laporan - stiper amuntai
TRANSCRIPT
LAPORAN
PENELITIAN
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN BERBAGAI
DOSIS PUPUK KANDANG KOTORAN
SAPI DAN PGPR AKAR BAMBU
KETUA TIM PENELITI
MAHDIANNOOR, SP., MP (NIDN.0006067901)
Dibiayai oleh:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai
Tahun 2019
sesuai dengan
Kontrak Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian
Nomor: 06/LPPM-STIPER AMT/KP/VI/2019 Tanggal : 15 Juni 2019
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN AMUNTAI
JULI, 2019
LAPORAN
PENELITIAN
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN BAWANG MERAH
(Allium ascalonicum L.) PADA PEMBERIAN BERBAGAI
DOSIS PUPUK KANDANG KOTORAN
SAPI DAN PGPR AKAR BAMBU
KETUA TIM PENELITI
MAHDIANNOOR, SP., MP (NIDN.0006067901)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN AMUNTAI
JULI, 2019
HALAMAN PENGESAHAN Judul Kegiatan : Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah
(Allium Ascalonicum L.) pada Pemberian Berbagai
Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi dan PGPR
Akar Bambu Peneliti / Pelaksana
a. Nama Lengkap : Mahdiannoor, SP., MP
b. NIDN : 0006067901
c. Jabatan Fungsional :
d. Program Studi : Agroteknologi
e. Nomor HP : +628125175125
f. Surat (e-mail) : mahdi [email protected]
Anggota Peneliti (1)
Nama : Murjani, SP., MS
NIDN : 1103047501
Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai
Anggota Peneliti (2)
Nama : Isma
NIDN :
Perguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Amuntai
Institusi Mitra (jika ada) :
Nama Institusi Mitra :
Alamat
Penanggung Jawab
Tahun Pelaksanaan
Biaya Tahun Berjalan
Biaya Keseluruhan
:
:
:
2019
Rp. 5.000.000,00
Amuntai, Juli 2019
Mengetahui Ketua Peneliti
Ketua STIPER Amuntai
(Dr. Ir. H. Ahmad Suhaimi, DEA) (Mahdiannoor, SP., MP )
NIP. 19660912 1992031 1 005 NIP. 19790606 200501 1 025
Menyetujui,
Ketua LPPM STIPER Amuntai
(Murjani, SP., MS)
NIDN. 1103047501
RINGKASAN
Bawang merah merupakan komoditas penting yang menjadi kebutuhan
pangan pokok masyarakat Indonesia. Produksi bawang merah di Kabupaten
Tabalong terus mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena para petani umumnya
menggunakan pupuk kimia atau anorganik dalam kegiatan budidayanya. Pupuk
anorganik mampu mempercepat masa tanam karena unsur haranya mampu diserap
langsung oleh tanah dan mampu meningkatkan produksi tanaman. Namun,
penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dapat mengakibatkan dampak
negatif bagi tanah dan lingkungan, maka untuk menghindarinya yaitu dengan
beralih menggunakan pupuk organik. Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk
organik yang dapat menambah tersedianya unsur hara bagi tanaman yang dapat
diserapnya dari dalam tanah. Pupuk kandang kotoran sapi adalah pupuk dingin
yaitu pupuk yang perubahan-perubahannya berlangsung perlahan-lahan. Dengan
adanya bakteri atau jasad renik yang intensif, maka dapat mempercepat
terwujudnya perubahan perubahan itu atau tersedianya unsur hara dalam tanah bagi
kepentingan tanaman. Bakteri yang berperan untuk menguraikan bahan organik
disebut PGPR. Penelitian ini bertujuan untuk (i) mengetahui interaksi (ii)
mengetahui faktor tunggal pupuk kandang kotoran sapi (iii) Mengetahui faktor
tunggal PGPR akar bambu (iv) mendapatkan interaksi terbaik (v) mendapatkan
dosis terbaik pupuk kandang kotoran sapi (vi) mengetahui dosis terbaik PGPR akar
bambu. Penelitian dilaksanakan di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung
Kabupaten Tabalong dari bulan Maret-Juni 2019. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan perlakuan adalah dosis pupuk
kandang kotoran sapi yaitu: p1 = 10 t/ha, p2 = 20 t/ha dan p3 = 30 t/ha, sedangkan
PGPR akar bambu yaitu: b1 = 20 ml, b2 = 25 ml dan b3 = 30 ml, jadi kombinasnya
adalah 9 perlakuan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada variabel pengamatan
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi dan berat umbi hanya
berpengaruh pada tinggi tanaman dengan perlakuan faktor tunggal pupuk kandang
kotoran sapi dan dosis terbaik adalah 20 t/ha.
Kata kunci : Pupuk kendang, kotoran sapi, PGPR, PGPR.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, berkat rahmat dan hidayah Allah S.W.T
akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
“Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) pada
Pemberian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Kotoran Sapi dan PGPR Akar Bambu
” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Murjani, SP., MS dan Isma atas kesediaan serta kerjasama sebagai
anggota peneliti.
2. Bapak Dr. Ir. H. Ahmad Suhaimi, DEA sebagai ketua STIPER Amuntai, yang
telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini.
3. Semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian in dapat dilaksanakan
dengan baik.
Akhirnya semoga laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Amuntai, Juli 2019
Ketua Peneliti,
Mahdiannoor, SP., MP
NIP. 19790606 200501 1 025
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 5
2.1 Tanaman bawang merah ............................................................ 5
2.2 Pupuk kandang kotoran sapi ...................................................... 6
2.3 PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria) ............................... 7
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ............................. 9
3.1 Tujuan Penelitian ....................................................................... 9
3.2 Manfaat Penelitian ..................................................................... 9
BAB IV. METODE PENELITIAN .......................................................... 10
4.1 Tempat dan Waktu .................................................................... 10
4.2 Alat dan Bahan ......................................................................... 10
Alat ........................................................................................ 10
Bahan ..................................................................................... 10
4.3 Rancangan Percobaan .............................................................. 11
4.4 Pelaksanaan Penelitian .............................................................. 12
4.5 Peubah Pengamatan .................................................................. 13
4.6 Analisis Data ............................................................................. 13
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 15
5.1 Hasil ......................................................................................... 15
5.1.1 Tinggi Tanaman ............................................................ 15
5.1.2 Jumlah Daun ................................................................. 17
5.1.3 Jumlah Umbi ............................................................... 17
5.1.4 Diameter Umbi .............................................................. 18
5.1.5 Berat umbi ..................................................................... 19
5.2 Pembahasan ............................................................................ 19
5.2.1 Interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
Bambu ........................................................................... 19
5.2.2 Pupuk kandang kotoran sapi ......................................... 23
5.2.3 PGPR akar bambu ......................................................... 24
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 26
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 26
6.2 Saran ....................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 27
LAMPIRAN ............................................................................................. 30
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kombinasi perlakuan pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu ................................................................................................... 11
2. Analisis ragam untuk semua peubah yang diamati ............................... 14
3. Hasil uji beda rata-rata tinggi tanaman bawang merah umur 23 dan
33 HST dengan pemberian pupuk kandang kotoran sapi................... 15
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR
akar bambu terhadap tinggi tanaman bawang merah. ........................... 16
2. Grafik perlakuan berdasarkan dosis pupuk kandang kotoran sapi
terhadap tinggi tanaman pada tanaman bawang merah......................... 16
3. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR
akar bambu terhadap jumlah daun tanaman bawang merah. ................ 17
4. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR
akar bambu terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah ................. 18
5. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR
akar bambu terhadap diameter tanaman bawang merah ...................... 18
6. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR
akar bambu terhadap berat umbi/tanaman bawang merah ................... 19
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Komposisi gizi untuk setiap 100 g umbi bawang merah ....................... 31
2. Deskripsi tanaman bawang merah Varietas Bima Brebes ..................... 32
3. Hasil analisis tanah di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung
Kabupaten Tabalong ............................................................................. 33
4. Hasil analisis pupuk kandang kotoran sapi ........................................... 34
5. Hasil analisis PGPR dari akar bambu .................................................... 35
6. Cara pembuatan PGPR ......................................................................... 36
7. Denah tata letak satuan percoabaan ....................................................... 37
8. Denah tata letak tanaman sampel .......................................................... 38
9. Perhitungan dosis pupuk kandang kotoran sapi .................................... 39
10. Hasil uji ragam Barlett terhadap variabel pengamatan........................ 40
11. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 23 HST......................................................... 41
12. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi
tanaman bawang merah 33 HST ....................................................... 42
13. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi
tanaman bawang merah 43 HST ........................................................... 43
14. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun
tanaman bawang merah 23 HST ......................................................... 44
15. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun
tanaman bawang merah 33 HST ........................................................... 45
16. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun
tanaman bawang merah 43 HST ......................................................... 46
17. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah umbi
tanaman bawang merah ........................................................................ 47
18. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap diameter umbi
tanaman bawang merah ......................................................................... 48
19. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap berat umbi
tanaman bawang merah ........................................................................ 49
20. Dokumentasi penelitian ........................................................................ 50
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah merupakan komoditas penting yang menjadi kebutuhan
pangan pokok masyarakat Indonesia. Di Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan
Selatan untuk kegiatan budidaya bawang merah tergolong baru yaitu sejak tahun
2013 (Lasmiati, 2013). Produksi bawang merah di Kabupaten Tabalong pada tahun
2015 yaitu 40 kw dengan luas panen 4 ha dan rata-rata produksi 10 kw/ha, pada
tahun 2016 adalah 65 kw dengan luas panen 10 ha dan rata-rata produksi 6,5 kw/ha,
dan pada tahun 2017 adalah 49 kw (BPS Kabupaten Tabalong, 2018). Data tersebut
menunjukkan bahwa produksi bawang merah terus mengalami penurunan. Hal ini
terjadi karena para petani umumnya menggunakan pupuk kimia atau anorganik
dalam kegiatan budidayanya.
Pupuk anorganik mampu mempercepat masa tanam karena unsur haranya
mampu diserap langsung oleh tanah dan mampu meningkatkan produksi tanaman.
Namun, penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi tanah dan lingkungan (Susetya, 2012 dalam Januarti et. al.,
2016).
Menurut riset para ahli, pada umumnya tanaman tidak bisa menyerap 100%
pupuk kimia, selalu akan ada residu atau sisanya. Sisa-sisa pupuk kimia yang
tertinggal di dalam tanah ini, bila telah terkena air akan mengikat tanah seperti lem
atau semen. Setelah kering, tanah akan lengket satu sama lain atau tidak gembur
lagi dan keras. Selain keras, tanah juga menjadi masam. Kondisi ini membuat
organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme penyubur tanah) menjadi
mati atau berkurang populasinya. Beberapa binatang yang menggemburkan tanah
seperti cacing tidak mampu hidup di kawasan tersebut akan kehilangan unsur
alaminya. Bila ini terjadi, maka tanah tidak bisa menyediakan makanan secara
mandiri lagi dan akhirnya menjadi sangat tergantung pada pupuk tambahan,
khususnya pupuk kimia. Dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap
bahan kimia, memberikan dampak negatif yang berlanjut pada pertaruhan nilai
kesehatan manusia akibat residu kimia yang ditinggalkan. Dampak serius terhadap
2
lingkungan menyebabkan penurunan kualitas produksi dan kemampuan
produktifitas tanah akibat kerusakan unsur hara tanah yang diikat oleh residu kimia
dalam tanah. Karena penggunaan pupuk kimia menimbulkan beberapa dampak
negatif, maka untuk menghindarinya yaitu dengan beralih menggunakan pupuk
organik (Rahma, 2014).
Pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil-hasil akhir dari perubahan
atau peruraian bagian-bagian atau sisa-sisa (seresah) tanaman dan binatang,
misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, tepung tulang dan
sebagainya. Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk
menggemburkan lapisan tanah permukaan, meningkatkan pupolasi jasad renik,
mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat
meningkatkann kesuburan tanah pula. Pupuk organik yang biasanya digunakan
oleh petani adalah pupuk kandang (Sutedjo, 2008).
Pupuk kandang merupakan salah satu pupuk organik yang dapat menambah
tersedianya bahan makanan (unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari
dalam tanah. Selain itu, pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif
(baik) terhadapat sifat fisik dan kimiawi tanah, mendorong kehidupan
(perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai
kemampuan mengubah berbagai faktor tanah, sehingga menjadi fakor-faktor yang
menjamin kesuburan tanah (Sutedjo, 2008).
Adapun pupuk kandang yang sering digunakan adalah pupuk kandang
kotoran sapi. Pupuk kandang kotoran sapi merupakan pupuk padat yang banyak
mengandung air dan lendir. Bagi pupuk padat yang kedaannya demikian bila
terpengaruh oleh udara maka cepat akan terjadi pengerakan-pengerakan sehinga
keadaannya menjadi keras, selanjutnya air tanah dan udara yang akan melapukan
pupuk itu menjadi sukar menembus atau merembes ke dalamnya. Dalam keadaan
demikian peranan jasad renik untuk mengubah bahan-bahan yang terkandung
dalam pupuk menjadi zat-zat hara yang tersedia dalam tanah untuk mencukupi
keperluan pertumbuhan tanaman mengalami hambatan-hambatan, perubahan
berlangsung secara perlahan-lahan. Pada perubahan-perubahan ini kurang sekali
terbentuk panas. Keadaan demikian mencirikan bahwa pupuk kandang kotoran sapi
adalah pupuk dingin (Sutedjo, 2008).
3
Pupuk dingin adalah pupuk yang perubahan-perubahannya berlangsung
perlahan-lahan. Dengan adanya bakteri atau jasad renik yang intensif, maka dapat
mempercepat terwujudnya perubahan-perubahan itu atau tersedianya unsur hara
dalam tanah bagi kepentingan tanaman (Sutedjo, 2008). Bakteri yang berperan
untuk menguraikan bahan organik disebut PGPR.
PGPR (Plant Prowth Promoting Rhizobacteria) atau dalam bahasa
Indonesia berarti bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T) adalah
bakteri yang terdapat di sekitar perakaran rumpun bambu dimana terdapat eksudat
yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. PGPR mengandung bakteri
Pseudomonas flourenscens dan Bacillus polymixa yang mampu memacu
pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, yaitu : merombak dan mengurai
bahan organik menjadi nutrisi tanaman, mengeluarkan cairan yang mampu
melarutkan mineral phosphate menjadi unsur hara, mengeluarkan enzim pemacu
pertumbuhan tanaman, mengeluarkan antibiotik dan menekan mikroba patogen
serta membantu menangkap dan mengumpulkan nitrogen (N) dari udara,
selanjutnya diubah menjadi unsur yang siap diserap tanaman (Yuliandri, 2017).
Penelitian Sejati et. al., (2017) tentang pengaruh macam pupuk kandang
dan konsentrasi Pseudomonas fluorescens pada hasil tanaman bawang merah
(Allium cepa fa. Ascalonicum, L.) Varitas Crok Kuning, menyatakan bahwa
penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun, berat umbi kering simpan
per rumpun dan dan diameter siung per rumpun bawang merah. Semakin tinggi
konsentrasi Pseudomonas fluorescens sampai 20 ml/l masih meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun dan
berat kering simpan per rumpun bawang merah.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut agar menghasilkan
pertumbuhan bawang merah dengan kualitas yang baik, maka perlu dilaksanakan
penelitian pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.)
pada pemberian berbagai dosis pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu.
4
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang diteliti adalah
1. Bagaimana interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu pada
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah ?
2. Adakah faktor tunggal pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh pada
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah ?
3. Adakah faktor tunggal PGPR akar bambu berpengaruh pada pertumbuhan dan
hasil pada tanaman bawang merah ?
4. Adakah interaksi terbaik pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu
pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah ?
5. Berapa dosis terbaik pupuk kandang kotoran sapi pada pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah ?
6. Berapa dosis terbaik PGPR akar bambu pada pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah ?
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Bawang Merah
Tanaman bawang merah berbentuk rumpun dengan tinggi tanaman berkisar
antara 15-25 cm, berbatang semu, berakar serabut pendek yang berkembang di
sekitar permukaan tanah dan perakarannya dangkal. Daunnya berwarna hijau
berbentuk bulat, memanjang seperti pipa, dan bagian ujungnya meruncing. Daun
yang baru bertunas belum tampak lubang di dalamnya dan baru kelihatan setelah
tumbuh membesar. Pada cakram di antara lapis kelopak daun terdapat tunas lateral
atau anakan, sementara di tengah cakram adalah tunas utama (inti tunas). Di
lingkungan yang cocok tunas-tunas lateral akan membentuk cakram barshing
terbentuk umbi lapis. Menurut Samadi dan Cahyono (2005) tanaman bawang merah
tidak dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di sembarang tempat atau daerah.
Tanaman bawang merah menuntut persyaratan-persyaratan tertentu, terutama
persyaratan ekologi (lingkungan). Lingkungan yang harus diperhatikan untuk
budidaya bawang merah meliputi tanah, baik keadaan fisik mupun kimia tanah dan
iklim, meliputi ketinggian tempat, suhu udara, angin, curah hujan, intensitas sinar
matahari dan kelembaban nisbi.
Tanaman bawang merah dapat tumbuh baik di sawah, tanah tegalan atau
pekarangan, asalkan keadaan tanahnya subur, gembur dan banyak mengandung
tambahan organik atau humus dan mudah mengikat air serta mempunyai aerasi
(peredaran oksigen) yang baik. Tanah yang memenuhi persyaratan tersebut sangat
mendukung perkembangan tanaman, sehingga menghasilkan umbi yang
berkualitas, yaitu bentuknya normal dan umbinya besar-besar. Jenis tanah yang
paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah jenis lempung berpasir atau
lempung berdebu, karena tanah jenis ini mempunyai sistem aerasi dan drainase
(pengairan) cukup baik. tanaman bawang merah akan tumbuh baik pada tanah
dengan kisaran pH optimum 5,8-7,0, tetapi tanaman bawang merah masih toleran
terhadap tanah dengan pH 5,5. (Samadi dan Cahyono, 2005).
Bawang merah sangat cocok ditanam di daerah yang suhu udaranya hangat-
hangat panas, kering dan cerah. Bawang merah yang ditanam di daerah dengan
suhu udara rendah dan dingin pertumbuhannya terhambat. Suhu udara yang ideal
6
untuk tanaman bawang merah antara 25o-30oC, tetapi masih toleran terhadap
temperatur 22oC walaupun hasilnya tidak begitu baik. Bawang merah yang ditanam
di daerah dengan suhu 22oC, pembentukan umbinya terhambat, bahkan sering tidak
membentuk umbi sama sekali (Samadi dan Cahyono, 2005).
2.2 Pupuk Kandang Kotoran Sapi
Pupuk kandang kotoran sapi memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat
atau selulosa merupakan senyawa rantai karbon yang akan mengalami proses
dekomposisi lebih lanjut. Proses dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur
N yang terdapat dalam kotoran, sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk
diaplikasikan dalam bentuk segar, perlu pematangan atau pengomposan terlebih
dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan tanpa pengomposan, akan terjadi perebutan
unsur N antara tanaman dengan proses dekomposisi kotoran. Selain serat, kotoran
sapi memiliki kadar air yang tinggi. Atas dasar itu, para petani sering menyebut
kotoran sapi sebagai pupuk dingin. Kotoran sapi telah matang apabila berwarna
hitam gelap, teksturnya gembur, tidak lengket, suhunya dingin dan tidak berbau
(Risnandar, 2018).
Pupuk kandang kotoran sapi merupakan pupuk padat yang banyak
mengandung air dan lendir. Bagi pupuk padat yang keadaannya demikian bila
terpengaruh oleh udara maka cepat akan terjadi pengerakan-pengerakan sehingga
keadaannya menjadi keras, selanjutnya air tanah dan udara yang akan melapukan
pupuk itu menjadi sukar menembus atau merembes ke dalamnya. Dalam keadaan
demikian peranan jasad renik untuk mengubah bahan-bahan yang terkandung
dalam pupuk menjadi zat-zat hara yang tersedia dalam tanah untuk mencukupi
keperluan pertumbuhan tanaman mengalami hambatan-hambatan, perubahan
berlangsung secara perlahan-lahan. Pada perubahan-perubahan ini kurang sekali
terbentuk panas. Keadaan demikian mencirikan bahwa pupuk kandang kotoran sapi
adalah pupuk dingin dan sebaiknya pemakaian atau pembenamannya dalam tanah
dilakukan 3 atau 4 minggu sebelum masa tanam (Sutedjo, 2008).
Pada penelitian Amijaya et. al., (2015) tentang pengaruh pupuk kandang
sapi terhadap serapan fosfor dan hasil tanaman bawang merah Varietas Lembah
Palu di Entisols Sedera menunjukkan hasil serapan P sejalan dengan peningkatan
dosis pupuk kandang sapi hingga 30 t/ha dapat memberi bobot kering tanaman
7
bawang merah sebesar 15,37 g/plot dan bobot umbi basah bawang merah sebesar
5,01 g/plot. Pemberian berbagai dosis pupuk kandang sapi hingga 30 t/ha pada
semua parameter pengamatan bersifat linear.
2.3 PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakteria)
PGPR (Plant Prowth Promoting Rhizobacteria) atau dalam bahasa
Indonesia berarti bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T) adalah
bakteri yang terdapat di sekitar perakaran rumpun bambu dimana terdapat eksudat
yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. PGPR mengandung bakteri
Pseudomonas flourenscens dan Bacillus polymixa yang mampu memacu
pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, yaitu : merombak dan mengurai
bahan organik menjadi nutrisi tanaman, mengeluarkan cairan yang mampu
melarutkan mineral phosphate menjadi unsur hara, mengeluarkan enzim pemacu
pertumbuhan tanaman, mengeluarkan antibiotik dan menekan mikroba patogen
serta membantu menangkap dan mengumpulkan nitrogen (N) dari udara,
selanjutnya diubah menjadi unsur yang siap diserap tanaman (Yuliandri, 2017).
PGPR adalah bakteri menguntungkan yang mengolonisasi akar tanaman
dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mekansime yang
bervariasi. Mekanisme tersebut diantaranya adalah peralut fosfat, mengahasilkan
hormon pertumbuhan IAA (Indole Acetid Acid), ammonia, siderofor, aktivitas
enzim yang dapat mendegradasi dinding sel seperti sellulase, kitinase dan protease,
menghasilkan HCN dan sebagai biokontrol terhadap fitopatogen (Pusat Penelitian
Bioteknologi, 2018).
PGPR merupakan sejenis bakteri menguntungkan yang hidup dan
berkembangbiak di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidup secara
berkoloni di sekeliling area perakaran yang keberadaannya sangat menguntungkan
bagi tanaman. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan
pertumbuhan tanaman. Kelompok bakteri tersebut disebut dengan PGPR (Planth
Growth Promotion Rhizobacteri) atau RPTT (Rhizobakteri Pemacu Tumbuh
Tanaman) yang merupakan kelompok bakteri agresif yang berada disekitar rizosfir
(perakaran) (Azzamy, 2015). Beberapa jenis akar tanaman yang mengandung
bakteri menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman seperti putri malu, alang-
alang, dan akar bambu.
8
Penelitian Sejati et. al., (2017) tentang pengaruh macam pupuk kandang
dan konsentrasi Pseudomonas fluorescens pada hasil tanaman bawang merah
(Allium cepa fa. Ascalonicum, L.) Varitas Crok Kuning, menyatakan bahwa
penambahan pupuk kandang mampu meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun,
jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun, berat umbi kering simpan
per rumpun dan dan diameter siung per rumpun bawang merah. Semakin tinggi
konsentrasi Pseudomonas fluorescens sampai 20 ml/l masih meningkatkan tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah siung per rumpun, berat umbi segar per rumpun dan
berat kering simpan per rumpun bawang merah.
Penelitian Wahyuningsih et. al., (2017) menyatakan bahwa produksi
tanaman bawang merah pada perlakuan dosis 30 ml PGPR dan 20 t/ha pupuk
kotoran kelinci sebesar 7,73 t/ha lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa PGPR dan
pupuk kotoran kelinci yang menghasilkan 4,77 t/ha. Aplikasi PGPR pada
konsentrasi 20 ml/l menunjukkan hasil bobot segar brangkasan 63,17 g/rumpun
dan bobot kering brangkasan 52 g/rumpun dibandingkan perlakuan lainnya
(Ramadhan dan Maghfoer, 2018) .
9
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu pada
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
2. Mengetahui faktor tunggal pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh pada
pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
3. Mengetahui faktor tunggal PGPR akar bambu berpengaruh pada pertumbuhan
dan hasil pada tanaman bawang merah.
4. Mendapatkan interaksi terbaik pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
5. Mendapatkan dosis terbaik pupuk kandang kotoran sapi pada pertumbuhan dan
hasil tanaman bawang merah.
6. Mengetahui dosis terbaik PGPR akar bambu pada pertumbuhan dan hasil
tanaman bawang merah.
3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi penulis,
mahasiswa dan pihak lain sehubungan dengan pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah pada berbagai dosis pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu.
10
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung
Kabupaten Tabalong dari bulan Maret sampai Juni 2019.
4.2 Bahan dan Alat
Alat
Meteran. Meteran adalah alat yang digunakan mengukur luas lahan dan
tinggi tanaman.
Parang. Parang digunakan untuk membersihkan lahan.
Cangkul. Cangkul digunakan untuk mengolah tanah, membuat bedengan dan
meratakan pupuk.
Pisau. Pisau digunakan untuk memotong bagian atas umbi yang akan
ditanam.
Gembor. Gembor adalah alat atau tempat air yang digunakan untuk
penyiraman pada tanaman.
Alat tulis. Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil pengamatan.
Kamera. Kamera adalah alat untuk mendokumentasikan penelitian.
Neraca digital. Neraca digital digunakan untuk menimbang berat umbi
bawang merah.
Gelas ukur. Gelas ukur digunakan untuk mengukur larutan PGPR.
Plang penelitian. Plang penelitian digunakan untuk menandai kelompok
tanaman.
Jangka sorong. Jangka sorong digunakan untuk mengukur diameter bawang
merah.
Bahan
Bibit bawang merah. Bibit yang digunakan adalah benih bawang merah
Varietas Bima Brebes. Deskripsi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 2 dan
dokumentasinya dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar e.
Lahan. Lahan yang digunakan sebagai media tanam bawang merah adalah
lahan alluvial. Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.
11
Pupuk kandang kotoran sapi. Pupuk kandang kotoran sapi sebagai
perlakuan dalam penelitian. Hasil analisis pupuk kandang kotoran sapi dapat dlihat
pada Lampiran 4.
PGPR dari akar bambu. PGPR dari akar bambu digunakan sebagai
perlakuan dalam penelitian. PGPR dibuat dari bahan akar bambu, terasi, dedak,
gula merah penyedap rasa dan air. Hasil analisis PGPR dari akar bambu dapat
dilihat pada Lampiran 5.
Air. Air digunakan untuk menyiram tanaman dan pembuatan PGPR.
4.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelommpok (RAK) faktorial
dua faktor. Dengan pengelompokkan berdasarkan berat umbi. Faktor yang diteliti
adalah:
1. Faktor pertama adalah pupuk kandang kotoran sapi (P), terdiri dari 3 taraf yaitu:
p1 : 10 t/ha
p2 : 20 t/ha
p3 : 30 t/ha
2. Faktor kedua adalah dosis PGPR akar bambu (B) terdiri dari 3 taraf yaitu:
b1 : 20 ml/tanaman
b2 : 25 ml/tanaman
b3 : 30 ml/tanaman
Berdasarkan perlakuan yang akan dicoba maka didapat 9 kombinasi
perlakuan dengan 3 kelompok maka di didapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan
percobaan terdiri dari 16 tanaman dengan 4 sampel yang diamati. Kombinasi
perlakuan tertera pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu
Perlakuan pupuk
kandang kotoran sapi
(P)
Perlakuan PGPR akar bambu (B)
b1 b2 b3
p1 p1b1 p1b2 p1b3
p2 p2b1 p2b2 p2b3
p3 p3b1 p3b1 p3b3
12
4.4 Pelaksanaan Penelitian
Persiapan. Sebelum penelitian dilaksanakan, maka hal yang perlu disiapkan
meliputi persiapan bibit bawang merah Varietas Bima Brebes, lahan, persiapan
PGPR dari akar bambu, persiapan bahan dan alat yang akan digunakan.
Pembuatan PGPR. PGPR dibuat dari 400 g akar bambu, 1200 g gula pasir,
800 g terasi, 4 kg dedak halus, penyedap rasa 48 g dan 40 l air bersih (air sungai).
Pertama, akar bambu direndam dengan air matang dingin selama 30 hari.
Kemudian, dedak halus, terasi, gula pasir dan penyedap rasa direbus sampai
mendidih selama 20 menit. Setelah dingin semua bahan dimasukkan kedalam
jerigen dan ditutup rapat. Tutup jerigen dibuka dan PGPR digoyang-goyang sehari
sekali dan setelah 15 hari PGPR siap digunakan. Ciri PGPR sudah jadi adalah
berbau masam, ada buih di permukaan cairan, bila dikocok keluar gelembung-
gelembung udara. Dokumentasi pembuatan PGPR dapat dilihat pada Lampiran 19
Gambar b.
Pengolahan tanah. Sebelum tanah diolah, terlebih dahulu tanah dibersihkan
dari rumput liar yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkambangan tanaman
bawang merah, setelah itu baru tanah diolah dengan menggunakan cangkul dengan
kedalaman 20 cm, dan dibuat petakan dengan ukuran 100x100 cm sesuai dengan
jarak tanam yang digunakan yaitu 20x20 cm. Dokumentasi pengolahan tanah dapat
dilihat pada Lampiran 19 Gambar a.
Pemupukan. Setelah tanah diolah, setiap petakan diberi pupuk kandang
dengan dosis sesuai perlakuan, dalam pemupukan ini diberi 3 minggu sebelum
dilakukan penanaman bawang merah. Dokumentasi pemberian pupuk kandang
kotoran sapi dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar e.
Penanaman. Sebelum ditanam umbi di pilih yang sehat dengan ciri
berwarna mengkilap dan kulit tidak luka serta dikelompokkan berdasarkan berat
umbi. Bagian atas umbi dipotong 1/3 bagian untuk mempercepat pertumbuhan
tunas, sekaligus mempercepat pertumbuhan tanaman dan jumlah anakan,
pertumbuhan tanaman menjadi seragam dan dapat mendorong pertumbuhan umbi
samping. Penanaman dilakukan pada pagi hari dengan 1 umbi perlubang tanam.
Dokumentasi penanaman bawang merah dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar
f.
13
Pemberian PGPR dari akar bambu. PGPR dari akar bambu diberikan
dengan dosis sesuai perlakuan. Diberikan ke tanah sekitar tanaman sebanyak 3 kali
yaitu pada hari ke 15, 23 dan 31 setelah tanam. Dokumentasi pemberian PGPR akar
bambu dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar h.
Pemanenan. Bawang merah yang sudah siap panen di tandai dengan
kerebahan daun lebih dari 80%, warna daun menguning dan umbi agak menyembul
keluar. Cara panen di cabut seluruh tanamannya. Panen sebaiknya dilakukan pada
cuaca cerah dan tanah tidak basah. Dokumentasi pemanenan dapat dilihat pada
Lampiran 19 Gambar m.
4.5 Peubah pengamatan
Tinggi tanaman. Pengukuran terhadap tnggi tanaman dimulai dari
permukaan ujung tanah sampai ujung daun yang paling tinggi dengan cara
merangkulnya. Pengukuran terhadap tinggi tanaman dilakukan bersamaan dengan
pengukuran terhadap jumlah daun yaitu berumur 23, 33 dan 43 HST. Tinggi
tanaman dinyatakan dalam satuan sentimeter (cm). Dokumentasi pengamatan
tinggi tanaman dapat dilihat pada Lampiran 19 Gambar i, j dan k.
Jumlah daun. Jumlah daun yang diamati adalah daun yang berwarna hijau
atau masih segar. Dihitung pada saat tanaman berumur 23, 33 dan 43 HST. Satuan
dinyatakan dengan satuan helai. Dokumentasi pengamatan jumlah daun dapat
dilihat pada Lampiran 19 Gambar i, j dan k.
Jumlah umbi. Jumlah umbi pertanaman dihitung dengan cara menghitung
jumlah umbi pertanaman setelah panen, satuan yang digunakan adalah umbi.
Diameter umbi. Dihitung pada saat panen dengan menggunakan jangka
sorong. Dokumentasi jumlah umbi dilihat pada Lampiran 19 Gambar o.
Berat umbi. Berat umbi dihitung setelah panen dengan nenimbang umbi,
satuan gram (g). Dokumentasi berat umbi dilihat pada Lampiran 19 Gambar n.
4.6 Analisis Data
Model linier aditif yang digunakan untuk menganalisis setiap peubah yang
diamati adalah:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + γk + ɛijk
Dimana :
14
i = 1,2, dan 3 (dosis pupuk kandang)
j = 1,2, dan 3 (dosis PGPR akar bambu)
k = 1,2, dan 3 (banyaknya kelompok)
Yijk = Hasil pengamatan untuk pemberian pupuk kandang kotoran sapi
taraf ke-i, PGPR akar bambu ke-j pada kelompok ke-k
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh pemberian pupuk kandang kotoran sapi
βj = Pengaruh pemberian PGPR akar bambu ke-j
(αβ)ij = Pengaruh interaksi pemberian pupuk kandang kotoran sapi ke-i dengan
PGPR akar bambu ke-j
γk = Pengaruh kelompok ke-k
Tabel 2. Analisis ragam untuk setiap peubah yang diamati.
Sumber Keragaman Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F Hitung F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 JKK KTK KTr/KTG 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk kandang kotoran sapi (P)
2 JKP KTP KTP/KTG 3,55 6,01
PGPR akar bambu (B)
2 JKB KTB
JKB/KTG 3,55 6,01
Interaksi 4 JKPB KTPB JKPB/KTG 3,01 4,77
Galat 16 JKG KTG
Total 26 JKT
Data yang diperoleh pada setiap perlakuan dihitung rata-ratanya dan diuji
kehomogenannya dengan uji kehomogenan ragam Bartlet. Apabila data homogen,
maka untuk megetahui perbedaan pengaruh perlakuan terhadap peubah yang
diamati, dilakukan analisi ragam dengan uji F pada taraf 5% dan 1%. Apabila uji F
untuk sumber keragaman interaksi menunjukkan nyata atau sangat nyata, maka
dilakukan dengan uji jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf nyata 5%.
(Hanafiah, 2005).
15
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1. Tinggi Tanaman (cm)
Hasil pengamatan tinggi tanaman pada bawang merah dan analisis ragam
dapat dilihat pada Lampiran 11, 12, dan 13 dan grafiknya pada Gambar 1.
Berdasarkan hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR
akar bambu pada pengamatan tinggi tanaman pada umur 23, 33 dan 43 HST tidak
berpengaruh secara interaksi, namun pada perlakuan tunggal pupuk kandang
kotoran sapi berpengaruh nyata pada umur 23 HST dan sangat nyata umur 33 HST,
tetapi tidak berpengaruh pada umur 43 HST, hasil uji beda rata-rata umur 23 HST
disajikan pada Tabel 3 dan grafiknya pada Gambar 2, sedangkan perlakuan tunggal
PGPR akar bambu tidak berpengaruh.
Tabel 3. Hasil uji beda rata-rata tinggi tanaman bawang merah umur 23 dan 33
HST dengan pemberian pupuk kandang kotoran sapi
Perlakuan Rerata tinggi tanaman bawang merah (cm)
23 HST 33 HST
p1 17.94a 17.82a
p2 20.06b 23.40b
p3 19.69b 22.10b
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak
berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%.
Dari tabel terlihat tinggi tanaman umur 23 perlakuan terbaik pada p2 yaitu
20,06 cm tidak berbeda dengan perlakuan p3 yaitu 19,69 cm dan berbeda dengan
perlakuan p1 yaitu 19,69 cm, sedangkan pada umur 33 HST perlakuan terbaik pada
p2 yaitu 23,40 cm tidak berbeda dengan perlakuan p3 yaitu 22,10 cm dan berbeda
dengan perlakuan p1 yaitu 17,82 cm.
16
Gambar 1. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu terhadap tinggi tanaman bawang merah.
Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi
dan PGPR akar bambu maka tinggi tanaman semakin meningkat, kecuali pada
perlakuan p3b1, p3b2 dan p3b3, peningkatan dosis pupuk kandang kotoran sapi dan
PGPR akar bambu tidak mampu meningkatkan tinggi tanaman.
Gambar 2. Grafik perlakuan berdasarkan dosis pupuk kandang kotoran sapi
terhadap tinggi tanaman pada tanaman bawang merah.
Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi
maka tinggi tanaman semakin meningkat, kecuali pada perlakuan p3 peningkatan
dosis pupuk kandang kotoran sapi tidak mampu meningkatkan tinggi tanaman.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3
23 HST
33 HST
43 HST
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
p1 p2 p3
HST 23
33 HST
17
5.1.2 Jumlah Daun (helai)
Hasil pengamatan jumlah daun tanaman pada bawang merah dan analisis
ragam dapat dilihat pada Lampiran 14, 15, dan 16 dan grafiknya pada Gambar 3.
Berdasarkan hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR
akar bambu pada pengamatan jumlah daun tanaman pada umur 23 HST, 33 HST
dan 43 HST tidak berpengaruh secara interaksi maupun perlakuan tunggal.
Gambar 3. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu terhadap jumlah daun tanaman bawang merah.
Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi
dan PGPR akar bambu maka jumlah daun tanaman semakin meningkat, kecuali
pada perlakuan p2b3, p3b1, p3b2 dan p3b3, peningkatan dosis pupuk kandang kotoran
sapi dan PGPR akar bambu tidak mampu meningkatkan jumlah daun.
5.1.3 Jumlah Umbi
Hasil pengamatan jumlah umbi tanaman pada bawang merah dan analisis
ragam dapat dilihat pada Lampiran 17 dan grafiknya pada Gambar 4. Berdasarkan
hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu
pada pengamatan jumlah umbi tanaman pada bawang merah tidak berpengaruh
secara interaksi maupun perlakuan tunggal.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3
23 HST
HST 33
43 HST
18
Gambar 4. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah.
Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi
dan PGPR akar bambu maka jumlah umbi semakin meningkat, kecuali pada p3b3
peningkatan dosis pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu tidak
mampu meningkatkan jumlah umbi.
5.1.4 Diameter Umbi (cm)
Hasil pengamatan diameter umbi tanaman pada bawang merah dan analisis
ragam dapat dilihat pada Lampiran 18 dan grafiknya pada Gambar 5. Berdasarkan
hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR akar bambu
pada pengamatan diameter umbi tanaman bawang merah tidak berpengaruh secara
interaksi maupun perlakuan tunggal.
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3
0.65
0.70
0.75
0.80
0.85
0.90
p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3
19
Gambar 5. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu terhadap diameter tanaman bawang merah.
Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi
dan PGPR akar bambu maka diameter umbi semakin menurun.
5.1.5 Berat umbi (g)
Hasil pengamatan berat umbi/tanaman pada bawang merah dan analisis
ragam dapat dilihat pada Lampiran 19 dan grafiknya pada Gambar 6. Berdasarkan
hasil analisis ragam antara pupuk kandang kotoran sapi dan dan PGPR akar bambu
pada pengamatan berat umbi/tanaman tidak berpengaruh secara interaksi maupun
perlakuan tunggal.
Gambar 6. Grafik hubungan interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar
bambu terhadap berat umbi/tanaman bawang merah.
Dari grafik terlihat bahwa semakin tinggi dosis pupuk kandang kotoran sapi
dan PGPR akar bambu maka berat umbi semakin meningkat.
5.2 Pembahasan
5.2.1 Interaksi pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi pupuk
kandang kotoran sapi dan PGPR akar bambu tidak berpengaruh terhadap semua
variabel pengamatan. Hal ini diduga dengan penambahan dosis pupuk kandang
menyebabkan C-organik semakin tinggi dan penambahan PGPR menyebabkan pH
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
p1b1 p1b2 p1b3 p2b1 p2b2 p2b3 p3b1 p3b2 p3b3
20
tanah semakin masam, sehingga mikroorganisme yang terdapat pada PGPR tidak
mampu merobaknya dengan baik.
Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah yang digunakan dalam
penelitian termasuk sangat masam, terlihat dari pH tanah yaitu 3,80. Akan tetapi
dilihat dari Kandungan C organik 1,196 (sedang), N total 0,252 (sedang) dan P
4,152 (sedang) dan K 0,075 (sangat rendah) dan Fe 29,685 (sangat tinggi). Hasil
analisis pupuk kandang kotoran sapi alkalis atau basa terlihat dari pH yaitu dengan
9,36 dengan C organik 28,59 dan N total 1,649 yang termasuk sangat tinggi,
sedangkan P 1,154 dan K 3,932 sangat rendah. Hasil analisis PGPR yaitu pH 5,21
(masam), N 0,05 (sedang), P2O2 0,10 dan K2O 0,05 (sangat rendah).
pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi
faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah. pH sangat penting dalam
menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan
dengan proses-proses yang sangat erat kaitannya dengan siklus hara (Sudaryono,
2009).
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum untuk pertumbuhan, yaitu pH
6,5-7,5. Pada pH dibawah 5 dan di atas 8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan
baik. (Waluyo, 2007 dalam Jannah, 2016).
Menurut Spur Way (1941) dalam Samadi dan Cahyono (2005) tanaman
bawang merah akan tumbuh baik pada tanah dengan kisaran pH optimum 5,8-7,0,
tetapi tanaman bawang merah masih toleran terhadap tanah dengan pH 5,5.
Menurut Sudaryono (2009) pada pH kurang dari 5,5 ion fosfat akan diikat oleh Fe
dan Al sebagai senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan diatas pH 7 akan
bereaksi dengan Ca dan Mg membentuk senyawa yang larut dalam air dan menjadi
tidak tersedia bagi tanaman.
Faktor lain yang menjadi kendala adalah Fe yang sangat tinggi. Kelebihan
Fe dalam tanah menyebabkan akar tanaman tidak dapat menyerap hara yang
dibutuhkan, sehingga aktivitas tanaman terganggu (Prasojo, 2018). Penyerapan Fe
yang sangat tinggi oleh akar tanaman mengakibatkan perkembangan akar tidak
normal (Harianti et. al., 2004). Sebagian besar unsur besi pada tanaman disimpan
dalam kloroplast, sehingga kelebihan besi menyebabkan terpengaruhnya organel
tersebut (Yadavalli et. al., 2012 dalam Nugraha dan Rumanti, 2017). Keracunan
21
besi juga mengakibatkan menurunnya permeabilitas membran sel penjaga yang
mengatur pembukaan stomata (Pareira et. al., 2013 dalam Nugraha dan Rumanti,
2017). Keracunan Fe pada tanaman ini diperlihatkan dengan banyaknya serangan
bercak cokelat, adanya noda-noda kecil berwarna cokelat pada daun (Kaderi,
2015).
Selain itu tanaman juga tidak mendapatkan penyinaran matahari yang
cukup. Intensitas atau lamanya penyinaran sinar matahari diperlukan tanaman
untuk proses fotosintesis dan pembentukan umbi bawang (Tim Bina Karya Tani,
2008). Tananaman bawang merah pada penelitian ini tidak mendapatkan
penyinaran matahari yang cukup karena sinar terhalang oleh pepohonan, hal ini
terjadi setelah tanaman bawang merah sudah tumbuh. Lahan penelitian pada saat
diolah mendapat penyinaran matahari dengan baik (musim penghujan), namun
matahari mulai bergeser pada saat mulai memasuki musim kemarau dari posisi
selatan ke arah utara (Republika, 2019). Sementara di arah utara di samping lahan
penelitian terdapat pepohonan, sehingga pada saat musim kemarau lahan penelitian
menjadi ternaung.
Pada variabel pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun pada perlakuan
dosis pupuk kandang kotoran sapi 10 t/ha dengan penambahan peningkatan dosis
PGPR akar bambu menyebabkan tinggi tanaman semakin menurun, tetapi jumlah
daun semakin meningkat, diduga pada dosis pupuk kandang tersebut tidak dapat
memperbaiki pH dan penambahan PGPR akar bambu membuat tanah semakin
masam. Selain itu, diduga unsur hara N yang digunakan untuk pertumbuhan tinggi
tanaman dan jumlah daun tidak mencukupi, sehingga hanya bisa meningkatkan
jumlah daun. N berfungsi untuk menyusun asam amino (protein), asam nukleat,
nukleotida dan klorofil pada tanaman, sehingga membuat tanaman lebih hijau,
mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, jumlah cabang dan
menambah protein hasil panen (Rina, 2019).
Pada perlakuan pupuk kadang kotoran sapi dosis 20 t/ha dengan
penambahan peningkatan dosis PGPR akar bambu mampu meningkatkan tinggi
tanaman dan jumlah daun, diduga karena pada dosis pupuk kandang tersebut dapat
memperbaiki pH. Sedangkan pada pupuk kandang kotoran sapi dosis 30 t/ha
22
dengan peningkatan dosis PGPR hasilnya tidak berbeda, diduga karena pupuk
kandang belum terdekomposisi dengan sempurna.
Pada variabel pengamatan jumlah umbi dan diameter umbi perlakuan
pupuk kandang kotoran sapi dosis 10 dan 20 t/ha dengan penambahan peningkatan
dosis PGPR akar bambu tidak meningkatkan jumlah umbi, hal ini diduga karena
pada dosis pupuk kandang tersebut tidak dapat memperbaiki pH tanah. Sedangkan
pada perlakuan pupuk kandang dosis 30 t/ha dengan penambahan peningakatan
dosis PGPR akar bambu sampai dosis 25 ml/tanaman mampu meningkatkan
jumlah umbi, tetapi diameternya menurun, hal ini diduga karena pada dosis pupuk
kandang tersebut mampu memperbaiki pH tetapi masih kekurangan unsur K,
sehingga meningkatnya jumlah umbi menyebabkan diameternya menurun. Pada
jumlah umbi yang lebih banyak memerlukan unsur K yang lebih banyak. Kalium
merupakan unsur ketiga setelah N dan P yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
banyak dan berperan membantu proses fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa
organik baru yang diangkut ke organ tempat penimbunan, yaitu umbi, sekaligus
memperbaiki kualitasnya (Samadi dan Cahyono, 2005).
Pada dosis 30 ml/tanaman menyebabkan jumlah umbi menurun, diduga
karena pH semakin masam, sehingga kekurangan unsur P, tetapi diameternya
meningkat, diduga unsur K yang digunakan untuk pembesaran umbi lebih lebih
terpenuhi. Unsur hara fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang
pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran yang baik dan menggiatkan
pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh tanaman (Rina,
2019).
Pada variabel pengamatan berat umbi perlakuan pupuk kandang kotoran
sapi dosis 10 dan 20 t/ha dengan penambahan peningkatan dosis PGPR akar bambu
tidak meningkatkan berat umbi, hal ini diduga karena pada dosis pupuk kandang
tersebut tidak dapat memperbaiki pH tanah. Sedangkan pada perlakuan pupuk
kandang kotoran sapi dosis 30 t/ha dengan penambahan peningakatan dosis PGPR
akar bambu sampai dosis 30 ml/tanaman mampu meningkatkan berat umbi, hal ini
diduga karena pada dosis pupuk kandang tersebut mampu memperbaiki pH.
Sejalan dengan penelitian Wahyuningsih et. al., (2017) menyatakan bahwa
produksi tanaman bawang merah pada perlakuan dosis 30 ml PGPR dan 20 t/ha
23
pupuk kotoran kelinci lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa PGPR dan pupuk
kotoran kelinci.
5.2.2 Pupuk kandang kotoran sapi
Berdasarkan hasil analisis ragam menujukkan bahwa perlakuan tunggal
pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh terhadap tinggi tanaman umur 23 dan 33
HST, tetapi tidak berpengaruh pada umur 43 HST, jumlah daun, jumlah umbi,
diameter umbi dan berat umbi. Pada variabel pengamatan tinggi tanaman perlakuan
pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh pada umur 23 dan 33 HST, namun pada
umur 43 HST tidak berpengaruh. Hal ini diduga pada umur 43 HST perlakuan
pemberian pupuk kandang kotoran sapi dosis 10 t/ha sudah terdekomposisi,
sementara dosis 20 t/ha dan 30 t/ha belum terdekomposisi dengan sempurna,
sehingga menyebabkan tinggi tanaman dengan pemberian dosis 10 t/ha tak berbeda
dengan perlakuan dosis 20 t/ha dan 30 t/ha.
Pada variabel pengamatan jumlah daun, jumlah umbi dan berat umbi,
perlakuan pupuk kandang kotoran sapi tidak berpengaruh, diduga pupuk kandang
kotoran sapi belum terdekomposisi dengan sempurna. Pupuk kandang kotoran sapi
memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat atau selulosa merupakan senyawa
rantai karbon yang akan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut. Proses
dekomposisi senyawa tersebut memerlukan unsur N yang terdapat dalam kotoran,
sehingga kotoran sapi tidak dianjurkan untuk diaplikasikan dalam bentuk segar,
perlu pematangan atau pengomposan terlebih dahulu. Apabila pupuk diaplikasikan
tanpa pengomposan, akan terjadi perebutan unsur N antara tanaman dengan proses
dekomposisi kotoran (Risnandar, 2018).
Bahan organik merupakan sumber N utama di dalam tanah dan berperan
cukup besar dalam proses perbaikan sifat fisika, kimia dan biologi tanah
(Sudaryono, 2009). N berfungsi untuk menyusun asam amino (protein), asam
nukleat, nukleotida dan klorofil pada tanaman, sehingga membuat tanaman lebih
hijau, mempercepat pertumbuhan tanaman (tinggi, jumlah anakan, jumlah cabang
dan menambah protein hasil panen (Rina, 2019).
Pada variabel pengamatan jumlah daun perlakuan peningkatan dosis pupuk
kandang sampai 20 t/ha mampu meningkatkan jumlah daun, tetapi peningkatan
24
selanjutnya yaitu 30 t/ha justru menyebabkan penurunan jumlah daun, hal ini
diduga karena pada dosis 30 t/ha belum terdekomposisi dengan sempurna.
Pada variabel pengamatan jumlah umbi dan berat umbi pada perlakuan
dosis 30 t/ha pupuk kandang kotoran sapi mampu meningkatkan jumlah umbi dan
berat umbi, hal ini diduga pada dosis tersebut dapat memperbaiki pH, sehingga
unsur P tersedia unuk tanaman. Unsur hara fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk
merangsang pertumbuhan akar dan membentuk sistem perakaran yang baik dan
menggiatkan pertumbuhan jaringan tanaman yang membentuk titik tumbuh
tanaman (Rina, 2019). Jika tanaman kekurangan unsur P, sistem perakarannya
tidak dapat berkembang secara sempurna. Akibatnya, tanaman tumbuh lambat,
ujung daunnya yang lebih tua menguning dan menjalar pada daun diatasnya,
sehingga umbi yang dihasikannya pun kecil-kecil (Samadi dan Cahyono, 2005).
Pada variabel diameter umbi semakin tinggi dosis pupuk kandang
menyebabkan diameter umbi semakin kecil, hal ini diduga karena tanaman
kekurangan unsur K. Kalium merupakan unsur ketiga setelah N dan P yang
dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak dan berperan membantu proses
fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa organik baru yang diangkut ke organ
tempat penimbunan, yaitu umbi, sekaligus memperbaiki kualitasnya. Tanaman
yang kekurangan unsur K mula-mula akan timbul bercak berwarna coklat pada
ujung daun, kemudian menjalar ke pangkal yang akhirnya layu dan tanaman akan
mati (Samadi dan Cahyono, 2005).
5.2.3 PGPR akar bambu
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan tunggal
PGPR akar bambu tidak berpengaruh terhadap semua variabel pengamatan. pH
tanah masan dan dengan penambahan PGPR yang masam membuat tanah semakin
masam, diduga karena pH tanah yang masam sehingga unsur hara P tidak tersedia.
pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi faktor
yang berhubungan dengan kualitas tanah. pH sangat penting dalam menentukan
aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan dengan proses-
proses yang sangat erat kaitannya dengan siklus hara (Sudaryono, 2009).
PGPR (Plant Prowth Promoting Rhizobacteria) atau dalam bahasa
Indonesia berarti bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (BP3T) adalah
25
bakteri yang terdapat di sekitar perakaran rumpun bambu dimana terdapat eksudat
yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. PGPR mengandung bakteri
Pseudomonas flourenscens dan Bacillus polymixa yang mampu memacu
pertumbuhan tanaman melalui beberapa cara, yaitu : merombak dan mengurai
bahan organik menjadi nutrisi tanaman, mengeluarkan cairan yang mampu
melarutkan mineral phosphate menjadi unsur hara, mengeluarkan enzim pemacu
pertumbuhan tanaman, mengeluarkan antibiotik dan menekan mikroba patogen
serta membantu menangkap dan mengumpulkan nitrogen (N) dari udara,
selanjutnya diubah menjadi unsur yang siap diserap tanaman (Yuliandri, 2017).
Kebanyakan bakteri mempunyai pH optimum untuk pertumbuhan, yaitu pH 6,5-
7,5. Pada pH dibawah 5 dan di atas 8,5, bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik
(Waluyo, 2007 dalam Jannah, 2016).
26
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan kombinasi pupuk kandang
kotoran sapi dan PGPR akar bambu terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah.
2. Pemberian pupuk kandang kotoran sapi berpengaruh terhadap tinggi tanaman
23 dan 33 HST, namun tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman umur 43
HST, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi dan berat umbi.
3. Penambahan PGPR akar bambu tidak memberikan pengaruh terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi dan berat umbi.
4. Tidak terdapat interaksi terbaik antara pupuk kandang kotoran sapi dan PGPR
akar bambu terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, diameter umbi
dan berat umbi.
5. Didapatkan dosis terbaik penggunaan pupuk kandang kotoran sapi terhadap fase
vegetatif bawang merah yaitu pada perlakuan p2 (20 t/ha).
6. Tidak didapatkan dosis terbaik penggunaan PGPR akar bambu.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian maka disarankan untuk
melakukan pengapuran 2-4 minggu sebelum tanam pada tanah yang pH-nya rendah
atau masam, agar pH tanah menjadi netral dan kegiatan budidaya bawang merah
harus dilakukan ditempat terbuka agar dapat menghasilkan umbi secara optimal.
27
DAFTAR PUSTAKA
Amijaya. M. Y., Pata’dunga dan Thaha, A. R. 2015. Pengaruh pupuk kandang
kotoran sapi terhadap serapan posfor dan hasil tanaman bawang merah
(Allium ascalonicum L.) Varietas Lembah Palu di Entisols Sidera. Jurnal
Agrotekbis. Vol. 3 No. 2.
Azzamy. 2015. Pengertian dan Fungsi PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizobacteria)https://mitalom.com/pengertian-dan-fungsi-pgpr-plant growth
promoting-rhizobacteria/. Diakses pada tanggal 10 November 2018.
BPS Kabupaten Tabalong. 2018. Luas Panen dan Produksi Sayur-Sayuran
20102017.https://tabalongkab.bps.go.id/statistictable/2015/12/28/1390/
luas-panendan-produksi-sayur-sayuran-2010-2017.html. Diakses pada
tanggal 10 November 2018.
Firmanto, B. H. 2011. Praktis Bertanam Bawang Merah Secara Organik. Angkasa.
Bandung.
Hanafiah, K. A. 2005. Rancangan Percobaan Aplikatif. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Harianti, M., Herviyanti dan Hermansah. 2004. Tingkat keracunan besi dalam
bentuk ferro dan ferri serta pertumbuhan tanaman padi (Oryza sativa. L)
pada media pasir. Jurnal. Solum Vol.1 No 2. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Universitas Andalas.
Humas Balitsa. 2018. Bawang Merah Varietas Bima Brebes. http://balitsa.
litbang.pertanian.go.id/. Di akses pada tanggal 28 November 2018.
Imam. 2018. Respons pertumbuhan dan hasil tanaman kacang hijau (Vigna radiata
L.) terhadap berbagai dosis PGPR dari akar bambu di lahan podsolik.
Skripsi. Program Studi Agroteknologi. Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian
Amuntai.
Jannah, R. 2016. Pengaruh bakter Bacillus cereus dan Psedudomons aeruginosa
terhadap produktivitas tanaman padi yang terinfeksi penyakit blass
sebagai referesi mata kuliah mkrobiologi. Skripsi. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan. Program Studi Pendidikan Biologi.
Januarti, R. A., Zulkifli, L dan Sedijani, P. 2016. Pengaruh penambahan kotoran
kelinci pada media tanah terhadap pertumbuhan tanaman sawi (Brassica
juncea) sebagai pengayaan praktikum fisiologi tumbuhan. Jurnal.
Universitas Mataram. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program
Studi Pendidikan Biologi.
28
Kaderi, H. 2015. Sidik Cepat Keracunan Unsur Fe, Mn dan Al Pada Tanaman di
Lahan Rawa Sulfat Masam. Balittra. http://balittra .litang.go.in/. Diakses
pada tanggal 26 Juli 2019.
Laboratorium Balittra. 2019. Hasil Analisis Tanah dan Pupuk Kandang Kotoran
Sapi di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Banjarbaru.
Lasmiati, H. 2013. Petani Kembangkan Bawang Merah. http://kalsel.antaranews.
com. Di akses pada tanggal 27 November 2018.
Nugraha, Y dan Rumanti, I. P. 2017. Perakitan padi toleran keracunan besi. Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Iptek Tanaman Pangan. Vol. 12 No. 1
Pusat Penelitian Bioteknologi. 2018. Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR) Penghasil Eksopolosakarida Sebagai Inokulin Area Pertanian
Lahan Kering. http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/bioteknologi-
update/. Di akses pada tanggal 13 November 2018.
Prasojo, M. 2018. Penanggulangan Keracunan Besi (Fe) pada Sawah Bukaan Baru.
https:/unsurtani.com/2018/07/penganggulangan-keracunan-besi-fe-
padasawah-bukaan-baru. Di akses pada tanggal 25 Juli 2019.
Rahma, C. 2014. Kerusakan Tanah dan Tanaman Akibat Penggunaan Pupuk
Kimia.
http://www.kompasiana.com/charismarahma/. Di akses pada tanggal 19 Desember
2018.
Ramadhan, M. P. dan Maghfoer, M. D.. 2018. Respons dua varietas bawang merah
terhadap “Plant Growth Promoting Rhizobacteria” (PGPR) dengan
konsentrasi berbeda. Jurnal Protan. Vol. 6 No. 5.
Republika. 2019. Matahari mulai bergeser di selatan khatulistiwa, musim hujan
segera tiba. https://mrepublika.co.id/amp/. Diakses tanggal 15 Juli 2019.
Rina, D. 2019. Manfaat Unsur Hara N, P dan K Bagi Tanaman.
http://kaltim.litbang. pertanian.go.id/. Diakses tanggal 15 Juli 2019
Risnandar, C. 2018. Jenis dan Karakteristik Pupuk Kandang. https://alamtani.com/
pupuk-kandang/amp/. Di akses pada tanggal 13 November 2018.
Samadi, B. dan Cahyono, B. 2005. Bawang Merah. Kanisius.Yogyakarta.
Sejati, H. K., Astiningrum, M dan Tujiyanta. 2017. Pengaruh macam pupuk
Kandang dan konsentrasi Pseudomonas fluorescens pada hasil Tanaman
bawang merah (Allium cepa fa. Ascalonicum, L.) Varitas Crok Kuning.
Jurnal Ilmu Tropika dan Subtropika. Vol. 2 No 2.
29
Silvikultur. 2016. Bahan Organik Tanah.
http://www.silvikultur.com/Bahan_Organik _Tanah.html. Diakses pada
tanggal 25 Juli 2019.
Sudaryono. 2009.Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan
batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan.
Vol. 10 No. 3. p 337-346.
Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Tanah, Tanaman,
Air dan Pupuk. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Sutedjo, M. M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah.Yrama Widya.
Bandung.
Todorovic, D. 2013. PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria).http://
ditlin.hortikultura.pertanian.go.id/. Di akses pada tanggal 10 November
2018.
Wahyuningsih, E. N., Herlina dan Tyasmoro, S. Y. 2017. Pengaruh pemberian
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dan pupuk kotoran
kelinci terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawangmerah (Allium
ascalonicum L.). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 5 No. 4.
Yuliandri, L. A. 2017. Pertanian Maju Masyarakat Sejahtera: PGPR (Plant Growth
Promoting Rhizobacter). http://liliadamyuliandri1984.blogspot.com/. Di
akses pada tanggal 10 November 2018.
30
LAMPIRAN
31
Lampiran 1. Komposisi Gizi Untuk Setiap 100 Gram Umbi Bawang Merah
No. Macam zat gizi Berat
1 Protein 1,5 g
2 Lemak 0,3 g
3 Karbohidrat 9,2 g
4 Vitamin A -
5 Vitamin B 0,03 ml
6 Vitamin C 2,0 ml
7 Kalsium 36,0 ml
8 Posfor 40,0 ml
9 Besi 0,8 ml
10 Air 88,0 g
Sumber : Firmanto (2011)
32
Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Bawang Merah Varietas Bima Brebes
Asal Lokal Brebes
Tinggi tanaman 34,5 cm (25-44 cm )
Umur berbunga 50 hari
Umur panen 60 hari
Kemampuan berbunga (alami) Agak sukar
Banyak anakan 7-12 umbi per rumpun
Bentuk daun Silindri, berlubang
Warna daun Hijau
Banyak daun 14-50 helai
Bentuk bunga Seperti payung
Warna bunga Putih
Banyak buah /tangkai 60-100
Banyak bunga per tangkai 120-160s
Banyak tangkai bunga / rumpun 2-4
Bentuk biji Bulat, gepeng, berkeriput
Warna biji Hitam
Bentuk umbi Lonjong, bercincin kecil pada leher
cakram
Warna umbi Merah muda
Produksi umbi 9,9 ton / ha umbi kering
Susut bobot umbi (basah-kering) 21,5 %
Ketahanan terhadap penyakit Cukup tahan terhadap bususk umbi
(Botrytis allii)
Kepekaan terhadap penyakit Peka terhadap busuk ujung daun
(Phytophtora porri)
Keterangan Baik untuk dataran rendah
Peneliti Hendro Sunarjono, Prasodjo, Darliah
dan Nasran Horizon Arbain
No. SK 594/Kpts/TP.240/9/1984
Sumber : Humas Balitsa (2018)
33
Lampiran 3. Hasil Analisis Tanah di Desa Banyu Tajun Kecamatan Tanjung
Kabupaten Tabalong
Sumber : * : Laboratorium Balittra (2019)
** : Sulaeman et., al., (2005)
No Sifat tanah Satuan Nilai* Kriteria**
1 pH H2O - 3,80 Sangat masam
2 pH KCl - 3,59 Sangat masam
3 C-Organik % 1,906 Sedang
4 N total % 0,252 Sedang
6 P-tsd ppmP 4,152 Sedang
7 K-dd cmol(+)/kg 0,075 Sangat rendah
8 Al-dd cmol(+)/kg 0,176 Sangat rendah
9 Fe-dd Ppm 29,685 Sangat tinggi
34
Lampiran 4. Hasil analisis pupuk kandang kotoran sapi
No Sifat pupuk kandang Nilai Kriteria
1 pH H2O 9,36 Alkalis
3 C-Organik 29,59 Sangat tinggi
4 N total 1,649 Sangat tinggi
6 P 1,154 Sangat rendah
7 K 3,932 Sangat rendah
Sumber : * : Laboratorium Balittra (2019)
** : Sulaeman et., al., (2005)
35
Lampiran 5. Hasil analisis PGPR dari akar bambu
Unsur/kandungan Nilai (%) Keterangan
N-total 0,05% Sedang
C-organik 0,36% Sangat Rendah
P2O2 0,10% Sangat Rendah
K2O 0,05% Sangat Rendah
pH (H2O) 5,21% Masam
Sumber : Rahman (2015) dalam Imam (2018)
36
Lampiran 6. Cara pembuatan PGPR
Bahan:
1. Akar bambu 400 g
2. Gula pasir 1200 g
3. Terasi 800 g
4. Dedak halus 4 kg
5. Air bersih 40 l
6. Penyedap rasa secukupnya
Alat:
1. Jerigen
2. Panci
3. Pisau
4. Saringan
5. Kompor
Langkah pembuatan
1. Akar bambu direndam dengan air matang dalam keadaan dingin selama 30 hari.
2. Gula pasir, dedak, terasi dan penyedap rasa direbus dengan air selama 20-25
menit, kemudian diangkat dan dinginkan.
3. Setelah dingin semua bahan dimasukkan kedalam jerigen dan ditutup rapat.
4. Penutup dibuka dan digoyang-goyang sehari sekali.
5. Setelah 15 hari PGPR siap digunakan.
Sumber: Todorovic (2013).
37
Lampiran 7. Denah tata letak satuan percobaan
U
38
Lampiran 8. Denah tata letak tanaman sampel
Keterangan:
= tanaman yang diamati/ tanaman sampel
= tanaman pelindung
20 cm
cm 20
cm 20
10 0 cm
10 0 cm
39
Lampiran 9. Perhitungan dosis pupuk kandang kotoran sapi
1. Dosis 10 t/ha= …. kg/m2
= Luas Petak x Dosis perlakuan
1 ha
= 1 m2 x 10.000 kg/ha
10.000 m2
= 1 kg/m2
2. Dosis 20 t/ha= …. kg/m2
= Luas Petak x Dosis perlakuan
1 ha
= 1 m2 x 20.000 kg/ha
10.000 m2
= 2 kg/m2
3. Dosis 30 t/ha= …. kg/m2
= Luas Petak x Dosis perlakuan
1 ha
= 1 m2 x 30.000 kg/ha
10.000 m2
= 3 kg/m2
40
Lampiran 10. Hasil uji ragam Barlett terhadap variabel pengamatan
No Pengamatan X2 Hitung X2 Tabel Keterangan
1 Tinggi tanaman 23 HST 0,0748 15,51 Homogen
2 Tinggi tanaman 33 HST 1,7178 15,51 Homogen
3 Tinggi tanaman 43 HST 4,7831 15,51 Homogen
4 Jumlah daun 23 HST 0,4377 15,51 Homogen
5 Jumlah daun 33 HST 1,2665 15,51 Homogen
6 Jumlah daun 43 HST 1,5342 15,51 Homogen
7 Jumlah umbi tanaman 6,9263 15,51 Homogen
8 Diameter umbi 6,3284 15,51 Homogen
9 Berat umbi/tanaman 8,0955 15,51 Homogen
Keterangan : 1. Nilai X2 hitung < X2 tabel maka data di anggap homogen.
2. Analisis data dilakukan menggunaka Number Cruncher Statistical
System (NCSS) 2007.
41
Lampiran 11. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman
bawang merah 23 HST
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 21,25 18 18,5 57,75 19,25
p1b2 19,25 18,5 15,25 53 17,67
p1b3 18,5 15,25 17 50,75 16,92
p2b1 21,25 20,25 17,5 59 19,67
p2b2 18 20,75 18,5 57,25 19,08
p2b3 22,75 21 20,5 64,25 21,42
p3b1 17,25 20,25 20,75 58,25 19,42
p3b2 19,5 19,25 18 56,75 18,92
p3b3 20,5 21,5 20,25 62,25 20,75
Total 178,25 174,75 166,25 519,25 173,08
Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 23 HST
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 8,463 4,231 1,883ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 22,949 11,475 5,106* 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 6,449 3,225 1,435ns 3,55 6,01
Interaksi 4 16,301 4,075 1,814ns 3,01 4,77
Galat 16 35,954 2,247
Total 26
KK = 0,866%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
42
Lampiran 12. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman
bawang merah 33 HST
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 17.75 18.25 21.00 57.00 19.00
p1b2 18.00 12.75 18.33 49.08 16.36
p1b3 14.33 19.33 20.67 54.33 18.11
p2b1 19.00 23.00 23.33 65.33 21.78
p2b2 17.75 27.75 25.50 71.00 23.67
p2b3 24.50 24.00 25.75 74.25 24.75
p3b1 16.63 26.25 23.63 66.51 22.17
p3b2 23.88 26.25 16.67 66.80 22.27
p3b3 22.63 20.75 22.25 65.63 21.88
Total 174.47 198.33 197.13 569.93 189.98
Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 33 HST
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 40,156 20,078 1,966ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 153 76,613 6,909** 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 3,200 1,600 0,144ns 3,55 6,01
Interaksi 4 21,458 5,364 0,484ns 3,01 4,77
Galat 16 177,426 11,089
Total 26
KK = 1,755%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh *
= berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
43
Lampiran 13. Data pengamatan dan analisis ragam terhadap tinggi tanaman
bawang merah 43 HST
Perlakuan Tinggi tanaman (cm)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 25.00 27.50 29.50 82.00 27.33
p1b2 20.50 32.00 20.50 73.00 24.33
p1b3 18.00 22.00 22.75 62.75 20.92
p2b1 25.50 21.50 24.50 71.50 23.83
p2b2 20.75 32.25 26.60 79.60 26.53
p2b3 20.37 37.00 27.00 84.37 28.12
p3b1 23.75 26.00 23.75 73.50 24.50
p3b2 25.75 26.75 20.00 72.50 24.17
p3b3 24.75 20.25 26.00 71.00 23.67
Total 204.37 245.25 220.60 670.22 223.41
Hasil analisis ragam terhadap tinggi tanaman bawang merah 43 HST
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung
F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 94,156 47,078 2,686ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 24,285 12,143 0,693ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 4,859 2,429 0,139ns 3,55 6,01
Interaksi 4 86,266 21,567 1,231ns 3,01 4,77
Galat 16 280,397 17,525
Total 26
KK = 1,793%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
44
Lampiran 14. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap tanaman
bawang merah 23 HST
Perlakuan Jumlah daun (helai)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 9,25 9 10,75 29 9,67
p1b2 9,75 11,5 11 32,25 10,75
p1b3 8 12,75 11 31,75 10,58
p2b1 8 12 10,75 30,75 10,25
p2b2 8,5 14,75 13 36,25 12,08
p2b3 11,25 13 12,75 37 12,33
p3b1 12 10,25 11,75 34 11,33
p3b2 11,75 9,75 7,25 28,75 9,58
p3b3 10,25 12 14,25 36,5 12,17
Total 88,75 105 102,5 296,25 98,75
Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun tanaman bawang merah 23 HST
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 17,014 8,507 2,783ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 6,764 3,382 1,107ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 7,722 3,861 1,263ns 3,55 6,01
Interaksi 4 12,514 3,128 1,024ns 3,01 4,77
Galat 16 48,903 3,056
Total 26
KK = 1,689%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
45
Lampiran 15. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun
tanaman bawang merah 33 HST
Perlakuan Jumlah daun (helai)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 7.75 10.50 15.50 33.75 11.25
p1b2 9.75 14.00 14.11 37.86 12.62
p1b3 9.67 13.33 18.00 41.00 13.67
p2b1 10.75 10.00 16.00 36.75 12.25
p2b2 10.75 15.75 17.50 44.00 14.67
p2b3 13.50 16.50 13.25 43.25 14.42
p3b1 15.50 14.50 11.25 41.25 13.75
p3b2 13.50 14.75 7.33 35.58 11.86
p3b3 13.75 10.75 16.75 41.25 13.75
Total 104.92 120.08 129.69 354.69 118.23
Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun tanaman bawang merah 33 HST
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 34,657 17,328 1,785ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 7,211 3,606 0,371ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 10,607 5,304 0,546ns 3,55 6,01
Interaksi 4 15,947 3,987 0,411ns 3,01 4,77
Galat 16 34,657 9,709
Total 26
KK = 2,63%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
46
Lampiran 16. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap jumlah daun
tanaman bawang merah 43 HST
Perlakuan Julah daun (helai)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 6.67 9.25 12.00 27.92 9.31
p1b2 10.50 14.75 10.75 36.00 12.00
p1b3 10.33 13.00 15.50 38.83 12.94
p2b1 10.50 12.75 19.33 42.58 14.19
p2b2 10.75 17.25 18.25 46.25 15.42
p2b3 7.00 14.00 14.00 35.00 11.67
p3b1 13.75 12.50 15.50 41.75 13.92
p3b2 15.00 15.25 6.33 36.58 12.19
p3b3 14.25 9.50 14.50 38.25 12.75
Total 98.75 118.25 126.16 343.16 114.39
Hasil analisis ragam terhadap jumlah daun tanaman bawang merah 43 HST
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung
F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 44,227 22,1133 2,025ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 25,489 12,744 1,167ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 3,292 1,646 0,151ns 3,55 6,01
Interaksi 4 44,661 11,165 1,023ns 3,01 4,77
Galat 16 174,685 10,918
Total 26
KK = 2,889%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
47
Lampiran 17. Data pengamatan da analisis ragam terhadap jumlah umbi tanaman
bawang merah
Perlakuan Jumlah umbi
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 5.33 5.21 5.3 15.84 5.28
p1b2 5.33 4 5.3 14.63 4.88
p1b3 5.33 5.21 5.3 15.84 5.28
p2b1 5 6.25 5.66 16.91 5.64
p2b2 5.33 5 6 16.33 5.44
p2b3 5.33 4.5 4.25 14.08 4.69
p3b1 5.33 3.75 5.3 14.38 4.79
p3b2 6.5 6 5.3 17.80 5.93
p3b3 4.5 7 5.3 16.80 5.60
Total 47.98 46.92 47.71 142.61 47.54
Hasil analisis ragam terhadap jumlah umbi tanaman bawang merah
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung
F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 0,067 0,034 0,062ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 0,404 0,202 0,373ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 0,259 0,129 0,239ns 3,55 6,01
Interaksi 4 3,618 0,904 1,671ns 3,01 4,77
Galat 16 8,662 0,541
Total 26
KK = 1,547%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
48
Lampiran 18. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap diameter umbi
tanaman bawang merah
Perlakuan
Diameter umbi (cm)
Jumlah Rata-rata I II III
p1b1 0.79 0.83 0.78 2.40 0.80
p1b2 0.79 0.95 0.78 2.52 0.84
p1b3 0.79 0.83 0.78 2.40 0.80
p2b1 1 0.83 0.7 2.53 0.84
p2b2 0.79 0.8 0.78 2.37 0.79
p2b3 0.79 0.9 0.85 2.54 0.85
p3b1 0.79 0.65 0.78 2.22 0.74
p3b2 0.65 0.75 0.78 2.18 0.73
p3b3 0.73 0.9 0.78 2.41 0.80
Total 7.12 7.44 7.01 21.57 7.19
Hasil analisis ragam terhadap diameter tanaman bawang merah
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung
F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 0,011 0,006 0,901ns 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 0,025 0,012 2,026ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 0,005 0,002 0,377ns 3,55 6,01
Interaksi 4 0,015 0,004 0,599ns 3,01 4,77
Galat 16 0,098 0,006
Total 26
KK = 1,077%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
49
Lampiran 19. Data pengamatan dan hasil analisis ragam terhadap berat
umbi/tanaman bawang merah
Perlakuan
Berat umbi (g)
Jumlah Rata-rata
I II III
p1b1 7 8.91 8.74 24.65 8.22
p1b2 7 7.75 8.74 23.49 7.83
p1b3 7 8.91 8.74 24.65 8.22
p2b1 5 10 8.77 23.77 7.92
p2b2 7 8.25 10.13 25.38 8.46
p2b3 7 8.8 7.33 23.13 7.71
p3b1 7 5.55 8.74 21.29 7.10
p3b2 8.9 9.4 8.74 27.04 9.01
p3b3 7.1 12.6 8.74 28.44 9.48
Total 63.00 80.17 78.67 221.84 73.95
Hasil analisis ragam terhadap berat umbi/tanaman bawang merah
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengan F Hitung
F-Tabel
5% 1%
Kelompok 2 20,097 10,048 5,834* 3,55 6,01
Perlakuan - - - - - -
Pupuk
kandang
kotoran
sapi (P)
2 1,343 0,671 0,390ns 3,55 6,01
PGPR akar
bambu (B) 2 2,997 1,498 0,870ns 3,55 6,01
Interaksi 4 7,770 1,942 1,128ns 3,01 4,77
Galat 16 27,559 1,922
Total 26
KK = 1,403%
Keterangan : ns = tidak berpangaruh
* = berpengaruh nyata
** = berpengaruh sangat nyata
50
Lampiran 20. Dokumentasi penelitian
Gambar b. Pembuatan PGPR akar bambu
Gambar a. Pengolahan lahan
51
Gambar c. Penimbangan pupuk kandang kotoran sapi
Gambar d. Pemberian pupuk kandang kotoran sapi pada lahan penelitian
52
Gambar e. Benih bawang merah
Kelompok I = 3,4-4,5 g, Kelompok II = 4,6-5,7 g, Kelompok III = 5,8-6,9
g
Gambar f . Penanaman bawang merah
53
Gambar g. Tanaman bawang merah yang mulai tumbuh
Gambar h. P emberian PGPR akar bambu
54
Gambar i. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun 23 HST
Gambar j. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun 33 HST
55
Gambar k. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun 43 HST
Gambar l. Tanaman penelitian
56
Gambar n. Penimbangan umbi
Gambar m . Panen
57
Gambar o . Pengukuran diameter umbi