laporan tutorial om
DESCRIPTION
Skenario 3 blok Oral Diagnosa dan rencana perawatan penyakit dentomaksilofasialTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL
ILMU PENYAKIT MULUT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tutorial
Oral Diagnosa dan Rencana Perawatan
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember
Pembimbing :
DR. drg. Sri Hernawati, M. Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2015
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
Tutor : DR. drg. Sri Hernawati, M. Kes
Ketua : Fatimatuz Zahroh (131610101051)
Scriber Meja : Hesti Rasdi Setiawati (131610101020)
Scriber Papan : Primawati Dyah (131610101077)
Anggota :
1. Afifannisa Dienda Rifani (131610101013)
2. Jerry Daniel (131610101018)
3. Duati Mayangsari (131610101039)
4. Arini Al Haq (131610101040)
5. Pungky Anggraini (131610101042)
6. Rachel P W (131610101049)
7. Cholida Rachmatia (131610101056)
8. Lusi Hesti Pratiwisari (131610101058)
9. Iman Santoso Adji (131610101060)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah – NYA
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan yang berjudul “Ilmu Penyakit
Mulut”. Laporan ini disusun untuk memenuhi hasil diskusi tutorial kelompok V pada
skenario pertama.
Penulisan makalah ini semuanya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:
1. DR. drg. Sri Hernawati, M. Kes selaku tutor yang telah membimbing jalannya
diskusi tutorial kelompok V Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember dan
memberi masukan yang membantu bagi pengembangan ilmu yang telah
didapatkan.
2. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
perbaikan-perbaikan di masa yang akan datang demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat berguna bagi kita semua.
Jember, 12 April 2015
Tim Penyusun
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................ 3
Daftar Isi ........................................................................................................... 4
Skenario ............................................................................................................. 5
BAB I. Pendahuluan ......................................................................................... 6
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 6
BAB II. Pembahasan ......................................................................................... 7
Step I. Klarifikasi Istilah ............................................................................... 7
Step II. Menetapkan Masalah ....................................................................... 7
Step III. Menganalisis Masalah .................................................................... 7
Step IV. Mapping ......................................................................................... 9
Step V. Learning Object ............................................................................... 9
Step VII ...................................................................................................... 10
Cara Anamnesis .................................................................................... 10
Pemeriksaan Klinis IO dan EO ............................................................... 11
Pemeriksaan Penunjang ........................................................................ 16
Etiologi ................................................................................................... 18
Diagnosis .............................................................................................. 22
Rencana Perawatan ............................................................................... 23
BAB III. Penutup .............................................................................................. 26
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 26
Daftar Pustaka .................................................................................................. 27
4
SKENARIO III
Pasien laki-laki usia 50 tahun, datang dengan keluhan sariawan ada lidah tidak
sembuh-sembuh, tanpa diketahui penyebabnya, sejak satu bulan lalu. Sudah diobati
dengan albothyl tapi tidak ada perbaikan.Sebelumnya penderita sering sariawan
dengan lokasi berpindah-pindah tanpa diketahui penyebabnya, kadang muncul saat
penderita kurang istirahat, namun yang muncul kali ini paling parah.
Klinis:
BMI : 17
Lateral lidah : ulser, single, diameter 15 mm, tengah putih, tepi
kemerahan, sakit
Mukosa pipi ka/ki : garis putih, setinggi oklusal gigi, tidak dapat dikerok,
tidak sakit
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu Penyakit Mulut (Oral medicine) adalah suatu area dalam lingkup bidang
kedokteran gigi yang khusus bersangkutan dengan penyakit yang melibatkan
struktur oral dan paraoral.Ilmu Penyakit Mulut mencakup prinsip-prinsip
medisin/kedokteran yang berkaitan dengan mulut maupun riset dalam bidang
biologik, patologik, dan klinik.Ilmu Penyakit Mulut juga mencakup diagnosis dan
manajemen medik penyakit spesifik jaringan orofasial dan manifestasi penyakt
sistemik.
Pada blok oral diagnosa dan rencana perawatan, kami akan mempelajari cara
pemeriksaan pasien secara intra oral dan ekstra oral untuk menegakkan diagnosa
serta rencana perawatan. Penegakan diagnosaberdasarkan analisis hasil
pemeriksaan riwayat penyakit, temuan laboratoris dan temuan alat bantu yang lain.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Step 1: Klarifikasi Istilah
1. Albothyl :
Tergolong obat luar yang bekerja sebagai antiseptic (membunuh kuman dan
mencegah infeksi), homostatik (menghentikan perdarahan) dan astringent
(menciiutkan luka dan merangsang pertumbuhan kulit baru).
2. Sariawan :
Radang terjadi pada mukosa mulut berupa bercak putih kekuningan.
3. Ulser :
Permukaan lesi yang cekung tepinya meninggi, biasanya berwarna putih
kekuningan dengan tepi kemerahan.
Step 2 : Menetapkan masalah
1. Apakah ada hubungan umur, jenis kelamin dan BMI dengan gejala pasien?
2. Kenapa albothyl tidak memberi kesembuhan?
3. Bagaimana cara anamnesa dibidang penyakit mulut?
4. Apakah ada hubungan lesi dimukosa pipi dengan penyakit sariawan pada
lidah pasien? Kenapa terasa sakit yang di lateral lidah?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang digunakan?
6. Apa diagnosa dari skenario?
Step 3 :Menganalisis masalah
1. Hubungan umur yaitu menyebabkan imun menurun sehingga semua penyakit
mudah terjadi di mukosa.
7
Jenis kelamin biasanya berpengaruh pada manusia yang mengalami
menstruasi dan menopause dikarenakan factor hormonal.
BMI pasien di skenario termasuk underweight.Pasien underweight biasanya
dua kali lebih sering terserang RAS dikarenakan mengalami defisiensi zat
besi, asam folat dan vitamin B complex.
2. Karena lesi bersifat mayor dan penyembuhannya membutuhkan waktu yang
lama. Dan cara kerja albothyl adalah chemical burn yang menyebabkan
mukosa terasa terbakar.
3. Keluhan utama, kapan terjadinya lesi, riwayat penyakit pasien dan keluarga,
apa saja etiologinya, bentuk lesi, ukuran lesi, jumlah lesi, lokasi lesi apakah
berpindah-pindah atau tidak, apakah pasien menggunakan denture, apakah
pasien mempunyai kebiasaan buruk seperti kebiasaan merokok, perawatan
gigi yang pernah dilakukan, riwayat memakan makanan yang panas,
mempunyai hipersensitivitas/ alergi. Jika lesi >1cm dan lesinya banyak
kemungkinan terjadi HIV.
4. Tidak ada hubungannya. Karena garis di mukosa pipi dikarenakan adanya
oklusi yang terus menerus, dan itu bersifat fisiologis sehingga tidak
menyebabkan rasa sakit. Sedangkan sariawan bisa karena herediter, traumatic
ulser.
5. Tes penunjang dilakukan jika lesi lebih dari 3 minggu tidak kunjung sembuh.
Tes penunjang yang bisa dilakukan adalah
- Gambaran HPA untuk lesi yang bisa dikerok
- Tes darah untuk melihat penderita mengalami HIV atau tidak
- Biopsy melihat keganasan lesi
- Mikrobiologi
- Serologi untuk imunitas
6. RAS tipe mayor. Karena lesi muncul berulang-ulang.dan ukuran diameter
lebih dari 1 cm dan lesi ditengah putih serta tepi kemerahan.
8
Step 4 : Mapping
Step 5 :Learning Object
1. Mahasiswa mampu memahami cara anamnesis yang benar dalam bidang
penyakit mulut
2. Mahasiswa mampu memahami cara pemeriksaan ektra oral dan intra oral
untuk bidang penyakit mulut
3. Mahasiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan
dalam bidang penyakit mulut
4. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari penyakit mulut
5. Mahasiswa mampu memahami diagnosa dalam bidang penyakit mulut
6. Mahasiswa mampu memahami rencana perawatan dalam bidang penyakit
mulut
9
Etiologi
Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis
Rencana perawatan
Anamnesis
Keluhan utama
Step 7
1. CARA ANAMNESIS
Anamnesis adalah salah satu cara pengumpulan data status pasien yang
didapat dengan cara operator mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan keadaan pasien.
Anamnesis meliputi :
A. Pencatatan data pribadi pasien, meliputi :
a. Nama Pasien : Nama pasien dicatat dengan benar sesuai dengan yang
dimaksud pasien
b. Umur : Pencatatan umur diperlukan untuk menentukan dosis obat
yang akan diberikan apabila pada saat terapi diperlukan obat.
c. Jenis kelamin : Pencatatan jenis kelamin pasien diperlukan berkaitan
segi psikologi perawatan :
- Pasien wanita lebih sensitif dari pada pasien lelaki oleh karena itu
perawatan harus dilakukan dengan cara yang lebih lemah lembut
dari pasien lelaki.
- Pasien wanita biasanya lebih tertib lebih sabar dan lebih telaten
dari pada pasien lelaki dalam melaksanakan ketentuan perawatan.
- Pasien wanita keadaan hormonal lebih berpengaruh terhadap
kondisi rongga mulutnya
d. Alamat : Pencatatan alamat (dan nomer telepon) diperlukan agar
operator dapat menghubungi pasien dengan cepat bila diperlukan .
Sebaliknya pasien juga diberi alamat (dan nomer telepon) operator
untuk mempermudah komunikasi.
e. Pekerjaan : Dengan mengetahui pekerjaan pasien, operator dapat
mengetahui kondisi sosial dan tingkat pendidikan pasien guna
penyesuaian cara memberi penerangan dan cara memotivasi pasien.
10
f. Status Perkawinan : Dengan mengetahui status perkawinan pasien
dapat mengetahui apakah pasien mengkonsumsi obat KB atau tidak.
g. Suku bangsa : Pencatatan suku bangsa diperlukan karena suatu
kelompok suku bangsa atau ras tertentu akan mempunyai ciri-ciri
spesifik yang masih termasuk normal untuk kelompok tersebut
(misalnya suku bangsa Negroid sedikit protrusif masih termasuk
normal).
B. Riwayat Kasus, berupa :
a. Keluhan Utama (chief complain/main complain) :
Keluhan utama adalah alasan/motivasi yang menyebabkan pasien
datang untuk dirawat. Pada skenario pasien mengeluh sariawan pada
lidah tidak sembuh-sembuh.
b. Riwayat Penyakit :
Terjadi tidak diketahui penyebabnya sejak 1 bulan yang lalu, sering
sariawan dan lokasi berpindah-pindah, sudah diobati dengan albothyl
tapi tidak ada perbaikan, kadang muncul saat penderita kurang
istirahat
c. Keadaan umum :
BMI 17
2. PEMERIKSAAN KLINIS (IO, EO)
Pemeriksaan objektif dilakukan dengan pengamatan intraoral maupun
ekstraoral. Pemeriksaan obyektif terdiri dari:
Inspeksi
Inspeksi, yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual dan
merupakan metode tertua yang digunakan untuk mengkaji/menilai pasien.
Inspeksi juga merupakan proses observasi. Dokter gigi menginspeksi
untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda fisik yang signifikan.
Palpasi
11
Palpasi, yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, adalah langkah
kedua pada pemeriksaan pasien dan digunakan untuk menambah data
yang telah diperoleh melaluiinspeksi sebelumnya.. Pengkajian lebih lanjut
terhadap bagian tubuh yang dilakukan melalui indera peraba. Melalui
palpasi tangan dapat dilakukan pengukuran yang lembut dan sensitif
terhadap tanda fisik termasuk posisi, ukuran, kekenyalan, kekasaran,
tekstur dan mobilitas.Jenis-jenis palpasi adalah sebagai berikut:
1. Palpasi ringan: perawat memberikan tekanan perlahan, lembut dan
hati2, sedalam kira-kira 1 cm.
2. Palpasi dalam: untuk memeriksa kondisi organ, penekanan sedalam 2-4
cm.
Perkusi
Perkusi, langkah ketiga pemeriksaan pasien adalah menepuk permukaan
tubuh secara ringan dan tajam, untuk menentukan posisi, ukuran dan
densitas struktur atau cairan atau udara di bawahnya. Perkusi juga
merupakan pengetukan tubuh dengan ujung-ujung jari guna mengevaluasi
ukuran, batasan dan konsistensi organ-organ tubuh dan menemukan
adanya cairan di dalam rongga tubuh. Perkusi juga dapat dilakukan
dengan menggunakan alat-alat tertentu.
Persiapan Pasien
Pasien duduk dan pemeriksa duduk atau berdiri langsung di depannya.
Wajah pasien harus mendapat pencahayaan yang cukup. Pemeriksa harus
bekerja secara sistematis dari depan ke belakang sehingga tidak ada daerah
yang terlewati. Pemeriksa harus memakai sepasang sarung tangan sewaktu
mempalpasi setiap struktur di dalarn mulut. Kalau menemukan lesi,
konsistensi dan keadaan nyeri tekan harus diperhatikan. Jika pasien memakai
gigi palsu, ia harus diminta untuk melepaskannya.
Pemeriksaan extra oral :
12
1. Perawakan :Terlalu gemuk / kurus / tinggi / pendek , pemeriksaan ini
berhubungan dengan status gizi pasien.
2. Leher :Operator berdiri dibelakang pasien
Palpasi daerah parotid →→Kebawah kebody dari mandibula → daerah
sub-maxilla →sub--lingual →triangle of the neck
Pemeriksaan Struktur Rongga Dalam Mulut
Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam
cavum oris mulai dari gigi geligi, palatum, lidah, bukal, dll. Lihat ada tidaknya
kelainan berupa, pembengkakan, hiperemis, massa, atau kelainan congenital.
Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan spatel lidah. Perhatikan
struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal faring.
Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak. Dengan menggunakan sarung
tangan lakukan palpasi pada daerah mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah
palatum untuk menilai adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut.
Inspeksi Bibir
Warna bibir harus diperhatikan. Apakah ada sianosis? Apakah ada lesi
pada bibir? Jika ada lesi, palpasi yang cermat harus dilakukan untuk
menentukan tekstur dan konsistensi lesi tersebut.
Pemeriksaan Intra Oral
Pasien harus diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar. Mulut harus
disinari dengan sumber cahaya. Periksalah mukosa pipi untuk melihat lesi atau
perubahan warna, dan rongga pipi diperiksa untuk melihat tanda-tanda
asimetri atau daerah injeksi (pembuluh darah yang berdilatasi, biasanya
menunjukkan peradangan). Mukosa pipi, gigi dan gusi mudah diperiksa
dengan memakai spatula lidah untuk mendorong pipi menjauhi gusi. Inspeksi
untuk melihat adanya perubahan warna, tanda-tanda trauma, dan keadaan
orifisium duktus parotis. Apakah ada ulserasi pada mukosa pipi? Apakah ada
13
lesi putih pada mukosa pipi? Lesi putih tak nyeri yang paling sering
ditemukan di dalam mulut adalah liken planus, yang terlihat sebagai erupsi
retikularis, atau seperti renda, bilateral pada mukosa pipi.
Inspeksi Gusi dan Gigi
Gusi diperiksa apakah membengkak, atau ada tanda-tanda peradangan dan
tanda-tanda perdarahan pada gusi. Gigi harus diperiksa untuk melihat adanya
karies dan maloklusi. Apakah ada perubahan warna pada gigi? Apakah ada
gigi yang tanggal?
Inspeksi dan Palpasi Kelenjar Ludah
Orifisium duktus kelenjar parotis dan submandibula harus terlihat. Inspeksi
keadaan papilla. Apakah ada aliran saliva? Ini sebaiknya diperiksa dengan
mengeringkan papilla dengan kapas lidi dan mengamati aliran saliva yang
dihasilkan dengan melakukan tekanan eksternal pada kelenjar itu sendiri.
Obstruksi terhadap aliran atau infiltrasi kelenjar akan menyebabkan
pembesaran kelenjar. Palpasi kelenjar parotis dan submandibula, apakah ada
pembesaran? Apakah ada nyeri tekan?
Inspeksi Dasar Mulut
Dasar mulut diperiksa dengan meminta pasien mengangkat lidahnya ke
atap mulut. Apakah ada edema pada dasar mulut? Muara duktus Wharton
harus diperiksa.
Inspeksi Lidah
Perhatikan permukaan atas dan tepi lidah, bagaimana warnanya? Apakah
ada massa? Apakah lidah tampak lembab? Mintalah pasien untuk mengangkat
lidahnya ke atap mulut sehingga permukaan bawah lidah dapat diperiksa.
14
Pemeriksaan Saraf Kranialis XII
Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya. Apakah lidah tersebut
berdeviasi ke satu sisi? Kelumpuhan nervus hipoglosus atau saraf kranialis
kedua belas membuat otot-otot lidah pada sisi yang terkena tidak dapat
berkontraksi dengan normal Oleh karena itu, sisi kontra lateral ”mendorong”
lidah ke sisi lesi.
Palpasi Dasar Mulut
Dasar mulut harus diperiksa dengan palpasi bimanual. Ini dilakukan
dengan meletakkan satu jari di bawah lidah dan jari lain di bawah dagu untuk
memeriksa adanya penebalan atau massa. Sewaktu mempalpasi mulut pasien,
pemeriksa harus memegang pipi pasien seperti diperlihatkan pada. Ini adalah
tindakan pencegahan kalau-kalau pasien berusaha berbicara atau menggigit
jari pemeriksa.
Palpasi Lidah
Setelah melakukan inspeksi lidah dengan cermat, pemeriksaan dilanjutkan
dengan palpasi yang seksama. Palpasi lidah dilakukan dengan meminta pasien
untuk menjulurkan lidahnya ke dalam sepotong kasa. Lidah itu kemudian
dipegang oleh tangan kiri pemeriksa ketika sisi-sisi lidah diinspeksi dan
dipalpasi dengan tangan kanan. Dua pertiga anterior dan tepi lateral lidah
dapat diperiksa tanpa menimbulkan refleks muntah. Adalah sangat penting
untuk mempalpasi tepi lateral lidah, karena lebih dari 85% dari semua kanker
lidah timbul di daerah ini Sernua lesi putih harus dipalpasi. Apakah ada tanda-
tanda indurasi (pengerasan dan indurasi atau ulserasi sangat mengarah kepada
karsinoma). Setelah palpasi lidah, lidah tersebut dikeluarkan dari kasa dan
kasanya dibuang.
15
Pemeriksaan faring dan struktur disekitarnya
Inspeksi Faring
Pemeriksaan faring terbatas pada inspeksi. Untuk melihat palatum dan
orofaring secara memadai, pemeriksa biasanya harus menekan lidah dengan
spatula lidah. Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar,
menjulurkan lidahnya, dan bernafas perlahan-lahan melalui mulutnya.
Kadang-kadang, membiarkan lidah tetap berada di dasar mulut akan
membuatnya dapat dilihat dengan lebih baik. Pemeriksa memegang spatula
lidah dengan tangan kanannya dan sumber cahaya di tangan kirinya. Spatula
lidah harus diletakkan pada sepertiga tengah Iidah. Lidah ditekan dan dibawa
ke depan. Pemeriksa harus berhati-hati agar tidak menekan bibir bawah atau
lidah pada gigi dengan spatula lidah. Jika spatula lidah diletakkan terlalu
anterior, bagian posterior lidah akan membentuk gundukan, sehingga inspeksi
faring menjadi sulit; jika diletakkan terlalu posterior, akan timbul refleks
muntah.
Inspeksi Tonsil
Periksalah ukuran tonsil. Pembesaran tonsil disebabkan oleh infeksi atau
tumor. Pada infeksi tonsil kronis kripta tonsil profunda mungkin mengandung
debris seperti keju. Apakah ada membran di atas tonsil? Membran ini
berkaitan dengan tonsilitis akut mononukleosis infeksiosa, atau difteri.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah.
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah dilakukan guna
menetahui adanya ketidakseimbangan kandungan darah pada penderita
RAS. Pada pemeriksaan darah penderita RAS diketahui bahwa terjadi
penurunan jumlah White Blood Cell (WBC). Hal ini menunjukkan respon
imunitas yang dialami penderita RAS.
16
b. Pemeriksaan serologis
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologi dilakukan guna
mengetahui ada tidaknya kandungan patologis dari serum darah pasien.
Mediator humoral yang paling penting untuk imunitas mukosa mulut
adalah igA. IgA mewakili urutan kedua terbanyak dalam serum tubuh
manusia dan tersebar luas dalam saliva dalam bentuk diametriknya (igA)
yang lebih baik dalam lingkungan seperti mulut. Menurut penelitian
martinez KDO dkk, level igA saliva pada pasien RAS pada waktu lesi
insipiren dan akut, regresi dan penyembuhan yang lengkap, menunjukkan
peningkatan igA pada periode akut dan penurunannya pada periode
penyembuhan dan regresi. Pada beberapa kelompok wanita level igA
dipengaruhi oleh siklus menstruasi dan tidak ada hubungan dengan RAS.
Menurut penelitian para ahli selain igA, ditemukan peningkatan level pada
igG dan IgM. igG dan komplemen bekerja saling membantu sebagai
opsonin (mempermudah fagositosis) pada pemusnahan antigen.
Pada stadium akhir lesi berat terlihat dominasi limfosit dan histokrit. Pada
masa pra-ulserasi banyak terlihat sel CD-4, sedangkan sel CD-8 sedikit.
Dengan perbandingan CD4/CD8 = 2 : 1. Pada masa ulserasi CD8
meningkat sedangkan CD4 menurun dengan perbandingan CD4/CD8 = 1 :
10. Pada fase penyembuhan CD4 meningkat kembali dan CD8 menurun
dengan perbandingan CD4/CD8 = 10 : 1. Gambaran ini menunjukkan
limfotoktosisitas berperan pada terjadinya lesi pada RAS dan
menunjukkan tidak adanya ketidakseimbangan sistem kekebalan lokal
pada penderita RAS.
c. Pemeriksaan biopsy
Dalam rongga mulut, pemeriksaan biopsy digunakan untuk mengukuhkan
suatu diagnosis dari keganasan kelainan klinis yang dicurigai dan sebagai
penunjang diagnosa dalam mengevaluasi kelainan.
17
4. ETIOLOGI
Etiologi yang pasti dari RAS belum diketahui dengan pasti. Tetapi, para
ahli mengatakan terdapat beberapa faktor yang turut berperan dalam
timbulnya lesi-lesi RAS . Faktor-faktor tersebut terdiri dari : pasta gigi, obat
kumur sodium lauryl sulphate (SLS), trauma, herediter, infeksi bakteri an
virus, psikologi atau emosi, gangguan hipersensitif atau alergi, merokok,
hormonal contohnya premenstruasi dan menopouse, penyakit gastrointestinal
contohnya penyakit kolon, penyakit darah contohnya defisiensi Fe, defisiensi
B12 dan defisiensi asam folat, dan gangguan sistem imun yang sampai
sekarang belum juga diketahui penyebabnya. Dokter gigi sebaiknya
mempertimbangkan bahwa faktorfaktor tersebut dapat memicu perkembangan
ulser RAS.
Imunologi
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa perubahan sistem
imun bertanggung jawab terhadap patogenese dari RAS.Sebagian
besar ahli menganggap bahwa mekanisme yang menimbulkan RAS
ada yang bersifat humoral dan ada yang bersifat selular.Mediator
humoral yang paling penting untuk imunitas mukosa adalah IgA. IgA
berfungsi untuk bekerja sama dengan sejumlah mekanisme proteksi,
menghasilkan daya tahan yang lebih besar terhadap degradasi
proteolitik yang disebabkan oleh imunoglobulin lainnya dan untuk
dilokasikan secra khusus di saluran pencernaan dan pernapasan yang
berkontak rapat dengan lingkungan dan mencegah pengeluaran antigen
dalam jumlah besar dan pembebanan yang berlebihan di sistem imun.
Defisiensi IgA adalah defek imun humoral, sedangkan pada sistem
imunitas selular yang paling dominan adalah Limfosit.Pada stadium
akhir pada lesi berat terlihat dominasi limfosit dan histokit.Juga
diketahui neutrofil darah perifer berperan penting dalam memfagosit
dan mengeliminasi materi antigen atau produk dari jaringan ikat yang
18
rusak pada RAS ketika mengevaluasi fungsi limfosit.Bazrafshani dkk,
terdapat pengaruh dari IL-1B dan IL-6 terhadap resiko terjadinya
RAS.Sedangkan menurut Albanidou-Farmaki dkk, terdapat
karakteristik sel T tipe 1 dan tipe 2 pada penderita RAS.
Pasta Gigi dan Obat Kumur SLS
Penelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS
yaitu agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta
gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan
resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat
menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan
terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta
yang menggunakan pasta gigi yang bebas SLS mengalami RASiawan
yang lebih sedikit.Penurunan ini ditemukan setinggi 81% dalam satu
penelitian. Studi yang sama juga melaporkan bahwa subjek penelitian
merasa bahwa RASiawan yang mereka alami kurang menyakitkan
daripada pada saat mereka menggunakan pasta gigi yang
menggandung SLS.
Trauma Ulcer
Trauma Ulser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka
penetrasi akibat trauma.Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan
klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan
pada mukosa mulut.Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat
berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan
gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi.Trauma
bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya
RAS pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan
sebagai faktor pendukung.
Genetik
Faktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada
pasien yang menderita RAS.Faktor genetik RAS diduga berhubungan
19
dengan peningkatan jumlah human leucocyte antigen (HLA), namun
beberapa ahli masih menolak hal tersebut.HLA menyerang sel-sel
melalui mekanisme sitotoksik dengan jalan mengaktifkan sel
mononukleus ke epitelium.Sicrus (1957) berpendapat bahwa bila
kedua orangtua menderita RAS maka beRAS kemungkinan timbul
RAS pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga RAS akan
menderita RAS sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien
tanpa riwayat keluarga RAS.
Stres
Stres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh
terhadap fisik dan emosi.Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor
yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren
ini.
Defisiensi Nutrisi
Defisiensi Nutrisi Wray (1975) meneliti pada 330 pasien RAS
dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari
57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi
vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam
folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita RAS dengan
defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat diberikan terapi
subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut
mengalami perbaikan. Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada
timbulnya RAS adalah vitamin B1, B2 dan B6.
Hormon
Hormonal Pada wanita, sering terjadinya RAS di masa pra
menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali.Keadaan
ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang
dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.20,26 Dua
hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan
20
progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan
terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke
perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel
termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga
menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan
rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi RAS. Progesteron
dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa mulut.
Infeksi Bakteri
Infeksi Bakteri Graykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966
pertama kali menemukan adanya hubungan antara bakteri
Streptokokus bentuk L dengan lesi RAS dengan penelitian lebih lanjut
ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab RAS.
Donatsky dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan
melaporkan adanya kenaikan titer antibodi terhadap Streptokokus
sanguis 2A pada pasien RAS dibandingkan dengan kontrol.
Alergi dan Sensitifitas.
Alergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan
(hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu.Alergi merupakan suatu
reaksi antigen dan antibodi.Antigen ini dinamakan alergen, merupakan
substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak
dapat membentuk antibodinya sendiri. RAS dapat terjadi karena
sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada
dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi
palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan.29,30 Setelah
berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan
meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-
kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi
sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan
ulser yang kemudian berkembang menjadi RAS.
21
Obat-obatan
Penggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta
blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan
berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih
beRAS untuk terjadinya RAS.
Penyakit Sistemik
Beberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan
kehadiran RAS.Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-
menerus dengan RAS harus dipertimbangkan adanya penyakit
sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian
oleh dokter.Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan
keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcet’s, penyakit
disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan
sindroma Sweet’s.
Merokok
Adanya hubungan terbalik antara perkembangan RAS dengan
merokok.Pasien yang menderita RAS biasanya adalah bukan perokok,
dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari RAS
diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan
perokok.Beberapa pasien melaporkan mengalami RAS setelah
berhenti merokok.
5. DIAGNOSIS
Diagnosis RAS didasarkan pada sejarah, manifestasi klinis, dan
histopatologi. RAS dibagi menjadi 3, yaitu :
Secara umum RAS ditandai dengan serangan berulang ulkus menyakitkan
dangkal soliter atau multiple, pada interval beberapa bulan untuk beberapa
hari pada pasien yang dinyatakan dengan baik. RAS telah dijelaskan di bawah
22
tiga varian klinis yang berbeda seperti yang diklasifikasikan oleh Stanley pada
tahun 1972.
1. RAS minor juga dikenal sebagai aphthae Miculiz atau borok aphthous
ringan. Ini adalah varian yang paling umum, yang merupakan 80% dari
RAS. Ulkus bervariasi dari 8 sampai 10 mm. Hal ini paling sering terlihat
pada permukaan mukosa mukosanya tidak berkeratin seperti mukosa
labial, mukosa bukal, dan dasar mulut. Bisul sembuh dalam 10-14 hari
tanpa bekas luka.
2. Mayor RAS juga dikenal sebagai periadenitis mukosa recurrens necrotica
atau penyakit Sutton. Ini mempengaruhi sekitar 10-15% pasien. Ulkus
melebihi 1 cm. Situs yang paling umum dari keterlibatan bibir, langit-
langit lunak, dan tenggorok. Mukosa pengunyahan seperti dorsum lidah
atau gingiva mungkin kadang-kadang terlibat. Ulkus bertahan sampai 6
minggu dan menyembuhkan dengan jaringan parut.
3. Herpetiform ulserasi ditandai dengan berulang beberapa ulkus; mungkin
sampai 100 jumlahnya. Ini adalah kecil dalam ukuran, mengukur 2-3 mm.
Lesi dapat bergabung membentuk bisul tidak teratur besar. Borok ini
berlangsung selama sekitar 10-14 hari. Tidak seperti bisul herpes, ini tidak
didahului oleh vesikel dan tidak mengandung sel-sel yang terinfeksi virus.
Ini lebih sering terjadi pada wanita dan memiliki usia lanjut onset dari
varian klinis lain dari RAS.
6. RENCANA PERAWATAN
Dalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien RAS, tahapannya
adalah : Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit
yang dialami yaitu RAS agar mereka mengetahui dan menyadarinya.Instruksi
bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan menghindari
faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya RAS.Pengobatan bertujuan untuk
mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien dapat mendapatkan kualitas
hidup yang menyenangkan. Tindakan pencegahan timbulnya RAS dapat
23
dilakukan diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari
stres serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung
vitamin B12 dan zat besi. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga
dilakukan dengan berkumur-kumur menggunakan air garam hangat atau obat
kumur. RAS juga dapat dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan
kaya serat seperti sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B12,dan
mengandung zat besi. Karena penyebab RAS sulit diketahui maka
pengobatannya hanya untuk mengobati keluhannya saja. Perawatan
merupakan tindakan simtomatik dengan tujuan untuk mengurangi gejala,
mengurangi jumlah dan ukuran ulkus, dan meningkatkan periode bebas
penyakit.
Pada pasien dengan ulser aftosa minor yang jarang, biasanya tidak ada
perawatan yang diperlukan selain obat kumur sodium bikarbonat dalam air
hangat untuk menjaga kebersihan mulut. Jika pasien terkena lebih parah,
beberapa bentuk perawatan dapat memberikan kontrol yang baik. Perawatan
rasional meliputi obat-obatan yang dapat memanipulasi atau meregulasi
respons imun. Kortikosteroid adalah pilihan terbaik. Pada pasien yang terkena
lebih parah, steroid sistemik dapat digunakan. Prednisone dosis rendah atau
sedang jangka waktu pendek efektif (20-40 mg sehari selama seminggu,
diikuti dengan pekan berikutnya setengah dosis). Pada pasien yang ringan
sampai sedang, hanya terapi topical steoid. Topical steroid yang boleh
digunakan pada mukosa adalah clobetasol propionate (Temovate), clobetasol
propionate plus oral adhesive (50% Temovate ointment plus 50% Orabase),
betamethasone dipropionate (Diprosone), fluocinonide (Lidex), dan
betamethasone plus clotrimazole (Lotrisone). Injeksi intralesi triamsinolon
dapat digunakan pada pasien atau focal problematic lesion. Pada kasus di
mana terjadi episode ulser berulang dan penggunaan steroid sistemik tidak
mungkin dan agen topical tidak efektif, administrasi montelukast sistemik
dapat berguna.
24
Antibiotik digunakan pada perawatan ulser aftosa dengan hasil yang
cukup baik. Suspensi tetrasiklin dan tetrasiklin congener, digunakan secara
topical, seringkali menghasilkan hasil yang memuaskan. Dosis yang
digunakan 250 mg capsul tetrasiklin ke dalam 30 ml air hangat dan berkumur
beberapa menit, diulang 4 kali sehari selama 4 hari. Hasilnya paling baik jika
obat kumur digunakan pada hari pertama ulser muncul atau pada tahap
prodromal.
Obat imunosupresif seperti azathioprine dan cyclophosphamide digunakan
hanya untuk perawatan pasien yang parah (untuk mengurangi dosis
prednisone). Thalidomide dapat menyembuhkan pada pasien AIDS. Obat lain
yang menunjukkan efisiensi terapeutik adalah pentoxifylline dan colchicines.
Perawatan Sesuai frekuensi RAS, yaitu:
Tipe A
Durasi hanya beberapa hari, kekambuhan setahun hanya beberapa kali,
perawatannya carapredisposidi dan kumur antiseptik
Tipe B
Durasi 3-10 hari, kambuh tiap bulan, perawatannya cari predisposisi,
kumur antiseptik dan pemberian kortikosteroid topikal.
Tipe C
Seakan tidak pernah sembuh karena satu ulser sembuh lalu timbul
yang baru.Perlu pemeriksaan lab komprehensif.Perawatannya atasi
kondisi medis sesuai penemuan lab dan pemberian kortikosteroid atau
imunosupresan sistemik
Pada kasus di skenario, berikut rencana perawatan yang yang kami berikan:
a. Menghilangkan faktor predisposisi, yaitu stres
a. Pemberian vitamin B kompleks
b. Hentikan penggunaan albothyl yang terlalu sering
c. Instruksi istirahat cukup dan perbaikan gizi, agar BMI menjadi normal
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diagnosis yang tepat akan memberikan rencana perawatan yang tepat
pula, sehingga dapat diberikan pengobatan yang tepat dan adekuat terhadap
penyakit ulceratif ini.Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesa dan gambaran
klinis dari pasien. Pada skenario III, dari anamnesis didapatkan pasien sering
mengalami sariawan dengan lokasi berpindah-pindah tanpa diketahui
penyebabnya dan kadang muncul saat penderita kurang istirahat. Kemudian dari
gambaran klinis lesi adalah ulser, single, diameter 15 mm, tengah putih, tepi
kemerahan, dan sakit. Dengan gejala klinis serta anamnesis, dapat disimpulkan
bahwa pasien terkena penyakit Recurent Apthous Stomatitis tipe mayor. Rencana
perawatan yang diperlukan yaitu memperbaiki gizi dan nutrisi penderita,
menghilangkan faktor predisposisi yaitu stres, dan mengurangi penggunaan
albothyl.
26
DAFTAR PUSTAKA
Greenberg MS, Glick M. Burkets oral medicines diagnosis and treatment. 10th ed.,
Philadelpia, London, Mexico City, New York, St.Louis, San Paulo, Sydbey :
J.B. Lippincott Company., 2004; 63-64.
Robinson Na, Poster SR. Low frequency of anti-endomysial antibodies in recurrent
apthous stomatitis. Departement of Oral Medicine University college london
United Kingdom 2004; 33 (4).
Silverman MR, Hajeer AH, Ollier WER, Thomhill MH. IL-1b and IL-6 gene
polymorphisms encode sognificant risk for the development of recurrent
aphthous stomatitis (ras). Brief Communication : genes and Immunity 2002; 3 :
305-5.
Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent
apthous stomatitis. J Am Dent Assoc 2003; 134 (2) : 200-7.
Sistig S et al. Natural immunity in recurrent apthous ulceration. J Oral Pathol Med.
2001.
Savage WN, Boras VV. 2007., Recurrent aphthous ulcerative disease : presentation
and management. Aus Dent J; 52(1): 10-15.
27