laporan toksikologi lingkungan

Upload: zahara-fibryana-putri

Post on 19-Jul-2015

821 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN TOKSIKOLOGI LINGKUNGANPenentuan LD50pada mencit dengan CdSO4 secara Intraperitoneal

Kelompok 4Dinda Nurul Maulida Qorimeifebria Rizkevina Silmi Amalia Syukrani Yogi Setiawan Zahara Fibryana Putri 109095000020 109095000008 109095000028 109095000037 109095000034

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYAFIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya

karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal. Zat beracun tersebut dapat masuk ke tubuh manusia elalui sistem pencernaan dan sistem pernapasan. Keracunan logam kadmium terdiri dari 15-50% penyerapan melalui sistem pernapasan dan 2-7% melalui sistem pencernaan. Target organ adalah hati, plasenta, ginjal, paru-paru, otak, dan tulang. Kadmium ditemukan dalam pembuatan baterai, plastik PVC, pigmen cat, pupuk, rokok, dan kerang yang

berada di sekitar lingkungan pabrik. Logam berat ini bergabung bersama timbal (Pb) dan merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya tertinggi pada kesehatan manusia. Walaupun kadar logam dalam tanah, air, dan udara rendah, namun dapat meningkat apabila manusia menggunakan produkproduk dan peralatan yang mengandung logam, pabrik-pabrik yang menggunakan logam, pertambangan logamdan pemurnian logam. Menurut badan dunia FAO/WHO, konsumsi per minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 g per kg berat badan. Berdasarkan teori tersebut dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak logam berat kadmium sulfat (CdSO4). Dilakukan Praktikum Toksikologi Lingkungan Uji toksistas akut LD 50, untuk mengetahui dosis yang mematikan 50% dari jumlah hewan uji pada mencit betina. Jika metode yang dilakukan sesuai, maka dosis tersebut nantinya dapat dikonversi ke manusia.

1.2

Tujuan Menentukan Lethal Dose Cadmium Sulfat / LD50 CdSO4 yaitu dosis yang dapat membunuh 50% dari populasi hewan uji.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Hewan Coba Pada dasarnya tidak ada satu hewan pun yang sempurna untuk

ujitoksisitas

akut

yang

nantinya

akan

digunakan

oleh

manusia.

Walaupuntidak ada aturan tetap yang mengatur pemilihan spesies hewan coba,yang lazim digunakan pada uji toksisitas akut adalah tikus,

mencit,marmut, kelinci, babi, anjing, monyet.Pada awalnya, pertimbangan dalammemilih hewan coba hanya berdasarkan avaibilitas, harga, dan kemudahandalam perawatan.Namun, seiring perkembangan zaman tipe metabolisme,farmakokinetik, dan perbandingan catatan atau sejarah

avaibilitas juga ikutdipertimbangkan. Hewan yang paling sering dipakai adalah mencit denganmempertimbangkan faktor ukuran, kemudahan

perawatan, harga, danhasil yang cukup konsisten dan relevan.

2.1.2 Klasifikasi Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Rodentia Famili : Muridae Genus : Mus Spesies :M. musculuc

Hewan mencit atau Mus musculus adalah tikus rumah biasa termasuk ke dalamordo rodentia dan family Muridae.Mencit dewasa biasa memiliki berat antara 25-40gram dan mempunyai berbagai macam warna. Mayoritas mencit laboratorium adalah strain albino

yang mempunyai warna bulu putih dan mata merah muda (Hrapkiewicz etal, 1998). Mencit merupakan hewan yang tidak mempunyai kelenjar keringat, jantungterdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding ventrikel yanglebih tebal.Percobaan dalam

menangani hewan yang akan diuji cenderung memiliki karakteristik yang berbeda, seperti mencit lebih penakut dan fotofobik, cenderung sembunyi dan berkumpul dengan sesama, mudah di tangani, lebih aktif pada malam hari (nocturnal), aktivitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal 37,40 C, lajurespirasi 163/ menit sedangkan pada hewan tikus sangat cerdas, mudah ditangani, tidakbersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kecenderungan berkumpul dengansesama sangat kurang, jika makanan kurang atau diperlakukan secara kasar akanmenjadi liar dan galak, suhu normal 37,5 0 C, laju respirasi 210/ menit pada mencit dantikus persamaannya gigi seri pada keduanya sering digunakan untuk mengerat /menggigit benda-benda yang keras. Dengan mengetahui sifat-sifat karakteristik hewanyang akan diuji diharapkan lebih menyesuaikan dan tidak diperlakukan tidak wajar. Didalam suatu dosis yang dipakai untuk penggunaan suatu obat harus sesuai dengan datamengenai penggunaan dosis secara kuantitatif, dikarenakan bila obat itu diaplikasikankepada manusia dilakukan perbandingan luas permukaan tubuh. 2.2 Kadmium (Cd) Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu

jenis mineral kadmium di alam yaitugreennockite (CdS) yang selalu ditemukan bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS).Mineral greennockite ini sangat jarang ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd. Seperti halnya unsur-unsur kimia lainnya terutama golongan logam Cd mempunyai sifat fisika dan kimia tersendiri.Berdasarkan pada sifat-sifat fisikanya Cd

merupakan logam yang lunak, ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab serta akan cepat mengalami kerusakan bila dikenai uap ammonia (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Sedangkan berdasar pada sifat-sifat kimianya, logam Cd didalam persenyawaan yang dibentuknya pada umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+. Kadmium (Cd) merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena unsur ini berisiko tinggi terhadap pembuluh darah.Logam ini memiliki tendensi untuk bioakumulasi.Keracunan yang disebabkan oleh kadmium dapat bersifat akut dan keracunan kronis. Logam Cd merupakan logam asing dalam tubuh dan tidak dibutuhkan dalam proses metabolisme. Logam ini teradsorbsi oleh tubuh manusia yang akan menggumpal di dalam ginjal, hati dan sebagian dibuang keluar melalui saluran pencernaan. Keracunan Cd dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah.Akibatnya tekanan darah menjadi tinggi yang kemudian bisa menyebabkan terjadinya gagal jantung dan kerusakan ginjal. Kadmium memiliki banyak efek toksik diantaranya kerusakan ginjal dan karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis.Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein.Waktu paruh dari kadmium dalam tubuh 7-30 tahun dan menembus ginjal terutama setelah terjadi kerusakan.Kadmium bisa juga menyebabkan kekacauan pada metabolisme kalsium yang pada akhirnya mengalami kekurangan kalsium pada tubuh dan menyebabkan penyakit osteomalacia (rasa sakit pada persendian tulang belakang, tulang kaki) dan bittlebones (kerusakan tulang). Kadmium berpengaruh terhadap manusia dalam jangka waktu yang panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal.Secara prinsip, pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru, emphysemia dan renal turbular disease yang kronis.

2.3

Uji Toksisitas Uji toksisitas adalah untuk menentukan sifat akut atau kronik limbah.Pada

dasarnya pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun terhadap organisme, menganalisis secara obyektif resiko yang dihadapi akibat adanya racun di lingkungan.Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu pemaparan pendek dengan efek parah dan mendadak, dimana organ absorpsi dan eksresi yant terkena.Sedangkan toksisitas khronis terjadi pada dosis tidak tinggi pemaparan menahun, gejala tidak mendadak atau gradual, intensitas efek dapat parah/ tidak.Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan manusia yang terpapar. Ada beberapa tingkatan dalam uji toksisitas: Tingkat 1 Uji pemaparan akut : Menggambar kurva dosis dan respon untuk kematian dan kemungkinan cacat tubuh Uji iritasi mata dan kulit Membuat saringan pertama untuk mutagenik aktivitas

Tingkat 2. Uji pemaparan sub khronis Menggambar kurva dosis dan respon (pajanan 90 hari) dalam 2 spesies, sebaiknya uji ini menggunakan rute pajanan pada manusia

Uji toksisitas pda organ, catat kematian, penurunan berat badan, hematologi, dan kimia klinis, membuat sayatan dari jaringan secara mikroskopis. Menyiapkan saringan kedua untuk aktifitas mutagenik Uji reproduktif dan cacat lahir (teratologi) Uji pharmakokinetik dari hewan uji : absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi dari zat dalam tubuh Melakukan uji perilaku Uji sinergisme, potensiasi, dan antagonisme

Tingkat 3 Uji pajanan khronis Melakukan uji mutagenicity pada hewan mamalia Melakukan uji karsinogenisisi pada hewan pengerat Menguji farmakokinetik pada manusia Melakukan uji coba klinis pada manusia Bandingkan dengan data epidemiologi dari pajanan akut dan kronis

2.4

Lethal Dose 50 Lethal Dose 50 adalah suatu besaran yang diturunkan secara statistik, guna

menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan coba setelah perlakuan. LD50 merupakan tolak ukur kuantitatif yang sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis letal. Ada beberapa pendapat yang menyatakan tidak setuju, bahwa LD50 masih dapat digunakan untuk uji toksisitas akut. Namun ada juga beberapa kalangan yang masih setuju, dengan pertimbangan: a) Jika lakukan dengan baik, uji toksisitas akut tidak hanya mengukur LD50, tetapi juga memeberikan informasi tentang waktu kematian, penyebab kematian, gejala gejala sebelum kematian, organ yang terkena efek, dan kemampuan pemulihan dari efek nonlethal. b) Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk pertimbangan pemilihan design penelitian subakut. c) Tes LD50 tidak membutuhkan banyak waktu. d) Hasil tes ini dapat langsung digunakan sebagai perkiraan risiko suatu senyawa terhadap konsumen atau pasien. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi nilai LD50 antara lain spesies, strain, jenis kelamin, umur, berat badan, gender, kesehatan nutrisi, dan isi perut hewan coba. Teknis pemberian juga mempengaruhi hasil, antara lain waktu

pemberian, suhu lingkungan, kelembaban, sirkulasi udara. Tidak luput kesalahan manusia juga dapat mempengaruhi hasil ini. Sehingga sebelum melakukan penelitian, ada baiknya kita memeperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi hasil ini. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran cerna adalah: a) Bentuk sediaan. Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorbsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda. b) Sifat kimia dan fisika obat. Bentuk asam, ester, garam, komples atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorbsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derjat ionisasi juga mempengaruhi proses absorbsi. Absorbsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non ion dan mudah larut dalam lemak. c) Faktor biologis. Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung, dan banyaknya pembuluh darah pada tempat absorbsi.

2.5

Pendedahan Cara pendedahan yang berbeda-beda melibatkan proses absorbsi yang

berbeda-beda pula. Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas farmakologis obat. Penddahahn dapat dilakukan melalui dua rute utama yaitu 1.parenteral : intravena, intraarteri, intramuscular, intraperitoneal ;

2.nonparenteral: preoral. Pemberian secara peroral Oral Gavage.Gavaging digunakan untuk dosis seekor binatang dengan volume tertentu materi langsung ke dalam perut.Hanya khusus, tersedia secara komersial jarum gavage harus digunakan untuk mencoba prosedur ini.Jarum untuk injeksi secara

peroral (Oral Gavage) memiliki karakter ujung tumpul (bulat). Hal ini untuk meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan diberikan sedian uji. Proses pemberian dilakukan dengan teknik seperti Tempatkan ujung atau bola dari jarum ke mulut binatang. Secara perlahan geser melewati ujung belakang lidah. Pastikan bahwa oral gavage tidak masuk ke dalam tenggorokan karena akan berdampak buruk. Hal ini dapat diketahui bila dari hidung hewan uji keluar cairan seperti yang kita berikan menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pemberian. Pemberian intravena (IV) tidak

mengalami absorpsi tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga kadar obat dalam darah diperoleh secara capat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respon penderita. Kerugiannya adalah mudah tercapai efek toksik karena kadar obat yang tinggi segera mencapai darah dan jaringan, dan obat tidak dapat ditarik kembali.Pemberian secara injeksi intravena menghasilkan efek yang tercepat, karena obat langsung masuk ke dalam sirkulasi.Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi intramuskular, dan lebih lambat lagi dengan injeksi subkutan karena obat harus melintasi banyak membran sel sebelum tiba dalam peredaran darah. Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan.Absorpsinya biasanya terjadi secara lambat dan konstan sehingga efeknya bertahan lama.Metode injeksi menggunakan dua jari yaitu ibu jari dan jari telunjuk memegang tengkuk (kulit).Bersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70 %. Masukkan jarum suntik secara paralel dari arah depan menembus kulit

Injeksi intramuskular (IM) atau suntikkan melalui otot, kecepatan dan kelengkapan absorpsinya dipengaruhi oleh kelarutan obat dalam air.Absorpsi lebih cepat terjadi di deltoid atau vastus lateralis daripada di gluteus maksimus. Pemberian obat seperti ini memungkinkan obat akan dilepaskan secara berkala dalam bentuk depot obat.

Injeksi

intraperitoneal atau

injeksi pada rongga perut tidak dilakukan untuk manusia karena ada bahaya infeksi dan adesi yang terlalu besar. Proses injeksi dilakukan dengan teknik menahan tikus pada tengkuk. Mengekspos sisi ventral hewan, memiringkan kepala ke bawah pada sudut kecil.Preparasi situs dengan 70% etanol.Jarum yang steril harus ditempatkan, bevel atas, di bawah kuadran kanan atau kiri dari perut binatang.Masukkan jarum pada 30 sudut.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Pusat Laboratorium Terpadu,

UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang. Penelitian ini dilaksanakan pada : Tanggal : 25 Oktober 8 November 2011 Penelitian ini dilakukan selama 14 hari, dari awal aklimasi hingga dilakukan pembedahan.

3.2

Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah kandang mencit, botol minum mencit, tempat

makan mencit, syring, timbangan analitik dan pinset. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah kertas sebagai alas, larutan CdSO4 (dengan konsentrasi 0 mg/kg bb, 2,5 mg/kg bb, 5 mg/kg bb, 7,5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb), pakan mencit dan air.

3.3

Cara Kerja Disiapkan 15 ekor mencit betina dengan kisaran berat badan 30 gram (rentang 10-20%). Mencit di aklimasi selama 3 hari. Mencit dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Masing-masing kelompok diletakkan pada kandang yang berbeda. Ditandai ekor mencit pada setiap kelompok. Masing-masing kandang ditandai sesuai dengan dosis yang didedahkan. Kelompok mencit diberi larutan CdSO4 dengan dosis yang berbeda-beda. Pendedahan dilakukan secara Intraperitoneal, yaitu pendedahan dengan cara menyuntikan larutan menggunakan syrinx ke bagian perut, diantara dua puting susu, dengan sudut kemiringan 450 Pendedahan dilakukan satu kali. Dilakukan pengamatan selama 14 hari terhadap kondisi fisik mencit.

Setelah hari ke-14, dilakukan pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk mengamati

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum ini dengan menggunakan hewan mencit betina sebagai hewan uji. Hewan uji diberi perlakuan berupa pendedahan dengan larutan CdSO4 berbagai konsentrasi. Dalam praktikum ini menggunakan CdSO4 karena apabila menggunakan Cd sulit ditemukan di alam dan Cd merupakan larutan yang tidak bersenyawa sehingga tidak dapat dipisahkan menjadi unsur Cd sendiri. Konsentrasi yang digunakan yaitu 0 mg/kg bb, 2.5 mg/kg bb, 5 mg/kg bb, 7.5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb. Berbagai konsentrasi yang digunakan ini bertujuan untuk mengetahui nilai LD 50 pada praktikum ini. Pendedaahan pada mencit ini dilakukan secara intraperitoneal sesuai dengan tujuan pada praktikum ini. Praktikum ini merupakan uji toksisitas akut dari mencit. Pendedahan dilakukan satu kali. Setelah pendedahan, dilakukan pengamatan selama 14 hari terhadap kematian mencit, berat badan mencit, berat feses mencit dan kondisi fisik mencit. Dan setelah 14 hari, maka dilakukan pembedahan untuk melihat kondisi organ viseral (cor, hepar, ren, pulmo, pankreas, lien dan gastrum) dan berat organ viseral pada mencit.

Tabel 1. Kematian mencit pada saat 96 jam setelah penyuntikan Dosis (mg/kg bb) 0 2,5 5 7,5 10 Jumlah Individu 3 3 3 3 3 Jumlah Individu Mati 0 0 0 2 2

Pada tabel 1, terlihat individu mencit yang mengalami kematian pada saat 96 jam setelah pendedahan. Dari tabel terlihat mencit yang diberi dosis 0 mg/kg bb, 2.5

mg/kg bb dan 5 mg/kg bb tidak mengalami kematian sedangkan pada mencit yang diberi dosis 7.5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb mengalami kematian, yaitu sebanyak masing-masing 2 ekor mencit. Dari hasil tersebut membuktikan bahwa adanya efek CdSO4terhadap daya tahan hidup mencit dan adanya pengaruh konsentrasi CdSO4. Semakin tinggi CdSO4 yang didedahkan maka akan memiliki efek yang berbahaya terhadap mencit dan dapat menyebabkan kematian.

Tabel 2. Penentuan Nilai Probit Dosis (mg/kg bb) 0 2,5 5 7,5 10 Log 10 dosis 0 0,398 0,699 0,875 1 Jumlah Individu 3 3 3 3 3 Jumlah Individu Mati 0 0 0 2 2 % Kematian 0 0 0 66,7 66,7 Koreksi % Kematian 0 0 0 66,7 66,7 Nilai Probit 5,41 5,41

Pada tabel 2 diatas merupakan tabel nilai proobit yang dapat dihitung % kematiam pada mencit di masing-masing dosis. Pada dosis7.5 mg/kg bb dan 10 mg/kg bb memiliki % kematian sebesar 66.7 % dan pada dosis yang lainnya adalah 0 % sehingga di dapat koreksi % kematian sebesar 66.7 % pada dosis 7.5 mg/kg bb dan 10 mg.kg bb. Kematian dari koreksi % kematian dapat menghasilkan nilai besarnya nilai probit.Pada koreksi % kematian 66.7 % maka nilai probitnya adalah 5.41. Analisis probit digunakan dalam pengujian biologis untuk mengetahui respon subyek yang diteliti oleh adanya stimuli dalam hal ini CdSO4 dengan mengetahui respon berupa mortalitas. (Negara, 2003 ).

Selanjutnya, dengan membuat grafik regresi linier dengan sumbu x = log10 dan sumbu y = nilai probit. Sehingga didapatkan grafik sebagai berikut :

Grafik 1. Regresi Linier6 5 4 3 2 1 0 0.85 0.9 0.95 1 1.05 Series1 Linear (Series1) y = 5,41x

Dari grafik diperoleh rumus : y = 5.41x

Maka : Y = 5.41 X 5 = 5.41 X X = 5/5.41 X = 0.92

Maka dosis LD50 adalah antilog 0.92 = 8,3 mg/Kg b.b Pada grafik 1 telah diperoleh rumus y = 5.41x. Sehingga dari hasil tersebut dapat diperoleh nilai LD50 (kematian 50 %) sebesar 8.3 mg/kg bb.Hasil Regresi Linier tersebut lebih besar dari hasil yang diperoleh sebelumnya yaitu sebesar 67.6 mg/kg bb.Sehingga hasil regresi linier ini bila dibandingkan dengan hasil sebelumnya menghasilkan angka yang lebih tidak toksik. Pada praktikum ini, salah satu pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan terhadap perubahan berat badan mencit. Hasil yang di dapat sebagai berikut :

Grafik 2. Perubahan Berat Badan Mencit45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 1 2 3 4 7 8 9 10 11 15 Hari ke-

Berat Badan (gram)

0 mg/kg bb 2,5 mg/kg bb 5 mg/kg bb 7,5 mg/kg bb 10 mg/kg bb

Dari tabel diatas terlihat adanya perubahan berat badan pada masing-masing mencit dan pada masing-masing dosis yang diberikan.Berat badan mencit terlihat berfluktuatif. Hal ini disebabkan karena pada saat pendistribusian mencit ke dalam tiap-tiap kelompok dosis tidak dilakukan perhitungan rata-rata berat badan sehingga rata-rata berat badan mencit dari awal perlakuan tidak sama. Berat badan mencit yang selalu berubah-ubah (naik turun) disebabkan karena adanya beberapa faktor, yaitu karena adanya kesalahan dalam pemberian makan dan adanya mencit yang bunting.Kesalahan pemberian makan disini maksudnya adalah adalah keterlambatan pemberian makan dan akibatnya mencit mengalami kelaparan dan akhirnya berat badannya menurun. Sedangkan pada mencit yang mengalami kebuntingan memiliki berat badan yang naik, hal ini sebenarnya tidak boleh terjadi pada percobaan karena dapat mempengaruhi data yang akan diambil. Pengamatan terhadap perubahan berat badan ini dilakukan untuk melihat kondisi berat badan pada mencit yang di beri dosis yang berbeda-beda.

Grafik 3. Perubahan Berat Feses Mencit

12 10 Berat Feses (gram) 8 6 4 2 0 2 3 4 7 8 Hari ke9 10 11 15 0 mg/kg bb 2,5 mg/kg bb 5 mg/kg bb 7,5 mg/kg bb 10 mg/kg bb

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa dari hari pertama pengamatan sampai hari ke-15 berat feses mencit dari kelima kelompok mengalami fluktuasi/naik-turun. Kenaikan yang tidak stabil ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang terlibat saat proses pengamatan dan penimbangan feses. Beberapa faktor yang mempengaruhi itu antara lain, makanan yang dia makan, waktu pengamatan yang berbeda dan jumlah individu. Pengukuran berat feses juga dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara CdSO4 dengan fungsi pencernaan. Cadmium tidak diabsorpsi dengan baik, yaitu sekitar 5-8%. Namun, itu tetap lebih tinggi dibandingkan absorpsi mineraldan sulit dieliminasi dari dalam tubuh sehingga akan dideposit di dalam tubuh. Cadmium diabsorpsi dan diakumulasi. Ekskresi Cd terjadi melalui urin dan feses (Widowati,2008). Oleh karena itu untuk mengetahui efek Cadmium dilakukan pengamatan pada berat dan tekstur mencit. Saat berat feses menurun, hal ini dapat terjadi karena mencit kekurangan bahkan kehabisan makanan yang membuat tidak adanya asupan nutrisi kedalam tubuh dia. Kekurangan makanan ini disebabkan habisnya stock makanan yang ada didalam kandang masing-masing. Adapun mencit yang kehilangan nafsu makannya setelah didedahkan CdSO4. Kehilangan nafsu makan ini dipengaruhi oleh lemasnya tubuh setelah racun tersebut masuk kedalam tubuh mencit yang membuat mencit susah atau berat untuk berjalan

dan mengerakan tubuhnya. Efek dari CdSO4 ini juga berpengaruh pada sistem pencernaan yang ditandai dengan feses yang kental atau mengalami diare.

Tabel 3. Perubahan Kondisi Fisik Mencit

Tabel 4. Perubahan Kondisi Fisik Mencit

Tabel 5. Perubahan Kondisi Fisik Mencit

Tabel 6. Perubahan Kondisi Fisik Mencit

Tabel 7. Perubahan Kondisi Fisik Mencit

Pengaruh Cd dapat dilihat dari kondisi fisik mencit. Pada pengamatan kondisi fisik mencit (Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7) ada berbagai hasil yang

didapat dari setiap dosis yang diberikan. Pada dosis 0 mg/kg bb, dari ketiga mencit ada 1 mencit yang mati, hal ini terjadi kemungkinan dalam pemberian makanan yang tidak merata. Perubahan kondisi fisik yang dialami yaitu pada mencit ke 1 mata agak sipit di jam ke 2 dan ke 4, pada mencit ke 2 rambut berdiri pada hari ke 7-11, dan pada mencit ke 3 normal. Mencit 3 mati karena keadaan mencit yang tidak sehat dari awalnya. Pada mencit yang diberikan dosis 2,5 mg/kg bb pada ketiga mencit, mata menjadi merah pada hari ke 2-11, pernafasan terengah-engah pada hari ke 1 dan ke 4. Rambut berdiri pada hari ke 1-15 pada mencit 1 dan rambut berdiri pada hari ke 1-11 pada mencit ke 2 dan ke 3. Pada mencit yang diberikan dosis 5 mg/kg bb, mencit 1 dan 2 mengalami letargi pada jam ke 2 di hari pertama, saraf otonom lambat di mencit 1 pada jam ke 4, rambut berdiri di hari ke 7-11 pada mencit 2 dan normal pada mencit3. Pada mencit yang diberikan dosis 7 mg/kg bb, semua rambut mencit menjadi berdiri, mata redup, pernafasan terengah-engah dan saraf otonom lambat. Kemudian pada hari ke 2 mencit 3 mati dan hari ke 3 mencit 2 mati. Pada mencit yang diberikan dosis 10 mg/kg bb, semua mata mencit menjadi redup, pernafasan terengah-engah, tremor, letargi, tingkah laku motorik gelisah pada jam ke 1, jam ke 2 dan jam ke 4 diam dan lemas. Pada mencit 2 saraf otonom diam pada jam ke 4 dan pada mencit 3 saraf otonom diam pada hari ke 2. Setelah itu mencit 2 mati pada hari ke 2, mencit 3 mati pada hari ke 3, dan mencit 1 mulai normal kembali pada hari ke 4. Hal ini terjadi karena dosis yang didedahkan langsung terabsorbsi dan bereaksi ke organ-organ tertentu yang menyebabkan abnormalitas organ mencit. Secara umum setelah pemberian dosis Cd, pernafasan mencit menjadi terengah-engah. Pada dosis 5-10 mg/kg bb mencit menjadi tremor, letargi, dan saraf otonom tidak bereaksi dengan baik. Pada dosis 10 mg/kg bb tingkah laku motorik mencit menjadi gelisah. Hal ini terjadi karena mencit melakukan persitiwa homeostasis untuk mengembalikan keadaan tubuhnya kembali seperti semula. Cd membuat jantung harus bekerja lebih cepat untuk menyesuaikan diri, sehingga nafas

mencit menjadi terengah-engah dan pada dosis yang paling tinggi menyebabkan tingkah laku motorik mencit menjadi gelisah. Namun jika tubuh tidak dapat mengembalikan keadaan tubuhnya kembali maka yang terjadi adalah kematian pada mencit. Jika dilihat dari hasil pengamatan, pada dosis 2,5 dan 5 mg/kg bb ketiga mencit mampu bertahan hidup, pada dosis 7,5 dan 10 masing-masing kedua mencit mati dan satu dapat bertahan hidup. Mencit yang hidup berhasil menyesuaikan keadaan tubuhnya dengan kadmium yang telah dimasukkan ke dalam tubuhnya. Rambut berdiri dan mata redup kemungkinan bukan hanya dipengaruhi oleh Cd karena mencit kontrol ada yang mengalami hal seperti itu juga. Pada mencit 1 dalam dosis 0 mg/kg bb terjadinya mata redup kemungkinan karena keadaan mencit yang kurang sehat sehingga pada hari ke 7 mencit 1 mengalami kematian. Pada mencit 2 rambut berdiri pada hari ke 7-11, hal ini terjadi karena kemungkinan mencit merasa ketakutan setelah melihat mencit 1 mati, yang membuat otot-otot piloerektor berkontraksi dan berdirinya rambut-rambut tunggal. Menurut Gourge, 2006, mamalia memiliki suatu aparatus untuk meningkatkan ketebalan rambut. Termasuk diantaranya adalah piloereksi, berdirinya rambut-rambut tunggal akibat kontraksi otot-otot piloerektor dibagian dasar masing-masing rambut. Baik temperatur dingin maupn reaksi emosional semacam perasaan takut memicu piloereksi. Jika penyesuaian perilaku, penggerakan aliran darah ke permukaan kulit dan piloereksi ternyata tidak cukup, sebuah respon yang unik bisa dirangsang agar terjadi menggigil. Hal ini juga terjadi pada mencit, sehingga mencit mengalami tremor dan letargi.

Tabel 8. Berat Organ Viseral/Berat BadanKonsentrasi CdSO4 Individu keJantung 1 2 3 2,5 1 2 0,004 0,004 0,003 Lambung 0,016 0,022 0,012 Berat Organ Viseral/Berat Badan (gram) Limpa 0,01 0,011 0,007 Pankreas 0,006 0,036 0,009 Ginjal 0,008 0,014 0,012 Paru-paru 0,006 0,01 0,008 Hepar 0,051 0,076 0,047

0

3 5 1 2 3 7,5 1 2 3 10 1 2 3

0,001 0,004 0,004 0,003 0,004 -

0,059 0,06 0,065 0,014 0,009 -

0,004 0,002 0,004 0,003 0,006 -

0,004 0,004 0,004 0,006 -

0,006 0,009 0,012 0,01 0,005 -

0,005 0,005 0,005 0,009 0,008 -

0,076 0,047 0,052 0,046 0,059 -

Tabel 9. Morfologi Organ Viseral MencitKondisi Organ Viseral Kons. Indv. Pulmo 1 Merah segar 0 2 (++++), masih menggembung, tidak mengkerut 3 Gastrum Putih (++++), agak kuning, ada warna hijau (kotoran) Hepar Merah kecoklatan (++++), tidak mengerut Pankreas Putih sedikit kuning (++++), tidak mengerut Ren Merah segar (++++), tidak mengerut Ada Ukuran lebih Warna merah 1 pucat (+++), mengkisut Warna lebih pucat dan putih (+++) Warna merah (++++) kecil dan warna lebih merah pekat (++++) sepasang, warna merah pekat, ukuran normal (++++) 2,5 Ada sepasang, Warna lebih pucat Mengkisut dan (+++), mengkerut pucat (+++) Warna lebih merah dari kontrol (+++++) Ukuran besar, warna merah pekat (+++) warna merah pekat (++++), ukuran normal 3 Warna lebih merah pekat (++++), mengecil Merah pucat (+++) Warna merah pekat (++++) Lien Merah tua (++++), tidak mengerut Cor Merah hati (++++), tidak mengerut -

Warna merah pucat (+++)

2

Pucat 1 Lebih merah (+++++) kehitaman (++), terisi penuh Pucat 5 2 Lebih merah (++++) kehitaman (++), terisi penuh Pucat 3 Lebih merah (++++) kehitaman (++) , terisi penuh 1 7,5 2 3 Merah hati, agak pucat (+++) Putih (+) Merah hati (++) Warna lebih Warna pucat (+), mengkerut gelap/keruh (+), kondisi normal Merah hati (++) Lebih merah (++) Merah hati (++) Merah pucat (++) Lebih merah (++) Lebih pucat (++)

Hanya 1, warna merah hati (++)

Ukuran lebih kecil, merah kehitaman (++) Merah tua (++)

Merah hati (++)

Hitam (++), mengkerut

Merah tua (++)

Merah hati (++)

Mengkerut

Merah tua

Merah hati (++) Warna merah pucat (+), kondisi hanya ada 1 ren -

Merah hati (++) Warna merah pekat (+), kondisi normal -

Merah hati (++)

Warna merah 1 10 muda pucat (+), kondisi normal

Warna pucat (+), kondisi mengkerut

Warna merah (+), kondisi normal

2 3

-

-

Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa ada perbedaan yang cukup nyata pada organ viseral mencit yang diujikan.Organ yang sangat jelas terpengaruh oleh konsentrasi tinggi CdSO4 adalah ren dan hepar.Perubahan organ viseral dapat dilihat dari berubahnya warna yang terjadi.Ren dan Hepar sangat terpengaruh oleh konsentrasi CdSO4 karena Cadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah.Logam ini memiliki tendensi untuk bioakumulasi. Keracunan yang disebabkan oleh kadmium dapat bersifat akut dan keracunan kronis. Logam Cd merupakan logam asing dalam tubuh dan tidak dibutuhkan dalam proses metabolisme. Logam ini teradsorbsi oleh tubuh yang akan menggumpal di dalam ginjal, hati dan sebagian dibuang keluar melalui saluran pencernaan. Keracunan Cd dapat mempengaruhi otot polos pembuluh

darah.Akibatnya tekanan darah menjadi tinggi yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan kerusakan ginjal (Anonim1, 2008). Kadmium memiliki banyak efek toksik di antaranya kerusakan ginjal dan karsinogenik pada hewan yang menyebabkan tumor pada testis.Secara prinsip, pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru,

emphysemadanrenal turbular diseaseyang kronis.Akumulasi logam kadmium dalam ginjal membentuk komplek dengan protein. Berdasarkan teori dan penjelasan diatas, hal ini sesuai dengan hasil percobaan yang membuktikan bahwa semakin besar konsentrasi CdSO4 yang didedahkan kepada hewan uji maka akan semakin besar pula kerusakan yang terjadi pada dua organ viseral yaitu, ginjal dan hati. Semua organ viseral dibandingkan dengan organ viseral pada hewan kontrol.Perbedaan yang sangat nyata terlihat adalah pada konsentrasi 5, 7.5, dan 10.Pada konsentrasi 10, hati dan ginjal mengalami perubahan warna yang sangat jelas, yaitu warna kedua organ ini berubah dari warna merah cerah menjadi merah-kehitaman.

BAB V PENUTUP

5.1

Kesimpulan

Nilai Lethalo Dose Cadmium Sulfat (CdSO4)/ LD50 sebesar 8,3 mg/kg bb. Ada perubahan berat badan pada mencit di masing-masing kelompok perlakuan. Berat feses mencit berfluktuasi. Ada perubahan kondisi fisik pada mencit setelah pendedahan. Ada perbedaan kondisi dan berat organ viseral pada mencit kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Konsentrasi 10 mg/kg bb sangat mempengaruhi organ viseral.

DAFTAR PUSTAKA

Lu, Frank C. 1995. Toksikologi Dasar Edisi Dua. Jakarta: UI-Press Negara, Abdi. 2003. Penggunaan Analisis Probit Untuk Pendugaan Tingkat Kepekaan Spodoptera exigua Terhadap Deltametrin Di Daerah Istimewa Jogjakarta. Sulawesi Tengah : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Sulastry, feni. 2009. Uji Toskisitas Akut yang Diukur Dengan Penentuan LD50 Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica (L) Urban) Terhadap Mencit BALB/C. Semarang: UNDIP Wisaksono, Satmoko. Efek Toksik dan Cara Menentukan Toksisitas Bahan Kimia.DirektoratPengawasan Nazaba, Ditjen POM, Departemen Kesehatan RI Jakarta.