laporan wastu sni saus tomat

Upload: puja-de-ibut-ai

Post on 11-Jul-2015

1.908 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi tomat di Indonesia cukup tinggi. Namun, buah tomat tidak setiap saat dapat diperoleh. Hal ini disebabkan masa panen tanaman tomat yang hanya dua kali dalam satu tahun. Seperti produk hortikultura lainnya, penanganan pascapanen buah tomat tidak terlepas dari berbagai masalah, salah satunya yaitu tomat tidak dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama, mudah mengalami kerusakan kimia, mekanis, maupun fisiologis. Salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah buah tomat adalah mengolahnya menjadi saus tomat. Karakteristik mutu dapat berubah selama produk didistribusikan hingga sampai ditangan konsumen. Penurunan mutu dapat terjadi adalah perubahan warna,rasa dan bau serta kandungan yang terdapat pada saus tomat. Selain itu pertumbuhan mikroorganisme juga dapat menyebabkan penurunan mutu saus tomat. Oleh sebab itu, terdapat Standar Nasional Indonesia untuk saus tomat sehingga produk tersebut aman untuk dikonsumsi. Dewasa ini, banyak isu mengenai produk saus yang tidak memenuhi standar mutu yang berlaku, yaitu SNI. Banyak produk saus tomat beredar yang terbukti tidak layak, contohnya dari penggunaan ubi atau singkong untuk bahan bakunya, lalu penggunaan pewarna makanan yang dilarang, sampai penggunaan zat-zat berbahaya lain di dalam proses pembuatannya. Oleh karena itu, pada praktikum pengawasan mutu ini kami melakukan pengujian mutu terhadap saus tomat. Uji yang kami lakukan meliputi uji organoleptik, jumlah padatan terlarut, TPC dan uji kapang/khamir. Saus tomat yang diuji adalah saus tomat ABC. 1.2 Tujuan Tujuan dari pengamatan kali ini adalah mendeskripsikan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk saus tomat berdasarkan beberapa parameter mutu, diantaranya rasa, warna, dan aroma. Selain itu juga mengidentifikasi dan menilai parameter mutu saus tomat yang digunakan dalam analisis mutu sesuai dengan SNI saus tomat serta mengevaluasi kelayakan mutu produk saus tomat yang diamati.

1

II METODOLOGI 2.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas piala, neraca analitik, cawan petri, refraktrometer. Sedangkan bahan yan digunakan adalah saus tomat, nutrient agar. 2.2 Metode

UJI MUTU SNI

Uji Mutu Kimiawi

Uji Mutu Mikrobiologis

Uji Organoleptik

Uji Jumlah Padatan Terlarut

Uji Total Plate Count Uji Kapang/Khamir

Uji Hedonik

2

III DATA DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil pengamatan 3.1.1 Uji Hedonik Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Total Rata-rata Parameter Warna 2 2 1 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 4 2 1 1 2 40 2 5. Agak tidak suka 6. Tidak suka 7. Sangat tidak suka Aroma 1 1 2 2 2 3 3 4 3 2 2 3 3 3 3 4 2 2 1 4 50 2.5 Rasa 1 1 1 3 3 3 2 2 2 1 2 2 4 3 2 4 2 1 1 1 41 2.05

Keterangan : 1. sangat suka 2. suka 3. agak suka 4. netral 3.1.2 Uji Padatan Terlarut Bahan Saos Tomat

Refraktif Indeks Pengenceran (1+1) 25C 31

Skala gula pengenceran (20C) 20

Padatan Tomat terlarut 20C (Brix) 40.7

3.1.3 Uji Total Plate Count (TPC) Data ke-1 (Setelah 24 jam) Pengenceran 1 : 100 => 2 x 100 = 200

3

Total Mikroba = 200

Data ke-2 (Setelah 96 jam): Pengenceran 1 : 100 => 5 x 100 = 500 1 : 1000 => 2 x 1000 = 2000 Total Mikroba = 500 + 2000 = 2500/2 = 1250 = 1,2 x 103 3.1.4 Uji Kapang/khamir NO. 1. 2. 3.2 Pembahasan Solanum lycopersicum (buah tomat) berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Hasil penelitian American Assosiation for Cancer Research, zat licopen atau antioksidan yang memberi warna merah pada pada tomat diketahui memiliki kemampuan mencegah kanker prostat, payudara, rahim dan menyusutkan tumor. Kandungan vitamin C dalam buah tomat relatif cukup banyak sehingga dipercaya mempercepat kesembuhan luka, menghindarkan perdarahan dan pembuluh darah halus. Kandungan vitamin A pada tomat juga cukup tinggi. Penanganan pascapanen buah tomat di Indonesia relatif masih sederhana, hal ini dapat mengakibatkan timbulnya kerusakan komoditas tersebut serta menurunkan nilai ekonomisnya (Winarno dan Jenie, 1982). Buah tomat tidak tahan disimpan di udara terbuka karena hanya mampu bertahan selama 3-4 hari, sedangkan jika disimpan pada suhu 5-10C masa segarnya menjadi 1-2 minggu. Untuk buah tomat yang masih mentah pada kondisi yang sama akan tetap segar selama satu bulan, dengan resiko proses pematangannya menjadi terhambat. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka buah tomat dapat diolah menjadi produk setengah jadi yaitu misalnya saus tomat. Pengolahan buah tomat menjadi saus tomat tersebut merupakan salah satu usaha diversifikasi produk untuk memperluas penggunaan dan nilai ekonomisnya. Dengan mengolahnya menjadi saus tomat, nilai jual tomat semakin bertambah. Saus tomat (tomato catchup) merupakan salah satu produk yang termasuk dalam kelompok makan olahan atau awetan dengan tekstur setengah basah (intermediate moisture food ) yang berupa bubur berwarna merah segar. Saus tomat terbuat dari buah tomat yang diolah bersama bumbu, bahan pengental, pengawet, pengasam atau bahan penyegar, bahan pewarna merah, serta air yang kemudian dikemas. Saus merupakan sejenis bumbu penyedap makanan yang berbentuk seperti bubur kental. Penambahan saos ke dalam makanan yang dikonsumsi sudah sangat umum dilakukan. Dari konsumsi bakso di kaki lima sampai fast food di restoran besar, dapat dipastikan menggunakan saos (Astawan, 1991). Karakteristik mutu saus dapat berubah selama pengolahan maupun setelah pengolahan, sampai produk diterima oleh konsumen. Penurunan mutu yang dapat terjadi antara lain adalah warna menjadi lebih pucat, kekentalan menurun, dan rasa yang menyimpang, sehingga mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk saus. Perubahan-perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang baik selama pengolahan maupun pasca pengolahan, dan adanya pengaruh mikrobiologis. Standar Nasional Indonesia telah umum digunakan sebagai acuan dalam menjamin mutu dan keamanan produk yang beredar di pasaran. Untuk itu, perlu dilakukan analisa terhadap karakteristik mutu produk saus tomat yang meliputi sifat-sifat kimia yang terdiri dari pH, total asam, dan total padatan. Selain analisa sifat kimia, analisa sifat fisik juga sangat penting, diantaranya yaitu warna dan penilaian skor kesukaan secara organoleptik (Rahayu, 1991). Pengenceran 10-2 10-3 Jumlah Kapang 5 2

4

Parameter mutu harus dapat memenuhi standar mutu SNI yang telah ditetapkan supaya produk saus tomat tersebut terjamin mutu dan keamanannya. Pada praktikum ini dilakukan pengujian terhadap saus tomat ABC. Parameter mutu yang diuji hanya diukur total padatan terlarut, uji organoleptik, dan uji mikrobiologis yang meliputi jumlah kapang dan analisa TPC. Hal ini karena keterbatasan alat yang terdapat di laboratorium pengujian.

Gambar : saus tomat ABC yang diuji 3.2.1 Uji Hedonik Untuk menentukan mutu saos tomat ABC sesuai atau tidak dengan SNI dapat dianalisis dengan pengujian organoleptik. Pengujian organoleptik adalah pengujian terhadap karakteristik suatu bahan yang berdasarkan pada proses penginderaan untuk melihat respon atau kesan yang ditimbulkan dari rangsangan yang diberikan oleh bahan terhadap alat indera berupa sikap mendekati atau menjauhi dan menyukai atau tidak menyukai bahan yang menimbulkan rangsangan (Susiwi, 2009). Pada umumnya pengujian ini menggunakan beberapa parameter untuk menilai bahan ujinya, seperti aroma, warna, rasa, tekstur, dan sebagainya. Uji ini sangat dipengaruhi oleh kepekaan alat indera dan kemampuan dari penilainya. Alat indera yang umum digunakan untuk uji organoleptik adalah indera pembau (hidung), indera pengecap (lidah), indera penglihatan (mata), dan indera peraba. Kemampuan untuk memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indera yang memberikan reaksi (stimulus) terhadap rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut, meliputi kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan (discrimination), membandingkan (scalling), dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik). Oleh karena itu, untuk menguji dan menganalisis suatu bahan secara tepat diperlukan ketajaman alat indera. Dalam uji organoleptik diperlukan kemampuan penilai yang sesuai dengan jenis uji yang akan dilakukan. Orang yang melakukan penilaian organoleptik untuk menilai mutu bahan disebut panelis. Panelis dibedakan menjadi tujuh kelompok, yaitu panelis perseorangan, panelis terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih, panelis tidak terlatih, panelis konsumen, dan panelis anak-anak. Pengelompokkan tersebut didasarkan pada keahlian panelis dalam melakukan uji organoleptik (Soekarto, 1985). Menurut Wikipedia (2009), uji organoleptik terdiri atas tiga jenis metode, yaitu uji diskriminatif, uji deskripsi, dan uji afektif. Uji diskriminatif dilakukan untuk menguji secara statistika ada tidaknya perbedaan dari bahan-bahan yang diuji. Uji deskripsi dilakukan untuk mengukur sifatsifat sensori dari bahan yang diuji. Sedangkan uji afektif dilakukan untuk mengukur tingkat kesukaan panelis ataupun konsumen terhadap bahan yang diuji. Contoh dari uji afektif adalah uji hedonik. Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Dalam uji hedonik panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan terhadap bahan yang diuji dengan menilai tingkat kesukaannya menggunakan skala hedonik (Soekarto, 1985). Skala hedonik ini direntangkan sesuai skala yang dikehendaki. Umumnya skala yang tersedia mulai dari sangat tidak suka sampai sangat suka. Setelah dinilai oleh panelis sesuai skala yang telah diberikan, data-data tersebut diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan. Skala numerik ini diperoleh dengan melakukan analisis secara statistik. Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir untuk melihat tingkat kesukaan konsumen terhadap produk yang dibuat. Pada penentuan mutu saos tomat ABC dengan uji organoleptik digunakan metode jenis uji afektif, yaitu uji hedonik. Uji hedonik saos tomat dilakukan oleh 20 orang panelis. Karena uji hedonik umumnya dilakukan oleh panelis umum maupun panelis tidak terlatih. Dalam suatu uji panelis tidak

5

terlatih terdiri dari 20-25 orang awam berdasarkan suku, bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan. Parameter-parameter yang digunakan untuk menilai tingkat kesukaan panelis terhadap saos tomat ABC adalah warna, aroma, dan rasa. Parameter tersebut dinilai oleh para panelis menggunakan skala hedonik dengan range 1-7 dimulai dari kesan sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, dan sangat tidak suka. Atribut bau (aroma),rasa dan warna sudah tercantum dalam SNI 01-3546-2004 yang dinyatakan secara kualitatif. Untuk bau (aroma) dan warna keadaannya harus normal sedangkan untuk rasa keadaannya harus normal rasa tomat. Hal ini sangat deskriptif dan relatif karena penilaiannya adalah secara organoleptik. Data yang diperoleh tidak bisa dilakukan perhitungan seperti uji hedonik yang telah dipelajari kecuali diperoleh nilai rata-ratanya karena sampel saus tomat yang digunakan hanya satu sampel yaitu saus tomat ABC dan tidak ada saus tomat pembandingnya. Hasil yang diperoleh dari uji hedonik yang dilakukan lebih tertuju pada kesukaan panelis terhadap saus tomat yang diuji. Nilai rata-rata yang diperoleh kurang bisa dibandingkan dengan persyaratan mutu yang tercantum pada SNI 01-3546-2004 karena normal yang dimaksud kurang dideskripsikan karena tidak dicantumkan data secara kuantitatif. Sehingga kami menetapkan asumsi bahwa jika hasil rata-rata penilaian panelis menunjukkan skala 1(sangat suka), 2(suka), 3(agak suka) dan 4(netral) maka dapat digolongkan normal artinya memenuhi SNI 01-3546-2004. Dari penilaian 20 panelis, untuk bau (aroma) didapatkan rata-rata yaitu 2.5 artinya penilaian panelis terhadap saus tomat ABC berada pada rentang agak suka hingga suka. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk atribut bau (aroma) pada saus tomat ABC telah memenuhi persyaratan normal pada SNI 01-3546-2004 dan aman bagi konsumen. Kemudian untuk atribut warna diperoleh rata-rata yaitu 2. Hal ini berarti bahwa panelis suka terhadap saus tomat yang diuji. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk atribut warna pada produk saus tomat ABC juga memenuhi SNI 01-3546-2004. Selanjutnya adalah atribut rasa saus tomat. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 2.05 artinya penilaian panelis terhadap saus tomat ABC berada pada rentang agak suka hingga suka. Hal ini juga berarti bahwa rasa pada saus tomat normal rasa tomat dan memenuhi SNI 01-3546-2004. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa semua atribut uji hedonik yang meliputi bau (aroma), warna dan rasa telah memenuhi SNI 01-3546-2004 dan dinyatakan lulus uji untuk organoleptik. 3.2.2 Uji Jumlah Padatan Terlarut Total padatan terlarut merupakan salah satu parameter penting mutu dari saus tomat. Saus tomat yang memiliki total padatan terlarut yang tinggi menujukkan bahwa bahan-bahan yang terkandung didalamnya tercampur secara merata sehingga campuran menjadi lebih homogen. Total padatan terlarut yang rendah menunjukkan bahwa bahan kurang tercampur secara sempurna sehingga bahan bahan tidak larut, hal ini menunjukkan mutu yang rendah karena ada kemungkinan bahan bahan pengawet terkonsentrasi di satu tempat saja. Total padatan terlarut atau total soluble solid adalah padatan padatan yang larut dalam bahan sehingga lolos pada kertas saring. Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan alat refraktrometer, prinsip kerja refraktrometer adalah dengan melewatkan cahaya pada cairan. Padatan padatan yang terlarut akan menyerap cahaya sehingga total padatan terlarut dapat diukur, satuan yang digunakan adalah Brix. Saus tomat yang akan diukur harus diencerkan terlebih dahulu sebelum diukur agar dapat terbaca oleh refaktrometer dengan perbandingan dengan air 1:1. Angka yang terbaca pada refraktrometer adalah 20 Brix pada suhu 20C. Angka yang didapat adalah total padatan terlarut setelah saus tomat diencerkan. Nilai total padatan terlarut sebelum diencerkan dapat dilihat di tabel konversi. Dari tabel konversi didapat bahwa total padatan tomat terlarut adalah 40.7 Brix. Badan Standar Nasional menetapkan bahwa total padatan terlarut menurut SNI pada saus tomat adalah harus lebih besar atau sama dengan dari 30 Brix yang diukur pada refratrometer 20 derajat Celcius. Nitai 30 Brix tersebut adalah ambang batas dimana apabila total padatan terlarut kurang dari 30 Brix maka tidak memenuhi standar. Nilai yang didapat pada sampel yang diuji menunjukkan bahwa sampel tersebut memenuhi standar SNI. Nilai yang didapat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang disyaratkan, hal ini menunjukkan bahwa sampel memiliki mutu yang tinggi. 3.2.3 Uji Total Plate Count (TPC)

6

TPC (Total Plate Count) merupakan suatu metode yang digunakan untuk menghitung total mikroorganisme yang terkandung didalam suatu sampel. TPC akan menghasilkan data kasar, artinya hasil perhitungan merupakan berbagai mikroorganisme (tidak spesifik pada satu jenis mikroorganisme saja). Pada pengujian TPC saus tomat perhtiungan dilakukan 2 kali yaitu hari pertama (setelah 24 jam) dan hari keempat (setelah 96 jam). Perhitungan ideal (tepat) adalah pada hari kedua (setelah 48 jam), akan tetapi terbentur dengan hari libur, jadi praktikan kesulitan untuk melakukan pengamatan. Perhitungan sendiri tidak menggunakan alat colony counter dikarenakan secara kasat mata saja sudah cukup menunjukan jumlah mikroorganisme yang ada. Mudahnya jumlah koloni dilihat dengan kasat mata disebabkan oleh mikroorganismenya yang posisinya terpisah satu sama lain.Tetapi nilai yang ada menunjukan suatu nilai wajar, artinya jumlah mikroorganisme yang ada tidak berlebih. Jika dibandingkan dengan persyaratan SNI maka dapat diketahui bahwa untuk perhitungan mikroba pada hari pertama masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu maksimal 2x102 dan yang diperoleh yaitu 200. Akan tetapi jika perhitungan dilakukan setelah 96 jam,hasil yang diperoleh tidah memenuhi SNI lagi dimana jumlah koloni yang tumbuh adalah 1.2 x 103. 3.2.4 Uji Kapang/khamir Produk pasta dan saus umumnya memiliki umur simpan yang tinggi. Sebab walaupun memiliki kadar air tinggi, namun aktivitas airnya rendah. Hal ini menyebabkan sedikitnya jenis bakteri yang mampu menyerang produk-produk pasta dan saus. Meskipun demikian, masih ada golongan mikroba yang dapat menyerang, seperti kapang dan khamir. Peluang serangan kapang lebih besar daripada khamir. Serangan kapang dapat menyebabkan tumbuhnya mikotoksin yang berpotensi menimbulkan kanker apabila dikonsumsi secara terus menerus (Anonim, 2008). Kapang merupakan mikroba dalam kelompok fungi yang berbentuk filamen, yaitu strukturnya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa menggunakan mikroskop. Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh pada tempe. Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya terletak pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar kemana-mana. Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering disebut sebagai bulukan. Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang berbahaya yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies kapang yang memproduksi mikotoksin terutama adalah dari jenis aspergillus, penicilium, dan fusarium. Beberapa contoh mikotoksin yang sering ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi oleh aspergillus flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus (Gandjar et al, 1999). Kapang mempunyai kisaran pH pertumbuhan yang luas, yaitu 1,5-11. Kebusukan makanan kaleng yang disebabkan oleh kapang sangat jarang terjasi, tetapi mungkin saja terjadi. Kebanyakan kapang tidak tahan panas sehingga adanya kapang pada makanan kaleng disebabkan oleh kurangnya pemanasan (under process) atau karena terjadi kontaminasi setelah proses. Kapang memerlukan oksigen untuk tumbuh sehingga pertumbuhan pada kaleng hanya mungkin terjasi apabila kaleng bocor. Kapang lebih tahan asam sehingga kapang sering membusukkan makanan asam seperti buahbuahan asam dan minuman asam. Dari hasil pengamatan yang dilakukan terhadap adanya kapang yang tumbuh pada saus tomat botol, diketahui bahwa kapang yang terlihat berjumlah 5 koloni pada pengenceran 10-2 dan 2 koloni pada pengenceran 10-3 yang dicirikan oleh adanya benang-benang halus pada permukaan agar. Menurut SNI 01-3546-2004 persyaratan mutu saus tomat untuk jumlah kapang maksimal yang tumbuh adalah 50. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kapang yang tumbuh pada saus tersebut masih memenuhi standar mutu SNI tersebut.

7

IV KESIMPULAN Saus tomat merupakan produk yang termasuk dalam kelompok makanan olahan atau awetan dengan tekstur setengah basah. Saus tomat terbuat dari buah tomat yang diolah bersama bumbu, bahan pengental, pengawet, pengasam atau bahan penyegar, bahan pewarna merah, serta air yang kemudian dikemas. Karakteristik mutu saus dapat berubah selama pengolahan maupun setelah pengolahan, sampai produk diterima oleh konsumen. Penurunan mutu yang dapat terjadi antara lain adalah warna menjadi lebih pucat, kekentalan menurun, dan rasa yang menyimpang, sehingga mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk saus. Perubahan-perubahan tersebut dapat disebabkan oleh penanganan yang kurang baik selama pengolahan maupun pasca pengolahan, dan adanya pengaruh mikrobiologis. Agar produk ini tetap aman dikonsumsi maka persyaratan mutu untuk saus tomat diatur dalam SNI 01-3546-2004. Dari pengujian yang dilakukan diperoleh hasil bahwa saus tomat ABC yang diuji memenuhi SNI yang ditetapkan untuk tiga jenis uji yang dilakukan yaitu uji organoleptik,jumlah padatan terlarut dan uji kapang sehingga aman untuk dikonsumsi dan memenuhi kelayakan mutu produk. Hal ini terlihat dari hasil pengujian hedonik, jumlah padatan terlarut, TPC dan uji kapang. Pengujian hedonik yang dilakukan didapatkan hasil bahwa untuk atribut bau (aroma) dan rasa berada pada rentang agak suka hingga suka. Kemudian untuk warna diperoleh hasil disukai oleh panelis. Dari semua hasil ini maka saus tomat ABC memenuhi SNI untuk uji organoleptik. Kemudian untuk jumlah padatan terlarut nilai yang didapat pada sampel yang diuji menunjukkan bahwa sampel tersebut juga memenuhi standar SNI. Standar jumlah padatan terlarut menurut SNI 01-3546-2004 yaitu minimal 30 brix sedangkan nilai yang didapat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang disyaratkan yaitu 40.7 brix. Hal ini menunjukkan bahwa sampel memiliki mutu yang tinggi. Selanjutnya untuk uji kapang diperoleh hasil 5 dan 2 koloni pada pengenceran 10-2 dan 10-3. Menurut SNI 01-3546-2004 persyaratan mutu saus tomat untuk jumlah kapang maksimal yang tumbuh adalah 50. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah kapang yang tumbuh pada saus tersebut masih memenuhi standar mutu SNI tersebut. Untuk uji TPC terdapat dua hasil yang diperoleh yaitu jika di inkubasi selama 24 jam maka jumlah mikroba yang tumbuh masih memenuhi SNI yang ditetapkan sedangkan jika di inkubasi selama 96 jam maka jumlah mikroba yang tumbuh tidak memenuhi syarat pada SNI.

8

V DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Bencana Dalam Makanan Kadaluwarsa. http://www.kompas.com. (21 Desember 2010. Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati. Akademika Pressindo, Jakarta. Gandjar, Indrawati et al. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Rahayu, W.P. 1991. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB, Bogor Soekarto. 1985. Uji Organoleptik. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Wikipedia. 2009. Evaluasi Sensori. http://id.mwikipedia.org/wiki/evaluasi_sensori. (18 Desember 2010) Winarno, F.G dan Jenie. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia, Jakarta.

9

VI LAMPIRAN 6.1 Lampiran I Prosedur pengujian 1. Uji hedonik Bahan : saus tomat ABC Prosedur 1. Saus tomat disajikan pada beberapa piring kecil 2. Piring berisi saus tomat diletakkan pada meja uji dilaboratorium pengawasan mutu 3. Panelis masuk satu per satu dan saus tomat dilakukan uji terhadap warna,aroma(bau) dan rasa 4. Panelis mengisi form penilaian yang telah disediakan 2. Uji Padatan Terlarut Peralatan 1. Corong diameter 7,5 cm 2. Kain penyaring atau kapas 3. Sentrifugasi 4. Refraktometer dengan ketelitian sampai dengan 0,0001m, terkalibrasi Prosedur 1. Tanpa pengenceran a. Contoh sampel diaduk sampai homogen kemudian disaring melalui kain penyaring atau kapas. b. Cairan jernih ditampung, bila mengalami kesulitan menggunakan sentrifugasi. c. Cairan yang dihasilkan diteteskan pada prisma refraktometer. d. Skala yang ditunjukkan dicatat begitu pula dengan suhu pengukurannya. e. Nilai refraktif dikonversikan terhadap padatan terlarut. 2. Dengan pengenceran a. Sebanyak 100 gram contoh ditimbang yang telah dihomogenkan, kemudian ditambahkan 100 ml air suling dan diaduk sampai merata. Setelah itu disaring melalui kain penyaring atau kapas. Hasil penyaringan ditampung, bila mengalami kesulitan menggunakan sentrifugasi. b. Tahapan berikutnya sama dengan tahapan pada tahapan tanpa pengenceran. 3. Uji Total Plate Count (TPC) dan Uji Kapang dan Khamir Bahan dan Alat : 1. 2. 3. 4. 5. Saus Nutrien agar (Media PCA) Pipet ukur Cawan petri Penghitung koloni

6. Inkubator.

10

Prosedur : 1. Persiapan sampel (1 gr saus) Timbanglah 1 gram Saus dalam wadah terpisah. Saat penimbangan sangat diperhatikan aspek aseptisnya, karena akan mempengaruhi perhitungan mikroorganisme nantinya. 2. Pengenceran 1. Siapkan 3 tabung pengencer yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis steril, tulislah berturut-turut 1 : 10, 1 : 100, 1 : 1000 2. Pipet secara aseptis 1 gr sampel yang telah tersedia, masukan kedalam tabung pengencer 1 : 10, kocoklah tabung pengencer dengan cara membalikan tabung pengencer sebanyak 10 kali. 3. Buat seri pengenceran berikutnya ke dalam tabung pengencer yang lebih tinggi seperti pada poin b. 2, sehingga akan dipeoleh seri pengenceran 1 : 10, 1 : 100, dan 1 : 1000.

3. Inokulasi metode penuangan (pour plate)1. Kocok sampel hasil pengenceran 1 : 100 dan 1 : 1000 sampai homogeny 2. Pipet 0,5 1,0 ml sampel secara aseptis masukan ke dalam cawan petri kosong steril

3. Tuangkan sebanyak 15 ml (sepertiga tinggi cawan petri) medium Nutrien Agar cairsuhu 450C ke dalam cawan petri yang berisi sampel hasil pengenceran. 4. Ratakan campuran sampel dengan nutrien Agar dengan cara memutar cawan petri membentuk angka 8 (delapan) diatas meja kerja. Biarkan medium memadat. Buat duplo atau triplo. 4. Inkubasi Agar cawan yang sudah memadat diinkubasikan dalam incubator suhu 370C selama 48 jam dengan posisi cawan petri terbalik. 5. Pengamatan 1. Ambil Cawan petri dari inkubator

2. Perhitungan dilakukan dengan bantuan alat perhitungan koloni (colony counter)3. Dihitung juga kapang dan khamir yang terkandung didalamnya 6.2 Lampiran II Tabel Persyaratan Mutu Saus Tomat pada SNI 01-3546-2004 No 1 1.1 1.2 1.3 Uraian Keadaan Bau Rasa Warna Satuan Persyaratan Normal Normal khas tomat Normal

11

2 3 4 4.1

Jumlah Padatan Terlarut Keasaman, dihitung sebagai asam asetat Bahan tambahan makanan Pengawet

Brix, 200C % b/b

Min 30 Min 0,8 Sesuai dengan SNI 010222-1995 dan peraturan di bidang makanan yang berlaku Sesuai dengan SNI 010222-1995 dan peraturan di bidang makanan yang berlaku

4.2 5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 6 6.1 6.2

Pewarna tambahan Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran mikroba Angka Lempengan Total/ TPC Kapang dan Khamir

Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg Koloni/g Koloni/g

Maks 1,0 Maks 50,0 Maks 40,0 Maks 40,0 Maks 0,03 Maks 1,0 Maks 2x102 Maks 50

6.3 Lampiran III Tabel Konversi Jumlah Padatan Terlarut

12

13

14

Pembagian tugas : 1.Cover dan daftar isi 2.Pendahuluan 3.Metodologi 3.hasil pengamatan 5.pembahasan - pembahasan awal - uji hedonik -uji jumlah padatan terlarut - uji TPC - uji kapang 5. kesimpulan 6. Daftar Pustaka 7. lampiran -prosedur pengujian - tabel persyaratn SNI -tabel konversi padatan terlarut 8. Editing Puja Dwi Sari Sri Endah Sedah Ayu Hilman Hadid Siti Aminah Oktaviyani Puja Dwi Sari dan Sri Endah Sedah Ayu Siti Aminah Oktaviyani dan Puja Dwi Sari Hilman Hadid Agus Hidayatul Rohman Renny Puspitasari Puja Dwi Sari Puja Dwi Sari Renny Puspitasari, Puja Dwi Sari, Agus Hidayatul R Renny puspitasari Puja Dwi Sari Puja Dwi Sari

15