laporan seleksi heterosis

38
UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN LABORATORIUM GEN DAN PEMULIAAN TANAMAN LAPORAN PRAKTIKUM NAMA : IMAM TAUFIK NIM : 081510501060 GOL / KEL : A / 3 ANGGOTA : 1. REKYAN LARASATI 2. HYANKASU ADECA 3. NURUL HUDA 4. ADRIAN SIREGAR 5. NIKA HADIYA R. JUDUL ACARA : SELEKSI HETEROSIS TANGGAL PRAKTIKUM : 11 APRIL 2011 TANGGAL PENYERAHAN : 18 APRIL 2011 TUJUAN : 1.Untuk mengetahui porsentase heterosis. 2.Untuk mengetahui apakah tanaman yang berasal dari biji F1 lebih baik daripada tetuanya.

Upload: uberswara

Post on 05-Jul-2015

1.746 views

Category:

Documents


36 download

TRANSCRIPT

Page 1: laporan seleksi heterosis

UNIVERSITAS JEMBERFAKULTAS PERTANIANJURUSAN BUDIDAYA PERTANIANLABORATORIUM GEN DAN PEMULIAAN TANAMAN

LAPORAN PRAKTIKUM

NAMA : IMAM TAUFIK

NIM : 081510501060

GOL / KEL : A / 3

ANGGOTA : 1. REKYAN LARASATI

2. HYANKASU ADECA

3. NURUL HUDA

4. ADRIAN SIREGAR

5. NIKA HADIYA R.

JUDUL ACARA : SELEKSI HETEROSIS

TANGGAL PRAKTIKUM : 11 APRIL 2011

TANGGAL PENYERAHAN : 18 APRIL 2011

TUJUAN : 1.Untuk mengetahui porsentase heterosis.

2.Untuk mengetahui apakah tanaman yang

berasal dari biji F1 lebih baik daripada

tetuanya.

ASISTEN : 1. EVA NURAINI

2. MINHAJIL ABIDIN

3. SELLY ROSALINA .W

4. QOIRUN NISWATIN KHASANAH

Page 2: laporan seleksi heterosis

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979)

didefinisikansebagai peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida

melebihi rata - rata kedua tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman

dapat dilihat dalam berbagai bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran

sel, perkembangan akar, peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Konsep heterosis

merupakan dasar dalam pembentukan hibrida yang telah banyak dipelajari pada

jagung.dalam tulisannya berkaitan dengan heterosis pada jagung, menghasilkan

midparent heterosis berkisar antara -3.6 - 72.0%, sementara better-parent heterosis

berkisar antara -9.9 - 43.0% pada karakter komponen hasil. Manifestasi heterosis

dari varietas hibrida bergantung pada keragaman genetik kedua tetuanya .

Heterosis sangat penting pada pemuliaan jagung dan tergantung dari level

dominansi serta perbedaan gen-gen yang terakumulasi. Heterosis pada jagung

telah banyak dipelajari. Hallauer dan Miranda (1988) dalam tulisannya berkaitan

dengan heterosis pada jagung, menghasilkan mid-parent heterosis berkisar antara -

3.6 - 72.0% sementara high-parent heterosis berkisar antara -9.9 - 43.0%. Galur

yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih dahulu

diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya gabung

(combining ability). Daya gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung

umum (general combining ability) dan daya gabung khusus (specific combining

ability).

Daya gabung umum (DGU) adalah kemampuan individu tetua untuk

menghasilkan keturunan yang unggul untuk suatu karakter tertentu yang

disilangkan dengan sejumlah tetua lainnya atau rata-rata penampilan keturunan

dari persilangan satu tetua dengan sejumlah tetua lainnya. Daya gabung khusus

(DGK) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang

unggul jika disilangkan dengan kombinasi yang spesifik dengan tetua lainnya atau

penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan tetua lainnya yang lebih

baik dari daya gabung umum untuk tetua tersebut.

Page 3: laporan seleksi heterosis

. Griffing (1956) melakukan analisis silang dialel untuk menduga nilai

general dan specific combining abilities dari galur murni dan hibridanya. Menurut

Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akan tinggi apabila

kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek DGU dan DGK

tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif sangat bermanfaat

untuk merakit varietas berumur genjah. Penelitian yang dilakukan Iriany (2002)

mengenai ketahanan jagung terhadap penyakit bulai melalui persilangan dialel

mendapatkan kesimpulan apabila suatu galur yang memiliki daya gabung umum

yang baik, maka galur tersebut memiliki karakter ketahanan terhadap penyakit

bulai.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui prosentase heterosis.

2. Untuk mengetahui apakah tanaman yang berasal dari biji f1 lebih baik dari-

pada tetuanya.

Page 4: laporan seleksi heterosis

II. TINJAUAN PUSTAKA

Istilah hibrida ditujukan tehadap suatu varietas yang ditanam untuk

keperluan komersial yang berupa benih F1, yang dihasilkan melalui persilangan

genotipegenotipe terseleksi. Karakteristik umum varietas hibrida yang digunakan

secara komersial penggunaannya hanya terbatas pada F1 nya saja. Perbanyakan

hibrida F1 melalui persilangan acak akan menyebabkan penurunan hasil pada

generasi-generasi selanjutnya. Informasi pola heterotik dan daya gabung diantara

plasma nutfah jagung sangat penting dalam memaksimalkan pengembangan

hibrida (Beck et al., 1990).

Menurut Singh (1987) program pemuliaan jagung hibrida pada dasarnya

terdiri dari empat tahap, yaitu : 1. Pembentukan galur-galur murni yang stabil,

vigor, serta berdaya hasil benih tinggi. 2. Pengujian daya gabung dan penampilan

per se dari galur-galur murni tersebut. 3. Penggunaan galur-galur murni terpilih

dalam pembentukan hibrida yang lebih produktif. 4. Perbaikan daya hasil serta

ketahanan terhadap hama dan penyakit. Galur murni dihasilkan dari penyerbukan

sendiri hingga diperoleh tanaman yang homozigot. Hal ini umumnya memerlukan

waktu lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri yang terkontrol. Galur

murni dibentuk dari varietas bersari bebas (open pollinated variety) namun ada

pula yang dibentuk dari banyak sumber yang lain seperti seperti varietas sintetik,

varietas komposit, atau populasi generasi lanjut dari hibrida (Singh 1987).

Dengan penyerbukan sendiri, terjadi segregasi dan penurunan vigor.

Tambahan penurunan vigor akan terlihat pada tiap generasi penyerbukan sendiri

hingga galur homozigot terbentuk. Selain mengalami penurunan vigor, individu

tanaman yang diserbuk sendiri menampakkan berbagai kekurangan seperti:

tanaman bertambah pendek, cenderung rebah, peka terhadap penyakit, dan

bermacam-macam karakter lain yang tidak diinginkan. Munculnya

fenomenafenomen tersebut dikenal dengan istilah depresi tangkar dalam atau

inbreeding depression (Poehlman 1983).

Varietas jagung hibrida pada awalnya merupakan hasil penelitian inovatif

dari George Harrison Shull, E.M. East D.F. Jones, H. K Hayes dan peneliti lain

Page 5: laporan seleksi heterosis

pada tahun 1908-1909 (Poehlman 1979). Program pengembangan galur murni

bertujuan untuk menghasilkan galurgalur yang mempunyai potensi tinggi. Karena

galur murni diharapkan memiliki potensi genetik untuk menghasilkan pasangan

kombinasi hibrida yang berdaya hasil tinggi, maka galur murni tersebut harus

memiliki gen-gen yang memiliki sifat-sifat unggul tersebut. Nilai sesungguhnya

dari suatu galur murni adalah kemampuannya untuk memberikan daya gabung

yang baik apabila dikombinasikan dengan galurgalur lain Tiga tipe hibrida sudah

digunakan secara komersial, yaitu hibrida silang tunggal (single cross hybrid),

hibrida silang ganda (double cross hybrid), dan hibrida silang tiga (three-way

cross hybrid) (Sprague dan Dudley 1988).

Setiap tipe hibrida memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Hibrida

silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak

berhubungan satu sama lain. Galurgalur murni yang digunakan dalam silang

tunggal diasumsikan telah homozigot. Hibrida silang tiga adalah hibrida dari

persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni. Silang tiga berbeda

dengan modifikasi silang tunggal, dimana ketiga galur murni tidak berhubungan

sehingga lebih berbeda secara genetik dan penampilannya lebih beragam. Hibrida

silang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal.

Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu sama

lain. Pasangan galur murni disilangkan sehingga membentuk dua silang tunggal,

kemudian disilangkan untuk menghasilkan silang ganda.

Heterosis

Pemuliaan tanaman menyerbuk silang seperti jagung didasari oleh adanya

efek heterosis atau hibrid vigor (Mohr dan Schopfer 1995). Istilah heterosis

merupakan asal kata dari stimulus of heterozygotis yang pertama kali digunakan

oleh George Harrison Shull pada tahun 1914 (Jones 1952).

Heterosis atau Hybrid Vigor menurut Poehlman (1979) didefinisikan

sebagai peningkatan dalam ukuran atau vigor dari suatu hibrida melebihi rata -

rata kedua tetuanya. Pengaruh dari heterosis pada suatu tanaman dapat dilihat

dalam berbagai bentuk, seperti tinggi tanaman, ukuran daun, ukuran sel,

perkembangan akar, peningkatan hasil dan bentuk lainnya. Chaudhari (1971)

Page 6: laporan seleksi heterosis

mendefinisikan heterosis sebagai peningkatan vigor, pertumbuhan, hasil atau

fungsi dari suatu hibrida melebihi tetua, yang merupakan hasil persilangan secara

genetik suatu individu yang berbeda. Hayes et. al (1955) menyatakan heterosis

menunjukkan hasil stimulasi perkembangan, melalui mekanisme apapun, hasil

penggabungan yang berbeda. Sedangkan hybrid vigor menunjukkan perwujudan

dari efek heterosis.

Untuk mendapatkan hibrida dengan hasil yang tinggi, galur murni perlu

dibentuk dari dua atau lebih populasi dasar yang berbeda secara genetik sehingga

memberikan tingkat heterosis yang tinggi pada F1 hasil persilangan (Singh 1987).

Keturunan hasil persilangan dua galur murni akan menampakkan

peningkatan vigor melampaui galur-galur tetuanya. Namun, dari ribuan galur

murni yang diuji hanya sedikit sekali yang menampakkan heterosis yang

menguntungkan secara ekonomis (Allard 1960).

Lawan dari efek heterosis adalah efek penangkaran dalam (inbreeding

depression) atau hilangnya vigor tanaman setelah perkawinan antar individu yang

berkerabat dekat (Welsh 1981). Crowder (1986) menambahkan bahwa

homosigositas yang dihasilkan oleh penangkaran dalam pada tanaman menyerbuk

silang atau hewan hasil persilangan sering mengakibatkan menurunnya ketegaran

atau vigor menjadi lemah, mulai dari ukuran, produksi tepung sari, tinggi tanaman

yang disebabkan munculnya gen - gen resesif yang tidak menguntungkan. Batasan

dari heterosis dapat berbeda - beda tergantung dari pembanding yang digunakan

(Welsh 1981). Heterosis dapat berarti perbaikan karakter F1 dibandingkan dengan

karakter induk terbaiknya. Batasan lainnya adalah membandingkan F1 dengan

rata - rata karakter induknya.

Crowder (1986) menyatakan dua teori yang menjadi dasar genetis

heterosis yaitu teori dominansi (dominant) dan teori lewat dominansi (over

dominant). Pada teori dominansi diduga adanya peran dari faktor - faktor dominan

dari banyak gen yang menimbulkan efek heterosis, sedangkan pada teori lewat

dominansi, heterosis terjadi karena adanya tanggapan dan interaksi dari keadan

heterozigot. Informasi mengenai pengaruh heterosis dalam persilangan galur

inbrida menentukan dalam pemilihan galur sebagai tetua yang potensial untuk

Page 7: laporan seleksi heterosis

memperoleh hibrida berdaya hasil tinggi. Salah satu acuan dalam menentukan

matrik persilangan galur inbrida adalah asal-usul tetuanya (Moentono 1987).

Heterosis yang tinggi diduga diperoleh dari tetua hibrida yang berbeda secara

genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi (Virmani et. al. 1981).

Konsep heterosis merupakan dasar dalam pembentukan hibrida unggul.

Galur yang akan dijadikan tetua dalam pembentukan hibrida jagung, terlebih

dahulu diuji keunggulannya dengan metode seleksi tetua berdasarkan nilai daya

gabung (combining ability).

Daya Gabung

Faktor utama yang menentukan keunggulan hibrida adalah daya gabung

galur murni. Pada awalnya, daya gabung merupakan konsep umum untuk

mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya

(Hallauer dan Miranda 1988).

Melalui persilangan buatan di antara semua pasangan tetuanya, dapat

diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, besarnya nilai heterosis, daya

gabung, dan dugaan besarnya ragam genetik suatu karakter. Hasil tinggi dapat

diperoleh apabila kombinasi antar galur memiliki nilai heterosis dan daya gabung

khusus yang besar. Daya gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai

daya gabung khusus yang tinggi (Silitonga et. al. 1993)

Daya gabung merupakan ukuran kemampuan suatu galur atau tetua, yang

bila disilangkan dengan galur lain akan menghasilkan hibrida dengan penampilan

superior. Konsep daya gabung sangat penting dalam pemuliaan, berkaitan dengan

prosedur pengujian galur-galur berdasarkan penampilan kombinasi keturunannya.

Nilai masing-masing galur terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan

keturunan unggul bila dikombinasikan dengan galur - galur lain (Allard 1960).

Poespodarsono (1988) mengartikan daya gabung sebagai kemampuan

genotipe untuk memindahkan sifat yang diinginkan kepada keturunannya. Daya

gabung terbagi menjadi dua jenis, yaitu daya gabung umum (general combining

abilty) dan daya gabung khusus (spesific combining ability). Daya gabung umum

(DGU) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan yang

unggul untuk suatu karakter tertentu yang disilangkan dengan sejumlah tetua

Page 8: laporan seleksi heterosis

lainnya atau rata - rata penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan

sejumleh tetua lainnya. Daya gabung umum yang baik adalah nilai rata – rata

kombinasi mendekati nilai rata – rata keseluruhan persilangan. Daya gabung

khusus (DGK) adalah kemampuan individu tetua untuk menghasilkan keturunan

yang unggul jika disilangkan dengan kombinasi yang spesifik dengan tetua

lainnya atau penampilan keturunan dari persilangan satu tetua dengan tetua

lainnya yang lebih baik dari daya gabung umum untuk tetua tersebut (Poehlman

dan Sleeper 1990).

Daya gabung umum relatif lebih penting dari daya gabung khusus untuk

galur-galur murni yang belum diseleksi. Sebaliknya, daya gabung khusus lebih

penting dari daya gabung umum untuk galur-galur murni yang telah diseleksi

sebelumnya terhadap peningkatan hasil (Sprague dan Tatum 1942).

Pengujian daya gabung dapat dilakukan dengan metode diallel cross,

yakni evaluasi terhadap seluruh kombinasi hibrida silang tunggal dari sejumlah

galur murni (Stoskopf et al., 1993).

Henderson (1952) menyatakan bahwa daya gabung umum tidak memiliki

arti, kecuali bila nilainya dibandingkan pada lebih dari satu individu dan populasi

penguji serta lingkungan yang ditentukan. Chaudhari (1971) menyatakan daya

gabung khusus digunakan untuk menduga suatu persilangan dengan beberapa

kombinasi yang ada relatif lebih baik atau lebih buruk dari yang diharapkan

dengan dasar rata – rata penampilan dari galur yang dilibatkan. Secara umum,

menurut Henderson (1952) daya gabung khusus merupakan konsekuensi dari

interaksi gen intra alel (dominan) dan interaksi gen inter alel (epistasis).

Daya gabung umum (DGU) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua

tersebut memiliki daya gabung yang baik. Sedangkan nilai DGU yang rendah,

berarti tetua yang bersangkutan mempunyai daya gabung rata-rata yang lebih

rendah dibandingkan dengan tetua - tetua yang lain. Nilai positif atau negatif dari

DGU tergantung pada karakter yang diamati dan bagaimana cara menilainya.

Daya gabung khusus (DGK) yang tinggi menunjukkan bahwa tetua tersebut

memiliki kombinasi persilangan yang tinggi dengan salah satu dari tetua - tetua

yang digunakan (Sutjahjo 1987).

Page 9: laporan seleksi heterosis

Informasi yang diperoleh dari pendugaan nilai DGU dan DGK sangat

penting dalam suatu program pemuliaan. Sesuai dengan pendapat dari Soewarso

(1982) bahwa informasi genetik yang diperoleh dari pengujian DGU dan DGK

dan resiprokalnya akan berguna untuk menentukan tetua dan metode pemuliaan

yang sesuai dalam rangka perbaikan sifat - sifat tanaman. Daya gabung yang

didapat dari persilangan antar seluruh tetua dapat memberikan informasi tentang

kombinasi - kombinasi yang dapat memberikan turunan yang berpotensi hasil

tinggi. Hasil yang tinggi dapat diperoleh pada kombinasi yang memiliki efek

heterosis dan daya gabung khusus yang besar. Galur yang memiliki nilai daya

gabung umum yang tinggi tidak selalu memberikan nilai daya gabung khusus

yang tinggi pula (Silitonga et. al. 1993).

Menurut Setiyono dan Subandi (1996), hasil pipilan suatu hibrida F1 akan

tinggi apabila kedua tetua komponen pembentuk hibrida tersebut memiliki efek

DGU dan DGK tinggi. Untuk umur masak, efek DGU dan DGK yang negatif

sangat bermanfaat untuk merakit varietas berumur genjah.

Persilangan Dialel

Persilangan dialel adalah sebuah set persilangan yang dilakukan

melibatkan sejumlah ”n” galur dalam seluruh kombinasi persilangan yang

mungkin (Singh dan Chaudhary, 1979). Analisis persilangannya disebut analisis

dialel yang menyediakan informasi tentang parameter genetik, DGU dan DGK

tetua dan turunannya. Salah satu metode yang umum digunakan untuk analisis

dialel adalah dengan pendekatan Metode Griffing. Menurut Griffing (1956),

terdapat empat macam metode yang bisa digunakan untuk analisis dialel, yaitu :

1. Metode I : kombinasi lengkap p2, terdiri dari tetua, F1 dan persilangan

resiprokalnya.

2. Metode II : ½ p (p + 1) kombinasi terdiri dari tetua dan F1.

3. Metode III : p (p – 1) kombinasi terdiri dari F1 dan resiprokalnya.

4. Metode IV : ½ p (p – 1) kombinasi terdiri dari F1 saja.

Pemilihan metode yang akan digunakan tergantung dari tujuan analisisnya.

Dalam penentuan tetua - tetua yang akan dipakai dalam persilangan, interpretasi

hasil analisis dialel dibagi ke dalam dua kelompok model (Griffing, 1956), yaitu :

Page 10: laporan seleksi heterosis

1. Model tetap (fixed model), dengan menggunakan tetua - tetua tertentu yang

merupakan genotipe yang dimaksud. Estimasi yang diperoleh hanya berlaku untuk

genotipe yang dimasukkan ke dalam pengujian, tidak berlaku untuk populasi lain.

2. Model acak (random model), dengan menggunakan tetua - tetua yang

merupakan contoh acak dari populasi tetua yang dimaksud. Estimasi yang

diperoleh diinterpretasikan berkaitan dengan populasi tetua, darimana genotipe

diambil secara acak.

Dalam analisis dialel, dapat diperoleh berbagai informasi yang berguna

bagi pemulia untuk menentukan bahan dan metode untuk program pemuliaannya.

Salah satu cara peningkatan produksi jagung nasional adalah penggunaan varietas

unggul. Jagung hibrida salah satu varietas unggul yang dianjurkan pemerintah

untuk ditanam, terutama untuk lahan beririgasi. Pada saat ini, jagung hibrida

sudah banyak ditanam petani. Di Jawa Barat, luas penanaman jagung hibrida

44,9% dari luas pertanaman jagung (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 1998).

Gejala heterosis dan daya hasil tinggi pada F1 mempunyai arti yang sangat

penting dalam pembentukan varietas hibrida. Heterosis adalah peningkatan nilai

suatu karakter dari hibrida F1 dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua tetuanya

(Fehr, 1987; Matzinger et al., 1962; Crowder, 1986; Hallauer dan Miranda, 1981).

Page 11: laporan seleksi heterosis

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Kegiatan praktikum Seleksi Heterosis ini dilakukan di Laboratorium

Produksi jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember pada hari senin

tanggal 11 April 2011 pukul 07.00 Wib.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

1. Alat tulis

2. Kalkulator

3.2.2 Bahan

1. Data persilangan tinggi tanaman kedelai varietas Galunggung

3.3 Cara Kerja

1. Mengukur tinggi tanaman yang diamati dari tetua jantan, betina dan F1.

2. Semua pengamatan dilakukan dengan sejumlah ulangan.

Page 12: laporan seleksi heterosis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Tinggi Tanaman Kedelai

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata - rata

P1 40 51 64 70 36 55 43 45 89 60 50.3

P2 46 63 60 53 47 37 40 63 77 63 54.9

F1 38 50 73 60 50 44 46 57 63 71 55.2

Heterobeltiosis ( high parents ) = = 0.55 %

Heterobeltiosis ( mind parents ) = x 100 % = 4.94 %

Heterobeltiosis ( Low parents ) = x 100 % = 9.74 %

4.2 Pembahasan

Setelah melakuakan kegiatan praktikum maka diperoleh data seperti pada

table diatas, didapatkan bahwa dalam sebuah persilangan antara 2 induk yang

memiliki sifat yang baik, memiliki keturunan yang lebih baik antara

keduanyaPada dasarnya tanaman penyerbuk silang adalah heterozigot dan

heterogenus. Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda. Karena

keragaman genetis yang umumnya cukup besar dibanding dengan tanaman

penyerbuk sendiri dalam menentukan kriteria seleksi diutamakan pada sifat

ekonomis yang terpenting dulu, tanpa dicampur aduk dengan sifat – sifat lain

Page 13: laporan seleksi heterosis

yang kurang urgensinya. Pengertian yang bertalian dengan keseimbangan Hardy-

Weinberg pengertian mengenai silang dalam, macam – macam gen dan

sebagainya sangat membantu memahami sifat – sifat tanaman penyerbuk silang

dan metode – metode seleksinya.

Keseimbangan Hardy-Weinberg

Banyaknya genotipe suatu keturunan hasil perkawinan bisa diduga dan

diperhitungkan, hanya ketepatan peramalan sangat tergantung pada beberapa

faktor misalnya jumlah lokus serta allele yang dimiliki, genotipe orang tua serta

banyaknya gamet yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Keturunan – keturunan tersebut semakin banyak, akan merupakan suatu populasi

genetis yang semakin berkembang karena adanya persilangan antara individu –

individunya. Dalam perkembangannya, mungkin suatu populasi akan menjadi

lebih baik atau sebaliknya, sesuai dengan perubahan komposisi gen yang

dimilikinya.

Dalam populasi kita hanya bisa mengerti genotipe dan menduga genotipenya.

Dari sini bisa dihitung frekuensi gen dalam populasi tersebut.

Frekuensi gen A = P + ½ H = 0,25 + ½ (0,10) = 0,30 = p

Frekuensi gen a = a + ½ H = 0,65 + ½ (0,10) = 0,70 = q

Apabila dalam populasi terjadi kawin acak maka perbandingan genotipe pada

generasi berikutnya yaitu :

AA = p2 = (0,3)2 = 0,09

Aa = 2pq = 2(0,7)(0,3) = 0,42

Aa = q2 = (0,7)2 = 0,49

Frekuensi gen A = 0,09 + ½ (0,42) = 0,30

Frekuensi gen a = 0,49 + ½ (0,42) = 0,70

Dari contoh di atas ternyata frekuensi genotipe berubah sedangkan frekuensi

gennya tetap. Ini disebabkan populasi tersebut belum ada dalam keseimbangan

(equilibrium), tetapi pada generasi selanjutnya frekuensi gen dan genotipenya

akan selalu konstan.

Frekuensi gen pada generasi keturunan tidak tergantung dari frekuensi

genotipe orang tuanya tetapi tergantung dari frekuensi gen orang tuanya.

Page 14: laporan seleksi heterosis

Perubahan Frekuensi Gen

Pada uraian di atas populasi bisa mencapai equilibrium bila tak ada gaya –

gaya yang dapat mengubah frekuensi gen. Faktor – faktor yang penting yang

mengubah equilibrium adalah seleksi, mutasi dan migrasi.

Bagi pemulia tanaman faktor seleksi adalah penting. Seleksi ini dapat terjadi

secara alamiah maupun buatan (dilakukan oleh manusia). Secara alam, misalnya,

suatu individu mempunyai keturunan yang lebih sedikit dibandingkan rata–rata

individu yang lain sehingga frekuensinya semakin berkurang atau keadaan

lingkungan mempengaruhi individu–individu yang akan disidangkan atau

dibuang. Kecepatan perubahan gen ini tergantung dari :

1. Intensitas seleksi (banyaknya individu yang diseleksi)

2. Frekuensi gen yang diseleksi

3. Sifat gen yang diseleksi, dominan atau resesif

Seleksi dengan intensitas tertentu akan lebih efektif bila sifat yang diseleksi

banyak terdapat dalam populasi dan tidak efektif bila sifat tersebut jarang. Sering

dikatakan bahwa kemajuan seleksi mula – mula tepat tetapi kemudian menurun

pada generasi yang lebih lanjut. Ternyata hal ini tidak demikian. Apabila suatu

sikap yang disukai jarang terdapat dalam populasi (frekuensi rendah), kemudian

diseleksi dengan intensitas yang tetap dari generasi ke generasi maka generasi

permulaan kemajuan seleksi amat lambat. Tetapi pada generasi yang lebih lanjut

frekuensi gen yang diseleksi dalam populasi bertambah sehingga kemajuan seleksi

dalam populasi bertambah sehingga kemajuan seleksi makin cepat sampai

mencapai maksimum kemudian menurun lagi.

Silang dalam adalah hasil persilangan antara individu yang ada hubungan

keluarga atau pembuahan sendiri dan mengarah ke peningkatan homozigot.Silang

dalam memberikan akibat buruk dari individu – individu dalam suatu populasi.

Efek silang dalam lebih dikenal dengan istilah depresi silang dalam.

Pada tanaman penyerbuk silang : seperti jagung maka akibat silang dalam

(yakni dipresi = tekanan silang-dalam) sangat nyata sekali. Tanaman menjadi

lebih rendah, ketegapan fekunditas yang menjadi turun serta bertambahnya sifat –

Page 15: laporan seleksi heterosis

sifat yang mengakibatkan kelemahan tanaman secara keseluruhan. Dengan

demikian silang dalam sebaiknya dihindari, kecuali kalau prosesnya terkontrol

dengan tujuan penciptaan hibrida, dengan memanfaatkan heterosis sebesar –

besarnya.

Silang dalam yang paling tepat adalah dari proses silang diri. Setiap kali

proses silang diri berjalan maka 50% dari heterozigot akan terhambur, sehingga

pada generasi silang diri ke 7 dan ke 8, maka populasi tanaman praktis akan

mewakili oleh individu – individu homosigous pada sesuatu lokal.

Besar kecilnya dipresi silang dalam pada berbagai tanaman tidak sama

besarnya. Contoh, bawang mengalami silang dalam yang lebih ringan dibanding

jagung. Pada tanaman penyerbuk sendiri dipresi silang dalam tidak ada artinya.

Heterosis atau ketegapan (vigor) hibrida biasanya diukur sebagai superioritas

(keunggulan) hibrida di atas rata – rata tetuanya. Ini telah dilaporkan pada banyak

tanaman, baik pada species penyerbuk sendiri maupun penyerbuk silang.

Ada 3 hipotesis genetik untuk heterosis.

1. Heterosis Dominan, heterosis disebabkan oleh pengaruh kumulatif allele

dominan pada banyak loci yang mempengaruhi sifat.

2. Heterosis Overdominan, genotipe yang superior adalah menguntungkan

pada kondisi heterozigot.

3. Heterosis Epistasi, terutama yang menyangkut pengaruh gen dominan,

dapat juga menimbulkan heterosis.

3. METODE SELEKSI PADA TANAMAN MENYERBUK SILANG

Dibedakan atas dasar :

a. Cara Pemotongan Populasi Dasar

4. Fenotipe Individu Tanaman

5. Keturunan dari Tanaman

b. Kontrol Terhadap Persilangan

6. Tanpa Kontrol terhadap Persilangan

7. Sebagian Kontrol terhadap Persilangan

8. Kontrol Penuh terhadap Persilangan

Page 16: laporan seleksi heterosis

c. Model Peran Gen dalam Populasi ® Menentukan Cara Pemotongan

Populasi Dasar

9. Additif

10. Dominan

11. Epistasis

d. Tipe Uji Keturunan

12. Tanpa Uji Keturunan

13. Uji Daya Gabung Umum

14. Uji Daya Gabung Khusus

e. Macam Varietas Komersiil yang Akan Dibentuk

15. Varietas Menyerbuk Bebas/Terbuka

16. Varietas Sintetik dsb

17. Hibrida Tunggal/Ganda

18. Perbaikan Hibrida

Seleksi Berulang Fenotipis

Tujuan : Mencari individu–individu yang baik pada setiap siklus seleksi dan

dengan perkawinan acak di dalam

individu–individu baik tersebut.

Persyaratan :

a. Cara pemotongan populasi dasar ® berdasarkan fenotipe individu tanaman

b. Terdapat kontrol penuh terhadap persilangan

c. Model peran gen dalam populasi ® aditif

d. Tipe uji keturunan ® tanpa uji keturunan

e. Varietas komersiil yang akan dibentuk ® varietas menyerbuk terbuka.

SELEKSI MASSA

Individu yang dipilih dipanen ® biji dicampur tanpa uji keturunan ® untuk

generasi berikutnya.

· Seleksi hanya berdasarkan pada tetua betina ® tanpa ada kontrol persilangan

® suatu bentuk populasi kawin acak dengan seleksi

· Tujuan dari seleksi massa :

Page 17: laporan seleksi heterosis

Meningkatkan genotip superior dalam populasi

· Efektivitasnya tergantung pada :

banyaknya gen dan hertabilitasnya

Seleksi massa kurang efektif untuk karakter :

Hasil ® banyak gen ® kurang tepat ® didasarkan individu – individu

tanaman.

® Disebabkan :

- Ketidakmampuan mengidentifikasi genotipe superior berdasarkan

penampilan fenotipik individu – individu tanaman

· Penyerbukan yang tidak terkendali

® Tanaman terpilih diserbuki oleh tanaman superior & inferior

· Seleksi yang ketat ® mengurangi ukuran populasi ® inbreeding depression.

Metode seleksi keturunan dan pemuliaan galur ® mengatasi kekurangan no. 1

dan 3.

Metode seleksi berulang ® dapat mengatasi kekurangan 1, 2 dan 3.

METODE SELEKSI TANAMAN MENYERBUK SILANG

Dasar–dasar yang dapat membedakan diantara metode :

a. Cara pemotongan populasi dasar

b. Ada tidaknya kontrol terhadap persilangan

c. Model perangen pada populasi bersangkutan

d. Tipe uji keturunan

e. Macam dari varietas komersiil yang akan dibentuk.

1. Seleksi Massa

a. Berdasarkan fenotipe individu tanaman

b. Tanpa kontrol persilangan atau sebagian

c. Peran gen aditif

d. Tanpa uji keturunan

e. Varietas berserbuk bebas

2. Seleksi Berulang Fenotopik

Page 18: laporan seleksi heterosis

a. Berdasarkan fenotipe individu tanaman

b. Kontrol penuh atas persilangannya

c. Peran gen aditif

d. Tanpa uji keturunan

e. Varietas berserbuk terbuka

3. Seleksi Tongkol ke Baris

a. Berdasarkan fenotipe individu tanaman

b. Tanpa atau sebagian kontrol

c. Peran gen aditif

d. Uji keturunan berserbuk terbuka

e. Varietas berserbuk terbuka

4. Seleksi Berulang untuk Daya Gabung Umum

a. Berdasarkan keturunan dari tanaman

b. Kontrol penuh terhadap persilangan

c. Terutama aditif

d. Uji daya gabung umum

e. Varietas sintetik, dsb

5. Seleksi Berulang untuk Daya Gabung Khusus

a. Berdasarkan keturunan dari tanaman

b. Kontrol penuh terhadap persilangannya

c. Dominan dan aditif

d. Uji daya gabung khusus

e. Hibrida tunggal/ganda

6. Seleksi Berulang Timbal Balik

a. Keturunan dari tanaman

b. Kontrol penuh atas persilangan

c. Lewat dominan, dominan, aditif

d. Uji daya gabung umum, daya gabung khusus

e. Perbaikan hibrida (populasi hasil persilangan)

Page 19: laporan seleksi heterosis

Dalam pemuliaan tanaman terdapat 3 kriteria yang dipakai dalam

menentukan efek dari heterosis yaitu hight parent, mid parent, dan low parent.

Rumusnya :

1. Hight heterosis = F1 – P2 (tertinggi ) X 100 %

P2 (tertinggi)

Heterosis tetua terbaik (best/high parent heterosis) dihitung sebagai selisih

penampilan keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih baik.

2. Mid heterosis = F1 – ((P1+P2) / 2) X 100 %

(P1+P2) / 2

Heterosis antara tetua (midparent heterosis) ditentukan sebagai

penyimpangan penampilan keturunan F1 dari rata-rata tetuanya. Penentuan

heterosis ini diperlukan untuk kepentingan kajian genetik namun kurang memiliki

nilai praktis. Penelitian Ordas (1997) menyimpulkan bahwa heterosis tetua tengah

(mid-parent heterosis) sebesar 32,7 % lebih tinggi dari yang diprediksikan.

Biasanya derajat kesamaan dan ketidak samaan antar kelompok unit taksonomi

ditaksir dengan suatu ukuran nilai duga hubungan fenetik. Ukuran kesamaan atau

ketidaksamaan ini mencoba melibatkan suatu koefisien tertentu dari semua ukuran

yang diperoleh pada karakter yang dipilih untuk mengklassifikasi unit taksonomi

yang digunakan. Karakter-karakter yang tidak bersegregasi tidak akan

memberikan kontribusi terhadap heterosis.

3. Low heterosis = F1 – P1 (terendah ) X 100 %

P1 (terendah)

Tetua terendah ( low parents ) dihitung dengan selisih sebagai penampilan

keturunan F1 dari tetua dengan penampilan lebih rendah.

Dalam kaitannya dengan heterosis yang dipengaruhi oleh interaksi banyak

factor dan bukanlah factor genetik tunggal yang mempngaruhinya dapat di

perkuat oleh hipotesis yang banyak diakui orang, yaitu dominance hypothesis dan

over dominan hypothesis.

1. Teori Hipotesis Dominan

Page 20: laporan seleksi heterosis

Teori hipotesis dominan ialah teori faktor pertumbuhan yang diinginkan

bersifat dominan pertama kali dikemukakan secara matematis oleh Bruce pada

tahun 1910. Walaupun hipotesis ini dikemukakan secara singkat, namun derivasi

matematis yang disajikan oleh Bruce dapat dipertanggung jawabkan. Derivasi

matematis yang dikemukakan oleh Bruce mencakup sejumlah pasangan gen,

beberapa kisaran frekuensi gen, dan berbagai tingkat dominansi. Gambaran yang

menonjol dari teori Bruce ini adalah bahwa heterosis akan terjadi bila tetua

berbeda frekuensi gennya dan dalam keadaan hadirnya dominansi, dan sekaligus

merupakan implementasi teori genetik Mendel. Banyak para pakar yang menjadi

pendukung teori ini menjelaskan bahwa heterosis diwujudkan oleh akumulasi

dominan faktor-faktor yang diinginkan pada berbagai lokus yang berbeda

(Hallauer dan Miranda, 1988). Dapat pula dikatakan bahwa vigor hibrida

merupakan interaksi dari faktor-faktor dominan dan terkumpul sifat-sifat

dominan. Dapat digambarkan sebagai berikut:

AA bb CC dd x aa BB cc DD

2 + 1 + 2 + 1 = 6 1 + 2 + 1 + 2 = 6

Aa Bb Cc Dd

2 + 2 + 2 + 2 = 8

2. Teori Hipotesis Overdominan

Teori hipotesis yang kedua ialah teori overdominan, teori ini didasarkan pada

premis bahwa heterosigositas itu sendiri merupakan penyebab heterosis, yang

merupakan suatu bentuk penjabaran non-Mendel. Pada tahun 1936, East

melakukan review terhadap teori ini dan membuktikan bahwa faktor pertumbuhan

yang diinginkan bersifat dominan tidak memadai untuk menjelaskan fenomena

heterosis. East selanjutnya mengusulkan bahwa alel ganda pada suatu lokus

terdifferensiasi sedemikian rupa yang memberikan fungsi fisologis yang

maksimal. Secara singkat suatu persilangan akan semakin baik sifatnya bila

disilangkan dengan heterozigot yang semakin jauh, dapat digambarkan sebagai

berikut :

Page 21: laporan seleksi heterosis

aa bb CC DD x AA BB cc dd

1 + 1 + 1 + 1 = 5 1 + 1 + 1 + 1 = 5

Aa Bb Cc Dd

2 + 2 + 2 + 2 = 8

Silang dalam pada tanaman adalah hasil persilangan antara individu yang

ada hubungan keluarga atau pembuahan sendiri dan mengarah ke peningkatan

homozigot. Silang dalam memberikan akibat buruk dari individu – individu dalam

suatu populasi. Efek silang dalam lebih dikenal dengan istilah depresi silang

dalam.

Pada tanaman penyerbuk silang : seperti jagung maka akibat silang dalam

(yakni dipresi = tekanan silang-dalam) sangat nyata sekali. Tanaman menjadi

lebih rendah, ketegapan fekunditas yang menjadi turun serta bertambahnya sifat –

sifat yang mengakibatkan kelemahan tanaman secara keseluruhan. Dengan

demikian silang dalam sebaiknya dihindari, kecuali kalau prosesnya terkontrol

dengan tujuan penciptaan hibrida, dengan memanfaatkan heterosis sebesar –

besarnya.

Silang dalam yang paling tepat adalah dari proses silang diri. Setiap kali

proses silang diri berjalan maka 50% dari heterozigot akan terhambur, sehingga

pada generasi silang diri ke 7 dan ke 8, maka populasi tanaman praktis akan

mewakili oleh individu – individu homosigous pada sesuatu lokal.

Besar kecilnya dipresi silang dalam pada berbagai tanaman tidak sama

besarnya. Contoh, bawang mengalami silang dalam yang lebih ringan dibanding

jagung. Pada tanaman penyerbuk sendiri dipresi silang dalam tidak ada artinya.

Silang dalam menyebabkan homozigositas, yaitu munculnya gen-gen yang

merugikan (letal) dan berkurangnya ketegaran tetapi dapat digunakan untuk

mengembangkan galur murni dari spesies menyerbuk silang. Derajat silang dalam

tergantung pada intensitas pembuahan sendiri atau perkawinan individu yang

berkerabat (Crowder, 1997). Bagi tanaman yang penyerbukan sendiri (sel-

Page 22: laporan seleksi heterosis

polinatio). Artinya pembuahan bakal putik oleh serbuk sari oleh bunga satu

individu. (Yatim, 1986).

Pada proses silang dalam (selfing) yang dilakukan, keturunannya akan

mengalami kemunduran dalam hal ketegaran, berkurangnya ukuran dari standar

normal dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan

tanaman tetuanya. Kemunduran sifat-sifat ini sering disebut adanya tekanan silang

dalam. Silang dalam yang apabila berlanjut sampai beberapa generasi akan terjadi

fiksasi dalam pengelompokan sifat-sifat yang sesuai dengan komposisi genetiknya

dalam kondisi yang homozigot. Kemunduran yang terjadi pada suatu galur inbred

sebagai akibat proses selfing dari generasi ke generasi akan mengalami kemajuan

genetik pada F1 bila dua galur inbred yang tidak berkerabat disilangkan sesuai

dengan teori munculnya heterosis (Mangundidjojo, 2007).

Page 23: laporan seleksi heterosis

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari percobaan mengenai seleksi heterosis tanaman kedelai

varietas galunggung maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Tinggi tanaman kedeliahasil persilangan lebih tinggi daripada tetua

terbaik, tetua tengah, dan tetua terjelek yang masing-masing sebesar pada

tanaman kedelai adalah 0.55 %, 4.94 %, dan 9.74 %.

2. Heterosis yang tinggi pada F1 diduga diperoleh dari tetua hibrida yang

berbeda secara genetik dan mempunyai potensi hasil tinggi. Didapat rumus

perhitungan heterosis yaitu

Hight heterosis = F1 – P2 (tertinggi ) X 100 %

P2 (tertinggi)

Mid heterosis = F1 – ((P1+P2) / 2) X 100 %

(P1+P2) / 2

Low heterosis = F1 – P1 (terendah ) X 100 %

P1 (terendah)

5.2 Saran

Pada praktikum yang telah dilaksanakan saran saya bahwa ketelitian dan

kehati-hatian dalam melakukan penghitungan nilai heterosis sangat dibutuhkan

bagi seorang pemulia. Sehingga kesalahan dalam menulis angka walaupun sedikit

akan berpengaruh terhadap kevalidan data/nilai heterosis.

Page 24: laporan seleksi heterosis

DAFTAR PUSTAKA

Allard RW.1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons Inc. University of California. New York. Page 150-165.

Baker RJ. 1978. Issue in Diallel Analysis. Crop Sci (18): 533-536.

Bari AS, Musa, Sjamsudin E.1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 91 hal.

Beck DL, Vasal SK, Carossa J. 1990: Heterosis and Combining Ability ofCIMMYT’s Tropical Early and Intermediate Maturity Maize (Zea mays L.)Germplasm. Maydica, 35, 279–285

Betrán FJ, Beck D, Bänziger M, and Edmeades GO. 2003. Genetic Analysis ofInbred and Hybrid Yield Under Stress and Nonstress Environments inTropical Maize. Crop Sci. 43:807-817.

Budiman, LF. dan Sujiprihati S. 2000. Evaluasi Hasil dan Pendugaan Nilai Heterosispada Delapan Jagung Hibrida dalam: Prosiding Ekspose Hasil Penelitian

Bioteknologi Pertanian Departemen Pertanian Jakarta. Hal. 320-327.

Chaudary HK. 1971. Elementary Principles of Plant Breeding 2nd edition. Oxford and IBH Publishing Co. India.

Crowder, L.V. 1986. Genetika Tumbuhan. Gajah Mada University Press. 449 hlm.

Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 1998. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Tahun 1997.

Hadiatmi, Sri G. Budiarti, dan Sutoro. 2005. Evaluasi Heterosis Tanaman Jagung. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Makmur, A., 1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.

Page 25: laporan seleksi heterosis

Moentono, M.D. 1997. Daya hasil dan tingkat tanggapan heterosis hibrida jagung yang melibatkan galur inbrida eksotik. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 16(1):33-40.

Nasir, M. 2002. Bioteknologi Potensi Dan Keberhasilannya Dalam Bidang Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Setiyono, R.T. dan Subandi. 1996. Analisis heterosis dan daya gabung pada jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 15(1):30-34.

Silitonga, T.S., Minantyorini, L. Cholisoh, Warsono, dan Indarjo. 1993. Evaluasi daya gabung padi bulu dan cere. Penelitian Pertanian 1:6-14.

Suryo. 2005. Genetika strata 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sutaryo, B,. Purwantoro, A., Nasrullah. 2003. Heterosis Standar Hasil Gabah Dan Analisis Lintasan Beberapa Kombinasi Persilangan Padi Pada Tanah Berpengairan Teknis. Fakultas Pertanian UGM. Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2, 2003 : 70-78