laporan ta fuad_agustus_2011 revisi2

Upload: gesit-yoga-ambarasakti-geyazh

Post on 19-Jul-2015

512 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMETAAN DAN VISUALISASI DAMPAK FISIK ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI KECAMATAN CANGKRINGAN, NGEMPLAK, PAKEM DAN TURI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI D.I YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR

Disusun Oleh : FUAD FEBRIAN AHMAD (08/274031/DGE/00674)

PROGRAM DIPLOMA SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN PENGINDERAAN JAUH FAKULTAS GEOGRAFI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011

LEMBAR PENGESAHAN

i

PEMETAAN DAN VISUALISASI DAMPAK FISIK ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI KECAMATAN CANGKRINGAN, NGEMPLAK, PAKEM DAN TURI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI D.I YOGYAKARTA

INTISARI Dampak langsung erupsi Merapi mengakibatkan korban jiwa, kerusakan fisik berupa kerusakan infratruktur dan kerusakan lain diberbagai sektor. Untuk menanganinya, diperlukan suatu informasi spasial berupa pemetaan dampak erupsi Merapi yang menjelaskan bagaimana sebaran korban jiwa akibat Erupsi Merapi dan area mana saja yang terdampak. Selain itu perlunya dilakukan pemetaan dampak Erupsi Merapi untuk Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Turi agar dapat memberikan informasi spasial tentang dampak erupsi Merapi terutama kepata masyarakat di sekitar Merapi. Selain itu pembuatan visualisasi 3D kenampakan sebenarnya di lapangan dengan menggunakan data DEM (digital elevetion model) untuk menggambarkan keadaan topografi daerah penelitian. Tahapan yang dilalui dalam penelitian ini diantaranya adalah tahapan persiapan data yang meliputi kegiatan mengumpulkan data dari berbargai sumber dan juga secara langsung dengan observasi lapangan. Tahapan selanjutnya adalah tahap pengolahan data yang berisikan cara melakukan koreksi geometri, membangun file geodatabase dan melakukan analisa sederhana. Tahap akhir pembuatan peta dalam penelitian ini adalah tahap presentasi data, yaitu dengan melakukan layotuing peta. . Hasil dari penelitian ini berupa Visualisasi 3D daerah penelitian, merupakan gambaran secara tiga demensi keadaan/ kondisi di lapangan sesuai dengan aslinya. Peta Dampak Erupsi Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Turi Kabupatan Sleman Provinsi D.I Yogyakarta. Kata kunci: pemetaan, dampak fisik, erupsi merapi, kerusakan

ii

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Program Diploma Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh tahun akademik 2010 / 2011. Judul Tugas Akhir ini Pembuatan Pemetaan dan Visualisasi Dampak Fisik Erupsi Merapi Tahun 2010 di Kecamatan Cangkringan, Ngemplak, Pakem dan Turi Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta. Penelitian ini disusun sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Ahli Madya pada Program Diploma Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu terselesainya Tugas Akhir ini, mulai dari persiapan, pengerjaan, sampai pembuatan laporan, antara lain : 1. Orang tua yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. 2. Taufik Hery Purwanto, S.Si, M.Si. selaku Ketua Program Diploma Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 3. Drs. Retnadi Heru Jatmiko, M.Sc, selaku dosen pembimbing Tugas Akhir ini yang telah memberikan arahan dalam pengerjaan, melakukan koreksi dari laporan maupun hasil, dan masukan/ saran selama pengerjaan Tugas Akhir. 4. Umi Listyaningsih, S.Si, M.Sc, selakku dosen penguji Tugas Akhir dan memberikan arahan dan koreksi dalam perbaikan laporan dan hasil Tugas Akhir. 5. Karen Slamet Harjo, S.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan selama kuliah. 6. Kepala dan staf kantor PSBA UGM (Pusat Studi Bencana Alam), yangiii

telah membantu dalam perolehan data berupa citra merapi 2010. 7. Musafi Juniasandi, yang telah bersedian berbagi data berupa citra Aster prism dan data lain daerah merapi tahun 2010 yang berkenaan dengan Tugas Akhir ini. 8. Susetya Widyantara, yang telah memberikan informasi tentang situs pengembang citra satelit GDEM Aster. 9. Mbak Rina staf sekretarial Program Diploma Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografi, yang telah membuatkan surat pengantar dalam perolehan data. 10. Allan Alfin Numan yang banyak memberikan masukan, ide, saran dan membantu editing dalam penulisan laporan serta pembuatan visualisasi 3D daerah penelitian. 11. Teman-teman yang selalu memberi semangat dan dorongan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini (Adya Pradhana, Bayu Ariyadi, Dimas Panji S.P, M. Chabib Abu Bakar, M. Galih Setya, Rasyiid Sudharmono, Rifqi Afifudin, serta teman-teman angkatan 2008 Program Studi SIG dan PJ ) 12. Ardiyanto yang turut serta dalam observasi lapangan di daerah Merapi. 13. Dan pihak-pihak yang turut membantu terselesaikannya Tugas Akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyusun juga menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan ini. Karena itu penyusun mengharapkan saran membangun yang dapat digunakan sebagai koreksi dan petunjuk. Penyusun berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca secara umum.

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i INTISARI .............................................................................................................. ii Kata Pengantar .................................................................................................... iii DAFTAR ISI.......................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... viii DAFTAR TABEL ................................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 11.1. 1.2. 1.3. 1.4. Latar Belakang ....................................................................................1 Rumusan Masalah...............................................................................4 Tujuan................................................................................................4 Manfaat .............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 62.1. Sistem Informasi Geografis ..................................................................6a) b) c) d) Definisi Sistem Informasi Geografi.........................................................6 Sejarah Singkat Perkembangan Sistem Informasi Geografi ..................7 Komponen Sistem Informasi Geografi ...................................................8 Fungsi SIG................................................................................................9

2.2.

Penginderaan jauh ..............................................................................9a) b) c) Pengertian Penginderaan Jauh................................................................9 Interpretasi Citra ...................................................................................11 Unsur Interpretasi Citra.........................................................................13

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 173.1. Alat Dan Bahan.................................................................................173.1.1. Alat ........................................................................................................17 v

3.1.2.

Bahan ....................................................................................................18 d) e) Shapefile peta RBI BAKOSURTANAL tahun 2000 .......................18 Data shapefile digunakan untuk membuat peta dasar yang encantumkan data berupa batas administrasi daerah kajian beserta dengan utilitas yang ada pada daerah tersebut. ..........18 f) g) h) i) j) k) Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi 2010.............................18 Data jumlah korban akibat eruppsi Merapi 2010 ......................18 Citra Aster Prism daerah Merapi 2010 (memberikan gambaran daerah yang terkena aliran material panas merapi)..................18 Citra Aster GDEM daerah Merapi ( digunakan untuk membuat visualisasi 3D daerah penelitian ) ..............................................18 Citra Alos Palsar daerah Merapi 2010 (menggambarkan kenampakan topografi daerah penelitian ) ...............................18 Foto hasil observasi lapangan daerah penelitian. .....................18

3.2.

Tahapan Penelitian...........................................................................183.2.1. 3.2.2. 3.2.3. 3.2.4. Tahap persiapan data ...........................................................................18 Tahap Pengolahan Data........................................................................20 Tahap Presentasi Data..........................................................................26 Diagram Alir ..........................................................................................29

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH ..................................................................... 304.1. Kondisi Geografi ...............................................................................30

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 345.1. Hasil.................................................................................................34a) b) c) d) e) 5.1.1. Peta Dampak Erupsi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta, ......................................................................34 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta, .......................................................................34 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta, ...............................................................................34 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta. ................................................................................34 Visualisasi 3D daerah penelitian, ..............................................34 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Prov. vi

Yogyakarta.............................................................................................35 5.1.2. 5.1.3. 5.1.4. 5.1.5. Peta Dampak Erupsi Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta.............................................................................................36 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta.............................................................................................37 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta.............................................................................................38 Visualisasi 3D daerah penelitian............................................................39

5.2.

Pembahasan.....................................................................................40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 516.1. Kesimpulan ......................................................................................51a) b) Dampak dari Erupsi Merapi berpengaruh terhadap berbagai sektor di kecamatan - kecamatan yang menjadi daerah penelitian, ...................51 Dari ke ke empat kecamatan yang menjadi daerah penelitian, kecamatan yang memiliki jumlah korban jiwa terbanya adalah Kecamatan Cangkringan dengan jumlah korban mencapai 194 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah korban jiwa paling sedikit adalah Kecamatan Pakem yaitu 13 jiwa,...........................................................51 c) Area terdampak lahar panas Erupsi Merapi 2010 yang paling luas terdapat pada Kecamatan Pakem dengan luas mencapai 21km2, dan kecamatan yang terdampak lahar panas paling sedikit adalah Kecamatan Ngemplak yaitu 0,12km2. (tabel atribut luas area lahar)...51

6.2.

Saran ...............................................................................................51a) b) Penelitian ini merupakan penelitian rintisan, sehingga perlu untuk dikembangkan lebih lanjut pada penelitian-penelitian selanjutnya. ....51 Informasi tentang karekteristik aktifitas dan dampak dari Gunung Merapi perlu untuk diketahui oleh khalayak umum terutama oleh masyarakat sekitar Merapi....................................................................51 c) Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk antisipasi/ langkah awal dalam penanganan aktifitas volkanik dari Gunung Merapi. .........51

LAMPIRAN......................................................................................................... 53

vii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Koreksi Geometri .......................................................................................20 Gambar 2. Tampilan ArcCatalog dalam proses pembuatan fie geodatabase...............22 Gambar 3. Penentuan sistem koordinat dalah langkah membuat fitur dataset ............23 Gambar 4. Tampilan dalam proses import fitur klas....................................................23 Gambar 5. Tampilan dalam proses digitasi dengan sketch tool pada software ArcMap 9.3.................................................................................................24 Gambar 6. Visualisasi 3D dalam pembuatannya dengan menggunakan software arcScene.......................................................................................25 Gambar 7. Hasil pembuatan layout peta dengan menggunakan ArcMap....................28 Gambar 8. Rusaknya infrastruktur berupa jaringan jalan di dusun bronggang desa argomulyo Cangkringan akibat tertutup matrial volkanik gunung Merapi ...........................................................................................41 Gambar 9. Pengukuran jarak dengan menggunakan tool measure pada arcGis ..........43 Gambar 10.Lahar panas hasil erupsi Merapi 5 November 2010 yang mengalir di kali Gendol dusun Plumbon desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak ...................................................................................................43 Gambar 11.Dusun Ngerdi Desa Sindumartani, permukiman warga yang di terjang aliran lahar dingin Merapi pada bulan mei 2011 ...........................44 Gambar 12.Kegiatan penambangan pasir oleh wargasepanjang Kali Gendol disekitar Dusun Ngerdi Desa Sindumartani ...............................................45 Gambar 13.Bukit Plawangan dari sisi timur (dari Dusun Bebeng)...............................47 Gambar 14.Lokasi Start Perlombaan Downhill Dusun Turgo Desa Purwobinangun...........................................................................................48

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel 2. Tabel 3. Tabel 4.

Data Perkiraan Rumah Rusak Akibat Erupsi Gunung Merapi Tanggal 26 Oktober 5 November 2010.................................................................................3 Jumlah korban jiwa kecamatan Cangkringan...................................................... 41 Atribut shapefile BAKOSURTANAL tahun 2000 ............................................54 Tabel Luas Area Lahar........................................................................................ 55

ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Merapi merupakan salah satu gunung api yang paling aktif di dunia. Gunung Merapi berlokasi di sebagian Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten, dan Kabupaten Boyolali dengan koordinat 438823,000mT 9166424,000mU (Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi Daerah Istimewa Yogyakarta 2010). Dalam klasifikasi gunung api, Merapi termasuk ke dalam gunung api jenis strato-volcano, yaitu gunung yang berlapis-lapis dengan ketinggian 2.968 m. Lapisan lapisan tersebut merupakan hasil dari meterial volkanik yang di keluarkan dari batuan induk yang ada didalam perut bumi dan mengendap/ membeku disekitar gunung dan kejadian tersebut terjadi berulang-ulang, sehingga membentuk suatu lapisan (strata) batuan Gunung Merapi memiliki jenis erupsi efusif dan eksplosif yaitu mengeluarkan material volkanik dengan cara lelehan maupun secara ledakan. Sejak awal sejarah letusan Gunung Merapi sudah tercatat bahwa tipe letusannya adalah pertumbuhan kubah lava kemudian gugur dan menghasilkan awan panas guguran yang dikenal dengan Tipe Merapi (Merapi Type). Kejadiannya adalah kubah lava yang tumbuh di puncak dalam suatu waktu karena posisinya tidak stabil atau terdesak oleh magma dari dalam dan runtuh yang diikuti oleh guguran lava pijar. Dalam volume besar akan berubah menjadi awan panas guguran (rock avalance), atau penduduk sekitar Merapi mengenalnya dengan sebutan wedhus gembel, berupa campuran material berukuran debu hingga blok bersuhu tinggi (>700oC) dalam terjangan turbulensi meluncur dengan kecepatan tinggi (100 km/jam) ke dalam lembah. Puncak letusan umumnya berupa penghancuran kubah yang didahului dengan letusan eksplosif disertai awan panas guguran akibat

1

hancurnya kubah. Secara bertahap, akan terbentuk kubah lava yang baru.1 Untuk membedakan tingkat letusan suatu gunung api, digunakan indeks letusan gunung api/ volcanic explosivity indeks. Dari delapan kelas volcanic explosivity indeks (VEI), gunung Merapi pada tahun 2010 tergolong dalam kategori efusif-eksplosif dengan indeks VEI IV. Sedangkan gunung Merapi semdiri memiliki kisaran VEI antara VEI III dan VEI IV. "Material yang terangkat pada tipe ini akan jatuh tersebar ke segala arah. Oleh karena itu, tahun ini jangan terpaku pada pengamanan satu arah saja,"2 Volume semburan material pada tahun 2010 berkisar antara 0,01 hingga lebih dari 0,1 kilometer kubik. Pada erupsierupsi sebelumnya, indeks erupsi Merapi rata-rata dua dengan semburan material mencapai volume 0,001-0,01 kilometer kubik. Puncak aktifitas Gunung Merapi yang terjadi pada November tahun 2010 memberikan dampat kerusakan yang parah di beberapa bidang. Selain itu timbul korban jiwa akibat erupsi gunung Merapi tersebut. Menurut sejarah erupsi gunung Merapi, erupsi yang terjadi kali ini merupakan yang terdahsyat sepanjang abad ini. Material yang merupakan hasil erupsi Merapi adalah berupa abu vulkanik, lava pijar, lontaran batu, awan panas, aliran material panas dan aliran material dingin. Merapi merupakan salah satu jenis dari gunung api yang memiliki karakteristik yang khas, yaitu lava agak kental, dapur magma agak dangkal, tekanan gas rendah, terdapat sumbat lava dan kubah lava.3 Dampak spasial dari erupsi Merapi sangat tergantung kepada jenis material yang dikeluarkan. Lontaran batu dan aliran lava pijar berjarak relatif lebih dekat dengan mulut kawah Merapi, sedangkan aliran lahar relatif lebih jauh jangkauannya. Jangkauan dari aliran lahar tergantung kepada topografi suatu daerah, biasanya aliran lahar mengikuti topografi mengikuti alur dari lembah sungai. Sedangkan area yang terkena dampak dari abu vulkanik sangat tergantung kepada arah dan kekuatan hembusan angin yang membawanya. Sebagian besar material erupsi berdampak langsung terhadapHartman, 1935 Eko Teguh Paripurno, (25/10/2010) http://regional.kompas.com/read/2010/10/25/16464536/Sleman 3 ENVIROMENTAL STUDIES WEB BLOG (12 februari 2009) Bentuk dan Tipe Gunung Api2 1

2

infrastruktur dan struktur buatan manusia di lingkungan sekitarya, meliputi bangunan, persawahan, permukiman, fasilitas umum, dan lain sebagainya. Menurut perhitungan yang dilakukan pemerintah Kabupaten Sleman, tercatat sebanyak 2.271 rumah warga mengalami kerusakan akibat erupsi Gunung Merapi di wilayah Sleman, khususnya Kecamatan Cangkringan yang tersebar di 5 desa. 5 Desa yang rumah penduduknya mengalami kerusakan adalah Glagaharjo, Argomulyo, Kepuharjo, Wukirsari dan Umbulharjo. Kerusakan terparah terjadi di Umbulharjo yaitu 100 persen rumah warga rusak.4 Berikut Data Perkiraan Rumah Rusak di Wilayah Cangkringan :Tabel 1. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Data Perkiraan Rumah Rusak Akibat Erupsi Gunung Merapi Tanggal 26 Oktober 5 November 2010 Kecamatan Desa Dusun Jumlah Jumlah rumah Ket Kk Total Rusak (%) Cangkringan Glagaharjo Ngancar 130 130 65 50,0 Glagah Malang 67 67 34 50,7 Jetis Sumur 74 74 37 50,0 Gading 89 89 45 50,6 Singlar 102 102 51 50,0 Srunen 122 130 130 100,0 Kalitengah Kidul 82 108 108 100,0 Kalitengah Lor 148 155 155 100,0 Argomulyo Cangkringan 110 110 22 20,0 Jaranan 112 112 22 19,6 Karanglo 96 96 19 19,8 Jetis 127 127 25 19,7 Suruh 141 141 28 19,9 Bakalan 68 68 68 100,0 Gadingan 131 131 98 74,8 Kauman 77 77 15 19,5 Kepuharjo Kaliadem 129 144 144 100,0 Jambu 98 98 98 100,0 Petung 90 90 90 100,0 Kopeng 126 126 126 100,0 Batur 129 129 129 100,0 Kepuh 112 112 56 50,0 Manggang 93 93 93 100,0 Wukirsari Gungan 168 168 84 50,0 Cakran 171 171 34 19,9 Ngepringan 107 107 107 100,0 Gondang Pusung 85 85 43 50,6 Umbulharjo Pelemsari/Kinahrejo 80 150 150 100,0 Pangukrejo 195 195 195 100,0 JUMLAH 3259 3385 2271 67,1

4

www.Slemankab.go.id diakses 26 April 2011, 14:19:19 3

1.2. Rumusan Masalah Dampak langsung erupsi Merapi mengakibatkan korban jiwa, kerusakan infratruktur dan kerugian di sektor sektor lain. Untuk menanganinya, diperlukan suatu informasi spasial berupa pemetaan dampak erupsi Merapi yang menjelaskan bagaimana sebaran korban akibat erupsi Merapi dan area mana saja yang terdampak. Selain itu perlunya dilakukan pemetaan dampak Erupsi Merapi untuk Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Turi agar dapat bermanfaat dan menjadikan informasi bagi masyarakat umum. Banyaknya desa yang terkena dampak aliran lahar panas dan lahar dingin Merapi, yang mengakibatkan korban jiwa maupun kerusakan di berbagai sektor yang disajikan secara tabular dengan menggunakan penyajian data secara kuantitatif, yaitu penyajian data berupa data angka ataupun data tabular yang merupakan data non-spasial, kemudian disajikan dengan bentuk penyajian data secara spasial/ keruangan agar dapat digunakan ataupun memudahkan user untuk mendapatkan informasi dengan cepat, mudah dan lebih interaktif. Dari permasalahan tersebut maka penyusun mencoba membuat peta dampak erupsi Merapi dengan menggunakan data sekunder dan data primer hasil dari observasi lapangan agar bermanfaat bagi pencari informasi/ user pada umumnya dan bermanfaat bagi penyusun pada khususnya. 1.3. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyajikan data non-spasial kedalam sistem informasi geografis atau dengan kata lain kedalam bentuk peta/ secara spasial berupa; 1. Menampilkan topografi daerah penelitian kedalam visualisasi 3D, 2. Membuat Peta Dampak Erupsi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta 3. Membuat Peta Dampak Erupsi Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta4

4. Membuat Peta Dampak Erupsi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta 5. Membuat Peta Dampak Erupsi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk; Memberikan informasi spasial tentang dampak erupsi Merapi pada Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Turi. Selain itu membuat visualisasi 3D kenampakan sebenarnya di lapangan dengan menggunakan data DEM 1.4. Manfaat Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu : 1. Dapat memberikan informasi tentang dampak erupsi Merapi kepada pencari informasi dengan memanfaatkan peta dampak erupsi Merapi hasil dari penelitian ini. 2. Membantu penentu kebijakan dan pemangku kepentingan untuk mengambil keputusan dalam penanggulangan/ penanganan korban erupsi Merapi pada Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Pakem, dan Kecamatan Turi.

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. a) Sistem Informasi Geografis Definisi Sistem Informasi Geografi Merupakan suatu sistem informasi khusus berbasis komputer yang mengelola data dengan memiliki/ mencantumkan informasi spasial (bereferensi keruangan) atau dengan kata lain dapat diartikan memiliki sistem koordinat. Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini. Sementara itu, dalam Microsoft Encarta Encyclopedia (2009), Sistem Informasi Geografi (SIG) didefinisikan sebagai : Sistem Informasi Geografi adalah sistem komputer yang merekam, menyimpan dan menganalisis informasi mengenai fitur yang membentuk permukaan bumi. Suatu SIG dapat menghasilkan gambaran dua atau tiga dimensional dari sebuah wilayah yang memperlihatkan fitur-fitur alamiah seperti bukit dan sungai serta fitur-fitur buatan manusia seperti jalan dan jaringan listrik. Para ahli menggunakan SIG untuk pemodelan, perhitungan presisi, pengumpulan data dan pengujian ide-ide (simulasi) dengan bantuan komputer.

Berikut ini, beberapa definisi SIG menurut para ahli5 : 1.

Menurut Aronaff, 1989. SIG adalah sistem informasi yang didasarkan pada kerja komputer yang memasukkan, mengelola, memanipulasi dan menganalisa data serta memberi uraian.

5

Dra. Romenah Sistem Informasi Geografi 6

2. Menurut Barrough, 1986. SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan, penimbunan, pengambilan kembali data yang diinginkan dan penayangan data keruangan yang berasal dari kenyataan dunia. 3. Menurut Marble et al, 1983. SIG merupakan sistem penanganan data keruangan. b) Sejarah Singkat Perkembangan Sistem Informasi Geografi Dalam buku sistem informasi geografi oleh Anisah Aini menyatakan sebagai berikut : SIG pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1972 dengan nama Data Banks for Develompment (Rais, 2005). Munculnya istilah Sistem Informasi Geografis seperti sekarang ini setelah dicetuskan oleh General Assembly dari International Geographica Union di Ottawa Kanada pada tahun 1967. Dikembangkan oleh Roger Tomlinson, yang kemudian disebut CGIS (Canadian GIS), digunakan untuk menyimpan, menganalisa dan mengolah data yang dikumpulkan untuk inventarisasi Tanah Kanada (CLI-Canadian Land Inventory) sebuah inisiatif untuk mengetahui kemampuan lahan di wilayah pedesaan. Kanada dengan memetakan berbagai informasi pada tanah, pertanian, pariwisata, alam bebas, unggas dan penggunaan tanah pada skala 1:250000. Sejak saat itu Sistem Informasi Geografis berkembang di beberapa benua terutama Benua Amerika, BenuaEropa, Benua Australia, dan Benua Asia. Seperti di Negara-negara yang lain, di Indonesia pengembangan SIG dimulai di lingkungan pemerintahan dan militer. Perkembangan SIG menjadi pesat semenjak di ditunjang oleh sumberdaya yang bergerak di lingkungan akademis (kampus).

7

c)

Komponen Sistem Informasi Geografi6 Sistem Informasi Geografis terdiri atas, antara lain :1.

Perangkat keras dalam SIG (Hardware) Sistem Informasi Geografi membutuhkan perangkat keras untuk mendukung pemrosesan data, analisis geografis dan juga pemetaan. Diantaranya: a) Harddisk : digunakan sebagai tempat penyimpanan data hasil maupun data sebelum diolah menjadi sebuah sistem informasi geografi. b) CD-ROM : sebagai hardware input. c) Keyboard d) Digitizer : namun untuk saat ini meja digitizer sudah sangat jarang dugunakan karena digitasi dapat dilakukan secara langsung pada layar monitor(on screen ). e) Scanner : sebagai hardware input. f) CPU : sebagai hardware pengolahan atau pemrosesan. g) RAM (Random Acses Memory) h) Layar monitor, printer, ploter : sebagai output hardware

2. Perangkat lunak (Software) (Arc GIS, Arc View, ARC/INFO,ILWIS, MapInfo dan lain sebagainya)

3. User ( Brainware),Teknologi GIS tidaklah bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi nyata Suatu proyek SIG akan berhasil jika di manage dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keakhlian yang tepat pada semua tingkatan. 4. Data dan informasi geografi Data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain6

Dra. Romenah Sistem Informasi Geografi 8

maupun secara langsung dengan cara melakukan langkah digitasi data spasial dari data raster agar menjadi bentuk data vektor dan memasukan atribut dari setiap fitur klas yang di digitasi. d) Fungsi SIG Berdasarkan desain awalnya fungsi utama SIG adalah untuk melakukan analisis data spasial. Dilihat dari sudut pemrosesan data geografik, SIG bukanlah penemuan baru. Pemrosesan data geografik sudah lama dilakukan oleh berbagai macam bidang ilmu, yang membedakannya dengan pemrosesan lama hanyalah digunakannya data digital. Adapun fungsi -fungsi dasar dalam SIG adalah sebagai berikut : a) Akuisisi data dan proses awal meliputi: digitasi, editing, pembangunan topologi, konversi format data, pemberian atribut dll. b) Pengelolaan database meliputi : pengarsipan data, permodelan bertingkat, pemodelan jaringan pencarian atribut dll. c) Pengukuran keruangan dan analisis meliputi : operasi pengukuran, analisis daerah penyanggga, overlay, dll. d) Penayangan grafis dan visualisasi meliputi : transformasi skala, generalisasi, peta topografi, peta statistik, tampilan perspektif. 2.2. Penginderaan jauh a) Pengertian Penginderaan Jauh Kartografi atau ilmu pemetaan meliputi dua metodologi, yaitu metode terestrial dan metode penginderaan jauh. Pemetaan terestrial merupakan istilah dalam ilmu geografi yang berarti penggambaran fitur-fitur di permukaan bumi secara langsung diatas permukaan bumi yang akan dipetakan. Dalam melakukan pemetaan terestrial, seorang kartograf datang langsung ke wilayah yang akan dipetakan dan melakukan pengukuran untuk mendapatkan data lokasi, jarak, ketinggian dan hal- hal lain yang dibutuhkan dalam proses pemetaan. Data yang didapat dari9

pengukuran dilapangan biasanya berupa data titik yang memiliki nilai-nilai hasil pengukuran. Nilai-nilai tersebut kemudian diproses lebih lanjut dengan berbagai metode seperti interpolasi dann lain sebagainya untuk mendapatkan gambaran secara utuh dari daerah kajian. Metode terestrial ini merupakan metode pemetaan yang telah dilakukan selama berabad-abad oleh manusia di berbagai peradaban. Metode ini memerlukan sumberdaya, biaya, dan waktu yang tidak sedikit, oleh karena itu dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama perkembangan teknologi fotografi, aviasi, antariksa, telekomunikasi dan fisika mutakhir, pemetaan terestrial ini semakin jarang dilakukan, digantikan oleh pemetaan yang bersumber dari penginderaan jauh (remote sensing). Metode penginderaan jauh merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pengumpulan data, yang terkendala dengan keterjangkauan atau aksesibilitas terhadap obyek. Berbeda dengan metode terestrial, metode penginderaan jauh memiliki kelebihan dibandingkan dengan cara terestrial yaitu dalam hal kecepatan dalam pengumpulan data dan luas cakupan daerah kajian, sehingga evaluasi kesesuaian medan atau lahan dapat dilakukan dengan lebih menghemat waktu, biaya, dan tenaga, selain itu data yang diperoleh dari metode penginderaan jauh sudah akurat sesuai dengan keadaan sebenarnya dilapangan. Penginderaan jauh dapat diterjemahkan menjadi suatu proses pengenalan obyek-obyek yang ada di permukaan bumi dengan menggunakan wahana berupa satelit dan menghasilkan data berupa data citra satelit yang memiliki informasi berkenaan dengan informasi jarak, ketinggian, waktu maupun spektrum. 1. Penginderaan jauh adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala, dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat,10

tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). 2. Penginderaan jauh merupakan upaya untuk memperoleh, menemutunjukkan (mengidentifikasi) dan menganalisis objek dengan sensor pada posisi pengamatan daerah kajian (Avery, 1985). 3. Penginderaan jauh merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi 1985). 7 4. Dari beberapa batasan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penginderaan jauh merupakan upaya memperoleh informasi tentang objek dengan menggunakan alat yang disebut sensor (alat peraba), tanpa kontak langsung dengan objek. 5. Penginderaan jauh secara umum adalah ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek atau gejala alam, suatu daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan melalui wahana penginderaan jauh, tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. b) Interpretasi Citra Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut.8 Dengan kata lain interpretasi merupakan suatu langkah mengenali kenampakan obyek yang terekam oleh wahana penginderaan jauh yang pada akhirnya hasil dari pengenalan obyek tersebut digunakan untuk melakukan analisa selanjutnya agar itu berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi (Lindgren,

7 8

Dra. Cut Meurah R., Penginderaan Jauh Este dan Simonett, 1975: 11

mendapatkan data yang di inginkan interpreter. Dalam menginterpretasi citra, pengenalan objek merupakan bagian yang sangat penting, karena tanpa pengenalan identitas dan jenis objek, maka objek yang tergambar pada citra tidak mungkin dianalisis. Prinsip pengenalan objek pada citra didasarkan pada penyelidikan karakteristiknya pada citra. Karakteristik yang tergambar pada citra dan digunakan untuk mengenali objek disebut unsur interpretasi citra. Selain itu terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam proses interpretasi data penginderaan jauh, Tahapan dalam proses interpretasi diantaranya: Deteksi Identifikasi Analisis a. Proses deteksi yaitu pengamatan atas adanya suatu objek, berarti penentuan ada atau tidaknya sesuatu pada citra atau upaya untuk mengetahui benda dan gejala di sekitar kita dengan menggunakan alat pengindera (sensor).

b. Identifikasi. Ada 3 (tiga) ciri utama benda yang tergambar pada citra berdasarkan ciri yang terekam oleh sensor dalam tahapan identifikasi yaitu sebagai berikut: Spektral Ciri spektoral ialah ciri yang dihasilkan oleh interaksi antara tenaga elektromagnetik dan benda yang dinyatakan dengan rona dan warna. Spatial12

Ciri spatial ialah ciri yang terkait dengan ruang yang meliputi bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur, situs, dan asosiasi. Temporal Ciri temporal ialah ciri yang terkait dengan umur benda atau saat perekaman. Pada dasarnya interpretasi citra terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu perekaman data dari citra dan penggunaan data tersebut untuk tujuan tertentu.9 c) Unsur Interpretasi Citra Ada beberapa hal/ unsur interpretasi udara, yaitu: 1. Rona dan Warna Rona atau tone adalah tingkat kecerahan atau kegelapan suatu objek yang terdapat pada foto udara atau pada citra lainnya. Pada foto hitam putih rona yang ada biasanya adalah hitam, putih atau kelabu. Tingkat kecerahannya tergantung pada keadaan cuaca saat pengambilan objek, arah datangnya sinar matahari, waktu pengambilan gambar (pagi, siang atau sore) dan sebagainya. Pada foto udara berwarna, rona sangat dipengaruhi oleh spektrum gelombang elektromagnetik yang digunakan, misalnya menggunakan spektrum ultra violet, spektrum tampak, spektrum infra merah dan sebagainya. Perbedaan penggunaan spektrum gelombang tersebut mengakibatkan rona yang berbeda-beda. Selain itu karakter pemantulan objek terhadap spektrum gelombang yang digunakan juga mempengaruhi warna dan rona pada foto udara berwarna.9

yang perlu diperhatikan

dalam mengamati kenampakan objek dalam citra maupun foto

Menurut Prof. Dr. Sutanto, 13

2. Bentuk Bentuk-bentuk atau gambar yang terdapat pada foto udara merupakan konfigurasi atau kerangka suatu objek. Bentuk merupakan ciri yang jelas, sehingga banyak objek yang dapat dikenali hanya berdasarkan bentuknya saja. 3. Ukuran Ukuran merupakan ciri objek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi lereng dan volume. Ukuran objek pada citra berupa skala, karena itu dalam memanfaatkan ukuran sebagai interpretasi citra, harus selalu diingat skalanya. Contoh: Lapangan olah raga sepakbola dicirikan oleh bentuk (segi empat) dan ukuran yang tetap, yakni sekitar (80 m - 100 m). 4. Tekstur Tekstur adalah frekwensi perubahan rona pada citra. Ada juga yang mengatakan bahwa tekstur adalah pengulangan pada rona kelompok objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur dinyatakan dengan: kasar, halus, dan sedang Misalnya: a. Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang dan semak bertekstur halus. b. Pabrik dapat dikenali dengan bentuknya yang serba lurus dan ukurannya yang besar 5. Pola Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan bagi beberapa objek alamiah. Contoh: Pola aliran sungai menandai struktur geologis. Pola aliran trelis menandai struktur lipatan. Permukiman transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu ukuran rumah dan jaraknya14

seragam, dan selalu menghadap ke jalan. Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya. 6. Bayangan Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau objek yang berada di daerah gelap. Meskipun demikian, bayangan juga dapat merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa objek yang justru dengan adanya bayangan menjadi lebih jelas. Contoh: Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan, begitu juga cerobong asap dan menara, tampak lebih jelas dengan adanya bayangan. Foto-foto yang sangat condong biasanya memperlihatkan bayangan objek yang tergambar dengan jelas, sedangkan pada foto tegak hal ini tidak terlalu mencolok, terutama jika pengambilan gambarnya dilakukan pada tengah hari. 7. Situs Situs adalah letak suatu objek terhadap objek lain di sekitarnya. Misalnya permukiman pada umumnya memanjang pada pinggir beting pantai, tanggul alam atau sepanjang tepi jalan. Juga persawahan, banyak terdapat di daerah dataran rendah, dan sebagainya. 8. Asosiasi Asosiasi adalah keterkaitan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Contoh: Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).

15

Dalam kasus ini citra penginderaan jauh yang digunakan diantaranyan adalah citra Aster Prism, citra Aster GDEM, citra ALOS Palsar daerah Merapi. Sedangkan data raster/ berupa gambar dengan format *.jpg maupun *.tif yang digunakan meliputi peta Kawasan Rawan Bencana Merapi 2010

16

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat Dan Bahan 3.1.1. Alat Acer ASPIRE 4732Z (intel pentium processor Dual-Core CPU T4300@2,10 GHz, 2GB of RAM, 160 GB HDD) Mozilla firefox 40.1, digunakan dalam perolehan data dari pulbikasi internet Alat tulis, mencatat dan menuliskan keterangan-keterangan saat melakukan observasi lapangan Kamera Digital Canon Digital IXUS 200 IS, digunakan untuk pengambilan gambar lapangan Kamera Digital Spectra Vertex 1000, digunakan untuk pengambilan gambar lapangan Microsoft windows XP version 2002 service pack , sistem operasi komputer yang digunakan. Arc GIS 9.3 (ArcMap, arc Catalog, arc scene), digunakan dalam melakukan pemetaan dan pembuatan visualisasi daerah penelitian, selain itu untuk layouting peta dan visualisasi 3D. Microsoft Office 2007 (Ms.Exel, Word, dan Ms.Power Point), perangkat lunak komputer yang digunakan dalam pengolahan data tabular, penulisan laporan dan pembuatan slide untuk presentasi hasil tugas akhir.

17

3.1.2. d) e)

Bahan Shapefile peta RBI BAKOSURTANAL tahun 2000 Data shapefile digunakan untuk membuat peta dasar yang encantumkan data berupa batas administrasi daerah kajian beserta dengan utilitas yang ada pada daerah tersebut.

f) g) h) i) j) k)

Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi 2010 Data jumlah korban akibat eruppsi Merapi 2010 Citra Aster Prism daerah Merapi 2010 (memberikan gambaran daerah yang terkena aliran material panas merapi) Citra Aster GDEM daerah Merapi ( digunakan untuk membuat visualisasi 3D daerah penelitian ) Citra Alos Palsar daerah Merapi 2010 (menggambarkan kenampakan topografi daerah penelitian ) Foto hasil observasi lapangan daerah penelitian.

3.2. Tahapan Penelitian 3.2.1. Tahap persiapan data Pada tahap ini, dilakukan persiapan data-data yang dibutuhkan dalam pembuatan Peta Dampak Erupsi Merapi yang meliputi data tabular berupa data jumlah korban jiwa dari erupsi Merapi tahun 2010,dan data jumlah rumah rusak (terlampir). Selain menggunakan data berupa angka/ tabel, penelitian ini juga menggunakan data penginderaan jauh yang berupa data raster diantaranya citra Aster dan citra Alos. Data citra Aster yang digunakan adalah berupa DEM (Digital Elevetion Model). Yang dimaksud dengan data DEM adalah hasil dari perekaman yang dilakukan wahana/ sensor penginderaan jauh yang memiliki atau merekam informasi ketinggian suatu tempat di permukaan bumi. Data DEM ini diperoleh secara legal dan resmi dari situs pengembang satelit Aster Jepang yaitu;18

http://www.gdem.aster.ersdac.or.jp/.

Citra

Aster

lain

yang

digunakan adalah citra Aster Prism hasil perekaman terbaru tahun 2010 yang digunakan untuk mengetahui luasan atau cakupan area yang terdampak langsung oleh aliran material panas gunung Merapi. Citra Aster Prism yang digunakan dalam penelitian ini diperoleeh dari kantor Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian ( BPPTK ). Citra lain yang digunakan adalah citra Alos Palsar sebelum dan pasca erupsi yang meliputi perekaman bulan April 2007, September 2010 dan November 2010. Citra Alos Prism yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil perekam sensor radar, diperoleh dari kantor Pusat Studi Bencana Alam ( PSBA ) UGM. Sedangkan untuk memperkuat hasil interpretasi yang dilakukan dengan menggunakan citra penginderaan jauh, peneliti juga menggunakan peta acuan yaitu, Peta Kawasan Rawan Bencana Merapi yang diterbitkan oleh Kementerian Energi Dan Sumberdaya Mineral Badan Geologi Pusat Volkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG ), agar kesalahan dari hasil interpretasi yang dilakukan dapat diminimalisir atau dengan kata lain memiliki hasil yang benar-benar falid. Sedangkan hasil dari interpretasi yang dilakukan adalah area terdampak material panas eruppsi Merapi dengan format shapefile sebagai format umum dari software ArcMap sebagai software yang digunakan dalam pengolahan data penelitian ini. Selain menggunakan data raster, penelitian ini juga menggunakan data vektor dengan format shapefile (*shp) yang merupakan format umum yang digunakan dalam software ArcGIS/ArcMap. Data vektor yang digunakan berupa shapefile jalan, batas administrasi desa, kecamaatan, Kabupaten, batas administrasi provinsi, shapefile sungai, fasilitas umum. Sumber data tersebut adalah peta RBI digital kantor BAKOSURTANAL19

tahun 2000. 3.2.2. 1. Tahap Pengolahan Data Koreksi geometri Koreksi geometri adalah langkah awal dari proses identifikasi atau pengenalan obyek dilapangan dengan menggunakan wahana penginderaan jauh. Dalam koreksi geometri, hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai tingkat sesesuaian posisi obyek pada data raster atau citra penginderaan jauh dengan posisinya dilapangan. Sedangkan acuan yang digunakan dalam koreksi geometri adalah sistem koordinat. Sistem koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Transfer Mercator (UTM) dengan datum 1984 dengan pembagian zona 49S. Data yang perlu dikoreksi geometri dalam penelitian ini adalah data raster berupa peta Kawasan Rawan Bencana Merapi keluaran PVMBG yang memiliki format *jpg.

Gambar 1.

Koreksi Geometri

Langkah yang dilakukan dalam koreksi geometri adalah20

dengan

menentukan titik ikat dari data raster dengan

mencantumkan nilai koordinat atau nilai dari (x,y) dari titik ikat yang dimaksud. Koreksi geometri dikatakan berhasil apabila nilai dari RMS error (root mean square) yang diperoleh semakin mendekati nol (0). Selain itu citra Aster Prism dari BPPTK juga perlu di lakukan koreksi geometri, karena posisi obyek yang ada pada citra yang sudah terkoreksi tidak sama pada citra tersebut. Pada dasarnya langkah atau cara yang dilakukan, sama dengan koreksi geometri pada data raster sebelumnya. 2. Membangun Geodatabase Untuk memulai pekerjaan/proyek SIG dalam ArcGIS diperlukan pembangunan Geodatabase. Geodatabase adalah Sistem manajemen basisdata dimana data tersebut disimpan dan ber-georeferensi. Secara teknis geodatabase ini adalah tempat/wadah untuk menampung dan mengatur kumpulan datadata yang bersifat spasial (geografis) yang dikelola dalam software ArcGIS. Oleh karena itu Geodatabase perlu dirancang terlebih dahulu agar segala sesuatu data yang kita bangun memiliki wadah yang jelas dan tertata dengan baik. Pembangunan Geodatabase pada ArcInfo-ArcGIS ini dilakukan pada Dekstop ArcCatalog. Fungsi dari ArcCatalog ini adalah mengorganisasi dan memanajemen semua informasi geografis seperti peta, globe, dataset, geodatabase, toolsbox geoprocessing, metadata dan layanan-layanan fungsi SIG.10 Langkah yang dilakukan dalam pembuatan file geodatabase adalah dengan menggunakan sotware arcCatalog yaitu dengan cara klik kanan new file geodatabase.

10

Modul petunjuk praktikum sistem informasi geografi menggunakan arcGIS 9.x 21

Gambar 2.

Tampilan ArcCatalog dalam proses pembuatan fie geodatabase

Dalam file geodatabase terdapat fitur dataset yang berfungsi sebagai tempat atau wadah dari berbagai fitur klas yang nantinya digunakan dalam Sistem Informasi Geografi yang akan dibuat. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan fitur dataset adalah dalam penentuan sistem koordinat yang akan digunakan. Sistem koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah UTM dengan datum WGS 1984 dan zone 49S.

22

Gambar 3.

Penentuan sistem koordinat dalah langkah membuat fitur dataset

Setelah pembuatan fitur dataset, yang perlu dilakukan adalah melakukan proses import fitur klas dari berbagai sumber ke dalah fitur dataset yang ada.

Gambar 4.

Tampilan dalam proses import fitur klas

23

3.

Tahap Editing Data Setelah membangun goedatabase, tahap yang selanjutnya dalam penelitian ini adalah editing data spasial denga menggunakan software ArcMap 9.3. proses yang pertama dilakukan adalah menambahkan data yang akan digunakan kedalam ArcMap dengan cara add data menggunakan tool Untuk melakukan proses editing data digunakan tool editor. .

Shapefile yang akan di edit adalah area yang terkena dampak dari material panas merapi pada bencana Erupsi Merapi 2010 dengan cara interpretasi dan digitasi dengan tool sketch tool .

Gambar 5.

Tampilan dalam proses digitasi dengan sketch tool pada software ArcMap 9.3

Sama halnya dengan pembuatan peta dampak erupsi merapi 2010, pembuatan visualisasi 3D daerah penelitian juga memiliki langkah yang sama dalam hal persiapan data yang akan digunakan, hanya saja berbeda dalam prosesnya. Software yang digunakan masih sama, yaitu dengan arcGIS 9.3, namun untuk pembuatan visualisasi 3D, tidak menggunakan ArcMap tetapi menggunakan arcScene. ArcScene merupakan bagian dari acrGis yang memiliki24

fungsi khusus dalam pengolahan atau pembuatan visualisasi 3D.

Gambar 6.

Visualisasi 3D dalam pembuatannya dengan menggunakan software arcScene

Dalam pembuatan visualisasi 3D dengan menggunakan arcScene yang harus dilakukan pertama kali adalah memasukkan data yang akan digunakan, terutama data yang memiliki nilai tinggi. Dalam penelitian ini, data yang digunakan bukan berupa data vektor, melainkan data raster berupa DEM (digital elevetion model). Dengan menggunakan data DEM tersebut, selanjutnya ditampilkan kenampakan visual dari daerah penelitian (seperti diatas). Langkah selanjutnya dalam pembuatan visualisasi 3D adalah mencantumkan fitur-fitur yang dianggap perlu ditampilkan untuk memperindah visualisasi seperti yang diinginkan tanpa mengabaikan kartografi. 4. Tahap Analisa Spasial Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisa sederhana mengenai lokasi dan analisa data hasil dari observasi lapangan. Yang di maksud dengan analisa lokasi dalam penelitian ini adalah cara atau metode dalam penentuan lokasi dari foto hasil dari observasi lapangan yang dilakukan dalam tahap persiapan25

data. Selain itu analisa selanjutnya adalah analisa data (foto hasil observasi lapangan) yaitu dengan cara mengklasifikasikan data yang ada menjadi beberapa kategori, misal berdasar kategori daerah terkena dampak lahar dingin atau lahar panas Merapi, dilakukan langsung dengan menggunakan ArcMap. Dalam hal ini, analisa yang dilakukan untuk penentuan lokasi foto hasil observasi lapangan adalah dengan cara menentukan situs/ letak obyek lain pada peta dan mental map sebagai acuannya. Sebagai obyek. Analisa kedua yaitu mengklasifikasikan foto hasil observasi lapangan menjadi kategori area terdampak lahar panas, terdampak lahar dingin dan area terdampak lahar panas sekaligus lahar dingin. Analisa berkaitan dengan jarak terjauh dari luncuran material panas merapi dilakukan dengan pengukuran langsung menggunakan tool measure yang tersedia pada ArcMap, begitu hal nya dengan pengukuran luas area terdampak dari lahar panas. Hasil dari analisa spasial ini adalah berupa data kuantitatif, jarak dari obyek atau sejauh mana area yang terkena dampak langsung dari aliran material panas hasil Erupsi Merapi 2010. 3.2.3. Tahap Presentasi Data Untuk menghasilkan peta dengan kualitas yang baik, tahap presentasi data sangat menentukan. Pada tahap presentasi data ini perlu diperhatikan tatacara dalam melakukan/ pembuatan layout peta sesuai dengan kaidah kaidah kartografi/ aturan pemetaan. Dalam membuat atau mendesain sebuah peta, agar informasi yang akan disajikan dapat memenuhi kebutuhan pengguna peta maka segala informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pembaca peta26

saja.

Sedangkan untuk analisa jarak dan luas area terdampak Erupsi

contoh

menjadikan

pertigaan

jalan

dan

letak

kantor/fasilitas umum sebagai titik yang letaknya paling mendekati

harus disajikan sebaik mungkin terutama dalam hal kemudahannya untuk dibaca atau digunakan. Informasi tersebut ditempatkan dalam informasi tepi (marginal information) yang mencakup berbagai informasi penting. Informasi tepi tersebut membentuk suatu susunan atau tata letak peta yang sering disebut dengan komposisi peta. Penentuan tata letak peta atau komposisi peta harus mempertimbangkan hal-hal yang menimbulkan unsur tertarik serta keindahan, disamping peta tetap secara mempertimbangkan keseluruhan agar keseimbangan (balance)

menimbulkan kesan rapi. Sebelum menggunakan peta, yang perlu diperhatikan pertama kali adalah informasi peta yang banyak memberikan informasi yang penting untuk dipahami tentang penggunaan peta tersebut. Pada peta-peta topografi lama maupun peta-peta rupabumi yang diproduksi oleh Bakosurtanal, tata letak informasi tepi peta telah dibakukan agar pengguna peta menjadi terbiasa (familiar) untuk menemukan berbagai jenis informasi yang diperlukan pada bagian yang sama pada tepi semua peta meskipun berbeda skalanya. Selain itu kaidah kartografi yang perlu diperhatikan diantaranya adalah anotasi atau penamaan obyek, segbagai contoh penamaan obyak sungai, diuliskan dengan huruf berwarna biru dengan penulisan italic (cetak miring). Selain itu penamaan jalan ditulis dengan aturan huruf tegak warna hitam. Selain anotasi, pembuatan simbol pada peta juga perlu diperhatikan. Sebagai contoh, antara simbol yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang jelas secara bentuk, warna maupun ukuran. Dari beberapa faktor tersebut yang paling sering digunakan sebagai pembeda adalah bentuk dari simbol yang digunakan. Simbol-simbol tersebut merupakan bahasa peta yang memegang peranan penting dalam menggunakan peta, bahkan pada peta-peta khusus (tematik) simbol merupakan informasi utama27

untuk menunjukkan tema suatu peta. Secara sederhana simbol dapat diartikan suatu gambar atau tanda yang mempunyai makna atau arti. Menurut bentuknya simbol dapat dikelompokkan menjadi simbol titik, simbol garis dan simbol bidang/area, sedangkan wujud simbol dalam kaitannya dengan unsur yang digambarkan dapat dibedakan menjadi abstrak, setengah abstrak, dan nyata atau piktorial. Simbol piktorial adalah suatu simbol yang dalam kenampakan wujudnya ada kemiripan dengan wujud unsur yang digambarkan, sedangkan simbol geometric adalah abstrak simbol yang wujudnya tidak ada kemiripan dengan unsur yang digambarkan. Disamping itu ada simbol yang menggunakan huruf atau angka. Penyajian simbol pada peta dapat dilihat di legenda, dimana dalam penyajiannya dimulai dari simbol titik, garis, kemudian simbol area. Contoh dari jenis simbol titik yang ada pada penelitian ini adalah simbol fasilitas umum, sedangkan untuk simbol garis adalah jalan, sungai, dan batas aministrasi. Sedangkan simbol area, terdapat area lahar dan area desa.

Gambar 7.

Hasil pembuatan layout peta dengan menggunakan ArcMap

28

3.2.4. Diagram AlirTAHAP PERSIAPAN

Peta KawasanDATA

TAHAP PENGOLAHAN DATA

TAHAP PRESENTASI DATA

Rawan Bencana Merapi (PVMBG) Citra Aster Prism daerah merapi th.2010 Citra Alos Palsar daerah merapi 2010 Citra Aster GDEM daerah merapi Peta RBI digital th. 2000 Tabel daftar korban erupsi merapi 2010 Tabel rumah rusak akibaterupsi merapi Input data atribut *dbf IV Pembuatan Hillshading Input data dalam arcGIS Koreksi geometri

Pembuatan visualisasi 3D dengan arcScene Interpretasi daerah terdampak erupsi

Analisa spasial (jarak dan ukuran))

Desain dan layout visualisasi 3D

Shapefile area lahar panas Visualisasi 3D sebagian daerah Hillshading daerah merapi merapi Overlay

PETA DAMPAK Join tabel Shapefile administrasi desa dengan fild koban jiwa ERUPSI MERAPI TAHUN 2010

Layouting

Foto observasi lapangan

Sorting

Retouching (koreksi kualitas foto)

Peta

Plotting lokasi foto

Diagram alir pelaksanaan penelitian 29

BAB IV DESKRIPSI WILAYAH 4.1. Kondisi Geografi Gunung Merapi terletak di sebagian Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, kabupeten Klaten, dan Kabupaten Boyolali dengan koordinat 438823,000mT 9166424,000mU dengan ketinggian ketinggian 2.968m hingga tahun 2010. Pada bagian selatan dari Gunung Merapi terdapat kabuoaten Sleman yang melipputi empat Kecamatan, diantaranya; Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Turi, dan Kecamatan Pakem yang tepatnya berada pada lereng atas volkan, sedangkan pada kaki volkan terdapat Kecamatan Ngemplak, Ngaglik, Sleman dan Kecamatan Tempel. Dibagian barat Gunung Merapi terdapat Kabupaten Magelang. Pada lereng atas volkan Gunung Merapi Kabupaten Magelang terdapat Kecamatan Dukun dan Kecamatan Srumbung, pada kaki volkan Merapi Kabupaten magelang terdapat Kecamatan Salam, Muntilan dan Kecamatan Sawangan. Sedangkan pada bagian utara dan timur Gunung Merapi berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, dengan Kecamatan Selo, Cepogo, dan Kecamatan Musuk yang berada di lereng atas volkan Gunung Merapi. Pada bagian kaki volkan Merapi Kabupaten Boyolali terdapat Kecamatan Mojosongo, Boyolali, dan Kecamatan Ampel. Selain itu di bagian tenggara terdapat Kabupaten Klaten dengan Kecamatan Kemalang yang berada di lereng atas volkan, dan Kecamatan Jatinom, Karangnongko,dan Kecamatan Manisrenggo. Kerucut volkan Gunung Merapi memiliki kemiringan lereng yang sangat curam, sehingga tidak memungkinkan untuk di jadikan sebagai lokasi permukiman. Pada umumnya permukiman mulai dijumpai pada lereng atas volkan. Daerah penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman, khususnya sebagian Kecamatan Ngemplak, Cangkringan, Pakem dan Kecamatan Turi yang ada di bagian selatan30

Gunung Merapi. Dari total luas area Kecamatan yang menjadi daerah penelitian, 12% nya terkena dampak langsung dari alairan material panas merapi. Untuk kecamatan yang kerusakannya paling parah adalah kecamatan Cangkringan, kerusakan dalam hal ini merupakan kerusakan secara fisik. Bentuk lahan yang dominan di daerah penelitian ini adalah bentuk lahan volkanik hasil dari aktivitas volkanik Gunung Merapi. Dari dataran kaki, kaki volkan, lereng atas volkan hingga kerucut volkan Gunung Merapi, memiliki karakteristik lahan yang hampir sama atau dengan kata lain memiliki karakter yang mirip, mulai dari jenis batuan, hingga jenis tanahnya. Dimulai dari jenis batuan pada daerah penelitian yang didominasi batuan volkanik (batuan beku). Selain itu jenis tanah pada daerah penelitian juga hampir sama dari dataran kaki hingga kerucut volkan yaitu sama-sama memiliki tekstur pasir, akan tetapi tekstur pada daerah dataran kaki merupakan yang paling halus dibanding dengan daerah lain, karena letaknya yang jauh dari asal batuan sebagai faktor pembentuk tanah. Yang menjadi faktor pembeda dari daerah kajian dalam penelitian ini adalah kemiringan lereng pada masing-masing morfologi Gunung Merapi. Daerah yang memiliki kemiringan lereng paling curam adalah pada kerucut volkan hingga sangat jarang bahkan tidak ditemukan permukiman warga pada area tersebut. Lain halnya dengan dataran kaki yang memiliki kemiringan lereng paling datar, sehingga sangat memungkinkan untuk dijadikan tempat tinggal/ permukiman. Pada daerah penelitian ini dialiri beberapa sungai yang berhulu di Gunung Merapi, diantaranya; Kali Gendol dan Kali Opak yang melintasi Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Ngemplak, Kali Kuning dan Kali Boyong yang melewati Kecamatan pakem, Kali Bedhog yang melintasi Kecamatan Turi. Dari kesemua sungai tersebut merupakan jalur atau lintasan dari material volkanik baik saat aliran lahar panas maupun aliran lahar dingin hasil Erupsi Merapi. Lembah sungai yang31

semula merupakan jurang yang sangat curam sebelum terjadi erupsi, sekarang menjadi penuh dengan material berupa pasir dan batu. Selain itu pada daerah kerucut volkan juga terdapat banyak mataair yang dimanfaatkan oleh warga sebagai sumber air bersih untuk memenuhi kebutuhan MCK (mandi, cuci, kakus). Penggunaan lahan yang dominan pada daerah penelitian ini adalah permukiman dan hutan, baik hutan yang homogen maupun hutan heterogen (hutan alami). Penggunaan lahan berupa hutan terdapat pada morfologi kerucut volkan hingga sebagian lereng atas volkan, contoh penggunaan lahan berupa hutan homogen adalah hutan sengon. Hasil dari penggunaan lahan berupa hutan homogen adalah berupa kayu olahan berupa balok kayu maupun kayu lapis yang dimanfaatkan sebagai mahan bangunan. Penggunaan lahan lain adalah penggunaan lahan berupa permukiman yang terdapat pada sebagian lereng atas volkan hingga kaki volkan dan dataran kaki. Permukiman pada lereng atas volkan memiliki pola menyebar mengelompok dengan jarak yang cukup jauh antara kelompok permukiman yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan pola permukiman yang ada dibawah lereng atas volkan lebih cenderung memusat pada daerah daerah tertentu yang menjadi kawasan khusus, seperti kawasan wisata. Pada daerah kajian penelitian ini terdapat kawasan pariwisata alam kaliurang yang menjadi pusat aktivitas penduduk. Pada umumnya aktivitas penduduk pada daerah tersebut adalah bergerak dibidang jualbeli dan jasa, tempat wisata kaliurang tidak terkena dampak secara langsung dari aliran lahar panas maupun lahar dingin Merapi, akan tetapi pada November 2010 hingga awal tahun 2011 tempat wisata alam kaliurang sepi pengunjung, sehingga aktivitas perekonomian warga sekitar tempat wisata kaliurang yang mengandalkan tempat tersebut untuk beraktivitas menjadi terganggu. Selain pariwisata, warga disekitar daerah penelitian juga memanfaatkan lahan yang ada untuk sektor pertanian, peternakan, dan32

juga sektor perkebunan. Sektor perkebunan yang ada pada sebagian daerah penelitian adalah berupa perkebunan salak pondoh. Hasil dari perkebunan salak pondoh tersebut kemudian menjadi sektor yang menunjang perekonomian warga, terutana di Kecamatan turi dan sebagian Kecamatan pakem. Sedangkan untuk sektor pertanian pada daerah penelitian yang berkembang adalah pada Kecamatan ngemplak dan Kecamatan Cangkringan. Sebagian besar warga kedua Kecamatan tersebut sangat bergantung dari hasil pernian. Selain sektor pertanian dan perkebunan, pada daerah penelitian juga berkembang sektor peternakan. Peternakan yang berkembang pada daerah penelitian adalah peternakan ayam broiler dan juga peternakan sapi. Hampir setiap Kecamatan pada daerah penelitian memiliki sektor peternakan berupa peternakan ayam broiler. Biasanya peternakan ayam broiler merupakan milik perseorangan, namun ada juga peternakan ayam broiler yang merupakan milik dari suatu kelompok petrnak tertentu. Untuk sebagian peternakan sapi yang ada di daerah penelitian adalah merupakan suatu komoditas tertentu, yang bertujuan untuk menjaga keamanan hewan ternak dari kelompok dan untuk membantu anggota kelompok dengan ekonomi lemah. Hanya sebagian kecil dari peternakan sapi yang ada di daerah penelitian yang merupakan meilik dari perseorangan.

33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Dari hasil yang deperoleh dalam penelitian ini, diharapkan dapat menjadikan informasi tambahan tentang Dampak Erupsi Merapi pada Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Pakem, dan Turi. Selain itu untuk menyajikan data kuantitatif korban jiwa akibat erupsi Merapi kedalam bentuk data spasial. Yang menjadi hasil penelitian ini diantaranya berupa; a) b) c) d) Peta Dampak Erupsi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta, 11 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta,12 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta, 13 Peta Dampak Erupsi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta.14 Hasil berupa peta dimaksudkan untuk memberikan informasi secara spasial atas informasi dampak erupsi merapi tahun 2010 pada daerah penelitian kepada pengguna peta. e) Visualisasi 3D daerah penelitian, 15 Merupakan gambaran secara tiga demensi keadaan/ kondisi di lapangan sesuai dengan aslinya. Di maksudkan untuk menampilkan model dari daerah penelitian dengan informasi informasi spasial.

11 12

lihat halaman 34 lihat halaman 35 13 lihat halaman 36 14 lihat halaman 37 15 lihat halaman 38 34

5.1.1.

Peta Dampak Erupsi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta

35

5.1.2.

Peta Dampak Erupsi Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta

36

5.1.3.

Peta Dampak Erupsi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta

37

5.1.4.

Peta Dampak Erupsi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta

38

5.1.5.

Visualisasi 3D daerah penelitian

39

5.2. Pembahasan Hasil dari penelitian ini adalah Peta Dampak Erupsi Merapi pada empat kecamatan di Kabupaten Sleman yang terkena dampak secara langsung dari aliran lahar panas Gunung Merapi, diantaranya adalah Kecamatan Cangkringan, Pakem, Ngempkal dan Kecamatan Turi. Selain itu sebagai gambaran kondisi lapangan dan sebatan jumlah korban jiwa, digunakan visualisasi 3D daerah penelitian.(halaman34,35,36 37 dan38) Peta Dampak Erupsi Merapi Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman (halaman 34). Dari hasil tersebut dapat diketahui daerah mana saja yang terkena dampak langsung aliran lahar panas dari Erupsi Merapi 2010. Desa desa yang terdapat di Kecamatan Cangkringan diantaranya Desa Kepuhharjo, Argomulyo, Wukirsari, Glagahharjo, dan Desa Wukirsari. Kecamatan Cangkringan merupakan kecamatan di Kabupaten Sleman yang terdampak paling parah diantara kecamatan lainnya. Dari luas Kecamatan Cangkringan yang lebih kurang 43,009615 km2 , area yang terkena dampak langsung lahar panas Merapi mencapai 14,358365 km2 dengan kata lain daerah yeng terkena dampak langsung dari erupsi Merapi Kecamatan Cangkringan 33% dari luas wilayah (lampiran tabel atribut shapefile BAKOSURTANAL 2000). Kerusakan akibat erupsi Merapi kali ini berakibat pada berbagai sektor yang ada di kecamatan tersebut seperti sektor pertanian yang hancur akibat terkubur material berupa pasir, batu dan sebagainya, selain itu lahan pertanian yang terkena hembusan awan panas juga mengalami kerusakan dan tidak dapat dipanen. Selain sektor pertanian, sektor lain yang terdampak erupsi Merapi adalah fasilitas umum seperti jalan ,jembatan, kantor kantor pemerintah dan berbagai fasilitas umum lain. Faktor yang mengakibatkan rusaknya fasilitas umum yang ada pada Kecamatan Cangkringan selain aliran lahar panas, adalah aliran lahar dingin yang terjadi setelah bencana erupsi berakhir.

40

Gambar 8.

Rusaknya infrastruktur berupa jaringan jalan di dusun bronggang desa argomulyo Cangkringan akibat tertutup matrial volkanik gunung Merapi

Diantara berbagai sektor di Kecamatan Cangkringan yang mengalami kerusakan, baik kerusakan total maupun kerusakan ringan memiliki letak yang dekat dengan sungai sebagai tempat mengalirnya awan panas, lahar panas maupun lahar dingin. Selain kerusakan/ kerugian materi di berbagai sektor yang ada di kecamatan cangkringan, kerugian yang timbul akibat bencana erupsi Merapi 2010 adalah timbulnya koban jiwa. Berikut jumlah korban jiwa setiap desa di kecamatan Cangkringan.Tabel 2. Jumlah korban jiwa setiap desa di Kecamatan Cangkringan

Kecamatan Cangkringan Argomulyo

Jumlah korban (jiwa) 71

Glagah harjo 45 Kepuhharjo Wukirsari Umbulharjo 12 22 44

Desa Argomulyo merupakan desa yang korban jiwanya paling banyak diantara desa yang lain. Hal tersebut dikarenakan desa Argomulyo berjarak41

15km dari puncak Merapi dan dijadikan sebagai barak pengungsian dalam zona aman. Namun setelah radius aman berubah menjadi 20km, sebagian warga desa Argomulyo masih tinggal dirumah masing-masing dengan asumsi Erupsi Merapi sebelumnya belum pernah mencapai Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan. Meskipun Desa Kepuhharjo terdampak paling parah diantara desa lain yaitu hampir 70% dari luas wilayah desa hancur terkena awan panas dan lahar panas, namun jumlah korban jiwa Desa Kepuhharjo merupakan yang paling sedikit diantara desa yang lain, hal tersebut karena evakuasi dilakukan lebih awal sebelum terjadi puncak erupsi pada jumat 5 November 2010. Hasil penelitian yang kedua adalah Peta Dampak Erupsi Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman Prov. Yogyakarta (halaman 35). Sama dengan hasil penelitian yang sebelumnya, peta dampak erupsi kecamatan Ngemplak menampilkan informasi yang sama dengan hasil sebelumnya. Kecamatan Ngemplak mencakup Desa Sindumartani, Bimomartani, Umbulmartani dan Desa Wedomartani. Dari desa-desa tersebut, desa yang terdampak bencana erupsi paling parah adalah Desa Sindumartani, yang terletak pada radius 20 km dari puncak merapi, tepatnya 17km dari puncak merapi, sebagian desa tersebut terkena dampak secara langsung dari aliran material/ lahar panas dan lahar dingin Merapi (pengukuran jarak dengan tool measure pada software Arc Map9.3). Dusun Plumbon merupakan dusun yang terkena dampak langsung dari lahar panas Merapi, selain merusak permukiman warga, aliran lahar panas juga merusak lahan pertanian dan infrastruktur lain yang ada di Desa Sindumartani.

42

Gambar 9.

Pengukuran jarak dengan menggunakan tool measure pada arcGis

Gambar 10.

Lahar panas hasil erupsi Merapi 5 November 2010 yang mengalir di kali Gendol dusun Plumbon desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak

Pada Desa Sindumartani, kerusakan yang terjadi akibat lahar panas hanya43

pada Dusun Plumbon saja, akan tetapi dampak yang timbul cukup besar, diantaranya timbul korban jiwa yang berjumlah 20 orang di desa sindumartai sendiri. Selain itu kerusakan lahan pertanian yang ada didusun plombon dan sekitarnya juga menjadi salah satu dampak erupsi Merapi di desa Sindumartani Kecamatan Ngemplak. Meskipun kerusakan akibat aliran lahar panas tidak separah kecamatan Cangkringan, akan tetapi setelah berakhirnya erupsi gunung Merapi, desa Sindumartani mengalami dampak yang parah akibat limpasan material volkanik berpa aliran lahar dingin yang melalui kali gendol yang berhulu di gunung Merapi. Dampak aliran lahar dingin yang terjadi de desa sindumartani kecamatan Ngemplak ini memiliki efek yang lebih parah di banding dengan aliran lahar panas yang terjadi sebelumnya. Tanggul penahan luapan material volkanik yang dibuat penerintah sejak tahun 1970an tidak mampu untuk membendung/ menahan laju material yang mengalir melalui kali gendol tersebut, akibatnya banyak rumah warga yang terkubur dan hilang akibat banjir lahar dingin.

Gambar 11.

Dusun Ngerdi Desa Sindumartani, permukiman warga yang di terjang aliran lahar dingin Merapi pada bulan mei 2011

Pada bagian utara Dusun Ngerdi, mengalir Kali Gendol yang menjadi tempat menngalirnya lahar dingin Merapi apabila terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi, namun pada Mei 2011 lahar dingin dengan jumlah yang besar menghantam tanggul Kali Gendol yang ada disebelah utara Dusun Ngerdi dan mengakibatkan/ menghancurkan permukiman warga yang ada di bawahnya.44

Sebelum kejadian tersebut, Dusun Ngerdi merupakan jalur alternatif apabila jalur transportasi penghubung Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Manisrenggo Kabupaten Namun saat ini jalan yang ada di Dusun Ngerdi juga telah berubah menjadi sungai baru dan tidak dapat dilalui, sehingga warga harus memalui jalur transportasi lain yang ada di Dusun Tulung Kecamatan Kalasan untuk dapat beraktifitas. Aliran lahar dingin Merapi yang berupa material pasir, kerikil dan batu merupakan bencana yang tidak diharapkan semua pihak, akan tetapi sebagian pihak memanfaatkan material hasil erupsi sebagai mata pencaharian baru, yaitu dengan melakukan penambangan pasir dan batu di sungai yang menjadi jalur atau lintasan lahar dingin tersebut.

Gambar 12.

Kegiatan penambangan pasir oleh wargasepanjang Kali Gendol disekitar Dusun Ngerdi Desa Sindumartani

Lokasi penambangan pasir yang ada di Kecamatan Ngemplak tersebar hampir di seluruh desa yang ada pada kecamatan tersebut, diantarnya Desa Sindumartani, Bimomartani, Wedomartai dan Desa Umbulmartani, pada Desa Bimomartani tepatnya di Kali Opak, menjadi lokasi penambangan pasir hingga beberapa bula pasca erupsi Merapi, namun saat ini, sudah tidak ditemukan kegiatan penambangan pasir lokasi tersebut ,karena Kali Opak yang tadinya45

terisi penuh oleh pasir sekarang penuh dengan meterial berupa bongkahan batubatu dengan ukuran yang cukup besar. Lokasi yang kedua terdapat di Desa Sindumartani di sepanjang Kali Gendol di beberapa dusun seperti Dusun Morangan, Plumbon, Pajangan, Jambon, Ngerdi, Tambakan Dusun Kayen Desa Sindumartani. Hasil penelitian yang ketiga adalah Peta Dampak Erupsi Merapi Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman (halaman 36). Kecamatan Pakem memiliki luas area 53,5km2 (lampiran tabel atribut shapefile BAKOSURTANAL 2000). Dari luas Kecamapan Pakem tersebut, luas area yang terkena dampak dari lahar panas bencana erupsi merapi 2010 adalah 19,3 km2. Jumlah korban jiwa di Kecamatan Pakem adalah 13 jiwa, dengan korban terbanyak di Desa Candibinangun yaitu 5 jiwa, dan 4 jiwa di Desa Purwobinangun. Pada Kecamatan Pakem mengalir mengalir Kali Boyong dan Kali Kuning yang menjadi lintasan dari lahar hasil erupsi Gunung Merapi. Material yang terdapat di Kali Boyong dominan dengan material berupa pasir dengan sedikit batu, sedangkan material yang terdapat di Kali Kuning lebih cenderung dominan dengan bebatuan dan sedikit material berupa pasir. Sedangkan secara umum, jumlah material volkanik yang terdapat pada kedua sungai tersebut dapat dikatakan tidak sebanyak dengan material yang ada di Kali Gendol. Pada Kecamatan Pakem terdapat kawasan pariwisata yang terkenal yaitu Taman Wisata Kaliurang. Pada erupsi merapi November 2010 kawasan ini masuk kedalam zona bahaya Merapi, akan tetapi kawasan ini tidak terkena dampak lahar panas maupun lahar dingin Merapi, hal tersebut dikarenakan laju dari luncuran material volkanik dari puncak Merapi melelui kali kuning yang terdapat di sebelah timur Taman Wisata Kaliurang, terhalang Bukit Plawangan. Dilihat dari topografi bukit plawangan di sebelah timur yang memiliki kemiringan lereng yang terjal dan lembah dari Kali Kuning yang dalam, mengakibatkan laju material volkanik Gunung Merapi tidak sampai ke Taman Wisata Kaliurang.

46

Gambar 13.

Bukit Plawangan dari sisi timur (dari Dusun Bebeng)

Selain sektor pariwisata yang ada di Taman Wisata Kaliurang, sektor lain yang terkena dampak dari erupsi merapi adalah sektor pertanian, saluran irigasi yang ada di Desa Pakembinangun dipenuhi material volkanik berupa pasir dan batu dari Gunung Merapi yang mengalir terbawa arus Kali Kuning sehingga pengairan sawah yang mengambil air dari bendungan yang ada di Kali Kuning tersebut menjadi terganggu dan banyak juga yang gagal panen. Pasca erupsi merapi 2010, Dusun Turgo Desa Purwobinangun merupakan salah satu daerah yang masuk kedalam kawasan rawan bencana Merapi, daerah ini merupakan lokasi posko pengamatan Merapi selain terdapat posko pengamatan Merapi, dusun Tugo juga memiliki bumi perkemahan yang menjadi daya tarik daerah ini, namun pasca erupsi Merapi 2010 Dusun Turgo juga dijadikan tempat/ ajang perlombaan downhill dengan bersepeda (mountain bike) yang menjadi daya terik Dusun Turgo pasca Erupsi Merapi.

47

Gambar 14.

Lokasi Start Perlombaan Downhill Dusun Turgo Desa Purwobinangun

Hasil penelitian selanjutnya adalah Peta Dampak Erupsi Merapi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman (halaman 37). Kecamatan Turi merupakan kecamatan dari daerah penelitian yang paling sedikit terkena dampak dari aliran lahar panas maupun lahar dingin dari Erupsi Merapi 2010 di sektor fisik. Kecamatan Turi teletak di bagian barat Kecamatan Pakem dengan luas wilayah lebih dari 39km2. Pada kecamatan Turi terdapat Kali Bedog yang menjadi lintasan dari aliran lahar Merapi, Kali Bedog merupakan anak sungai dari Kali Krasak, yang keduanya memiliki hulu di Gunung Merapi. Pada Kali Bedog terdapat tanggul penahan material Merapi sama dengan sungai-sungai lain yang berhulu di Gunung Merapi, tanggul penahan material yang ada di Kali Bedog memiliki tinggi tidak kurang dari 25m dan panjang lebih dari 60m dan terisi penuh dengan meterial pasir dan batu pasca Erupsi Merapi 2010. Kecamatan Turi merupakan kecamatan yang paling sedikit terkena dampak dari lahar panas Merapi, bahkan dapat dikatakan tidfak terkena dampak. Namun dampak dari banjir lahar dingin yang terjadi padca Erupsi Merapi 2010 mengakibatkan kerusakan di berbagai sektor. Salah satu sektor di Kecamatan Turi yang terkena dampak dari Erupsi Merapi 2010 adalah sektor perkebunan. Paada Kecamatan Turi, sektor perkebunan merupakan sektor fital yang menjadi matapencaharian masyarakat daerah tersebut, tanaman perkebunan yang ada di48

Kecamatan Turi adalah salak pondoh. Pada bencana Eruosi Merapi 2010, perkebunan yang berada di sekirat Kali Bedog mengalami gagal panen karena terkubur material pasir dan batu yang mengalir bersama dengan arus sungai pada saat terjadi banjir lahar dingin. Selain mengubur perkebunan warga, banjir lahar dingin juga mengakibatkan jalur transportasi yang ada di Dusun Tanggularum terputus dan mengakibatkan aktivitas warga terganggu. Selain sektor perkebunan dan transportasi, bencana erupsi merapi 2010 juga mengakibatkan korban jiwa dengan jumlah mencapai 14jiwa (tabel daftar-nama-nama-korban-meninggalerupsi-merapi-per-24-November-2010). Dari empat desa yang ada di Kecamatan Turi (Girirejo, Wonokerto, Bangunkerto dan Donokerto), jumlah korban terbanyak terdapat di Desa Girirejo dengan jumlah korban 6jiwa. Untuk mendapatkan gambaran sebaran dampak erupsi Merapi secara lebih riil dan komunikatif, dibuatlah visualisasi tiga dimensional (3D) dari daerah penelitian dengan menggunakan sotware ArcScene.16 Dalam pembuatan visualisasi 3D diperlukan data berupa data DEM (digital elevetion model), data DEM adalah citra hasil penginderaan jauh yang memiliki nilai ketinggian. Nilai ketinggian tersebut yang nantinya diolah menjadi gambaran obyek secara tiga dimensi oleh arcScene sehingga menghasilkan gambaran nyata mengenai kenampakan daerah penelitian, sama dengan keadaan sebenarnya dilapangan. Visualisasi 3D penelitian ini menghasilkan informasi sebaran jumlah korban jiwa dari setiap desa pada daerah penelitian, selain itu visualisasi 3D dalam penelitian ini juga menggambarkan area terdampak dari aliran material panas Erupsi Merapi 2010. Untuk mendapatkan hasil kenampakan topografi yang lebih baik, digunakan VE (vertical exaggregration) sebesar 1,5. VE merupakan faktor pengali sumbu y terhadap sumbu x. Dengan nilai VE sebesar 1,5 maka nilai sumbu y adalah nilai sumbu x dikali 1,5. Contohnya, apabila sumbu x menunjukkan angka 100 meter, maka sumbu y menunjukkan angka 150 meter pada grid/skala yang sama. Nilai VE yang tidak sama dengan satu mengakibatkan gambaran ketinggian yang tidak skalatis. Oleh karena itu, VE16

Lihat halaman 38 49

hanya digunakan untuk memperjelas kenampakan kemiringan saja, tidak digunakan untuk analisis. Semakin tinggi nilai VE maka akan mengakibatkan visualisasi 3D yang dihasilkan akan semakin curam dan semakin tidak mewakili keadaan sebenarnya di lapangan.

50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan a) b) Dampak dari Erupsi Merapi berpengaruh terhadap berbagai sektor di kecamatan - kecamatan yang menjadi daerah penelitian, Dari ke ke empat kecamatan yang menjadi daerah penelitian, kecamatan yang memiliki jumlah korban jiwa terbanya adalah Kecamatan Cangkringan dengan jumlah korban mencapai 194 jiwa, sedangkan kecamatan dengan jumlah korban jiwa paling sedikit adalah Kecamatan Pakem yaitu 13 jiwa, c) Area terdampak lahar panas Erupsi Merapi 2010 yang paling luas terdapat pada Kecamatan Pakem dengan luas mencapai 21km2, dan kecamatan yang terdampak lahar panas paling sedikit adalah Kecamatan Ngemplak yaitu 0,12km2. (tabel atribut luas area lahar) 6.2. Saran a) b) Penelitian ini merupakan penelitian rintisan, sehingga perlu untuk dikembangkan lebih lanjut pada penelitian-penelitian selanjutnya. Informasi tentang karekteristik aktifitas dan dampak dari Gunung Merapi perlu untuk diketahui oleh khalayak umum terutama oleh masyarakat sekitar Merapi. c) Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk antisipasi/ langkah awal dalam penanganan aktifitas volkanik dari Gunung Merapi.

51

DAFTAR PUSTAKA ----. 2010. Peta Rekapitulasi Korban, Pengungsi Dan Kerusakan Akibat Letusan Gunungapi Merapi, Badan Nesional Penanggulangan Bencana. Aini Anisah, Sistem Informasi Geografis Pengertian Dan Aplikasinya, Stmik Amikom, Yogyakarta. Soyusiawaty Dewi, Umar Rusydi, Mantofani Rochmat. 2007. Sistem Informasi Geografis Objek Wisata Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Berbasis Web, yogyakarta. Slamet Hardjo Karen. 2008. Petunjuk Praktikum Sistem Informasi Geografi Menggunakan Arcgis 9.X, Yogyakarta, Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada. Romenah Dra., Sistem Informasi Geografi, Cut Meurah R. Dra.,, Penginderaan Jauh, http://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_merapi , diakses tanggal 25 Mei 2011 www.SlemanKabupatengo.id/daftar-nama-nama-korban-meninggal-erupsimerapi-per-24-November-2010.slm diakses 26 April 2011, 14:19:19 http://mbojo.wordpress.com/2007/04/08/sistem-informasi-geografi-sig/ tanggal 20 Mei 2011 diakses

52

LAMPIRAN

Tabel 3.

Atribut shapefile BAKOSURTANAL tahun 2000

Tabel 4.

Tabel Luas Area Lahar