laporan ujian akhir praktek nindy cahyani irva 11111615

78
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APPENDECTOMY DI RAWAT INAP BANGSAL BEDAH PRIA RSUP DR.M.DJAMIL PADANG Laporan hasil ujian akhir praktek NINDY CAHYANI IRVA 11111615 1

Upload: nellaelsyah

Post on 24-Nov-2015

76 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APPENDECTOMY DI RAWAT INAP BANGSAL BEDAH PRIA RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

Laporan hasil ujian akhir praktek

NINDY CAHYANI IRVA 11111615

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG2014

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APPENDECTOMY DI RAWAT INAP BANGSAL BEDAH PRIA RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

Laporan hasil ujian akhir praktek

NINDY CAHYANI IRVA 11111615

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATANSTIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis ucapan kepada allah SWT yang telah melimpahkan rahmad dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun proposal studi kasus ini dengan judul Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Appendectomy di ruang bangsal Bedah Pria RSUP.DR.M.Djamil Padang Tahun 2014Dalam penulisan proposal studi kasus ini penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan dan dorongan berbagai pihak akhirnya dapat menyelesaikan dengan baik.Proposal studi kasus ini tersusun berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :1. Ibu Ns. Nova Fridalni,S.Kep, M.Biomed selaku pembimbing yang telah mengarahkan, memberikan masukan dan bimbingan serta meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan tuntunan dalam menyelesaikan studi kasus ini.2. Ibu Mitayani, SST, M.Biomed selaku ketua prodi D III Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang 3. Ibu Hj. Elmiyasna. K. Skp, MM selaku ketua STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.4. Staf dosen akademi D III Keperawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sebagai bekal bagi penulis.5. Untuk RSUP Dr. M . Djamil padang yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan pengambilan data dan hal-hal yang bersangkutan dengan kelengkapan proposal ini.6. Teristimewa teruntuk kedua orang tua, Ayahnda dan Ibunda yang selalu memberikan doa dan dukungan, baik secara moril dan materil kepada penulis. Semoga allah SWT selalu memberkahi kita dengan kesehatan dan kebahagian dunia dan akhirat.7. Rekan-rekan mahasiswa prodi D III Keparawatan STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang.8. Serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan proposal studi kasus ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.Semoga bimbingan, bantuan dan amal yang telah diberikan kapada penulis, mendapatkan balasan dari allah SWT. Akhir kata, untuk kesempurnaan proposal studi kasus ini penulis berharap masukan, kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan penulis menerima dengan senang hati.Padang, April 2014

PenulisDAFTAR ISI

SAMPUL DALAMiPERSETUJUAN PEMBIMBINGiiKATA PENGANTARiiiDAFTAR ISIvDAFTAR GAMBARviiBAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang1B. Rumusan Masalah4C. Tujuan41. Tujuan Umum42. Tujuan Khusus4D. Manfaat Penulisan5E. Ruang Lingkup 5

BAB II TINJAUAN TEORITISA. Konsep Dasar61. Pengertian62. Anatomi & Fisiologi73. Klasifikasi 84. Etiologi95. Patofisiologi96. WOC117. ManifestasiKlinis128. Komplikasi139. Pemeriksaan Diagnostik1310. Penatalaksanaan14a. medis14b. non Medis15B. Asuhan Keperawatan Teoritis161. Pengkajian162. Diagnosa Keperawatan223. Intervensi Keperawatan 224. Implementasi Keperawatan295. Evaluasi Keperawatan29BAB III LAPORAN KASUS A. Pengkajian 30B. Analisa Data36C. Intervensi 38D. Evaluasi keperawatan42DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Usus Besar .......7

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSistem pencernaan merupakan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita, tetapi tidak jarang juga kelainan pada sisten ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Salah satunya adalah appendiksitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak di perlukan pada appendiksitis untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya seperti peritonitis generalist (Suratun, lusianah, 2013)Sistem pencernaan terdiri dari cavum oris, dentis, faring, osofagus, gater, instetine crasum, dan rectum. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan kedalam lingkungan internal tubuh (R,Sjamsuhidayat.wim dejong, 2005).Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak tau fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindak lanjut bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (wijaya.putri, 2013).Appendiksitis adalah merupakan salah satu penyakit saluran pencernaan yang paling umum ditemukan dan yang paling sering memberikan keluhan abdomen yang akut (Price, 2006).Angka kejadian appendiksitis cukup tinggi di Dunia. WHO memperkirakan insidens appendiksitis didunia tahun 2007 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2007, dihasilkan data 4 dari 10.000 anak usia di bawah 14 tahun menderita appendiksitis dan lebih dari 80.000 kasus appendiksitis terjadi Amerika Serikat.Meningkatnya angka kejadian appendiksitis di Negara-negara berkembang beberapa tahun terakhir, dapat terlihat di negara Indonesia. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2009, appendiksitis merupakan penyakit sistem pencernaan dengan urutan ke tiga terbanyak di Indonesia setelah penyakit sistem pencernaan lain yaitu dyspepsia gastritis, dan duodentis. Jumlah pasien appendiksitis yang menjalani rawat inap pada tahun 2008 yaitu 591.819 dan pada tahun 2009 mencapai 596.132 orang. (Depkes RI, 2009)Dari data yang telah dikumpulkan di RSUP DR.M.DJAMIL Padang di temukan pada tahun 2012 jumlah penderita appendiksitis yang melakukan post op appendiktomy dari 148 orang, dimana terdapat 72 penderita berjenis kelamin laki-laki dan 76 berjenis kelamin perempuan. Pada tahun 2013 jumlah penderita appendiksitis yang melakukan post op appendiktomy dari 87 orang, dimana 39 orang dengan jenis kelamin laki-laki dan 48 orang berjenis kelamin perempuan.Berdasarkan data-data diatas angka kejadian appendiksitis terus meningkat. Klien yang menderita appendiksitis ini banyak yang mengalami dampak biologis, psikologis, dan sosial seperti rasa takut dengan penyakitnya, rasa gelisah, tidak nyaman, dan ketakutan yang berlebihan atas penyakit yang di deritanya. Dampak biologisnya bisa dilihat dari bekas luka operasi atas tindakan appendiktomy dengan gangguan citra tubuh dan juga keterbatasan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan.Peran perawat dalam memberikan Asuhan keperawatan pada klien dengan appendiksitis dan appendectomy yaitu melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Upaya promotif meliputi pemberian pendidikan kesehatan tentang penyakit appendiksitis, upaya preventif yaitu mencegah infeksi pada luka post op appendectomy dengan cara perawatan luka dengan teknik aseptik dan antiseptik, upaya kuratif meliputi pemberian pengobatan dan menganjurkan klien untuk mematuhi terapi, serta upaya rehabilitatif meliputi perawatan luka dirumah dan menganjurkan klien meneruskan terapi yang telah diberikan.Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Appendiksitis ataupun Appendectomy di Rawat Inap Bangsal Bedah Pria RSUP DR.M.Djamil Padang.

B. Rumusan MasalahBerdasarkan Latar belakang yang telah di uraikan di atas maka penulis ingin memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan appendiktomy di RSUP DR.M.Djamil Padang.

C. Tujuan1. Tujuan UmumUntuk mengetahui gambaran secara nyata dan penerapan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Appendectomy di RSUP.DR.M.Djamil padang.2. Tujuan khususa. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan appendectomy di RSUP.DR.M.Djamil padang.b. Mampu merumuskan masalah yang ditemukan pada saat pengkajian pasien dengan appendectomy di RSUP.DR.M.Djamil Padang berdasarkan prioritas masalah.c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan appendectomy di RSUP.DR.M.Djamil padang.d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas masalah yang ditemukan pada pasien appendectomy di RSUP. DR. M. Djamil padang.e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Appendectomy di RSUP.DR.M.Djamil Padang.f. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan perawatan yang telah dilaksanakan.

D. Manfaat Penulisan1. Hasil yang diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca serta dapat mengaplikasikan ilmu yang telah penulis dapat selama perkuliahan.2. Hasil makalah dapat di jadikan sebagai data dasar bagi penulis berikutnya.3. Sebagai mengetahui proses keperawatan yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah sakit.

E. Ruang LingkupRuang lingkup penelitian ini adalah penulis membahas tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Appendectomy di ruang bangsal Bedah Pria RSUP.DR.M.Djamil Padang Tahun 2014.

21

30

BAB IITINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar1. PengertianAppendiks adalah peradangan pada mukosa appendiks vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. (Masjoer, 2000).Appendiks adalah peradangan appendiks vermonalis yang timbul akibat obstruksi appendiks atau invasi agen infeksi (Lusianah.Suriatun, 2010).Appendiksitis adalah peradangan appendiks yang relatif sering di jumpai yang dapat timbul tanpa sebab yang jelas atau timbul setelah obstruksi appendiks (Corwin, 2000).Appendectomy merupakan pengangkatan appendiks dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dengan menggunakan endoskopi. Namun, adanya perlengketan multiple, posisi retroperitoneal dari appendiks, atau robek perlu dilakukan pembukaan (tradisional). (Doengoes, 2000)Appendectomy adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau dengan pendekatan endoskopi. (R, ratu. Adwan, 2013).

2. Anatomi dan fisiologiAppendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan perpangkal di sekum. Lumennya sempit dibagian proksitmal dan melebar di bagian distal. Namun demikian pada bayi appendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden appendiksitis pada usia itu. Pada 65% kasus, appendik terletak Intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang appendiks penggantungnya.

Gambar 2.1 Usus Besar Sumber : Dr. Seriadi Budiyono, 2011Pada kasus selebihnya, appendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asenden, atau di tepi lateral kolon asenden. Gejala klinis appendiks di tentukan oleh letak appendiks. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika superior dan a.apendikulari, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakali X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendiks bermula disekitar umbilikus. Perdarahan appendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangrene.Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan kelumen dan selanjutnya mengalir kesekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada pathogenesis appendiksitis (Sjamsuhidajat.de jong, 2005).Jaringan limfoid terlihat dalam appendiks 2 minggu setelah lahir. Jumlah folikel mencapai puncaknya yaitu 200, antara usia 12-20 tahun. Imunoglobin secretorius dihasilkan sebagai bagian dari jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus untuk melindungi lingkungan interior. Appendiktomy bukan merupakan predisposisi bagi kanker usus atau perubahan sistem imun. Appendiks bermanfaat tetapi tidak diperlukan. Dasarnya muncul dari sisi posteromodial sekum,dimana tiga teniakoli bertemu. Panjang dan lokasi dari ujung akhir bervariasi: pelvik, retrosekal, atau pada kuadrat bawah. Defek kongetial jarang dan secara klinis tidak bermakna, di pasokan arteri appendiseal. (Schawartz, 2000)3. KlasifikasiMenurut (Suratun. Lusianah, 2010) klasifikasi appendiksitis terbagi atas 2 yakni:a. Appendisitis akut, dibagi atas: Appendiksitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal dan appendiksitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.b. Appendiksitis Kronis, dibagi atas: appendiksitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal, appendiksitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.4. EtiologiAppendiksistis disebabkan oleh obstruksi pada lumen appendiks, infeksi bakteri, dan striktural pada dinding usus.a) Obstruksi atau penyumbatan pada lumen appendiks yang dapat disebabkan oleh fekalit (massa fases yang keras, terutama disebabkan oleh kekurangan makanan berserat). Konstipasi akan menaikan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan flor normal kolon, hiperplasia jaringan limfoid, benda asing tumor, cacing atau parasit lain.b) Infeksi bakteri (seperti: proteus, klebsiella, steptococus dan pseudomonas, dari bakteri anaerobic terutama bacteroides fragillis) parasite.c) Striktura karena fibrosis pada dinding usus (Suratun. Lusianah, 2010)5. PatofisiologiAppendiks terinflamasi dan mengalami odema akibat obstruksi oleh fekalit, tumor atau benda asing. Proses inflamasi mengakibatkan akumulasi cairan yang di produksi apendiks dan akhirnya meningkatkan tekanan intraluminal dan tekanan intramukosa meningkat dan menimbulkan nyeri abdomen atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam berlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Peningkatan tekanan tersebut akan menyebabkan infiltrasi mikro organisme kedinding apendis. Artinya appendiks terinfeksi yang seterusnya menjadi gangrene dengan profasi (suratum. Lusiandah, 2010)Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebutkan mucus yang diproduksi mukosa appendiks mengalami bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan adema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri yang ditanda dengan epigastrium.Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut appendiksitis supuraktif akut. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga muncul infiltrate appendik skularis (R.ratu. Adwan, 2013).

6. WOCFekalitTumorCacing

Obstruksi Appendiks

Bendungan Mukus

MK: Gangguan rasa nyaman nyeri

Appendiks terinflamasi berisi pus

Mual muntahPeningkatan tekanan intraluminal

Menghambat aliran limfeMK: Resiko tinggi kekurangan volume cairan

Ulserasi pada dinding mukosa

Gangren dan perforasi

AppendectomyPembatasan Pascaoperasi (contoh Puasa)

MK: Resiko kekurangan volume cairan

Luka Post Op

Kerusakan jaringan

Terputusnya kontinuetas jaringan

Penurunan pertahanan primer tubuh Merangsang saraf pusat simpatikMK: NyeriMK: Resiko tinggi infeksi

7. Manifestasi KlinisManifestasi klinis yang muncul pada klien appendiksitis adalah:1) Mual dan muntah dengan anoreksia akibat nyeri visceral.2) Obstipasi karena klien takut mengejan, klien appendiksitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa klien mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak appendiks pelvikal yang merangsang daerah rectum.3) Panas (infeksi akut) bila timbul komplikasi. Gejala lain timbul demam yang tidak terlalu tinggi dengan suhu 37,5-38,5 C, tetapi bila suhu lebih tinggi diduga telah terjadi perforasi.4) Pada inpeksi, klien berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, timbul kembung bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada abses appendiks. Posisi klien biasanya miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri. (Suratum. Lusianah, 2010).Nyeri terasa pada abdomen kuadrat bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal titik MC. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks. Bila appendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal: bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rectum kanan dapat terjadi.Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara parodooksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila appendiks telah rupture, nyeri dapat menyebar: distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk (R, ratu. Adwan, 2013).8. KomplikasiKomplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses.Tanda peritonitis umum (perforasi):1. Nyeri seluruh abdomen.2. Pekak Hati hilang.3. Bising Usus hilang(Sumber: Suriatun.Lusianah, 2010).9. Pemeriksaan Penunjanga. Test rectal. Hasil teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah protolitomi.b. Pemeriksaan laboratorium:a) Klien mengalami leokositosis (lebih dari 12.000 mm3) leokosit meningkatkan sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh dari mikroorganisme yang menyerang. Pada klien dengan appendiks akut, nilai nitofil akan meningkat 75%, perlu dipertimbangkan adanya penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita jika jumlah leokosit lebih dari dari 18.00/mm3) maka pada umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis.b) Hb (hemoglobin) nampak normalc) Urinalisis: normal, tetapi sritrosit, leukosit mungkin ada. Urine rutin penting untuk melihat adanya infeksi pada ginjal.c. Foto abdomen: dapat menunjukkan adanya pergesaran material pada appendiks (fekalit), ileus terlokalisir. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.10. PenatalaksanaanPenatalaksanaan appendiksitis menurut (Wijaya. Putri, 2013):a. Sebelum Operasi1. ObservasDalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendiksitis sering kali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan melakukan tirah baring dan di puaskan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya appendiksitis ataupun peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik, foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulkan keluhan.2. AntibiotikAppendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotik, kecuali antibiotik ganggrenosa atau appendiksitis perporasi. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic, dapat mengakibatkan abses atau perforasi.b. Operasi1. Appendectomy2. Appendiks di buang, jika appendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen di cuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.3. Abses apendiks di cuci dengan antibiotika IV, massanya mungkin mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Appendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi efektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.4. Pasca OperasiDilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan, angkat sonde lambung bila pasien sudah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat di cegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Suatu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat di angkat dan pasien diperbolehkan pulang. (Wijaya. Putri, 2013).B. Asuhan Keperawatan Teoritis1. Pengkajian1) Identitas KlienMeliputi nama, alamat, No MR, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku, kewarganegaraan, tanggal masuk rumah sakit, penanggung jawab, diagnose medis dan lain-lain.2) Riwayat Kesehatana. Riwayat Kesehatan DahuluBiasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang, seperti nyeri kuadran kana bawah, kebiasaan makan makanan rendah serat, riwayat konstipasi.b. Riwayat Kesehatan SekarangPre Operasi: Biasanya klien merasakan nyeri di sekitar perut kanan bawah, dan keluhan yang menyertai biasanya klien mengelukan rasa mual dan muntah serta demam.Post Operasi: Biasanya klien setelah menjalani operasi appendectomy pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti di tusuk-tusuk dengan skala nyeri lebih dari 5.c. Riwayat Kesehatan KeluargaBiasanya pada klien dengan appendisitis tidak ada kemungkinan untuk diturunkan karena penyakit appendisitis bukan penyakit keturunan.3) Pemeriksaan Fisika. Keadaan umum.Tingkat kesadaran :Biasanya pasien dengan appendectomy tingkat kesadaran compos mentis, keadaan umumnya lemah, penampilan klien secara umum kurang rapi, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa biasanya lemah atau kurang bersemangat.Tanda-tanda vital :a) Tekanan darah : biasanya TD klien normal (110-130 mmHg)b) Nadi : biasanya nadi klien normal (60-80 x/m).c) Suhu : biasanya suhu pasien normal (36,5oc).d) Pernafasan : biasanya pernafasan pasien normal (22 x/m).b. `KepalaBiasanya klien dengan appendectomy bentuk kepala simetris, tidak adanya hematoma atau edema, perlukaan (rincian luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka)a) Rambut: biasanya kulit kepala dan rambut bersih, tidak adanya lesi.b) Wajah: biasanya simetris kiri dan kanan, tidak ada oedema, bekas jahitan, dan lainnya.c) Mata : biasanya simetris dan lengkap, tidak edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan penglihatan serta bulu mata yang rontok dan lainnya.d) Hidung : biasanya tidak adanya pendarahan, mukosa kering, secret, sumbatan dan lainnya.e) Bibir: biasanya sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang.f) Gigi : biasanya gigi klien lengkap, berlobang, dan lainnya.g) Lidah:biasanya lidah klien simetris kiri dan kanan, dan kebersihan lidah klien bersih.c. Leher Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, JVP pasien normal (< 5-2 cm H2O).d. Dada/thoraxInspeksi: biasanya pergerakan dada simetris kiri dan kananPalpasi: biasanya fremitus pada paru-paru sama kiri dan kananPerkusi: biasanya bunyi terdengar sonorAuskultasi: biasanya bunyi terdengar sonor.e. JantungInspeksi: biasanya ictus cordis tidak terlihatPalpasi: biasanya ictus tidak teraba dan tidak ada masaPerkusi: biasanya terdengar sonorAuskultasi: biasanya irama jantung tidak teratur, kekuatan denyut jantung kuat.f. AbdomenInspeksi: biasanya abdomen terlihat tidak membuncit, terlihat ada bekas luka operasi.Auskultasi: biasanya bising usus belum karna pengaruh anastesiPalpasi: biasanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah.Perkusi: biasanya terdengar tympani.g. GenitourinariaBiasanya pada pasien appendectomy terpasang kateter, keadaan genitalia bersih.h. EkstremitasBiasanya ekstremitas atas terpasang infus.i. Sistem IntegumentBiasanya tugor kulit jelek, kemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah.

4) Data Pola Kebiasaan Sehari-hariNoPola aktivitasSehatSakit

1.a. Makan

b. Minum(a) Biasanya 3-4 x sehari.(b) Makanan biasanya (MB).Biasanya tidak ada keluhan

(a) Biasanya 8-10 gelas perhari

(b) Biasanya air putih serta tambahan air yang lain(a) Biasanya -3 kali sehari.(b) Biasanya makanan lunak(ML).

(a) Biasanya sering minum minimal 2500-3000 cc perhari

2.Eliminasia. BAB

b. BAK(a) Biasanya 1-2 x/hari

(b) Biasanya BAB lancar(c) Konstipasi normal

(a) Biasanya lancar, frekuensi 8-10 x/perhari(b) Sering BAK(a) Biasanya pada pasien adanya konstipasi(b) Biasanya klien jarang BAB

(a) Biasanya pasien sering buang air kecil

(b) BAK frekuensi 8-10 x/hari

3.Istirahat dan tidur(a) Biasanya 7-8 jam waktu istirahat(a). Biasanya pada pasien appendiktomy pola istirahatnya terganggu(b) Kurang dari7 jam / hari

5) Data sosial ekonomiBiasanya klien dengan post appendectomy tidak mengalami gangguan dalam hubungan sosial dengan orang lain.6) Data psikososialBiasanya klien tampak gelisa, cemas akan nyeri hebat atau akibat respons pembedahan sehingga mengakibatkan klien stres.7) Data spiritualBiasanya klien lebih banyak memilih meningkatkan spiritualnya untuk lebih meyakinkan diri untuk menerima kenyataan dan memotivasi dirinya sendiri.Pemeriksaan penunjangBiasanya pemeriksaan diagnostik yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium (terjadi leukosit ringan 10.000-20.000/ml), pemeriksaan radiologi biasanya tampak distensi sekum pada appendisitis akut, USG biasanya menunjukkan densitas kuadran kanan bawah/kadar aliran udara terlokalisasi.

2. Diagnosa KeperawatanMenurut (Doengoes, 2000) diagnose yang timbul pada klien post operasi appendectomy adalah:1) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka Post Operasi (Doengoes, 2000).2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah (Dongoes, 2000)3) Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi dan pembatasan pasca operasi (contoh puasa) (Doengoes, 2000).3. Intervensi KeperawatanNoDiagnosa KeperawatanTujuan dan kriteria hasilIntervensi keperawatanRasional

1.POST OPERASIResiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka post operasiTujuan:Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar: bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulent, eritema, demam.Mandiri:1. Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.

2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic.3. Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka/drein (bila dimasukkan), adanya eritema.

4. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat

Kolaborasi:5. Ambil contoh drainase bila diindikasikan

6. Berikan antibiotik sesuai indikasi

7. Bantu irigasi, drainase bila diindikasikan1. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, absos peritonitis.

2. Menurunkan resiko penyebaran bakteri

3. Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

4. Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.

5. Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi.6. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya abdomen.

7. Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi absos terlokalisir.

2. Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedahTujuan:Nyeri hilang/terkontrol

Kriteria hasil:Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.Mandiri:

1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala) 0 (tidak nyeri), 10 (nyeri paling buruk). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.

3. Dorong ambulasi dini.

4. Berikan aktivitas hiburan seperti mendengarkan music dan menonton tv.

5. Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.

6. Berikan analgesik indikasi

7. Berikan kantong es pada abdomen

1) Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memmerlukan upaya evaluasi medik.

2) Gravitasi eksudat dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi tertelentang.

3) Meningkatkan normalisasi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran falktus menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

4) Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan kuping.5) Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.

6) Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain contoh ambulasi batuk.

7) Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

3Resiko tinggi kurangnya volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi dan pembatasan pasca operasi (contoh puasa).Tujuan:Mempertahankan keseimbangan cairan.Kriteria Hasil:Membaran mukosa lembab, tugor kulit baik.Mandiri:1. Awasi TD dan Nadi

2. Lihat membran mukosa: kaji tugor kulit dan pengisian kapiler.

3. Awasi masukan dan haluran:Catat warna urine/konsentrasi berat jenis.

4. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus.

5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.

6. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.

Kolaborasi:7. Pertahankan pengisapan gaster/usus.

8. Berikan cairan IV dan elektrolit seperti cairan ringer laktat.

1. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler

2. Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

3. Penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan peningkat cairan.

4. Indikator kembalinya peristatik, kesiapan untuk pemasukan peroral.

5. Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.

6. DehidrasiMengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.

7. Selang NG biasanya dimasukkan pada praoperasi dan di pertahankan pada fase segala pascaoperasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.

8. Peritoneum bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hupovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

4. ImplementasiMerupakan langkah ke empat dalam tahapan proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan.5. EvaluasiEvaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tarcapai atau tidak.

BAB IIILAPORAN KASUS

A. PengkajianTanggal pengkajian: Jumat, 04-APRIL-2014Ruangan : Bedah Pria, (CP )1) Identitas klienNama : Tn. AUmur: 22 tahunNo MR: 86.38.59Pekerjaan: SwastaJenis kelamin: Laki-lakiAgama: IslamAlamat: Jln. Enggang 7 TabiangPendidikan: SMKTanggal masuk: 31- maret-2014Alasan masuk: Nyeri perut kanan bawah.Riwayat alergia. Obat: tidak adab. Makanan: tidak ada

2) Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan dahuluKlien mengatakan tidak pernah menderita penyakit ini sebelumnya, dan klien juga belum pernah di rawat di rumah sakit. Klien mengatakan jarang makan makanan yang tinggi serat, dan klien juga mengeluhkan BAB nya kurang lancar.2. Riwayat kesehatan sekarangKlien masuk dari IGD pada tanggal 31 maret 2014, dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang semakin bertambah nyeri sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya klien juga pernah merasakan nyeri seperti ini sejak akhir november 2013, untuk menghilangkan nyeri tersebut klien mencoba minum obat cina selama 2 hari, nyeri tersebut hilang dan kemudian nyeri itu timbul lagi pada hari sabtu siang tanggal 29 maret 2014 dan klien juga meminum lagi obat cina tersebut tetapi nyerinya tidak hilang, dan akhirnya klien dibawa ke IGD.Sampai di IGD klien di anjurkan untuk segera di operasi. Sahabis operasi klien di rawat di RR satu hari dan kemudian baru di pindahkan ke ruangan bangsal bedah pria. Saat dilakukan pengkajian klien mengeluhkan nyeri pada luka area post op nya dengan skala nyeri 6 apabila klien beraktifitas di tempat tidur.3. Riwayat kesehatan keluargaKlien mengatakan tidak ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit yang sama seperti klien saat ini, klien juga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti jantung, DM, hipertensi dan lainnya.3) Pemeriksaan fisika. Keadaan umumTingkat kesadaran: composmetisBerat badan: 65 KGTinggi badan: 163 cmVital sign :Tekanan darah: 120/80 mmHgNadi: 77 x/menitPernafasan: 22 x/menitSuhu: 36,3 0 Cb. KepalaKepala klien terlihat bulat, tidak ada perlukaan, tidak ada oedema, tidak ada luka pasa operasi.a. RambutRambut klien terlihat bersih, tidak ada ketombe, rambut klien berwarna hitam.b. MataKeadaan mata klien simetris kiri dan kanan, palbebra tidak oedema, konjungtiva klien anemis, scela klien tidak icterik, reflek pupil mengecil apabila di beri cahaya.

c. HidungHidung klien simetris kiri dan kanan,tidak ada secret, tidak ada pernafasan cuping hidung.d. MulutKeadaan mulut klien bersih, gigi klien terlihat bersih, gigi klien lengkap, ada caries gigi.Lidah klien simetris kiri dan kanan, lidah klien bersih.c. LeherTidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.d. ThorakI: Pergerakan rongga dada klien simetris kiri dan kakan, tidak ada luka pada dada, tidak ada oedema.P: pergerakan dinding dada premitus pada paru-paru sama kiri dan kanan.P: bunyi nafas klien normal terdengar sonor.A: suara nafas vesikulere. JantungI: ictus cordis klien tidak terlihatP: ictus cordis teraba di RIC V di midklavikularis sinistraP: bunyi jantung klien normal (pekak)A: bunyi jantung klien terdengar normal tidak ada bunyi tambahanf. AbdomenI: abdomen terlihat tidak membuncit, terdapat luka jahitan post op dengan keadaan luka bersih, dengan panjang lebih kurang 14 cm, tidak ada darah ataupun pus, luka sudah kering.A: bising usus normal 7 x/ menitP: nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah.P: terdengar bunyi tympanyg. Ekstremitasa. Ekstremitas atasPada ekstremitas atas klien tidak ada luka bekas operasi, tidak ada oedema, tangan kiri terpasang infuse NACL habis dalam 8 jam/klop.b. Ekstremitas bawahPada ekstremitas bawah klien tidak ada gangguan.h. GenetaurinariaPada genetalia klien bersih, klien terpasang kateter.i. Data spiritualKlien mengatakan saat sakit walaupun klien tidak bisa sholat dengan berdiri, klien tidak pernah meninggalkan shalat, dan klien selalu berdoa supaya bisa beraktifitas seperti biasanya.

j. Sosial ekonomiSosial klien dengan lingkungan dan keluarga klien baik tidak ada masalah, Dari segi ekonomi klien seorang pekerja di kantor PLN dan untuk memenuhi kebutuhan klien, klien masih bergantung kepada kedua orang tuanya.8) Data Pola Kebiasaan Sehari-hariNoPola aktivitasSehatSakit

1.a. Makan

b. Minuma) Klien makan 3-4 x sehari.b) Makanan biasanya (MB).Tidak ada keluhan

a) Pada saat sehat klien minum 8-10 gelas perharib) Klien minum air putih serta tambahan air yang laina) Klien makan -3 kali sehari.b) Biasanya makanan lunak(ML).Habis setengah porsi dari yang biasanya.

a) Klien sering minum minimal 2500-3000 cc perhari

2.Eliminasia. BAB

b. BAKa) Klien BAB 1-2 x/hari

b) BAB lancarc) Konstipasi normal

a) BAK klien lancar, frekuensi 8-10 x/perharib) Sering BAKa) BAB pasien adanya konstipasib) klien jarang BAB

a) pasien sering buang air kecil

b) BAK frekuensi 8-10 x/hari

3.Istirahat dan tidura) Klien istirahat 7-8 jam waktu istirahata) pola istirahat klien terganggu(c) Kurang dari 7 jam / hari

B. Analisa DataNoDataMasalahEtiologi

1.DS : Klien mengatakan nyeri di bagian bekas operasi. Klien mengatakan bila banyak bergerak perutnya terasa nyeri.

DO : Klien tampak meringis. Klien tampak susah bergerak dan beraktifitas di tempat tidur. Skala nyeri klien 6Nyeri akutInsisi bedah

2.DS: Klien mengatakan nyeri nya tidak juga hilang Klien mengatakan luka operasinya di tutupi perban. Klien mengatakan luka operasinya gatal-gatal.

DO: Klien tampak sering memegang perutnya yang sakit. klien tampak takut dengan luka operasinya klien tampak hanya memekai kain sarung untuk menutupi lukanya.

Resiko tinggi infeksiLuka post operasi

C. Intervensi KeperawatanNoDX kepTujuan & KHIntervensirasional

1.Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedahTujuan:Nyeri hilang/terkontrol

Kriteria hasil:Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.Mandiri:

1) Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala) 0 (tidak nyeri), 10 (nyeri paling buruk). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

2) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.

3) Dorong ambulasi dini.

4) Berikan aktivitas hiburan seperti mendengarkan music dan menonton tv.

5) Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.

6) Berikan analgesik indikasi

7) Berikan kantong es pada abdomen

1) Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/peritonitis, memmerlukan upaya evaluasi medik.2) Gravitasi eksudat dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi tertelentang.3) Meningkatkan normalisasi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran falktus menurunkan ketidaknyamanan abdomen.4) Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan kuping5) Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.

6) Menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain contoh ambulasi batuk.

7) Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

2.Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan luka post operasiTujuan:Tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil:Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar: bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase purulent, eritema, demam.Mandiri:1. Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.

2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic.

3. Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka/drein (bila dimasukkan), adanya eritema.

4. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat

Kolaborasi:5. Ambil contoh drainase bila diindikasikan

6. Berikan antibiotik sesuai indikasi

Bantu irigasi, drainase bila diindikasikan

1. Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, absos peritonitis.

2. Menurunkan resiko penyebaran bakteri

3. Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

4. Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.

5. Kultur pewarnaan Gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi.

6. Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya abdomen.

Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi absos terlokalisir.

D. Evaluasi KeperawatanNoDX kepTGLIMPLEMENTASITTDTGLEVALUASITTD

1.Nyeri akut berhubungan dengan adanya insisi bedah04-4-141. Mengkaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala) 0 (tidak nyeri), 10 (nyeri paling buruk). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.2. Mempertahankan istirahat dengan posisi semi fowler.3. Mendorong ambulasi dini.4. Memberikan aktivitas hiburan seperti mendengarkan music dan menonton tv.5. Mempertahankan puasa / penghisapan NG pada awal.

6. Memberikan analgesik indikasi7. Memberikan kantong es pada abdomenS: klien mengatakan perutnya masih nyeriO : klien tampak meringisTD : 110/70N : 78 x/i

A :masalah belum teratasi

P : intervensi di hentikan

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, Setiadi, 2013. Anatomi Tubuh Manusia. Jakarta : Laskar Aksara

Depkes RI, 2009. Profil Depkes RI

Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3). Jakarta : EGC

R. Ratu Ardian, G. Made Adwan. 2013. Penyakit Hati, Lambung, Usus, Ambeien. Yogyakarta. Nurha Medika

Schwartz. Seymour. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Sjamsuhidayat R, Wim De Jong. 2005. Buku Ajar ilmu Bedah (edisi 2). Jakarta : EGC

Suratum. Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal (edisi Pertama).jakarta Timur: Penerbit CV. Trans Info Media

Wijaya Andra Saferi. Y essie Mariza Putri. 2013. KMB Keperawatan Medikal Bedah (keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Penerbit Nurha Medka