laporan proteksi katodik 2

32
LABORATORIUM PENGENDALIAN KOROSI SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016 MODUL : Proteksi Katodik II PEMBIMBING : Ir. Nurcahyo, MT Praktikum : 27 November 2015 Penyerahan (Laporan) : 20 Desember 2015 Oleh : Kelompok : 8 Nama : Wynne Raphaela NIM.131424027 Levina Cahyani NIM.131424028 Ridha N. Darmawan NIM.131424029 Kelas : 3A – TKPB PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

Upload: ridha-n-darmawan

Post on 27-Jan-2016

137 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

Pengendalian Korosi - Proteksi Katodik 2

TRANSCRIPT

LABORATORIUM PENGENDALIAN KOROSI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2015/2016

MODUL : Proteksi Katodik II

PEMBIMBING : Ir. Nurcahyo, MT

Praktikum : 27 November 2015

Penyerahan (Laporan) : 20 Desember 2015

Oleh :

Kelompok : 8

Nama : Wynne Raphaela NIM.131424027

Levina Cahyani NIM.131424028

Ridha N. Darmawan NIM.131424029

Kelas : 3A – TKPB

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH

JURUSAN TEKNIK KIMIA

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2015

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangSystem perpipaan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia perindustrian. Pemasangan instalasi perpipaan banyak sekali digunakan di dunia perindustrian. Salah satunya digunakan di dunia perindustrian minyak dan gas di Indonesia. Proyek pipanisasi gas dibangun untuk mengayasi kekurangan pasokan gas bumi dalam negeri yaitu dengan mengangkut gas dari pusat cadangan gas yang tersebar diluar pulau Jawa ke pusat pengguna gas di sector pembangkit listrik, industry, rumah tangga dan transportasi.

Pipanisasi mulai diterapkan oleh Perusahaan Gas Negata (PGN) dalam bentuk proyek Pipanisasi Gas Terpadu Indonesia dan merupakan bagian dari proses distribusi gas yang digunakan sebagai pasokan energy pada beberapa pembangkit listrik maupun rumah tangga.

Pipanisasi yang dilakukan mengacu berdasarkan peraturan dari Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi tentang standar perpipaan ditanam didalam tanah, pasal 7 ayat 1, 2 dan 3:1) Penggelaran pipa penyalur baik di darat maupun di laut dapat dilakukan dengan cara

ditanam atau diletakkan di permukaan tanah.2) Pipa transmisi gas dan pipa induk yang digelar di daratan wajib ditanam, dengan

kedalaman minmun 1 (satu) meter dari permukaan tanah.3) Desai, konstruksi dan klasifikasi lokasi penggelaran wajib memenuhi Standar

Pertambangan Migas (SPM) yang diterapkan oleh Menteri.

1.2. Tujuan1) Mahasiswa memahami konsep Pengendalian Korosi dengan metoda Close Interval

Potential Survey dan Direct Current Voltage Gradient.

2) Mahasiswa dapat melakukan pengendalian korosi dengan metodeClose Interval Potential

Survey.

3) Mahasiswa memahami bagaimana kondisi pipa yang sudah luka coatingnya berdasarkan

potensial yang diukur dibandingkan dengan nilai potensial reference.

BAB 2

TINJAUANPUSTAKA

2.1 MetodePengendalian KorosiKorosi tidak dapat dicegah, namun dapat dikendalikan seminimal mungkin. Ada

beberapa metode yang biasanya digunakan untuk mengendalikan korosi, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Perancangan geometris alat atau benda kerja.b. Pemilihan bahan atau material logam yang sesuai dengan lingkungan. Pemilihan material

haruslah dipertimbangkan. Jenis material yang digunakan harus memiliki ketahanan korosi yang tinggi pada suatu media tertentu yang sesuai dengan lingkungan tempat aplikasinya

c. Metode Pelapisan (Coating) adalah suatu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam yang akan dilindungi. Misalnya, dengan pengecatan atau penyepuhan logam. Zat atau logam yang akan melapisi suatu logam harus bisa membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga logam yang dilindungi terlindung dari korosi. Pasivasi adalah pembentukan lapisan film permukaan dari oksida logam hasil oksidasi yang tahan terhadap korosi sehingga dapat mencegah korosi lebih lanjut.

d. Proteksi Katodik merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya korosipadalogam.Prinsipkerjanyaadalahdenganmengubahbendakerja menjadi katoda. Proteksi dilakukan dengan mengalirkan elektron tambahan kedalam material. Terdapat dua jenis proteksi katodik, yaitu metode impressed current (arus paksa) dan sacrificial anode (anoda korban).

e. Proteksi anodik yaitu dengan cara mempertebal lapisan pasif dari suatu material dengancara memberikan potensial kearah anodik.

f. Inhibitor adalah zat kimia yang ditambahkan ke dalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosidapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.

1.1. MetodePengendalian Korosi denganCoatingCoating merupakan sistem proteksi logam terhadap korosi dengan cara memberikan

lapisan di permukaan logam untukmencegahkontaklangsungatau reaksi reduksi-oksidasi antara logam dengan lingkungan sekitar. Coating diberikan untuk melindungi pipa dengan keadaan tanah. Tanah memiliki harga resistivitas yang berbeda-beda, bergantung kepada keadaan geometris dan jenis tanah. Untuk mengetahuitingkat korosifitas, digunakan alat resistivity meter. Beberapa harga resistivitas dan tingkat korosifitas dari tanah terangkum dalam tabel 2.1

Table 2.1 Derajat korosifitas tanah berdasarkan nilai resistivitasnya

Soil resistivity (ohm.cm) Degree Of Corrosivity0-500

500-10001000-20002000-10000

Very corrosiveCorrosive

Moderately corrosiveMildly corrosive

Above 10000 Negligible(Sumber:peabody-controlofpipelinecorrosion2001(NACECorrosionBasics).

Pada umumnya, coating dibagi menjadi dua macam, yaitu organic coating dan anorganic coating. Organic coating berbahan kimia biasanya menggunakan senyawa polimer seperti HDPE (High Density Polyethylene). Sedangkan organic coating yang umum digunakan dan murah adalah coaltar atau aspal. Anorganic coating biasanya bekerja dengan pembentukan oksida dengan proses anodisasi dan pembentukan senyawa anorganik di permukaan logam. Pelapisan denganorganic coating biasanya menggunakan metode pengecatan. Sedangkan pelapisan anorganic coating yang biasanya dilakukan adalah anodisasi aluminium, kromatisasidan fosfatisasi.

Syarat dari coating pada system perpipaan dimuat di NACE Standard RP 0169-96, diantaranya :

1) Insulator elektrik yang efektif

2) Pelindung Kelembaban yang efektif

3) Aplikatif terhadap struktur

4) Memiliki sifat adesiyang kuat terhadap pipa

5) Mampu menahan defect dari kemungkinan membesar dalam jangka waktu lama

Berikut adalah sifat fisis dan teknis dari glass fibre (senyawa polimer), yang biasa digunakan sebagai coating :

Tabel2.2Sifatfisisdanteknisdariglassfibre

(Sumber:ww w .cat h odicprotecti on n et w or k )

1.2. MetodePendeteksi KerusakanCoatingPada penerapan di lapangan, kerusakan coating dapat dideteksi dengan dua metode

yang umum digunakan, yaitu metode Direct Current Voltage Gradient (DCVG) dan Close Interrupted Potential Survey(CIPS).

Metode DCVG ditemukan oleh seorang insinyur telekomunikasi yang berasal dari Australia, bernama John Mulvany pada awal 1980 (Wikipedia, 2013). Dikembangkan bersama dengan Dr. John Leeds, seorang ahli korosi dari Inggris. Metode DCVG biasanya hanya dikenal dikalangan profesional di bidang korosi. Dasarmetode DCVG diatur dalam NACE International Testmethod TM-0109-2009. Referensi dari kalangan inspeksi perpipaan diatur dalam API571 dan API RP 574 (Wikipedia, 2013).

Metode kerja dari DCVG dan CIPS adalah dengan memastikan sistem perpipaan telah diproteksi dengan arus paksa (ICCP). Adanya kerusakan coating akan menyebabkan terjadinya peningkatan arus dalam jumlah yang besar di sekitar kerusakan coating. Ilustrasi dari kerusakan coating dapat dilihat pada gambar berikut

Ilustrasiarusmasukkedaerahcoatingyangrusak

(Sumber:www.cathodicprotectionnetwork.com)

Gambar2.6Ilustrasijeniskerusakancoating

(Sumber:PMLDCVGManualSheet)

Metode DCVG merupakan pengembangan dari metode CIPS. Dengan menggunakan metode DCVG, tidak hanya posisi kerusakan dari coating yang dapat diketahui, akan tetapi besar kerusakan atau derajat kerusakan coating. Apabila ada kerusakan coating maka akan berdampak pada aliran arus listrik yang mengalir dari tanah sekitar dan masuk menuju pipa. Aliran listrik ini akan menyebabkan adanya gradient tegangan yang terjadi di tanah, yang dapat diukur dengan menggunakan voltmeter. Dengan mengamati arah dari gradien arus listrik tersebut, maka lokasi coating yang rusak dapat diidentifikasi. Dengan memasukkan data dari arah gradien tegangan yang terukur di sekitar lokasi coating yang rusak, maka jenis dan karakteristik kerusakan coating dapat diketahui.

2.8 MetodeClose Interval Potential SurveyAda atau tidaknya kerusakan pada coating dalam suatu system perpipaan yang ditanam

dibawah tanah dapat dideteksi. Salah satu cara untuk mendeteksi kerusakan coating tersebut adalah dengan menggunakan metode Close Interval Potential Survey (CIPS). Close Interval Potensial Survey atau yang dikenal juga dengan close interval survey (CIS) adalah sebuah survey potensi yang dilakukan pada pipa logam yang terkubur atau terendam untuk mendapatkan pengukuran potensial struktur DC ke elektrolit pada intervalregular(NACE SP0207, 2007).

Metode Close Interval Potential Survey ditujukan untuk mengetahui integritas dari jalur pipa khususnya berkaitan dengan efektifitas kerja dari Sistem Proteksi Katodik. Prinsip dari CIPS ini adalah mengukur Potensial Pipa dalam kondisi Sistem Proteksi Katodik berjalan, sehingga secara langsung akan dapat diketahui pada lokasi mana saja dari jalur pipa yang tidak terlindungi oleh Sistem Proteksi Katodik tersebut (Mukhandis, 2008). Pipa yang terproteksi dengan baik akan memenuhi kriteria proteksi sesuai dengan Standard NACE RP 0169– 2002. Pengukuran potensial rangkaian tertutup secara interval (CIPS) ini menggunakan alat yang dilengkapi dengan Data logger/ Voltmeter dan juga elektroda reference Cu/CuSO4 yang terkalibrasi. Peralatan ini merupakan alat yang dirancang dan deprogram oleh para ahli korosi terutama ahli proteksi katodik untuk pemeriksaan kondisi kerusakan coating pada pipa baja dalam tanah (Nur Salam, 1999).

Menurut Nur Salam, teknik pengukuran dari Close Interval Potential Survey (CIPS) ini dilakukan dengan cara berjalan tepat diatas jalur pipa, kontak dengan tanah dilakukan secara kontinyu melalui elektroda reference Cu/CuSO4 yang digunakan secara parallel dengan metoda “tongkat berjalan”. Kabel survey dihubungkan ke kabel pengetesan pipa (test box) dengan menggunakan terminal sebagai penjepit. Reel/Wire Kabel yang dirancang khusus dipasang pada alat pengukur jarak yang menyatu pada alat data logger melalui sebuah interface flug. Dengan cara tersebut, kontak langsung antara pipa dengan data logger dapat terjadi sehingga melengkapi sikrit pengukuran dan sesuai dengan berpindahnya pengukuran pada jalur pipa,kabel survey akan terukur dari sistem dial indicator yang dipasang pada alat data logger tersebut melalui alat putar yang telah terkalibrasi sehingga diperoleh pulsa (pulse) jarak dalam meter yang langsung terekam pada data logger. Untuk lebihjelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

(Sumber :Rawson,1999)

Gambar 2.10 AlatUkur CIPS

(Sumber :Pawson, 2012)

Gambar 2.11 Prinsip kerjametode CIPS

(Sumber : http://www.rogeralexander1938.webspace.vi r g in m edia.co m /cpn/ P roc H TML/ p roc6 . ht m , diakses padatanggal 1Juli2013)

Gambar 2.12 Survey CIPS di Lapangan

(Sumber :http://www.rogeralexander1938.webspace.virginmedia.com/cpn/ProcHTML/proc6.htm, diakses pada tanggal 1 Juli 2013)

Gambar 2.13 Data CIPS dalam bentuk Ms. Excel

(Sumber :http://www.rogeralexander1938.webspace.virginmedia.com/cpn/ProcHTML/proc6.htm,

diaksespadatanggal 1Juli2013)

Gambar 2.14 DataCIPS On/OffInteruptor

Data-data yangdiperoleh dari kegiatan CIPS dapat memberikan manfaat seperti :

1. Mengindentifikasikan daerah-daerah diluar jangkauan kriteria potensial pipa tidak bisa diidentifikasi dengan test point survey.

2. Menentukan kondisi area diluar kisaran atau range kriteria potensial.3. Mencari defect atau cacat pipa menengah sampai cacat besar pada coating,

terisolasi atau menerus danbiasanya> 600 nm atau 1 in.

4. Mencari area stray-current pick up dan discharge atau area yang berisiko korosi.5. Menentukan area pengaruhcathodic protection(CP).6. Mengidentifikasi casing yang mengalami korsleting, cacat pada perangkat isolasi listrik,

atau tidak disengaja kontak dengan struktur logam lainnya.7. Mencari daerah perisai geologichatodic protection.8. Melakukan pengukuran tingkat CP dalam melakukan pengujian arus dan mengevaluasi

efektivitas distribusi arus sepanjangpipa.9. Mencari daerahyang berisiko mengalami stress corrosion cracking (SCC) dengan pH

tinggi. Tingkat CP terbukti sebagai faktor kerentaan pipa hingga timbulnya SCC dengan pHtinggi. CIS dapat membantu menunjukkan lokasi di sepanjang saluran pipa dimana struktur elektrolit jatuh pada jangkauan kerentaan terjadinya SCC, dan

10. Menentukan dan memprioritaskan area risiko korosi (Bariyyah, 2012), sebagai bagian dari program managemen integritas atau bagian dari eksternal corrosion direct assessment (ECDA).

2.4 MetodeDirect Current VoltageGradientSurvey DCVG dan CIPS dapat dilakukan dengan menggunakan interrupter pengaturan

on/off dalam interval waktu tertentu.Tujuan dari penggunaan interrupter adalah untuk membedakan adanya arus yang liar yang mengganggu pengukuran dengan arus prokteksi.

Dengan mengetahui frekuensi dari interrupter, maka arus proteksi struktur perpipaan dapat diketahui dengan pasti. on/off dari arus rectifier diatur siklusnya melalui current interruptor. Dengan begitu, potensial soil to soil atau tanah ke tanah bisa diukur pada saat siklus on dan juga pada saat siklus off. Apabila telah dilakukan pengukuran CIPS, maka pengukuran DCVG tidak perlu menggunakan interrupter. Istilah potensial DCVG diartikan sebagai perbedaan/ selisih antara potensial soil to soil di sekitar lokasi coating yang rusak.

Beberapa peralatan yang digunakan untuk survey DCVG adalah sebagai berikut:

a. Current Interrupterb. DC Power Supply(12V,1 Ampere)c. Data Probe(dua buah elektroda Cu/CuSO4)d. Perlengkapan Safety untuk Personil yang berupa Helmet, SafetyBoot, Goggles, dan Glovese. Data Logger berupa Voltmeter (akurasi 1mV).

Dalam survey DCVG, dikenal dua teknik yang digunakan untuk menentukan posisi kerusakan coating,yaitu teknik tegak lurus dan teknik parallel. Yang membedakan dari teknik ini adalah pergerakan dari Data Probe berupa Elektroda Standar Cu/CuSO4 (Copper Sulphate Electrode atau CSE).

Pada teknik tegak lurus, pergerakan CSE dilakukan dalam kondisi dimana posisi dari kedua elektroda tersebut tegak lurus terhadap centerline dari struktur pipa. Jarak antar elektroda umumnya antara 50 cm sampai 1 meter, dengan salah satu elektroda berada tepat di garis pusat dari pipa. Data logging umumnya dilakukan setiap interval satu sampai dua meter.

Pada teknik DCVG ini sebelum memasuki daerah coating defect yang ditunjukkan dengan daerah diluar lingkaran merah, beda potensial yang terbaca pada voltmeter dari data log gerakan menunjukkan angka nol.Semakin mendekati coating defect maka beda potensial akan semakin naik dan mencapai nilai maksimum tepat pada bagian dari pipa yang mengalami coating defect. Dan sebaliknya apabila pergerakan menjauhi lokasi yang mengalami coating defect, beda potensial yang terbaca akan turun kembali. Profil dari survey DCVG dengan teknik tegak lurus apabila menemui suatu lokasi yang mengalami coating defect dapat dilihat di gambar 2.7 (b).

Gambar2.7:(a)PosisiPenempatanElektroda(b)ProfilDCVGTegakLurus

(sumber:EUS,ManualDCVG)

Pada survey DCVG dengan teknik Paralel, posisi dari kedua elektroda standard Cu/CuSO4 segaris dengan centre line dari pipa. Sehingga pergerakan dari data probe segaris antar probe yang satu dengan yang lain. Pada metode ini, lokasi dari coating defect ditunjukkan dengan adanya simpangan dari nilai beda potensial, dimana:

a) Pada saat pergerakan data probe mendekati area yang mengalami coating defect, nilai beda potensial akan meningkat dan bernilai positif.

b) Pada saat data probe berada tepat di atas lokasi pipa yang mengalami coating defect, beda potensial yang terbaca divoltmeter adalah nol.

c) Padasaat data probe menjauhi area yang mengalami coating defect, nilai beda potensial bernilai negatif.

Setelah dapat menentukan posisi dari kerusakan coating, maka dapat dilakukan pengukuran tingkat kerusakan dari coating tersebut. Persen kerusakan dari coating menggunakan variabel total potensial dalam satuan mV. Total potensial merupakan perbedaan antara potensial maksimum pada lokasi coating defect dan potensial tanah yang semakin meningkat akibat kontribusi sistem Proteksi Katodik terhadap aliran arus ke coating defect.

Untuk menentukan Total mV, terlebih dahulu harus diketahui posisi yang pasti dari coating defect, contoh: lokasi dimana bacaan potensial DCVG mencapai maksimum yang diketahui dari survey DCVG sebelumnya. Kemudian dilakukan pengukuran potensial DCVG dengan menggerakan data probe segaris dengan arah tegak lurus dari arah pipa.

Gambar2.8.MetodeDCVGdenganposisiparallel(sumber:EUS,DCVG Manual)

Pengukuran Total mV dapat dilakukan dengan 2metode,yaitu :

1. Pengukuran Total mV Satu Halfcell Diam– Satu Half cell Bergerak Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negatif dari data

logger pada lokasiyang mengalami coating defect. Elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger

ditempatkan pada jarak 50 atau 100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG yang terukur merupakan nilai awal Total mV.

Lanjutkan pergeseran half cell positif, dengan half cell kutub negatif tetap diam di atas jalur pipa, sampai didapat nilai pengukuran terbesar.

Apabila dalam pengukuran ada anomaly, atau perubahan nilai potensial secara drastis, maka hentikan pergeseran di tempat dimana nilai pengukuran terbesar diperoleh.

Nilai pengukuran terbesar merupakanTotal mV

2. Pengukuran Total mV DuaHalfcell Bergerak Tempatkan elektroda sebelah kiri yang terhubung dengan kutub negative dari data

logger pada lokasi yang mengalami coating defect. Sedangkan elektroda sebelah kanan yang terhubung dengan kutub positif dari data logger ditempatkan pada jarak 50 atau100 cm tegak lurus dari arah pipa. Hasil bacaan potensial DCVG pada pengukuran tersebut merupakan nilai mV maksimum. Nilai potensial tersebut akan menjadi komponen pertama dalam penentuan Total mV.

Selanjutnya pengukuran dilanjutkan secara paralel terhadap arah tegak lurus dari arah pipa kurang lebih tiga atau empat pengukuran sampai didapatkan nilai pengukuran beda potensial terbaca nol.

Hasil penjumlahan nilai–nilai pengukuran tersebut diatas merupakan Total mV.

Perbedaan dari kedua metode ini hanya didasarkan pada kebutuhan teknis. Karena dalam pergeseran dengan alat pengukur DCVG yang memiliki kabel untuk merentang tidak terlau panjang, maka akan digunakan metode Dua Halfcell Bergerak. Kelebihan lainnya adalah metode Dua Half cell Bergerak dapat dilakukan hanya oleh satu orang.

Gambar2.9(a)dan(b)IlustrasiPengukuranKerusakanCoating

(Sumber:DokumenPresentasiIndocor)

Kemudian setelah mendapatkan variable Total mV, besar kerusakan coating dapat diestimasidengan persamaanyangmenggabungkanantaraIR Drop dan Total mV.

Gambar2.10VisualisasiKerusakanCoatingberdasarkanVoltageGradient

(Sumber:DokumenPresentasiIndocorr)

Nilai dariIR drop dari persamaan tersebut diatas,diambil dari pengukuran IR drop pada 2 test point terdekat dari lokasi coating defect (lokasi coating defect berada diantara 2 test point). Nilai IR drop pada masing – masing test point merupakan selisih dari potensial pipa terhadap tanah pada saat CP on dan potensial pipa terhadap tanah pada saat CP off. Apabila hasil pengukuranselisih potensial on/off di kedua test point sama, maka nilai itulah yang digunakan sebagai nilai IR drop. Tetapi apabila dari hasil pengukuran didapatkan nilai selisih potensial yang berbeda diantara kedua test point tersebut, maka nilai selisih potensialnya bisa ditentukan dengan cara ekstrapolasi dari jarak antara testpoint dengan lokasi coating defect.

Ukuran daricoating defect diekspresikan dalam hubungan IR potensial drop dalam tanah dengan adanya aliran proteksi katodik dari arus paksa.

Besaran coating defect diekspresikan dalam %IR dengan formula sebagai berikut:

Gambar2.11GrafikKarakteristikKerusakanCoating

(Sumber:DokumenIndocorr,2013)

Keterangan :

V1 = Potensial terukur pada test box pertama(mV)

V2 = Potensial terukur pada test box kedua(mV)

X= Jarak test box atau panjang pipa dari test box pertama(m)

dX =Letakatau posisi kebocoran pipa(m)

Dari hasil perhitungan % IR, maka dapat diketahui seberapa besar kerusakan coating.Untuk menentukan tingkat kerusakan coating dapat didasarkan sesuai table 2.3 berikut:

Tabel2.3Tingkat Kerusakan Coating berdasarkan% IR

Klasifikasi Kerusakan %IR

Ringan 0-15

Sedang 15-35

Berat 35-70

Parah 70-100

(Sumber :DokumenPresentasiIndocor, 2013

BAB 3

METODOLOGI

3.1. CIPS

3.1.1 Alat Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :

1) Simulator Perpipaan2) Elektroda Standar Cu/CuSO4(1 pasang)3) Voltmeter Digital4) Transformator5) Recifer6) Kabel7) Peralatan safety untuk personil (Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves)

3.1.2 Prosedur PercobaanPersiapan1) Test Point, pastikan kabel pipa terhubung dengan kabel anoda (kondisi sistem

proteksi katodik bekerja).2) Rangkai Peralatan dengan langkah– langkah sebagai berikut:Hubungkan

KabelPipa/Anoda dengan kabel yang terhubung dengan positif dari alat CIPS.3) SettingData sesuai dengan User Manual dari alat CIPS4) Masukkan default untukpembacaanpotensialproteksiminimumsebesar-850 mV5) Kalibrasi bacaan data (kedua data menunjukkan nilai bacaan potensial yang sama

pada lokasiyang sama).

Prosedur Pengambilan Data1) Survey CIPS dilakukan tepat diatas permukaan tanah dimana pipa terpendam.2) Pengambilan data (data logging) dilakukan setiap interval jarak titik

pengukuran (meter) daripergerakan Alat CIPS.3) Pastikan rangkaian peralatan tidak terputus selama pengambilan data.

3.1.3 Interpretasi DataDatahasilsurveyCIPSyangtelahberbentukgrafikakanlebihmudahuntuk diinterpretasi,

mengingat grafik langsung memuat bacaan nilai potensial proteksi terhadap jarak pengukuran dari titik awal.

3.2. DCVG

3.2.1 Alat Peralatan-peralatan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu :1) Simulator Perpipaan2) Pengukur DCVG3) Elektroda Standar Cu/CuSO4(1 pasang)4) Voltmeter Digital

5) Transformator6) Recifer7) Kabel8) Peralatan safety untuk personil (Helmet, Safety Boot, Google dan Gloves)

3.2.2 Prosedur PercobaanMengoperasikan Proteksi Arus Paksa1) Menghubungkan Transformator dengan sumber arus AC 220V2) Menghubungkan Rectifier dengan Transformator.3) Mengatur Set Potensial Proteksi di Angka 4.5V4) Menyalakan Main Switcher ke Posisi 1

Pemasangan Alat Ukur DCVG 1) Siapkan dua buah halfcell dan satu buah multimeter.2) Sambungkan kabel dari masing-masing halfcell kepada multimeter.

Mencari Nilai Overline (OL/RE) dan Tititk Kerusakan Coating Pipa 1) Telusuri daerah yang diduga terdapat kerusakan coating pada pipa dengan

melihat data pengukuran CIPS.2) Tancapkan kedua buah halfcell diantara pipa sampai menemukan nilai 0 mV di

multimeter.3) Titik kerusakan coating pipa terdapat ditengah jarak halfcell.

Mencari Nilai Remote Earth1) Tancapkan satu halfcell pada titik kerusakan pipa.2) Tancapkan satu halfcell lainnya tegak lurus dengan pipa.3) Catat nilai yang terbaca oleh multimeter sampai terjadi perubahan yang tidak

signifikan.

BAB 4

DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1.1. Data Pengamatan

1.1.1. CIPS (Close Interval Potential Survey)

Jarakvolt max

(mV)volt min

(mV)30 1480 125060 1455 120290 1474 1259120 1300 1077150 1534 1300180 1547 1332210 1557 1307240 1554 1293270 1544 1296

300 15791296

Jarakvolt max

(mV)volt min

(mV)330 1511 1291360 1246 1071390 1546 1170410 1549 1321440 1550 1320470 1550 1490500 1547 1300530 1550 1301560 1554 1312590 1558 1308620 1558 1309

Data Maksimum

V1 = 1480 mV

V2 = 1558 mV

Data Minimum

V1 = 1250 mV

V2 = 1309 mV

0 100 200 300 400 500 600 7000

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Jarak (cm)

Volt

Max

0 100 200 300 400 500 600 7000

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Jarak (cm)

Volt

Min

0 100 200 300 400 500 600 7000

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

1.8

Series2Series4

1.1.2. DCVG (Direct Current Voltage Gradient)

Jarak (cm)

Volt max

Volt min

0 2.417 0.2161

40 2.555 0.191

80 2.329 0.1508

120 3.536 0.1328

160 2.557 0.2507

Jarak (cm)

Volt max

Volt min

200 3.300 0.3160

240 2.907 0.2500

280 2.407 0.1808

320 2.690 0.2371

360 1.339 0.090

400 2.032 0.1489

0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500

50

100

150

200

250

300

350

400

Jarak (cm)

Volt

Max

0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500

50

100

150

200

250

300

350

400

Jarak (cm)

Volt

Min

0 50 100 150 200 250 300 350 400 4500

50

100

150

200

250

300

350

400

Series2Series4

1.1.2.1. Perhitungan DCVG

%IR = Total MVIRdrop

x 100 %

%IR = OL/ℜP /ℜ

x100 %

P/RE = V1 - dxx

(V1 – V2)

Untuk Voltase Maksimum

P/RE = V1 - dxx

(V1 – V2)

= 1,48 - 360620

( 1,48 – 1,558)

= 1,48 – (-0,045)

= 1525 mV

OL/RE = Total mV

= 1246 + 2.417 + 2.555 + 2.329 + 3.536 + 2.557 + 3.3 + 2.907 + 2.407+ 2.69 + 1.339 + 2.032

= 1274.069 mV

%IR = OL/ℜP /ℜ

x100

= 1274.069

1525 x 100

= 83.54%

Untuk Voltase Minimum

P/RE = V1 - dxx

(V1 – V2)

= 1,48 - 360620

( 1.25 – 1.309)

= 1,48 – (-0,045)

= 1514 mV

OL/RE = Total mV

= 1071+ 0.2161 + 0.191 + 0.1508 + 0.1328 + 0.2507 + 0.3160+ 0.25 + 0.1808 + 0.2371 + 0.09 + 0.1489

= 1073.1642 mV

%IR = OL/ℜP /ℜ

x100

= 1073.1642

1514 x 100

= 70.88%

1.2. PembahasanPada praktikum kali ini telah dilakukan percobaan proteksi katodik dengan metode CIPS (Close Interval Potential Survey) dan DCVG (Direct Current Voltage Gradient). Kedua metode tersebut dilakukan untuk mendeteksi posisi kerusakan coating yang terdapat pada pipa dan tingkat kerusakan yang terjadi pada pipa dalam suatu system perpipaan agar dapat mengetahui apakah system perpipaan tersebut masih layak untuk digunakan atau tidak.

Untuk CIPS, metode ini dilakukan untuk mengetahui posisi kerusakan coating pipa dalam suatu system perpipaan. Dilakukan dengan mengukur voltase pipa dalam tanah menggunakan voltmeter. Proses dilakukan dengan kutub negative voltmeter dipasang pada elektroda, dan kutub positifnya dihubungkan dengan test box. Sehingga akan terukur beda potensial antara elektroda dan pipa. Pengukuran dilakukan dengan interval pengukuran yang tidak terlalu jauh (pada percobaan ini ± 30 cm), ini bertujuan agar perkiraan posisi kerusakan coating pipa yang terukur tidak akan meleset terlalu jauh.

Sedangkan metode DCVG dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakannya. Pengukuran dilakukan jalur yang tegak lurus terhadap jalur CIPS dengan interval jarak pengukuran yang lebih besar dibandingnkan dengan CIPS. Pengukuran DCVG bertujuan untuk mengetahui hingga sejauh mana kebocoran pipa terdeteksi yang dapat digunakan sebagai indicator kerusakan pipa. Semakin jauh jarak pengukuran yang terbaca nilainya oleh voltmeter, maka mengindikasikan semakin besar juga tingkat kerusakan yang dialami oleh pipa.

Dalam kedua percobaan dilakukan pengambilan data maksimum dan minimum. Dari keseluruhan data yang diambil pada percobaan CIPS, dibuat grafik antara voltase terhadap jarak. Nilai yang paling melenceng mengindikasikan bahwa kebocoran terjadi pada titik tersebut. Sehingga pengukuran DCVG dapat dimulai secara tegak lurus dari titik itu.

Perhitungan %IR dilakukan pada kedua nilai terukur (minimum dan maksimum), dari kedua nilai tersebut %IR minimum sebesar 70,88% dan %IR maksimum 83.54%. Walaupun kedua pengukuran menunjukkan angka yang berbeda, namun kedua nilai tersebut menunjukkan hasil yang sama yaitu bahwa kerusakan coating pipa di yang terukur dalam kondisi parah.

BAB 5KESIMPULAN

5.1. KesimpulanDari hasil praktikum yang telah dilaksanakan pada Hari Jum’at, 27 November 2015,

praktikan telah dapat:1) Memahami konsep Pengendalian Korosi dengan metoda Close Interval Potential Survey

dan Direct Current Voltage Gradient.

2) Melakukan pengendalian korosi dengan metode Close Interval Potential Survey dan

Direct Current Voltage Gradient.

3) Mahasiswa memahami bagaimana kondisi pipa yang sudah luka coatingnya berdasarkan

potensial yang diukur dibandingkan dengan nilai potensial reference, dengan hasil:

Nilai %IR

Minimum

Maksimum

70.88%

83.54%

4) Mengetahui tingkat kerusakan proteksi katodik (coating) pada perpipaan yang diukur

dalam kondisi parah.

DAFTAR PUSTAKA

Tonapa, Yunus, Agustinus Ngatin, Retno Indarti, Mentik Hulupi. 2008. Buku Petunjuk

Pelaksanaan Praktikum Teknik Pencegahan Korosi. Jurusan Teknik Kimia. Politeknik

Negeri Bandung.

Indarti R., dan Ngatin A. 2010. Buku Ajar Teknik Pengendalian Korosi. Jurusan Teknik Kimia

Politeknik Negeri Bandung.

Jobsheet CIPS dan DCVG