laporan ukm gizi
TRANSCRIPT
LAPORAN UKM
F.4. UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh
Program Dokter Internship Puskesmas Mergangsan
OLEH :
dr. Imelda Ika Aprilia
PUSKESMAS MERGANGSAN YOGYAKARTA
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Nama : dr. Imelda Ika Aprilia
Judul Laporan Kasus : Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Yogyakarta, Agustus 2013
Mengetahui
Dokter Pendamping
dr. Heronita Purnamasari
NIP. 19811111 200902 2005
Berita Acara Presentasi Portofolio
Pada hari ini tanggal : Agustus 2013 telah dipresentasikan portofolio oleh :
Nama : dr. Imelda Ika Aprilia
No. ID peserta :
Dengan judul/topik : Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
Nama Pendamping : dr. Heronita Purnamasari
No. ID Pendamping : 19811111 200902 2005
Nama Wahana : Puskesmas Mergangsan
Peserta Presentasi
No Nama Peserta No. ID Peserta Tanda tangan
1 ....................................... ................................. .......................
2 ....................................... ................................. .......................
3 ....................................... ................................. .......................
4 ....................................... ................................. .......................
5 ....................................... ................................. .......................
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesunguhnya
Dokter Pendamping
dr. Heronita Purnamasari
NIP. 19811111 200902 2005
BAB I
PENDAHULUAN
Gambaran pembangunan kesehatan ditingkat kabupaten dapat dilihat dari
tiga komponen utama yang saling kait mengakit dan saling berhubungan, ketiga
komponen tersebut adalah status perkembangan dan kelangsungan hidup, status
kesehatan dan status pelayanan kesehatan.
Status pelayanan kesehatan terdiri dari cakupan pengelolaan pelayanan
program kesehatan dan sarana-prasarana kesehatan. Salah satu pengelolaan
program kesehatan adalah pengelolaan program perbaikan gizi. Pada tingkat
Puskesmas program perbaikan gizi merupakan salah program dasar puskesmas
dari 7 (tujuh) program dasar yang ada, yaitu Program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA), Program Perbaikan Gizi, Program Kesehatan Lingkungan, Program
Promosi Kesehatan, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P),
Program Pengobatan dan Program Spesifik Lokal. Berhasil tidaknya pelaksanaan
ke tujuh program ini, semua tergantung dari pengelolaan atau penyelenggaraannya
termasuk pengelolaan program perbaikan gizi.
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan
terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu
masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Kasus anak
gizi buruk masih banyak ditemukan baik di kota/desa. Berdasarkan Susenas 2003
prevalensi gizi kurang (BB/U<-2 SD) 27,5% (5 juta) dan diantaranya 8,3% (1,5
juta) gizi buruk (BB/U<-3SD). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010,
sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk.
Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat
kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh
kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50%
kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk. Menurut IDAI
Malnutrisi di masyarakat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh
terhadap 60% dari 10,9 juta kematian anak dalam setiap tahunnya dan 2/3 dari
kematian tersebut terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada
tahun pertama kehidupan (Infant Feeding Practice)
Dampak jangka pendek gizi kurang/buruk pada masa batitaadalah
gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, otot, komposisi tubuh dan
metabolic programming glukosa, lemak dan protein. Dampak jangka panjang
dapat berupa rendahnya kemampuan nalar, prestasi pendidikan, kekebalan tubuh,
dan produktifitas kerja. Selain itu meningkatkan risiko diabetes, obesitas, penyakit
jantung koroner, hipertensi, kanker, stroke dan penuaan dini.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan
pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi KEP
berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan
sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan,
puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG
(Pusat Pemulihan Gizi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Gizi
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi.
Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizinya, kecuali bayi umur 0-6 bulan, ASI adalah satu-satunya
makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara
wajar dan sehat. Makanan beraneka ragam yang dimaksud diatas adalah makanan
yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas
maupun kuantitasnya, yaitu makanan yang mengandung zat tenaga, zat
pembangun, dan zat pengatur.
Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu,
ubi jalar, sagu, kentang, roti dan minyak, margarin dan santanyang mengandung
lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang
aktivitas sehari-hari.
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah
telur, ikan, ayam, daging, susu, serta hasil olahan seperti keju. Zat pembangun
berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan
seseorang.
Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-
buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan
untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
II.2. Faktor Penyebab Gizi Kurang atau Gizi Buruk
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat. Tidak tersedianya makanan yang
adekuat terkait langsung dengan kondisi sosial ekonomi. Kemiskinan sangat
identik dengan tidak tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan
negara lain menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang
gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar
masalah gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan
pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi presentasi anak
yang kekurangan gizi.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang. Makanan alamiah
terbaik bagi bayi yaitu ASI. Makanan pendamping ASI yang tepat, baik
jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap status gizi bayi. Pada
keluarga dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang rendah seringkali
anaknya harus puas dengan makanan seadanya yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuannya.
3. Pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang
diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan,
mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan kebersihan, meskipun
sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur pendidikan
perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak.
Kebiasaan, mitos atau kepercayaan masyarakat tertentu yang tidak benar
dalam pemberian makan akan sangat merugikan anak. Misalnya kebiasaan
memberi minum bayi hanya dengan air putih, memberikan makanan padat terlalu
dini, berpantang pada makanan tertentu (misalnya tidak memberikan anak daging,
telur, dll) yang akan menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan
lemak, protein maupun kalori yang cukup sehingga anak menjadi sering sakit
(frequent infection).
Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di negara
berkembang seperti Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan yang masih
kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi kronik
seperti misalnya tuberculosis yang masih tinggi. Kaitan infeksi dan kurang gizi
seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling
terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang
gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem
pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi.
II.3. Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu,
contoh gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya pemasukan dan
pengeluaran yodium dalam tubuh.
Perlunya deteksi dini status gizi mengingat penyebabnya sangat kompleks,
pengelolaan gizi buruk memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua
pihak. Langkah awal pengelolaan gizi buruk adalah mengatasi kegawatan yang
ditimbulkannya, dilanjutkan dengan “frequent feeding” (pemberian makan yang
sering, pemantauan akseptabilitas diet penerimaan tubuh terhadap diet seimbang,
cukup kalori dan protein serta pentingnya edukasi pemberian makan yang benar
sesuai umur anak.
Menurut Menkes No. 9201 menkes/SK/VIII/2002 status gizi ditentukan
berdasarkan Z-Score berdasarkan berat badan (kg) terhadap umur (bulan) yang
diklasifikasikan sebagai berikut :
Gizi lebih : apabila berat badan > +2 SD
Gizi baik : apabila berat badan antara -2 SD hingga +2 SD
Gizi kurang : apabila berat badan ≥ -3 SD hingga < -2 SD
Gizi buruk : apabila berat badan < -3 SD
II.4 Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian
yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
a. Antropometri
1. Definisi
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi.
2. Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini
terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti
lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
IMT atau BMI merupakan alat atau cara yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat
meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan
lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. Oleh
karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang
dapat mencapai usia harapan hidup lebih lama.
Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa usia > 18 tahun dan tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan.
Cara penghitungannya :
IMT = BB (kg)
TB (cm)2
Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut :
Kategori Keterangan IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat <>
Kurus sekali Kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,4
Normal Normal 18.5-25,0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25,1-27,0
Obes Kelebihan BB tingkat berat >27,0
b. Klinis
1. Definisi
Pemeriksaan klinis adalah metode penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau
pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar
tiroid.
2. Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat.
Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis
umum dari salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
fisik yaitu tanda dan gejala atau riwayat penyakit.
c. Biokimia
1. Definisi
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan
spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,
urin, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
2. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan klinis faali dapat lebih
banyak membantu untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
d. Biofisik
1. Definisi
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
statusgizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan
melihat perubahan struktur dari jaringan.
2. Penggunaan
Umumnya digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta
senja epidemik (epidemic of night blindless). Cara yang digunakan adalah
tes adaptasi gelap.
Klasifikasi status gizi secara klinis dan antropometris berdasarkan BB/PB
menurut standar Depkes RI 2006 :
Antropometri Z-score Interpretasi
BB/U < -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
> 2 SD
Berat badan sangat rendah
Berat badan rendah
Berat badan normal
Berat badan lebih
PB/U < -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
Pendek sekali
Pendek
-2 SD s/d 2 SD
> 2 SD
Normal
Tinggi
BB/PB < -3 SD
-3 SD s/d < -2 SD
-2 SD s/d 2 SD
> 2 SD
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
II.5. Komplikasi Gizi Kurang pada Balita
Kondisi gizi buruk akan banyak mempengaruhi banyak organ dan sistem,
karena kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi asupan
mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi buruk akan
mengacaukan sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun
pertahanan mekanik sehingga mudah sekali terkena infeksi.
Secara umum, dalam kondsi akut, gizi buruk dapat mengancam jiwa
karena berbagai disfungsi yang dialami, ancaman yang timbul antara lain
hipotermi karena jaringan lemaknya tipis, hipoglikemia dan kekurangan elektrolit
penting serta cairan tubuh.
Jika fase akut tertangani namun tidak di follow up dengan baik akibatnya
anak tidak dapat mengejar ketinggalannya, maka dalam jangka panjang kondisi ini
berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya. Akibat gizi
buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan perfomance anak akibat kondisi
‘stunting’ (postur tubuh kecil pendek) yang diakibatkannya. Yang lebih
memprihatinkan lagi, perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi
terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dengan derajat beratnya,
lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri.
Jika kondisi gizi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan
otak (0-3 tahun), dapat dibayangkan jika otak tidak dapat berkembang
sebagaimana anak yang sehat, dan kondisi ini akan irreversible (sulit untuk dapat
pulih kembali). Dampak terhadap pertumbuhan otak ini menjadi vital karena otak
adalah salah satu aaset yang vital bagi anak untuk dapat menjadi manusia yang
berkualitas di kemudian hari.
II.6. Tatalaksana Gizi Buruk
Pelayanan pemulihan anak gizi buruk dilaksanakan sampai dengan anak
berstatus gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD). Pelayanan anak gizi buruk dilakukan
dengan frekuensi sebagai berikut:
• 3 bulan pertama, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap minggu
• Bulan ke 4 sampai ke 6, anak gizi buruk datang dan diperiksa setiap 2 minggu
Anak yang belum dapat mencapai status gizi kurang (-2 SD sampai -3 SD,
dan tidak ada edema) dalam waktu 6 bulan, dapat melanjutkan kembali proses
pemulihan, dengan ketentuan, jika:
• Masih berstatus gizi buruk, rujuk ke RS atau Puskesmas Perawatan atau Pusat
Pemulihan Gizi (PPG)
• Sudah berstatus gizi kurang, maka dilanjutkan dengan program pemberian
makanan tambahan dan konseling.
Pemberian obat dilakukan bila pada saat kunjungan ke puskesmas anak
dalam keadaan sakit, maka oleh tenaga kesehatan anak diperiksa dan diberikan
obat, selanjutnya pemberian vitamin A dosis tinggi diberikan pada anak gizi buruk
dengan dosis sesuai umur pada saat pertama kali ditemukan.
Tata laksana anak gizi buruk meliputi fase stabilisas untuk
mencegah/mengatasi hipoglikemia, hipotermi dan dehidrasi, fase transisi, fase
rehabilitasi untuk tumbuh kejar dan tindak lanjut.
a. Fase Stabilisasi
Pada fase ini, peningkatan jumlah formula diberikan secara bertahap dengan
tujuan memberikan makanan awal supaya anak dalam kondisi stabil. Formula
hendaknya hipoosmolar rendah laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml
mengandung 75 kal dan protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula75(F 75)
Tabel kebutuhan gizi fase stabilisasi
b. Fase Transisi
Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak
(cath-up). Diberikan F100, setiap 100 ml F100 mengandung 100 kal dan
protein 2,9 gram.
Tabel kebutuhan gizi pada fase transisi
c. Fase Rehabilitasi
Terapi nutrisi fase ini adalah untuk mengejar pertumbuhan anak. Diberikan
setelah anak sudah bisa makan. Makanan padat diberikan pada fase
rehabilitasi berdasarkan BB< 7 kg diberi MP"ASI dan BB ≥ 7 kg diberi
makanan balita. Diberikan makanan formula 135 (F 135) dengan nilai gizi
setiap 100 ml F135 mengandung energi 135 kal dan protein 3,3 gram.
Tabel kebutuhan gizi pada fase rehabilitasi
d. Fase tindak lanjut dilakukan di rumah
Setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB atau BB/PB ≥ -2 SD, tidak
ada gejala klinis dan memenuhi kriteria selera makan sudah baik,makanan
yang diberikan dapat dihabiskan, ada perbaikan kondisi mental, anak sudah
dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan sesuai umurnya,
suhu tubuh berkisar antara 36,5 – 37,7oC, tidak muntah atau diare, tidak ada
edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2 minggu
berturut-turut.
.
.
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1. Identitas Pasien
Nama pasien : An. MP
Umur : 3 Tahun 2 bulan
Jenis kelamin : Laki Laki
Tanggal lahir : 3 April 2010
Alamat : Kraton
Agama : Islam
Suku bangsa : jawa
Anak ke : 1
Riwayat persalinan : normal
III.2. Anamnesis
a. Keluhan utama : Berat badan yang tidak naik naik
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu mengeluhkan berat badannya anaknya yang tidak naik-naik, dan
mendapat arahan dari Puskesmas setempat untuk memeriksakan anaknya
ke rumah pemulihan gizi. Anak tidak sedang batuk, pilek ataupun panas.
Menurut ibu anaknya susah sekali untuk makan, kalaupun makan sering
tidak habis. Sekali waktu makan anak dapat menghabisi waktu lebih dari
30 menit. Sedangkan ibunya masih harus mengurus adeknya pasien yang
masih kecil. Untuk menu makan anak masih senang memilah milah.
Dalam sehari anak makan 3 kali,
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat demam disangkal
- Riwayat diare (-), menurut orang tua anak sering mengalami diare
berulang. Namun tidak pernah diperiksakan kedokter karena menurut
ibu biasanya akan sembuh sendiri.
- Riwayat sakit berat disangkal
d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan riwayat
kehamilan baik, ANC teratur di bidan puskesmas, usia kehamilan cukup
bulan. Persalinan normal, berat badan lahir 2850 gr. Lahir langsung
menangis. Riwayat trauma saat persalinan disangkal.
e. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan KMS.
f. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit keluarga disangkal.
g. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan perbulan
sebesar Rp. 1.500.000. Ibu pasien sehari-hari dihabiskan dirumah untuk
mengurusi keluarga. Pasien tinggal dirumah sewaan. Kesan ekonomi
keluarga cukup.
III.3. Pemeriksaan Fisik
a. KU : baik, anak tampak sangat kurus dan pendek
b. Tanda vital :
Kesadaran : compos mentis
Suhu : afebris
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : tidak dihitung
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 89 cm
c. Grafik WHO :
BB/U : < -3 SD berat badan kurang
PB/U : < -2 SD pendek
BB/PB : < - 3 SD sangat kurus
d. Kepala : mesocephal, rambut tampak lebih sedikit
e. Leher : pembesaran limfonodi (-)
f. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
g. Hidung : sekret (-), napas cuping hidung (-)
h. Telinga : gangguan pendengaran (-)
i. Mulut : bibir kering (-), sianosis (-)
j. Kulit : keriput (+)
k. Thorak : dalam batas normal
l. Abdomen : dalam batas normal
m. Ekstrimitas : edem (-), atrofi otot (-)
III.4. Diagnosis
Berat badan kurang
Stunted
Gizi buruk
III.5. Rencana Penatalaksanaan
Tata laksana gizi buruk dengan F75 fase stabilisasi 1400 kkal
Kotrimoxazol 2 x 7,5 ml selama 5 hari
Multivitamin tanpa Fe
Zinc 1x10 mg
III.6. Data Puskesmas / RPG
Data Keluarga
No Anggota
keluarga
Hubungan
keluarga
Jenis
kelamin
Umur Pendidikan Pekerjaan Imunisasi
1. Bp. M Ayah Pria 25 SMA Wiraswasta -
2. Ny. S Ibu Wanita 21 SMEA Wiraswasta -
3. An. AM Anak Pria 3 Lengkap
4. An. B Anak Wanita 1 Lengkap
III.7. Data Lingkungan
a. Data Individu
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien tinggal
bersama kedua orantuanya dan kakaknya. Jumlah keluarga yang tinggal
serumah adalah 4 orang
b. Ekonomi
Pasien belum sekolah. Ayah bekerja sebagai wiraswasta dengan
penghasilan sebesar Rp. 1.500.000 per bulan.
c. Masyarakat
Kegiatan posyandu diselenggarakan secara rutin dan dilakukan oleh kader,
sehingga kesehatan anak disekitar rumah pasien terpantau oleh kader.
d. Lingkungan Rumah
Pasien tinggal di daerah padat. Jarak tiap rumah cukup dekat. Tidak setiap
rumah memiliki halaman. Rumah pasien berukuran 6x10 m2, jumlah
ventilasi cukup.
III.8. Data Perilaku
Kurangnya gizi pada pasien dapat berkaitan dengan asupan yang kurang,
hal ini diketahui karena menurut ibu pasien, pasien sangat sulit untuk makan,
memilih milih untuk makan dan sulit menghabiskan makanannya. Pasien lebih
senang mengemil jajanan warung di dekat rumahnya.
BAB IV
ANALISIS
A. Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan, didapatkan pasien dengan usia 3tahun 2 bulan
dengan keluhan berat badan tidak naik-naik.. Berdasarkan grafik WHO untuk
BB/U: < -3 SD, PB/U: -2 SD, BB/PB: -3. Berdasarkan kriteria diatas pasien
didiagnosis balita gizi buruk, pendek, dan berat badan sangat rendah.
B. Lingkungan
Secara umum penilaian terhadap lingkungan tempat tinggal pasien sudah
cukup baik. Kegiatan kemasyarakatan berupa posyandu berjalan dengan baik
dan rutin. Keadaan sosial ekonomi dapat berkaitan dengan keadaan rumah,
dan penghasilan. Pasien tinggal di lingkungan yang padat dengan kondisi
rumah yang cukup. Berdasarkan hasil wawancara mengenai pendapatan,
dengan penghasilan Rp. 1.500.000 dirasakan keluarga pasien kurang untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
C. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi dapat berkaitan dengan keadaan rumah, dan
penghasilan. Pasien tinggal di lingkungan yang padat dengan kondisi rumah
yang cukup. Berdasarkan hasil wawancara mengenai pendapatan, dengan
penghasilan Rp 1.500.000 dirasakan keluarga pasien kurang.
D. Perilaku
Pasien sangat sulit makan, suka memilih milih makanan hanya senang jika
makan dengan nasi, telor, kecap dan itupun sangat sulit habis. Pasien lebih
senang ngemil jajanan warung, untuk minum susupun pasien hanya senang
dengan susu susu dalam kemasan. Sehingga BB anak sulit naik dan bahkan
cenderung menurun.
E. Pelayanan Kesehatan
Pada kasus ini RPG menangani gizi buruk dengan pemberian F75/ pada fase
stabilisasi. Disamping dilakukan konseling gizi terhadap orang tua,
pemberian makanan tambahan, home visite serta terus dilakukan pengamatan
berkala di RPG, namun pada pasien ini belum dilakukan pengamatan berkala
di RPG dikarenakan ini merupakan kunjungan yang pertama dan akan
direncanakan untuk dilakukan pengamatan berkala.
BAB VIII
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada anak didapatkan bahwa status gizi
anak menurut BB/PB anak tergolong gizi buruk, berdasar BB/U termasuk sangat
kurus, dan berdasarkan PB/U anak termasuk pendek. Dari data diatas dapat
disimpulkan tentang beberapa faktor yang mempengaruhi gizi buruk, yaitu :
1. Kurangnya jumlah dan kualitas asupan yang harusnya diterima anak.
2. Karena mempunyai adek diusia yang cukup dini, sehingga membuat fokus
sang ibu terbagi secara tidak langsung memperparah kondisi anak.