laporan praktikum transmisi

32
I. TUJUAN PRAKTIKUM TRANSMISI Setelah melaksanakan praktikum transmisi ini diharapkan mahasiswa mampu: 1. Mengetahui SOP (Standing Operation Procedure) bekerja diatas transmisi dalam keadaan tidak bertegangan. 2. Mengetahui peralatan-peralatan keselamatan (safety gear) yang digunakan dalam pekerjaan diatas transmisi. 3. Mengetahui macam-macam dan mampu menerapkan tali temali / simpul dalam melaksanakan pekerjaan yang akan digunakan dalam pekerjaan diatas transmisi dan tiang JTM (Jaringan Tegangan Menengah). 4. Memahami aspek-aspek K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan) dan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di lapangan saat bekerja di jaringan transmisi. II. DASAR TEORI TRANSMISI II.1. PENGERTIAN UMUM Secara etimologis yang dimaksud transmisi adalah pengiriman, jaringan atau penyaluran. Sedangkan penyaluran dapat diartikan : proses, perbuatan, cara menyalurkan. Dalam konteks pembahasan ini, yang dimaksud transmisi (penyaluran) adalah penyaluran energi listrik, sehingga mempunyai maksud : proses dan cara menyalurkan energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, misalnya : Dari pembangkit listrik ke gardu induk. Dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya. Dari gardu induk ke jaring tegangan menengah dan gardu distribusi.

Upload: kurizunachuzulvi

Post on 12-Aug-2015

861 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

I. TUJUAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Setelah melaksanakan praktikum transmisi ini diharapkan mahasiswa mampu:

1. Mengetahui SOP (Standing Operation Procedure) bekerja diatas transmisi dalam

keadaan tidak bertegangan.

2. Mengetahui peralatan-peralatan keselamatan (safety gear) yang digunakan dalam

pekerjaan diatas transmisi.

3. Mengetahui macam-macam dan mampu menerapkan tali temali / simpul dalam

melaksanakan pekerjaan yang akan digunakan dalam pekerjaan diatas transmisi dan

tiang JTM (Jaringan Tegangan Menengah).

4. Memahami aspek-aspek K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan) dan K3 (Kesehatan dan

Keselamatan Kerja) di lapangan saat bekerja di jaringan transmisi.

II. DASAR TEORI TRANSMISI

II.1. PENGERTIAN UMUM

Secara etimologis yang dimaksud transmisi adalah pengiriman, jaringan atau penyaluran.

Sedangkan penyaluran dapat diartikan : proses, perbuatan, cara menyalurkan. Dalam konteks

pembahasan ini, yang dimaksud transmisi (penyaluran) adalah penyaluran energi listrik,

sehingga mempunyai maksud : proses dan cara menyalurkan energi listrik dari satu tempat ke

tempat lainnya, misalnya :

Dari pembangkit listrik ke gardu induk.

Dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.

Dari gardu induk ke jaring tegangan menengah dan gardu distribusi.

Dari jaring distribusi tegangan menengah ke jaring tegangan rendah dan instalasi

pemanfaatan.

Lebih spesisifik lagi dalam pembahasan ini akan difokuskan pada Transmisi Tegangan Tinggi

atau Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang ada di Indonesia. Pembahasannya bersifat

praktis sesuai pengalaman dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, dengan harapan para

profesionalis di bidang pemasangan (konstruktor) instalasi listrik akan lebih mudah dalam

mempelajari dan memahaminya.

II.2. FUNGSI TRANSMISI

Sebagaimana disebutkan dimuka bahwa transmisi tenaga listrik benfungsi untuk

menyalurkan energi listrik dari suatu tempat ke tempat lainnya.

Sedangkan transmisi tegangan tinggi, adalah :

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.

Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-

isolator, dengan sistem tegangan tinggi.

Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 kV, 70 kV, 150 kV dan

500 kV (Tegangan Ekstra Tinggi - TET).

Beberapa hal yang perlu diketahui :

Transmisi 30 KV dan 70 KV yang ada di Indonesia, secara berangsur-angsur mulai

ditiadakan (tidak digunakan).

Transmisi 70 KV dan 150 KV ada di Pulau Jawa dan Pulau lainnya di Indonesia.

Sedangkan transmisi 275 KV dikembangkan di Sumatera.

Transmisi 500 KV ada di Pulau Jawa.

II.3. JENIS TRANSMISI BERDASARKAN KUALIFIKASI TEGANGAN

Selama ini ada pemahaman dari para profesionalis ketenagalistrikan, bahwa yang

dimaksud transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan

tinggi. Bahkan ada yang memahami bahwa transmisi adalah proses penyaluran energy listrik

dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (over head line). Sebenarnya

transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang

besaran tegangannya adalah tegangan ultra tinggi (UHV), tegangan ekstra tinggi (EHV),

tegangan tinggi (HV), tegangan menengah (MHV), dan tegangan rendah (LV).

Di Indonesia, kosntruksi transmisi terdiri dari :

Menggunakan kabel udara dan kabel tanah, untuk tegangan rendah, tegangan

menengah dan tegangan tinggi.

Menggunakan kabel udara untuk tegangan ekstra tinggi. Berikut ini disampaikan

pembahasan tentang transmisi ditinjau dari kualifikasi tegangannya :

II.3.1. SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET) 200 KV – 500 KV

Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.

Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal,

sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Permasalahan mendasar

pembangunan SUTET adalah : konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan

tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya

membutuhkan biaya yang besar. Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET,

adalah masalah social yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain :

Timbulnya protes dari masyarakat yang menentang pembangunan SUTET.

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi.

Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET.

Dan lain sebagainya.

Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km.

II.3.2. SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 30 KV – 150 KV

Tegangan operasi antara 30 KV sampai dengan 150 KV. Konfigurasi jaringan pada umumnya

single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat.

Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netral digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali.

Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masingmasing phasa

terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan berkas konduktor disebut

Bundle Conductor. Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling

efektif adalah 100 km. Jika jarak transmisi lebih dari 100 km, maka tegangan jatuh (drop

voltage) terlalu besar, sehingga tegangan ini di ujung transmisi menjadi rendah. Untuk

mengatasi hal tersebut, maka sistem transmisi dihubungkan secara ring system atau

interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan dikembangkan di Pulau-

pulau besar lainnya di Indonesia.

II.3.3. SALURAN KABEL TEGANGAN TINGGI (SKTT) 30 KV – 150 KV

SKTT dipasang di kota kota kota-besar di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa), dengan

beberapa pertimbangan :

Di tengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit

mendapatkan tanah untuk tapak tower.

Untuk ROW juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat

bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.

Pertimbangan keamanan dan estetika.

Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.

Jenis kabel yang digunakan :

Kabel yang berisolasi (berbahan) poly etheline atau kabel jenis Cross Link Poly

Etheline (XLPE).

Kabel yang isolasinya berbahan kertas yang diperkuat dengan minyak (oil paper

impregnated).

Inti (core) kabel dan pertimbangan pemilihan :

Single core dengan penampang 240 mm2 – 300 mm2 tiap core.

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Three core dengan penampang 240 mm2 – 800 mm2 tiap core.

Pertimbangan fabrikasi.

Pertimbangan pemasangan di lapangan.

Kelemahan SKTT :

Memerlukan biaya yang lebih besar jika dibanding SUTT.

Pada saat proses pembangunan memerlukan koordinasi dan penanganan yang

kompleks, karena harus melibatkan banyak pihak, misal : pemerintah kota

(Pemkot) sampai dengan jajaran terbawah, PDAM, Telkom, Perum Gas, Dinas

Perhubungan, Kepolisian, dan lain-lain.

Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain dan

pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai

kebutuhan.

Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable)

dengan tegangan operasi 150 KV, yaitu :

Sub marine cable 150 KV Gresik – Tajungan (Jawa – Madura).

Sub marine cable 150 KV Ketapang – Gilimanuk (Jawa – Bali).

Beberapa hal yang perlu diketahui :

Sub marine cable ini ternyata rawan timbul gangguan.

Direncanakan akan didibangun sub nmarine cable Jawa – Sumatera.

Untuk Jawa – Madura, saat ini sedang dibangun SKTT 150 KV yang dipasang

(diletakkan) di atas Jembatan Suramadu.

II.4. PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN TRANSMISI TEGANGAN

TINGGI

Adanya pertambahan dan pertumbuhan beban pada instalasi pemanfaatan. Karena pembangkit

tenaga listrik pada umumnya lokasinya jauh dari pusat-pusat beban, sehingga untuk

menyalurkan energi listrik harus dibangun transmisi tegangan tinggi. Pemilihan transmisi

SUTT mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :

Biaya investasi (biaya pembagunan) jauh lebih murah jika disbanding transmisi

SKTT.

Untuk penyaluran yang jaraknya jauh, SUTT lebih mudah, lebih cepat dan lebih

praktis dalam pelaksanaan pembangunannya.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Koordinasi pada saat pelaksanaan pembangunan, lebih mudah, dan tidak melibatkan

banyak pihak jika dibandingkan dengan SKTT.

Pada saat beroperasi, jika terjadi gangguan mudah dalam perbaikannya.

Route SUTT bisa melewati berbagai kondisi geografis, misal : dataran rendah (tanah

rata), pegunungan, sungai, persawahan, perbukitan, dan lainlain. Untuk di Pulau Jawa,

transmisi SUTT 150 KV telah terpasang secara terintegrasi melalui sistem

interkoneksi (interconnection system). Sedangkan di Pulau Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi sedang dikembangkan menjadi system interkoneksi.

II.5. KETENTUAN JARAK AMAN / RUANG BEBAS (ROW)

Transmisi tenaga listrik yang bertegangan tinggi (SUTET, SUTT, SKTT, SKLTT),

memiliki resiko tinggi terhadap keamanan dan kesehatan lingkungan, terutama menyangkut

masalah besarnya tegangan dan pengaruh medan listrik yang ditimbulkannya. Satu hal

penting yang harus diperhatikan dan dipenuhi, adalah ketentuan jarak aman/ ruang bebas

(ROW) pada daerah yang dilalui oleh jalur transmisi tegangan tinggi. Dengan terpenuhinya

jarak/ aman / ruang bebas (ROW) di sepanjang jalur transmisi tegangan tinggi, maka :

Keamanan dan kesehatan lingkungan dapat terpenuhi dengan baik.

Dampak secara teknik, keamanan, kesehatan dan sosial, dapat diterima oleh

masyarakat.

Pada jalur SUTT yang lama pada umumnya sepanjang jalur SUTT tidak boleh

didirikan bangunan. Tetapi saat ini di sepanjang jalur SUTT banyak didirikan bangunan,

dengan pertimbangan selama jarak aman/ ruang bebas (ROW) dipenuhi, maka keselamatan

dan kesehatan lingkungan akan terpenuhi pula.

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

II.6. KONSTRUKSI DAN PERLENGKAPAN TRANSMISI

II.6.1. TIANG

II.6.1.1. JENIS-JENIS KONSTRUKSI TIANG/MENARA TRANSMISI

II.6.1.2. TIPE DAN FUNGSI TIANG TRANSMISI

II.6.2. GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA TIANG

II.6.2.1. BEBAN KERJA NORMAL

berat lengannya konduktor Beban tiang & lengannya, konduktor, isolator &

asesorisnya.

Tekanan angin datar tegaklurus arah saluran pada tiang dan ½ panjang saluran

kedua sisi tiang.

Tekanan angin searah saluran pada tiang, isolator & asesoris.

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Gaya tarik kerja maksimum dari seluruh konduktor.

II.6.2.2. BEBAN KHUSUS KERENA TIMBUL KETIDAKSEIMBANGAN

GAYA DARI KONDUKTOR

Tiang harus diperhitungkan pula terhadap kemungkinan timbulnya

gaya torsi karena ketidak seimbangan, oleh gaya-tarik-kerja

maksimum dari satu konduktor.

Tiang tipe D : 50% gaya tarik kerja maksimum dari satu konduktor

pada satu sisi, tanpa tekanan angin.

Tiang tipe A, H dan E : 100% gaya-tarik-kerja maksimum dari satu

konduktor pada satu sisi, tanpa tekanan angin.

Gaya torsi maksimum yang dapat terjadi pada tiang dan lengannya

karena ketidak seimbangan gaya tsb.diatas.

II.6.3. ISOLATOR

II.6.3.1. CONTOH BEBERAPA JENIS ISOLATOR

II.6.3.2. JUMLAH ISOLATOR MENURUT TEGANGAN SALURAN

Jumlah Isolator Standar (10"x 5¾")

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Catatan : * = tipe khusus. Sumber : T & D Westinghous.

Keterangan : isolator kondisi ringan, sedang, berat (baris atas-bawah),

tergantung pada : intensitas petir, tahanan kaki tiang dan polusi

II.6.3.3. PERLENGKAPAN ISOLATOR

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

II.6.4. JARAK BEBAS

II.6.4.1. JARAK ANTAR KONDUKTOR

II.6.4.2. JARAK BEBAS UNTUK MACAM-MACAM LINTASAN

Jarak hantaran udara tegangan tinggi dengan bagian benda di sekitarnya sekurang-kurangnya harus memenuhi angka-angka seperti dalam tabel berikut :

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI
Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Untuk perlindungan terhadap bahaya kebakaran, maka jarak minimum antara gedung

dengan proyeksi-proyeksi hantaran paling luar pada bidang datar yang melewati bagian

bawah kaki tiang adalah :

20 m bagi pondasi yang letaknya terdekat dengan SUTT

20 m bagi pompa pompa/tangki bensin diukur sampai bagian yang menonjol terdekat

dengan SUTT.

50 m bagi tempat penimbunan bahan bakar diukur dari sisi tangki terdekat dengan

SUTT.

II.6.4.3. CONTOH JARAK BEBAS PADA SALURAN 500 Kv SIRKIT TUNGGAL

Contoh Jarak-bebas pada Saluran 500 kV Sirkuit Tunggal :

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

II.6.5. KONDUKTOR

II.6.5.1. JENIS KONDUKTOR

II.6.5.2. PENGARUH GETARAN KARENA ANGIN PADA KONDUKTOR

Angin dan getaran pada konduktor:

Angin yang bertiup terus menerus menimbulkan getaran dan goyangan pada

konduktor yang dapat menyebabkan kelelahan pada ujung klem, dan lama kelamaan

merusak konduktor.

Untuk itu bagian konduktor pada klem tumpu/gantung diperkuat dengan potongan

kawat yang disebut "armor-rods" dan memasang alat peredam getaran "stockbridge

damper" diujung

III. TEKNIK TALI TEMALI

Beberapa jenis simpul yang dipelajari dalam teknik tali temali yang nantinya digunakan untuk

membantu memudahkan pekerjaan pada tiang/menara transmisi antara lain:

1. Simpul Reef Knot

Digunakan untuk menyambung dua utas tali yang sama besar dan dalam kondisi tidak

licin/tidak basah. Gambar:

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

2. Simpul Sheet Bend

Simpul anyam yang digunakan untuk menyambung tali yang berbeda ukuran dan tidak

basah/kering.

3. Simpul Pangkal

Seperti sebutannya Simpul Pangkal, demikian juga dengan kenyataannya bahwa simpul

ini umumnya ditempatkan pada pangkal. bagian dimana pada bagian ujungnya diperlukan

untuk menahan, suatu tarikan yang bersifat tetap. Artinya kita bermaksud menahan suatu

beban dalam beberapa waktu, kita dapat menambatkannya pada suatu patok atau bagian

lain yang cukup kuat, cara itu dapat menggunakan cara ikatan atau simpul pangkal seperti

yang tampak dalam gambar berikut :

4. Simpul Clove Hitch

Simpul ini diberikan nama sebagaimana diatas, karena digambarkan sebagai Kelopak

Bunga Cengkeh. Namun bila kita tangkap maksud yang dikandungnya adalah Ikatan

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

Bunga Cengkeh, dan kita perhatikan sebenarnya pola pengikatan seperti itu adalah sama

dengan pola ikatan atau simpul pangkal. Gambar:

5. Simpul Tarik

Penggunaan simpul jenis ini adalah untuk ikatan - ikatan yang sedikitnya dapat

dikendalikan dari bawah, dimana tujuannya adalah agar setiap keadaan dimana

dibutuhkan dapat dilepaskan oleh petugas dari bagian bawah. Demikian juga halnya oleh

petugas yang berada diatas tiang / tower dapat melepaskan ikatan. Namun mengingat

kondisi ini sangat membahayakan, maka setiap penggunaan simpul macam ini harus

selalu dalam pengawasan yang ketat, sehingga hanya petugas yang ditunjuk baik dari

bagian bawah ataupun dari bagian atas saja yang dibenarkan membukanya. Sebab jika

tidak, akan membahayakan jatuhnya peralatan yang berakibat rusaknya peralatan serta

kecelakaan bagi petugas yang ada dibawahnya.

6. Simpul bergerak atau dikenali sebutan Bowline

Simpul ini pada dasarnya hampir sama dengan laso dimana ikatannya berada diujung tali,

namun ia tidak lagi bersifat menjepit melainkan mengunci pada ikatan yang tetap,

sehingga tidak lagi dikhawatirkan akan merusak barang yang diikat serta barang yang

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

diikat itu sendiri dapat bebas bergerak-gerak. Dilapangan umumnya lebih dikenal dengan

simpul Mata Itik. Simpul ini mempunyai dua bentuk yakni :

6.1. Simpul Bowline

6.2. Simpul Double Bowline

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

7. Simpul atau lebih dikenal dengan Tali LasoSimpul macam demikian umumnya diperlukan pada saat kita memerlukan suatu ikatan

yang sifatnya sedikit menjepit tetapi tidak bersifat ikatan, simpul mati dimana tetap

mudah melepaskan ikatannya. Mengingat sifatnya yang demikian, tentunya kita tahu

persis sifat dari bentuk benda mana yang dapat dan boleh diikat. Dengan cara demikian

misalnya benda-benda yang berkaitan dan tidak rusak akibat terjepit sedemikian rupa.

Gambar:

IV. PERALATAN KERJA dan PERALATAN K3

IV.1. PERALATAN KERJA PADA TIANG/TRANSMISIPeralatan kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan pada tiang/transmisi

menyesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Pada praktek

transmisi yang dilakukan oleh praktikan di lokasi praktek hanya melakukan

simulasi memanjat tower/menara transmisi saja tanpa melakukan pekerjaan

pemeliharaan ataupun penggantian komponen di tower. Apabila suatu saat

dilakukan pekerjaan misalnya penggantian isolator suspense 150kV dengan

metode Hot Stick dalam keadaan bertegangan maka langkah-langkah dan

prosedur kerja serta hal penting yang harus diketahui adalah sebagai berikut:

IV.1.1. Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)

Penggantian Isolator Suspensi pada SUTT 150 kV dengan Metode Hot

Stick dalam keadaan bertegangan ini termasuk Pekerjaan Dalam Keadaan

Bertegangan (PDKB). Dengan adanya PDKB ini, maka proses penggantian

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

isolator pada SUTT tidak perlu dalam keadaan padam listrik. Sehingga

kerugian material yang ditanggung PT. PLN dapat diminimalisir.

IV.1.2. Teknik Memanjat Tower Lattice

Untuk mengganti isolator suspensi pada suatu Tower Lattice, dibutuhkan

kemampuan yang mumpuni dalam hal memanjat. Terdapat teknik tertentu

untuk melakukan suatu pemanjatan. Petugas yang berwenang biasanya

memanjat dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu :

Pemanjatan tower melalui step bolt

Pemanjatan tower melalui rangka diagonal

IV.1.2.1. Pemanjatan Tower Melalui Step Bolt

Step bolt adalah salah satu peralatan tower yang berbentuk mur baut yang

terpasang teratur mulai dari kaki tower sampai puncak tower untuk

keperluan pemanjatan petugas ke tower bagian atas baik ke puncak tower,

cross arm atau pada tempat lainnya.

Gambar Pemanjatan Tower Melalui Step Bolt

IV.1.2.2. Pemanjatan Tower Melalui Rangka Diagonal

Dengan menggunakan lanyard petugas pemanjatan tower tidak harus

melalui step bolt, dengan cara ini pemanjatan tower transmisi dapat

dilakukan melalui rangka-rangka tower yaitu melalui diagonal dan leveler

sampai ke tempat yang ditentukan untuk bekerja. Cara ini utamanya

diperlukan apabila besi-besi step bolt yang mestinya terpasang tidak ada

pada tempatnya sehingga pemanjatan melalui step bolt tidak dapat

dilakukan dengan aman dan nyaman.

IV.1.3. Metode Penggantian Isolator

Secara umum, penggantian isolator pada SUTT dalam keadaan

bertegangan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

metode Hot Stick dan metode Barehand. Keduanya akan dijelaskan pada

subbab berikut.

IV.1.3.1. Metode Hot Stick

Metode ini merupakan metode yang pertama kali dilakukan untuk

penggantian isolator dalam keadaan bertegangan. Pada metode ini, pekerja

(linesman) tidak menyentuh peralatan yang bertegangan secara langsung

dengan tangan. Melainkan dengan menggunakan peralatan-peralatan yang

bersifat isolatif. Peralatan ini sengaja dibuat bersifat isolatif karena

digunakan untuk memisahkan dua tegangan yang berbeda, yaitu tegangan

kawat fasa dan tegangan orang yang mengganti isolator (ground). Dengan

adanya peralatan ini dan jika melakukannya dalam jarak aman, maka dapat

dipastikan orang yang melakukan pekerjaan penggantian isolator ini dalam

keadaan aman.

Gambar metode Hot Stick

IV.1.3.2. Metode BarehandMetode ini merupakan pengembangan dari metode Hot Stick.

Digunakannya metode ini adalah karena penggunaan dari metode Hot

Stick tidak efektif lagi untuk sistem transmisi dengan tegangan ekstra

tinggi. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi tegangan maka sistem isolasi

juga akan semakin tebal. Semakin tebalnya sistem isolasi suatu peralatan,

maka akan semakin berat pula peralatan tersebut untuk dibawa. Oleh

karenanya, dikembangkanlah metode Barehand. Pada metode ini, pekerja

(linesman) akan dialiri tegangan yang sama dengan tegangan kawat fasa.

Samanya tegangan pada tubuh si pekerja dengan kawat fasa ini

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

dikarenakan pekerja (linesman) ini menggunakan pakaian yang konduktif

yang dapat mengalirkan tegangan.

Gambar metode Barehand

Metode ini didasari oleh konsep yang sederhana, yaitu merpati yang tidak mati walaupun

hinggap di kawat transmisi. Merpati yang tidak tersengat listrik ini disebabkan karena kedua

kaki dari merpati tersebut hanya berpijak pada satu kawat saja. Berbeda jika satu kaki merpati

berpijak pada kawat fasa, dan kaki lainnya berpijak pada kawat ground, maka dapat

dipastikan.

IV.1.4. Peralatan Kerja

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

IV.1.5. Prosedur Kerja Secara Umum

1. Menyiapkan dan merangkai alat

2. Pekerja (linesman) mulai memanjat tower dengan bantuan live line rope

3. Alat yang telah dipersiapkan dan dirangkai didasar tower tadi, dinaikkan ke puncak tower dengan menggunakan handline

4. Memasang alat-alat tersebut sesuai posisinya sehingga mampu menggantikan isolator untuk menopang konduktor yang ditopangnya.

5. Mengaitkan sisi hot end dari isolator dengan handline

6. Melepaskan salah satu sisi (hot end) dari isolator

7. Melepaskan sisi isolator yang lain (cold end) dari tower sehingga isolator terlepas

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

8. Menurunkan isolator dari puncak tower ke dasar tower dengan bantuan handline

9. Setelah sampai didasar, isolator diganti dengan isolator yang baru

10. Setelah itu, isolator baru tersebut dinaikkan menuju ke puncak tower lagi dengan menggunakan bantuan handline

11. Begitu sampai dipuncak tower, memasang sisi cold end pada tower

12. Memasang sisi hot end pada isolator

13. Melepas handline dari isolator

14. Menurunkan alat-alat yang digunakan untuk menopang isolator dengan handline

15. Para pekerja turun dari puncak tower dan melakukan evaluasi

IV.2. Peralatan K3 dan APD (Alat Pelindung Diri)

Fungsi APD : Mengurangi akibat / resiko dari suatu kecelakaan APD bukan

untuk mencegah kecelakaan, pemakaian apd tidak menjamin pemakaian bebas

dari kecelakaan, karena :

Kecelakaan ada sebabnya, pencegahan kecelakaan hanya bisa

dilaksanakan jika sebab-sebab kecelakaan dihilangkan.

Adanya gerakan tak sadar / reflek dari pemakainya.

APD mempunyai kemampuan terbatas.

Peralatan-peralatan APD yang digunakan untuk pekerjaan pada tiang/transmisi antara lain:1. Full body harness

Berfungsi sebagai pengaman personil dari bahaya jatuh. Gambar:

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

2. LayardBerfungsi sebagai pengaman personil saat memanjat & menuruni tower. Gambar:

3. Safety HelmetBerfungsi sebagai pelindung kepala dari benturan pada bagian keras dan benda jatuh. Gambar:

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

4. Safety ShoesBerfungsi untuk melindungi kaki dari bahaya terbentur serta tertimpa material tajam. Gambar:

5. Sarung tangan kulit/katunBerfungsi untuk melindungi tangan. Gambar:

6. KacamataBerfungsi untuk melindungi mata dari bahaya sinar ultraviolet langsung serta material kecil (debu).

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM TRANSMISI

7. Keyker/TeropongBerfungsi sebagai alat bantu visual untuk memeriksa bagian-bagian tower yang kurang jelas dari posisi jarak tertentu.

8. Peralatan komunikasiBerfungsi sebagai alat komunikasi 2 (dua) arah.