laporan - stiper amuntai

69

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN - STIPER Amuntai
Page 2: LAPORAN - STIPER Amuntai

LAPORAN

PENELITIAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN BERBAGAI

DOSIS PUPUK KANDANG KOTORAN

SAPI DAN PGPR AKAR BAMBU

KETUA TIM PENELITI

MAHDIANNOOR, SP., MP (NIDN.0006067901)

Dibiayai oleh:

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai

Tahun 2019

sesuai dengan

Kontrak Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian

Nomor: 06/LPPM-STIPER AMT/KP/VI/2019 Tanggal : 15 Juni 2019

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN AMUNTAI

JULI, 2019

Page 3: LAPORAN - STIPER Amuntai

LAPORAN

PENELITIAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH

(Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN BERBAGAI

DOSIS PUPUK KANDANG KOTORAN

SAPI DAN PGPR AKAR BAMBU

KETUA TIM PENELITI

MAHDIANNOOR, SP., MP (NIDN.0006067901)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN AMUNTAI

JULI, 2019

Page 4: LAPORAN - STIPER Amuntai

HALAMAN PENGESAHAN Judul Kegiatan : Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah

(Allium Ascalonicum L.) pada Pemberian Berbagai

Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi dan PGPR

Akar Bambu Peneliti / Pelaksana

a. Nama Lengkap : Mahdiannoor, SP., MP

b. NIDN : 0006067901

c. Jabatan Fungsional :

d. Program Studi : Agroteknologi

e. Nomor HP : +628125175125

f. Surat (e-mail) : mahdi [email protected]

Anggota Peneliti (1)

Nama : Murjani, SP., MS

NIDN : 1103047501

Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai

Anggota Peneliti (2)

Nama : Isma

NIDN :

Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai

Institusi Mitra (jika ada) :

Nama Institusi Mitra :

Alamat

Penanggung Jawab

Tahun Pelaksanaan

Biaya Tahun Berjalan

Biaya Keseluruhan

:

:

:

2019

Rp. 5.000.000,00

Amuntai, Juli 2019

Mengetahui Ketua Peneliti

Ketua STIPER Amuntai

(Dr. Ir. H. Ahmad Suhaimi, DEA) (Mahdiannoor, SP., MP )

NIP. 19660912 1992031 1 005 NIP. 19790606 200501 1 025

Menyetujui,

Ketua LPPM STIPER Amuntai

(Murjani, SP., MS)

NIDN. 1103047501

Page 5: LAPORAN - STIPER Amuntai

RINGKASAN

Bawang merah merupakan komoditas penting yang menjadi kebutuhan

pangan pokok masyarakat Indonesia. Produksi bawang merah di Kabupaten

Tabalong terus mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena para petani umumnya

menggunakan pupuk kimia atau anorganik dalam kegiatan budidayanya. Pupuk

anorganik mampu mempercepat masa tanam karena unsur haranya mampu diserap

langsung oleh tanah dan mampu meningkatkan produksi tanaman. Namun,

penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dapat mengakibatkan dampak

negatif bagi tanah dan lingkungan, maka untuk menghindarinya yaitu dengan

beralih menggunakan pupuk organik. Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk

organik yang dapat menambah tersedianya unsur hara bagi tanaman yang dapat

diserapnya dari dalam tanah. Pupuk kandang kotoran sapi adalah pupuk dingin

yaitu pupuk yang perubahan-perubahannya berlangsung perlahan-lahan. Dengan

adanya bakteri atau jasad renik yang intensif, maka dapat mempercepat

terwujudnya perubahan perubahan itu atau tersedianya unsur hara dalam tanah bagi

kepentingan tanaman. Bakteri yang berperan untuk menguraikan bahan organik

disebut PGPR. Penelitian ini bertujuan untuk (i) mengetahui interaksi (ii)

mengetahui faktor tunggal pupuk kandang kotoran sapi (iii) Mengetahui faktor

tunggal PGPR akar bambu (iv) mendapatkan interaksi terbaik (v) mendapatkan

dosis terbaik pupuk kandang kotoran sapi (vi) mengetahui dosis terbaik PGPR akar

bambu. Penelitian dilaksanakan di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung

Kabupaten Tabalong dari bulan Maret-Juni 2019. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan perlakuan adalah dosis pupuk

kandang kotoran sapi yaitu: p1 = 10 t/ha, p2 = 20 t/ha dan p3 = 30 t/ha, sedangkan

PGPR akar bambu yaitu: b1 = 20 ml, b2 = 25 ml dan b3 = 30 ml, jadi kombinasnya

adalah 9 perlakuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada variabel pengamatan

tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi dan berat umbi hanya

berpengaruh pada tinggi tanaman dengan perlakuan faktor tunggal pupuk kandang

kotoran sapi dan dosis terbaik adalah 20 t/ha.

Kata kunci : Pupuk kendang, kotoran sapi, PGPR, PGPR.

Page 6: LAPORAN - STIPER Amuntai

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, berkat rahmat dan hidayah Allah S.W.T

akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul

“Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) pada

Pemberian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi dan PGPR Akar Bambu

” ini dapat diselesaikan dengan baik.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Murjani, SP., MS dan Isma atas kesediaan serta kerjasama sebagai

anggota peneliti.

2. Bapak Dr. Ir. H. Ahmad Suhaimi, DEA sebagai ketua STIPER Amuntai, yang

telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini.

3. Semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian in dapat dilaksanakan

dengan baik.

Akhirnya semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

Amuntai, Juli 2019

Ketua Peneliti,

Mahdiannoor, SP., MP

NIP. 19790606 200501 1 025

Page 7: LAPORAN - STIPER Amuntai

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .......................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 5

2.1 Tanaman bawang merah ............................................................ 5

2.2 Pupuk kandang kotoran sapi ...................................................... 6

2.3 PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria) ............................... 7

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................. 9

3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................... 9

3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................... 9

BAB IV. METODE PENELITIAN .......................................................... 10

4.1 Tempat dan Waktu .................................................................... 10

4.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 10

Alat ........................................................................................ 10

Bahan ..................................................................................... 10

4.3 Rancangan Percobaan .............................................................. 11

4.4 Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 12

4.5 Peubah Pengamatan .................................................................. 13

4.6 Analisis Data ............................................................................. 13

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 15

5.1 Hasil ......................................................................................... 15

5.1.1 Tinggi Tanaman ............................................................ 15

Page 8: LAPORAN - STIPER Amuntai

5.1.2 Jumlah Daun ................................................................. 17

5.1.3 Jumlah Umbi ............................................................... 17

5.1.4 Diameter Umbi .............................................................. 18

5.1.5 Berat umbi ..................................................................... 19

5.2 Pembahasan ............................................................................ 19

5.2.1 Interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

Bambu ........................................................................... 19

5.2.2 Pupuk kandang kotoran sapi ......................................... 23

5.2.3 PGPR akar bambu ......................................................... 24

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 26

6.1 Kesimpulan ............................................................................ 26

6.2 Saran ....................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 27

LAMPIRAN ............................................................................................. 30

Page 9: LAPORAN - STIPER Amuntai

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kombinasi perlakuan pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu ................................................................................................... 11

2. Analisis ragam untuk semua peubah yang diamati ............................... 14

3. Hasil uji beda rata-rata tinggi tanaman bawang merah umur 23 dan

33 HST dengan pemberian pupuk kandang kotoran sapi................... 15

Page 10: LAPORAN - STIPER Amuntai

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR

akar bambu terhadap tinggi tanaman bawang merah. ........................... 16

2. Grafik perlakuan berdasarkan dosis pupuk kandang kotoran sapi

terhadap tinggi tanaman pada tanaman bawang merah......................... 16

3. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR

akar bambu terhadap jumlah daun tanaman bawang merah. ................ 17

4. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR

akar bambu terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah ................. 18

5. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR

akar bambu terhadap diameter tanaman bawang merah ...................... 18

6. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR

akar bambu terhadap berat umbi/tanaman bawang merah ................... 19

Page 11: LAPORAN - STIPER Amuntai

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Komposisi gizi untuk setiap 100 g umbi bawang merah ....................... 31

2. Deskripsi tanaman bawang merah Varietas Bima Brebes ..................... 32

3. Hasil analisis tanah di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung

Kabupaten Tabalong ............................................................................. 33

4. Hasil analisis pupuk kandang kotoran sapi ........................................... 34

5. Hasil analisis PGPR dari akar bambu .................................................... 35

6. Cara pembuatan PGPR ......................................................................... 36

7. Denah tata letak satuan percoabaan ....................................................... 37

8. Denah tata letak tanaman sampel .......................................................... 38

9. Perhitungan dosis pupuk kandang kotoran sapi .................................... 39

10. Hasil uji ragam Barlett terhadap variabel pengamatan........................ 40

11. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 23 HST......................................................... 41

12. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi

tanaman bawang merah 33 HST ....................................................... 42

13. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi

tanaman bawang merah 43 HST ........................................................... 43

14. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun

tanaman bawang merah 23 HST ......................................................... 44

15. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun

tanaman bawang merah 33 HST ........................................................... 45

16. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun

tanaman bawang merah 43 HST ......................................................... 46

17. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah umbi

tanaman bawang merah ........................................................................ 47

18. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap diameter umbi

tanaman bawang merah ......................................................................... 48

Page 12: LAPORAN - STIPER Amuntai

19. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap berat umbi

tanaman bawang merah ........................................................................ 49

20. Dokumentasi penelitian ........................................................................ 50

Page 13: LAPORAN - STIPER Amuntai

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawang merah merupakan komoditas penting yang menjadi kebutuhan

pangan pokok masyarakat Indonesia. Di Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan

Selatan untuk kegiatan budidaya bawang merah tergolong baru yaitu sejak tahun

2013 (Lasmiati, 2013). Produksi bawang merah di Kabupaten Tabalong pada tahun

2015 yaitu 40 kw dengan luas panen 4 ha dan rata-rata produksi 10 kw/ha, pada

tahun 2016 adalah 65 kw dengan luas panen 10 ha dan rata-rata produksi 6,5 kw/ha,

dan pada tahun 2017 adalah 49 kw (BPS Kabupaten Tabalong, 2018). Data tersebut

menunjukkan bahwa produksi bawang merah terus mengalami penurunan. Hal ini

terjadi karena para petani umumnya menggunakan pupuk kimia atau anorganik

dalam kegiatan budidayanya.

Pupuk anorganik mampu mempercepat masa tanam karena unsur haranya

mampu diserap langsung oleh tanah dan mampu meningkatkan produksi tanaman.

Namun, penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dapat mengakibatkan

dampak negatif bagi tanah dan lingkungan (Susetya, 2012 dalam Januarti et. al.,

2016).

Menurut riset para ahli, pada umumnya tanaman tidak bisa menyerap 100%

pupuk kimia, selalu akan ada residu atau sisanya. Sisa-sisa pupuk kimia yang

tertinggal di dalam tanah ini, bila telah terkena air akan mengikat tanah seperti lem

atau semen. Setelah kering, tanah akan lengket satu sama lain atau tidak gembur

lagi dan keras. Selain keras, tanah juga menjadi masam. Kondisi ini membuat

organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme penyubur tanah) menjadi

mati atau berkurang populasinya. Beberapa binatang yang menggemburkan tanah

seperti cacing tidak mampu hidup di kawasan tersebut akan kehilangan unsur

alaminya. Bila ini terjadi, maka tanah tidak bisa menyediakan makanan secara

mandiri lagi dan akhirnya menjadi sangat tergantung pada pupuk tambahan,

khususnya pupuk kimia. Dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap

bahan kimia, memberikan dampak negatif yang berlanjut pada pertaruhan nilai

kesehatan manusia akibat residu kimia yang ditinggalkan. Dampak serius terhadap

Page 14: LAPORAN - STIPER Amuntai

2

lingkungan menyebabkan penurunan kualitas produksi dan kemampuan

produktifitas tanah akibat kerusakan unsur hara tanah yang diikat oleh residu kimia

dalam tanah. Karena penggunaan pupuk kimia menimbulkan beberapa dampak

negatif, maka untuk menghindarinya yaitu dengan beralih menggunakan pupuk

organik (Rahma, 2014).

Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan

atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (seresah) tanaman dan binatang,

misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan

sebagainya. Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk

menggemburkan lapisan tanah permukaan, meningkatkan pupolasi jasad renik,

mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat

meningkatkann kesuburan tanah pula. Pupuk organik yang biasanya digunakan

oleh petani adalah pupuk kandang (Sutedjo, 2008).

Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk organik yang dapat menambah

tersedianya bahan makanan (unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari

dalam tanah. Selain itu, pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif

(baik) terhadapat sifat fisik dan kimiawi tanah, mendorong kehidupan

(perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai

kemampuan mengubah berbagai faktor tanah, sehingga menjadi fakor-faktor yang

menjamin kesuburan tanah (Sutedjo, 2008).

Adapun pupuk kandang yang sering digunakan adalah pupuk kandang

kotoran sapi. Pupuk kandang kotoran sapi merupakan pupuk padat yang banyak

mengandung air dan lendir. Bagi pupuk padat yang kedaannya demikian bila

terpengaruh oleh udara maka cepat akan terjadi pengerakan-pengerakan sehinga

keadaannya menjadi keras, selanjutnya air tanah dan udara yang akan melapukan

pupuk itu menjadi sukar menembus atau merembes ke dalamnya. Dalam keadaan

demikian peranan jasad renik untuk mengubah bahan-bahan yang terkandung

dalam pupuk menjadi zat-zat hara yang tersedia dalam tanah untuk mencukupi

keperluan pertumbuhan tanaman mengalami hambatan-hambatan, perubahan

berlangsung secara perlahan-lahan. Pada perubahan-perubahan ini kurang sekali

terbentuk panas. Keadaan demikian mencirikan bahwa pupuk kandang kotoran sapi

adalah pupuk dingin (Sutedjo, 2008).

Page 15: LAPORAN - STIPER Amuntai

3

Pupuk dingin adalah pupuk yang perubahan-perubahannya berlangsung

perlahan-lahan. Dengan adanya bakteri atau jasad renik yang intensif, maka dapat

mempercepat terwujudnya perubahan-perubahan itu atau tersedianya unsur hara

dalam tanah bagi kepentingan tanaman (Sutedjo, 2008). Bakteri yang berperan

untuk menguraikan bahan organik disebut PGPR.

PGPR (Plant Prowth Promoting Rhizobacteria) atau dalam bahasa

Indonesia berarti bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T) adalah

bakteri yang terdapat di sekitar perakaran rumpun bambu dimana terdapat eksudat

yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. PGPR mengandung bakteri

Pseudomonas flourenscens dan Bacillus polymixa yang mampu memacu

pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, yaitu : merombak dan mengurai

bahan organik menjadi nutrisi tanaman, mengeluarkan cairan yang mampu

melarutkan mineral phosphate menjadi unsur hara, mengeluarkan enzim pemacu

pertumbuhan tanaman, mengeluarkan antibiotik dan menekan mikroba patogen

serta membantu menangkap dan mengumpulkan nitrogen (N) dari udara,

selanjutnya diubah menjadi unsur yang siap diserap tanaman (Yuliandri, 2017).

Penelitian Sejati et. al., (2017) tentang pengaruh macam pupuk kandang

dan konsentrasi Pseudomonas fluorescens pada hasil tanaman bawang merah

(Allium cepa fa. Ascalonicum, L.) Varitas Crok Kuning, menyatakan bahwa

penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun,

jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun, berat umbi kering simpan

per rumpun dan dan diameter siung per rumpun bawang merah. Semakin tinggi

konsentrasi Pseudomonas fluorescens sampai 20 ml/l masih meningkatkan tinggi

tanaman, jumlah daun, jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun dan

berat kering simpan per rumpun bawang merah.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut agar menghasilkan

pertumbuhan bawang merah dengan kualitas yang baik, maka perlu dilaksanakan

penelitian pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)

pada pemberian berbagai dosis pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu.

Page 16: LAPORAN - STIPER Amuntai

4

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang diteliti adalah

1. Bagaimana interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu pada

pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah ?

2. Adakah faktor tunggal pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh pada

pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah ?

3. Adakah faktor tunggal PGPR akar bambu berpengaruh pada pertumbuhan dan

hasil pada tanaman bawang merah ?

4. Adakah interaksi terbaik pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu

pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah ?

5. Berapa dosis terbaik pupuk kandang kotoran sapi pada pertumbuhan dan hasil

tanaman bawang merah ?

6. Berapa dosis terbaik PGPR akar bambu pada pertumbuhan dan hasil tanaman

bawang merah ?

Page 17: LAPORAN - STIPER Amuntai

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bawang Merah

Tanaman bawang merah berbentuk rumpun dengan tinggi tanaman berkisar

antara 15-25 cm, berbatang semu, berakar serabut pendek yang berkembang di

sekitar permukaan tanah dan perakarannya dangkal. Daunnya berwarna hijau

berbentuk bulat, memanjang seperti pipa, dan bagian ujungnya meruncing. Daun

yang baru bertunas belum tampak lubang di dalamnya dan baru kelihatan setelah

tumbuh membesar. Pada cakram di antara lapis kelopak daun terdapat tunas lateral

atau anakan, sementara di tengah cakram adalah tunas utama (inti tunas). Di

lingkungan yang cocok tunas-tunas lateral akan membentuk cakram barshing

terbentuk umbi lapis. Menurut Samadi dan Cahyono (2005) tanaman bawang merah

tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di sembarang tempat atau daerah.

Tanaman bawang merah menuntut persyaratan-persyaratan tertentu, terutama

persyaratan ekologi (lingkungan). Lingkungan yang harus diperhatikan untuk

budidaya bawang merah meliputi tanah, baik keadaan fisik mupun kimia tanah dan

iklim, meliputi ketinggian tempat, suhu udara, angin, curah hujan, intensitas sinar

matahari dan kelembaban nisbi.

Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik di sawah, tanah tegalan atau

pekarangan, asalkan keadaan tanahnya subur, gembur dan banyak mengandung

tambahan organik atau humus dan mudah mengikat air serta mempunyai aerasi

(peredaran oksigen) yang baik. Tanah yang memenuhi persyaratan tersebut sangat

mendukung perkembangan tanaman, sehingga menghasilkan umbi yang

berkualitas, yaitu bentuknya normal dan umbinya besar-besar. Jenis tanah yang

paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah jenis lempung berpasir atau

lempung berdebu, karena tanah jenis ini mempunyai sistem aerasi dan drainase

(pengairan) cukup baik. tanaman bawang merah akan tumbuh baik pada tanah

dengan kisaran pH optimum 5,8-7,0, tetapi tanaman bawang merah masih toleran

terhadap tanah dengan pH 5,5. (Samadi dan Cahyono, 2005).

Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah yang suhu udaranya hangat-

hangat panas, kering dan cerah. Bawang merah yang ditanam di daerah dengan

suhu udara rendah dan dingin pertumbuhannya terhambat. Suhu udara yang ideal

Page 18: LAPORAN - STIPER Amuntai

6

untuk tanaman bawang merah antara 25o-30oC, tetapi masih toleran terhadap

temperatur 22oC walaupun hasilnya tidak begitu baik. Bawang merah yang ditanam

di daerah dengan suhu 22oC, pembentukan umbinya terhambat, bahkan sering tidak

membentuk umbi sama sekali (Samadi dan Cahyono, 2005).

2.2 Pupuk Kandang Kotoran Sapi

Pupuk kandang kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat

atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses

dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur

N yang terdapat dalam kotoran, sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk

diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau pengomposan terlebih

dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan tanpa pengomposan, akan terjadi perebutan

unsur N antara tanaman dengan proses dekomposisi kotoran. Selain serat, kotoran

sapi memiliki kadar air yang tinggi. Atas dasar itu, para petani sering menyebut

kotoran sapi sebagai pupuk dingin. Kotoran sapi telah matang apabila berwarna

hitam gelap, teksturnya gembur, tidak lengket, suhunya dingin dan tidak berbau

(Risnandar, 2018).

Pupuk kandang kotoran sapi merupakan pupuk padat yang banyak

mengandung air dan lendir. Bagi pupuk padat yang keadaannya demikian bila

terpengaruh oleh udara maka cepat akan terjadi pengerakan-pengerakan sehingga

keadaannya menjadi keras, selanjutnya air tanah dan udara yang akan melapukan

pupuk itu menjadi sukar menembus atau merembes ke dalamnya. Dalam keadaan

demikian peranan jasad renik untuk mengubah bahan-bahan yang terkandung

dalam pupuk menjadi zat-zat hara yang tersedia dalam tanah untuk mencukupi

keperluan pertumbuhan tanaman mengalami hambatan-hambatan, perubahan

berlangsung secara perlahan-lahan. Pada perubahan-perubahan ini kurang sekali

terbentuk panas. Keadaan demikian mencirikan bahwa pupuk kandang kotoran sapi

adalah pupuk dingin dan sebaiknya pemakaian atau pembenamannya dalam tanah

dilakukan 3 atau 4 minggu sebelum masa tanam (Sutedjo, 2008).

Pada penelitian Amijaya et. al., (2015) tentang pengaruh pupuk kandang

sapi terhadap serapan fosfor dan hasil tanaman bawang merah Varietas Lembah

Palu di Entisols Sedera menunjukkan hasil serapan P sejalan dengan peningkatan

dosis pupuk kandang sapi hingga 30 t/ha dapat memberi bobot kering tanaman

Page 19: LAPORAN - STIPER Amuntai

7

bawang merah sebesar 15,37 g/plot dan bobot umbi basah bawang merah sebesar

5,01 g/plot. Pemberian berbagai dosis pupuk kandang sapi hingga 30 t/ha pada

semua parameter pengamatan bersifat linear.

2.3 PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria)

PGPR (Plant Prowth Promoting Rhizobacteria) atau dalam bahasa

Indonesia berarti bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T) adalah

bakteri yang terdapat di sekitar perakaran rumpun bambu dimana terdapat eksudat

yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. PGPR mengandung bakteri

Pseudomonas flourenscens dan Bacillus polymixa yang mampu memacu

pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, yaitu : merombak dan mengurai

bahan organik menjadi nutrisi tanaman, mengeluarkan cairan yang mampu

melarutkan mineral phosphate menjadi unsur hara, mengeluarkan enzim pemacu

pertumbuhan tanaman, mengeluarkan antibiotik dan menekan mikroba patogen

serta membantu menangkap dan mengumpulkan nitrogen (N) dari udara,

selanjutnya diubah menjadi unsur yang siap diserap tanaman (Yuliandri, 2017).

PGPR adalah bakteri menguntungkan yang mengolonisasi akar tanaman

dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mekansime yang

bervariasi. Mekanisme tersebut diantaranya adalah peralut fosfat, mengahasilkan

hormon pertumbuhan IAA (Indole Acetid Acid), ammonia, siderofor, aktivitas

enzim yang dapat mendegradasi dinding sel seperti sellulase, kitinase dan protease,

menghasilkan HCN dan sebagai biokontrol terhadap fitopatogen (Pusat Penelitian

Bioteknologi, 2018).

PGPR merupakan sejenis bakteri menguntungkan yang hidup dan

berkembangbiak di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidup secara

berkoloni di sekeliling area perakaran yang keberadaannya sangat menguntungkan

bagi tanaman. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan

pertumbuhan tanaman. Kelompok bakteri tersebut disebut dengan PGPR (Planth

Growth Promotion Rhizobacteri) atau RPTT (Rhizobakteri Pemacu Tumbuh

Tanaman) yang merupakan kelompok bakteri agresif yang berada disekitar rizosfir

(perakaran) (Azzamy, 2015). Beberapa jenis akar tanaman yang mengandung

bakteri menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman seperti putri malu, alang-

alang, dan akar bambu.

Page 20: LAPORAN - STIPER Amuntai

8

Penelitian Sejati et. al., (2017) tentang pengaruh macam pupuk kandang

dan konsentrasi Pseudomonas fluorescens pada hasil tanaman bawang merah

(Allium cepa fa. Ascalonicum, L.) Varitas Crok Kuning, menyatakan bahwa

penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun,

jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun, berat umbi kering simpan

per rumpun dan dan diameter siung per rumpun bawang merah. Semakin tinggi

konsentrasi Pseudomonas fluorescens sampai 20 ml/l masih meningkatkan tinggi

tanaman, jumlah daun, jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun dan

berat kering simpan per rumpun bawang merah.

Penelitian Wahyuningsih et. al., (2017) menyatakan bahwa produksi

tanaman bawang merah pada perlakuan dosis 30 ml PGPR dan 20 t/ha pupuk

kotoran kelinci sebesar 7,73 t/ha lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa PGPR dan

pupuk kotoran kelinci yang menghasilkan 4,77 t/ha. Aplikasi PGPR pada

konsentrasi 20 ml/l menunjukkan hasil bobot segar brangkasan 63,17 g/rumpun

dan bobot kering brangkasan 52 g/rumpun dibandingkan perlakuan lainnya

(Ramadhan dan Maghfoer, 2018) .

Page 21: LAPORAN - STIPER Amuntai

9

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu pada

pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

2. Mengetahui faktor tunggal pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh pada

pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

3. Mengetahui faktor tunggal PGPR akar bambu berpengaruh pada pertumbuhan

dan hasil pada tanaman bawang merah.

4. Mendapatkan interaksi terbaik pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.

5. Mendapatkan dosis terbaik pupuk kandang kotoran sapi pada pertumbuhan dan

hasil tanaman bawang merah.

6. Mengetahui dosis terbaik PGPR akar bambu pada pertumbuhan dan hasil

tanaman bawang merah.

3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penulis,

mahasiswa dan pihak lain sehubungan dengan pertumbuhan dan hasil tanaman

bawang merah pada berbagai dosis pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu.

Page 22: LAPORAN - STIPER Amuntai

10

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung

Kabupaten Tabalong dari bulan Maret sampai Juni 2019.

4.2 Bahan dan Alat

Alat

Meteran. Meteran adalah alat yang digunakan mengukur luas lahan dan

tinggi tanaman.

Parang. Parang digunakan untuk membersihkan lahan.

Cangkul. Cangkul digunakan untuk mengolah tanah, membuat bedengan dan

meratakan pupuk.

Pisau. Pisau digunakan untuk memotong bagian atas umbi yang akan

ditanam.

Gembor. Gembor adalah alat atau tempat air yang digunakan untuk

penyiraman pada tanaman.

Alat tulis. Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.

Kamera. Kamera adalah alat untuk mendokumentasikan penelitian.

Neraca digital. Neraca digital digunakan untuk menimbang berat umbi

bawang merah.

Gelas ukur. Gelas ukur digunakan untuk mengukur larutan PGPR.

Plang penelitian. Plang penelitian digunakan untuk menandai kelompok

tanaman.

Jangka sorong. Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter bawang

merah.

Bahan

Bibit bawang merah. Bibit yang digunakan adalah benih bawang merah

Varietas Bima Brebes. Deskripsi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 2 dan

dokumentasinya dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar e.

Lahan. Lahan yang digunakan sebagai media tanam bawang merah adalah

lahan alluvial. Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Page 23: LAPORAN - STIPER Amuntai

11

Pupuk kandang kotoran sapi. Pupuk kandang kotoran sapi sebagai

perlakuan dalam penelitian. Hasil analisis pupuk kandang kotoran sapi dapat dlihat

pada Lampiran 4.

PGPR dari akar bambu. PGPR dari akar bambu digunakan sebagai

perlakuan dalam penelitian. PGPR dibuat dari bahan akar bambu, terasi, dedak,

gula merah penyedap rasa dan air. Hasil analisis PGPR dari akar bambu dapat

dilihat pada Lampiran 5.

Air. Air digunakan untuk menyiram tanaman dan pembuatan PGPR.

4.3 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelommpok (RAK) faktorial

dua faktor. Dengan pengelompokkan berdasarkan berat umbi. Faktor yang diteliti

adalah:

1. Faktor pertama adalah pupuk kandang kotoran sapi (P), terdiri dari 3 taraf yaitu:

p1 : 10 t/ha

p2 : 20 t/ha

p3 : 30 t/ha

2. Faktor kedua adalah dosis PGPR akar bambu (B) terdiri dari 3 taraf yaitu:

b1 : 20 ml/tanaman

b2 : 25 ml/tanaman

b3 : 30 ml/tanaman

Berdasarkan perlakuan yang akan dicoba maka didapat 9 kombinasi

perlakuan dengan 3 kelompok maka di didapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan

percobaan terdiri dari 16 tanaman dengan 4 sampel yang diamati. Kombinasi

perlakuan tertera pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu

Perlakuan pupuk

kandang kotoran sapi

(P)

Perlakuan PGPR akar bambu (B)

b1 b2 b3

p1 p1b1 p1b2 p1b3

p2 p2b1 p2b2 p2b3

p3 p3b1 p3b1 p3b3

Page 24: LAPORAN - STIPER Amuntai

12

4.4 Pelaksanaan Penelitian

Persiapan. Sebelum penelitian dilaksanakan, maka hal yang perlu disiapkan

meliputi persiapan bibit bawang merah Varietas Bima Brebes, lahan, persiapan

PGPR dari akar bambu, persiapan bahan dan alat yang akan digunakan.

Pembuatan PGPR. PGPR dibuat dari 400 g akar bambu, 1200 g gula pasir,

800 g terasi, 4 kg dedak halus, penyedap rasa 48 g dan 40 l air bersih (air sungai).

Pertama, akar bambu direndam dengan air matang dingin selama 30 hari.

Kemudian, dedak halus, terasi, gula pasir dan penyedap rasa direbus sampai

mendidih selama 20 menit. Setelah dingin semua bahan dimasukkan kedalam

jerigen dan ditutup rapat. Tutup jerigen dibuka dan PGPR digoyang-goyang sehari

sekali dan setelah 15 hari PGPR siap digunakan. Ciri PGPR sudah jadi adalah

berbau masam, ada buih di permukaan cairan, bila dikocok keluar gelembung-

gelembung udara. Dokumentasi pembuatan PGPR dapat dilihat pada Lampiran 19

Gambar b.

Pengolahan tanah. Sebelum tanah diolah, terlebih dahulu tanah dibersihkan

dari rumput liar yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkambangan tanaman

bawang merah, setelah itu baru tanah diolah dengan menggunakan cangkul dengan

kedalaman 20 cm, dan dibuat petakan dengan ukuran 100x100 cm sesuai dengan

jarak tanam yang digunakan yaitu 20x20 cm. Dokumentasi pengolahan tanah dapat

dilihat pada Lampiran 19 Gambar a.

Pemupukan. Setelah tanah diolah, setiap petakan diberi pupuk kandang

dengan dosis sesuai perlakuan, dalam pemupukan ini diberi 3 minggu sebelum

dilakukan penanaman bawang merah. Dokumentasi pemberian pupuk kandang

kotoran sapi dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar e.

Penanaman. Sebelum ditanam umbi di pilih yang sehat dengan ciri

berwarna mengkilap dan kulit tidak luka serta dikelompokkan berdasarkan berat

umbi. Bagian atas umbi dipotong 1/3 bagian untuk mempercepat pertumbuhan

tunas, sekaligus mempercepat pertumbuhan tanaman dan jumlah anakan,

pertumbuhan tanaman menjadi seragam dan dapat mendorong pertumbuhan umbi

samping. Penanaman dilakukan pada pagi hari dengan 1 umbi perlubang tanam.

Dokumentasi penanaman bawang merah dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar

f.

Page 25: LAPORAN - STIPER Amuntai

13

Pemberian PGPR dari akar bambu. PGPR dari akar bambu diberikan

dengan dosis sesuai perlakuan. Diberikan ke tanah sekitar tanaman sebanyak 3 kali

yaitu pada hari ke 15, 23 dan 31 setelah tanam. Dokumentasi pemberian PGPR akar

bambu dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar h.

Pemanenan. Bawang merah yang sudah siap panen di tandai dengan

kerebahan daun lebih dari 80%, warna daun menguning dan umbi agak menyembul

keluar. Cara panen di cabut seluruh tanamannya. Panen sebaiknya dilakukan pada

cuaca cerah dan tanah tidak basah. Dokumentasi pemanenan dapat dilihat pada

Lampiran 19 Gambar m.

4.5 Peubah pengamatan

Tinggi tanaman. Pengukuran terhadap tnggi tanaman dimulai dari

permukaan ujung tanah sampai ujung daun yang paling tinggi dengan cara

merangkulnya. Pengukuran terhadap tinggi tanaman dilakukan bersamaan dengan

pengukuran terhadap jumlah daun yaitu berumur 23, 33 dan 43 HST. Tinggi

tanaman dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm). Dokumentasi pengamatan

tinggi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar i, j dan k.

Jumlah daun. Jumlah daun yang diamati adalah daun yang berwarna hijau

atau masih segar. Dihitung pada saat tanaman berumur 23, 33 dan 43 HST. Satuan

dinyatakan dengan satuan helai. Dokumentasi pengamatan jumlah daun dapat

dilihat pada Lampiran 19 Gambar i, j dan k.

Jumlah umbi. Jumlah umbi pertanaman dihitung dengan cara menghitung

jumlah umbi pertanaman setelah panen, satuan yang digunakan adalah umbi.

Diameter umbi. Dihitung pada saat panen dengan menggunakan jangka

sorong. Dokumentasi jumlah umbi dilihat pada Lampiran 19 Gambar o.

Berat umbi. Berat umbi dihitung setelah panen dengan nenimbang umbi,

satuan gram (g). Dokumentasi berat umbi dilihat pada Lampiran 19 Gambar n.

4.6 Analisis Data

Model linier aditif yang digunakan untuk menganalisis setiap peubah yang

diamati adalah:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + γk + ɛijk

Dimana :

Page 26: LAPORAN - STIPER Amuntai

14

i = 1,2, dan 3 (dosis pupuk kandang)

j = 1,2, dan 3 (dosis PGPR akar bambu)

k = 1,2, dan 3 (banyaknya kelompok)

Yijk = Hasil pengamatan untuk pemberian pupuk kandang kotoran sapi

taraf ke-i, PGPR akar bambu ke-j pada kelompok ke-k

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh pemberian pupuk kandang kotoran sapi

βj = Pengaruh pemberian PGPR akar bambu ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi pemberian pupuk kandang kotoran sapi ke-i dengan

PGPR akar bambu ke-j

γk = Pengaruh kelompok ke-k

Tabel 2. Analisis ragam untuk setiap peubah yang diamati.

Sumber Keragaman Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengah

F Hitung F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 JKK KTK KTr/KTG 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk kandang kotoran sapi (P)

2 JKP KTP KTP/KTG 3,55 6,01

PGPR akar bambu (B)

2 JKB KTB

JKB/KTG 3,55 6,01

Interaksi 4 JKPB KTPB JKPB/KTG 3,01 4,77

Galat 16 JKG KTG

Total 26 JKT

Data yang diperoleh pada setiap perlakuan dihitung rata-ratanya dan diuji

kehomogenannya dengan uji kehomogenan ragam Bartlet. Apabila data homogen,

maka untuk megetahui perbedaan pengaruh perlakuan terhadap peubah yang

diamati, dilakukan analisi ragam dengan uji F pada taraf 5% dan 1%. Apabila uji F

untuk sumber keragaman interaksi menunjukkan nyata atau sangat nyata, maka

dilakukan dengan uji jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%.

(Hanafiah, 2005).

Page 27: LAPORAN - STIPER Amuntai

15

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman pada bawang merah dan analisis ragam

dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, dan 13 dan grafiknya pada Gambar 1.

Berdasarkan hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR

akar bambu pada pengamatan tinggi tanaman pada umur 23, 33 dan 43 HST tidak

berpengaruh secara interaksi, namun pada perlakuan tunggal pupuk kandang

kotoran sapi berpengaruh nyata pada umur 23 HST dan sangat nyata umur 33 HST,

tetapi tidak berpengaruh pada umur 43 HST, hasil uji beda rata-rata umur 23 HST

disajikan pada Tabel 3 dan grafiknya pada Gambar 2, sedangkan perlakuan tunggal

PGPR akar bambu tidak berpengaruh.

Tabel 3. Hasil uji beda rata-rata tinggi tanaman bawang merah umur 23 dan 33

HST dengan pemberian pupuk kandang kotoran sapi

Perlakuan Rerata tinggi tanaman bawang merah (cm)

23 HST 33 HST

p1 17.94a 17.82a

p2 20.06b 23.40b

p3 19.69b 22.10b

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.

Dari tabel terlihat tinggi tanaman umur 23 perlakuan terbaik pada p2 yaitu

20,06 cm tidak berbeda dengan perlakuan p3 yaitu 19,69 cm dan berbeda dengan

perlakuan p1 yaitu 19,69 cm, sedangkan pada umur 33 HST perlakuan terbaik pada

p2 yaitu 23,40 cm tidak berbeda dengan perlakuan p3 yaitu 22,10 cm dan berbeda

dengan perlakuan p1 yaitu 17,82 cm.

Page 28: LAPORAN - STIPER Amuntai

16

Gambar 1. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu terhadap tinggi tanaman bawang merah.

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi

dan PGPR akar bambu maka tinggi tanaman semakin meningkat, kecuali pada

perlakuan p3b1, p3b2 dan p3b3, peningkatan dosis pupuk kandang kotoran sapi dan

PGPR akar bambu tidak mampu meningkatkan tinggi tanaman.

Gambar 2. Grafik perlakuan berdasarkan dosis pupuk kandang kotoran sapi

terhadap tinggi tanaman pada tanaman bawang merah.

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi

maka tinggi tanaman semakin meningkat, kecuali pada perlakuan p3 peningkatan

dosis pupuk kandang kotoran sapi tidak mampu meningkatkan tinggi tanaman.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3

23 HST

33 HST

43 HST

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

p1 p2 p3

HST 23

33 HST

Page 29: LAPORAN - STIPER Amuntai

17

5.1.2 Jumlah Daun (helai)

Hasil pengamatan jumlah daun tanaman pada bawang merah dan analisis

ragam dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16 dan grafiknya pada Gambar 3.

Berdasarkan hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR

akar bambu pada pengamatan jumlah daun tanaman pada umur 23 HST, 33 HST

dan 43 HST tidak berpengaruh secara interaksi maupun perlakuan tunggal.

Gambar 3. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu terhadap jumlah daun tanaman bawang merah.

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi

dan PGPR akar bambu maka jumlah daun tanaman semakin meningkat, kecuali

pada perlakuan p2b3, p3b1, p3b2 dan p3b3, peningkatan dosis pupuk kandang kotoran

sapi dan PGPR akar bambu tidak mampu meningkatkan jumlah daun.

5.1.3 Jumlah Umbi

Hasil pengamatan jumlah umbi tanaman pada bawang merah dan analisis

ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 dan grafiknya pada Gambar 4. Berdasarkan

hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu

pada pengamatan jumlah umbi tanaman pada bawang merah tidak berpengaruh

secara interaksi maupun perlakuan tunggal.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

18.00

p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3

23 HST

HST 33

43 HST

Page 30: LAPORAN - STIPER Amuntai

18

Gambar 4. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah.

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi

dan PGPR akar bambu maka jumlah umbi semakin meningkat, kecuali pada p3b3

peningkatan dosis pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu tidak

mampu meningkatkan jumlah umbi.

5.1.4 Diameter Umbi (cm)

Hasil pengamatan diameter umbi tanaman pada bawang merah dan analisis

ragam dapat dilihat pada Lampiran 18 dan grafiknya pada Gambar 5. Berdasarkan

hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR akar bambu

pada pengamatan diameter umbi tanaman bawang merah tidak berpengaruh secara

interaksi maupun perlakuan tunggal.

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3

0.65

0.70

0.75

0.80

0.85

0.90

p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3

Page 31: LAPORAN - STIPER Amuntai

19

Gambar 5. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu terhadap diameter tanaman bawang merah.

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi

dan PGPR akar bambu maka diameter umbi semakin menurun.

5.1.5 Berat umbi (g)

Hasil pengamatan berat umbi/tanaman pada bawang merah dan analisis

ragam dapat dilihat pada Lampiran 19 dan grafiknya pada Gambar 6. Berdasarkan

hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR akar bambu

pada pengamatan berat umbi/tanaman tidak berpengaruh secara interaksi maupun

perlakuan tunggal.

Gambar 6. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar

bambu terhadap berat umbi/tanaman bawang merah.

Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi

dan PGPR akar bambu maka berat umbi semakin meningkat.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi pupuk

kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu tidak berpengaruh terhadap semua

variabel pengamatan. Hal ini diduga dengan penambahan dosis pupuk kandang

menyebabkan C-organik semakin tinggi dan penambahan PGPR menyebabkan pH

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3

Page 32: LAPORAN - STIPER Amuntai

20

tanah semakin masam, sehingga mikroorganisme yang terdapat pada PGPR tidak

mampu merobaknya dengan baik.

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam

penelitian termasuk sangat masam, terlihat dari pH tanah yaitu 3,80. Akan tetapi

dilihat dari Kandungan C organik 1,196 (sedang), N total 0,252 (sedang) dan P

4,152 (sedang) dan K 0,075 (sangat rendah) dan Fe 29,685 (sangat tinggi). Hasil

analisis pupuk kandang kotoran sapi alkalis atau basa terlihat dari pH yaitu dengan

9,36 dengan C organik 28,59 dan N total 1,649 yang termasuk sangat tinggi,

sedangkan P 1,154 dan K 3,932 sangat rendah. Hasil analisis PGPR yaitu pH 5,21

(masam), N 0,05 (sedang), P2O2 0,10 dan K2O 0,05 (sangat rendah).

pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi

faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah. pH sangat penting dalam

menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan

dengan proses-proses yang sangat erat kaitannya dengan siklus hara (Sudaryono,

2009).

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum untuk pertumbuhan, yaitu pH

6,5-7,5. Pada pH dibawah 5 dan di atas 8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan

baik. (Waluyo, 2007 dalam Jannah, 2016).

Menurut Spur Way (1941) dalam Samadi dan Cahyono (2005) tanaman

bawang merah akan tumbuh baik pada tanah dengan kisaran pH optimum 5,8-7,0,

tetapi tanaman bawang merah masih toleran terhadap tanah dengan pH 5,5.

Menurut Sudaryono (2009) pada pH kurang dari 5,5 ion fosfat akan diikat oleh Fe

dan Al sebagai senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan diatas pH 7 akan

bereaksi dengan Ca dan Mg membentuk senyawa yang larut dalam air dan menjadi

tidak tersedia bagi tanaman.

Faktor lain yang menjadi kendala adalah Fe yang sangat tinggi. Kelebihan

Fe dalam tanah menyebabkan akar tanaman tidak dapat menyerap hara yang

dibutuhkan, sehingga aktivitas tanaman terganggu (Prasojo, 2018). Penyerapan Fe

yang sangat tinggi oleh akar tanaman mengakibatkan perkembangan akar tidak

normal (Harianti et. al., 2004). Sebagian besar unsur besi pada tanaman disimpan

dalam kloroplast, sehingga kelebihan besi menyebabkan terpengaruhnya organel

tersebut (Yadavalli et. al., 2012 dalam Nugraha dan Rumanti, 2017). Keracunan

Page 33: LAPORAN - STIPER Amuntai

21

besi juga mengakibatkan menurunnya permeabilitas membran sel penjaga yang

mengatur pembukaan stomata (Pareira et. al., 2013 dalam Nugraha dan Rumanti,

2017). Keracunan Fe pada tanaman ini diperlihatkan dengan banyaknya serangan

bercak cokelat, adanya noda-noda kecil berwarna cokelat pada daun (Kaderi,

2015).

Selain itu tanaman juga tidak mendapatkan penyinaran matahari yang

cukup. Intensitas atau lamanya penyinaran sinar matahari diperlukan tanaman

untuk proses fotosintesis dan pembentukan umbi bawang (Tim Bina Karya Tani,

2008). Tananaman bawang merah pada penelitian ini tidak mendapatkan

penyinaran matahari yang cukup karena sinar terhalang oleh pepohonan, hal ini

terjadi setelah tanaman bawang merah sudah tumbuh. Lahan penelitian pada saat

diolah mendapat penyinaran matahari dengan baik (musim penghujan), namun

matahari mulai bergeser pada saat mulai memasuki musim kemarau dari posisi

selatan ke arah utara (Republika, 2019). Sementara di arah utara di samping lahan

penelitian terdapat pepohonan, sehingga pada saat musim kemarau lahan penelitian

menjadi ternaung.

Pada variabel pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun pada perlakuan

dosis pupuk kandang kotoran sapi 10 t/ha dengan penambahan peningkatan dosis

PGPR akar bambu menyebabkan tinggi tanaman semakin menurun, tetapi jumlah

daun semakin meningkat, diduga pada dosis pupuk kandang tersebut tidak dapat

memperbaiki pH dan penambahan PGPR akar bambu membuat tanah semakin

masam. Selain itu, diduga unsur hara N yang digunakan untuk pertumbuhan tinggi

tanaman dan jumlah daun tidak mencukupi, sehingga hanya bisa meningkatkan

jumlah daun. N berfungsi untuk menyusun asam amino (protein), asam nukleat,

nukleotida dan klorofil pada tanaman, sehingga membuat tanaman lebih hijau,

mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, jumlah cabang dan

menambah protein hasil panen (Rina, 2019).

Pada perlakuan pupuk kadang kotoran sapi dosis 20 t/ha dengan

penambahan peningkatan dosis PGPR akar bambu mampu meningkatkan tinggi

tanaman dan jumlah daun, diduga karena pada dosis pupuk kandang tersebut dapat

memperbaiki pH. Sedangkan pada pupuk kandang kotoran sapi dosis 30 t/ha

Page 34: LAPORAN - STIPER Amuntai

22

dengan peningkatan dosis PGPR hasilnya tidak berbeda, diduga karena pupuk

kandang belum terdekomposisi dengan sempurna.

Pada variabel pengamatan jumlah umbi dan diameter umbi perlakuan

pupuk kandang kotoran sapi dosis 10 dan 20 t/ha dengan penambahan peningkatan

dosis PGPR akar bambu tidak meningkatkan jumlah umbi, hal ini diduga karena

pada dosis pupuk kandang tersebut tidak dapat memperbaiki pH tanah. Sedangkan

pada perlakuan pupuk kandang dosis 30 t/ha dengan penambahan peningakatan

dosis PGPR akar bambu sampai dosis 25 ml/tanaman mampu meningkatkan

jumlah umbi, tetapi diameternya menurun, hal ini diduga karena pada dosis pupuk

kandang tersebut mampu memperbaiki pH tetapi masih kekurangan unsur K,

sehingga meningkatnya jumlah umbi menyebabkan diameternya menurun. Pada

jumlah umbi yang lebih banyak memerlukan unsur K yang lebih banyak. Kalium

merupakan unsur ketiga setelah N dan P yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah

banyak dan berperan membantu proses fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa

organik baru yang diangkut ke organ tempat penimbunan, yaitu umbi, sekaligus

memperbaiki kualitasnya (Samadi dan Cahyono, 2005).

Pada dosis 30 ml/tanaman menyebabkan jumlah umbi menurun, diduga

karena pH semakin masam, sehingga kekurangan unsur P, tetapi diameternya

meningkat, diduga unsur K yang digunakan untuk pembesaran umbi lebih lebih

terpenuhi. Unsur hara fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang

pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran yang baik dan menggiatkan

pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh tanaman (Rina,

2019).

Pada variabel pengamatan berat umbi perlakuan pupuk kandang kotoran

sapi dosis 10 dan 20 t/ha dengan penambahan peningkatan dosis PGPR akar bambu

tidak meningkatkan berat umbi, hal ini diduga karena pada dosis pupuk kandang

tersebut tidak dapat memperbaiki pH tanah. Sedangkan pada perlakuan pupuk

kandang kotoran sapi dosis 30 t/ha dengan penambahan peningakatan dosis PGPR

akar bambu sampai dosis 30 ml/tanaman mampu meningkatkan berat umbi, hal ini

diduga karena pada dosis pupuk kandang tersebut mampu memperbaiki pH.

Sejalan dengan penelitian Wahyuningsih et. al., (2017) menyatakan bahwa

produksi tanaman bawang merah pada perlakuan dosis 30 ml PGPR dan 20 t/ha

Page 35: LAPORAN - STIPER Amuntai

23

pupuk kotoran kelinci lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa PGPR dan pupuk

kotoran kelinci.

5.2.2 Pupuk kandang kotoran sapi

Berdasarkan hasil analisis ragam menujukkan bahwa perlakuan tunggal

pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh terhadap tinggi tanaman umur 23 dan 33

HST, tetapi tidak berpengaruh pada umur 43 HST, jumlah daun, jumlah umbi,

diameter umbi dan berat umbi. Pada variabel pengamatan tinggi tanaman perlakuan

pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh pada umur 23 dan 33 HST, namun pada

umur 43 HST tidak berpengaruh. Hal ini diduga pada umur 43 HST perlakuan

pemberian pupuk kandang kotoran sapi dosis 10 t/ha sudah terdekomposisi,

sementara dosis 20 t/ha dan 30 t/ha belum terdekomposisi dengan sempurna,

sehingga menyebabkan tinggi tanaman dengan pemberian dosis 10 t/ha tak berbeda

dengan perlakuan dosis 20 t/ha dan 30 t/ha.

Pada variabel pengamatan jumlah daun, jumlah umbi dan berat umbi,

perlakuan pupuk kandang kotoran sapi tidak berpengaruh, diduga pupuk kandang

kotoran sapi belum terdekomposisi dengan sempurna. Pupuk kandang kotoran sapi

memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa

rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut. Proses

dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran,

sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar,

perlu pematangan atau pengomposan terlebih dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan

tanpa pengomposan, akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman dengan proses

dekomposisi kotoran (Risnandar, 2018).

Bahan organik merupakan sumber N utama di dalam tanah dan berperan

cukup besar dalam proses perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi tanah

(Sudaryono, 2009). N berfungsi untuk menyusun asam amino (protein), asam

nukleat, nukleotida dan klorofil pada tanaman, sehingga membuat tanaman lebih

hijau, mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, jumlah cabang

dan menambah protein hasil panen (Rina, 2019).

Pada variabel pengamatan jumlah daun perlakuan peningkatan dosis pupuk

kandang sampai 20 t/ha mampu meningkatkan jumlah daun, tetapi peningkatan

Page 36: LAPORAN - STIPER Amuntai

24

selanjutnya yaitu 30 t/ha justru menyebabkan penurunan jumlah daun, hal ini

diduga karena pada dosis 30 t/ha belum terdekomposisi dengan sempurna.

Pada variabel pengamatan jumlah umbi dan berat umbi pada perlakuan

dosis 30 t/ha pupuk kandang kotoran sapi mampu meningkatkan jumlah umbi dan

berat umbi, hal ini diduga pada dosis tersebut dapat memperbaiki pH, sehingga

unsur P tersedia unuk tanaman. Unsur hara fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk

merangsang pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran yang baik dan

menggiatkan pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh

tanaman (Rina, 2019). Jika tanaman kekurangan unsur P, sistem perakarannya

tidak dapat berkembang secara sempurna. Akibatnya, tanaman tumbuh lambat,

ujung daunnya yang lebih tua menguning dan menjalar pada daun diatasnya,

sehingga umbi yang dihasikannya pun kecil-kecil (Samadi dan Cahyono, 2005).

Pada variabel diameter umbi semakin tinggi dosis pupuk kandang

menyebabkan diameter umbi semakin kecil, hal ini diduga karena tanaman

kekurangan unsur K. Kalium merupakan unsur ketiga setelah N dan P yang

dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak dan berperan membantu proses

fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa organik baru yang diangkut ke organ

tempat penimbunan, yaitu umbi, sekaligus memperbaiki kualitasnya. Tanaman

yang kekurangan unsur K mula-mula akan timbul bercak berwarna coklat pada

ujung daun, kemudian menjalar ke pangkal yang akhirnya layu dan tanaman akan

mati (Samadi dan Cahyono, 2005).

5.2.3 PGPR akar bambu

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tunggal

PGPR akar bambu tidak berpengaruh terhadap semua variabel pengamatan. pH

tanah masan dan dengan penambahan PGPR yang masam membuat tanah semakin

masam, diduga karena pH tanah yang masam sehingga unsur hara P tidak tersedia.

pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi faktor

yang berhubungan dengan kualitas tanah. pH sangat penting dalam menentukan

aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan dengan proses-

proses yang sangat erat kaitannya dengan siklus hara (Sudaryono, 2009).

PGPR (Plant Prowth Promoting Rhizobacteria) atau dalam bahasa

Indonesia berarti bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T) adalah

Page 37: LAPORAN - STIPER Amuntai

25

bakteri yang terdapat di sekitar perakaran rumpun bambu dimana terdapat eksudat

yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. PGPR mengandung bakteri

Pseudomonas flourenscens dan Bacillus polymixa yang mampu memacu

pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, yaitu : merombak dan mengurai

bahan organik menjadi nutrisi tanaman, mengeluarkan cairan yang mampu

melarutkan mineral phosphate menjadi unsur hara, mengeluarkan enzim pemacu

pertumbuhan tanaman, mengeluarkan antibiotik dan menekan mikroba patogen

serta membantu menangkap dan mengumpulkan nitrogen (N) dari udara,

selanjutnya diubah menjadi unsur yang siap diserap tanaman (Yuliandri, 2017).

Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum untuk pertumbuhan, yaitu pH 6,5-

7,5. Pada pH dibawah 5 dan di atas 8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik

(Waluyo, 2007 dalam Jannah, 2016).

Page 38: LAPORAN - STIPER Amuntai

26

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan kombinasi pupuk kandang

kotoran sapi dan PGPR akar bambu terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

bawang merah.

2. Pemberian pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh terhadap tinggi tanaman

23 dan 33 HST, namun tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman umur 43

HST, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi dan berat umbi.

3. Penambahan PGPR akar bambu tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi

tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi dan berat umbi.

4. Tidak terdapat interaksi terbaik antara pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR

akar bambu terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi

dan berat umbi.

5. Didapatkan dosis terbaik penggunaan pupuk kandang kotoran sapi terhadap fase

vegetatif bawang merah yaitu pada perlakuan p2 (20 t/ha).

6. Tidak didapatkan dosis terbaik penggunaan PGPR akar bambu.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka disarankan untuk

melakukan pengapuran 2-4 minggu sebelum tanam pada tanah yang pH-nya rendah

atau masam, agar pH tanah menjadi netral dan kegiatan budidaya bawang merah

harus dilakukan ditempat terbuka agar dapat menghasilkan umbi secara optimal.

Page 39: LAPORAN - STIPER Amuntai

27

DAFTAR PUSTAKA

Amijaya. M. Y., Pata’dunga dan Thaha, A. R. 2015. Pengaruh pupuk kandang

kotoran sapi terhadap serapan posfor dan hasil tanaman bawang merah

(Allium ascalonicum L.) Varietas Lembah Palu di Entisols Sidera. Jurnal

Agrotekbis. Vol. 3 No. 2.

Azzamy. 2015. Pengertian dan Fungsi PGPR (Plant Growth Promoting

Rhizobacteria)https://mitalom.com/pengertian-dan-fungsi-pgpr-plant growth

promoting-rhizobacteria/. Diakses pada tanggal 10 November 2018.

BPS Kabupaten Tabalong. 2018. Luas Panen dan Produksi Sayur-Sayuran

20102017.https://tabalongkab.bps.go.id/statistictable/2015/12/28/1390/

luas-panendan-produksi-sayur-sayuran-2010-2017.html. Diakses pada

tanggal 10 November 2018.

Firmanto, B. H. 2011. Praktis Bertanam Bawang Merah Secara Organik. Angkasa.

Bandung.

Hanafiah, K. A. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. RajaGrafindo Persada.

Jakarta.

Harianti, M., Herviyanti dan Hermansah. 2004. Tingkat keracunan besi dalam

bentuk ferro dan ferri serta pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa. L)

pada media pasir. Jurnal. Solum Vol.1 No 2. Jurusan Tanah. Fakultas

Pertanian. Universitas Andalas.

Humas Balitsa. 2018. Bawang Merah Varietas Bima Brebes. http://balitsa.

litbang.pertanian.go.id/. Di akses pada tanggal 28 November 2018.

Imam. 2018. Respons pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata

L.) terhadap berbagai dosis PGPR dari akar bambu di lahan podsolik.

Skripsi. Program Studi Agroteknologi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian

Amuntai.

Jannah, R. 2016. Pengaruh bakter Bacillus cereus dan Psedudomons aeruginosa

terhadap produktivitas tanaman padi yang terinfeksi penyakit blass

sebagai referesi mata kuliah mkrobiologi. Skripsi. Fakultas Tarbiyah

dan Keguruan. Program Studi Pendidikan Biologi.

Januarti, R. A., Zulkifli, L dan Sedijani, P. 2016. Pengaruh penambahan kotoran

kelinci pada media tanah terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica

juncea) sebagai pengayaan praktikum fisiologi tumbuhan. Jurnal.

Universitas Mataram. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program

Studi Pendidikan Biologi.

Page 40: LAPORAN - STIPER Amuntai

28

Kaderi, H. 2015. Sidik Cepat Keracunan Unsur Fe, Mn dan Al Pada Tanaman di

Lahan Rawa Sulfat Masam. Balittra. http://balittra .litang.go.in/. Diakses

pada tanggal 26 Juli 2019.

Laboratorium Balittra. 2019. Hasil Analisis Tanah dan Pupuk Kandang Kotoran

Sapi di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong.

Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Banjarbaru.

Lasmiati, H. 2013. Petani Kembangkan Bawang Merah. http://kalsel.antaranews.

com. Di akses pada tanggal 27 November 2018.

Nugraha, Y dan Rumanti, I. P. 2017. Perakitan padi toleran keracunan besi. Balai

Besar Penelitian Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 12 No. 1

Pusat Penelitian Bioteknologi. 2018. Plant Growth Promoting Rhizobacteria

(PGPR) Penghasil Eksopolosakarida Sebagai Inokulin Area Pertanian

Lahan Kering. http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/bioteknologi-

update/. Di akses pada tanggal 13 November 2018.

Prasojo, M. 2018. Penanggulangan Keracunan Besi (Fe) pada Sawah Bukaan Baru.

https:/unsurtani.com/2018/07/penganggulangan-keracunan-besi-fe-

padasawah-bukaan-baru. Di akses pada tanggal 25 Juli 2019.

Rahma, C. 2014. Kerusakan Tanah dan Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk

Kimia.

http://www.kompasiana.com/charismarahma/. Di akses pada tanggal 19 Desember

2018.

Ramadhan, M. P. dan Maghfoer, M. D.. 2018. Respons dua varietas bawang merah

terhadap “Plant Growth Promoting Rhizobacteria” (PGPR) dengan

konsentrasi berbeda. Jurnal Protan. Vol. 6 No. 5.

Republika. 2019. Matahari mulai bergeser di selatan khatulistiwa, musim hujan

segera tiba. https://mrepublika.co.id/amp/. Diakses tanggal 15 Juli 2019.

Rina, D. 2019. Manfaat Unsur Hara N, P dan K Bagi Tanaman.

http://kaltim.litbang. pertanian.go.id/. Diakses tanggal 15 Juli 2019

Risnandar, C. 2018. Jenis dan Karakteristik Pupuk Kandang. https://alamtani.com/

pupuk-kandang/amp/. Di akses pada tanggal 13 November 2018.

Samadi, B. dan Cahyono, B. 2005. Bawang Merah. Kanisius.Yogyakarta.

Sejati, H. K., Astiningrum, M dan Tujiyanta. 2017. Pengaruh macam pupuk

Kandang dan konsentrasi Pseudomonas fluorescens pada hasil Tanaman

bawang merah (Allium cepa fa. Ascalonicum, L.) Varitas Crok Kuning.

Jurnal Ilmu Tropika dan Subtropika. Vol. 2 No 2.

Page 41: LAPORAN - STIPER Amuntai

29

Silvikultur. 2016. Bahan Organik Tanah.

http://www.silvikultur.com/Bahan_Organik _Tanah.html. Diakses pada

tanggal 25 Juli 2019.

Sudaryono. 2009.Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan

batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan.

Vol. 10 No. 3. p 337-346.

Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Tanah, Tanaman,

Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.

Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah.Yrama Widya.

Bandung.

Todorovic, D. 2013. PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).http://

ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/. Di akses pada tanggal 10 November

2018.

Wahyuningsih, E. N., Herlina dan Tyasmoro, S. Y. 2017. Pengaruh pemberian

PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan pupuk kotoran

kelinci terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawangmerah (Allium

ascalonicum L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 5 No. 4.

Yuliandri, L. A. 2017. Pertanian Maju Masyarakat Sejahtera: PGPR (Plant Growth

Promoting Rhizobacter). http://liliadamyuliandri1984.blogspot.com/. Di

akses pada tanggal 10 November 2018.

Page 42: LAPORAN - STIPER Amuntai

30

LAMPIRAN

Page 43: LAPORAN - STIPER Amuntai

31

Lampiran 1. Komposisi Gizi Untuk Setiap 100 Gram Umbi Bawang Merah

No. Macam zat gizi Berat

1 Protein 1,5 g

2 Lemak 0,3 g

3 Karbohidrat 9,2 g

4 Vitamin A -

5 Vitamin B 0,03 ml

6 Vitamin C 2,0 ml

7 Kalsium 36,0 ml

8 Posfor 40,0 ml

9 Besi 0,8 ml

10 Air 88,0 g

Sumber : Firmanto (2011)

Page 44: LAPORAN - STIPER Amuntai

32

Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Bawang Merah Varietas Bima Brebes

Asal Lokal Brebes

Tinggi tanaman 34,5 cm (25-44 cm )

Umur berbunga 50 hari

Umur panen 60 hari

Kemampuan berbunga (alami) Agak sukar

Banyak anakan 7-12 umbi per rumpun

Bentuk daun Silindri, berlubang

Warna daun Hijau

Banyak daun 14-50 helai

Bentuk bunga Seperti payung

Warna bunga Putih

Banyak buah /tangkai 60-100

Banyak bunga per tangkai 120-160s

Banyak tangkai bunga / rumpun 2-4

Bentuk biji Bulat, gepeng, berkeriput

Warna biji Hitam

Bentuk umbi Lonjong, bercincin kecil pada leher

cakram

Warna umbi Merah muda

Produksi umbi 9,9 ton / ha umbi kering

Susut bobot umbi (basah-kering) 21,5 %

Ketahanan terhadap penyakit Cukup tahan terhadap bususk umbi

(Botrytis allii)

Kepekaan terhadap penyakit Peka terhadap busuk ujung daun

(Phytophtora porri)

Keterangan Baik untuk dataran rendah

Peneliti Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah

dan Nasran Horizon Arbain

No. SK 594/Kpts/TP.240/9/1984

Sumber : Humas Balitsa (2018)

Page 45: LAPORAN - STIPER Amuntai

33

Lampiran 3. Hasil Analisis Tanah di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung

Kabupaten Tabalong

Sumber : * : Laboratorium Balittra (2019)

** : Sulaeman et., al., (2005)

No Sifat tanah Satuan Nilai* Kriteria**

1 pH H2O - 3,80 Sangat masam

2 pH KCl - 3,59 Sangat masam

3 C-Organik % 1,906 Sedang

4 N total % 0,252 Sedang

6 P-tsd ppmP 4,152 Sedang

7 K-dd cmol(+)/kg 0,075 Sangat rendah

8 Al-dd cmol(+)/kg 0,176 Sangat rendah

9 Fe-dd Ppm 29,685 Sangat tinggi

Page 46: LAPORAN - STIPER Amuntai

34

Lampiran 4. Hasil analisis pupuk kandang kotoran sapi

No Sifat pupuk kandang Nilai Kriteria

1 pH H2O 9,36 Alkalis

3 C-Organik 29,59 Sangat tinggi

4 N total 1,649 Sangat tinggi

6 P 1,154 Sangat rendah

7 K 3,932 Sangat rendah

Sumber : * : Laboratorium Balittra (2019)

** : Sulaeman et., al., (2005)

Page 47: LAPORAN - STIPER Amuntai

35

Lampiran 5. Hasil analisis PGPR dari akar bambu

Unsur/kandungan Nilai (%) Keterangan

N-total 0,05% Sedang

C-organik 0,36% Sangat Rendah

P2O2 0,10% Sangat Rendah

K2O 0,05% Sangat Rendah

pH (H2O) 5,21% Masam

Sumber : Rahman (2015) dalam Imam (2018)

Page 48: LAPORAN - STIPER Amuntai

36

Lampiran 6. Cara pembuatan PGPR

Bahan:

1. Akar bambu 400 g

2. Gula pasir 1200 g

3. Terasi 800 g

4. Dedak halus 4 kg

5. Air bersih 40 l

6. Penyedap rasa secukupnya

Alat:

1. Jerigen

2. Panci

3. Pisau

4. Saringan

5. Kompor

Langkah pembuatan

1. Akar bambu direndam dengan air matang dalam keadaan dingin selama 30 hari.

2. Gula pasir, dedak, terasi dan penyedap rasa direbus dengan air selama 20-25

menit, kemudian diangkat dan dinginkan.

3. Setelah dingin semua bahan dimasukkan kedalam jerigen dan ditutup rapat.

4. Penutup dibuka dan digoyang-goyang sehari sekali.

5. Setelah 15 hari PGPR siap digunakan.

Sumber: Todorovic (2013).

Page 49: LAPORAN - STIPER Amuntai

37

Lampiran 7. Denah tata letak satuan percobaan

U

Page 50: LAPORAN - STIPER Amuntai

38

Lampiran 8. Denah tata letak tanaman sampel

Keterangan:

= tanaman yang diamati/ tanaman sampel

= tanaman pelindung

20 cm

cm 20

cm 20

10 0 cm

10 0 cm

Page 51: LAPORAN - STIPER Amuntai

39

Lampiran 9. Perhitungan dosis pupuk kandang kotoran sapi

1. Dosis 10 t/ha= …. kg/m2

= Luas Petak x Dosis perlakuan

1 ha

= 1 m2 x 10.000 kg/ha

10.000 m2

= 1 kg/m2

2. Dosis 20 t/ha= …. kg/m2

= Luas Petak x Dosis perlakuan

1 ha

= 1 m2 x 20.000 kg/ha

10.000 m2

= 2 kg/m2

3. Dosis 30 t/ha= …. kg/m2

= Luas Petak x Dosis perlakuan

1 ha

= 1 m2 x 30.000 kg/ha

10.000 m2

= 3 kg/m2

Page 52: LAPORAN - STIPER Amuntai

40

Lampiran 10. Hasil uji ragam Barlett terhadap variabel pengamatan

No Pengamatan X2 Hitung X2 Tabel Keterangan

1 Tinggi tanaman 23 HST 0,0748 15,51 Homogen

2 Tinggi tanaman 33 HST 1,7178 15,51 Homogen

3 Tinggi tanaman 43 HST 4,7831 15,51 Homogen

4 Jumlah daun 23 HST 0,4377 15,51 Homogen

5 Jumlah daun 33 HST 1,2665 15,51 Homogen

6 Jumlah daun 43 HST 1,5342 15,51 Homogen

7 Jumlah umbi tanaman 6,9263 15,51 Homogen

8 Diameter umbi 6,3284 15,51 Homogen

9 Berat umbi/tanaman 8,0955 15,51 Homogen

Keterangan : 1. Nilai X2 hitung < X2 tabel maka data di anggap homogen.

2. Analisis data dilakukan menggunaka Number Cruncher Statistical

System (NCSS) 2007.

Page 53: LAPORAN - STIPER Amuntai

41

Lampiran 11. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman

bawang merah 23 HST

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 21,25 18 18,5 57,75 19,25

p1b2 19,25 18,5 15,25 53 17,67

p1b3 18,5 15,25 17 50,75 16,92

p2b1 21,25 20,25 17,5 59 19,67

p2b2 18 20,75 18,5 57,25 19,08

p2b3 22,75 21 20,5 64,25 21,42

p3b1 17,25 20,25 20,75 58,25 19,42

p3b2 19,5 19,25 18 56,75 18,92

p3b3 20,5 21,5 20,25 62,25 20,75

Total 178,25 174,75 166,25 519,25 173,08

Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 23 HST

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 8,463 4,231 1,883ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 22,949 11,475 5,106* 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 6,449 3,225 1,435ns 3,55 6,01

Interaksi 4 16,301 4,075 1,814ns 3,01 4,77

Galat 16 35,954 2,247

Total 26

KK = 0,866%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 54: LAPORAN - STIPER Amuntai

42

Lampiran 12. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman

bawang merah 33 HST

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 17.75 18.25 21.00 57.00 19.00

p1b2 18.00 12.75 18.33 49.08 16.36

p1b3 14.33 19.33 20.67 54.33 18.11

p2b1 19.00 23.00 23.33 65.33 21.78

p2b2 17.75 27.75 25.50 71.00 23.67

p2b3 24.50 24.00 25.75 74.25 24.75

p3b1 16.63 26.25 23.63 66.51 22.17

p3b2 23.88 26.25 16.67 66.80 22.27

p3b3 22.63 20.75 22.25 65.63 21.88

Total 174.47 198.33 197.13 569.93 189.98

Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 33 HST

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 40,156 20,078 1,966ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 153 76,613 6,909** 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 3,200 1,600 0,144ns 3,55 6,01

Interaksi 4 21,458 5,364 0,484ns 3,01 4,77

Galat 16 177,426 11,089

Total 26

KK = 1,755%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh *

= berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 55: LAPORAN - STIPER Amuntai

43

Lampiran 13. Data pengamatan dan analisis ragam terhadap tinggi tanaman

bawang merah 43 HST

Perlakuan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 25.00 27.50 29.50 82.00 27.33

p1b2 20.50 32.00 20.50 73.00 24.33

p1b3 18.00 22.00 22.75 62.75 20.92

p2b1 25.50 21.50 24.50 71.50 23.83

p2b2 20.75 32.25 26.60 79.60 26.53

p2b3 20.37 37.00 27.00 84.37 28.12

p3b1 23.75 26.00 23.75 73.50 24.50

p3b2 25.75 26.75 20.00 72.50 24.17

p3b3 24.75 20.25 26.00 71.00 23.67

Total 204.37 245.25 220.60 670.22 223.41

Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 43 HST

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung

F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 94,156 47,078 2,686ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 24,285 12,143 0,693ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 4,859 2,429 0,139ns 3,55 6,01

Interaksi 4 86,266 21,567 1,231ns 3,01 4,77

Galat 16 280,397 17,525

Total 26

KK = 1,793%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 56: LAPORAN - STIPER Amuntai

44

Lampiran 14. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tanaman

bawang merah 23 HST

Perlakuan Jumlah daun (helai)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 9,25 9 10,75 29 9,67

p1b2 9,75 11,5 11 32,25 10,75

p1b3 8 12,75 11 31,75 10,58

p2b1 8 12 10,75 30,75 10,25

p2b2 8,5 14,75 13 36,25 12,08

p2b3 11,25 13 12,75 37 12,33

p3b1 12 10,25 11,75 34 11,33

p3b2 11,75 9,75 7,25 28,75 9,58

p3b3 10,25 12 14,25 36,5 12,17

Total 88,75 105 102,5 296,25 98,75

Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun tanaman bawang merah 23 HST

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 17,014 8,507 2,783ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 6,764 3,382 1,107ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 7,722 3,861 1,263ns 3,55 6,01

Interaksi 4 12,514 3,128 1,024ns 3,01 4,77

Galat 16 48,903 3,056

Total 26

KK = 1,689%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 57: LAPORAN - STIPER Amuntai

45

Lampiran 15. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun

tanaman bawang merah 33 HST

Perlakuan Jumlah daun (helai)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 7.75 10.50 15.50 33.75 11.25

p1b2 9.75 14.00 14.11 37.86 12.62

p1b3 9.67 13.33 18.00 41.00 13.67

p2b1 10.75 10.00 16.00 36.75 12.25

p2b2 10.75 15.75 17.50 44.00 14.67

p2b3 13.50 16.50 13.25 43.25 14.42

p3b1 15.50 14.50 11.25 41.25 13.75

p3b2 13.50 14.75 7.33 35.58 11.86

p3b3 13.75 10.75 16.75 41.25 13.75

Total 104.92 120.08 129.69 354.69 118.23

Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun tanaman bawang merah 33 HST

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 34,657 17,328 1,785ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 7,211 3,606 0,371ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 10,607 5,304 0,546ns 3,55 6,01

Interaksi 4 15,947 3,987 0,411ns 3,01 4,77

Galat 16 34,657 9,709

Total 26

KK = 2,63%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 58: LAPORAN - STIPER Amuntai

46

Lampiran 16. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun

tanaman bawang merah 43 HST

Perlakuan Julah daun (helai)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 6.67 9.25 12.00 27.92 9.31

p1b2 10.50 14.75 10.75 36.00 12.00

p1b3 10.33 13.00 15.50 38.83 12.94

p2b1 10.50 12.75 19.33 42.58 14.19

p2b2 10.75 17.25 18.25 46.25 15.42

p2b3 7.00 14.00 14.00 35.00 11.67

p3b1 13.75 12.50 15.50 41.75 13.92

p3b2 15.00 15.25 6.33 36.58 12.19

p3b3 14.25 9.50 14.50 38.25 12.75

Total 98.75 118.25 126.16 343.16 114.39

Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun tanaman bawang merah 43 HST

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung

F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 44,227 22,1133 2,025ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 25,489 12,744 1,167ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 3,292 1,646 0,151ns 3,55 6,01

Interaksi 4 44,661 11,165 1,023ns 3,01 4,77

Galat 16 174,685 10,918

Total 26

KK = 2,889%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 59: LAPORAN - STIPER Amuntai

47

Lampiran 17. Data pengamatan da analisis ragam terhadap jumlah umbi tanaman

bawang merah

Perlakuan Jumlah umbi

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 5.33 5.21 5.3 15.84 5.28

p1b2 5.33 4 5.3 14.63 4.88

p1b3 5.33 5.21 5.3 15.84 5.28

p2b1 5 6.25 5.66 16.91 5.64

p2b2 5.33 5 6 16.33 5.44

p2b3 5.33 4.5 4.25 14.08 4.69

p3b1 5.33 3.75 5.3 14.38 4.79

p3b2 6.5 6 5.3 17.80 5.93

p3b3 4.5 7 5.3 16.80 5.60

Total 47.98 46.92 47.71 142.61 47.54

Hasil analisis ragam terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung

F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 0,067 0,034 0,062ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 0,404 0,202 0,373ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 0,259 0,129 0,239ns 3,55 6,01

Interaksi 4 3,618 0,904 1,671ns 3,01 4,77

Galat 16 8,662 0,541

Total 26

KK = 1,547%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 60: LAPORAN - STIPER Amuntai

48

Lampiran 18. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap diameter umbi

tanaman bawang merah

Perlakuan

Diameter umbi (cm)

Jumlah Rata-rata I II III

p1b1 0.79 0.83 0.78 2.40 0.80

p1b2 0.79 0.95 0.78 2.52 0.84

p1b3 0.79 0.83 0.78 2.40 0.80

p2b1 1 0.83 0.7 2.53 0.84

p2b2 0.79 0.8 0.78 2.37 0.79

p2b3 0.79 0.9 0.85 2.54 0.85

p3b1 0.79 0.65 0.78 2.22 0.74

p3b2 0.65 0.75 0.78 2.18 0.73

p3b3 0.73 0.9 0.78 2.41 0.80

Total 7.12 7.44 7.01 21.57 7.19

Hasil analisis ragam terhadap diameter tanaman bawang merah

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung

F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 0,011 0,006 0,901ns 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 0,025 0,012 2,026ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 0,005 0,002 0,377ns 3,55 6,01

Interaksi 4 0,015 0,004 0,599ns 3,01 4,77

Galat 16 0,098 0,006

Total 26

KK = 1,077%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 61: LAPORAN - STIPER Amuntai

49

Lampiran 19. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap berat

umbi/tanaman bawang merah

Perlakuan

Berat umbi (g)

Jumlah Rata-rata

I II III

p1b1 7 8.91 8.74 24.65 8.22

p1b2 7 7.75 8.74 23.49 7.83

p1b3 7 8.91 8.74 24.65 8.22

p2b1 5 10 8.77 23.77 7.92

p2b2 7 8.25 10.13 25.38 8.46

p2b3 7 8.8 7.33 23.13 7.71

p3b1 7 5.55 8.74 21.29 7.10

p3b2 8.9 9.4 8.74 27.04 9.01

p3b3 7.1 12.6 8.74 28.44 9.48

Total 63.00 80.17 78.67 221.84 73.95

Hasil analisis ragam terhadap berat umbi/tanaman bawang merah

Sumber

Keragaman

Derajat

Bebas

Jumlah

Kuadrat

Kuadrat

Tengan F Hitung

F-Tabel

5% 1%

Kelompok 2 20,097 10,048 5,834* 3,55 6,01

Perlakuan - - - - - -

Pupuk

kandang

kotoran

sapi (P)

2 1,343 0,671 0,390ns 3,55 6,01

PGPR akar

bambu (B) 2 2,997 1,498 0,870ns 3,55 6,01

Interaksi 4 7,770 1,942 1,128ns 3,01 4,77

Galat 16 27,559 1,922

Total 26

KK = 1,403%

Keterangan : ns = tidak berpangaruh

* = berpengaruh nyata

** = berpengaruh sangat nyata

Page 62: LAPORAN - STIPER Amuntai

50

Lampiran 20. Dokumentasi penelitian

Gambar b. Pembuatan PGPR akar bambu

Gambar a. Pengolahan lahan

Page 63: LAPORAN - STIPER Amuntai

51

Gambar c. Penimbangan pupuk kandang kotoran sapi

Gambar d. Pemberian pupuk kandang kotoran sapi pada lahan penelitian

Page 64: LAPORAN - STIPER Amuntai

52

Gambar e. Benih bawang merah

Kelompok I = 3,4-4,5 g, Kelompok II = 4,6-5,7 g, Kelompok III = 5,8-6,9

g

Gambar f . Penanaman bawang merah

Page 65: LAPORAN - STIPER Amuntai

53

Gambar g. Tanaman bawang merah yang mulai tumbuh

Gambar h. P emberian PGPR akar bambu

Page 66: LAPORAN - STIPER Amuntai

54

Gambar i. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun 23 HST

Gambar j. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun 33 HST

Page 67: LAPORAN - STIPER Amuntai

55

Gambar k. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun 43 HST

Gambar l. Tanaman penelitian

Page 68: LAPORAN - STIPER Amuntai

56

Gambar n. Penimbangan umbi

Gambar m . Panen

Page 69: LAPORAN - STIPER Amuntai

57

Gambar o . Pengukuran diameter umbi