laporan psg antropometri

49
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik; sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu: survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi 1 . Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi obesitas umum secara nasional adalah 19,1% (8,8% BB lebih dan 10,3% obese). Ada 14 provinsi memiliki prevalensi obesitas umum di atas angka prevalensi nasional. Lima provinsi yang memiliki prevalensi obesitas umum terendah adalah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan Sumatera Selatan. Sedangkan lima provinsi dengan prevalensi obesitas umum tertinggi adalah: 1 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.

Upload: irna-dewi-yuningsi

Post on 06-Aug-2015

463 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan

masalah penting karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu

juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan

keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara

adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal.

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik; sedangkan secara tidak langsung

dibagi menjadi tiga, yaitu: survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor

ekologi1.

Berdasarkan Riskesdas 2007, prevalensi obesitas umum secara nasional

adalah 19,1% (8,8% BB lebih dan 10,3% obese). Ada 14 provinsi memiliki

prevalensi obesitas umum di atas angka prevalensi nasional. Lima provinsi

yang memiliki prevalensi obesitas umum terendah adalah Nusa Tenggara

Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat dan

Sumatera Selatan. Sedangkan lima provinsi dengan prevalensi obesitas umum

tertinggi adalah: Kalimantan Timur, Maluku Utara, Gorontalo, DKI Jakarta

dan Sulawesi Utara. Secara nasional prevalensi obesitas umum pada laki-laki

lebih rendah dibandingkan dengan perempuan (masing-masing 13,9% dan

23,8%). Prevalensi obesitas sentral untuk tingkat nasional adalah 18,8%. Dari

33 provinsi, 17 di antaranya memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka

prevalensi nasional. Menurut kelompok umur, prevalensi obesitas sentral

cenderung meningkat sampai umur 45-54 tahun, selanjutnya berangsur

menurun kembali. Prevalensi obesitas sentral pada perempuan (29%) lebih

tinggi dibanding laki-laki (7,7%)2.

1 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.2 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.

Page 2: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Untuk menilai prevalensi risiko KEK (Kurang Energi Kronik) dilakukan

dengan cara menghitung LILA (Lingkar Lengan Atas) lebih kecil 1 SD dari

nilai rerata untuk setiap umur antara 15 sampai 45 tahun. Berdasarkan tingkat

pendidikan, gambaran nasional menunjukkan pada tingkat pendidikan

terendah (tidak sekolah dan tidak tamat SD), risiko KEK cenderung lebih

tinggi dibanding tingkat pendidikan tertinggi (tamat PT). Secara nasional,

prevalensi risiko KEK lebih tinggi di daerah perdesaan dibanding perkotaan.

Berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga perkapita, menunjukkan

risiko KEK cenderung tinggi pada kelompok pengeluaran terendah. Semakin

meningkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan cenderung semakin

rendah risiko KEK. Secara nasional persentase RT dengan konsumsi “energi

rendah” adalah 59,0 % dan konsumsi “protein rendah” sebesar 58,5 %.

Sebanyak 21 provinsi dengan persentase konsumsi “energi rendah” di atas

angka nasional (59,0 %)2.

Prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia

adalah sebesar 31,7%. Prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2%

berdasarkan wawancara, sementara berdasarkan riwayat didiagnosis tenaga

kesehatan hanya ditemukan sebesar 0,9%. Prevalensi penyakit DM di

Indonesia berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 0,7%

sedangkan prevalensi DM (D/G) sebesar 1,1%2.

Dari data Riskesdas (2007) memperlihatkan bahwa penyebab kematian

utama untuk semua umur adalah strok (15,4%), yang disusul oleh TB (7,5%),

hipertensi (6,8%) dan cedera (6,5%). Proporsi penyebab kematian pada

kelompok umur 55-64 tahun menurut jenis kelamin menunjukkan bahwa

pada laki-laki maupun perempuan penyakit tidak menular (strok, diabetes

mellitus, hipertensi, penyakit jantung iskemik) mendominasi sebagai

penyebab kematian2.

Status gizi ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor risiko

untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada

22Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007.

Page 3: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap

kemampuan dalam proses pemulihan3.

Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari

berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini

biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh

seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh1.

Hubungan linear antara IMT (Indeks Massa Tubuh) dan tekanan darah

ditemukan pada negara-negara berkembang seperti Indonesia, Ethiopia dan

Vietnam. Risiko hipertensi pada orang yang overweight dan obesitas

(IMT≥25.0) lebih tinggi di Indonesia (OR=7.68, 95% CI: 3.88-15.0), di

Ethiopia (OR= 2.47, 95% CI: 1.42-4.29) dan Vietnam (OR=2.67, 95% CI:

1.75-4.08)4.

Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut diatas sebuah penelitian yang

dilakukan oleh Dauchet et al. (2007) menyebutkan bahwa peningkatan

konsumsi sayur dan buah serta penurunan konsumsi lemak pangan, disertai

dengan penurunan konsumsi lemak total dan lemak jenuh, dapat menurunkan

tekanan darah. Penemuan ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya, the

Nurses’ Health Study and the Health Professionals Follow-up Study groups,

yang menemukan bahwa penurunan risiko jantung koroner dan stroke

berhubungan dengan tingginya pola konsumsi buah, sayur, kacangkacangan,

ikan, dan padi-padian tumbuk5.

Dalam Circulation: Journal of the American Heart Association,

mengatakan bahwa kesehatan kardiovaskular yang ideal untuk orang dewasa

dapat ditentukan dari Indeks Massa Tubuh (IMT) ideal adalah antara 18

sampai 256.

I.2 Tujuan Praktikum3 Achadi, Endang L. 2012. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.4 Tesfaye dkk. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia.5 Dauchet dkk.. 2007. Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the SU.6Donald M. Lloyd-Jones. 2010. Defining and Setting National Goals for cardiovascular Health Promotion and Disease Reduction

Page 4: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

I.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum kegiatan praktikum ini adalah untuk menilai status

gizi secara antropometri.

I.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khsusus kegiatan praktikum ini yaitu:

1. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks IMT.

2. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks WHR.

3. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks % Body

fat.

4. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks LILA.

5. Untuk mengetahui status gizi individu berdasarkan indeks Lingkar

Perut.

6. Untuk mengetahui estimasi tinggi badan berdasarkan tinggi lutut.

I.3 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat mengetahui status

gizi seseorang melalui pengukuran antropometri dengan perhitungan Indeks

MassaTubuh (IMT), Waist to Hip Ratio (WHR), persentase Body Fat (%BF),

Lingkar Lengan Atas (LILA), dan pegukuran Lingkar Perut.

BAB II

Page 5: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks

antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau

lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah

satu contoh dari indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau

yang disebut dengan Body Mass Index1.

Menurut Pranadji (1997) Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat

atau cara yang sederhana untuk menentukan status gizi orang dewasa,

khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan.

Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi,

sedangkan berat badan berlebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit

degeneratif7.

Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut7:

Berat badan (Kg)IMT = ---------------------------------------------- Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

Dalam Riskesdas (2007) dibedakan kategori ambang batas IMT untuk

Indonesia seperti Tabel 1 berikut7.

Tabel 1 Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori BMI (kg/m2)

Kurus

Normal

Berat Badan Lebih

Obese

< 18,50

18,50 – 24,99

25,00 – 27,00

≥ 27,00

Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2007

Supariasa (2002) menjelaskan bahwa berat badan menggambarkan

jumlah dari protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak

tubuh cenderung meningkat, dan protein ototmenurun. Pada orang yang

71Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi. Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.

Page 6: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

edema dan asites terjadi penambahan cairan dalamtubuh. Adanya tumor dapat

menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnyaterjadi pada orang

kekurangan gizi. Pada masa bayi atau balita, berat badan dapat dipergunakan

untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat

kelainan klinis (dehidrasi, asites, edema, atau adanya tumor). Dapat

digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat badan

menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada

remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada klien

edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor

dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang

kekurangan gizi1.

Berat badan (BB) menggambarkan masa tubuh (otot dan

lemak). Berat badan menurut umur merupakan ukuran yang baik untuk

mengetahui keadaan gizi anak–anak, terutama anak golongan umur 0-5

tahun (Balita). Ukuran ini juga memberi gambaran yang baik tentang

pertumbuhan anak1.

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan

pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring

dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat

badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu

yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan nampak

dalam waktu yang relatif lama1.

BB/TB merupakan indikator yang baik untuk indikator menyatakan

status gizi saat ini, terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh

karena itu Indeks BB/TB disebut juga indikator status gizi yang

independent terhadap umur. Karena Indeks BB/TB yang dapat memberikan

gambaran tentang proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka

dalam penggunaannya indeks ini merupakan indikator kekurusan1.

II.2 WHR

11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.

Page 7: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan

metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam

lemak bebas, dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan

tangan. Perubahan metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan

penyakit yang berhubungan dengan perbedaan distribusi lemak tubuh. Ukuran

yang umum digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran

lingkar pinggang dan panggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi

pengukuran harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan

hasil yang berbeda7.

Dari hasil penelitian Lawrence (2007) menyimpulkan hubungan antara

lingkar pinggang, lingkar pinggal-panggul dan rasio lingkar pinggang dan

panggul terhadap risiko kardiovaskuler. Obesitas yang diukur dengan lingkar

pinggang dan rasio lingkar pinggang-panggul secara signifikan berhubungan

dengan risiko kejadian insiden kardiovaskuler. Kenaikan 1 cm di lingkar

pinggang dikaitkan dengan peningkatan 2% risiko masa depan kardiovaskuler

dan peningkatan 0,01 di rasio lingkar pinggang-panggul dikaitkan dengan

peningkatan 5% dalam risiko. Hasil ini konsisten pada pria dan wanita8.

Hasil penelitian yang dilakukan Esmaillzadeh (2004) yang dilakukan

pada pria dewasa di kota Tahrenian menyimpulkan bahwa semua indikator

antropometrik memiliki hubungan yang signifikan dengan faktor-faktor risiko

kardiovaskular, rasio pinggang-panggul memiliki koefisien korelasi tertinggi

dibandingkan dengan ukuran antropometri lainnya. Untuk semua faktor risiko

di semua kategori usia, kemungkinan tertinggi rasio yang tergolong rasio

pinggang-panggul. Dari empat indikator individu, rasio lingkar pinggang-

panggul memiliki sensitivitas tertinggi, spesifisitas dan akurasi untuk

memprediksi faktor risiko kardiovaskular. Cutoff poin untuk rasio lingkar

pinggang-panggul terlihat memiliki persentase yang lebih tinggi dari prediksi

yang tepat dari BMI, lingkar pinggang dan rasio pinggang terhadap tinggi di

semua kategori usia9.

8 Lawrence. 2007. Waist circumference and waist-to-hip ratio as predictors of cardiovascular events: meta-regression analysis of prospective studies.97 Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.

Page 8: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

WHR (Waist to Hip Ratio) merupakan salah satu pengukuran untuk

menentukan status gizi perorangan. WHR ini diperoleh dengan membagi

antara lingkar pinggang dan lingkar panggul3. Rumus Waist to Hip Ratio

(WHR)7:

WHR=Lingkar pinggang (LPi)Lingkar panggul(LPa)

Tabel 2 Interpretasi hasil pengukuran lingkar pinggang dan panggul

Jenis

kelamin

Kelompok

umur

(thn)

Risiko

Low Modferate highVery

high

Laki-laki 20 – 29

30 – 39

40 – 49

< 0.83

<0,84

<0,88

0,83 – 0,88

0,84 – 0,91

0,88 – 0,95

0,89 – 0,94

0,92 – 0,96

0,96 – 1,00

>0,94

>0,96

>1,00

Perempuan 20 – 29

30 – 39

40 – 49

<0,71

<0,72

<0,73

0,71 – 0,77

0,72 – 0,78

0,73 – 0,79

0,78 – 0,82

0,79 – 0,89

0,80 – 0,87

>0,82

>0,84

>0,87

Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi

Dalam pengukuran lingkar pinggang dan lingkar panggul subjek harus

menggunakan pakaian yang tidak terlalu menekan sehingga alat ukur dapat

diletakkan secara sempurna. Kemudian subjek berdiri tegak alat ukur

diletakkan melingkar di pinggang secara horizontal pada bagian paling kecil.

Sedangkan pada pengukuran lingkar panggul alat ukur dilingkarkan secara

horizontal sehingga tingkat maksimal dari panggul terlihat7.

II.3 Lingkar Perut Cara lain yang biasa dilakukan untuk memantau risiko kegemukan adalah

dengan mengukur lingkar perut. Ukuran lingkar perut yang baik yaitu tidak

Esmaillzadeh, dkk. 2004. Waist-to-hip ratio is a better screening measure for cardiovascular risk factors than other anthropometric indicators in Tehranian adult men7

Page 9: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

lebih dari 90 cm untuk laki-laki dan tidak lebih dari 80- cm untuk perempuan.

Menurut Gotera (2006) pengukuran lingkar perut lebih memberi arti

dibandingkan IMT dalam menentukan timbunan lemak di dalam rongga perut

(obesitas sentral) karena peningkatan timbunan lemak di perut tercermin dari

meningkatnya lingkar perut7.

Tabel 3 Nilai ambang batas lingkar perut menurut berbagai negara

Negara Male female

USA (ATP III)

Europeans

Middle eastern, eastern european, nort african

Sub-saharan africans

Asian

Ethnic south and central american

102 (90)

94

94

94

90

90

88 (85)

80

80

80

80

80

Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi

II.4 % Body Fat

Tabel 4 Klasifikasi persen body fat berdasarkan umur dan jenis kelamin

Sex Under fatHealthy

rangeoverweight obese

Women (Years)

20-40 < 21 % 21-33% 33-39% >39%

41-60 < 23 % 23-35% 35-40% >40%

61-79 < 24 % 24-36% 36-42% >42%

Men (years)

20-40 < 8% 8-9% 19-25% >25%

41-60 < 11% 11-22% 22-27% >27%

61-79 < 13% 13-25% 25-30% >30%

Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi

Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah

kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misal lengan atas

(tricep dan bicep), lengan bawah (forearm), tulang belikat (subscapular), di

Page 10: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

tengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada (pectoral), perut (abdominal),

suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar), pertngahan tungkai bawah

(medial calv)7.

II.5 Lingkar Lengan Atas

Menurut Supariasa (2002), lingkar lengan atas dewasa ini memang

merupakan salah satu pilihan untu penentuan status gizi, karena mudah

dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga

yang lebih murah. Akan tetapi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

terutama jika digunakan sebagai pilihan tunggal untuk indeks status gizi1.

Ambang batas LILA (Lingkar Lengan Atas) wanita usia subur dengan

risiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA kurang dari

23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai

risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah

(BBLR)1.

Prosedur kerja pengukuran lingkar lengan atas adalah sebagai berikut7.

1. Tentukan titik mid point pada lengan dengan menekuk lengan subjek

membentuk 90°, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Pengukur

berdiri di belakang subjek dan menetukan titik tengah antara tulang atas

pada bahu kiri dan siku. Tandailah titik tengah tersebut.

2. Ukurlah lingkar lengan atas pada posisi mid point dengan pita LILA

menempel pada kulit. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau

ada rongga antara kulit dan pita.

3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat.

Tabel 5 Klasifikasi lingkar lengan atas adalah sebagai berikut7.

Klasifikasi Batas ukur

Wanita Usia Subur

11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.77 Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.

Page 11: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

KEK <23,5 cm

Normal ≥ 23,5 cm

Bayi usia 0-30 hari

KEP < 9,5 cm

Normal ≥ 9,5 cm

Balita

KEK < 12,5

Normal ≥ 12,5

Sumber: Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengukuran LILA adalah

pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri

(kecuali orang kidal diukur pada lengan kanan). Lengan harus dalam posisi

bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang.

Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-

lipat sehingga permukaannya sudah tidak rata1.

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pada pengukuran ini adalah1:

1. Baku Lingkar Lengan Atas (LILA) yang sekarang digunakan belum

mendapat pengujian yang memadai untuk digunakan di Indonesia. Hal ini

didasarkan pada hasil-hasil penelitian yang umumnya menunjukkan

perbedaan angka prevalensi Kekurangan Energi Protein (KEP) yang cukup

berarti antar penggunaan LILA di satu pihak dengan berat badan menurut

umur atau berat badan menurut tinggi badan maupun indeks-indeks lain di

pihak lain, sekalipun dengan LILA.

2. Kesalahan pengukuran pada LILA (pada berbagai tingkat keterampilan

pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, megingat

batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LILA dari pada

tinggi badan. Ini berarti kesalahan yang sama besar jauh lebih berarti pada

LILA dibandingkan dengan tinggi badan.

11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.

Page 12: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

3. Lingkar lengan atas sensitif untuk semua golongan tertentu (prasekolah)

tetapi kurang sensitif pada golongan lain terutama orang dewasa. Tidak

demikian halnya dengan berat badan.

II.6 Tinggi badan terhadap tinggi lutut

Menurut Gibson, alat yang digunakan untuk mengukur tinggi lutut

terbuat dari kayu. Subyek yang diukur dalam posisi duduk atau

berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri subyek antara tulang

tibia dengan tulang paha membentuk sudut 90 derajat. Alat ditempatkan di

antara tumit sampai bagian proksimal dari tulang platela. Pembacaan skala

dilakukan pada alat ukur dengan ketelitian 0,1 cm10.

Beberapa peneliti menyarankan untuk menerapkan tekanan lembut

dengan proses mastoid untuk meregangkan tulang belakang dan

meminimalkan efek yang dihasilkan oleh variasi diurnal. Pengukuran

ketinggian diambil di inspirasi maksimal, dengan tingkat mata pemeriksa

dengan kepala tempat tidur untuk menghindari kesalahan paralaks. Tinggi

tercatat milimeter terdekat, atau bahkan lebih tepat dengan peralatan modem

digital. Oleh karena itu, jika berdiri tinggi daripada data referensi berbaring

panjang digunakan10.

Dilihat dari penggunaan antropometri yang sangat luas, maka salah satu

keahlian yang harus dimiliki oleh seorang sarjana gizi adalah mampu

mengukur status gizi mengenai konsep pertumbuhan, ukuran antropometri,

control kualitas data antropometri dan evaluasi indeks antropometri,

kelemahan dan keunggulan penggunaan antropometri dalam penilaian status

gizi1.

Beberapa syarat yang mendasari penggunaan dari antropometri adalah1:

10 Gibson, RS., 1990. Principles of Nutritional Assessment11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi.

Page 13: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

1. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan

atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri

di rumah.

2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif.

Contohnya apabila terjadi kesalahan pada pengukuran lingkar lengan atas

pada anak balita.

3. Pengukuran buka hanya dilakukan dengan tenaga khusus professional,

juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.

4. Biaya relatie murah, karena alat mudah didapat dan tidak memerlukan

bahan-bahan lainnya.

5. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas (cut off

points) dan baku rujukan yang sudah pasti.

6. Secara ilmiah diakui kebenarannya. Hampir semua negara mengguakan

antropometri sebagai metode untuk mengukur status gizi masyarakat,

khususnya untuk penapisan (screening) status gizi. Hal ini dikarenakan

antropometri diakui kebearanya secara ilmiah.

Keunggulan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu1:

1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah

2. sampel yang besar

3. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, cukup dilakukan oleh tenaga

yang sudah dilatih dalam waktu singkat

4. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di

daerah setempat

5. Metode tepat dan akurat, karena dapat dibakukan

6. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau

7. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi

buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas

8. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada

periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya

9. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi.

11 Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.

Page 14: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Kelemahan antropometri gizi sebagai metode penilaian status gizi yaitu1:

1. Tidak sensitif, sebab metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam

waktu singkat. Disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat

gizi tertentu seperti zink dan Fe.

2. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)

dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.

3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi

presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antorpometri gizi.

4. Kesalahan ini terjadi karena pengukuran, perubahan hasil pengukuran

baik fisik maupun komposisi jaringan, dan analisis dan asumsi yang

keliru.

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

Page 15: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

III.I Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Kesehatan

Masyarakat Universitas Hasanuddin pada hari Kamis, tanggal 08 November

2012, pukul 09.00 WITA sampai selesai.

III.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah timbangan digital

Seca untuk berat badan, microtoice untuk tinggi badan, alat ukur tinggi

lutut, pita LiLA, penggaris siku-siku, pita circumference, dan skinfold

caliper.

III.3 Prosedur Kerja

a. Pengukuran Barat Badan (BB)

1. Responden mengenakan pakaian biasa (usahakan dengan pakaian

yang minimal). Responden tidak menggunakan alas kaki.

2. Dipastikan timbangan berada pada penunjukan skala dengan angka

0,0.

3. Responden diminta naik ke alat timbang dengan berat badan tersebar

merata pada kedua kaki dan posisi kaki tepat di tengah alat timbang

tetapi tidak menutupi jendela baca.

4. Diperhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang,

usahakan agar responden tetap tenang dan kepala tidak menunduk

(memandang lurus kedepan).

5. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan ditunggu

sampai angka tidak berubah (statis).

6. Dibaca dan dicatat berat badan pada tampilan dengan skala 0.1 cm

terdekat.

7. Responden diminta turun dari alat timbang.

b. Pengukuran Tinggi Badan (TB)

1. Responden tidak mengenakan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup

kepala). Posisikan responden tepat di bawah microtoice

Page 16: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

2. Reponden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser.

3. Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit

menempel pada dinding tempat microtoise di pasang.

4. Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas

dan menghadap paha.

5. Responden diminta menarik nafas panjang untuk membantu

menegakkan tulang rusuk. Usahakan bah tetap santai.

6. Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden.

Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala responden. Dalam

keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada

dinding.

7. Dibaca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih

besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala)

pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.

8. Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus

berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. Catat tinggi

badan pada skala 0,1 cm terdekat.

c. Pengukuran Tinggi Lutut

1. Responden duduk dengan salah satu kaki ditekuk hingga membentuk

sudut 900 proximal hingga patella.

2. Kaki diletakkan di atas alat pengukur tinggi lutut dan pastikan kaki

responden membentuk sudut 900 dengan melihat kelurusannya pada

tiang alat ukur.

3. Dibaca dengan sedikit menjongkok sehingga mata pembaca tepat

berada pada angka yang ditunjukkan oleh alat ukur. Catat tinggi badan

pada skala 0,1 cm terdekat.

d. Pengukuran Lingkar Pinggang

Page 17: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

1. Responden menggunakan pakaian yang longgar (tidak menekan)

sehingga alat ukur dapat diletakkan dengan sempurna. Sebaiknya pita

pengukur tidak berada di atas pakaian yang digunakan

2. Responden berdiri tegak dengan perut dalam keadaan rileks

3. Pengukur menghadap ke subjek dan meletakkan alat ukur melingkar

pinggang secara horizontal dimana merupakan bagian paling kecil dari

tubuh atau pada bagian tulang rusuk paling terakhir. Seorang

pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan tepat

4. Pengukuran dilakukan di akhir dari ekspresi yang normal dan alat

ukur tidak menekn kulit

5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm

terdekat

e. Pengukuran Lingkar Panggul

1. Responden mengenakan pakaian yang tidak terlaku menekan

2. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan berada pada kedua sisi

tubuh dan kaki rapat

3. Pengukur jongkok di samping responden sehingga tingkat maksimal

dari penggul terlihat

4. Alat pengukur dilingkarkan secara horizontal tanpa menekan kulit.

Seorang pembantu diperlukan untuk meletakkan alat ukur dengan

tepat

5. Dibaca dengan teliti hasil pengukuran pada pita hingga 0,1 cm

terdekat

f. Pengukuran Lingkar Perut

1. Mintalah dengan cara yang santun pada responden untuk membuka

pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba

tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran

2. Ditetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah.

3. Ditetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul.

Page 18: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

4. Ditetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir

titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik

tengah tersebut dengan alat tulis.

5. Responden diminta untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal

(ekspirasi normal).

6. Dilakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah

kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut

kembali menuju titik tengah diawal pengukuran.

7. Pengukuran juga dapat dilakukan pada bagian atas dari pusar lalu

meletekkan dan melingkarkan alat ukur secara horizontal

8. Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah,

pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada

titik tengah tersebut lagi.

9. Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang

mendekati angka 0,1 cm.

g. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA)

1. Penentuan Titik Mid Point Pada Lengan

1. Responden diminta berdiri tegak

2. Responden dminta untuk membuka lengan pakaian yang menutup

lengan kiri atas (bagi yang kidal gunakan lengan kanan)

3. Tekukan tangan responden membentuk 900 dengan telapak tangan

menghadap ke atas. Pengukur berdiri dibelakang dan menentukan

titik tengah antara tulang rusuk atas pada bahu kiri dan siku

4. Ditandai titik tengah tersebut dengan pena

2. Mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA)

1. Dengan tangan tergantung lepas dan siku lurus di samping badan,

telapak tangan menghadap ke bawah

2. Diukur lingar lengan atas pada posisi mid point dengan pita

LILA menempel pada kulit dan dilingkarkan secara hotizontal pada

lengan. Perhatikan jangan sampai pita menekan kulit atau ada

rongga antara kulit dan pita

Page 19: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

3. Lingkar lengan atas dicatat pada skala 0,1 cm terdekat

h. Penentuan Tebal Lipatan Kulit (TLK)

1. Petunjuk Umum

1. Ibu jari dan jari telunjuk dari tangan kiri digunakan untuk

mengangkat kedua sisi kulit dan lemak subkutan kurang lebih 1 cm

proximal dari daerah yang diukur

2. Lipatan kulit diangkat pada jarak kurang lebih 1 cm tegak lurus

arah garis kulit

3. Lipatan kulit tetap diangkat sampai pengukuran selesai

4. Caliper dipegang oleh tangan kanan

5. Pengukuran dilakukan dalam 4 detik setelah penekanan kulit oleh

caliper dilepas

2. Pengukuran TLK Pada Tricep

1. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas

pada kedua sisi tubuh

2. Pengukuran dilakukan pada titik mid point (sama pada LILA)

3. Pengukur berdiri di belakang responden dan meletakkan telapak

tangan kirinya pada bagian lengan kearah tanda yang telah dibuat

dimana ibu jari dan telunjuk menghadap ke bawah. Tricep skinfold

diambil dengan menarik pada 1 cm dari proximal tanda titik tengah

tadi.

4. Tricep skinfold diukur dengan mendekati 0,1 mm

3. Pengukuran TLK Pada Subscapular

1. Responden berdiri tegak dengan kedua lengan tergantung bebas

pada kedua sisi tubuh

2. Tangan diletakkan kiri ke belakang

3. Untuk mendapatkan tempat pengukuran, pemeriksa meraba

scapula dan mencarinya ke arah bawah lateral sepanjang batas

vertebrata samapi menentukn sudut bawah scapula

Page 20: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

4. Subscapular skinfold ditarik dalam arah diagonal (infero-lateral)

kurang lebih 450 ke arah horizontal garis kulit. Titik scapula terletak

pada bagain bawah sudut scapula

5. Caliper diletakkan 1 cm infero-lateral dari ibu jari dan jari telunjuk

yang mengangkat kulit dan subkutan dan ketebalan kulit diukur

mendekati 0,1 mm

Page 21: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 4.1. Hasil Pengkuran Antropometri Kelompok B1

No Nama J.K UmurBB (kg)

TB (cm)

TL (cm)

LPi (cm)

LPa (cm)

Lp (cm)

Tricep (cm)

Subscapu-lar (cm)

Lila (cm)

1. Florina Yulinda P 19 54,5 157,3 49 69,5 87,5 74 25 16 252. Rukayah P 19 43,5 148 46,3 61 80 69 11,8 11 22,53. Trisna Awaliah P 19 36,1 146 44,9 60 76 63,5 17 9 19,34. Widya Ayu Putri P 19 51 160,5 49,3 65,3 82 70 22 12 23,75. Andi Isna Arianti P 19 45,7 152 47,8 66 80,5 72 18,5 16 23,26. Dian Anggraeni H P 19 49,9 148,2 46,5 68 84,4 70 25 20 24,97. Irna Dewi Yuningsi P 19 47,5 163 48,7 63,1 84 71 19 9 21,68. Nazla M Albar P 19 55,3 150,4 47 70,5 89 70,4 27 26 30,29. Nur Sakinah P 19 63,5 148,5 46 81 78 93 25 35 32

Sumber: Data Primer 2012

Keterangan:

J.K = Jenis Kelamin = Laki-laki / Perempuan LPi = Lingkar Pinggang

BB = Berat Badan LPa = Lingkar Panggul

TB = Tinggi Badan Lp = Lingkar perut

TL = Tinggi Lutut Lila = Lingkar Lengan Atas

Page 22: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Antropometri Kelompok B1

No Nama IMT WHR Lingkar Perut % Body Fat LILA TB/TLNilai Ket Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket Nilai Ket Nilai Selisih

1. Florina Yulinda 22,02 Normal 0,79 High 74 Normal 31,82 H R 25 Normal 162,41 0,12. Rukayah 19,85 Normal 0,76 Moderate 69 Normal 21,32 H R 22,5 KEK 156,956 1,5

3. Trisna Awaliah M 16,93Under weight

0,78 High 63,5 Normal 23,13 H R 19,3 KEK 154,128 1,56

4. Widya Ayu Putri 19,79 Normal 0,79 High 70 Normal 27,72 H R 23,7 Normal 163,016 -0,465. Andi Isna Arianti 19,78 Normal 0,81 High 72 Normal 28,01 H R 23,2 KEK 159,986 -1,46. Dian Anggraeni H 22,71 Normal 0,80 High 70 Normal 34,20 OW 24,9 Normal 151,36 0,8

7. Irna Dewi Yuningsi 17,85Under weight

0,75 Moderate 71Norma

l24,27 H R 21,6 KEK 164,79 1,97

8. Nazla M Albar 24,44 At risk 0,83 Very High 70,4 Normal 39,02 Obese 30,2 Normal 158,37 5,16

9. Nur Sakinah 28,79 Obese I 1,03 Very High 93Obes

Sentral43,33 Obese 32 Normal 156,35 -5,36

Sumber: Data Primer 2012

Keterangan:

IMT = Indeks Massa TubuhWHR = Waist Hip to Rasio TB/TL = Tinggi Badan Berdasarkan hasil perhitungan tinggi lutut H R = Healthy RangeOW = OverweightKEK = Kurang Energi Kronis

Page 23: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

4.2 Pembahasan

A. IMT

Seperti diketahui, berat badan ideal perempuan bisa dihitung

berdasarkan BMI nya, yaitu perbandingan antara berat dan tingginya. BMI

adalah angka yang cukup dapat diandalkan sebagai indikator body fatness

untuk sebagian besar orang, meskipun BMI tidak mengukur secara

langsung kandungan lemak tubuh. Namun demikian, penelitian-penelitian

terdahulu dapat menyimpulkan bahwa BMI berkorelasi secara langsung

dengan lemak tubuh11.

Dari hasil pengukuran diperoleh BB dan TB subjek masing-masing

adalah 47,5 kg dan 163 cm. Sehingga IMT subjek adalah 17,88.

Berdasarkan Riskesdas (2007), individu yang memiliki IMT < 18,50 kg/m2

tergolong kategori kurus (underweight). Dapat disimpulkan subjek

tergolong kurus (underweight).

Agar mendapatkan IMT normal subjek perlu memperbaiki asupan gizi

yang cukup dan seimbang. Subjek perlu memperbanyak mengonsumsi

makanan tinggi kalori (karbohidrat, protein, dan lemak) seperti beras, roti,

daging, ikan, telur, dan susu.

B. WHR

Indeks massa tubuh adalah ukuran yang umum digunakan untuk

mengidentifikasi obesitas. Namun, dibandingkan dengan indeks massa

tubuh, lingkar pinggang (WC) merupakan indeks yang lebih baik untuk

menyelidiki kelainan metabolik seperti hipertensi dan gangguan glukosa

puasa. Maffeis et al. Menyarankan bahwa WC sangat membantu dalam

mendeteksi resiko metabolik dan risiko penyakit kardiovaskular pada

anak-anak yang kelebihan berat badan. Meskipun peningkatan WC

didefinisikan sebagai faktor risiko pada orang dewasa, penelitian tersebut

11 Mei Z dkk. 2002. Validity of body mass index compared with other body -composition screening indexes for the assessment of body fatness in children and adolescents. American Journal of Clinical Nutrition

Page 24: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

pada anak-anak jarang dilakukan. Beberapa studi telah meneliti hubungan

antara lingkar pinggul dan tekanan darah tinggi12.

Dari hasil pengukuran diperoleh lingkar pinggang subjek sebesar 63,1

cm. Sedangkan lingkar panggung subjek adalah 84 cm. Sehingga dari hasil

penngukuran diperoleh WHR subjek adalah 0,75. Interpretasi dari hasil

pengukuran tersebut adalah moderate yang berarti belum memiliki risiko

kardiovaskuler.

Makanan yang dapat dikonsumsi agar terhindar dari risiko

kardiovaskuler adalah oatmeal. Oatmeal kaya akan omega 3, asam lemak,

folat, dan kalium. Ini super kaya serat dapat menurunkan kadar LDL (atau

buruk) kolesterol dan membantu menjaga arteri tetap bersih dan sehat.

C. Lingkar Perut

Lemak menyebabkan kebuncitan pada perut. Banyak penelitian-

penelitian in vivo (penelitian secara langsung pada mahluk hidup baik pada

hewan maupun manusia) selama lebih dari satu dekade belakangan ini

menunjukkan bahwa peningkatan asam lemak bebas baik secara akut

maupun secara kronis dalam darah terkait erat dengan memburuknya kerja

insulin dalam tubuh. Asam lemak bebas telah diketahui menyebabkan

resistensi insulin di otot dan hati yang merupakan faktor penyokong

terjadinya diabetes mellitus13.

Cara yang dapat dilakukan untuk memantau risiko kegemukan adalah

dengan mengukur lingkar perut. Berdasarkan standar Asia wanita dengan

lingkar perut ≥ 80 cm dan pria dengan lingkar perut ≥ 90 cm berarti

menderita obesitas.

Berdasarkan teori tersebut, maka disimpulkan bahwa subjek memiliki

lingkar perut normal karena pengukuran lingkar perutnya menunjukkan

angka 71 cm.

12 Choy, dkk., 2011. Waist circumference and risk of elevated blood pressure in children: a cross-sectional study13 Guenther, Boden. 2002. Interaction between free fatty acids and glucose metabolism.

Page 25: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Agar perut tidak buncit dan memperoleh lingkar perut tetap normal,

subjek harus tetap memperhatikan gizi seimbang. Batasi konsumsi lemak

trans yang terdapat pada makanan cepat saji, makanan ringan, dan

gorengan.

D. % Body Fat

Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness

(tebal lipatan kulit), bila tebal lipatan kulit triceps > 85 persentil

merupakan indikator obesitas. Epidemi obesitas sebenarnya sebuah

fenomena global, yang mempengaruhi usia sekolah dan prasekolah anak-

anak di setidaknya dari 60 negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia14.

Berdasarkan pengukuran diperoleh tebal lemak trisep subjek adalah 19

mm dan tebal lemak subscapular adalah 9 mm.dapat disimpulkan % body

fat subjek adalah 24,2% yang berarti healthy range.

Agar % body fat tetap normal, subjek perlu mengonsumsi serat setiap

harinya misalnya apel dan mengurangi konsumsi lemak jenuh misalnya

pada junk food.

E. LILA

Lingkar lengan atas mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat

mencerminkan status KEP pada balita, KEK pada ibu WUS dan ibu hamil

dengan risiko bayi BBLR7.

Pengukuran LILA sebenarnya hanya diperuntukan bagi wanita dan

balita. LILA bagi wanita dapat memberikan arti apakah wanita itu dapat

disarankan hamil atau tidak, sebab jika pangukuran LILA dilakukan pada

wanita usia subur dan mendapatkan bahwa wanita tersebut KEK maka

sangat beresiko untuk melahirkan bayi dengan BBLR15.

14 Wang, Y., & Lobstein, T. (2006). Worldwide trends in childhood overweight and obesity.77 Sirajuddin, Saifuddin. 2012. Penuntun praktikum penilaian status gizi.15 Chomtho, Sirinuch., Mary S. Fewtrell, Adam Jaffe, dkk. 2006. Evaluation of Arm Antrhropometri for Assessing Pediatric Body Composition: Evidence from Health and Sich Children.

Page 26: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Dari hasil pengukuran, diperoleh Lila subjek sebesar 21,6 cm yang

berarti subjek mengalami KEK. Untuk mengatasi masalah tersebut, subjek

perlu mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi, makan makanan yang

bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk makanan

pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang

mengandung proteinseperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu

sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat

ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan kalori.

F. TB/TL

Perkiraan parameter farmakokinetik dan evaluasi status gizi

bergantung pada pengukuran yng akurat tidak hanya berat badan tetapi

juga tinggi badan. Namun, sejumlah penyakit dapat menyebabkan

kesulitan dalam pengukuran tinggi badan secara akurat. Oleh karena itu,

berbagai rumus berdasarkan tulang yang tidak berubah panjang telah

dikembangkan. Tinggi lutut digunakan untuk individu yang ≥ 60 tahun

atau tidak dapat berdiri atau memiliki kelainan bentuk tulang belakang.

Dari hasil pengukuran diperoleh TB subjek adalh 163 cm dan TL

subjek adalah 49,7. Dari hasil perhitungan prediksi TB subjek terhadap TL

adalah 164,79 dengan selisih TB adalah 1,97.

Kebutuhan kalsium paling tinggi terjadi pada masa remaja dibanding

tahapan usia yang. Apabila pada masa ini kalsium yang dikonsumsi kurang

dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, PBM (peak bone mass)

tidak akan terbentuk secara optimal. Asupan kalsium yang rendah pada

masa remaja berhubungan dengan berkurangnya kepadatan tulang panggul

sebesar 3 persen16.

Kalsium dapat diperoleh dari keju, yogurt, dan susu. Oleh karena itu

subjek perlu memperhatikan asupan kalsium agar pertumbuhan tulang

tetap optimal.

16 Kalkwarf HJ dkk. 2003. Milk intake during childhood and adolescence, adult bone density, and osteoporotic fractures in US women.

Page 27: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

BAB V

PENUTUP

V.I Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT), subjek tergolong

underweight dengan niali IMT 17,85

2. Berdasarkan perhitungan Waist to Hip Ratio (WHR), subjek berada pada

resiko moderate dengan nilai WHR 0,75.

3. Berdasarkan perhitungan persentase Body Fat (%BF), subjek berada pada

klasifikasi healthy range dengan nilai 24,2%.

4. Berdasarkan pegukuran Lingkar Lengn Atas (LILA), status gizi subjek

KEK dengan ukuran LILA 21,6 cm.

5. Berdasarkan pengukuran lingkar perut dengan hasil pengukuran 71 cm,

responden tidak mengalami obesitas karena lingkar perutnya < 80 cm.

6. Berdasarkan pengukuran tinggi lutut untuk memprediksi tinggi badan

diperoleh tinggi lutut subjek 48,7 dengan selisih tinggi badan 1,79 cm.

V.2 Saran

a. Kepada Dosen

Sebaiknya para dosen masuk sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

b. Kepada Asisten

Sebaiknya asisten selalu bersahabat dengan praktikan sehingga proses

praktikum yang akan dilakukan dapat berjalan dengan baik.

c. Laboratorium

Sebaiknya laboratorium diperbesar lagi agar praktikum yang dilakukan

lebih maksimal dan efektif.

d. Kegiatan PraktikumSebaiknya praktikum dilakukan tepat pada waktu yang telah ditentukan.

Page 28: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

DAFTAR PUSTAKA

1. Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilian Status Gizi. Jakarta: EGC.

2. Achadi, Endang L. 2012. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakt UI.

3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2008. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

4. Tesfaye dkk. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia. Journal of Human Hypertension Volume 21, 28–37 hlm.

5. Dauchet dkk.. 2007. Dietary patterns and blood pressure change over 5-y followup in the SU. Amj Clin Nut Vol 85 (6): 1650-6 hlm.

6. Donald M. Lloyd-Jones. 2010. Defining and Setting National Goals for cardiovascular Health Promotion and Disease Reduction. American Hearth Association vol 121, 586-613 hlm.

7. Sirajuddin, Saifuddin dkk. 2012. Penuntun Praktikum Penilaian Status Gizi. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat.

8. Lawrence. 2007. Waist circumference and waist-to-hip ratio as predictors of cardiovascular events: meta-regression analysis of prospective studies. European Heart Journal vol 28 (7): 850-6 hlm

9. Esmaillzadeh, dkk. 2004. Waist-to-hip ratio is a better screening measure for cardiovascular risk factors than other anthropometric indicators in Tehranian adult men. International Journal of Obesity, vol 28 (10);1325-32 hlm.

10. Gibson, RS., 1990. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press.

11. Mei Z dkk. 2002. Validity of body mass index compared with other body -composition screening indexes for the assessment of body fatness in children and adolescents. American Journal of Clinical Nutrition. vol. 75 (6) 978-985 hlm.

12. Choy, dkk., 2011. Waist circumference and risk of elevated blood pressure in children: a cross-sectional study. BMC Public Health, Vol. 11: 613 hlm.

Page 29: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

13. Guenther, Boden. 2002. Interaction between free fatty acids and glucose metabolism. Current Opinion in Clinical Nutrition and Metabolic Care, vol 5 pp 545-549.

14. Wang, Y., & Lobstein, T. (2006). Worldwide trends in childhood overweight and obesity. International Journal of Pediatric Obesity, 1(1), 11–25 hlm.

15. Chomtho, Sirinuch., Mary S. Fewtrell, Adam Jaffe, dkk. 2006. Evaluation of Arm Antrhropometri for Assessing Pediatric Body Composition: Evidence from Health and Sich Children. International Pediatric Research Foundation, vol 59, No. 5.

16. Kalkwarf HJ dkk. 2003. Milk intake during childhood and adolescence, adult bone density, and osteoporotic fractures in US women, vol 77(1):257-65 hlm.

Page 30: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

LAPORAN PRAKTIKUM

PENILAIAN STATUS GIZI ANTROPOMETRI(IMT, WHR, %BODY FAT, LILA, LINGKAR PERUT)

OLEH :

IRNA DEWI YUNINGSI

K21111011

KELOMPOK B1

PROGRAM STUDI ILMU GIZIFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2012

Page 31: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

Lampiran Perhitungan

1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berat Badan = 47,5 kg

Tinggi badan = 163 cm 1,63 m

IMT = Berat Badan (kg)Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

= 4 7,5 kg1,63 m x 1,63 m

= 4 7,5 kg2,66

= 17,85 (Under weight)

2. Waist to Hip Ratio (WHR)

Lingkar Pinggang (LPi) = 63,1 cm

Lingkar Pnggul (LPa) = 84 cm

WHR = Lingkar Pinggang (LPi)Lingkar Panggul (LPa)

= 6 3,1 cm8 4 cm

= 0,75 (Moderate)

3. Persentase Body Fat (%BF)

Tebal tricep = 19 mm

Tebal subscapular = 9 mm

Db = 1,0897 – 0,00133 (∑ tricep + scapula)

= 1,0897 – 0,00133 ( 19 mm + 9`mm)

= 1,0897 – 0,00133 (28 mm)

= 1,0897 – 0,03724

= 1,05246

%BF = (4,76/Db) – 4,28 x 100

= (4,76/1,05246) – 4,28 x 100

Page 32: LAPORAN PSG ANTROPOMETRI

= ( 4,523– 4,28 ) x 100

= 0,2427 x 100

= 24,27 % (Health Range)

4. Tinggi Badan Berdasarkan Tinggi Lutut

Perempuan = (1,91 x TL) – (0,17 x U) + 75

= (1,91 x 48,7) – (0,17x 19) + 75

= 93,017 – 3,23 + 75

= 164,79 cm (Lebih 1,79 cm dri TB aktual)