laporan praktikum transmisi
TRANSCRIPT
I. TUJUAN PRAKTIKUM TRANSMISI
Setelah melaksanakan praktikum transmisi ini diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mengetahui SOP (Standing Operation Procedure) bekerja diatas transmisi dalam
keadaan tidak bertegangan.
2. Mengetahui peralatan-peralatan keselamatan (safety gear) yang digunakan dalam
pekerjaan diatas transmisi.
3. Mengetahui macam-macam dan mampu menerapkan tali temali / simpul dalam
melaksanakan pekerjaan yang akan digunakan dalam pekerjaan diatas transmisi dan
tiang JTM (Jaringan Tegangan Menengah).
4. Memahami aspek-aspek K2 (Keselamatan Ketenagalistrikan) dan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) di lapangan saat bekerja di jaringan transmisi.
II. DASAR TEORI TRANSMISI
II.1. PENGERTIAN UMUM
Secara etimologis yang dimaksud transmisi adalah pengiriman, jaringan atau penyaluran.
Sedangkan penyaluran dapat diartikan : proses, perbuatan, cara menyalurkan. Dalam konteks
pembahasan ini, yang dimaksud transmisi (penyaluran) adalah penyaluran energi listrik,
sehingga mempunyai maksud : proses dan cara menyalurkan energi listrik dari satu tempat ke
tempat lainnya, misalnya :
Dari pembangkit listrik ke gardu induk.
Dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.
Dari gardu induk ke jaring tegangan menengah dan gardu distribusi.
Dari jaring distribusi tegangan menengah ke jaring tegangan rendah dan instalasi
pemanfaatan.
Lebih spesisifik lagi dalam pembahasan ini akan difokuskan pada Transmisi Tegangan Tinggi
atau Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang ada di Indonesia. Pembahasannya bersifat
praktis sesuai pengalaman dan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, dengan harapan para
profesionalis di bidang pemasangan (konstruktor) instalasi listrik akan lebih mudah dalam
mempelajari dan memahaminya.
II.2. FUNGSI TRANSMISI
Sebagaimana disebutkan dimuka bahwa transmisi tenaga listrik benfungsi untuk
menyalurkan energi listrik dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Sedangkan transmisi tegangan tinggi, adalah :
Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.
Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui isolator-
isolator, dengan sistem tegangan tinggi.
Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 kV, 70 kV, 150 kV dan
500 kV (Tegangan Ekstra Tinggi - TET).
Beberapa hal yang perlu diketahui :
Transmisi 30 KV dan 70 KV yang ada di Indonesia, secara berangsur-angsur mulai
ditiadakan (tidak digunakan).
Transmisi 70 KV dan 150 KV ada di Pulau Jawa dan Pulau lainnya di Indonesia.
Sedangkan transmisi 275 KV dikembangkan di Sumatera.
Transmisi 500 KV ada di Pulau Jawa.
II.3. JENIS TRANSMISI BERDASARKAN KUALIFIKASI TEGANGAN
Selama ini ada pemahaman dari para profesionalis ketenagalistrikan, bahwa yang
dimaksud transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dengan menggunakan tegangan
tinggi. Bahkan ada yang memahami bahwa transmisi adalah proses penyaluran energy listrik
dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (over head line). Sebenarnya
transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, yang
besaran tegangannya adalah tegangan ultra tinggi (UHV), tegangan ekstra tinggi (EHV),
tegangan tinggi (HV), tegangan menengah (MHV), dan tegangan rendah (LV).
Di Indonesia, kosntruksi transmisi terdiri dari :
Menggunakan kabel udara dan kabel tanah, untuk tegangan rendah, tegangan
menengah dan tegangan tinggi.
Menggunakan kabel udara untuk tegangan ekstra tinggi. Berikut ini disampaikan
pembahasan tentang transmisi ditinjau dari kualifikasi tegangannya :
II.3.1. SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET) 200 KV – 500 KV
Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.
Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi secara maksimal,
sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien. Permasalahan mendasar
pembangunan SUTET adalah : konstruksi tiang (tower) yang besar dan tinggi, memerlukan
tapak tanah yang luas, memerlukan isolator yang banyak, sehingga pembangunannya
membutuhkan biaya yang besar. Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET,
adalah masalah social yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain :
Timbulnya protes dari masyarakat yang menentang pembangunan SUTET.
Permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi.
Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET.
Dan lain sebagainya.
Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500 km.
II.3.2. SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 30 KV – 150 KV
Tegangan operasi antara 30 KV sampai dengan 150 KV. Konfigurasi jaringan pada umumnya
single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat.
Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar netral digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali.
Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masingmasing phasa
terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan berkas konduktor disebut
Bundle Conductor. Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling
efektif adalah 100 km. Jika jarak transmisi lebih dari 100 km, maka tegangan jatuh (drop
voltage) terlalu besar, sehingga tegangan ini di ujung transmisi menjadi rendah. Untuk
mengatasi hal tersebut, maka sistem transmisi dihubungkan secara ring system atau
interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan dikembangkan di Pulau-
pulau besar lainnya di Indonesia.
II.3.3. SALURAN KABEL TEGANGAN TINGGI (SKTT) 30 KV – 150 KV
SKTT dipasang di kota kota kota-besar di Indonesia (khususnya di Pulau Jawa), dengan
beberapa pertimbangan :
Di tengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit
mendapatkan tanah untuk tapak tower.
Untuk ROW juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena padat
bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.
Pertimbangan keamanan dan estetika.
Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.
Jenis kabel yang digunakan :
Kabel yang berisolasi (berbahan) poly etheline atau kabel jenis Cross Link Poly
Etheline (XLPE).
Kabel yang isolasinya berbahan kertas yang diperkuat dengan minyak (oil paper
impregnated).
Inti (core) kabel dan pertimbangan pemilihan :
Single core dengan penampang 240 mm2 – 300 mm2 tiap core.
Three core dengan penampang 240 mm2 – 800 mm2 tiap core.
Pertimbangan fabrikasi.
Pertimbangan pemasangan di lapangan.
Kelemahan SKTT :
Memerlukan biaya yang lebih besar jika dibanding SUTT.
Pada saat proses pembangunan memerlukan koordinasi dan penanganan yang
kompleks, karena harus melibatkan banyak pihak, misal : pemerintah kota
(Pemkot) sampai dengan jajaran terbawah, PDAM, Telkom, Perum Gas, Dinas
Perhubungan, Kepolisian, dan lain-lain.
Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain dan
pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan sesuai
kebutuhan.
Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable)
dengan tegangan operasi 150 KV, yaitu :
Sub marine cable 150 KV Gresik – Tajungan (Jawa – Madura).
Sub marine cable 150 KV Ketapang – Gilimanuk (Jawa – Bali).
Beberapa hal yang perlu diketahui :
Sub marine cable ini ternyata rawan timbul gangguan.
Direncanakan akan didibangun sub nmarine cable Jawa – Sumatera.
Untuk Jawa – Madura, saat ini sedang dibangun SKTT 150 KV yang dipasang
(diletakkan) di atas Jembatan Suramadu.
II.4. PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN TRANSMISI TEGANGAN
TINGGI
Adanya pertambahan dan pertumbuhan beban pada instalasi pemanfaatan. Karena pembangkit
tenaga listrik pada umumnya lokasinya jauh dari pusat-pusat beban, sehingga untuk
menyalurkan energi listrik harus dibangun transmisi tegangan tinggi. Pemilihan transmisi
SUTT mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :
Biaya investasi (biaya pembagunan) jauh lebih murah jika disbanding transmisi
SKTT.
Untuk penyaluran yang jaraknya jauh, SUTT lebih mudah, lebih cepat dan lebih
praktis dalam pelaksanaan pembangunannya.
Koordinasi pada saat pelaksanaan pembangunan, lebih mudah, dan tidak melibatkan
banyak pihak jika dibandingkan dengan SKTT.
Pada saat beroperasi, jika terjadi gangguan mudah dalam perbaikannya.
Route SUTT bisa melewati berbagai kondisi geografis, misal : dataran rendah (tanah
rata), pegunungan, sungai, persawahan, perbukitan, dan lainlain. Untuk di Pulau Jawa,
transmisi SUTT 150 KV telah terpasang secara terintegrasi melalui sistem
interkoneksi (interconnection system). Sedangkan di Pulau Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi sedang dikembangkan menjadi system interkoneksi.
II.5. KETENTUAN JARAK AMAN / RUANG BEBAS (ROW)
Transmisi tenaga listrik yang bertegangan tinggi (SUTET, SUTT, SKTT, SKLTT),
memiliki resiko tinggi terhadap keamanan dan kesehatan lingkungan, terutama menyangkut
masalah besarnya tegangan dan pengaruh medan listrik yang ditimbulkannya. Satu hal
penting yang harus diperhatikan dan dipenuhi, adalah ketentuan jarak aman/ ruang bebas
(ROW) pada daerah yang dilalui oleh jalur transmisi tegangan tinggi. Dengan terpenuhinya
jarak/ aman / ruang bebas (ROW) di sepanjang jalur transmisi tegangan tinggi, maka :
Keamanan dan kesehatan lingkungan dapat terpenuhi dengan baik.
Dampak secara teknik, keamanan, kesehatan dan sosial, dapat diterima oleh
masyarakat.
Pada jalur SUTT yang lama pada umumnya sepanjang jalur SUTT tidak boleh
didirikan bangunan. Tetapi saat ini di sepanjang jalur SUTT banyak didirikan bangunan,
dengan pertimbangan selama jarak aman/ ruang bebas (ROW) dipenuhi, maka keselamatan
dan kesehatan lingkungan akan terpenuhi pula.
II.6. KONSTRUKSI DAN PERLENGKAPAN TRANSMISI
II.6.1. TIANG
II.6.1.1. JENIS-JENIS KONSTRUKSI TIANG/MENARA TRANSMISI
II.6.1.2. TIPE DAN FUNGSI TIANG TRANSMISI
II.6.2. GAYA-GAYA YANG BEKERJA PADA TIANG
II.6.2.1. BEBAN KERJA NORMAL
berat lengannya konduktor Beban tiang & lengannya, konduktor, isolator &
asesorisnya.
Tekanan angin datar tegaklurus arah saluran pada tiang dan ½ panjang saluran
kedua sisi tiang.
Tekanan angin searah saluran pada tiang, isolator & asesoris.
Gaya tarik kerja maksimum dari seluruh konduktor.
II.6.2.2. BEBAN KHUSUS KERENA TIMBUL KETIDAKSEIMBANGAN
GAYA DARI KONDUKTOR
Tiang harus diperhitungkan pula terhadap kemungkinan timbulnya
gaya torsi karena ketidak seimbangan, oleh gaya-tarik-kerja
maksimum dari satu konduktor.
Tiang tipe D : 50% gaya tarik kerja maksimum dari satu konduktor
pada satu sisi, tanpa tekanan angin.
Tiang tipe A, H dan E : 100% gaya-tarik-kerja maksimum dari satu
konduktor pada satu sisi, tanpa tekanan angin.
Gaya torsi maksimum yang dapat terjadi pada tiang dan lengannya
karena ketidak seimbangan gaya tsb.diatas.
II.6.3. ISOLATOR
II.6.3.1. CONTOH BEBERAPA JENIS ISOLATOR
II.6.3.2. JUMLAH ISOLATOR MENURUT TEGANGAN SALURAN
Jumlah Isolator Standar (10"x 5¾")
Catatan : * = tipe khusus. Sumber : T & D Westinghous.
Keterangan : isolator kondisi ringan, sedang, berat (baris atas-bawah),
tergantung pada : intensitas petir, tahanan kaki tiang dan polusi
II.6.3.3. PERLENGKAPAN ISOLATOR
II.6.4. JARAK BEBAS
II.6.4.1. JARAK ANTAR KONDUKTOR
II.6.4.2. JARAK BEBAS UNTUK MACAM-MACAM LINTASAN
Jarak hantaran udara tegangan tinggi dengan bagian benda di sekitarnya sekurang-kurangnya harus memenuhi angka-angka seperti dalam tabel berikut :
Untuk perlindungan terhadap bahaya kebakaran, maka jarak minimum antara gedung
dengan proyeksi-proyeksi hantaran paling luar pada bidang datar yang melewati bagian
bawah kaki tiang adalah :
20 m bagi pondasi yang letaknya terdekat dengan SUTT
20 m bagi pompa pompa/tangki bensin diukur sampai bagian yang menonjol terdekat
dengan SUTT.
50 m bagi tempat penimbunan bahan bakar diukur dari sisi tangki terdekat dengan
SUTT.
II.6.4.3. CONTOH JARAK BEBAS PADA SALURAN 500 Kv SIRKIT TUNGGAL
Contoh Jarak-bebas pada Saluran 500 kV Sirkuit Tunggal :
II.6.5. KONDUKTOR
II.6.5.1. JENIS KONDUKTOR
II.6.5.2. PENGARUH GETARAN KARENA ANGIN PADA KONDUKTOR
Angin dan getaran pada konduktor:
Angin yang bertiup terus menerus menimbulkan getaran dan goyangan pada
konduktor yang dapat menyebabkan kelelahan pada ujung klem, dan lama kelamaan
merusak konduktor.
Untuk itu bagian konduktor pada klem tumpu/gantung diperkuat dengan potongan
kawat yang disebut "armor-rods" dan memasang alat peredam getaran "stockbridge
damper" diujung
III. TEKNIK TALI TEMALI
Beberapa jenis simpul yang dipelajari dalam teknik tali temali yang nantinya digunakan untuk
membantu memudahkan pekerjaan pada tiang/menara transmisi antara lain:
1. Simpul Reef Knot
Digunakan untuk menyambung dua utas tali yang sama besar dan dalam kondisi tidak
licin/tidak basah. Gambar:
2. Simpul Sheet Bend
Simpul anyam yang digunakan untuk menyambung tali yang berbeda ukuran dan tidak
basah/kering.
3. Simpul Pangkal
Seperti sebutannya Simpul Pangkal, demikian juga dengan kenyataannya bahwa simpul
ini umumnya ditempatkan pada pangkal. bagian dimana pada bagian ujungnya diperlukan
untuk menahan, suatu tarikan yang bersifat tetap. Artinya kita bermaksud menahan suatu
beban dalam beberapa waktu, kita dapat menambatkannya pada suatu patok atau bagian
lain yang cukup kuat, cara itu dapat menggunakan cara ikatan atau simpul pangkal seperti
yang tampak dalam gambar berikut :
4. Simpul Clove Hitch
Simpul ini diberikan nama sebagaimana diatas, karena digambarkan sebagai Kelopak
Bunga Cengkeh. Namun bila kita tangkap maksud yang dikandungnya adalah Ikatan
Bunga Cengkeh, dan kita perhatikan sebenarnya pola pengikatan seperti itu adalah sama
dengan pola ikatan atau simpul pangkal. Gambar:
5. Simpul Tarik
Penggunaan simpul jenis ini adalah untuk ikatan - ikatan yang sedikitnya dapat
dikendalikan dari bawah, dimana tujuannya adalah agar setiap keadaan dimana
dibutuhkan dapat dilepaskan oleh petugas dari bagian bawah. Demikian juga halnya oleh
petugas yang berada diatas tiang / tower dapat melepaskan ikatan. Namun mengingat
kondisi ini sangat membahayakan, maka setiap penggunaan simpul macam ini harus
selalu dalam pengawasan yang ketat, sehingga hanya petugas yang ditunjuk baik dari
bagian bawah ataupun dari bagian atas saja yang dibenarkan membukanya. Sebab jika
tidak, akan membahayakan jatuhnya peralatan yang berakibat rusaknya peralatan serta
kecelakaan bagi petugas yang ada dibawahnya.
6. Simpul bergerak atau dikenali sebutan Bowline
Simpul ini pada dasarnya hampir sama dengan laso dimana ikatannya berada diujung tali,
namun ia tidak lagi bersifat menjepit melainkan mengunci pada ikatan yang tetap,
sehingga tidak lagi dikhawatirkan akan merusak barang yang diikat serta barang yang
diikat itu sendiri dapat bebas bergerak-gerak. Dilapangan umumnya lebih dikenal dengan
simpul Mata Itik. Simpul ini mempunyai dua bentuk yakni :
6.1. Simpul Bowline
6.2. Simpul Double Bowline
7. Simpul atau lebih dikenal dengan Tali LasoSimpul macam demikian umumnya diperlukan pada saat kita memerlukan suatu ikatan
yang sifatnya sedikit menjepit tetapi tidak bersifat ikatan, simpul mati dimana tetap
mudah melepaskan ikatannya. Mengingat sifatnya yang demikian, tentunya kita tahu
persis sifat dari bentuk benda mana yang dapat dan boleh diikat. Dengan cara demikian
misalnya benda-benda yang berkaitan dan tidak rusak akibat terjepit sedemikian rupa.
Gambar:
IV. PERALATAN KERJA dan PERALATAN K3
IV.1. PERALATAN KERJA PADA TIANG/TRANSMISIPeralatan kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan pada tiang/transmisi
menyesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Pada praktek
transmisi yang dilakukan oleh praktikan di lokasi praktek hanya melakukan
simulasi memanjat tower/menara transmisi saja tanpa melakukan pekerjaan
pemeliharaan ataupun penggantian komponen di tower. Apabila suatu saat
dilakukan pekerjaan misalnya penggantian isolator suspense 150kV dengan
metode Hot Stick dalam keadaan bertegangan maka langkah-langkah dan
prosedur kerja serta hal penting yang harus diketahui adalah sebagai berikut:
IV.1.1. Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB)
Penggantian Isolator Suspensi pada SUTT 150 kV dengan Metode Hot
Stick dalam keadaan bertegangan ini termasuk Pekerjaan Dalam Keadaan
Bertegangan (PDKB). Dengan adanya PDKB ini, maka proses penggantian
isolator pada SUTT tidak perlu dalam keadaan padam listrik. Sehingga
kerugian material yang ditanggung PT. PLN dapat diminimalisir.
IV.1.2. Teknik Memanjat Tower Lattice
Untuk mengganti isolator suspensi pada suatu Tower Lattice, dibutuhkan
kemampuan yang mumpuni dalam hal memanjat. Terdapat teknik tertentu
untuk melakukan suatu pemanjatan. Petugas yang berwenang biasanya
memanjat dengan menggunakan 2 (dua) cara yaitu :
Pemanjatan tower melalui step bolt
Pemanjatan tower melalui rangka diagonal
IV.1.2.1. Pemanjatan Tower Melalui Step Bolt
Step bolt adalah salah satu peralatan tower yang berbentuk mur baut yang
terpasang teratur mulai dari kaki tower sampai puncak tower untuk
keperluan pemanjatan petugas ke tower bagian atas baik ke puncak tower,
cross arm atau pada tempat lainnya.
Gambar Pemanjatan Tower Melalui Step Bolt
IV.1.2.2. Pemanjatan Tower Melalui Rangka Diagonal
Dengan menggunakan lanyard petugas pemanjatan tower tidak harus
melalui step bolt, dengan cara ini pemanjatan tower transmisi dapat
dilakukan melalui rangka-rangka tower yaitu melalui diagonal dan leveler
sampai ke tempat yang ditentukan untuk bekerja. Cara ini utamanya
diperlukan apabila besi-besi step bolt yang mestinya terpasang tidak ada
pada tempatnya sehingga pemanjatan melalui step bolt tidak dapat
dilakukan dengan aman dan nyaman.
IV.1.3. Metode Penggantian Isolator
Secara umum, penggantian isolator pada SUTT dalam keadaan
bertegangan dapat dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu
metode Hot Stick dan metode Barehand. Keduanya akan dijelaskan pada
subbab berikut.
IV.1.3.1. Metode Hot Stick
Metode ini merupakan metode yang pertama kali dilakukan untuk
penggantian isolator dalam keadaan bertegangan. Pada metode ini, pekerja
(linesman) tidak menyentuh peralatan yang bertegangan secara langsung
dengan tangan. Melainkan dengan menggunakan peralatan-peralatan yang
bersifat isolatif. Peralatan ini sengaja dibuat bersifat isolatif karena
digunakan untuk memisahkan dua tegangan yang berbeda, yaitu tegangan
kawat fasa dan tegangan orang yang mengganti isolator (ground). Dengan
adanya peralatan ini dan jika melakukannya dalam jarak aman, maka dapat
dipastikan orang yang melakukan pekerjaan penggantian isolator ini dalam
keadaan aman.
Gambar metode Hot Stick
IV.1.3.2. Metode BarehandMetode ini merupakan pengembangan dari metode Hot Stick.
Digunakannya metode ini adalah karena penggunaan dari metode Hot
Stick tidak efektif lagi untuk sistem transmisi dengan tegangan ekstra
tinggi. Hal ini dikarenakan, semakin tinggi tegangan maka sistem isolasi
juga akan semakin tebal. Semakin tebalnya sistem isolasi suatu peralatan,
maka akan semakin berat pula peralatan tersebut untuk dibawa. Oleh
karenanya, dikembangkanlah metode Barehand. Pada metode ini, pekerja
(linesman) akan dialiri tegangan yang sama dengan tegangan kawat fasa.
Samanya tegangan pada tubuh si pekerja dengan kawat fasa ini
dikarenakan pekerja (linesman) ini menggunakan pakaian yang konduktif
yang dapat mengalirkan tegangan.
Gambar metode Barehand
Metode ini didasari oleh konsep yang sederhana, yaitu merpati yang tidak mati walaupun
hinggap di kawat transmisi. Merpati yang tidak tersengat listrik ini disebabkan karena kedua
kaki dari merpati tersebut hanya berpijak pada satu kawat saja. Berbeda jika satu kaki merpati
berpijak pada kawat fasa, dan kaki lainnya berpijak pada kawat ground, maka dapat
dipastikan.
IV.1.4. Peralatan Kerja
IV.1.5. Prosedur Kerja Secara Umum
1. Menyiapkan dan merangkai alat
2. Pekerja (linesman) mulai memanjat tower dengan bantuan live line rope
3. Alat yang telah dipersiapkan dan dirangkai didasar tower tadi, dinaikkan ke puncak tower dengan menggunakan handline
4. Memasang alat-alat tersebut sesuai posisinya sehingga mampu menggantikan isolator untuk menopang konduktor yang ditopangnya.
5. Mengaitkan sisi hot end dari isolator dengan handline
6. Melepaskan salah satu sisi (hot end) dari isolator
7. Melepaskan sisi isolator yang lain (cold end) dari tower sehingga isolator terlepas
8. Menurunkan isolator dari puncak tower ke dasar tower dengan bantuan handline
9. Setelah sampai didasar, isolator diganti dengan isolator yang baru
10. Setelah itu, isolator baru tersebut dinaikkan menuju ke puncak tower lagi dengan menggunakan bantuan handline
11. Begitu sampai dipuncak tower, memasang sisi cold end pada tower
12. Memasang sisi hot end pada isolator
13. Melepas handline dari isolator
14. Menurunkan alat-alat yang digunakan untuk menopang isolator dengan handline
15. Para pekerja turun dari puncak tower dan melakukan evaluasi
IV.2. Peralatan K3 dan APD (Alat Pelindung Diri)
Fungsi APD : Mengurangi akibat / resiko dari suatu kecelakaan APD bukan
untuk mencegah kecelakaan, pemakaian apd tidak menjamin pemakaian bebas
dari kecelakaan, karena :
Kecelakaan ada sebabnya, pencegahan kecelakaan hanya bisa
dilaksanakan jika sebab-sebab kecelakaan dihilangkan.
Adanya gerakan tak sadar / reflek dari pemakainya.
APD mempunyai kemampuan terbatas.
Peralatan-peralatan APD yang digunakan untuk pekerjaan pada tiang/transmisi antara lain:1. Full body harness
Berfungsi sebagai pengaman personil dari bahaya jatuh. Gambar:
2. LayardBerfungsi sebagai pengaman personil saat memanjat & menuruni tower. Gambar:
3. Safety HelmetBerfungsi sebagai pelindung kepala dari benturan pada bagian keras dan benda jatuh. Gambar:
4. Safety ShoesBerfungsi untuk melindungi kaki dari bahaya terbentur serta tertimpa material tajam. Gambar:
5. Sarung tangan kulit/katunBerfungsi untuk melindungi tangan. Gambar:
6. KacamataBerfungsi untuk melindungi mata dari bahaya sinar ultraviolet langsung serta material kecil (debu).
7. Keyker/TeropongBerfungsi sebagai alat bantu visual untuk memeriksa bagian-bagian tower yang kurang jelas dari posisi jarak tertentu.
8. Peralatan komunikasiBerfungsi sebagai alat komunikasi 2 (dua) arah.