laporan tppn tahu

40
Laporan Praktikum Tanggal: Senin / 10 Desember 2012 M.K. TPPN PJP : dr. Nur Wulandari, STP, M.Si Asisten : Wirayani Febi H, Amd PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK TAHU Oleh: Kelompok 2/A-P1 Ardantyo Gunawan B J3E111002 Fadillah Hutami J3E111033 Rico Fernando T J3E111044 Aqmila Muthi Rafa J3E111066 Dina Crownia J3E111087 Humaira Rahmah J3E111096

Upload: dina-crownia

Post on 06-Aug-2015

72 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tppn Tahu

Laporan Praktikum Tanggal: Senin / 10 Desember 2012M.K. TPPN PJP : dr. Nur Wulandari, STP, M.Si

Asisten : Wirayani Febi H, Amd

PENGOLAHAN DAN UJI HEDONIK TAHU

Oleh:

Kelompok 2/A-P1

Ardantyo Gunawan B J3E111002

Fadillah Hutami J3E111033

Rico Fernando T J3E111044

Aqmila Muthi Rafa J3E111066

Dina Crownia J3E111087

Humaira Rahmah J3E111096

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: Laporan Tppn Tahu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk olahan kedelai dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu

makanan non-fermentasi dan makanan terfermentasi. Makanan terfermentasi

dapat berupa hasil pengolahan tradisional seperti tempe, kecap, dan taoco. Produk

non-fermentasi dan hasil industri tradisional adalah tahu dan kembang tahu

Tahu sebagai salah satu produk olahan dari kedelai merupakan sumber

protein yang sangat baik sebagai bahan substitusi bagi protein sari, daging dan

telur karena jumlah protein yang dikandungnya serta daya cernanya yang tinggi.

Tahu pertama sekali dibuat oleh seorang raja bangsa Cina kira-kira 200 tahun

yang lalu. Sejak saat itu maka tahu sebagai produk olahan kedelai diterima

sebagai suatu sumber kesehatan bagi orang Asia.

Proses pembuatan tahu dipengaruhi oelh beberapa faktor yang membentuk

rendemen dan mutu tahu, antara lain pemilihan bahan baku, bahan penggumpal,

cara penggilingan dan sanitasi proses pengolahan (Koswara, 1992). Kualitas tahu

dapat dilihat dari beberapa faktor, yaitu mutu, rendemen, kadar protein, dan daya

simpan tahu. Tahu yang memiliki mutu yang baik adalah tahu yang memiliki rasa

dan aroma yang enak, kandungan protein yang cukup tinggi, dan daya cerna yang

tinggi. Disamping itu tahu yang memiliki kualitas yang baik akan memiliki tekstur

lunak dan elastis (tidak mudah pecah jika ditekan dengan telunjuk) serta memiliki

warna putih atau kuning muda (Koswara, 1992).

1.2 Tujuan

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui tahap-tahap proses

pembuatan tahu dan mengetahui fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam

proses pembuatannya.

Page 3: Laporan Tppn Tahu

BAB II

METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah panci, timbangan, kompor,

blender, kain, termometer dan wajan. Bahan yang digunakan adalah kedelai, air,

dan penggumpal (Air tahu dan air asetat 1%).

2.2 Metode

Alat dan bahan disiapkan

Kedelai ditimbang dan direndam 2-3 jam

Kedelai digiling dengan blender dan ditambahkan air dengan rasio tertentu

Suspensi kedelai direbus hingga hampir mendidih

Disaring dengan kain saring

Dibiarkan selama 15’ atau sampai 700 C

Ditambahkan penggumpal sambil terus diaduk sampai terjadi penggumpalan

protein

Dibiarkan mengendap dan dibuang cairannya

Dibuang protein yang menggumpal dan dilakukan pencetakan

Tahu mentah digoreng

Dilakukan uji hedonik tahu mentah dan tahu goreng

Page 4: Laporan Tppn Tahu

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Uji Hedonik Tahu Mentah

Tabel 1. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Tahu Mentah

Page 5: Laporan Tppn Tahu

3.1.2 Uji Hedonik Tahu Matang

Tabel 2. Hasil Rekapitulasi Uji Hedonik Tahu Matang

Keterangan:

Tahu Mentah Tahu Matang

231 = Kelompok 1 251 = Kelompok 4 [1] = Sangat tidak suka

324 = Kelompok 2 123 = Kelompok 5 [2] = Tidak suka

132 = Kelompok 3 567 = Kelompok 6 [3] = Biasa atau Netral

015 = Kelompok 4 [4] = Suka

226 = Kelompok 5 [5] = Sangat Suka

150 = Kelompok 6

Page 6: Laporan Tppn Tahu

3.2 Pembahasan

Pada praktikum ke 12 tanggal 10 Desember 2012, mahasiswa diminta

untuk membuat produk tahu. Tahu merupakan salah satu makanan tradisional

yang populer. Bahan makanan ini diolah dari kacang kedelai. Meskipun berharga

murah dan bentuknya sederhana, ternyata tahu mempunyai mutu yang istimewa

apabila dilihat dari nilai gizi. Tahu adalah makanan yang kaya protein sehingga

ideal untuk makanan diet, rendah kandungan lemak jenuh, bebas kolesterol, kaya

mineral serta vitamin (Koswara, 1992). Menurut Cahyadi (2009), tahu adalah

ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan asam, ion kalsium, atau

bahan penggumpal lainnya. Tahu dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan

dan diambil sarinya.

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam

kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut

larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan

pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu.

Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai sebelum

dimasak sehingga cairan tahu terpisah dari ampasnya (Cahyadi, 2009).

3.2.1 Bahan Dasar Pembuatan Tahu

Bahan baku yang diperlukan dalam proses pengolahan tahu adalah kedelai,

air, dan bahan penggumpal (Air tahu dan air asetat).

3.2.1.1 Kedelai

Bahan baku utama dalam proses pembuatan tahu adalah kedelai.

Hal ini disebabkan tahu merupakan ekstrak protein kedelai yang telah

digumpalkan dengan asam, ion kalsium, atau bahan penggumpal lainnya.

Kedelai adalah salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung.

Bahan baku tahu kedelai yaitu kedelai kuning. Kedelai kuning adalah

kedelai yang kulit bijinya berwarna kuning, putih, dan hijau.

Menurut Sundarsih (2009), protein merupakan komponen utama

dari kedelai kering. Kedelai utuh mengandung 35 – 40% protein, paling

tinggi dari segala jenis kacang–kacangan. Ditinjau dari segi mutu, protein

kedelai adalah yang paling baik mutu gizinya yaitu hampir setara dengan

protein daging. Diantara jenis kacang-kacangan, kedelai merupakan

Page 7: Laporan Tppn Tahu

sumber protein paling baik karena mempunyai susunan asam amino

esensial paling lengkap. Disamping itu kedelai juga dapat digunakan

sebagai sumber lemak, vitamin, mineral dan serat.

3.2.1.1 Air

Pada proses pembuatan tahu, air berperan dalam proses

perendaman, pencucian, penggilingan, pemasakan dan tahu. Pada proses

perendaman dilakukan dengan menggunakan air untuk mempermudah

proses penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental. Selain

itu, perendaman juga dapat membantu mengurangi jumlah zat antigizi

(antitripsin) yang dapat mengurangi daya cerna protein pada produk tahu.

Pada proses penggilingan digunakan air untuk mendapatkan kekentalan

bubur yang diinginkan serta paat pendidihan, perlu ditambahkan air pada

bubur kedelai untuk mempermudah proses pemasakan karena sifat bubur

kedelai yang masih kental.

3.2.1.2 Asam Cuka

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia

asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam

makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2 dan mengandung

cuka dan garam sehingga bersifat asam. Pada proses pembuatan tahu,

asam cuka berfungsi untuk mengedapkan atau memisahkan air dengan

konsentrat tahu sehingga membentuk endapan. Endapan tersebut terjadi

karena adanya koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara

protein dan asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan

bahan utama yang akan dicetak menjadi tahu.

3.2.1.3 Air Tahu

Air tahu merupakan bahan penggumpal sebagai air sisa

penggumpalan sari kedelai. Fungsi penambahan air tahu adalah

mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi

pemisahan antara whey dengan gumpalan tahu. Endapan tersebut terjadi

karena adanya koagulasi protein yang disebabkan adanya reaksi antara

protein dan asam yang ditambahkan. Endapan tersebut yang merupakan

bahan utama yang akan dicetak menjadi tahu.

Page 8: Laporan Tppn Tahu

3.2.1.4 Garam

Penambahan garam pada tahu menyebabkan tahu menjadi makin

awet dan mempunyai rasa yang lebih lezat (gurih). Penambahan garam

juga membantu tingkat kekerasan (kepadatan) tahu yang cukup tinggi

(Suprapti, 2005). Selain itu garam juga berfungsi untuk mempertinggi

aroma serta sebagai pengawet karena fungsi garam yang mengikat air

sehingga pertumbuhan mikroba juga dapat dihambat.

Garam (NaCl) mampu meningkatkan tekanan osmotik substrat

yang menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan pangan

sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh, ionisasi garam juga akan

menghasilkan ion khlor yang bersifat racun bagi mikroorganisme.

3.2.2 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dibuat dari kedelai dengan

cara memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan

protein pada titik isoelektriknya, dengan atau tanpa penambah unsur-unsur lain

yang diizinkan (Suprapti, 2005). Sedangkan menurut Cahyadi (2009), tahu adalah

ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan asam, ion kalsium, atau

bahan penggumpal lainnya.

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam

kedelai dengan menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut

larut, diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan

pengendap sampai terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu.

Salah satu cara pembuatan tahu ialah dengan menyaring bubur kedelai sebelum

dimasak sehingga cairan tahu terpisah dari ampasnya (Cahyadi, 2009).

Pada praktikum mengenai pembuatan tahu ini digunakan empat perlakuan

pengolahan, yaitu perlakuan kedelai basah dengan air tahu, perlakuan kedelai

basah dengan asam cuka, perlakuan kedelai kering dengan air tahu dan perlakuan

keledai kering dengan asam cuka. Perlakuan kedelai basah dilakukan dengan cara

kedelai terlebih dahulu direndam dengan air selama beberapa jam sedangkan

perlakuan kedelai kering dilakukan dengan cara menyiram kedelai dengan air

panas.

Page 9: Laporan Tppn Tahu

Untuk membuat tahu kedelai dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu

pencucian, perendaman, penggilingan, pendidihan, penyaringan, penggumpalan,

dan pencetakan. Setelah kedelai dicuci kemudian kedelai direndam selama 8-12

jam. Perendaman kedelai dimaksudkan agar kedelai menyerap air sehingga lebih

lunak dan kulitnya mudah dikupas. Perendaman juga dilakukan untuk

mempermudah proses penggilingan sehingga dihasilkan bubur kedelai yang kental

dan dapat membantu mengurangi jumlah zat antigizi (antitripsin) yang ada pada

kedelai (Anonim, 2010).

Zat antigizi yang ada dalam kedelai ini dapat mengurangi daya cerna

protein pada produk tahu sehingga perlu diturunkan kadarnya. Selama

perendaman kedelai akan menyerap air sampai mencapai batas kejenuhan dan

menghasilkan kedelai yang lunak sehingga mempermudah proses pengilingan.

Selain itu manfaat dari perendaman adalah memperbaiki komposisi kimia kedelai,

dapat memberikan dispersi yang lebih baik dari bahan padat pada kedelai yang

digiling dan diekstraksi, dan juga dapat mengurangi bau khas (langu) dari kedelai

itu sendiri. Selanjutnya kedelai dicuci kembali sambil diremas-remas sehingga

kulit ari terlepas dan mudah dipisahkan dari kedelai.

Setelah dilakukan perendaman, kedelai pun dilakukan proses penggilingan.

Proses penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender dengan tenaga

penggerak dari motor lisrik. Tujuan penggilingan yaitu untuk memperoleh bubur

kedelai yang kemudian dimasak sampai mendidih (Shinta, 2012). Saat proses

penggilingan digunakan air untuk mendapatkan kekentalan bubur yang

diinginkan. Pada proses penggilingan, keping-keping kedelai digiling sampai

halus sehingga menjadi bubur putih.

Setelah digiling, bubur kedelai tadi dididihkan. Pendidihan ini bertujuan

untuk menonaktifkan zat antinutrisi kedelai dan meningkatkan nilai cerna. Selain

itu proses ini juga dilakukan untuk mendenaturasi protein dari kedelai sehingga

protein mudah terkoagulasi saat penambahan asam. Saat pendidihan, perlu

ditambahkan air pada bubur kedelai karena sifat bubur kedelai yang masih kental.

Selama proses pendidihan, bubur kedelai akan mengeluarkan busa. Oleh karena

itu bubur diaduk perlu selalu diaduk agar busa tidak tumpah. Titik akhir

Page 10: Laporan Tppn Tahu

perebusan ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung panas (hampir

mendidih) pada suhu 900C.

Setelah bubur kedelai direbus dan mengental, dilakukan proses

penyaringan dengan menggunakan kain saring. Menurut Inggit (2012), tujuan dari

proses penyaringan ini adalah memisahkan antara ampas atau limbah padat dari

bubur kedelai dengan filtrat yang diinginkan. Pada proses penyaringan ini bubur

kedelai yang telah mendidih dan sedikit mengental kemudian dialirkan melewati

kain saring yang ada diatas bak penampung.

Saat penyaringan secara terus-menerus dilakukan penambahan air dengan

cara menuangkan pada bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di

saringan. Penuangan air diakhiri ketika filtrat yang dihasilkan sudah mencukupi.

Kemudian saringan yang berisi ampas diperas sampai benar-benar kering.  Ampas

hasil penyaringan disebut ampas yang kering, dan dapat untuk makanan ternak

ataupun dijual untuk bahan dasar pembuatan tempe gembus/bongkrek (Anonim,

2010).

Proses ekstraksi susu kedelai dipengaruhi oleh suhu, ekstrak dapat

dilakukan dengan air dingin dan air panas (80-1000C). Umumnya pada suhu

ekstraksi semakin tinggi maka kecepatan dan banyaknya bahan yang terekstraksi

semakin besar. Dalam pembuatan tahu ini, bahan diekstraksi dengan panas yang

dapat membuat protein terdenaturasi dan sulit larut dalam air. Ekstraksi panas

akan menghasilkan rendemen protein lebih dari 80% dan mencegah aktivitas

enzim lipoksigenase yang menyebabkan bau langu pada kedelai.

Denaturasi protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan

karakteristik bentuk protein akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan

kuaterner struktural seperti suhu, penambahan garam, enzim dll. Denaturasi akibat

panas menyebabkan molekul-molekul yang menyusun protein bergerak dengan

sangat cepat. sehingga sifat protein yaitu hidrofobik  menjadi terbuka. Akibatnya,

semakin panas, molekul akan bergerak semakin cepat dan memutus ikatan

hidrogen didalamnya (Winarno, 2004)

Selanjutnya, sari kedelai dibiarkan pada suhu panas sampai mencapai

700C. Pada proses ini, sari kedelai ditambah dengan air tahu atau air cuka

sehingga terjadi penggumpalan. Penggumpalan ini berlangsung selama 10 menit

Page 11: Laporan Tppn Tahu

agar mendapatkan protein yang sempurna. Koagulasi adalah menggumpalkan

protein yang sebelumnya dilakukan pendinginan filtrat kedelai. Koagulasi protein

yang paling cepat terjadi bila pada titik isoelektik yaitu pH tertentu dimana

muatan gugus asam amino akan saling menetralkan dengan gugus karboksil bebas

sehingga molekul bermuatan nol.

Dari proses penyaringan diperoleh filtrat putih seperti susu yang kemudian

akan diproses lebih lanjut. Filtrat yang didapat kemudian ditambahkan asam cuka

atau air tahu dalam jumlah tertentu. Fungsi penambahan asam cuka dan air tahu

adalah mengendapkan dan menggumpalkan protein tahu sehingga terjadi

pemisahan antara whey dengan gumpalan tahu. Setelah ditambahkan asam cuka

terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas (whey) dan lapisan bawah (filtrat atau

endapan tahu). Endapan tersebut terjadi karena adanya koagulasi protein yang

disebabkan adanya reaksi antara protein dan asam yang ditambahkan. Endapan

tersebut merupakan bahan utama yang akan dicetak menjadi tahu.

Proses pencetakan dan pengepresan merupakan tahap akhir pembuatan

tahu. Cetakan yang digunakan terbuat dari kayu yang diberi lubang berukuran

kecil di sekelilingnya. Lubang tersebut bertujuan untuk memudahkan air keluar

saat proses pengepresan. Sebelum proses pencetakan yang harus dilakukan adalah

memasang kain saring tipis di permukaan cetakan. Setelah itu, endapan yang telah

dihasilkan pada tahap sebelumnya dipindahkan dengan menggunakan ke dalam

cetakan secara perlahan.pean-pelan. Selanjutnya kain saring ditutup rapat dan

kemudian diletakkan kayu yang berukuran hampir sama dengan cetakan di bagian

atasnya. Setelah itu, bagian atas cetakan diberi beban untuk membantu

mempercepat proses pengepresan tahu.

Setelah didiamkan beberapa saat, maka jadilah tahu yang diinginkan. Tahu

mentah yang telah diolah dapat dijadikan tahu goreng dengan proses

penggorengan. Penggorengan merupakan proses termal kimia yang menghasilkan

karakteristik makanan goreng dengan warna coklat keemasan, tekstur,

penampakan, flavor, yang diinginkan sehingga makanan gorengan menjadi

popular (Warner, 2002). Selama penggorengan terjadi hidrolisa, oksidasi, dan

dekomposisi minyak yang dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi

penggorengan.

Page 12: Laporan Tppn Tahu

3.2.3 Uji Hedonik Tahu Mentah

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa

Inggrisnya disebut acceptance test atau preference test. Soekarto (1985)

mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat

atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut

Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan

pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau

tanggapan senang atau tidaknya terhadap sfat sensori atau kualitas yang dinilai.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap aroma, tekstur,

dan warna tahu yang berbeda. Panelis disediakan enam sampel tahu yang telah

dibuat oleh semua kelompok dan disajikan secara acak. Panelis disediakan enam

contoh uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu “231” [Kelompok 1], “324”

[Kelompok 2], “132” [Kelompok 3], “015” [Kelompok 4], “226” [Kelompok 5],

dan “150” [Kelompok 6]. Setelah itu panelis diminta untuk menyatakan

kesukaaan tahu. Adapun skala hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu

sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1]. Hal

ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang timbul saat panelis melakukan

penilaian terhadap karakteristik mutu yang diujikan.

3.2.3.1 Uji Hedonik Warna Tahu Mentah

Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang

sangat penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan

paramneter lain terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan

pertama dalam penilaian bahan pangan adalah warna yang akan

menentukan penerimaan atau penolakan panelis terhadap produk.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

warna ketiga produk tahu mentah dari enam kelompok. Panelis disediakan

enam contoh uji tahu mentah dengan kode berbeda yaitu, “231”

[Kelompok 1], “324” [Kelompok 2], “132” [Kelompok 3], “015”

[Kelompok 4], “226” [Kelompok 5], dan “150” [Kelompok 6]. Panelis

diminta untuk melihat warna keenam tahu mentah tersebut lalu

memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap tekstur

ketiga tahu mentah tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala

Page 13: Laporan Tppn Tahu

hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4],

biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Uji hedonik tahu mentah untuk parameter warna berdasarkan pada

Tabel 1 panelis menyukai sampel Tahu mentah “231” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 2,90. Tahu mentah “015”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,76. Tahu

mentah “150” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

3,72. Tahu mentah “324” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan

sebesar 3,10. Tahu mentah “226” dengan rataan penilaian kesukaan yang

diberikan sebesar 3,69, dan Tahu mentah “132” dengan rataan penilaian

kesukaan yang diberikan sebesar 3,34. Berdasarkan hasil penilaian, dapat

dikatakan bahwa dari segi parameter warna tahu mentah “015” paling

disukai diantara warna tahu mentah yang lain karena memiliki penilaian

tertinggi, yaitu 3,76 dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan

[suka].

Warna putih yang dihasilkan pada pembutan tahu berasal dari

warna biji kedelai yaitu kedelai kuning. Kedelai kuning adalah kedelai

yang kulit bijinya berwarna kuning, putih, dan hijau (Anonim, 2010). Kulit

biji kedelai yang berwarna putih inilah yang menyebabkan timbulnya

warna putih pada tahu mentah. Saat proses penggilingan, keping-keping

kedelai digiling sampai halus sampai menjadi bubur berwarna putih.

3.2.3.2 Uji Hedonik Tekstur Tahu Mentah

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat di amati dengan

mulut (pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan

jari manis. Penilaian biasanya dilakukan dengan menggosokkan jari dari

bahan yang dinilai diantara kedua jari (Winarno, 1997).

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

tekstur ketiga produk tahu mentah dari enam kelompok. Panelis

disediakan tiga contoh uji tahu mentah dengan kode berbeda yaitu, “231”

[Kelompok 1], “324” [Kelompok 2], “132” [Kelompok 3], “015”

[Kelompok 4], “226” [Kelompok 5], dan “150” [Kelompok 6]. Panelis

diminta untuk merasakan tekstur keenam tahu mentah tersebut lalu

Page 14: Laporan Tppn Tahu

memberikan penilaian berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap tekstur

ketiga tahu mentah tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala

hedonik atau skala numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4],

biasa [3], tidak suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Uji hedonik tahu mentah untuk parameter tekstur berdasarkan pada

Tabel 1 panelis menyukai sampel Tahu mentah “231” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 1,97. Tahu mentah “015”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,59. Tahu

mentah “150” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

3,55. Tahu mentah “324” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan

sebesar 2,17. Tahu mentah “226” dengan rataan penilaian kesukaan yang

diberikan sebesar 3,38, dan Tahu mentah “132” dengan rataan penilaian

kesukaan yang diberikan sebesar 2,93. Berdasarkan hasil penilaian, dapat

dikatakan bahwa dari segi parameter tekstur tahu mentah “015” paling

disukai diantara tekstur tahu mentah yang lain karena memiliki penilaian

tertinggi, yaitu 3,59 dengan skala kriteria penilaian antara [biasa] dan

[suka].

Proses pembutan tahu yang mengalami penekanan akan

menghasilkan tekstur tahu yang lebih keras, sedangkan tahu yang tidak

mengalami penekanan akan menghasilkan tekstur tahu yang lebih lembut

sehingga tahu pada kode 123 lebih disukai panelis. Salah satu faktor yang

mempengaruhi hasil rendemen dan tektur dari tahu adalah kougulan.

Menurut Obatolu (2007) dalam Koswara (1992), hasil dan kualitas tahu

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu mutu dan varietas kedelai, jumlah

pengadukan, koagulan yang digunakan, dan besar dan lama penekanan

curd. Selain itu, koagulasi susu kedelai sangat mengandalkan hubungan

intern antara tipe kedelai, suhu pemasakannya, volume, kandungan

padatan, pH, tipe dan jumlah koagulan, serta waktu koagulasi. Semua

faktor itu akan mempengaruhi profil tekstur curd yang dihasilkan pada

produk akhir seperti kekerasan. Kekerasan tahu dapat bervariasi dari lunak

ke keras dengan kandungan air sekitar 70-90% dan kandungan protein

sekitar 5-16%, dan hal itu tergantung dari jenis dan jumlah koagulan,

Page 15: Laporan Tppn Tahu

pengadukan selama koagulasi serta penekanan yang diaplikasikan terhadap

curd (DeMan et al, 1986 yang dikutip Koswara, 1992).

Obatolu (2007) dalam Koswara 1992, menyatakan bahwa tahu

lunak digolongkan melalui rasa yang lunak dan tekstur yang halus dengan

kadar air berkisar antara 84-90%. Kekerasan kemungkinan dikarenakan

oleh kepadatan dan kerapatan struktur dari tahu. Sehingga dapat

diasosiasikan bahwa rendahnya kemampuan menahan air (Water Holding

Capacity) akan menyebabkan tahu memiliki kekerasan yang tinggi,

sehingga tahu memiliki tekstur yang padat dan penampakan yang kasar.

Sebaliknya, tingginya kemampuan struktur tahu dalam menahan air akan

menyebabkan tahu memiliki kekerasan yang rendah, sehingga tahu

memiliki tekstur yang lembut dan penampakan yang halus. Pada tahu

matang suhu yang digunakan pada saat menggoreng mempengaruhi

tekstur dari tahu selain itu lamanya menggoreng untuk menjadikan tektur

tahu tidak alot saat dimakan juga mempengaruhi dalam tekstur tahu.

Asam asetat bahkan memberikan performa yang lebih baik

dibandingkan dengan asam laktat, karena dapat mengkoagulasikan protein

sebanyak 67.8% dari total protein, ketika pH diturunkan menjadi 4.5, di

mana asam laktat hanya mampu mengkoagulasikan 55% dari total protein

kedelai.

3.2.4 Uji Hedonik Tahu Matang

Uji hedonik merupakan salah satu jenis uji penerimaan atau dalam bahasa

Inggrisnya disebut acceptance test atau preference test. Soekarto (1985)

mengatakan bahwa uji hedonik menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat

atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenanginya. Menurut

Rahardjo (1998) bahwa pada uji hedonik, panelis mengemukakan tanggapan

pribadinya yaitu berupa kesan yang berhubungan dengan kesukanan atau

tanggapan senang atau tidaknya terhadap sfat sensori atau kualitas yang dinilai.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian hedonik terhadap aroma, tekstur,

rasa, dan warna tahu matang yang berbeda. Panelis disediakan iga sampel tahu

yang telah dibuat oleh semua kelompok dan disajikan secara acak. Panelis

disediakan enam contoh uji serbuk jahe dengan kode berbeda yaitu “251”

Page 16: Laporan Tppn Tahu

[Kelompok 4], “123” [Kelompok 5], dan “567” [Kelompok 6]. Setelah itu panelis

diminta untuk menyatakan kesukaaan tahu. Adapun skala hedonik atau skala

numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2],

dan sangat tidak suka [1]. Hal ini bertujuan untuk melihat kesan pertama yang

timbul saat panelis melakukan penilaian terhadap karakteristik mutu yang

diujikan.

3.2.4.1 Uji Hedonik Warna Tahu Matang

Penilaian warna dalam produk pangan memiliki peranan yang

sangat penting. Pada umumnya panelis sebelum mempertimbangkan

paramneter lain terlebih dahulu tertarik dengan warna bahan. Kesan

pertama dalam penilaian bahan pangan adalah warna yang akan

menentukan penerimaan atau penolakan panelis terhadap produk.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

warna ketiga produk tahu matang dari tiga kelompok. Panelis disediakan

tiga contoh uji tahu matang dengan kode berbeda yaitu, “567” [Kelompok

4], “251” [Kelompok 5], dan “123” [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk

merasakan warna ketiga tahu matang tersebut lalu memberikan penilaian

berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap tekstur ketiga tahu matang

tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala

numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak

suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Uji hedonik tahu matang untuk parameter warna berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Tahu matang “567” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,90. Tahu matang “251”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,83, dan Tahu

matang “123” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

4,00. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi

parameter warna tahu matang “123” paling disukai diantara warna tahu

matang yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 4,14 dengan

skala kriteria penilaian antara [suka] dan [sangat suka].

Penggorengan merupakan proses thermal kimia yang menghasilkan

karakteristik makanan goreng dengan warna coklat keemasan, tekstur,

Page 17: Laporan Tppn Tahu

penampakan, flavor, yang diinginkan (Warner, 2002). Selama

penggorengan terjadi hidrolisa, oksidasi, dan dekomposisi minyak yang

dipengaruhi oleh bahan pangan dan kondisi penggorengan.

Selama proses penggorengan bahan mengalami perubahan fisik,

kimia, dan sifat sensoris. Hal itulah yang menyebabkan warna tahu setelah

pengalami penggorengan berubah menjadi kuning kecoklatan. Ketika

bahan makanan digoreng pada minyak goreng panas pada suhu yang

tinggi, banyak reaksi komplek yang terjadi di dalam minyak dan produk

pangan.

Warna tahu goreng dapat disebabkan oleh adanya reaksi maillard

selama penggorengan. Reaksi Maillard adalah reaksi antara karbohidrat

pada tahu khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer (Catrien,

2008). Reaksi Maillard diawali dengan adanya reaksi gugus amino pada

asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada

gula. Rangkaian reaksi diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen

berwarna cokelat.

Rasio gula terhadap asam amino sangatlah berpengaruh terhadap

reaksi pembentukan warna. Semakin meningkat jumlah asam aminonya,

semakin banyak terjadi pembentukan warna. Gugus karbonil dari gula

pereduksi dengan gugus asam amino bebas merupakan komponen penting

dalam reaksi Maillard. Asam amino lisin lah yang menyebabkan adanya

pencoklatan pada produk pangan (Silmi, 2011). Sehingga dapat diketahui

pada pengujian kali ini asam amino lisin berperan dalam pembentukan

warna cokelat pada tahu goreng.

3.2.4.3 Uji Hedonik Tekstur Tahu Matang

Tekstur merupakan sensasi tekanan yang dapat di amati dengan

mulut (pada waktu digigit, dikunyah dan ditelan) ataupun perabaan dengan

jari manis. Penilaian biasanya dilakukan dengan menggosokkan jari dari

bahan yang dinilai diantara kedua jari (Winarno, 1997).

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap

tekstur ketiga produk tahu matang dari tiga kelompok. Panelis disediakan

Page 18: Laporan Tppn Tahu

tiga contoh uji tahu matang dengan kode berbeda yaitu, “567” [Kelompok

4], “251” [Kelompok 5], dan “123” [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk

merasakan tekstur ketiga tahu matang tersebut lalu memberikan penilaian

berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap tekstur ketiga tahu matang

tersebut pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala

numerik yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak

suka [2], dan sangat tidak suka [1].

Uji hedonik tahu matang untuk parameter tekstur berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Tahu matang “567” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,93. Tahu matang “251”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,66, dan Tahu

matang “123” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

4,14. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi

parameter tekstur tahu matang “123” paling disukai diantara tekstur tahu

matang yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 4,14 dengan

skala kriteria penilaian antara [suka] dan [sangat suka].

Penggorengan merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan

menggunakan medium minyak goreng sebagai pengantar panas (Muchtadi,

2008 dalam Anonim, 2010). Selama proses penggorengan bahan

mengalami perubahan fisik, kimia, dan sifat sensoris. Metode

penggorengannya yaitu deep fat frying. Proses ini dilakukan dengan cara

merendamkan produk pangan pada minyak goreng bersuhu tinggi. Metode

ini banyak digunakan di industri makanan ringan, industri mi instan,

nugget, dan lain-lain (Hariyadi, 2008 dalam Anonim, 2010). Pada saat

frying juga terjadi denaturasi protein dan reaksi maillard. Denaturasi

protein dapat meningkatkan daya cerna. Reaksi maillard merupakan reaksi

antara gugus reduksi dari karbohidrat pada pati dengan gugus amino pada

protein. Reaksi ini menimbulkan aroma yang khas dan perubahan warna

yang cenderung lebih gelap dan berbentuk kaku (Anonim, 2010)

Pada proses penggorengan kadar air produk menurun akibat

penguapan selama penggorengan. Produk hasil penggorengan juga

menggandung minyak yang sebagian besar meresap setelah penggorengan

Page 19: Laporan Tppn Tahu

(Bouchon et al, 2005 dalam Anonim, 2010). Parameter mutu produk

tergantung pada waktu penggorengan atau lamanya produk tersebut

digoreng dan suhu minyak goreng. Waktu penggorengan dipenggaruhi

oleh laju pindah panas dari minyak goreng ke produk yang digoreng. Laju

pindah panas dari minyak goreng ke produk dipengaruhi oleh suhu minyak

di sekitar produk. Semakin tinggi suhu minyak goreng, koefisien pindah

panas dari minyak ke bahan juga semakin tinggi akibat adanya boiling

heat transfer secara konveksi dari minyak goreng ke produk (Farkas, 1996

dalam Anonim, 2010). Keadaan suhu minyak goreng disekitar produk

dipengaruhi oleh desain penggoreng. Parameter desain yang paling

berpengaruh adalah tingginya minyak goreng dan elemen pemanas dalam

wadah penggoreng.

3.2.4.4 Uji Hedonik Rasa Tahu Matang

Rasa pada makanan atau minuman merupakan faktor kedua yang

mempengaruhi cita rasa setelah penampilan makanan atau minuman itu

sendiri. Rasa meruapakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang

sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar manis, asin,

asam dan pahit.

Pada praktikum ini, dilakukan pengujian uji hedonik terhadap rasa

ketiga produk tahu matang dari tiga kelompok. Panelis disediakan tiga

contoh uji tahu matang dengan kode berbeda yaitu, “567” [Kelompok 4],

“251” [Kelompok 5], dan “123” [Kelompok 6]. Panelis diminta untuk

mencicipi rasa ketiga tahu matang tersebut lalu memberikan penilaian

berupa “suka” atau “tidak suka” terhadap rasa ketiga tahu matang tersebut

pada kolom respon form uji. Adapun skala hedonik atau skala numerik

yang diberikan, yaitu sangat suka [5], suka [4], biasa [3], tidak suka [2],

dan sangat tidak suka [1].

Uji hedonik tahu matang untuk parameter rasa berdasarkan pada

Tabel 2 panelis menyukai sampel Tahu matang “567” dengan rataan

penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 4,10. Tahu matang “251”

dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar 3,86, dan Tahu

matang “123” dengan rataan penilaian kesukaan yang diberikan sebesar

Page 20: Laporan Tppn Tahu

4,93. Berdasarkan hasil penilaian, dapat dikatakan bahwa dari segi

parameter rasa tahu matang “567” paling disukai diantara rasa tahu matang

yang lain karena memiliki penilaian tertinggi, yaitu 4,10 dengan skala

kriteria penilaian antara [suka] dan [sangat suka].

Rasa tahu matang berasal dari penambahan garam, garam akan

memberikan rasa asin pada tahu. Pada rasa asin, ion sodium (Na+) yang

menyentuh ujung apikal dari sel pencecap melalui saluran ion pada

mikrovili akan menimbulkan rangsangan sensasi rasa asin. Garam yang

asalnya berbentuk kristal yang merupakan kumpulan atau ikatan antar

molekul NaCl, ketika masuk ke dalam air akan terpecah membentuk ion-

ion yang bentuknya sangat kecil dan masuk meresap ke dalam pori-pori

tahu yang akan menyebabkan adanya cita rasa dalam tahu.

Selain itu rasa tahu juga dapat berasal dari rasa tahu yang khas

yaitu rasa langu. Adanya rasa langu pada tahu disebabkan proses

perendaman kedelai yang kurang optimal. Kedelai yang di rendam selama

8-12 jam selain akan memperbaiki tekstur nantinya akan dapat

mengurangi rasa langu dari kacang kedelai.

Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen

rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan mungkin

peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test

compensation). Minyak goreng merupakan sumber lemak (lemak pada

pada suhu ruang) yang ditambahkan ke dalam mie. Penambahan lemak

berfungsi untuk menambah kolesterol serta memperbaiki cita rasa dari

bahan pangan. 

Selain dipengaruhi oleh minyak yang digunakan untuk

menggoreng tahu, rasa gurih yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh

penambahan garam. Penambahan garam pada bubur tahu yang akan

dicetak menyebabkan tahu menjadi makin awet dan mempunyai rasa yang

lebih lezat (gurih).

Komponen karbonil yang terbentuk selama penggorengan dapat

bereaksi dengan asam amino, amin, dan protein akan menghasilkan flavor

Page 21: Laporan Tppn Tahu

yang diinginkan. Menurut Warner (2002), flavor hasil penggorengan yang

diinginkan dapt terbentuk pada suhu dan waktu penggorengan yang

optimum. Komponen flavor pada makanan yang digoreng sebagian besar

adalah komponen volatil dari asam linoleat dan dienal, alkenals, lactones,

hydrocarbon, dan komponen cyclic (Warner, 2002).

Page 22: Laporan Tppn Tahu

BAB IV

KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum pengolahan tahu, dapat disimpulkan bahwa

kombinasi kedelai, air, jenis bahan penggumpal, suhu pemasakan suspensi tahu,

dan perlakuan perendaman serta penggorengan tahu akan memberikan pengaruh

terhadap pembentukan sifat organoleptik yang akan dihasilkan pada tahu mentah

dan tahu goreng.

Pada hasil uji hedonik tahu matang, Tahu Matang “226” [Kelompok 5]

memiliki aroma tahu yang paling disukai. Sedangkan Tahu Matang “015”

memiliki rasa dan warna tahu yang paling disukai. Pada hasil uji hedonik tahu

goreng, Tahu Goreng “123” [Kelompok 5] memiliki warna, aroma, dan tesktur

paling disukai. Sedangkan Tahu Goreng “567” memiliki rasa tahu goreng yang

paling disukai.

4.2 Saran

Bahan-bahan yang akan digunakan sebaiknya diperiksa kualitas dan

ketersediaannya terlebih dahulu sehingga permen bermutu tinggi. Formula yang

akan digunakan harus dibuat berbeda dalam komposisi dan bahan baku yang akan

digunakan agar produk yang didapat lebih beragam. Waktu perendaman kedelai

sebaiknya tidak melebihi 8 jam untuk menghindari terjadinya kegagalan

praktikum.

Page 23: Laporan Tppn Tahu

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Proses Pembuatan Tahu. http://lordbroken.wordpress.com [14

Desember 2012]

Cahyadi. 2009. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara

Catrien, Ertanto. 2008. Reaksi Mailard Pada Produk Pangan. Bogor: Institut

Pertanian Bogor

Inggit. 2012. Proses Pembuatan Tahu. inggit-bm.blogspot.com [[14 Desember

2012]

Koswara. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Rahardjo. 1998.Uji Inderawi. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman.

Shinta. 2012. Pembuatan Tahu. blog.ub.ac.id [14 Desember 2012]

Silmi.2011. Reaksi Pencoklatan. http://hurulsilmi.blogspot.com [14 Desember

2012]

Soekarto. 1985. Penelitian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil

Pertanian. Jakarta: Bhatara Karya Aksara

Sundarsih dan Y. Kurniaty. 2009. Pengaruh Waktu dan Suhu Perendaman

Kedelai. Semarang: Universitas Diponegoro

Suprapti. 2005. Klasifikasi Kedelai. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Warner, K. 2002. Chemistry of Frying Oil. New York: Marcell Dekker. Inc

Winarno, F G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 24: Laporan Tppn Tahu

LAMPIRAN

Lampiran 1. Tahu Matang

Gambar 1. Tahu Matang

Lampiran 2. Tahu Mentah

Gambar 2. Tahu Mentah

Page 25: Laporan Tppn Tahu

Lampiran 3. SNI Tahu (SNI 01-3142-1998)

Tabel 3. Spesifikasi Syarat Mutu Tahu