laporan studi kasus tb anak_rs syaiful anwar

54
LAPORAN STUDI KASUS Studi Penggunaan Obat Pada Anak Dengan Tuberculosis Paru Dan Gizi Buruk Marasmus di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang OLEH : MAHASISWA PKP APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA ANGKATAN XXVII

Upload: muhti-al-abror

Post on 13-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

lapora pkpa

TRANSCRIPT

LAPORAN STUDI KASUS

Studi Penggunaan Obat Pada Anak Dengan Tuberculosis Paru DanGizi Buruk Marasmus di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

OLEH :MAHASISWA PKP APOTEKERFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA ANGKATAN XXVII

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKERFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS AHMAD DAHLANYOGYAKARTA2014

BAB ITINJAUAN PUSTAKA

1. Tuberkulosis Paru Anak1.1DefinisiPenyakit menular langsung yang disebabkan oleh kumanTB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang terjadi pada anak usia 0-14 tahun (Kemenkes RI,2013).1.2 EpidemiologiTuberkulosis pada anak merupakan faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi.Sekurang-kurangnya 500.000 anak menderita TB setiap tahun, 200 anak di duniameninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB.Beban kasus TBanak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang child-friendly dan tidakadekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak(Kemenkes RI,2013).Diperkirakan banyak anak menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan strategi DOTS (Directy Observed Treatment ShortCourse). Kondisi ini akan memberikan peningkatan dampak negatif pada morbiditas dan mortalitas anak.Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai 15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun, dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%(Kemenkes RI,2013).

Gambar 1. Grafik Populasi Berdasarkan Usia (Kemenkes RI,2013).

1.3EtiologiMenurut Pentunjuk Teknis TB anak 2013, penyebabnya antara lain:- Sumber penularan berasal dari pasien TB paru BTA positif, baik dewasa maupun anak.- Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan pada orang di sekitarnya, kecuali anak tersebut BTA positif atau menderita adult type TB.-Faktor risiko penularan TB pada anak tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar daripada pasien TB dengan BTA negatif.1.4PatofisiologiParu merupakan port dentree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

Gambar 3. Tabel Sistem Skoring untuk Pemeriksaan Penunjang pada TB Anak (Kemenkes RI, 2013)

1.6 PenatalaksanaanDalam menegakkan diagnosis TB anak, semua prosedur diagnostik dapat dikerjakan, namun apabila dijumpai keterbatasan sarana diagnostik yang tersedia, dapat menggunakan suatu pendekatan lain yang dikenal sebagai sistem skoring. Sistem skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli yang IDAI, Kemenkes dan didukung oleh WHO dan disepakati sebagai salah satu cara untuk mempermudah penegakan diagnosis TB anak terutama di fasilitas pelayanan kesehatan dasar.Sistem skoring ini membantu tenaga kesehatan agar tidak terlewat dalam mengumpulkan data klinis maupun pemeriksaan penunjang sederhana sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya underdiagnosis maupun overdiagnosis (Kemenkes RI,2013).

Penilaian/pembobotan pada sistem skoring dengan ketentuan sebagai berikut: Parameter uji tuberkulin dan kontak erat dengan pasien TB menular mempunyai nilai tertinggi yaitu 3. Uji tuberkulin bukan merupakan uji penentu utama untuk menegakkan diagnosis TB pada anak dengan menggunakan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT.Setelah dinyatakan sebagai pasien TB anak dan diberikan pengobatan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon klinis pasien.Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan apabila didapatkan respons klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.Prinsip pengobatan TB anak: OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:Tahap intensif, selama 2 bulan pertama.Pada tahap intensif, diberikan minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit. Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit. (Kemenkes RI,2013)

Gambar 4. Kombinasi FDC pada Anak (Kemenkes RI, 2013)

2.Gizi Buruk Marasmus2.1DefinisiStatus kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata dan kondisi marasmus merupakan kekurangan karbohidrat atau kalori. Gizi buruk ini terjadi pada anak di bawah lima tahun (Scrimshaw, 2010).2.2EpidemiologiBerdasarkan perkembangan masalah gizi, pada tahun 2005 sekitar 5 juta anak balita menderita gizi kurang, 1,5 juta diantaranya menderita gizi buruk. Dari anak yang menderita gizi buruk tersebut ada 150.000 menderita gizi buruk tingkat berat (Depkes RI, 2011).Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita pada tahun 2007 yang diukur berdasarkan BB/U adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Prevalensi nasional untuk gizi buruk dan kurang adalah 18,4%. Bila dibandingkan dengan target pencapaian program perbaikan gizi pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2015 sebesar 20% dan target MDG untuk Indonesia sebesar 18,5%, maka secara nasional target-target tersebut sudah terlampaui. Namun pencapaian tersebut belum merata di 33 provinsi. Sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam (26,5%), Sumatera Utara (22,7%), Sumatera Barat (20,2%), Riau (21,4%), Jambi (18,9%), Nusa Tenggara Barat (24,8%), Nusa Tenggara Timur (33,6), Kalimantan Barat (22,5%), Kalimantan Tengah (24,2%), Kalimantan Selatan (26,6%), Kalimantan Timur (19,2%), Sulawesi Tengah (27,6%), Sulawesi Tenggara (22,7%), Gorontalo (25,4%), Sulawesi Barat (16,4%), Maluku (27,8%), Maluku Utara (22,8%), Papua Barat (23,2%)dan Papua (21,2) (Depkes RI, 2011).

2.3EtiologiSebab-sebab utama gizi buruk marasmus:a. Masukan makanan yang kurang: marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang di anjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup.e. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance.f. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan.g. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus.h. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus (Depkes RI, 2011).

2.4PatofisiologiPatofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Pada marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus (WHO, 2013).

2.5Tanda dan GejalaTanda dan Gejala pada marasmus adalah: Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit. Wajah seperti Orang Tua Iga gambang dan perut cekung Otot paha mengendor Cengeng dan Rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar2.6 PenatalaksanaanTata Laksana Gizi Buruk Pada Anak:

Gambar 5 . Penatalaksanaan Gizi Buruk Pada Anak (Depkes RI, 2011)

BAB IIKASUS

A.DATA DEMOGRAFI PASIEN:Nama: An. SnUmur: 1 Th 4 BulanBb : 4.9 KgTb: 64 CmTanggal Masuk Rumah Sakit: 1/10/2014Ruang : 7b InfeksiFarmasis : Estika, S.Farm.,Apt

B. TANDA-TANDA KLINIK

ParameterHari Perawatan Ke-

123456789

Batuk

Sesak--------

Demam--------

Diare /BAB---

Muntah-

ParameterHari Perawatan Ke-

101112131415161718

Batuk

Sesak--------

Demam---------

Diare /BAB---------

Muntah-------

ParameterHari Perawatan Ke-

192021222324252627

Batuk

Sesak---------

Demam-------

Diare /BAB---------

Muntah---------

45

C.TANDA-TANDA VITALParameterHari Perawatan Ke-

12345678910111213

T(36-37,5C)38.437373736.536.836.736.836.536.536.736.637

ND (100-150x/menit)140120110110128132130130140100100105100

RR(25-35x/mnit)

40262434272626283040262524

ParameterHari Perawatan Ke-

1415161718192021222324252627

T(36-37C)36.736.736.73736.536.636.936.93737.836.836.936.837

ND(100-150x/menit)110100100100100100100100100100100100102100

RR(25-35x/mnit)

2424242626272424242420262820

58

D. HASIL LABORATORIUMParameterNormalHari Perawatan Ke-

Hematologi18111423Interpretasi

Leukosit4,7-11,3 x 10/l12.58 10311.33 1039.06 1039.66 10320.29 103Infeksi

Hb11,4-15,1 g/dl9.79,89,69,812Anemia

Hematokrit38-42%29,2029.629.730.439.4

Thrombosit142-424 x 10/l452 103532 103567 103571 103765 103Trombositosis

Eritrosit4.0 - 5.0 106/L3.42 1063.58 1063.41 1063.53 1064.5 106Anemia

Neutrofil51 - 67 %60.0034.931.33538

Limfosit25 - 33 %34.4049.157.949.856

Monosit2 - 5 %4.6010,98.111,64

ParameterNormalHari Perawatan Ke-

Faal Hati18111423Interpretasi

SGOT0 - 32 U/L46 U/L-

-154108Gangguan hati

SGPT0 - 33 U/L25 U/L--5073Gangguan hati

Albumin3.5-5.5 g/dL4.08 g/dL-----

Faal Ginjal

Ureum16.6 - 48.5 mg/dL21.4--15,7--

Creatinin< 1.2 mg/dL

0,29-----

Elektrolit

Kalsium7.6 - 11.0 mg/dL8,27,4----

Phospor2.7 - 4.5 mg/dL3,4-----

Natrium136 - 145 mmol/L126130----

Kalium3.5 - 5.0 mmol/L2,294,31----

Klorida98 - 106 mmol/L104112----

E.PROFILTERAPI

ObatRuteDosisHari Perawatan Ke-

1234567891011

Ampicilin IV 3 x 200 mg -Alergi#

Cefotaxim IV 3 x 350 mg -Dimulaijam 5sore#

FDC fase Intensif PO 1x1 tab

Vit.C PO 1x50mg

Folic Acid PO 1x1mg

ObatRuteDosisHari Perawatan Ke-

1234567891011

Zinc PO 1x10mg

Parasetamol syrupPO 4x cth KPKPKPKPKPKPKPKPKPKPKP

Vit.B6

PO 1x10mg- - -

Domperidon PO 3 x 2 mg - KPKPKPKPKPKPKP##

Miconazole Ue 2x1 ---- - -

Resomal PO 50 ccjika diare/ muntah

KPKPKPKPKPKPKPKPKPKPKP

Obat Rute Dosis Hari Perawatan Ke-

12131415 16 17 18 19 20 21

Cefotaxim IV 3 x 350 mg #

FDC fase intensif PO 1x1 tab

Vit.C PO 1x10mg

Zinc PO 1x10mg ## # #

Parasetamol syrup120mgPO 4x cth KP KPKPKPKPKPKP

Vit.B6 PO 1x10mg

Domperidon PO 3 x 2 mg # ##KPKP### # #

N-Acetyl Sistein PO 3x60 mg - - -

Miconazole Ue 2x1

Resomal PO 50ccjikadiare/muntahKPKPKPKPKPKPKPKPKPKP

Obat Rute Dosis Hari Perawatan Ke-

222324252627

Cefotaxim IV 3 x 200 mg

FDC fase Intensif PO 1x1 tab

Vit.C PO 1x50mg

Folic Acid PO 1x1mg

Parasetamol syrup120 mgPO 4x cth KPKPKPKPKPKP

Vit.B6 PO 1x10 mg

N-Acetyl Sistein PO 3x60 mg

Miconazole Ue 2x1

Resomal PO 50 ccBila diare dan muntahKPKPKPKPKPKP

RINGKASAN TERAPIHari prw ke-Problem klinikData Subjektif dan ObjektifTerapiMonitoringKet

1Infeksi

Leukosit (12.58 x 103 /l)Demam Belum diterapiParasetamol (po)Suhu tubuhParasetamol diberikan bila demam

TB paruSistem skoring = 8FDC fase intensif (po)Dilakukan sistem skoring kembaliTerapi fase intensif 2 bln

AnemiaHb (9.7 g/dl)Eritrosit (3.42 x 106 l)Asam folat 1 x 1 mg (po)Vitamin c 1 x 50 mg (po)

Data HB dan EritrositPemberian hari prw ke 1 - 27

DiareFrekuensi BAB > 3 kali sehari, konsistensi lembek/cairZink 1 x 10 mg (po)Frekuensi DiarePemberian hari prw 1-17

2

MuntahFrekuensi muntah Domperidone 3 x 2 mg (po) KPFrekuensi muntah, dehidrasi

Pemberian hari prw 2-9

Infeksi

Leukosit (12.58 x 103 /l)Antibitotik Cefotaxime 3 x 350 mg iv

Data leukositPemberian hari prw 2-10

7Ptiriasis versicolorBercak putih di bagian kulit wajah hingga kepala

Miconazole salep 2 x sehari Bercak putihPemberian hari prw ke 7 - 27

15TransaminitisSGOT (154 U/L)SGPT (50 U/L)N-Acetylsistein 3 x 60 mg (po)Kadar SGOT SGPTPemberian hari prw 15 - 27

23SGOT (108 U/L)SGPT (73 U/L)

23InfeksiLeukosit (20.29 x 103 /L)Demam Antibiotik Cefotaxime 3 x 200 mg ivParasetamol (po)Data Leukosit -Suhu tubuhPemberian Cefotaxim hari prw 25 -27Pemberian Parasetamol bila demam.

F. Tinjauan TerapiNama obatRuteDosisIndikasiMekanisme KerjaMonitoring

AmpicilinIV3x200mgMerupakan antibiotik empirik dengan spektrum luas untuk infeksi saluran cerna, infeksi saluran nafas (DIH, 2011)Merupakan antibiotika golongan Penisilin sebagai bakterisid dengan menghambat sintesis protein bakteri(DIH,2011)Kadar Leukosit dandemam

CefotaximIV

3x 350 mg

Antibiotik golongan sefalosporin genereasi ke 3 yang digunakan sebagai antiinfeksi untuk bakteri gram positif dan negatif salah satunya pada kasus infeksi saluran cerna akibat gizi buruk (DIH,2011, Alcoba, 2013) . Pasien diberikan penggantian terapi antibiotik cefotaxim karena pasien alergi terhadap ampicillin.Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat sintesis mukopeptida pada dinding sel bakteri (DIH,2011, Alcoba, 2013).Kadar Leukosit dan demam

FDC anakFase Intensif

PO

1 x 1 tablet

Anti tuberkulosis dengan fase intensif digunakan selama 2 bulan dengan fix dose kombinasi INH,Rifampicin, Pyrazinamid (Kemenkes RI, 2013)INH: menghambat biosintesis asam mikolat dari dinding sel bakteriRifampicin: menghambat sintesa RNA bakteriPyrazinamid: mengubah menjadi asam pirazinat oleh enzimpyrazinamidase yang berasal dari basil TBC, sehingga pH dalam makrofag turun dan membuat kuman mati.(DIH, 2011)BTA, batuk, suhu tubuh, RR.

Vitamin C dan asam folat

PO

Vitamin C 1x 50 mgAsam folat 1x 1 mg

Sebagai multivitaminSebagai Mikronutrien pada terapi gizi buruk dan membantu meningkatkan pembentukan sel darah merah terutama dari asam folat (WHO,2013)Kondisi umum

Zinc

p.o

1x 10 mg

Sebagai perbaikan epitel usus akibat kehilangan zinc akibat diare dan untuk membantu mempercepat penyembuhan diare dan sebagai sistem kekebalan tubuh agar tidak terserang diare kembali dan pada keadaan gizi buruk berfungsi sebagai mikronutrien (Kemenkes RI,2011)Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama kejadian diare.Frekuensi Diare

Nama obatRuteDosisIndikasiMekanisme KerjaMonitoring

parasetamolsirup 120 mg

p.o

4 x 2,5 ml

Sebagai penurun demam(DIH,2011)Menghambat COX-3 yang ada di otak sehingga menghambat produksi prostaglandin yang akan memicu termostat di hipotalamus sehingga menurunkan demam (DIH,2011).Suhu tubuh

Vitamin B6

P.O1x10 mgSebagai vitamin untuk mengatasi efek samping INH berupa neuritis perifer.berfungsi dalam metabolisme protein,karbohidrat,dan lemak ; piridoksal juga membantu dalam pelepasan hati dan glikogen otot - disimpan dan dalam sintesis GABA (dalam sistem saraf pusat) (DIH,2011).Tidak adanya neuritis perifer

Domperidonep.o3 x 2mgMual muntah (DIH,2011)Domperidone memblok reseptor dopamin . Hal ini meningkatkan peristaltik esofagus dan meningkatkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah, meningkatkan motilitas lambung dan gerak peristaltik, dan meningkatkan koordinasi saluran cerna, oleh karena itu, memfasilitasi pengosongan lambung dan mengurangi waktu transit usus kecil (DIH,2011).

Mual Muntah

Nama obatRuteDosisIndikasiMekanisme KerjaMonitoring

N-Acetyl Sistein

p.o

3x 60 mg

Penawar untuk keracunan hati akut atau transaminitis (DIH,2011).

N-acetylcysteineatau NAC, bekerja untuk mengurangi toksisitas parasetamol dengan mengisi tubuh antioksidanglutathione. Glutathione bereaksi dengan NAPQI(N-asetil-p- benzo-kuinon imina) metabolit beracun sehingga tidak merusak sel dan dapat dengan aman diekskresikan (Apparavoo, 2012).

SGOT dan SGPT

Miconazole

Ue2 x sehariUntuk Ptiriasis Versicolor (DIH,2011).

Menghambat biosintesis ergosterol, merusak membran dinding sel jamur, yang meningkatkan permeabilitas sehingga menyebabkan bocornya nutrisi (DIH,2011)

Perbaikan kulit akibat ptiriasis versicolor

G. DRP, Rekomendasi dan Rencana MonitoringProblem MedisTerapiDRPRekomendasi

Tb Paru AnakFDC Fase IntensifTransaminitis Pemantauan Kadar SGOT/SGPT

Vitamin B6Tidak adaTidak Ada

Gizi Buruk MarasmusAmpicillinTidak adaTidak Ada

CefotaximTidak AdaTidak Ada

ZincUmur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hariDitingkatkan 1 x 20 mg

Vitamin C dan Asam FolatTidak adaTidak ada

Diare AkutZincUmur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti (Dosis Kurang).Ditingkatkan 1 x 20 mg

ResomalTidak AdaTidak ada

Global Development DelayRehabilitasi MedikTidak AdaTidak ada

Pitiriasi VersicolorMiconazoleTidak AdaTidak ada

TransaminitisN-AcetylsisteinDosis 70mg/KgBB dibagi 4 dosis (Dosis Kurang)Ditingkatkan 70mg/KgBB dibagi 4 dosis

Mual MuntahDomperidoneTidak AdaTidak Ada

OndansetronTidak AdaTidak Ada

71

H. Asuhan KefarmasianObatKonseling / Asuhan Kefarmasian

CefotaximSebagai Obat untuk terapi infeksi terutama di saluran cerna dan saluran nafas atas.

FDC fase intensifSebagai obat untuk terapi pengobatan TB paru dan digunakan selama 2 bulan tanpa terputus, aturan pakai 1x1 tab setiap 24 jam dan waktu pagi hari.

Vitamin CSebagai obat terapi untuk multivitamin

Asam FolatSebagai terapi obat untuk memperbaiki kadar hemoglobin.

ZincSebagai terapi untuk penanganan diare agar frekuensi BAB berkurang dan mencegah kehilangan nutrientUmur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti (Dosis Kurang).

ParasetamolSebagai terapi untuk menurunkan demam dan diberikan jika perlu

Vitamin B6Sebagai terapi untuk mengatasi neuritis perifer akibat penggunaan INH

DomperidoneSebagai terapi untuk mual muntah dan diberika jika perlu

N-asetylsisteinSebagai terapi untuk penanganan transaminitis (peningkatan SGOT/SGPT)

MiconazoleSebagai terapi untuk mengatasi ptiriasis versicolor

ResomalSebagai terapi untuk mengatasi dehidrasi pada anak dengan gizi buruk

77

BAB IIIPEMBAHASAN

Pasien An. SN umur 1 tahun 4 bulan dengan keluhan utama batuk dansesak (Rujukan RS.X). Pasien dengan keluhan batuk dan demam sejak 10 bulan, sesak napas sejak 2 hari SMRS di RS.X.Demam tinggi naik turun, batuk berdahak, sudah berobat ke PKM dilakukan tes mantoux hasilnya negatif. Pasien sering batuk dan demam, MRS 2x di RS.X dengan keluhan yang sama di RS.X di ulang tes mantoux hasil negatif. Pasien mendapat pengobatan dari RS.X terapi antibiotik Ampicilin, Gentamycin, Ceftriaxon (terakhir), FDC fase Intensif 1x1 tablet, Sanmol,Amikasin, terapi FDC diberikan sudah 4 hari.Pada saat MRS di RSUD Saiful Anwar pasien dengan kondisi umum batuk,demam dan diare. Diagnosa awal pada An. SN adalah TB paru dan gizi buruk marasmus. Setelah 3 hari di RS pasien mendapat diagnosa tambahan diare akut dehidrasi ringan-sedang. Pada perawatan hari ke 7 pasien terdiagnosa Ptiriasis versicolor. Pada perawatan hari ke 9 pasien terdiagnosa Global Development Delay (GDD). Pada perawatan hari ke 15 pasien terdiagnosa transaminitis ditunjukkan dari hasil lab bahwa nilai SGOT dan SGPT meningkat 3 kali dari normal. Selama pasien MRS, dilakukan monitoring terhadap tanda-tanda klinik seperti batuk, demam, diare, muntah dan pasien juga dilakukan pemeriksaan laboratorium sebanyak 6 kali.Dalam perkembangan pasien selama di RSUD Saiful Anwar, berdasarkan data LAB pemeriksaan leukosit pada hari perawatan ke-1(12.58 x 103) dan ke-23 ( 20.29 x 103) pasien mengalami leukositosis, selain itu pasien mengalami demam hal ini menunjukkan pasien mengalami infeksi. Penatalaksanaan infeksi pada pasien ini diberikan terapi antibiotik Ampicillin namun hasil skin test pasien mengalami reaksi alergi oleh karena itu antibiotik Ampicillin tidak diberikan dan diganti dengan antibiotik Cefotaxim. Setelah pemberian Cefotaxim berdasarkan hari perawatan ke-8 menunjukkan angka leukosit pasien normal yaitu 11.3 x 103. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian terapi antibiotik Cefotaxim efektif dalam penatalaksanaan infeksi pada pasien ini. Namun pada perawatan hari ke 23 terjadi leukositosis yang ditandai dengan peningkatan leukosit yaitu 20.29x103, selain itu dari tanda-tanda klinis dan tanda-tanda vital pasien mengalami demam, hal ini menunjukkan adanya infeksi, sehingga antibiotik cefotaxim diberikan kembali untuk tujuan penanganan leukositosisnya.Berdasarkan hasil data nilai hemoglobin (Hb) pada hari perawatan ke-1 (9.7 g/dL), ke-8 (9.8 g/dL), ke-11 (9.6 g/dL), ke-14 (9.8 g/dL) dan ke-31 (10.9 g/dL) dan nilai eritrosit yang rendah pasien mengalami anemia. Penatalaksanaan terapi anemia, pasien diberikan terapi multivitamin asam folat dan vitamin C selain itu pasien diberikan asupan makanan yang bergizi. Hasil terapi menunjukkan bahwa pada hari perawatan ke-23 Hb pasien meningkat menjadi 12 g/dL dan tanda - tanda klinis pasien seperti lemas, wajah pucat membaik. Pada pasien ini untuk terapi hemoglobin tidak perlu tranfusi menggunakan PRC karena nilai Hb masih diatas 9 g/dL, pada pasien dengan gizi buruk marasmus kadar hemoglobin yang perlu di transfusi PRC ketika nilai hemoglobin < 8,9 g/dl, Selain itu tranfusi PRC pada kondisi anak gizi buruk dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi.Pemberian terapi FDC fase intensif berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter respirologi dan dari hasil sistem skoring bahwa pasien pernah mendapatkan terapi selama 4 hari SMRS yaitu FDC fase intensif selain itu pula adanya kontak TB positif dari ayah pasien sehingga ditetapkan diagnosis TB paru, berdasarkan petunjuk teknis terapi TB anak dosis FDC adalah 1x1 tablet dimana dosis ini disesuaikan dengan berat badan anak yang hanya 4,9 kg obat ini diberikan sebagai terapi untuk mengatasi TB paru pada pasien dengan kombinasi FDC (Rifampicin 75 mg, Isoniazid 50 mg, dan Pyrazinamid 150 mg) dengan lama pengobatan selama 2 bulan, tujuannya diberikan FDC agar pasien patuh pada terapi pengobatan TB karena lebih mudah digunakan, vitamin B6 diberikan atas rekomendasi dari apoteker karena terkait efek samping dari INH, sehingga pada hari perawatan ke-4 mulai diberi terapi sampai akhir perawatan. Pemberian terapi Zink dengan dosis 1x 10 mg untuk memperbaiki epitel usus akibat diare dan untuk mengurangi frekuensi diare, selain itu pemberian Zink berfungsi sebagai terapi defisiensi zat gizi mikro pada anak gizi buruk marasmus. Pemberian Zink dengan dosis 1x10 mg merupakan DRP dimana dosis under dose, berdasarkan WHO anakUmur > 6 bulan : 1 tablet ( 20 mg) per hari selama 10 hari, sehingga rekomendasi pemberian Zink adalah 1x20 mg. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Diare yang terjadi pada pasien jika dilihat dari tanda-tanda vital mengakibatkan pasien dehidrasi ringan-sedang dengan ciri-ciri pasien gelisah, rewel, mata cekung, rasa haus ingin minum banyak, turgor kulitkembali lambat,mulut kering, buang air kecil sedikit, kulit kering (Kemenkes RI, 2011, Dipiro, 2005).Untuk mengatasi dehidrasi ringan-sedang pada pasien tersebut tidak direkomendasikan hanya diberikan oralit karena pada kondisi gizi buruk pasien mengalami hipernatremia, dengan tujuan untuk mengurangi konsentrasi kadar natrium pasien diberi terapi resomal (rehidration solution for malnutrition) dengan kandungan Oralit, gula pasir, bubuk KCl ditambah air hingga 400 ml, dengan dosis 5-10 cc/Kg BB sesuai petunjuk teknis gizi buruk berdasarkan profil terapi sudah sesuai dosis yang diberikan 50ml setiap diare atau muntah. Pada tanda-tanda klinis hari ke 2 perawatan, pasien mengalami mual muntah sehingga pasien diberi Domperidon PO diberikan KP jika muntah.Pada hasil konsultasi dari konsultan dermatologis hari ke 7 perawatan, pasien mengalami bercak putih dari wajah yang menyebar ke kepala dan didiagnosis ptiriasis versicolor dan diberikan terapi miconazole sebanyak 2x sehari dioleskan pada daerah yang sakit, pemberian miconazole diberikan terus menerus hingga akhir perawatan dengan monitoring hilangnya tanda-tanda putih pada wajah dan kulit kepala yang teinfeksi ptiriasis versicolor.Pada hari perawatan ke-14 berdasarkan hasil laboratorium terjadi peningkatan nilai SGOT dan SGPT hingga 3x lipat, hal ini menunjukkan terjadinya transaminitis, yang disebabkan karena efek samping penggunaan FDC terutama dari INH dan Pyrazinamid, berdasarkan jurnal drug induced liver injury menyatakan pengaruh INH dan Pyrazinamid terhadap toksisitas hati adalah 10-36%, terjadinya DRP dimana efek samping obat mempengaruhi fungsi hati, tetapi berdasarkan hasil konsultasi dengan konsultan divisi respirologi pengobatan FDC tetap dilanjutkan dan dilakukan evaluasi setiap 1 minggu sekali, selain itu pasien diberi terapi N-acetylsistein untuk menangani transaminitisnya, dengan dosis 3 x 60 mg, berdasarkan analisis klinis adanya DRP yaitu pemberian N-acetylsistein underdose, berdasarkan DIH dosis lazim N-acetylsistein adalah 70mg/Kg bb dibagi dalam 4 dosis sehingga dosis per sekali minum adalah 87,5mg.Problem medis pada gangguan global development delay adalah berdasarkan hasil konsultasi dengan konsultan divisi neurologi, dimana berdasarkan riwayat tumbuh kembang pasien belum bisa mengangkat kepala serta belum bisa berbicara dan berjalan ditambah pasien mengalami gizi buruk marasmus yang membuat terdiagnosa GDD (global development delay). Saran terapi dari konsultan divisi neurologi pasien diwajibkan mengikuti rehabilitasi medik ketika sudah keluar rumah sakit (KRS). Hingga akhir perawatan hari ke 27, pasien belum menunjukan perbaikan dari diagnosa TB paru karena pengunaan FDC fase intensif belum 2 bulan, adanya perbaikan dari gizi buruk menjadi gizi kurang ditandai dengan adanya peningkatan berat badan dari 4,9kg menjadi 5,4kg, berkurangnya ptiriasis versicolor pada wajah dan kulit kepala , GDD (global devlopment delay), transaminitis belum ada perbaikan jika dilihat dari hasil laboratorium.BAB IVKESIMPULAN

1.Pasien an.SN Hingga akhir perawatan hari ke 27,didiagnosa TB paru, gizi kurang, Ptiriasis Versicolor, GDD (global devlopment delay), transaminitis.2.Pasien telah memperoleh terapi yang sesuai dengan guideline dan Pedoman Diagosis dan Terapi RSSA untuk mengatasi kondisi klinis yang dialami pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Alcoba, et al., 2013. Do Children with Uncomplicated Severe Acute Malnutrition Need Antibiotics? A systematic Review and Meta Analysis. Plos OneApparavoo,P.,2012, Penggunaan N-acetyl sistein pada keracunan parasetamol,Universitas Sumatera Utara.

Charles, et al.,2011. Drug Information Handbook,seventheen edition.Core, C., 2009. Drug Induced Liver Injury.Depkes RI, 2011. Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk. JakartaDipiro,et al.,2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc, New York.

Kementerian Kesehatan RI, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan, Situasi Diare Di Indonesia, Vol 2, Triwulan 2, Jakarta, 2011

Kemenkes RI, 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta Scrimshaw, et al., 2010. INCAP Studies Of Kwashiorkor and Marasmus. Food Nutr Bull.

Trehan, et al., 2013. Antibiotics as Part Of The Management Of Severe Acute Malnutrition. N Engl J Med

WHO, 2013. Pocket book of hospital care for children: guidelines for the management of common childhood illnesses 2nd ed.