berwarna putih dinamakan dengan koji. Perbedaan jumlah ragi yang digunakan antara kelompok tentunya akan mempengaruhi banyak sedikitnya miselium yang terbentuk. Semakin banyak jumlah ragi yang digunakan, maka semakin banyak pula miselium yang terbentuk di permukaan kedelai. Menurut Sumague et al. (2008), terdapat beberapa spesies Bacillus yang dapat mengkontaminasi kecap pada berbagai macam tahap fermentasi dalam pembuatan kecap, salah satunya pada tahap koji. Bacillus subtilis dapat mengkontaminasi koji dan dapat tumbuh bersama dengan kapang koji pada suhu yang tinggi. Selain itu, Bacillus pumilus juga dapat mengkontaminasi koji. Kontaminasi dapat saja terjadi apabila adanya kondisi yang mendukung pertumbuhan mikroorganisme kontaminan, pelaksanaan proses yang kurang bersih, adanya kontaminasi setelah pemanasan, bahan baku yang mengandung mikroba tinggi, dan peralatan yang kurang bersih. Hal itu sesuai dengan yang dialami oleh kelompok C2 yang mengalami kontaminasi ketika proses fermentasi koji. Selain itu, semakin tinggi suhu inkubasi dan semakin lama waktu inkubasi, kecap akan semakin mudah mengalami kerusakan atau kontaminasi. Kasmidjo (1990) mengungkapkan bahwa pengaturan kondisi fermentasi seperti suhu, aerasi, dan kadar air yang tidak tepat dapat menyebabkan mikroorganisme kontaminan seperti Mucor sp tumbuh. (a). Perebusan Kedelai (b).Penirisan (d). Inkubasi(c). Pemberian InokulumGambar 1. Proses Fermentasi Koji (a), (b), (c) dan (d).

Gambar 2. Koji yang telah terbentuk (a) Koji kedelai hitam (b) Koji kedelai kuning

2.2.Fermentasi MoromiPada tahapan ini, mula-mula koji dipotong-potong dan dikeringkan di dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Menurut Peppler & Perlman (1979), proses pengeringan tersebut bertujuan untuk menurunkan kadar air dari kedelai sehingga akan menghambat pertumbuhan dari jamur yang masih hidup karena jamur tidak dapat tumbuh tanpa air. Rahayu et al. (1993) menambahkan bahwa proses pengeringan juga bertujuan untuk memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan substrat. Setelah itu, kedelai yang sudah kering dimasukkan ke dalam toples plastik dan ditambahkan degan larutan garam 20% lalu direndam selama 1 minggu. Larutan garam tersebut terbuat dari 200 gram garam dalam 1 liter air. Setiap hari, campuran kedelai dan larutan garam tersebut harus dijemur dan diaduk sesekali saat siang hari selama 30 menit. Perendaman dalam larutan garam dilakukan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur. Pada saat perendaman akan tumbuh bakteri halofilik secara spontan. Adanya bakteri halofilik membantu terbentuknya flavor yang khas. Perendaman dalam larutan garam juga bertujuan untuk menimbulkan rasa asin, dan sebagai medium selektif yang berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbahaya tetapi masih memungkinkan pertumbuhan khamir dan bakteri yang diperlukan dalam pembentukan citarasa (Astawan & Astawan, 1991).

Menurut Tortora et al (1995), pada proses perendaman ini harus sering diaduk agar larutan garam dapat homogen menyentuh permukaan substrat dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri. Tahap pengadukan yang dilakukan setiap hari bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri. Wu et al. (2010) menambahkan bahwa pengadukan yang berfungsi sebagai aerasi ini juga dapat mempengaruhi kecap yang dihasilkan. Aerasi dapat membantu proses pematangan kecap. Selain itu, kecap yang disuplai udara memiliki kandungan komponen aroma yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan suplai udara dapat memperpanjang waktu produksi 4-ethyl-guaiacol pada fermentasi kecap. Jika tingkat aerasinya rendah, maka proses perubahan dan produksi flavor dalam kecap akan berlangsung sangat lambat sehingga akan terbentuk unripe flavor. Wu et al. (2010) menambahkan bahwa kualitas kecap akan ditentukan oleh variasi pH, konsentrasi etanol, dan kandungan nitrogen pada kecap selama tahap moromi.

Selama inkubasi larutan garam, enzim protease dan amilase dari koji menjadi aktif dan hal ini menyebabkan populasi mikroba bertambah. Mikrobia yang berperan di dalam fermentasi garam ini berasal dari lingkungan sekitar fermentasi berlangsung atau disebut alami, yaitu bakteri dan yeast. Bakteri, khususnya bakteri asam laktat (Lactobacillus delbruecki) akan menghasilkan asam laktat dan mencegah terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme lain. Sedangkan yeast (Saccharomyces rouxii, Zygosaccharomyces soyae, dan Torulopsis sp) akan menggunakan gula-gula sederhana hasil pemecahan fermentasi kapang untuk menghasilkan alkohol (Atlas, 1984). Selama proses fermentasi jamur maupun fermentasi dalam larutan garam terjadi perubahan-perubahan biokimiawi oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Mikrobia yang dominan adalah mikrobia yang menghasilkan enzim protease yang dapat menghidrolisis komponen-komponen protein dalam biji kedelai. Sebanyak 65-90 % protein dari bahan dasar diubah dalam bentuk terlarut selama proses fermentasi (Kasmidjo, 1990).

Astawan & Astawan (1991) melaporkan bahwa selama fermentasi moromi, warna larutan kecap akan berubah karena adanya reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. Selain itu, pada tahap moromi, pertumbuhan khamir dan bakteri akan menyebabkan terbentuknya cita rasa yang khas. Hal ini diungkapkan oleh Tortora et al. (1995). Kitamoto (1998), juga menambahkan bahwa warna coklat dibentuk dari reaksi aminokarbonil antara gula pereduksi dengan asam amino. Gula pereduksi yang berupa pentosa, terutama xylose merupakan substansi utama yang menyebabkan pembentukan warna coklat. Xylose dibentuk dari hidrolisis xylan dari kedelai dan gandum dengan enzim xylanolytic yang dihasilkan dari kapang koji, Aspergillus oryzae. Berikut ini merupakan gambar-gambar saat proses fermentasi moromi.

Gambar 3. Koji yang telah dipotong-potong Gambar 4. Pengeringan dengan Dehumifier

Gambar 5. Perendaman dengan larutan garam Gambar 6. Penjemuran dan pengadukan

2.3. Proses Pemasakan dengan Bumbu Rempah-RempahMoromi yang telah melewati selama 1 minggu, dilakukan pengepresan dan penyaringan. Air kedelai ini nantinya akan digunakan sebanyak 250 ml. Proses penyaringan air kedelai tersebut bertujuan untuk mendapatkan kecap yang bersih dan terpisah dari ampasnya. Sebelum diakukan pemasakan, bumbu-bumbu yang digunakan disiapkan terlebih dahulu yaitu gula jawa 1 kg, kayu manis 20 gram, ketumbar 3 gram, laos 1 jentik, dan bunga pekak 1 biji. Selain itu juga ditambahkan rempah yang berbeda tiap kelompok. Pada kelompok C1 dan C2 menggunakan 1 gram cengkeh, kelompok C3 dan C4 menggunakan 1 batang serai, dan pada kelompok C5 menggunakan 1 biji pala. Urutan bumbu yang dimasukan adalah pertama gula jawa hingga larut. Selanjutnya adalah kayu manis, ketumbar, laos, bunga pekak dan rempah tiap kelompok. Dibawah ini merupakan gambar bumbu-bumbu yang digunakan dalam pemasakan kecap ini.

Gambar 7. BumbuBumbu Pembuatan KecapMenurut Kasmidjo (1990), penambahan gula jawa bertujuan untuk memberikan rasa manis, warna coklat karamel, dan viskositas yang tinggi. Warna coklat yang dihasilkan tersebut dikarenakan adanya reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan asam-asam amino dari kedelai. Jenis gula yang terdapat dalam kecap diantaranya glukosa, galaktosa, maltosa, xilosa, arabinosa dan komponen gula alkohol yaitu gliserol dan manitol. Lalu penambahan bunga pekak, kayu manis, laos dan ketumbar berfungsi untuk memberikan aroma dan rasa yang khas dalam pembuatan kecap (Amalia, 2008).

Pada tahap pemasakan kecap ini, mula-mula air sebanyak 750 ml dimasukkan ke dalam panci bersamaan dengan air kedelai dan gula jawa. Setelah campuran tersebut cukup merata, selanjutnya ditambahkan bumbu-bumbu lain seperti kayu manis, laos, ketumbar dan pekak. Menurut Santoso (1994), selama proses pemasakan, kecap harus sering diaduk-aduk. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan praktikan saat membuat kecap. Proses pemasakan kecap dapat dihentikan apabila sudah tidak terbentuk lagi buih-buih dan sudah mencapai tingkat kekentalan yang diinginkan.

Berikut merupakan foto dari beberapa proses pemasakan kecap:

Tahap PenyaringanTahap Pemasakan dan Penambahan Bumbu

Gambar 8. Proses Pemasakan

Tahap selanjutnya, kecap yang dihasilkan dari pemasakan tersebut ditempatkan di wadah yang bersih untuk diuji aroma, rasa, warna dan kekentalannya. Langkah-langkah yang dilakukan dalam praktikum ini telah sesuai dengan pernyataan dari Astawan & Astawan (1991) bahwa tahapan pembuatan kecap meliputi fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi dan filtrasi, penambahan gula jawa dan bumbu-bumbu lain, serta pembotolan.

2.4. Hasil Pengujian Organoleptik KecapBerdasarkan percobaan yang dilakukan, aroma yang dihasilkan pada kelompok C1 dan C5 kuat. Pada kelompok C3 memiliki aroma yang sangat kuat, sedangkan pada kelompok C3 memiliki aroma yang kurang kuat. Menurut Astawan & Astawan (1991), bau/aroma spesifik kecap ditentukan oleh jenis bumbu. Bumbu-bumbu tersebut dapat menimbulkan bau dan cita rasa yang spesifik pada kecap. Selain itu, hasil pemecahan komponen gizi menjadi bagian yang lebih sederhana oleh enzim yang dihasilkan kapang selama proses fermentasi (amilase, maltase, fosfatase, lipase, proteinase) juga dapat mempengaruhi cita rasa kecap.

Tortora et al. (1995) menambahkan bahwa adanya aroma pada kecap dikarenakan reaksi kimiawi yang terjadi selama pemanasan sehingga dihasilkan komponen nitrogen seperti kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Apabila komponen-komponen tersebut membentuk senyawa garam dengan asam glutamat, maka akan menghasilkan flavor yang enak. Selain itu, penambahan ragi akan berkontribusi pada aroma kecap. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka aroma kecap akan semakin kuat. Hal tersebut dikarenakan mikroorganisme mendegradasi senyawa kompleks dan menghasilkan senyawa-senyawa volatil selama fermentasi berlangsung (Apriyantono, 2004).

Dari segi rasa, hampir keseluruhan kelompok memiliki kecap yang memiliki rasa yang sangat kuat. Menurut Kasmidjo (1990), flavor spesifik kecap masih ditentukan oleh jenis bumbu yang dipergunakan. Untuk penambahan gula kelapa dan gula aren masih menentukan flavor spesifik dari kecap menyebabkan warna yang dihasilkan menjadi coklat karamel dan viskositasnya meningkat. Kecap, terutama kecap manis ditambahkan gula kelapa dalam jumlah besar sehingga dapat menaikkan viskositas. Warna yang dihasilkan kecap dibentuk karena adanya reaksi antar asam-asam amino dengan gula reduksi. Jenis gula yang terdapat dalam kecap diantaranya glukosa, galaktosa, maltosa, xilosa, arabinosa dan komponen gula alkohol yaitu gliserol dan manitol. Sifat spesifik kecap tradisional antara lain mempunyai tingkat kekentalan tertentu. Selain itu, apabila ditinjau dari banyaknya penggunaan ragi, maka dikatakan bahwa ragi tidak berpengaruh pada manis tidaknya rasa kecap tersebut. Menurut Amalia (2008), semakin tinggi persentase ragi yang ditambahkan maka asam amino yang dihasilkan akan semakin banyak. Asam amino berkontribusi pada rasa umami, bukan rasa manis.

Warna kecap yang dihasilkan oleh kelompok C1 kurang hitam, pada kelompok C3dan C4 memiliki warna kecap yang hitam. Kecap kelompok C5 memiliki warna yang apling hitam. Tingkat warna hitam pada kecap sebenarnya dapat dipengaruhi oleh penambahan gula jawa. Menurut Kasmidjo (1990), penambahan gula jawa dapat memberikan warna coklat karamel. Selain itu, warna hitam pada kecap dapat berasal dari fermentasi moromi juga. Menurut Astawan & Astawan (1991), selama proses fermentasi moromi, warna larutan kecap akan berubah karena adanya reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. Selain itu, dengan penambahan ragi yang semakin banyak akan memberikan warna kecap yang semakin hitam juga. Teori tersebut sesuai dalam praktikum ini karena dengan penambahan inokulum ragi tempe terbanyak yakni 1% menghasilkan warna kecap yang semakin hitam. Secara umum, kecap yang dihasilkan dari keseluruhan kelompok kental. Hal tersebut dikarenakan adanya penambahan gula jawa tentunya akan berpengaruh pada viskositas kecap yang dihasilkan. Menurut Kasmidjo (1990), penambahan gula jawa dapat menghasilkan viskositas yang tinggi.

Berikut merupakan hasil pembuatan kecap dari kelompok C1, C3, C4 dan C5:

C5C4C3C1Gambar 9. Hasil Produk Fermentasi Kecap

Feng et al. (2013) melaporkan bahwa kecap merupakan produk fermentasi yang memiliki komponen flavor organik yang bersifat volatil yang terdiri dari alkohol, ester, fenol, asam, dan heterosiklik. Di antara semuanya itu, komponen flavor, asam amino, dan asam organik adalah indikator penting dalam evaluasi kualitas kecap. Komponen flavor sangat berpengaruh terhadap tipe flavor dan jenis kecap. Menurut Yanfang & Wenyi (2009), karakteristik flavor yang terbentuk pada kecap tergantung pada proses produksi seperti bahan baku, model fermentasi, dan strain yang digunakan. Tahapan utama dalam produksi kecap yang mempengaruhi pembentukan flavor adalah perlakuan panas pada bahan baku, fermentasi kapang (koji), fermentasi moromi termasuk aging, dan pasteurisasi.

3.KESIMPULAN

Kecap merupakan hasil fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang menghasilkan cairan berwarna coklat hingga hitam. Proses pembuatan kecap melewati 2 tahap, yaitu fermentasi koji dan moromi. Fermentasi koji disebut dengan fermentasi kapang, sedangkan fermentasi moromi disebut dengan fermentasi bakteri. Koji adalah kedelai yang diselimuti dengan miselium jamur yang berwarna putih. Penambahan jumlah ragi yang semakin tinggi akan menghasilkan semakin banyak pula miselium yang terbentuk di permukaan kedelai. Proses perendaman bertujuan untuk menghidrasi air ke dalam biji sehingga biji kedelai menjadi lunak dan waktu pemasakan kedelai menjadi lebih cepat atau singkat. Pemasakan kedelai bertujuan untuk merusak protein inhibitor, melunakkan biji kedelai, menginaktifkan zat-zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu. Suhu optimal bagi pertumbuhan jamur adalah 35-40C. Proses pengeringan koji bertujuan untuk memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan substrat. Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk menimbulkan rasa asin dan sebagai medium selektif yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya. Tahap pengadukan bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri. Selama fermentasi moromi, warna larutan kecap akan berubah karena adanya reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. Penambahan pekak, kayu manis, laos dan ketumbar berfungsi untuk memberikan aroma dan rasa yang khas dalam pembuatan kecap. Penambahan gula jawa bertujuan untuk memberikan rasa manis, warna coklat karamel, dan viskositas yang tinggi. Tahapan pembuatan kecap meliputi fermentasi koji, fermentasi moromi dalam larutan garam, ekstraksi dan filtrasi, penambahan gula jawa dan bumbu-bumbu lain, serta pembotolan. Adanya aroma pada kecap dikarenakan reaksi kimiawi yang terjadi selama pemanasan sehingga dihasilkan komponen nitrogen. Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka aroma kecap akan semakin kuat. Penambahan ragi tidak berpengaruh pada manis atau tidaknya rasa kecap. Tingkat warna hitam pada kecap dipengaruhi oleh penambahan gula jawa. Penambahan ragi yang semakin banyak akan memberikan warna kecap yang semakin hitam. Kualitas kecap dipengaruhi oleh varietas kedelai yang digunakan, lama fermentasi dalam larutan garam, dan kemurnian biakan kapang yang digunakan.

Semarang, 23 Juni 2015Asisten Dosen:-Abigail Sharon-Frisca Melia

Andre Christian 12.70.0063

4.DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Tika. (2008). Pengaruh Karakteristik Gula Merah dan Proses Pemasakan Terhadap Mutu Organoleptik Kecap Manis. [Skripsi].

Apriyantono, Anton, Gono Dewi Yulianawati. (2004). Perubahan Komponen Volatil selama Fermentasi Kecap. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. Vol XV p 100-112.

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Feng, J.; Xiao-Bei Zhan; Zhi-Yong Zheng; Dong Wang; Li-Min Zhang; and Chi-Chung Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292305.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Kitamoto, N ; S. Yoshino ; K. Ohmiya & N. Tsukagoshi. (1998). Sequence Analysis, Overexpression, and Antisense Inhibition of a-Xylosidase Gene, xylA, from Aspergillus oryzae KBN616. Food Reserach Institute.Japan.

Peppler, H.J. & Perlman, D. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Rahayu, E.; R. Indrati; T.utami; E. Harmayani & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Sumague, M. J. V.; Reynaldo C. Mabesa; Erlinda I. Dizon; Ernesto V. Carpio; and Ninfa P. Roxas. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114.

Tortora, G.J., R. Funke & C.L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong, Mun Seng Kan, Lee Fong Siow and Lithnes Kalaivani Palniandy. (2010). Effect of temperature on moromi fermentation of soysauce with intermittent aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), p. 702-706.

Yanfang, Z. (2010). Biochemical Changes in Low-Salt Solid-State Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol. 9(48), pp. 8215-8221.

Yanfang, Z. and Tao Wenyi. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology Vol. 8 (4), pp. 673-681.

5.LAMPIRAN

5.1.Laporan Sementara

5.2.Jurnal (Abstrak)