laporan praktikum sieving

222
Pengayakan (sieving) meruapakan salah satu metode pemisahan sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Pengayakan biasanay dilakukan terhadap material yang telah mengalami proses penghancuran (grinding). Partikel yang lolos melalui ukuran saring tertentu disebut sebagai undersize dan partikel yang tertahan diatas saringan tertentu diatas saringan disebut oversize. Bebarapa ayakan yang sering digunakan atara lain : Grizzly, merupakan jenis ayakan dimana material yang diayak mengikuti aliran pada posisi kemiringan tertentu. Vibrating screen, ayakan dinamis dengan permukaan horizontal dan miring, digerakkan pada frekuensi 1000 – 7000 Hertz. Satuan kapasitas tinggi dengan efisiensi pemisahan yang baik, digunakan untuk interval ukuran partikel yang luas. Oscillating screen, ayakan dinamis pada frekuensi yang lebih rendah dari vibrating screen (100 – 400 Hz) dengan waktu yang lebih lama, lebih linier dan tajam. Recipracating screen, ayakan dinamis yang dioperasikan dengan gerakan mengoyangkan, pantulan yang panjang (20 – 200 Hz). Shifting screen, ayakan dinamis yang dioperaiskan dengan gerakan memutar dalam bidang permukaan ayakan. Gerakan aktual dapat berupa putaran atau

Upload: itspu2t

Post on 17-Feb-2016

182 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

sieving

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Sieving

  Pengayakan (sieving) meruapakan salah satu metode pemisahan sesuai

dengan ukuran yang dikehendaki. Pengayakan biasanay dilakukan terhadap

material yang telah mengalami proses penghancuran (grinding). Partikel yang

lolos melalui ukuran saring tertentu disebut sebagai undersize dan partikel yang

tertahan diatas saringan tertentu diatas saringan disebut oversize. Bebarapa ayakan

yang sering digunakan atara lain :

Grizzly, merupakan jenis ayakan dimana material yang diayak mengikuti

aliran pada posisi kemiringan tertentu.

Vibrating screen, ayakan dinamis dengan permukaan horizontal dan

miring, digerakkan pada frekuensi 1000 – 7000 Hertz. Satuan kapasitas

tinggi dengan efisiensi pemisahan yang baik, digunakan untuk interval

ukuran partikel yang luas.

Oscillating screen, ayakan dinamis pada frekuensi yang lebih rendah dari

vibrating screen (100 – 400 Hz) dengan waktu yang lebih lama, lebih

linier dan tajam.

Recipracating screen, ayakan dinamis yang dioperasikan dengan gerakan

mengoyangkan, pantulan yang panjang (20 – 200 Hz).

Shifting screen, ayakan dinamis yang dioperaiskan dengan gerakan

memutar dalam bidang permukaan ayakan. Gerakan aktual dapat berupa

putaran atau getaran memutar. Digunakan untuk pengayakan material

basah atau kering.

Revolving screen, ayakan dinamis dengan posisi miring, berotasi pada

kecepatan rendah (10 – 20 rpm). Digunakan untuk pengayakan basah dari

material – material relatif kasar.

Secara umum tujuan daro size reduction atau pemecah atau pengecilan

ukuran adalah sebagai berikut :

1. Menghasilkan padatan dengan ukuran maupun spesifik permukaan tertentu

2. Memecahkan bagian dari mineral atau kristal dari persenyawaan kimia yang

terpaut dalam padatan tertentu

Beberapa cara untuk memeperkecil ukuran zat padat dapat dilakukan

dengan menggunakan berbagai cara berkut :

Page 2: Laporan Praktikum Sieving

1. Kompresi tekanan)

2. Impak (pukulan)

3. Atrisi (gesekan)

4. Pemotongan

Kompresi umumnya digunakan utnuk pemecahan kasar zat padat keras,

dengan menghasilkan relatif sedikit halusan. Pukulan menghasilkan hasil yang

berukuran kasar, sedang dan halus.Berdasarkan ukuran zat padat yang akan

dikecilkan (umpan), maka peralatan pemecah atau pengecilan ukuran dibedakan

atas :

1. Pemecah kasar, yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran umpan antara

2 sampai 96 inchi

2. Pemecah antara, yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran 1 sampai 3

inchi

3. Pemecah halus , yaitu menghasilkan padatan dengan ukuran 0,25 sampai

0,5 inchi

Pengayakan atau penyaringan adalah proses pemisahan secara mekanik

berdasarkan perbedaan ukuran partikel. Pengayakan (screening) dipakai dalam

skala industri, sedangkan penyaringan (sieving) dipakai untuk skala laboratorium.

Produk dari proses pengayakan/penyaringan ada 2 (dua), yaitu :

- Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize).

- Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan (undersize).

Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran

tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu

dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau

dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau yang

kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak, sedang yang

di atas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak lulus.

Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering (McCabe, 1999, halaman 386).

Page 3: Laporan Praktikum Sieving

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengayakan, yaitu:

Jenis ayakan

Cara pengayakan

Kecepatan pengayakan]

Ukuran ayakan

Waktu pengayakan

Sifat bahan yang akan diayak

Tujuan dari proses pengayakan ini adalah: [Taggart,1927]

Mempersiapkan produk umpan (feed) yang ukurannya sesuai untuk

beberapa proses berikutnya.

Mencegah masuknya mineral yang tidak sempurna dalam peremukan

(Primary crushing) atau oversize ke dalam proses pengolahan berikutnya,

sehingga dapat dilakukan kembali proses peremukan tahap berikutnya

(secondary crushing).

Untuk meningkatkan spesifikasi suatu material sebagai produk akhir.

Mencegah masuknya undersize ke permukaan.

Pengayakan biasanya dilakukan dalam keadaan kering untuk material

kasar, dapat optimal sampai dengan ukuran 10 in (10 mesh). Sedangkan

pengayakan dalam keadaan basah biasanya untuk material yang halus

mulai dari ukuran 20 in sampai dengan ukuran 35 in.

Permukaan ayakan yang digunakan pada screen bervariasi, yaitu: [Brown,1950]

Plat yang berlubang (punched plate, bahan dapat berupa baja ataupun karet

keras.

Anyaman kawat (woven wire), bahan dapat berupa baja, nikel, perunggu,

tembaga, atau logam lainnya.

Susunan batangan logam, biasanya digunakan batang baja (pararel rods).

Sistem bukaan dari permukaan ayakan juga bervariasi, seperti bentuk

lingkaran, persegi ataupun persegi panjang. Penggunaan bentuk bukaan ini

tergantung dari ukuran, karakteristik material, dan kecepan gerakan screen.

Page 4: Laporan Praktikum Sieving

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan material untuk menerobos ukuran

ayakan adalah :

a) Ukuran bahan ayakan

Semakin besar diameter lubang bukaan akan semakin banyak material

yang lolos.

b) Ukuran relatif partikel

Material yang mempunyai diameter yang sama dengan panjangnya akan

memiliki kecepatan dan kesempatan masuk yang berbeda bila posisinya

berbeda, yaitu yang satu melintang dan lainnya membujur.

c) Pantulan dari material

Pada waktu material jatuh ke screen maka material akan membentur kisi-

kisi screen sehingga akan terpental ke atas dan jatuh pada posisi yang tidak

teratur.

d) Kandungan air

 Kandungan air yang banyak akan sangat membantu tapi bila hanya sedikit

akan menyumbat screen.

Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan screen:

a) kapasitas, kecepatan hasil yang diinginkan.

b) Kisaran ukuran ( size range),

c) Sifat bahan : densitas, kemudahan mengalir (flowability),

d) Unsur bahaya bahan : mudah terbakar, berbahaya, debu yang ditimbulkan.

e) Ayakan kering atau basah.

Pemilihan screen berdasarkan ukuran disajikan di fig. 19 – 14 (Perry, 7th ed.).

Kapasistas Screen

Kapasitas screen secara umum tergantung pada: [Kelly,1982]

1. Luas penampang screen

2. Ukuran bahan

3. Sifat dari umpan seperti; berat jenis, kandungan air, temperature

4. Tipe mechanical screen yang digunakan.

Diameter partikel rata-rata (Dpw) dirumuskan dengan persamaan :

Harga Harga Dpw = ∑Xi . Dp Mean

Page 5: Laporan Praktikum Sieving

Dpw = Diameter rata-rata

Xi = Fraksi massa

Dp Mean =Diamaeter rata-rata antar ayakan

- See more at: http://ekaandrians.blogspot.co.id/2014/09/penghancuran-dan-pengayakan.html#sthash.J1G0akHl.dpuf

Page 6: Laporan Praktikum Sieving

Jan

9

laporan praktikum HPLC

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein

Menggunakan Instrumen HPLC

Tanggal Praktikum : 28 September 2012

DOSEN PEMBIMBING :

Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

HANIK MASFUFATUL 1001114

NOVI NURLAELI 1004563

Page 7: Laporan Praktikum Sieving

VEGA ISMA ZAKIAH 1006336

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

Tanggal Praktikum : 28 September 2012

Judul Praktikum :

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan Instrumen

HPLC

Tujuan Praktikum :

1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif.

2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti manual

pengoperasian HPLC.

3. Dapat menentukan/menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman.

A. DASAR TEORI

Page 8: Laporan Praktikum Sieving

Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk

memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam

kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada salah satu

ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan kromatografi. Zona

campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan atau gas yang bergerak

sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang berupa partikel-partikel yang

”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga akibatnya masing-masing komponen dari

campuran tersebut akan terbagi (terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang

“diam” dan cairan atau gas yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing

komponen akan bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential

migration) dan dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada

waktu yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-

komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen

campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-komponen sampel

diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu teknik kromatografi yang

dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat cair adalah HPLC (High

Performance Liquid Chromatography) atau didalam bahasa Indonesia disebut KCKT

(Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).

Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang dapat

digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif. Analisis

kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada

prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel kurang menghasilkan data

yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan

dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi. (Wiji, dkk. 2010 : 17).

HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan, keinginan

manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan teori untuk

memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum era peralatan yang

modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki kekuatan pemisahan yang sangat

ampuh, bahkan untuk komponen-komponen yang berhubungan sangat erat. LC harus

ditingkatkan kecepatannya, diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel

yang lebih kecil, waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).

Page 9: Laporan Praktikum Sieving

HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal digunakan

bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran sampai 3-5 μm (1μm =

10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan tinggi sampai 20.000 Kpa (

200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak melalui kolom tersebut.

Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan saja telah

memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting) ialah telah

menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC mempunyai kelemahan-

kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit, tidak murah, dan perlu

pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini kurang sensitif. Selain itu sampel

disyaratkan harus stabil dalam larutan.

Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam yaitu :

a) Fase Normal HPLC

HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom. Meskipun

disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi dengan partikel silika

yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan sebuah kolom sederhana memiliki

diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan kurang dari nilai ini) dengan panjang 120

nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih

lama pada silika yang polar dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena

itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila

pasangan fasa diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC

fase normal.

b) Fase Balik HPLC

Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi menjadi

non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada permukaannya

secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam kasus ini, akan terdapat

interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul polar dalam campuran yang melalui

kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang

berlekatan pada silika (fasa diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena

itu molekul-molekul polar akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-

molekul non polar akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus hidrokarbon.

Page 10: Laporan Praktikum Sieving

Gambar fase normal dan fase balik

Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan

minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-masing

tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang memiliki sifat

kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang menyebabkan senyawa

tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan karakteristik senyawa ini

memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC yang menggunakan kolom

nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.

Vitamin C atau asam askorbat

Vitamin berupa kristal putih dengan rumus molekul C6H8O6, larut dalam air dan

alkohol, dialam ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran, dapat disintesis dari

glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan manusia untuk perawatan

kulit. Kekurangan vitamin ini dapat menimbulkan sariawan, luka pada gusi, badan kurus,

dan anemia. Setiap hari diperluka 70-100 mg.

Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus kromofor yang

dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV. Karakteristik senyawa

ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC menggunakan kolom nonpolar seperti C-

18 dan fasa geak polar seperti metanol atau air.

Natrium Benzoat atau natrium benzena karboksilat

Kristalin tanpa warna atau atau serbuk amorf putih, C6H6COONa. Larutan dalam

iar dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui reaksi natrium hidroksida

Page 11: Laporan Praktikum Sieving

dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri zat warnadan sebagai pengawet

makanan. Zat ini dulu digunakan sebagai antiseptik.

Kafein

Suatu alkohol dengan rumus molekul C5H10N4O2. Berupa padatan kristal

berwarn aputih dan berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari pohin kopi, dalam

daun teh, dalam biji kola.

Reservoir Pelarut

Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut organik

seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti

metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau fasa

terbalik atau metode kromatografilainnya.

Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau mempunyai

lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-campuran pelarut

dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu programener, maka diperlukan

lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan untuk melakukan elusi bergradien dimana

komposisi pelarut diubah-ubah selama pengelusian.

Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian sehingga

campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa denyutan

(pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit.

Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus dibuang

terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu agar bebas dari

partikel-partikel kecil yang tidak larut.

Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-10 mμ)

untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk kedalam kolom.

Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi penyumbatan.

Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem HPLC

adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating).

Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap yang tetap.

Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama dengan waktu untuk

langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan perendam denyutan yang baik. Oleh

Page 12: Laporan Praktikum Sieving

karena itu, pompa jenis ini umumnya menggunakan dua pengisap yang masing-masing

bekerja kebalikan satu dari yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup

pengendali.

Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan

kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi bergradien

diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu atau dua penghisap.

Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu pecampuran tekana tinggi yang

mempunyai hantaran dua pompa dan pencampuran tekana rendah dengan hantaran

satu pompa.

Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran tekanan

tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing pompa

menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur kecepatan

aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang diinginkan dan juga

berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik oleh suatu pengaduk

dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan setiap penghisap mempunyai

dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi bertekanan rendah hanya mempunyai

satu penghisap. Untuk melakukan elusi gradien hanya diperlukan satu pompa. Pompa ini

mempunyai katup pembagi, tidak mempunyai pengendali gradien.

Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu campuran

terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi untuk melakukan

gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-katup pembagi ini

dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka selama langkah pemasukan

pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 34-40)

Prinsip kerja instumentasi HPLC

HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari sebuah

campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan setiaap komponen

dalam sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling membedakan HPLC dengan

kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan tekanan tinggi untuk mendorong fasa

gerak. Fasa diam yang biasa digunakan (pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah

RMe2SiCl, dimana R adalah rantai alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa

larutan yang diatur komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini

Page 13: Laporan Praktikum Sieving

bergantung pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah

berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan teramati

pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.

Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi karena

perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Keunggulan

menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak pada kemampuannya

untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil pada suhu tinggi. HPLC tidak

terbatas pada senyawa organik tapi mampu menganalisis senyawa anorganik, mampu

menganalisis cuplikan yang mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis

cuplik yang mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer.

Cara kerja instumentasi HPLC

Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui kolom

kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke dalam aliran fasa

gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi pemisahan komponen-

komponen campuran karena perbedan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap

fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari

kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam

akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom

dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

Page 14: Laporan Praktikum Sieving

Gambar skema instrumentasi HPLC

Komponen-komponen instrumentasi HPLC

1. Fasa Gerak

Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut. Dalam

HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen campuran

menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-solut. Oleh karena

itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor penetu keberhasilan proses

pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan digunakan sebagai fasa gerak sebagai berikut:

a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan dianalisis

b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat mengganggu

interpretasi kromatogram

c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom

d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun

e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor

Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari

partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga harus dihilangkan,

sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama do pompa dan

detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Page 15: Laporan Praktikum Sieving

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap selama elusi)

atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang

analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien diguakan

untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel

mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik

adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua campuran air dengan asetonitril.

Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak yang paling sering digunakan adalah

campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau

menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang

umum dibanding fase terbalik.

2. Kolom

Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang terbuat

dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat terjadinya pemisahan

campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung keperluannya kolom utama dapat

digunakan untuk analisis atau preparatif setiap komponen yang keluar kolom ditampung

pada tabung yang berbeda dan keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector

selain kolom utama dikenal pula kolom pengaman.

Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada keperluan,

misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion. Kolom utama untuk

HPLC biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm dan diameter dalam berkisar

4,5–10 mm.

Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya sebelum

sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan diameter 4,6 mm

biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari ukuran partikel kolom

utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu: menyaring kotoran yang terbawa

oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa gerak dalam rangka menghindarkan

terjadinya erosi fasa diam oleh aliran pelarut.

Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis

bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi menjadi

dua kelompok :

Page 16: Laporan Praktikum Sieving

a) Kolom analitik

Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk

kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan mikropartikel

berpori biasanya 10-30 cm.

b) Kolom preparatif

Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.

3. Pompa

Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui kolom

yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam metode ini sebagai

akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan sukar mengalir dalam

kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena itu, agar zat cair dapat

melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan pompa yang bertekana tinggi.

Pompa yang digunakan dalam HPLC harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi

b) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit

c) Bahan tahan korosi

d) Keluaran bebas pulse

Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu :

a) Pompa Reciprocating

Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa dengan cara

gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan piston memberikan

aliran eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil (35-400 mL) menghasilkan

tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa batang gelas dan berkontak lengsung

dengan pelarut.

b) Pompa Displacement

Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang dilengkapi

pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang cenderung tidak

Page 17: Laporan Praktikum Sieving

tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut. Memiliki keterbatasan

kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk pergantian pelarut.

c) Pompa Pneumatic

Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa jenis ini

murah, tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang dihasilkan (<2000 psi)

kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan tekanan balik kolom.

4. Injector Sample

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase gerak yang

mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat

dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample

loop) internal atau eksternal.

Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem (kolom)

kromatografi adalah penyuntik loop.

Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila tidak diisi penuh akan

mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan ketergantungan presisi

tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan penyuntik.

Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle)

penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena sampel

akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya tidak diinginkan,

pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam diinginkan.

Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran ke dalam kolom, antara

posisi pengisian (load) dan posisi penyuntikan (inject) berlangsung cepat.

Page 18: Laporan Praktikum Sieving

Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak pada

keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya kebanyakan

memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band broadening. Oleh karen

itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa puluh mikroliter. Beberapa teknik

pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat diuraikan sebagai berikut :

a) Injeksi Syringe

Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang syringe

yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi stringe ini sedikit

lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.

b) Injeksi Stop Flow

Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom dibuka dan

cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah menyambung kembali

kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk memasukkan cuplikan kedalam fasa gerak

perlu dua langkah : sejumlah volume cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan posisi

‘load’. Cuplikan masih berada dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’

menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom (kran

cuplikan).

c) Kran Cuplikan

Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak digunakan.

Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2 langkah, yaitu: sejumlah

volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi load, cuplikan masih berada

dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi load menjadi posisi injeksi dan fasa

gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.

5. Detektor

Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka terhadap

golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu detektor yang peka

terhadap golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya. Diantara detektor yang

digunakan dalam KCKT adalah

Page 19: Laporan Praktikum Sieving

a) Detektor Universal

Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)

Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa organik.

Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga panjang

gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis cuplikan yang diukur.

Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena

sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang di

analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang dipasang pada

panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada yang panjang

gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan antara 190-600 nm. Detektor

dengan panjang gelombang variabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang

gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini

juga ada yang menggunakan drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga

dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang

gelombang.

Detektor Indeks Bias

Detektor indeks bias memberi respons terhadap senyawa yang dianalisis apapun,

termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks

bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut. Detektor ini bersifat tidak merusak

(non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 10-6 g) dan umumnya digunakan

dalam pekerjaan preparatif. Dengan detektor ini tidak dapat dilakukan elusi bergradien.

Detektor ini digunakan dalam kromatografi eklusi dan dalam analisis karbohidrat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan detektor indeks bias :

Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka campuran dahulu hingga homogen dan

bebaskan dari gas terlarutnya.

Setelah detektor dihidupkan, tunggu beberapa lama sebelum digunakan sampai detektor

stabil.

Bila digunakan lebih dari satu detektor yang dipasang berurutan, maka tempatkanlah

detektor indeks bias pada urutan terakhir.

Untuk saluran pembuangan, gunakanlah selang teflon berdiameter dalam (inner

diameter) yang besar tapi pendek.

Page 20: Laporan Praktikum Sieving

Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang dipelihara tetap.

Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.

Sel pembanding harus diisi dengan pelarut yang telah dilewatkan melalui kolom,

Detektor Spektrometer Massa

Detektor Spektrometer Inframerah

b) Detektor Selektif

Detektor Fluoresensi

Didasarkan kepada prinsip bahwa molekul-molekul tertentu dapat menyerap

energi pada panjang gelombang yang lebih pendek membentuk suatu keadaan

tereksitasi dan kemudian secara hampi bersamaan turun kembali ke keadaan dasar

(ground state) dengan memancarkan energi pada panjang gelombang yang lebih

panjang.

Detektor Konduktivitas Listrik

Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada daya hantar listrik

(konduktometri) dan polarografi. Detektor jenis konduktometri biasanya digunakan

untuk mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi redoks baik senyawa organik

maupun anorganik. Adapun persyaratan detektor yaitu: cukup sensitif, stabilitas, dan

keterulangan tinggi, tidak erusak cuplikan, respon linier terhadap solut, reliabilitas tinggi

dan mudah digunakan.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprousibel

b) Mempunyia sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar sangat

kecil

c) Stabil dalam pengoperasiannya

d) Mempunyia sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita

e) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas

f) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak

6. Rekorder

Page 21: Laporan Praktikum Sieving

Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa

kumpulan puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang didapat berguna untuk

analisis kualitatif dan kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi komponen dalam

campuran dan jumlah peak menyatakan jumlah komponen. Analisis kualitatif dapat

dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi (r t) analit atau sampel dengan

waktu retensi standar. Sedangkan analisis kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan

pada luas peak atau tinggi peak dengan metode standar kalibrasi.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Instrumen HPLC 1 set

2. Spatula 1 buah

3. Labu ukur 50 mL 6 buah

4. Labu ukur 10 mL 6 buah

5. Neraca analitik terkalibrasi 1 set

6. Corong pendek 1 buah

7. Pipet tetes 6 buah

8. Gelas kimia 20 mL 1 buah

9. Gelas ukur 500 mL 1 buah

10. Ultrasonic vibrator 1 set

11. Pipe seukuran (1,2,3,4,5 mL) 1 buah

12. Kertas saring Whattmann 1 lembar

13. Membrane PTFE dan selulosa nitrat 1 lembar

Page 22: Laporan Praktikum Sieving

Bahan :

1. Natrium benzoat p.a 2,5 mg

2. Vitamin C standar 1 mg

3. Kafein 5 mg

4. Metanol for HPLC secukupnya

5. Sampel minuman yang mengandung vit.C 5 mL

6. Kalium dihidrogenfosfat 0,68 g

7. Aquabides secukupnya

8. Asetonitril 80 mL + secukupnya

C. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat larutan KH2PO4

0,01 M sebanyak 500 mL dalam aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan

asam fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4 menggunakan membrane

selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan PTFE. Dihilangkan

gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit. Dibuat campuran

larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40) untuk keperluan larutan standar dan

larutan sampel, sesuai kebutuhan.

2. Pembuatan larutan induk natrium benzoat, vitamin C, dan kafein

Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg.

Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara

Page 23: Laporan Praktikum Sieving

kuantitatif pada labu ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic

vibrator.

3. Pembuatan deret larutan standar benzoat, vitamin C, dan kafein

Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL, diencerkan

dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL. Dihomogenkan larutannya, kemudian disaring

semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE. Ditempatkan

hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama

5 menit. Larutan standar siap diinjeksikan.

4. Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL larutan sampel , dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara

kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan dengan PTFE, ditampung dalam botol

vial bertutup. Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan

ultrasonic vibrator selama 5 menit.

5. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan HPLC sesuai

dengan langkah berikut :

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien dengan

kondisi:

Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4

0 60 40

1 40 60

2 20 80

3 30 70

Page 24: Laporan Praktikum Sieving

4 40 60

5 60 40

Kolom : C-18 (12,5 cm)

Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit

Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar.

c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan dikosongkan botol penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power, detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti langkahnya sesuai instruksi

dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar , maka instrumen

siap digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari konsentrasi terendah), dan

terakhir larutan sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa dalam

komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa, detektor, dan power secara

berurutan. Diputuskan sambungan listrik.

6. Perhitungan hasil analisis

Dari hasil operasi instrumen akan diperoleh kurva kalibrasi. Bila kurva kalibrasi

diperoleh dengan koefisien regresi > 0,997 , maka boleh melanjutkan perhitungan kadar

zat aditif dalam sampel. Dihitunglah kadarnya dalam satuan % w/w . Bila tidak diperoleh

kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk mencari penyebabnya.

Page 25: Laporan Praktikum Sieving

D. HASIL DAN ANALISIS DATA

Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.

Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.

Struktur Fasa diam

Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu.

Page 26: Laporan Praktikum Sieving

Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan dari pengotornya.

Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya.

Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram.

Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38.

Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak, yaitu :

Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar 220807

Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar 1779127

Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar 15581524

Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar 478118

Page 27: Laporan Praktikum Sieving

Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan waktu retensi natrium benzoat.

Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium benzoat.

Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.

Page 28: Laporan Praktikum Sieving

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan

Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik

Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Lampiran

A. Data Pengamatan

1. Cara pembuatan larutan

a)

KH2PO4

Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan

Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL

Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat

LarutanKH2PO40,01 M

Page 29: Laporan Praktikum Sieving

Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat

Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE

Asetonitril

Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit

Fasagerak (pelarut)

Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40)

b)

Zatstandar

Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein

Page 30: Laporan Praktikum Sieving

Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg

Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak secara

kuantitatif pada labu ukur

Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator

Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein

c)

Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein

Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein

Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL

Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL

Dihomogenkan larutannya

Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE

Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label. Dilakukan

degassing selama 5 menit.

Larutanstandar

Page 31: Laporan Praktikum Sieving

d)

Larutansampel

Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL

Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur

Dilakukan penyaringan dengan PTFE

Ditampung dalam botol vial bertutup

Larutansampel

Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic vibrator

selama 5 menit.

2. Data pengamatan

Page 32: Laporan Praktikum Sieving

Cara Kerja Pengamatan

a. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan

untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500

mL dalam aquades

Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat

Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4

menggunakan membrane selulosa nitrat

Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan

PTFE

Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic

vibrator selama 15 menit

Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan

asetonitril (60:40)

Larutan sudah ada.

Larutan tidak berwarna

Larutan asetonitril = larutan tidak

berwarna

Larutan KH2PO4 = 120 mL

Asetonitril = 80 mL

Fasa gerak = larutan tidak berwarna

b. Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c,

dan kafein

Page 33: Laporan Praktikum Sieving

Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin

c 1 mg, dan kafein 5 mg

Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan

dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu

ukur

Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan

ultrasonic vibrator.

Larutan induk natrium benzoat,

vitamin c , dan kafein = larutan tidak

berwarna

c. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat,

vitamin c, dan kafein

Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL,

4 mL, dan 5 mL

Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL

Dihomogenkan larutannya

Disaring semua larutan standar tersebut dengan

menggunakan membrane PTFE

Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup

yang telah diberi label

Dilakukan degassing selama 5 menit

Larutan deret standar = larutan tidak

berwarna

d. Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL larutan sampel

Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara

kuantitatif pada labu ukur

Sampel berupa minuman MIZONE

Sampel = larutan tidak berwarna

Page 34: Laporan Praktikum Sieving

Dilakukan penyaringan dengan PTFE

Ditampung dalam botol vial bertutup

Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan

menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

e. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar,

dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah

berikut:

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak

dengan sistem elusi gradien dengan kondisi:

Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4

0 60 40

1 40 60

2 20 80

3 30 70

4 40 60

5 60 40

Kolom : C-18 (12,5 cm)

Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit

Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung

dengan benar.

c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai

Laju alir diubah menjadi 0,5 mL/menit

Page 35: Laporan Praktikum Sieving

dan dikosongkan botol penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk

power, detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti

langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan

parameter kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line

yang mendatar , maka instrumen siap digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai

dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan

sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi

percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan

menyoroti tanda pompa dalam komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa,

detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan

sambungan listrik.

Page 36: Laporan Praktikum Sieving

1. Hasil Pengukuran

Pengukuran deret standar

Vitamin C

Deret Konsentrasi Area Tr

1 2.2 184667 1.98

3 6.6 536315 2.08

4 8.8 742976 1.99

5 11 958751 2.08

Kafein

Deret Konsentrasi Area Tr

1 10.4 461895 2.54

3 31.2 1391986 2.82

4 41.6 1891473 2.55

5 52 2398312 2.84

Page 37: Laporan Praktikum Sieving

Natrium Benzoat

Deret Konsentrasi Area Tr

1 5.6 23143 4.38

3 16.8 123628 4.48

4 22.4 131803 4.46

5 28 232308 4.53

B. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan KH2PO4

Massa KH2PO4 yang diperlukan

n = MxV

Page 38: Laporan Praktikum Sieving

m = n x Mm

= M x V x Mm

Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol

= 0,68 gram

2. Pembuatan Larutan

standar 10 mL dari 1 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 10 ppm

standar 10 mL dari 2 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 20 ppm

standar 10 mL dari 3 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 30ppm

standar 10 mL dari 4 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 40ppm

standar 10 mL dari 5 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 50 ppm

3. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm

Page 39: Laporan Praktikum Sieving

a. vitamin C

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa Vitamin C = 22 mg

b. kafein

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa kafein = 104 mg

b. Natrium Benzoat

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa Natrium Benzoat = 56 mg

2. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C

Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 2,2 ppm

Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 4,4 ppm

Page 40: Laporan Praktikum Sieving

Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 6,6 ppm

Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 8,8 ppm

Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 11 ppm

3. Pembuatan Deret Larutan Standar kafein

Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 10,4 ppm

Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 20,8 ppm

Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 31,2 ppm

Page 41: Laporan Praktikum Sieving

Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 41,6 ppm

Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 52 ppm

4. Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat

Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 5,6 ppm

Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 11,2 ppm

Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 16,8 ppm

Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 22,4 ppm

Larutan Standar 5 mL

Page 42: Laporan Praktikum Sieving

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 28 ppm

5. Perhitungan hasil analisis

# Vitamin C

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x – 26551

Luas area vitamin c = 1779127

y = 252891x – 26551

1779127 = 252891x – 26551

x =

x = 7,140 ppm

Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm

Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL

= x 10 mL

= 0,0714 mg

Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c = x 0,0714 mg

= 3,57 mg

# Natrium Benzoat

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –31197

Luas area natrium benzoat = 15581524

y = 63567x –31197

15581524 = 63567x –31197

x =

Page 43: Laporan Praktikum Sieving

x = 245,610 ppm

Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm

Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL

= x 10 mL

= 2,4561 mg

Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar

natrium benzoat = x 2,4561 mg

= 122,805 mg

Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli

0

Tambahkan komentar

Novie Chemist

Klasik Kartu Lipat Majalah Mozaik Bilah Sisi Cuplikan Kronologis

1.

Jan

9

Page 44: Laporan Praktikum Sieving

laporan praktikum HPLC

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein

Menggunakan Instrumen HPLC

Tanggal Praktikum : 28 September 2012

DOSEN PEMBIMBING :

Dra, SOJA SITI FATIMAH, Msi

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

HANIK MASFUFATUL 1001114

NOVI NURLAELI 1004563

VEGA ISMA ZAKIAH 1006336

Page 45: Laporan Praktikum Sieving

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

Tanggal Praktikum : 28 September 2012

Judul Praktikum :

Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Vitamin C, dan Kafein Menggunakan

Instrumen HPLC

Tujuan Praktikum :

1. Memahami cara kerja instrumen HPLC untuk analisis kuantitatif.

2. Dapat melakukan preparasi dengan tepat dan akurat, serta dapat mengikuti

manual pengoperasian HPLC.

3. Dapat menentukan/menghitung kadar zat aditif dalam sampel minuman.

A. DASAR TEORI

Page 46: Laporan Praktikum Sieving

Kromatografi adalah metode suatu proses fisik yang digunakan untuk

memisahkan komponen-komponen dari suatu campuran senyawa kimia. Dalam

kromatografi, campuran tersebut dibuat sebagi zona yang sempit (kecil) pada

salah satu ujung media porus seperti adsorben, yang disebut alas atau landasan

kromatografi. Zona campuran kemudian digerakan dengan larutan suatu cairan

atau gas yang bergerak sebagai pembawa, melaui media porus tersebut, yang

berupa partikel-partikel yang ”diam“ (tidak bergerak, statisiones). Sehingga

akibatnya masing-masing komponen dari campuran tersebut akan terbagi

(terdistribusi) secara tidak merata antara alas yang “diam” dan cairan atau gas

yang membawanya. Akibat selanjutnya, masing-masing komponen akan

bergerak (bermigrasi) pada kecepatan yang berbeda (differential migration) dan

dengan demikian, akan sampai pada ujung lain dari alas tersebut pada waktu

yang berlainan, dan dengan demikian terjadilah pemisahan diantara komponen-

komponen yang ada. (Bahti, Husein H. 2011: 4).

Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-

komponen campuran yang berdasarkan distribusi diferensial dari komponen-

komponen sampel diantara dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Salah satu

teknik kromatografi yang dimana fasa gerak dan fasa diamnya menggunakan zat

cair adalah HPLC (High Performance Liquid Chromatography) atau didalam

bahasa Indonesia disebut KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).

Teknik HPLC merupakan suatu metode kromatografi cair-cair, yang

dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan maupun analisis kuantitatif.

Analisis kualitatif dengan teknik HPLC didasarkan pada pengukuran luas area

standar. Pada prakteknya, metode pembandingan area standar dan sampel

kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi

standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi.

(Wiji, dkk. 2010 : 17).

HPLC yang modern telah mucul akibat pertemuan dari kebutuhan,

keinginan manusia untuk meminimalis pekerjaan, kemampuan teknologi, dan

teori untuk memandu pengembangan pada jalur yang rasional. Jelas sebelum

era peralatan yang modern bahwa LC (Liquid Chromatography) memiliki

kekuatan pemisahan yang sangat ampuh, bahkan untuk komponen-komponen

Page 47: Laporan Praktikum Sieving

yang berhubungan sangat erat. LC harus ditingkatkan kecepatannya,

diotomasasi, dan harus disesuaikan dengan sampel-sampel yang lebih kecil,

waktu elusi yang beberapa jam (Underwood, Day. 2002 : 553).

HPLC berbeda dari kromatografi kolom cairan konvensional dalam hal

digunakan bahan pengisi kolom berupa partikel yang sangat kecil berukuran

sampai 3-5 μm (1μm = 10-6 m). Sehingga mengharuskan digunakannya tekanan

tinggi sampai 20.000 Kpa ( 200 atmosfir) untuk mengalirkan fasa gerak

melalui kolom tersebut.

Ternyata, penggunaan bahan pengisi kolom yang lebih kecil ini bukan

saja telah memperbaiki kecepatan analisis, tapi (dari ini yang lebih penting)

ialah telah menghasilkan suatu teknik dengan daya pisah yang tinggi. HPLC

mempunyai kelemahan- kelemahan yang diantaranya, peralatannya lebih rumit,

tidak murah, dan perlu pengalaman. Untuk beberapa jenis zat, metode ini

kurang sensitif. Selain itu sampel disyaratkan harus stabil dalam larutan.

Berdasarkan kepolaran fasa geraknya, HPLC dibagi menjadi 2 macam

yaitu :

a) Fase Normal HPLC

HPLC jenis ini secara esensial sama dengan kromatografi kolom.

Meskipun disebut normal, ini bukan bentuk biasa dari HPLC. Kolom ini diisi

dengan partikel silika yang sangat kecil dan pelarut nonpolar seperti heksan

sebuah kolom sederhana memiliki diameter internal 4,6 mm (dan kemungkinan

kurang dari nilai ini) dengan panjang 120 nm-250 nm. Senyawa-senyawa polar

dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar

dibanding dengan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang

non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Apabila pasangan fasa

diam lebih polar daripada fasa geraknya maka sistem ini disebut HPLC fase

normal.

b) Fase Balik HPLC

Pada HPLC jenis ini, ukuran kolomnya sama, tetapi silika dimodifikasi

menjadi non polar melalui pelekatan hidrokarbon dengna rantai panjang pada

permukaannya secara sederhana baik berupa atom karbon 8 atau 18. Dalam

Page 48: Laporan Praktikum Sieving

kasus ini, akan terdapat interaksi yang kuat antara pelarut polar dan molekul

polar dalam campuran yang melalui kolom. Interaksi yang terjadi tidak sekuat

interaksi antara rantai-rantai hidrokarbon yang berlekatan pada silika (fasa

diam) dan molekul-molekul polar dalam larutan. Oleh karena itu molekul-

molekul polar akan lebih cepat bergerak melalui kolom. Sedangkan molekul-

molekul non polar akan bergerak lambat karena interaksi dengan gugus

hidrokarbon.

Gambar fase normal dan fase balik

Terdapat beragai zat aditif yang digunakan oleh produsen makanan dan

minuman diantaranya : natrium benzoat, vitamin c, dan kafein untuk masing-

masing tujuan tertentu. Ketiga zat aditif tersebut merupakan senyawa yang

memiliki sifat kepolaran yang berbeda, dan memiliki gugus kromofor yang

menyebabkan senyawa tersebut dapat menyerap sinar UV. Berdasarkan

karakteristik senyawa ini memungkinkan dilakukan analisis dengan teknik HPLC

yang menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa gerak polar.

Vitamin C atau asam askorbat

Vitamin berupa kristal putih dengan rumus molekul C6H8O6, larut

dalam air dan alkohol, dialam ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran,

dapat disintesis dari glukosa. Vitamin C merupakan komponen esensial makanan

manusia untuk perawatan kulit. Kekurangan vitamin ini dapat menimbulkan

sariawan, luka pada gusi, badan kurus, dan anemia. Setiap hari diperluka 70-100

mg.

Page 49: Laporan Praktikum Sieving

Vitamin C adalah senyawa yang memiliki sifat polar dan gugus

kromofor yang dimilikinya menyebabkan senyawa ini dapat menyerap sinar UV.

Karakteristik senyawa ini memungkinkan analisis dengan teknik HPLC

menggunakan kolom nonpolar seperti C-18 dan fasa geak polar seperti metanol

atau air.

Natrium Benzoat atau natrium benzena karboksilat

Kristalin tanpa warna atau atau serbuk amorf putih, C6H6COONa.

Larutan dalam iar dan sedikit larut dalam etanol. Senyawa ini dibuat melalui

reaksi natrium hidroksida dengan asam benzoat dan digunakan dalam industri

zat warnadan sebagai pengawet makanan. Zat ini dulu digunakan sebagai

antiseptik.

Kafein

Suatu alkohol dengan rumus molekul C5H10N4O2. Berupa padatan

kristal berwarn aputih dan berasa pahit, ditemukan dalam daun dan biji dari

pohin kopi, dalam daun teh, dalam biji kola.

Reservoir Pelarut

Jumlah reservoir pelarut : (1) bisa salah satu atau lebih; berisi pelarut

organik seperti heksana, atau air, atau campuran air dan pelarut organik seperti

metanol,tergantung kepada apakah kita bekerja menggunakan fasa normal atau

fasa terbalik atau metode kromatografilainnya.

Bila sistem KCKT dilengkapi dengan alat pencampuran (2) (atau

mempunyai lebih dari satu pompa) yang memungkinkan membuat campuran-

campuran pelarut dengan komposisi yang diatur dengan bantuan suatu

programener, maka diperlukan lebih dari satu reservoir, sistem ini diperlukan

untuk melakukan elusi bergradien dimana komposisi pelarut diubah-ubah

selama pengelusian.

Page 50: Laporan Praktikum Sieving

Pelarut fasa gerak dipompa dari reservoir oleh sistem pompa, demikian

sehingga campuran pelarut dengan komposisi tertentu dapat mengalir tanpa

denyutan (pulseless). Kecepatan aliran dapat diatur antara 0,1 – 10 mL/menit.

Gas yang terlarut dalam pelarut fasa gerak yang digunakan harus

dibuang terlebih dahulu (de-gassing), selain itu, pelarut harus di saring dahulu

agar bebas dari partikel-partikel kecil yang tidak larut.

Pada saluran-saluran pelarut biasanya dipasang saringan (berukuran 2-

10 mμ) untuk mencegah partikel-partikel kecil yang tidak larut tadi, masuk

kedalam kolom. Saringan ini harus diganti atau dibersihkan bila terjadi

penyumbatan.

Diantara jenis-jenis pompa yang paling umum digunakan untuk sistem

HPLC adalah jenis pompa “isap dan tekan ” (reciprocating).

Pompa “isap dan tekan” yang sederhana mempunyai kecepatan isap

yang tetap. Artinya, waktu yang diperlukan untuk langkah mengisis sama

dengan waktu untuk langkah memompa. Pompa seperti ini memerlukan

perendam denyutan yang baik. Oleh karena itu, pompa jenis ini umumnya

menggunakan dua pengisap yang masing-masing bekerja kebalikan satu dari

yang lainnya. Setiap pengisap memppunyai dua katup pengendali.

Pelarut diisap ke dalam ruang pengisap melalui katup pemasukkan dan

kemudian ditekan ke luar melalui katup pengeluaran. Untuk melakukan elusi

bergradien diperlukan dua sistem pompa yang masing-masing mempunyai satu

atau dua penghisap. Ada dua macam rancangan utama pompa gradien yaitu

pecampuran tekana tinggi yang mempunyai hantaran dua pompa dan

pencampuran tekana rendah dengan hantaran satu pompa.

Rancangan pompa gradien yang pertama, yakni sistem pencampuran

tekanan tinggi, mempunyai dua pompa dan satu pengendali, masing-masing

pompa menghantarkan satu sistem pelarut. Fungsi pengendali adalah mengatur

kecepatan aliran masing-masing pelarut sesuai dengan komposisi yang

diinginkan dan juga berfungsi untuk menjamin terjadinya pengadukan yang baik

oleh suatu pengaduk dinamik. Setiap pompa mempunyai dua penghisap dan

setiap penghisap mempunyai dua katup. Jenis yang kedua, pompa pembagi

bertekanan rendah hanya mempunyai satu penghisap. Untuk melakukan elusi

Page 51: Laporan Praktikum Sieving

gradien hanya diperlukan satu pompa. Pompa ini mempunyai katup pembagi,

tidak mempunyai pengendali gradien.

Dengan katup-katup pembagi dimungkinkan untuk membuat suatu

campuran terner (tiga jenis pelarut) dengan perbandingan yang diinginkan. Jadi

untuk melakukan gradien gradien tidak diperlukan lebih dari satu pompa. Katup-

katup pembagi ini dikendalikan oleh suatu microprocessor dan terbuka selama

langkah pemasukan pelarut. (Bahti, Husein. H . 2011 : 34-40)

Prinsip kerja instumentasi HPLC

HPLC menggunakan fasa gerak untuk memisahkan komponen dari

sebuah campuran komponen (analit). Prinsip keja HPLC adalah pemisahan

setiaap komponen dalam sampel berdasarkan kepolarannya. Yang paling

membedakan HPLC dengan kromatografi lainnya adalah pada HPLC digunakan

tekanan tinggi untuk mendorong fasa gerak. Fasa diam yang biasa digunakan

(pada kolom) HPLC jenis fasa terbalik adalah RMe2SiCl, dimana R adalah rantai

alkana C-18 atau C8. Sementara fasa geraknya berupa larutan yang diatur

komposisinya (gradien elusi), misalnya : air:asetonitril (80:20), hal ini bergantung

pada kepolaran analit yang akan dipisahkan. Campuran analit akan terpisah

berdasarkan kepolarannya, dan waktu retensinya akan berbeda, hal ini akan

teramati pada spektrum yang punsak-puncaknya terpisah.

Prinsip dasar HPLC adalah pemisahan komponen-komponen terjadi

karena perbedaan kekuatan interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam.

Keunggulan menggunakan HPLC dibandingkan kromatografi gas yaitu terletak

pada kemampuannya untuk menganalisis cuplikan yang tidak menguap dan labil

pada suhu tinggi. HPLC tidak terbatas pada senyawa organik tapi mampu

menganalisis senyawa anorganik, mampu menganalisis cuplikan yang

mempunyai molekul tinggi (beratnya), mampu menganalisis cuplik yang

mempunyai titik didih yang sangat tinggi seperti polimer.

Cara kerja instumentasi HPLC

Prinsip kerja alat HPLC adalah pertama fasa gerak dialirkan melalui

kolom kedetektor dengan bantuan pompa. Kemudian cuplikan dimasukan ke

Page 52: Laporan Praktikum Sieving

dalam aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi

pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedan kekuatan

interaksi antara solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat

interaksinya dengan fasa diam akan keluar dari kolom terlebih dahulu.

Sebaliknya solut-solut yang interaksinya kuat dengan fasa diam akan keluar dari

kolom lebih lama. Setiap komponen yang campuran yang keluar kolom dideteksi

oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram.

Gambar skema instrumentasi HPLC

Komponen-komponen instrumentasi HPLC

1. Fasa Gerak

Fasa gerak dari HPLC merupakan zat cair yang disebut eluen atau pelarut.

Dalam HPLC fasa gerak selain berfungsi untuk membawa komponen-komponen

campuran menuju ke detektor, selain itu juga dapat berinteraksi dengan solut-

solut. Oleh karena itu, fasa gerak dalam HPLC merupakan salah satu faktor

penetu keberhasilan proses pemisahan. Persyaratan zat cair yang akan

digunakan sebagai fasa gerak sebagai berikut:

Page 53: Laporan Praktikum Sieving

a) Zat cair harus bertindak sebagai pelarut yang baik untuk cuplikan yang akan

dianalisis

b) Zat cair harus murni, untuk menghindari masuknya kotoran yang dapat

mengganggu interpretasi kromatogram

c) Zat cair harus jernih, untuk meghindari penyumbatan pada kolom

d) Zat cair harus mudah diperoleh, murah, tidak mudah terbakar dan tidak beracun

e) Zat cair tidak kental dan harus sesuai dengan detektor

Fasa gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk

menghindari partikel-partikel kecil. Selain itu adanya gas dalam fasa gerak juga

harus dihilangkan, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain

terutama do pompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fasa gerak tetap

selama elusi) atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah

selama elusi) yang analog dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas.

Elusi bergradien diguakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang

kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase

terbalik adalah campuran larutan buffer dengan metanol atua campuran air

dengan asetonitril. Untuk pemisahan dengan fase normal, fasa gerak yang paling

sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut

yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Pemisahan

dengan fase normal ini kurang umum dibanding fase terbalik.

2. Kolom

Kolom HPLC biasanya terbuat dari stailess steel, akan tetapi ada juga yang

terbuat dari gelas berdinding tebal. Kolom utama berisi fasa diam, tepat

terjadinya pemisahan campuran menjadi komponen-komponen. Bergantung

keperluannya kolom utama dapat digunakan untuk analisis atau preparatif

setiap komponen yang keluar kolom ditampung pada tabung yang berbeda dan

keluaran HPLC dihubungkan dengan fraction colector selain kolom utama

dikenal pula kolom pengaman.

Page 54: Laporan Praktikum Sieving

Kolom utama berisi fasa dian dan jenisnya bervariasi bergantung pada

keperluan, misalnya dikenal kolom C8, C-18, cyanopropyl, dan penukar ion.

Kolom utama untuk HPLC biasanya berukuran panjang berkisar antara 5-30 cm

dan diameter dalam berkisar 4,5–10 mm.

Kolom pengaman (guard coloumn) disebut juga pra-kolom karena letaknya

sebelum sistem pemasukan cuplikan. Kolom ini berukuran pendek 5 cm dengan

diameter 4,6 mm biasanya dipaking dengan partikel silika berukuran besar dari

ukuran partikel kolom utama. Kolom pengaman mempunyai dua fungsi yaitu:

menyaring kotoran yang terbawa oleh fasa gerak dan untuk menjenuhkan fasa

gerak dalam rangka menghindarkan terjadinya erosi fasa diam oleh aliran

pelarut.

Kolom merupakan jantung kromatograf, keberhasilan atau kegagalan analisis

bergantung pada pilhan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat dibagi

menjadi dua kelompok :

a) Kolom analitik

Garis tengah dalam 2-6 mm, panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk

kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm, untuk kemasan

mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.

b) Kolom preparatif

Umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar, dan panjang 25-100 cm.

3. Pompa

Pada HPLC, pompa ini berfungsi untuk mengalirkan fasa gerak cair melalui

kolom yang berisi serbuk halus. Digunakan pompa bertekanan tinggi dalam

metode ini sebagai akibat penggunaan fasa gerak yang berupa zat cair yang akan

sukar mengalir dalam kolom yang dipadatkan dengan serbuk halus. Oleh karena

itu, agar zat cair dapat melewati kolom secara tepat maka dibutuhkan bantuan

pompa yang bertekana tinggi. Pompa yang digunakan dalam HPLC harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Menghasilkan tekanan sampai 5000 psi

Page 55: Laporan Praktikum Sieving

b) Kecepatan alir berkisar antara 0,1-10 mL/menit

c) Bahan tahan korosi

d) Keluaran bebas pulse

Dikenal 3 jenis pompa yang masing-masing memiliki keuntungan yaitu :

a) Pompa Reciprocating

Pompa ini terdiri dari ruangan kecil tempat pelarut yang dipompa

dengan cara gerakan piston maju mundur yang dijalankan oleh motor. Gerakan

piston memberikan aliran eluen yang konstan, memiliki volume internal kecil

(35-400 mL) menghasilkan tekanan tinggi (sampai 10.000 psi). Piston berupa

batang gelas dan berkontak lengsung dengan pelarut.

b) Pompa Displacement

Pompa ini menyerupai syringe (alat suntik) tersiri dari tabung yang

dilengkapi pendorong yang digerakkan oleh motor. Menghasilkan aliran yang

cenderung tidak tergantung pada tekanan balik kolom dan viskositas pelarut.

Memiliki keterbatasan kapasitas pelarut ( 250 mL) dan tidak mudah untuk

pergantian pelarut.

c) Pompa Pneumatic

Dalam pompa ini pelarut didorong oleh gas bertekanan tinggi.Pompa

jenis ini murah, tetapi memiliki keterbatasan kapasitas dan tekanan yang

dihasilkan (<2000 psi) kecepatan alir bergantung pada viskositas pelarut dan

tekanan balik kolom.

4. Injector Sample

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikan secara langsung ke dalam fase

gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang

dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.

Page 56: Laporan Praktikum Sieving

Salah satu jenis penyuntik untuk memasukan sampel ke dalam sistem

(kolom) kromatografi adalah penyuntik loop.

Dalam prakteknya, loop tidak perlu diisi penuh, tapi bila tidak diisi

penuh akan mengakibatkan lebih jeleknya presisi hasil eksperimen dan

ketergantungan presisi tersebut kepada bagaimana si-operator menggunakan

penyuntik.

Perlu diingat, bahwa penyuntik tidak boleh dicabut sebelum pegangan (handle)

penyuntik diputar dari posisi load (“pengisap”) ke posisi inject (“suntik”). Karena

sampel akan mengalir ke saluran pembuangan. Hal yang terakhir ini tentunya

tidak diinginkan, pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan aliran

ke dalam diinginkan. Pegangan penyuntik harus diputar cepat agar pemutusan

aliran ke dalam kolom, antara posisi pengisian (load) dan posisi penyuntikan

(inject) berlangsung cepat.

Yang menjadi faktor ketidak tepatan pengukuran HPLC salah satunya terletak

pada keterulangan pemasukan cuplikan kedalam paking kolom. Masalahnya

kebanyakan memasukan cuplikan kedalam kolom dapat menyebabkan band

broadening. Oleh karen itu cuplikan yang dimasukkan harus sekecil beberapa

puluh mikroliter. Beberapa teknik pemasukan cuplikan kedalam sistem dapat

diuraikan sebagai berikut :

a) Injeksi Syringe

Syringe disuntikan melalui septum (seal karet) dan untuk ini dirancang

syringe yang tahan tekanan sampai 1500 psi. Akan tetapi keterulangan injeksi

stringe ini sedikit lebih baik dari 2-3 % dan sering lebih jelek.

b) Injeksi Stop Flow

Page 57: Laporan Praktikum Sieving

Aliran pelarut dihentikan sementara, sambungan pada ujung kolom

dibuka dan cuplikan disuntikan langsung kedalam ujung kolom. Setelah

menyambung kembali kolom maka pelarut dialirkan kembali. Untuk

memasukkan cuplikan kedalam fasa gerak perlu dua langkah : sejumlah volume

cuplikan disuntikkan ke dalam loop dan posisi ‘load’. Cuplikan masih berada

dalam loop ; kran diputar untuk mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’

dan fasa gerak membawa cuplikan kedalam kolom (kran cuplikan).

c) Kran Cuplikan

Jenis pemasukan cuplikan ini disebut juga loop dan paling banyak

digunakan. Untuk memasukan cuplikan ke dalam aliran fasa gerak perlu 2

langkah, yaitu: sejumlah volume cuplikan disuntikan ke dalam loop dalam posisi

load, cuplikan masih berada dalam loop; kran diputar untuk mengubah posisi

load menjadi posisi injeksi dan fasa gerak membawa cuplikan ke dalam kolom.

5. Detektor

Ada dua jenis detektor yaitu detektor selektif, adalah detektor yang peka

terhadap golongan senyawa tertentu saja. Dan detektor universal, yaitu

detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun kecuali pelarutnya.

Diantara detektor yang digunakan dalam KCKT adalah

a) Detektor Universal

Detektor Ultra Violet – Visible (Sinar Tampak)

Detektor UV terutama digunakan untuk pendeteksian senyawa-senyawa

organik. Detektor UV dilengkapi dengan pengatur panjang gelombang, sehingga

panjang gelombang UV yang digunakan dapat dipilih sesuai dengan jenis

cuplikan yang diukur.

Detektor UV-Visible (uv-sinar tampak) paling banyak digunakan, karena

sensitivitasnya yang baik mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang

di analisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi bergradien. Ada yang

dipasang pada panjang gelombang tetap yaitu pada panjang gelombang 254 nm,

dan ada yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai dengan diinginkan

Page 58: Laporan Praktikum Sieving

antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang variabel ini ada yang

dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat

me-nol-kan sendiri (allto zero). Detektor jenis ini juga ada yang menggunakan

drode erray (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan

pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai panjang gelombang.

Detektor Indeks Bias

Detektor indeks bias memberi respons terhadap senyawa yang dianalisis

apapun, termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah

perubahan indeks bias karena adanya komponen sampel dalam pelarut.

Detektor ini bersifat tidak merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi

(minimum 10-6 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan preparatif. Dengan

detektor ini tidak dapat dilakukan elusi bergradien. Detektor ini digunakan

dalam kromatografi eklusi dan dalam analisis karbohidrat.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan detektor

indeks bias :

Bila digunakan lebih dari satu pelarut, maka campuran dahulu hingga homogen

dan bebaskan dari gas terlarutnya.

Setelah detektor dihidupkan, tunggu beberapa lama sebelum digunakan sampai

detektor stabil.

Bila digunakan lebih dari satu detektor yang dipasang berurutan, maka

tempatkanlah detektor indeks bias pada urutan terakhir.

Untuk saluran pembuangan, gunakanlah selang teflon berdiameter dalam (inner

diameter) yang besar tapi pendek.

Tempatkan detektor pada kondisi suhu yang dipelihara tetap.

Jaga agar sel indeks bias selalu bersih.

Sel pembanding harus diisi dengan pelarut yang telah dilewatkan melalui kolom,

Detektor Spektrometer Massa

Detektor Spektrometer Inframerah

b) Detektor Selektif

Detektor Fluoresensi

Page 59: Laporan Praktikum Sieving

Didasarkan kepada prinsip bahwa molekul-molekul tertentu dapat

menyerap energi pada panjang gelombang yang lebih pendek membentuk suatu

keadaan tereksitasi dan kemudian secara hampi bersamaan turun kembali ke

keadaan dasar (ground state) dengan memancarkan energi pada panjang

gelombang yang lebih panjang.

Detektor Konduktivitas Listrik

Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada daya hantar listrik

(konduktometri) dan polarografi. Detektor jenis konduktometri biasanya

digunakan untuk mendeteksi solut-solut yang dapat mengalami reaksi redoks

baik senyawa organik maupun anorganik. Adapun persyaratan detektor yaitu:

cukup sensitif, stabilitas, dan keterulangan tinggi, tidak erusak cuplikan, respon

linier terhadap solut, reliabilitas tinggi dan mudah digunakan.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

a) Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprousibel

b) Mempunyia sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar

sangat kecil

c) Stabil dalam pengoperasiannya

d) Mempunyia sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran

pita

e) Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran

yang luas

f) Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fasa gerak

6. Rekorder

Rekorder adalah alat untuk mencetak hasil percobaan pada lembar berupa

kumpulan puncak (kromatogram) kromatogram HPLC yang didapat berguna

untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Luas peak menyatakan konsentrasi

komponen dalam campuran dan jumlah peak menyatakan jumlah komponen.

Analisis kualitatif dapat dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi

(rt) analit atau sampel dengan waktu retensi standar. Sedangkan analisis

Page 60: Laporan Praktikum Sieving

kuantitatif depat dilakukan dengan didasarkan pada luas peak atau tinggi peak

dengan metode standar kalibrasi.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Instrumen HPLC 1 set

2. Spatula 1 buah

3. Labu ukur 50 mL 6 buah

4. Labu ukur 10 mL 6 buah

5. Neraca analitik terkalibrasi 1 set

6. Corong pendek 1 buah

7. Pipet tetes 6 buah

8. Gelas kimia 20 mL 1 buah

9. Gelas ukur 500 mL 1 buah

10. Ultrasonic vibrator 1 set

11. Pipe seukuran (1,2,3,4,5 mL) 1 buah

12. Kertas saring Whattmann 1 lembar

13. Membrane PTFE dan selulosa nitrat 1 lembar

Bahan :

1. Natrium benzoat p.a 2,5 mg

2. Vitamin C standar 1 mg

Page 61: Laporan Praktikum Sieving

3. Kafein 5 mg

4. Metanol for HPLC secukupnya

5. Sampel minuman yang mengandung vit.C 5 mL

6. Kalium dihidrogenfosfat 0,68 g

7. Aquabides secukupnya

8. Asetonitril 80 mL +

secukupnya

C. PROSEDUR KERJA

1. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan untuk membuat larutan

KH2PO4 0,01 M sebanyak 500 mL dalam aquades. Kemudian di ‘ajust’ pH pada

nilai 2,65 dengan asam fosfat. Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4

menggunakan membrane selulosa nitrat. Dilakukan penyaringan pula untuk

asetonitril dengan PTFE. Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic

vibrator selama 15 menit. Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan

asetonitril (60:40) untuk keperluan larutan standar dan larutan sampel, sesuai

kebutuhan.

2. Pembuatan larutan induk natrium benzoat, vitamin C, dan kafein

Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg.

Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak

secara kuantitatif pada labu ukur. Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan

ultrasonic vibrator.

3. Pembuatan deret larutan standar benzoat, vitamin C, dan kafein

Page 62: Laporan Praktikum Sieving

Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL,

diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL. Dihomogenkan

larutannya, kemudian disaring semua larutan standar tersebut dengan

menggunakan membrane PTFE. Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial

bertutup yang telah diberi label. Dilakukan degassing selama 5 menit. Larutan

standar siap diinjeksikan.

4. Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL larutan sampel , dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara

kuantitatif pada labu ukur. Dilakukan penyaringan dengan PTFE, ditampung

dalam botol vial bertutup. Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan

menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

5. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar, dihidupkan peralatan

HPLC sesuai dengan langkah berikut :

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak dengan sistem elusi gradien

dengan kondisi:

Waktu

(menit)

%Asetonitril % KH2PO4

0 60 40

1 40 60

2 20 80

3 30 70

4 40 60

Page 63: Laporan Praktikum Sieving

5 60 40

Kolom : C-18 (12,5 cm)

Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit

Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung dengan benar.

c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai dan dikosongkan botol

penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk power, detektor, dan

pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti langkahnya sesuai

instruksi dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan parameter kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line yang mendatar , maka

instrumen siap digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai dari konsentrasi terendah),

dan terakhir larutan sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan menyoroti tanda pompa

dalam komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa, detektor, dan power

secara berurutan. Diputuskan sambungan listrik.

6. Perhitungan hasil analisis

Dari hasil operasi instrumen akan diperoleh kurva kalibrasi. Bila kurva kalibrasi

diperoleh dengan koefisien regresi > 0,997 , maka boleh melanjutkan

perhitungan kadar zat aditif dalam sampel. Dihitunglah kadarnya dalam satuan

Page 64: Laporan Praktikum Sieving

% w/w . Bila tidak diperoleh kurva yang linier, maka dilakukan diskusi untuk

mencari penyebabnya.

D. HASIL DAN ANALISIS DATA

Analsis kuantitatif HPLC didasarkan pada pengukuran luas atau area puncak dalam kromatogram. Pada percobaan penentuan kadar vitamin c, kafein, dan natrium benzoat dalam sampel dengan menggunakan metode HPLC, digunakan satu deret standar yang konsentrasinya bervariasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, dan 50 ppm. HPLC adalah suatu metode pemisahan dari analit berdasarkan perbedaan interaksi pada fasa diam dan fasa diamnya. Sehingga akan didapatkan waktu retensi yang berbeda-beda antara komponen yang satu dengan komponen yang lainnya.

Metode yang digunakan pada pengujian ini adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kalium dihidrogen fosfat dan asetonitril dengan perbandingan 60 : 40. Sedangkan fasa diamnya berupa silika yang direaksikan dengan organoklorosilana.

Struktur Fasa diam

Page 65: Laporan Praktikum Sieving

Berdasarka urutan kepolaran antara vitamin c, kafein, dan natrium benzoat. Bahwa vitamin c lebih besar dari kafein lebih besar dari natrium benzoat. Maka waktu retensi vitamin c lebih kecil dari kafein lebih kecil dari natrium benzoat. Sehingga larutan standar yang digunakan mempunyai harga regresi lebih mendekati satu.

Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian larutan standar maupun sampel yang dipisahkan dari pengotornya.

Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Kurva diplotkan antara konsentrasi setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C, pada masing-masing kromatogramnya.

Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram.

Dari data kromatogram deret larutan standar, diperoleh waktu retensi untuk vitamin c 1.98; waktu retensi kafein 2.54; dan waktu retensi natrium benzoat 4.38.

Page 66: Laporan Praktikum Sieving

Waktu retensi pada larutan standar menjadi acuan dalam menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam sampel. Pada kromatogram sampel terdapat empat puncak, yaitu :

Komponen kesatu dengan waktu retensi sebesar 1.79; dan luas area sebesar 220807

Komponen kedua dengan waktu retensi sebesar 1.99; dan luas area sebesar 1779127

Komponen ketiga dengan waktu retensi sebesar 4.40; dan luas area sebesar 15581524

Komponen keempat dengan waktu retensi sebesar 4.81; dan luas area sebesar 478118

Komponen kesatu dalam sampel diduga bukan vitamin c, karena waktu retensi untuk vitamin c dimulai dari 1.98, sebagaimana hasil dari kromatogram yang tertera. Sedangkan pada komponen kedua, diidentifikasikan sebagai komponen vitamin c, karena waktu retensinya mendekati waktu retensi vitamin c. Dan pada komponen ketiga waktu retensinya mendekati waktu retensi natrium benzoat yang dimulai dari 4.38. sehingga diidentifikasikan bahwa komponen ketiga sebagai komponen natrium benzoat. Komponen keempat pada sampel diduga bukan natrium benzoat, karena selisih waktu retensinya sangat jauh dengan waktu retensi natrium benzoat.

Berdasarkan hasil pengolahan data, kadar natrium benzoat dalam sampel adalah 115,757 mg, sedangkan kadar vitamin c adalah 3,53664 mg.

KESIMPULAN

Page 67: Laporan Praktikum Sieving

Berdasarkan hasil praktikum kali ini dilakukan penentuan kadar zat aditif dalam sampel dengan menggunakan HPLC, pada larutan sampel yang digunakan yaitu Mizone terdapat dua kadar zat aditif, yaitu kadar komponen vitamin c dan kadar komponen natrium benzoat.

Kadar vitamin c yang terkandung dalam sampel yaitu sebesar 3,53664 mg dan kadar natrium benzoat yang terkandung dalam sampel sebesar 115,757 mg.

DAFTAR PUSTAKA

Day, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Page 68: Laporan Praktikum Sieving

Lampiran

A. Data Pengamatan

1. Cara pembuatan larutan

a)

KH2PO4

Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah yang diperlukan

Dilarutkan dalam aquades sampai volume 500 mL

Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat

LarutanKH2PO40,01 M

Dilakukan penyaringan menggunakan membrane selulosa nitrat

Dilakukan penyaringan pula dengan PTFE

Asetonitril

Page 69: Laporan Praktikum Sieving

Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic vibrator selama 15 menit

Fasagerak (pelarut)

Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan asetonitril (60:40)

b)

Zatstandar

Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c, dan kafein

Ditimbang natrium benzoat 2,5 mg, vitamin c 1 mg, dan kafein 5 mg

Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan dalam 50 mL fasa gerak

secara kuantitatif pada labu ukur

Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan ultrasonic vibrator

Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein

c)

Larutaninduk natrium benzoat, vitamin c dan kafein

Page 70: Laporan Praktikum Sieving

Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat, vitamin c, dan kafein

Dipipet masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL, 4 mL, dan 5 mL

Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL

Dihomogenkan larutannya

Disaring semua larutan standar tersebut dengan menggunakan membrane PTFE

Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup yang telah diberi label.

Dilakukan degassing selama 5 menit.

Larutanstandar

d)

Larutansampel

Pembuatan larutan sampel

Page 71: Laporan Praktikum Sieving

Dipipet 5 mL

Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara kuantitatif pada labu ukur

Dilakukan penyaringan dengan PTFE

Ditampung dalam botol vial bertutup

Larutansampel

Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan menggunakan ultrasonic

vibrator selama 5 menit.

2. Data pengamatan

Cara Kerja Pengamatan

Page 72: Laporan Praktikum Sieving

a. Pembuatan fasa gerak (pelarut)

Dihitung dan ditimbang jumlah KH2PO4 yang diperlukan

untuk membuat larutan KH2PO4 0,01 M sebanyak 500

mL dalam aquades

Di ‘ajust’ pH pada nilai 2,65 dengan asam fosfat

Dilakukan penyaringan untuk larutan KH2PO4

menggunakan membrane selulosa nitrat

Dilakukan penyaringan pula untuk asetonitril dengan

PTFE

Dihilangkan gelembung pada larutan dengan ultrasonic

vibrator selama 15 menit

Dibuat campuran larutan fasa gerak KH2PO4 dan

asetonitril (60:40)

Larutan sudah ada.

Larutan tidak berwarna

Larutan asetonitril = larutan tidak

berwarna

Larutan KH2PO4 = 120 mL

Asetonitril = 80 mL

Fasa gerak = larutan tidak berwarna

b. Pembuatan larutan induk natriun benzoat, vitamin c,

dan kafein

Ditimbang zat standar natrium benzoat 2,5 mg, vitamin

c 1 mg, dan kafein 5 mg

Dicampurkan ketiga zat standar dengan melarutkan

Page 73: Laporan Praktikum Sieving

dalam 50 mL fasa gerak secara kuantitatif pada labu

ukur

Dihomogenkan selama 5 menit menggunakan

ultrasonic vibrator.

Larutan induk natrium benzoat,

vitamin c , dan kafein = larutan tidak

berwarna

c. Pembuatan deret larutan standar natrium benzoat,

vitamin c, dan kafein

Dipipet larutan induk masing-masing 1 mL, 2 mL, 3 mL,

4 mL, dan 5 mL

Diencerkan dengan fasa gerak dalam labu ukur 10 mL

Dihomogenkan larutannya

Disaring semua larutan standar tersebut dengan

menggunakan membrane PTFE

Ditempatkan hasil saringan ke dalam vial bertutup

yang telah diberi label

Dilakukan degassing selama 5 menit

Larutan deret standar = larutan tidak

berwarna

d. Pembuatan larutan sampel

Dipipet 5 mL larutan sampel

Dilarutkan dengan fasa gerak hingga 10 mL secara

kuantitatif pada labu ukur

Dilakukan penyaringan dengan PTFE

Ditampung dalam botol vial bertutup

Dihilangkan gelembung pada larutan sampel dengan

Sampel berupa minuman MIZONE

Sampel = larutan tidak berwarna

Page 74: Laporan Praktikum Sieving

menggunakan ultrasonic vibrator selama 5 menit.

e. Penyiapan instrumen HPLC

Sementara melakukan preparasi sampel dan standar,

dihidupkan peralatan HPLC sesuai dengan langkah

berikut:

a) Dikondisikan instrumen HPLC dengan: fasa gerak

dengan sistem elusi gradien dengan kondisi:

Waktu (menit) %Asetonitril % KH2PO4

0 60 40

1 40 60

2 20 80

3 30 70

4 40 60

5 60 40

Kolom : C-18 (12,5 cm)

Panjang gelombang : 254 nm

Laju alir : 0,75 mL/menit

Volume injeksi : 20 μL

b) Dipastikan kabel penghubung listrik telah tersambung

dengan benar.

c) Ditekan tombol “ON” pada sakelar listrik.

d) Diisi botol fasa gerak dengan volume yang memadai

dan dikosongkan botol penampung.

e) Ditekan tombol “ON” pada alat, berturut-turut untuk

Laju alir diubah menjadi 0,5 mL/menit

Page 75: Laporan Praktikum Sieving

power, detektor, dan pompa.

f) Dilakukan pemrograman alat dengan komputer. Diikuti

langkahnya sesuai instruksi dalam komputer.

g) Dipilih mode yang akan digunakan sesuai dengan

parameter kondisi instrumen

h) Apabila kromatogram telah menunjukkan base line

yang mendatar , maka instrumen siap digunakan

i) Diinjeksikan berturut-turut larutan standar (dimulai

dari konsentrasi terendah), dan terakhir larutan

sampel.

j) Dicetak hasil pengukuran, dicatat kondisi

percobaannya.

k) Setelah selesai digunakan, dimatikan pompa dengan

menyoroti tanda pompa dalam komputer.

l) Ditutup file sesuai petunjuk, lalu dimatikan komputer.

m) Untuk mematikan, ditekan tombol “OFF” pada pompa,

detektor, dan power secara berurutan. Diputuskan

sambungan listrik.

Page 76: Laporan Praktikum Sieving

1. Hasil Pengukuran

Pengukuran deret standar

Vitamin C

Deret Konsentrasi Area Tr

1 2.2 184667 1.98

3 6.6 536315 2.08

4 8.8 742976 1.99

5 11 958751 2.08

Kafein

Deret Konsentrasi Area Tr

1 10.4 461895 2.54

3 31.2 1391986 2.82

4 41.6 1891473 2.55

5 52 2398312 2.84

Page 77: Laporan Praktikum Sieving

Natrium Benzoat

Deret Konsentrasi Area Tr

1 5.6 23143 4.38

3 16.8 123628 4.48

4 22.4 131803 4.46

5 28 232308 4.53

Page 78: Laporan Praktikum Sieving

B. Perhitungan

1. Pembuatan Larutan KH2PO4

Massa KH2PO4 yang diperlukan

n = MxV

m = n x Mm

= M x V x Mm

Massa KH2PO4 = 0,01 M x 0,5 L x 136 g/mol

= 0,68 gram

2. Pembuatan Larutan

standar 10 mL dari 1 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 10 ppm

Page 79: Laporan Praktikum Sieving

standar 10 mL dari 2 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 20 ppm

standar 10 mL dari 3 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 30ppm

standar 10 mL dari 4 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 40ppm

standar 10 mL dari 5 mL larutan induk

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 100 ppm = 10 mL x M2

M2 = 50 ppm

3. Pembuatan Larutan Baku Vitamin C 1000 ppm

a. vitamin C

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa Vitamin C = 22 mg

b. kafein

Konsentrasi (ppm) =

Page 80: Laporan Praktikum Sieving

1000 ppm =

Massa kafein = 104 mg

b. Natrium Benzoat

Konsentrasi (ppm) =

1000 ppm =

Massa Natrium Benzoat = 56 mg

2. Pembuatan Deret Larutan Standar Vitamin C

Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 2,2 ppm

Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 4,4 ppm

Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 6,6 ppm

Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

Page 81: Laporan Praktikum Sieving

4 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 8,8 ppm

Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 22 ppm = 10 mL x M2

M2 = 11 ppm

3. Pembuatan Deret Larutan Standar kafein

Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 10,4 ppm

Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 20,8 ppm

Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 31,2 ppm

Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

M2 = 41,6 ppm

Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 104 ppm = 10 mL x M2

Page 82: Laporan Praktikum Sieving

M2 = 52 ppm

4. Pembuatan Deret Larutan Standar natrium benzoat

Larutan Standar 1 mL

V1 M1 = V2 M2

1 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 5,6 ppm

Larutan Standar 2 mL

V1 M1 = V2 M2

2 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 11,2 ppm

Larutan Standar 3 mL

V1 M1 = V2 M2

3 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 16,8 ppm

Larutan Standar 4 mL

V1 M1 = V2 M2

4 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 22,4 ppm

Larutan Standar 5 mL

V1 M1 = V2 M2

5 mL x 56 ppm = 10 mL x M2

M2 = 28 ppm

5. Perhitungan hasil analisis

# Vitamin C

Page 83: Laporan Praktikum Sieving

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 252891x – 26551

Luas area vitamin c = 1779127

y = 252891x – 26551

1779127 = 252891x – 26551

x =

x = 7,140 ppm

Konsentrasi vitamin c dalam sampel = 7,140 ppm

Massa vitamin c = 7,140 mg/L x 10 mL

= x 10 mL

= 0,0714 mg

Kadar vitamin c = 0,0714 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar vitamin c = x

0,0714 mg

= 3,57 mg

# Natrium Benzoat

Berdasarkan kurva kalibrasi didapat persamaan garis y = 63567x –31197

Luas area natrium benzoat = 15581524

y = 63567x –31197

15581524 = 63567x –31197

x =

x = 245,610 ppm

Konsentrasi natrium benzoat dalam sampel = 245,610 ppm

Page 84: Laporan Praktikum Sieving

Massa natrium benzoat = 245,610 mg/L x 10 mL

= x 10 mL

= 2,4561 mg

Kadar natrium benzoat = 2,4561 mg/10 mL

Maka dalam 500 mL sampel mizone, kadar

natrium benzoat = x 2,4561 mg

= 122,805 mg

Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli

0

Tambahkan komentar

2.

Jan

9

laporan praktikum IR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

“PENENTUAN KEBERADAAN ZAT ADITIF PADA PLASTIK KEMSAN DENGAN

METODE SPEKTRAFOTOMETER INFRA MERAH”

(7 Desember 2012)

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah

Page 85: Laporan Praktikum Sieving

Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)

Dosen Pengampu:

Dr. Iqbal Mustafa M.Si.

Disusun Oleh:

Kelompok 11

Hanik Masfufatul Hikmah (1001114)

Vega Isma Zakia (1006336)

Novi Nurlaeli (1004563)

Page 86: Laporan Praktikum Sieving

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012

Tanggal Praktikum: 7 Desember 2012

PENENTUAN KEBERADAAN ZAT ADITIF PADA SAMPEL PLASTIK KEMASAN MELALUI PERLAKUAN PEMANASAN DENGAN MENGGUNAKAN

SPEKTROFOTOMETER IR

A. Tujuan Praktikum

1.Menentukan keberadaan zat aditif pada plastik kemasan melalui perlakuan pemanasan

Page 87: Laporan Praktikum Sieving

2.Memahami prinsip dasar spektrofotometri inframerah dan menggunakannya untuk indentifikasi zat

3.Mengembangkan kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal berkaitan dengan hasil analisis

B. Tinjauan Pustaka

Atom-atom didalam suatu molekul itu tidak diam melainkan

bervibrasi(bergetar).Ikatan kimia yang menghubungkan dua atom dapat

dimisalkan sebagai dua boa yang dihubungkan oleh suatu pegas.Bila radiasi

inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan maka molekul-molekulnya dapat

menyerap (mengabsorpsi) energi dan terjadilah transisi di antara tingkat vibrasi

dasar dan tingkat tereksitasi .Contoh suatu ikatan C-H yang bervibrasi 90 triloin

kali dalam satu detik harus menyerap radiasi inframerah pada frekuensi tersebut

untuk pindah ketingkat vibrasi tereksitasi pertama.Pengabsorpsian energi pada

frekuensi dapat dideteksi oleh spektrofotometer infra merah yang memplot

jumlah radiasi infra merah yang akan memberikan informasi enting tentang

tentang gugus fungsional suatu molekul.

Inframerah merupakan radiasi elektomagnetik dari suatu panjang

gelombang yang lebih panjang dari gelombang tampak tetapi lebih panjang dari

gelombang mikro.Spestroskopi inframerah merupakan salah satu teknik

spektroskopi yang didasarkan pada penyerapan inframerah oleh

senyawa.Karena spectrum IR memiliki panjang gelombang yang lebih panjang

dari panjang gelombang yang lain maka energy yang dihasilkan oleh spectrum

ini lebih kecil dan hanya mampu menyebabkan vibrasi atom-atom pda senyawa

yang menyerapnya.

Daerah radisai sinar inframerah terbagi menjadi 3:

1. Daerah IR dekat (13000-4000 cm-1)

Page 88: Laporan Praktikum Sieving

2. Daerah IR tengah (4000-200 cm-1)3. Daerah IR jauh (200-10 cm-1)

Kebanyakan analisis kimia berada pada daerah IR tengah.IR jauh digunakan

untuk menganalisis mzat organik,anorganik dan organologam yang memiliki

atom berat(massa atom diatas 19).Sedangkan IR dekat menganalisis kuantitatif

denagn kecepatan tinggi.Karena panjang gelombang IR lebih pendek dari

apnjang gelombang sinar tampak ataupun sinar UV maka energy IR tidak

mampu mentransisikan elekttron ,melainkamn hanya menyebabkan molekul

hanya bergetar.

Syarat molekul yang dapat menyerap sinar IR:

Vibrasi dan rotasi molekul disertai dengan perubahn netto dari momen

dwikutubnya

Molekkulnya berupa dipole atau tidak simetris

Energi radiasi =perbedaan energi molekul dalam tingkat dasardan tingkat

tereksitasi

Setiap molekul memiliki harga energy tertentu .Bila suatu senyawa menyerap

energy dari sinar IR maka tingkatrn energy didalam molekul itu akan tereksitasi

ketingkatan energy yang lebih tinggi .Sesuai dengan energy yang diserap maka

yang akan terjadi pada molekul itu adalah perubahan energy vibrasi yang diikuti

dengan perubahan energy rotasi .Interksi ini terjadi dengan syarat adnya

perubahan momen dipol sebagai akibat dari vibrasi.Radiasi medan listrik

berubah –ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan

perubahan amplitudo salah satu gerakan molekul.Selain itu energy yang

dihasilkan oleh sianr IR harus sesuai dengan energy yang dibutuhkan oleh atom

untuk bervibrasi.Senyawa seperti O2dan N2 tidak memiliki perubahn mimen

dipole dalm vibrasinya sehingga tidak dapt mengadsropsi sinar IR.

Vibrasi khas untuk suatu molekul tertentu dan biasanya disebut vibrasi finger

print.Vibrasi molekul dapat digolongkan atas dua golongan besar yaitu:

Page 89: Laporan Praktikum Sieving

Vibrasi Regangan .vibrasi ini menyangkut konstanta vibrasi antara dua atom

sepanjang sumbu ikatan

Dalam vibrasi ini atom bergerak terus sepanjang ikatan yang

menghubungkannya sehingga akan terjadi perubahan jarak antara keduanya,

walaupun sudut ikatan tidak berubah. Vibrasi regangan ada dua macam, yaitu:

a. Regangan Simetri, unit struktur bergerak bersamaan dan searah dalam satu

bidang datar.

b. Regangan Asimetri, unit struktur bergerak bersamaan dan tidak searah tetapi

masih dalam satu bidang datar.

b. Vibrasi Bengkokan (Bending), terdiri dari : scissoring, rocking, wagging, dan

twisting.

Jika sistim tiga atom merupakan bagian dari sebuah molekul yang lebih besar,

maka dapat menimbulkan vibrasi bengkokan atau vibrasi deformasi yang

mempengaruhi osilasi atom atau molekul secara keseluruhan. Vibrasi

bengkokan ini terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

1. Vibrasi Goyangan (Rocking), unit struktur bergerak mengayun asimetri tetapi

masih dalam bidang datar.

Page 90: Laporan Praktikum Sieving

2. Vibrasi Guntingan (Scissoring), unit struktur bergerak mengayun simetri dan

masih dalam bidang datar.

3. Vibrasi Kibasan (Wagging), unit struktur bergerak mengibas keluar dari bidang

datar.

Vibrasi Pelintiran (Twisting), unit struktur berputar mengelilingi ikatan yang menghubungkan dengan molekul induk dan berada di dalam bidang datar.

Semakin rumit struktur semakin banyak bentuk-bentuk vibrasi yang

mungkin terjadi.Akibatnya kita akan melihat banyak pita-pit adsorpsi yang

diperoleh pada spektrum inframerah.Bahkan bisa lebih rumit bergantung pada

moekul dan kepekaan instrumen.

Berikut adalah komponen alat spektrofotometri IR

Page 91: Laporan Praktikum Sieving

Komponen :

1. Sumber Energi : Sumbernya dapat berupa Nernest atau lampu Glower, yang dibuatt dari oksida-oksida zirconium dan yttrium, berupa batang berongga dengan diameter 2mm dan panjang

30mm. batang ini dipanaskan sampai dan

akan memberikan radiasi di atas 7000 . Sumber radiasi yang biasa digunakan berupa Nernst Glower, Globar, dan Kawat Nikhrom. Nernst Glower merupakan campuran oksida dari zirkon (Zr), dan yitrium (Y) yaitu ZrO2 dan Y2O3, atau campuran oksida thorium (Th) dan serium (Ce). Nernst Glower ini berupa silinder dengan diameter 1 sampai 2 mm dan panjang 20 mm. pada ujung silinder dilapisi platina untuk melewatkan arus listrik. Nernst Glower mempunyai radiasi maksimum pada panjang gelombang 1,4 µm atau bilangan gelombang 7100 cm-1. Globar merupakan sebatang silicon karbida (SiC) biasanya dengan diameter 5 mm dan panjang 50 mm. radiasi maksimum Globar terjadi pada panjang gelombang 1,8-2,0 µm atau bilangan 7100 cm-1. Kawat Nikhrom merupakan campuran nikel (Ni) dan Krom (Cr), mempunyai radiasi lebih rendah dari Nernst Glower dan Globar.

2. Monokromator: digunakan untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginan, sehingga diperoleh sinar yang monokromatis, terdiri dari sistem celah (masuk-keluar) tempat sinar dari sumber radiasi masuk ke dalam sistem monokromator; alat pendispersi berupa prisma/kisi difraksi akan menguraikan sinar menjadi komponen panjang gelombang. Monokromator yang digunaan untuk alat infra merah umumnya terbuat dari berbagai macam bahan, missal:prisma (umumnya dalam littrow

Page 92: Laporan Praktikum Sieving

mounting) dan celah yang terbuat dari gelas, lelehan silika,

Tetapi pada umumnya

prisma NaCl digunaan untuk daerah dan

prisma KBR untuk . 3. Wadah sampel : Berfungsi untuk

menaruh/meletakkan/melekatkan sampel yang akan dianalisis. Wadah sampel yang digunakan disesuaikan pada bentuk fisik sampel yang akan dianalisis. Wadah sampel tergantung dari jenis sampel. Untuk sampel berbentuk gas digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 m. hal ini dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel. Wadah sampel untuk sampel berbentuk cairan umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm biasanya dibuat lapisan tipis (film) di antara dua keping senyawa yang transparan terhadap radiasi inframerah. Dapat pula dibuat larutan yang kemudian dimasukkan ke dalam sel larutan.Wadah sampel untuk padatan mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm (seperti wadah sampel untuk cairan). Sampel berbentuk padatan ini dapat dibuat pellet, pasta, atau lapis tipis. Pelet KBr dibuat dengan menggerus sampel dan Kristal KBr (0,1 – 2,0 % berdasar berat) sehingga merata kemudian ditekan sampai diperoleh pelet atau pil tipis. Pasta (mull) dibuat dengan mencampur sampel dan setetes bahan pasta sehingga merata kemudian dilapiskan di antara dua keping NaCl yang transparan terhadap radiasi inframerah. Bahan pasta yang biasa digunakan adalah parafin cair. Lapis tipis dibuat dengan meneteskan larutan dalam pelarut yang mudah menguap pada permukaan kepingan NaCl dan dibiarkan sampai menguap.

Page 93: Laporan Praktikum Sieving

Sampel Padatan

Nujol Mull:

Cara persiapan sampel dengan menggunakan Nujol Mull yaitu: Sampel digerus dengan mortar dan pestle agar diperoleh bubuk yang halus. Dalam jumlah yang sedikit bubuk tersebut dicampur dengan Nujol agar terbentuk pasta, kemudian beberapa tetes pasta ini ditempatkan antara dua plat sodium klorida(NaCl) yang transparan terhadap radiasi inframerah.Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis.

Pelet KBr

Sedikit sampel padat dan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) (kira-kira 1 - 2 mg) (0,1 – 2,0 % berdasar berat Campuran ini kemudian ditempatkan dalam cetakan dan ditekan dengan menggunakan alat tekanan mekanik. Tekanan ini dipertahankan beberapa menit, kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis. Pelet KBr dibuat dengan menggerus sampel dan Kristal KBr (0,1 – 2,0 % berdasar berat) sehingga merata kemudian ditekan sampai diperoleh pelet atau pil tipis.

Page 94: Laporan Praktikum Sieving

Preparasi sampel lapisan tipis menggunakan sampel holder yang tersedia (window)

Sampel Cairan

Bentuk ini adalah paling sederhana dan metode yang paling umum pada persiapan sampel. Setetes sampel ditempatkan antara dua plat KBr atau plat NaCl untuk membuat film tipis.

Page 95: Laporan Praktikum Sieving

Kemudian plat ditempatkan dalam tempat sampel alat spektroskopi inframerah untuk dianalisis. umumnya mempunyai panjang berkas radiasi kurang dari 1 mm Dapat pula dibuat larutan yang kemudian dimasukkan ke dalam sel larutan.

Sampel Gas

Untuk sample gas gas, dibutuhkan sebuah sel silinder/tabung gas dengan jendela pada setiap akhir pada sebuah material yang tidak aktif inframerah seperti KBr, NaCl atau CaF2. Sel biasanya mempunyai inlet dan outlet dengan keran untuk mengaktifkan sel agar memudahkan pengisian dengan gas yang akan dianalisis. Untuk sampel berbentuk gas digunakan sel gas dengan lebar sel atau panjang berkas radiasi 40 m. hal ini dimungkinkan untuk menaikkan sensitivitas karena adanya cermin yang dapat memantulkan berkas radiasi berulang kali melalui sampel.

5.Detektor : alat yang mengukur atau mendeteksi energi radiasi akibat pengaruh panas. Berbeda dengan detector lainnya (misalnya phototube), pengukuran radiasi infra merah lebih sulit karena intensitas radiasi rendah dan energi foton infra merah juga rendah. Akibatnya signal dari detector infra merah ecil sehingga dalam penguurannya harus diperbesar dengan menggunaan amplifier. Terdapat dua macam detector yaitu thermocouple dan bolometer.

6.Rekorder : alat perekam untuk mempermudah dan mempercepat pengolahan data dari detector.

Page 96: Laporan Praktikum Sieving

Plastik merupakan polimer sintetik yang erbentuk dari reaksi polimerisasi monomer-monomernya seperti diperlihatkan pada reaksi berikut.

R R

 

Keberadaan gugus R akan mempengaruhi jenis sifat kimia,sifat mekanik dan penggunaan jenis-jenis polimer karena perbedaan gugus R dapat ditentukan melalui metode spektrometri IR zat aditif bermassa molekul rendah sering ditambahkan kedalam polimer untuk memperoleh sifat-sifat yang berkaitan dengan keterbakaran dan keluwesannya.Zat aditif ini dapat berpindah kedalam makanan minuman jika mengalami kontak yang cukup lama dengan makanan atau minuman atau terkena panas.Metode spekstropi inframerah dapat digunakan untuk menentukan keberadaan zat aditif ini jika diberi perlakuan panas.

Page 97: Laporan Praktikum Sieving

Karena setiap tipe ikatan memiliki sifat

frekuensi yang khas, bahkan karena tipe ikatan dipastikan tidak akan ada dua

molekul atau senyawa yang memiliki bentuk serapan infra merah yang sama.

Bilangan gelombang yang khas untuk beberapa senyawa.Berikut ini adalah

tabel.

Spektrofotometer FTIR

Pada dasarnya spektrometer FTIR sama dengan spektrofotometer FTIR sama degan spektrofotometer IR yang membedakannya adalah pengembangan pada sistem optiknya sebelum berkas sinar inframerah melewati sampel.Sistem optik spektrofotometer IR dilengkapi dengan cermin diam.Dengan demikian radiasi inframerah akan menimbulkan perbedaan jarak yang ditempuh menuju cermin bergerak dan cermin yang diam.Pada sistem optik fourier traansform infared digunakan radiasi laser yang berfungsi sebagai radiasi yang diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah yang diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik.

C. Alat dan Bahan

Page 98: Laporan Praktikum Sieving

Alat

Gunting 1 buah

Interferometer FTIR 1 set

Pengaduk magnet dengan dengan pemanas 1 set

Gelas kimia 1 buah

Pinset 1 buah

Bahan

Etanol                                                                          120 mL

Sampel plastik                                                          plastik wrap (2 buah film yang sudah digunting)

D. Langkah kerja

Pengukuran sampel plastik kemasan tanpa perlakuan.

Sampel plastik kemasan digunting dengan ukuran 5x5 cm, kemudian

sampel plastik dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi pelarut etanol

dingin. Sampel tersebut dikeringkan dan ditempatkan pada tempat sampel.

Selanjutnya dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrometer FTIR.

Pengukuran sampel plastik dengan perlakuan.

Page 99: Laporan Praktikum Sieving

Sampel plastik kemasan digunting dengan ukuran 5x5 cm. Sampel plastik

dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi pelarut etanol panas dan

selanjutnya terus dipanaskan selama 1 jam dengan menggunakan hotplate,

diaduk, dikeringkan dan ditempatkan pada tempat sampel. Selanjutnya

dilakukan pengukuran dengan menggunakan spektrometer FTIR.

Cara pengoprasian spektometer FTIR

1. Persiapan

Alat FTIR di ‘ON’-kan sumber arus listrik, di ‘ON’-kan alat, di ‘ON’-kan alat

komputer, ditunggu.

2. Pengukuran

Alat komputer di klik ganda shortcut, ditunggu beberapa saat sampai

keluar “dialog box”, diklik ok. Menu pada layar di klik “FTIR 8400” pada menu

instrumen, diklik “BK6 Start” untuk memulai pengukuran.

Spektra pada layar ditunggu sampai menghilang, ditempatkan sampel

siap ukur pada tempat sampel dari alat inferometer, diisi dialog box dengan

identitas sampel, diklik “sampel start”, ditunggu spektra yang diperoleh. Spektra

yang diperoleh muncul di layar, diklik peak tabel “pada menu “calc” untuk

memunculkan harga bilangan gelombang, treshold dan norse level ditentukan

untuk mengatur pemunculan harga bilangan gelombang.

3. Mematikan FTIR

Alat komputer di ‘OFF’-kan, demikian pula dengan interferometer serta sumber

arus listriknya.

F. Hasil dan Analisis Data IR

Page 100: Laporan Praktikum Sieving

Penentuan keberadaan zat aditif pada plastik kemasan dengan menggunakan spektrometer IR. Sampel yang digunakan adalah plastik wrap. Pada praktikum ini dilakukan dua analisis sampel, yaitu analisis sampel dengan melalui pemanasan dan analisis sampel tanpa melalui pemanasan.

Sebelum sampel disimpan pada holder sampel, terlebih dahulu digunting sampel tersebut dengan ukuran kira-kira 3x3 cm sebanyak 2 buah. Sampel yang pertama dicelupkan kedalam larutan etanol tanpa melalui pemanasan, hal ini bertujuan agar pengotor-pengotor yang ada pada plastik dapat terlarut. kemudian dikeringkan dan apabila sudah kering, maka sampel bisa disimpan pada holder sampel dan kemudian d analisis. Sedangkan sampel yang kedua, dicelupkan pada pelarut etanol, lalu dipanaskan selama satu jam, pemanasan sampel pada pelarut etanol ini bertujuan untuk melarutkan zat aditif yang terdapat pada plastik wrap. Setelah itu dikeringkan dan disimpan disampel holder baru bisa dianalisis. Dari perbedaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan zat aditif pada sampel plastik dengan membandingkan spektrum yang sebelum pemansan dan yang sesudah pemanasan. Dalam hal ini diharapkan pada spektra sampel yang melalui perlakuan pemansan, ada beberapa peak yang hilang yang diduga adalah peak dari zat aditif.

Selain itu pada proses pergantian, pemberian perlakuan, dan pengeringan plastik wrap. Plastik wrap tidak boleh disentuh secara langsung oleh kulit, melainkan harus menggunakan pinset. Hal ini agar plastik tidak terkena lemak yang terdapat pada tangan yang dapat mempengaruhi hasil spektra IR yang akan diperoleh. Karena dalam lemak terdapat gugus asam karboksilat dan alkil yang dapat terdeteksi oleh IR.

Page 101: Laporan Praktikum Sieving

Sampel yang telah dianalisis dengan menggunakan FTIR, baik yang melalui pemanasan dan yang tanpa melalui pemanasan dibandingkan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh proses pemanasan terhadap keadaan zat aditif plastik yang ditandai dengan perubahan pada spektra IR yang dihasilkan.

Analisi spektra plastik wrap tanpa pemanasanPada spektra yang dihasilkan terhadap beberapa puncak spektra yaitu terdapat minimal 13 puncak yang teridentifikasi, akan tetapi secara umum terdapat 4 puncak dominan, yaotu pada bilangan gelombang (719.4 ; 1463.9 ; 2850.6 ; 2914.2) cm-1. Dibawah ini gugus-gugus yang sesuai dengan bilangan gelombang diatas.

Bilangan Gelombang

(cm-1)

Penafsiran

719,4 Menunjukan adanya C- Cl

1463,9 Menunjukan adanya CHx (sp3) bending

2850,6 Menunjukan adanya gugus OH

2914,2 Menunjukan adanya alkil C-H streching

Page 102: Laporan Praktikum Sieving

Analisis spektra plastik wrap yang melalui pemanasanPada plastik yang melalui pemanasan terdapat beberapa puncak yang dihasilkan, yaiti sebagai berikut :

Dari sampel plastik kemasan spektra yang muncul sebelum dan setelah pemanasan dikatakan sama. Hal ini terlihat ketika kedua spektra tersebut digabung dalam satu gambar. Dari kedua spektra tersebut dapat dilihat adanya empat peak dengan intensitas yang tajam.

Bilangan Gelombang

(cm-1)

Penafsiran

719,4 Menunjukan adanya C- Cl

1463,9 Menunjukan adanya CHx (sp3) bending

2850,6 Menunjukan adanya gugus OH

2914,2 Menunjukan adanya alkil C-H streching

Page 103: Laporan Praktikum Sieving

Dari spektra FTIR untuk sampel plastik dengan perlakuan pemanasan diperoleh peak-peak yang mirip dengan peak-peak pada spektra FTIR untuk sampel tanpa pemanasan (terjadi overlapping kedua spektra), dapat dikatakan tidak berubah. Ini menandakan bahwa komposisinya tidak berubah dengan pemanasan, tidak ada spesi yang larut dalam etanol. Dengan kata lain, sampel plastik kemasan yang melalui perlakuan pemanasan tidak mengandung zat aditif.

Analisis sampelPlastik wrap sering digunakan untuk membungkus

makanan, buah-buahan dan sebagainya. Maka akan ada kontak langsung antara plastik wrap dengan makanan sehingga ada kemungkinan sebagian dari zat aditif yang terkandung dalam plastik wrap akan tertinggal pada makanan, karena didalam makanan terdapat bahan-bahan organik (lemak, minyak, alkohol) yang dapat melarutkan polimer pada plastik wrap keadaan panas. Dan jika ini terjadi, maka besar kemungkinan zat tersebut ikut terkonsumsi. Jika ada bagian dari polimer yang terdapat pada plastik wrap yang termakan akan berdampak buruk bagi kesehatan.

Plastik wrap terbuat dari polimer, yaitu polivinilklorida (PVC). PVC merupakan polimer yang berasal dari vinilklorida sebagai monomernya. Vinilklorida merupakan molekul aktif infra merah, artinya molekul yang memiliki momen dipol asimetris sehingga molekul vinilklorida dapat terdeteksi keberadaannya didalam plastik wrap.

Berdasarkan penafsiran tersebut, diduga bahwa sampel plastik wrap yang digunakan merupakan polivinilklorida (PVC), polimer dari vinilklorida.

Page 104: Laporan Praktikum Sieving

 

Spektrum FTIR untuk PVC, dapat diperkirakan karena struktur dari PVC sudah diketahui. Pada PVC ada beberapa ikatan yaitu, C-C, C-H, CH2. Diperkirakan akan ada tiga peak yang paling tampak yaitu pada katan C-H, CH2 pada alkana dan juga ikatan C-Cl. Ini menunjukan bahwa terjadi perubahan komposisi dalam sampel yang dipanaskan, ada komponen yang larut. Dengan kata lain, terdapat zat aditif dalam sampel plastik kemasan yang melalui pemanasan, dan diperkirakan adalah bis(2-etiheksil) adipat.

Rumus molekulnya adalah :

Page 105: Laporan Praktikum Sieving

Adanya sebagian dari PVC yang terlarut dalam pelarut organik, dapat diketahui dari spektrum yang muncul antara sebelum pelarutan dan pemanasan dengan setelah pelarutan dan pemanasan. Jika ada PVC yang terlaru ketika pelarutan disertai pemanasan, spektrum setelah pelarutan akan menunjukan perbedaan dengan spektrum sebelum pemanasan.

Perbedaannnya terletak pada peak yang akan muncul. Peak yang akan muncul akan berkurang atau bisa jadi hilang sama sekali. Pada praktikum yang dilakukan kali ini, pada plastik wrap yang dianalisis peak yang dominan antara sampel plastik yang melalui pemanasan dan tanpa melalui pemansan memiliki kesamaan, akan tetapi setelah kedua kromatogram dibandingkan dengan cara menggabungkannya, terdapat peak-peak yang hilang, meski peak yang hilangnya itu bukan dari peak yang dominan, melainkan peak-peak antaranya. Maka dengan ini ada gugus fungsi yang terlarut pada pelarut organik dengan melalui pemanasan. Oleh karena itu, gugus fungsi ini merupakan zat aditif yang ditambahkan pada plastik. Dilihat dari frekuensi dan rumus struktur zat aditif yang sudah ada, dapat disimpulkan bahwa zat aditif pada plastik wrap adalah PVC.

Fakta tentang kandungan zat aditif ini menunjukan bahwa sampel plastik kemasan melalui pemanasan tidak layak digunakan untuk pengemasan makanan terutama yang dalam perlakuannya melibatkan pemanasan.

Kesimpulan

Page 106: Laporan Praktikum Sieving

Dari hasil praktikum kali ini bahwa plastik wrap yang dianalisis mengandung zat aditif. Zat aditif yang terkandung ialah dari PVC.

DAFTAR PUSTAKADay, R.A., A.L. Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta:

Erlangga.Hendayana, Sumar. (2006) . KIMIA PEMISAHAN Metode Kromatografi

dan Elektroforensis Modern. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.Tim Kimia Analitik Instrumen. (2009). Penuntun Praktikum Kimia

Analitik Instrumen (KI 512). Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Page 107: Laporan Praktikum Sieving

LAMPIRAN

1. Data Pengamatan

Bagan Alir Pengamatan

Sampel plastik

Guntingan 1

digunting dengan ukuran

3x3cm

ditempatkan dalam gelas kimia berisi pelarut etanol dingin

dikeringkan

Sampel plastik wrap

Pelarut etanol yang digunakan 50 mL

Sampel plastik wrap dikeringkan ± 5 menit

Sampel disesuaikan dengan ukuran sampel holder

Berupa spektra IR

Page 108: Laporan Praktikum Sieving

ditempatkan dalam sampel holder

Hasil spektra

diukur spektra IR

Hasil

dibandingkan dengan film yang diberi perlakuan

Sampel plastik

Guntingan 2

digunting dengan ukuran

3x3cm

Pelarut etanol yang digunakan ±120 mL Sampel dipanaskan ± 1 jam Sampel dikeringkan selama ± 5 menit Sampel disesuaikan dengan ukuran

sampel holder

Berupa spektra IR

Page 109: Laporan Praktikum Sieving

ditempatkan dalam gelas kimia berisi pelarut etanol

dipanaskan dan diaduk dengan magnetic stirrer selama 1 jam

dikeringkan

ditempatkan dalam sampel holder

diukur spektra IR

Hasil spektra

Hasil

dibandingkan dengan film yang tanpa perlakuan

Page 110: Laporan Praktikum Sieving

\

Spektrum IR tanpa pemanasan

Page 111: Laporan Praktikum Sieving

Spektrum IR melalui pemanasan

Page 112: Laporan Praktikum Sieving

Gabungan Spektrum IR tanpa pemanasan dan Spektrum IR melalui pemanasan

Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli

0

Tambahkan komentar

3.

Jan

9

Page 113: Laporan Praktikum Sieving

laporan praktikum AAS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA INSTRUMEN

Penentuan Kadar Tembaga pada Sampel Air Limbah Menggunakan Spektrometer Serapan Atom (SSA)

Tanggal Praktikum : 02 November 2012

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 11

HANIK MASFUFATUL 1001114

NOVI NURLAELI 1004563

VEGA ISMA ZAKIAH 1006336

Page 114: Laporan Praktikum Sieving

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2012

Tanggal Praktikum : 02 November 2012

Judul Praktikum :

Penentuan Kadar Tembaga pada Sampel Air Limbah Menggunakan

Spektrometer Serapan Atom (SSA)

Tujuan Praktikum :

1. Mempreparasi sampel air limbah yang akan ditentukan kadar tembaganya

dengan alat spektrometer serapan atom.

2. Menyiapkan larutan kerja dari larutan “stock” yang tersedia.

3. Memahami prinsip penentuan kadar logam dalam suatu sampel dengan alat

spektrometer serapan atom.

4. Menentukan kadar Cu(II) dalam sampel air limbah menggunakan spektrometer

serapan atom.

A. DASAR TEORI

Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic Absorbtion

Spectroscophy (AAS) adalah metode spektrometri yang didasari oleh adanya

serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible (vis) oleh atom-atom suatu

unsur dalam keadaan dasar yang berada di dalam nyala api. Cahaya UV atau vis

yang diserap berasal dari energi yang diemisikan oleh sumber energi tertentu.

Page 115: Laporan Praktikum Sieving

Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang

tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalnya Natrium menyerap pada 589

nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Kalium pada 766,5 nm. Cahaya pada

panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat

elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan

absorbansi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada

keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi.

Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan dasar

sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum Lambert-Beer

yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :

A = a b C

Keterangan : A = absorbansi/daya serap

a = absorftivitas

b = lebar kuvet (cm)

C = konsentrasi

Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linier antara absorbansi

(sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X) , kita dapat menentukan konsentrasi suatu

sempel.

Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit atomisasi, berupa

nyala api dari pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksidan ; (2) sumber

energi, berupa hollow cathode; dan (3) unit pengukur fotometrik, terutama

berupa detektor yang dapat mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.

Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi dengan

cahaya melalui absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika suatu atom pada

keadaan dasar dikenai sinar maka atom tersebut akan tereksitasi dari keadaan

dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi. Energi dari atom yang tereksitasi

tersebut dijadikan sebagai dasar pengukuran untuk AAS.

Proses Spektroskopi Serapan Atom ini meliputi :

1. Atomic Absorption (Absorpsi Atom)

Page 116: Laporan Praktikum Sieving

Logam akan mengabsorpsi energi cahaya. Cahaya yang diabsorpsi spesifik

sekali untuk tiap unsur tersebut.

2. Atomic Emission (Emisi Atom)

Dalam atom, proses eksitasi terjadi setelah atom menerima energi. Sebagian

energi tersebut digunakan untuk mengeksitasi atom. Pada saat kembali pada

keadaan dasarnya, terjadi pelepasan energi yang berbentuk gelombang

elektromagnetik.

Prinsip kerja instumentasi spektroskopi serapan atom

Atom-atom dari sampel yang berbeda menyerap cahaya dengan

panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom

tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum mekanika kuantum yang menyatakan

bahwa atom tidak naik ke tingkat energi yang lebih tinggi secara bertahap (tanpa

harus menjadi intermeditnya). Dan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi , atom

akan menyerap energi yang banyak. Saat absorbansi ini dilewatkan pada sinar

UV, beberapa dari sinar akan terserap. Serapan dari sinar UV iini yang

menimbulkan panjang gelombang yang spesifik. Dengan menyerap energi, atom

dalam keadaan dasar mengalami eksitasi dan keadaan ini bersifat labil, sehingga

atom akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang

berbentuk radiasi.

Cara kerja instumentasi spektroskopi serapan atom

Atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda menyerap cahaya yang

berasal dari lampu katoda. Analisis dari suatu sampel yang mengandung unsur

menggunakan cahaya hasil emisi dari unsur tersebut. Misalnya tembaga, lampu

yang mengandung unsur tembaga memancarkan berkas cahaya hasil emisi yang

diserap oleh tembaga dari sampel. Kemudian cahaya menuju ke copper

dilewatkan kedalam nyala api. Dalam AAS, sampel diatomisasi menjadi atom-

atom bebas keadaan dasar dalam bentuk uap, dan sebuah cahaya radiasi

elektromagnetik dihasilkan dari emisi atom-atom tembaga yang tereksitasi pada

lampu, yang diarahkan pada sampel yang diuapkan. Sebagian radiasi diserap

oleh atom pada sampel, semakin banyak atom dalam keadaan bentuk uap

semakin besar radiasi yang diserap oleh atom pada sampel. Jumlah cahaya yang

Page 117: Laporan Praktikum Sieving

diserap sebanding dengan jumlah atom-atom tembaga. Kemudian radiasi

tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Dari detektor menuju

amplifier yang dipakai untuk membedakan kembali radisi yang berasal dari

sumber radiasi dan radiasi yang berasal dari nyala api. Selanjutnya sinar masuk

menuju read out untuk mencatat hasil. Kurva kalibrasi dibentuk dari perjalanan

sampel yang diketahui konsentrasinya.

Gambar diagram skema spektrometer serapan atom

Komponen-komponen instumentasi spektroskopi serapan atom

1. Sumber Sinar

Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi

absorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi eksitasi atom bersifat

terkuantisasi, oleh karena itu sumber sinar harus memberikan radiasi sinar yang

spesifik pula. Energi sinar yang khas dapat diperoleh dari peristiwa emisi sinar

dari lampu katoda berongga (Hollow Cathode Lamp).

Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0,001 nm, maka tidak mungkin

untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu, seperti pada spektrometri

molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut :

a) Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari pita-

pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu

digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar

Page 118: Laporan Praktikum Sieving

dari pada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai

kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan

SSA menjadi jelek.

b) Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpsi oleh atom,

maka sumber energi cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk

menghasikan energi yang besar didalam daerah panjang gelombang yang sangat

sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan

detektor photomultiplier biasa, akan tetapi didalam prakteknya hal ini tidak

efektif sehingga tidak dilakukan.

Dengan melakukan sumber cahaya tunggal, monokromator konvensional

dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut

dengan pita resonanasi. Pita resonanasi ini menunjukkan transisi atom dari

keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk

mendeteksi logam yang diukur.

Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan adalah Hollow Cathode

Lamp (HCL) yang memberikan energi sinar khas untuk setiap unsur. Elektroda

Hollow Cathode Lamp biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga

dilapasi dengan unsur murni atau campuran dari unsur murni yang dikehendaki.

Hollow Cathode Lamp dapat berupa unsur tunggal atau kombinasi beberapa

unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, dan Sn). Lampu katode terbuat dari gelas

yang membungkus suatu katode (suatu logam berbentuk silinder yang bagian

dalamnya dilapisi dengan logam yang jenisnya sama dengan unsur logam analit

yang akan dieksitasi). Anoda tungsten berbentuk kawat / batang, kedua

elektrode diselubungi oleh tabung gelas yang diisi gas inert seperti argon atau

neon pada tekanan rendah (1-5 torr). Lampu ini mempunyai potensial 500 V,

sedangkan arus berkisar antara 2-20 MA. Sumber sinar berfungsi untuk

memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral hingga terjadi absorbsi yang

diikuti peristiwa eksitasi atom. Keunggulan dari HCL adalah menghasilkan radiasi

yang sinambung dengan monokromator resolusi yang baik, sehingga hukum

Lambert-Beer dapat dipakai menghasilkan intensitas radiasi yang kuat.

Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda diberi

tegangan, arus lustrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi. Ion-ion

Page 119: Laporan Praktikum Sieving

yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda

yang menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang

tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan

melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan

melalui atom yang berada dalam nyala.

2. Chopper

Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari sumber

sinar menjadi berselang-seling (untuk membedakan sinar dari emisi atom dalam

nyala yang bersifat kontinyu). Isyarat selang-seling oleh detektor diubah menjadi

isyarat bolak-balik, yang oleh amplifier akan digandakan, sedang emisi kontinyu

bersifat searah dan tidak digandakan oleh amplifier.

3. Alat Pembakar (Proses Atomisasi)

Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan N2O, dan gas alam

seperti propana, butana, asetilen, dan H2 dan asilen. Ada tiga cara atomisasi

dalam AAS :

a) Memakai Nyala (pembakar)

Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat

mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katode tabung. Pada cara ini

larutan dikabutkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke pembakar atau

burner. Udara bertekanan (kompresor) sebagai oksidan ditiupkan ke dalam

ruang pengkabut (nebulizer) sehingga akan mengisap larutan sampel dan

membentuk aerosol kemudian dicampur dengan bahan bakar, diteruskan ke

pembakar sedangkan butir-butir yang besar akan mengalir keluar melalui

pembuangan (waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan

mudah cara kerjanya. Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi pengatoman

Page 120: Laporan Praktikum Sieving

didalam nyala rendah, sehingga membatasi tingkat kepekaan analisis yang dapat

dicapai.

Ada tiga jenis nyala dalam spektrometer serapan atom yaitu:

Udara – Propana

Jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000C) dibandingkan jenis nyala lainnya.

Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik, jika elemen yang akan diukur

mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.

Udara – Asetilen

Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS, nyala ini

menghasilkan temperatur sekitar 23000C yang dapat mengatomisasi hampir

semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca,Mo juga dapat dianalisa

menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar

terhadap gas pengoksidasi.

Nitrous – Oksida – Asetilen

Jenis nyala ini paling panas (30000C) dan sangat baik digunakan untuk

menganalisis sampel banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si, Ti,

W.

b) Tanpa Nyala (memakai tungku Grafit)

Tungku grafit dipanaskan dengan listrik (electrical thermal). Suhu dari tungku

dapat diprogram, sehingga pemanasan larutan dilakukan secara bertahap:

Tahap pengeringan (desolvasi)

Tahap pengabuan (volatilisasi, disosiasi)

Tahap pendinginan

Tahap atomisasi

Keunggulannya adalah sensitivitas lebih baik, suhu dapat diatur, jumlah

sampelnya sedikit (6 μL).

c) Tanpa Panas (dengan penguapan)

Page 121: Laporan Praktikum Sieving

Digunakan untuk menetapkan raksa (Hg) karena raksa pada suhu biasa

mudah menguap dan berada dalam keadaan atom bebas.

4. Nebulizer

Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir kabut

dengan ukuran partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan melalui kapiler

dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan, disemprotkan ke ruang

pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran

campuran gas bahan bakar, masuk ke dalam nyala, sedangkan titik kabut yang

besar dialirkan ke saluran pembuangan.

5. Spray Chamber

Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas oksidan,

bahan bakar, dan aerosol yang mengandung sampel sebelum memasuki burner.

6. Ducting

Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa

pembakaran AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar

pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya bagi

lingkungan sekitar.

7. Kompresor

Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi

untuk mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS pada waktu

pembakaran atom.

8. Burner

Page 122: Laporan Praktikum Sieving

Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu pengubahan

kabut/uap garam yang akan dianalisis menjadi atom-atom normal dalam nyala.

Merupakan bagian paling terpenting didalam main unit, karena burner

berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen, dan aquabides agar

tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secdara baik dan

merata. Lubang yang berada pada burner merupakan lubang pemantik api,

dimana pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian nyala api. Warna

api yang dihasilkan berbeda-beda tergantung pada konsentrasi logam yang

diukur.

9. Monokromator

Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi

atom didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi

diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya.

Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator.

Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan melalui celah

sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju monokromator.

Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan, mengisolasi, dan mengontrol

intensitas energi yang diteruskan ke detektor.

Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan (salah

satu atau lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar (spektrum)

yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan meniadakan λ yang lain.

Monokromator dalam AAS diletakkan setelah tempat sampel, hal tersebut guna

menghilangkan gangguan yang berasal dari spektrum kontinyu yang dipancarkan

oleh molekul-molekul gas bahan bakar yang tereksitasi didalam nyala.

10. Detektor

Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas resonansi yang

keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi arus listrik. Detektor yang

paling banyak digunakan adalah photo multifier tube. Terdiri dari katoda yang

dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu

mengumpulkan elektron.

Page 123: Laporan Praktikum Sieving

Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan

bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-dinoda yang

mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas elektron yang sampai

menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca sebagai sinyal listrik.

11. Rekorder

Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang dapat

menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.

12. Buangan pada AAS

Buangan pada AAS disimpan didalam drigen dan diletakkan terpisah pada

AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar

sedemikian rupa, agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi keatas, karena

bila hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat

pengukuran sampel sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Labu takar 50 mL 2 buah

2. Labu takar 25 mL 4 buah

3. Pipet tetes 1 buah

4. Gelas kimia 100 mL 1 buah

5. Gelas kimia 600 mL 1 buah

6. Corong kecil 1 buah

7. Pipet ukur 1 mL 1 buah

Page 124: Laporan Praktikum Sieving

8. Hot plate 1 buah

9. Kaca arloji 1 buah

10. Instrumen AAS 1 set

11. Batang pengaduk 1 buah

12. Corong dan statif 1 set

Bahan :

1. Larutan stock Cu(II) 1000 ppm 3 mL

2. Larutan sampel 50 mL

3. Aquades secukupnya

4. Larutan HNO3 pekat 6 mL

5. Kertas saring Whatmann 1 lembar

C. PROSEDUR KERJA

1. Preparasi sampel

Diambil 50 mL sampel dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 mL.

Ditambahkan 2,5 mL larutan HNO3 pekat, diaduk, kemudian diuapkan di atas hot

plate sampai volumenya menjadi 15 mL. Ditambahkan lagi 2,5 mL larutan

HNO3 pekat, lalu ditutup dengan kaca arloji, dan dipanaskan kembali sampai

warna larutan menjadi jernih. Kemudian larutan sampel didinginkan,

ditambahkan sedikit aquades dan dituangkan ke dalam labu takar 50 mL.

Volume sampel di tepatkan / tanda batas sampai dengan 50 mL dengan cara

menambahkan aquades. Kemudian larutan sampel disaring dengan kertas saring

Whatmann.

2. Pembuatan larutan blanko

Page 125: Laporan Praktikum Sieving

Sebanyak 0,349 mL larutan HNO3 16 M dipipet dan diencerkan dengan

memasukannya ke dalam gelas kimia 600 mL yang berisi aquades dengan

volume 500 mL. Larutan blanko berupa larutan HNO3 dengan pH 2.

3. Pembuatan larutan kerja Cu(II)

Larutan kerja Cu(II) dibuat dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm,

dan 25 ppm. Larutan kerja konsentrasi 5 ppm dibuat dalam labu takar 50 mL,

sedangkan untuk larutan standar lainnya dibuat dalam labu takar 25 mL. Larutan

kerja Cu(II) dalam labu takar dengan masing-masing konsentrasi, diencerkan

dengan larutan blanko sampai tanda batas.

4. Pembuatan kurva kalibrasi dan pengukuran konsentrasi sampel

Diukur absorbansi masing-masing larutan kerja yang telah disiapkan dimulai dari

konsentrasi terendah. Kemudian diukur absorbansi larutan sampel. Dibuat grafik

hubungan absorbansi vs konsentrasi dengan program Excell. Ditentukan

persamaan matematik hubungan linier antara absorbansi dengan konsentrasi.

Ditentukan konsentrasi (ppm) tembaga (II) dalam larutan contoh uji.

D. HASIL DAN ANALISIS DATA

Percobaan yang telah dilakukan adalah penentuan kadar tembaga Cu(II)

pada sampel air limbah dengan menggunakan metode spektrometer serapan

atom. Sampel yang akan dianalisa berupa air limbah yang diperoleh dari daerah

Leuwi Gajah, yang berasal dari pabrik. Pengambilan sampel diambil dari tiga

titik, dengan kedalaman yang sama. Sampel yang diperoleh berupa cairan

berwarna coklat keruh.

Untuk dapat dianalisa dengan instrumen AAS, sampel dipreparasi terlebih

dahulu. Tahap ini dilakukan agar memenuhi Hukum Lambert-Beer. Dalam tahap

preparasi dilakukan penambahan HNO3 pekat dan pemanasan. Penggunaan

HNO3 pekat ini bertujuan untuk mempermudah proses destruksi agar logam Cu

Page 126: Laporan Praktikum Sieving

dalam keadaan bebas, karena dalam sampel, logam dalam keadaan kompleks;

dalam sampel tidak hanya terdapat logam Cu saja tetapi terdapat pula logam-

logam yang lain; dan agar garam-garam yang mungkin terbentuk dapat larut,

sehingga tidak terbentuk endapan dan larutannya pun menjadi jernih. Selain itu,

digunakannya larutan HNO3 yang bersifat asam, agar terhindar dari terjadinya

pengendapan dari ion Cu2+, jika ditambahkan basa akan terbentuk endapan

Cu(OH)2. Dan fungsi pemanasan yaitu untuk mempercepat dan mengefektifkan

proses pemutusan ikatan atau destruksi berlangsung. Setelah sampel dilakukan

penambahan HNO3 pekat dan pemanasan, larutan sampel disaring dengan

kertas saring Whatmann, agar didapat larutan yang homogen.

Larutan blanko yang digunakan merupakan larutan HNO3, karena larutan

HNO3 sebagai pelarut dalam larutan sampel dan larutan standar, dengan

demikian keberadaan HNO3 tidak mempengaruhi data absorbansi yang

diperoleh dari proses pengukuran larutan standar dan larutan sampel. Dalam

pengukuran sampel ini, digunakan metode adisi standar. Karena diduga adanya

kadar Cu2+ dalam larutan sampel sedikit. Sehingga jika larutan diukur

dikhawatirkan bahwa absorbansinya tidak terbaca. Larutan blanko yang dibuat,

diencerkan sampai pH 2 yang bersifat asam, agar atom Cu dalam keadaan

bebas/netral dan tidak terbentuk endapan.

Pada pembuatan larutan kerja Cu(II), dibuat dengan berbagai konsentrasi

yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm. Maka analisis kuantitatif

dilakukan dengan cara kurva kalibrasi antara absorbansi (sumbu y) dengan

konsentrasi Cu (sumbu x).

Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi sampel dan pembuatan kurva

kalibrasi. Dari data pengamatan nilai absorbansi yang didapat, semakin besar

konsentrasi suatu larutan, maka semakin besar pula nilai absorbansi atau

penyerapan cahaya oleh atom.

Dari hasil pengamatan, diperoleh persamaan garis y = 0,0455x dengan R2 =

0,9794. Dari kurva tersebut, dilihat bahwa absorbansi berbanding lurus dengan

konsentrasi. Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert-Beer A = a b C . Dari

persamaan garis ini diperoleh kadar Cu(II) dalam sampel sebesar 0,2198 ppm.

E. KESIMPULAN

Page 127: Laporan Praktikum Sieving

Pengambilan sampel dari beberapa titik dengan kedalaman yang sama,

kemudian dihomogenkan agar diperoleh sampel yang dapat dianalisis oleh

instrumen AAS. Preparasi sampel dilakukan proses destruksi dengan

penambahan larutan HNO3 pekat dan proses pemanasan. Larutan kerja dibuat

dari larutan stock Cu(II) 1000 ppm dan larutan blanko, dibuat berbagai

konsentrasi yaitu 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 pppm. Prinsip

pengukuran dengan instrumen spektrometer serapan atom adalah

penyerapan/absorbansi cahaya oleh atom Cu dalam keadaan bebas/netral yang

berada pada nyala api. Pengukuran dengan spektrometer serapan atom

menghasilkan data absorbansi, dan untuk pengukuran kadar Cu(II) dilakukan

dengan metode kurva kalibrasi dari larutan kerja. Berdasarkan hasil percobaan

penentuan kadar Cu(II) pada sampel air limbah, dengan metode spektrometer

serapan atom diperoleh kadar Cu(II) dalam sampel air limbah sebesar 0,2198

ppm.

F. DAFTAR PUSTAKA

Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen. Edisi Kesatu. Semarang: IKIP

Semarang Press.

Sabarudin, Ahmad, dkk. (2000). Kimia Analitik. Bandung: IKIP Semarang.

Wiji, dkk. (2012). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung: Jurusan

Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

G. LAMPIRAN

1. Cara pembuatan larutan

a.

Sampel limbah

Page 128: Laporan Praktikum Sieving

Pembuatan larutan sampel

Dimasukkan 50 mL ke dalam gelas kimia 100 mL

Ditambahkan 2,5 mL larutan HNO3 pekat

Diaduk

Diuapkan diatas hot plate sampai volumenya menjadi 15 mL

Ditambahkan lagi 2,5 mL larutan HNO3 pekat

Ditutup dengan kaca arloji

Dipanaskan kembali sampai warna larutan jernih

Didinginkan

Ditambahkan sedikit aquades

Dituangkan ke dalam labu takar 50 mL

Ditambahkan aquades sampai tanda batas

Disaring dengan kertas saring Whatmann

Larutan sampel homogen

Page 129: Laporan Praktikum Sieving

b.

Larutan HNO3pekat

Pembuatan larutan blanko

Dipipet 0,349 mL

Diencerkan dengan aqudes sampai volume 500 mL

Larutan blanko pH 2

c. Pembuatan larutan kerja Cu(II)

Dipipet masing-masing 0,25 mL (5 ppm), 0,25 mL (10 ppm), 0,375 mL (15 ppm),

0,5 mL (20 ppm), 0,625 mL (25 ppm)

Dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL, untuk konsentrasi 5 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan larutan blanko sampai tanda batas

Larutan kerja Cu(II)

Page 130: Laporan Praktikum Sieving

2. Data pengamatan

a. Tabel pengamatan

Cara Kerja Pengamatan

a. Preparasi sampel

Dimasukkan 50 mL ke dalam

gelas kimia 100 mL

Ditambahkan 2,5 mL larutan

HNO3 pekat

Diaduk

Diuapkan diatas hot plate

sampai volumenya menjadi

15 mL

Ditambahkan lagi 2,5 mL

larutan HNO3 pekat

Ditutup dengan kaca arloji

Dipanaskan kembali sampai

warna larutan jernih

Didinginkan

Ditambahkan sedikit

aquades

Dituangkan ke dalam labu

takar 50 mL

Ditambahkan aquades

sampai tanda batas

Disaring dengan kertas

saring Whatmann

Sampel berupa air limbah berwarna

coklat keruh

Air limbah diadisi, ditambahkan

larutan Cu 1000 ppm, sebanyak 10

mL

Larutan HNO3 pekat = larutan tidak

berwarna

Campuran air limbah + HNO3 pekat =

larutan berwarna coklat

Ditambahkan lagi HNO3 pekat =

campuran berwarnakuning muda

Setelah selesai dipanaskan,

campuran berupa larutan berwarna

kuning

Ketika didinginkan, daerah dinding

gelas kimia berwarna kuning

Larutan sampel berwarna kuning

Larutan sampel homogen berwarna

kuning

Page 131: Laporan Praktikum Sieving

b. Pembuatan larutan blanko

Dipipet 0,349 mL

Diencerkan dengan aqudes

sampai volume 500 mL

Larutan HNO3 = larutan tidak

berwarna

Larutan blanko = larutan tidak

berwarna

c. Pembuatan larutan kerja

Cu(II)

Dipipet masing-masing 0,25

mL (5 ppm), 0,25 mL (10

ppm), 0,375 mL (15 ppm),

0,5 mL (20 ppm), 0,625 mL

(25 ppm)

imasukkan ke dalam labu

takar 25 mL, untuk

konsentrasi 5 ppm

dimasukkan ke dalam labu

takar 50 mL

Diencerkan dengan larutan

blanko sampai tanda batas

Larutan stock Cu 1000 ppm =

berwarna biru muda

Laruta kerja Cu(II) berbagai

konsentrasi = larutan tidak berwarna

d. Pembuatan kurva kalibrasi

dan pengukuran konsentrasi

sampe

Diukur absorbansi larutan

kerja dimulai dari

konsentrasi terendah

Diukur absorbansi larutan

sampel

Dibuat grafik hubungan

absorbansi vs konsentrasi

Ditentukan persamaan

dataterlampir

Page 132: Laporan Praktikum Sieving

matematik hubungan linier

Ditentukan konsentrasi

(ppm) Cu(II) dalam larutan

contoh uji

b. Kondisi instrumen

Parameter Pengamatan

Asal Limbah pabrik daerah Leuwi Gajah

Wujud Cair

Warna Coklat keruh

Bau Tidak berbau

Logam yang di uji Logam Cu

Volume 50 mL

c. Kondisi sampel

Parameter Pengamatan

Page 133: Laporan Praktikum Sieving

Kuat arus 15 Ampere

Hollow Cathode Lamp Cu

Panjang gelombang 324,8 nm

Energi 66 %

Intergrated time 0,7 s

Reflicated 3 (triplo)

Oksidan dan fuel Oksidan : udara dan fuel : asetilen

Slit atau celah 0,7 nm

Warna nyala Biru

d. Data hasil absorbansi

larutan ppm A

0 0

5 0,23

10 0,443

15 0,589

20 0,866

25 1,235

sampel 0,465

Page 134: Laporan Praktikum Sieving

3. Perhitungan

# Pembuatan larutan blanko

ρ HNO3 = 1,39 Kg/L

Mr NO3 = 63

% HNO3 = 65 %

V HNO3 = 65% x 100 mL = 65 mL = 0,065 L

Massa HNO3 = V x ρ

= 0,065 L x 1,39 Kg/L

= 0,09035 Kg

= 90,35 g

n HNO3 =

= 1,434 mol

M HNO3 =

=

Page 135: Laporan Praktikum Sieving

= 14,34 M

pH larutan = 2 maka [larutan] = 1x 10-2 M

[HNO3] = 14,34 M ; V HNO3 = 500 mL

[larutan] x V larutan = [HNO3] x V HNO3

V HNO3 = = 0,349 mL

# Pembuatan larutan kerja Cu (II)

5 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 1000 ppm = 50 mL x 5 ppm

V1 = 0,25 mL

10 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 1000 ppm = 25 mL x 10 ppm

V1 = 0,25 mL

15 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 1000 ppm = 25 mL x 15 ppm

V1 = 0,375 mL

20 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 1000 ppm = 25 mL x 20 ppm

V1 = 0,5 mL

25 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 1000 ppm = 25 mL x 25 ppm

V1 = 0,625 mL

# Perhitungan kadar Cu(II)

Persamaan garis y= 0,0455x R2 = 0,9794

Page 136: Laporan Praktikum Sieving

Absorbansi sampel = 0,0465

y = 0,0455x

0,0465 = 0,0455x

x = 10,2198 ppm

Karena pada preparasi sampel ditambahkan larutan stock Cu dengan

konsentrasi 10 ppm, maka kadar Cu dalam air limbah adalah 10,2198 ppm – 10

ppm = 0,2198 ppm.

Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli

0

Tambahkan komentar

4.

Jan

9

laporan praktikum UV VIS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK INSTRUMEN

“PENENTUAN KADAR Fe (II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS”

(12 Oktober 2012)

Page 137: Laporan Praktikum Sieving

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah

Praktikum Kimia Analitik III: Kimia Analitik Instrumen (KI431)

 

Dosen Pembimbing :

Dra. Zakiyah, M.Si.

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Page 138: Laporan Praktikum Sieving

Hanik M. H (1001114)

Novi Nurlaeli (1004563)

Vega Isma Zakiah (1006336)

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2012

Page 139: Laporan Praktikum Sieving

Tanggal Praktikum: 12 Oktober 2012

PENENTUAN KADAR Fe(II) DALAM SAMPEL AIR LEDENG MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER VISIBLE

A. Tujuan Praktikum

Menentukan kadar FE(II) dalam sampel air ledeng dengan menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis dan dapat mengoperasikan alat spektrofotometer visibel.

B. Tinjauan pustakaSpektroskopi UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang

menggunakan sumber radiasi elektromegnetik ultraviolet dan sinar tampak dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Prinsip dari spektrofotometer UV-Vis adalah penyerapan sinar tampak untuk ultra violet dengan suatu molekul dapat menyebabkan terjadinya eksitasi molekul dari tingkat energi dasar (ground state) ketingkat energi yang paling tinggi (excited stated). Pengabsorbsian sinar ultra violet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang absorbsi maksimum dapat dikolerasikan dengan jenis ikatan yang ada didalam molekul. (Sumar hendayana. 1994 : 155)

Penentuan kadar besi berdasarkan pada pembentukan senyawa kompleks berwarna antara besi (II) dengan orto-fenantrolin yang dapat menyerap sinar tampak secara maksimal pada panjang gelombang tertentu. Banyak sinar yang diserap akan berkorelasi dengan kuantitas analit yang terkandung di dalamnya sesuai dengan Hukum Lambert-Beer. (Wiji, dkk. 2010)

Page 140: Laporan Praktikum Sieving

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan  sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan metode pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer ini digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.

Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda.

Besi memiliki dua tingkat oksidasi, yaitu Fe2+ (ferro) dan Fe3+ (ferri). Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk mereduksi besi(III) menjadi besi(II) diantaranya seng, ion timah(II), sulfit, senyawa NH2OH.HCl, hidrazin, hidrogen sulfida, natrium tiosulfat, vitamin C, dan hidrokuinon. Pemilihan reduktor ini tergantung suasana asam yang digunakan dan keberadaan senyawa lain dalam cuplikan yang akan dianalisis. Umumnya besi cenderung untuk membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada dalam bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawa-senyawa tertentu. (Othmer, Kirk, 1978).

Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan terlebih dahulu yang ditandai dengan pembentukan warna spesifik sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa pengompleks yang dapat digunakan diantaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon, dan

Page 141: Laporan Praktikum Sieving

fenantrolin. Pada percobaan ini pengompleks yang digunakan adalah 1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini tahan lama dan stabil pada range pH 2-9. Metode tersebut sangat sensitif untuk penentuan besi (Vogel, 1985). Pengukuran menggunakan metode fenantrolin dengan pereduksi hidroksilamin hidroklorida dapat diganggu oleh beberapa ion logam, misalnya bismut, tembaga, nikel, dan kobalt.

Senyawa kompleks berwarna merah-orange yang dibentuk antara besi (II) dan 1,10-phenantrolin (ortophenantrolin) dapat digunakan untuk penentuan kadar besi dalam air yang digunakan sehari hari. Reagen yang bersifat basa lemah dapat bereaksi membentuk ion phenanthrolinium, phen H+ dalam medium asam. Pembentukan kompleks besi phenantrolin dapat ditunjukkan dengan reaksi:

Fe2+ + 3 phen H+ ⇌ Fe(phen)32+ + 3H+

Dimana strukturnya adalah:

Page 142: Laporan Praktikum Sieving

1,10-phenantrolin Fe(phen)32+

Tetapan pembentukan kompleks adalah 2.5×10-6 pada 25oC. Besi (II) terkomplekskan dengan kuantitatif pada pH 3-9. pH 3,5 biasa direkomendasikan untuk mencegah terjadinya endapan dari garam garam besi, misalnya fosfat. Kelebihan zat pereduksi, seperti hidroksilamin diperlukan untuk menjamin ion besi berada pada keadaan tingkat oksidasi 2+.

Saat sinar mengenai larutan bening, maka akan terjadi 2 hal:

1. TransmisiTransmitan larutan merupakan bagian dari sinar yang diteruskan melalui larutan.

2. AbsorpsiCahaya akan diserap jika energi cahaya tersebut sesuai dengan energi yang dibutuhkan untuk mengalami perubahan dalam molekul. Absorbansi larutan bertambah dengan pengurangan kekuatan sinar.Hukum Lambert-Beer:

Dengan: A = absorbansi

Io = intensitas sinar datang

I = intensitas sinar yang diteruskan

a = tetapan absorptivitas

Page 143: Laporan Praktikum Sieving

l = panjang jalan sinar / kuvet

c = konsentrasi

Syarat-syarat penggunaan hukum Lambert-Beer:

1. Syarat KonsentrasiHukum Beer baik untuk larutan encer. Pada konsentrasi

tinggi (biasanya 0,01M), jarak rata-rata diantara zat-zat pengabsorpsi menjadi kecil sehingga masing-masing zat mempengaruhi distribusi muatan tetangganya. Interaksi ini dapat mengubah kemampuan untuk mengabsorpsi cahaya pada panjang gelombang yang diberikan. Oleh karena interaksi ini bergantung pada konsentrasi, maka peristiwa ini menyababkan penyimpangan dari kelinearan hubungan di antara absorbansi dengan konsentrasi. Pengaruh serupa kadang-kadang terjadi didalam larutan yang mengandung konsentrasi zat pengabsorpsi yang rendah tapi konsentrasi zat non-pengabsorpsi yang tinggi, terutama elektrolit. Interaksi elektrostatis ion-ion yang berdekatan dengan zat pengabsorpsi akan mempengaruhi harga molar absortivitas; pengaruh ini dapat dihindari dengan cara pengenceran.

Pengaruh interaksi molekul-molekul tak berarti pada konsentrasi dibawah 0,01M kecuali untuk ion-ion organik tertentu yang molekulnya besar.

2. Syarat Kimia

Zat pengabsorpsi tidak boleh terdisosiasi, berasosiasi, atau bereaksi dengan pelarut menghasilkan suatu produk pengabsorpsi spektrum yang berbeda dari zat yang dianalisis.

3. Syarat Cahaya

Page 144: Laporan Praktikum Sieving

Hukum Beer hanya berlaku untuk cahaya yang betul-betul monokhromatik (cahaya yang mempunyai satu panjang gelombang) .

4. Syarat KejernihanKekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel

koloid misalnya menyebabkan penyimpangan hukum Beer. Sebagian cahaya dihamburkan oleh hukum pertikel-partikel koloid akibatnya kekuatan cahaya yang diabsorpsi berkurang dari cahaya yang seharusnya.

Larutan senyawa berwarna mampu menyerap sinar tampak yang melalui larutan tersebut. Jumlah intensitas sinar yang diserap tergantung pada macam yang ada di dalam larutan, konsentrasi panjang jalan dan intensitas sinar yang diserap dinyatakan dalam Hukum Lambert yang sudah dijelaskan di atas.Warna zat yang menyerap menentukan panjang gelombang sinar yang akan diserap, warna yang diserap merupakan warna komplemen dari warna yang terlihar oleh mata.

Pengabsorpsian sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh suatu molekul umumnya menghasilkan eksitasi elektron bonding, akibatnya panjang gelombang absorpsi maksimum dapat dikorelasikan dengan jenis ikatan yang ada di dalam molekul yang sedang diselidiki. Oleh karena itu spektroskopi serapan molekul berharga untuk mengidentifikasi gugus-gugus fungsional yang ada dalam suatu molekul. Akan tetapi yang lebih penting adalah penggunaan spektroskopi serapan ultraviolet dan sinar tampak untuk penentuan kuantitatif senyawa-senyawa yang mengandung gugus-gugus pengabsorpsi.

Mekanisme kerja alat spektrofotometer UV-Vis adalah sinar dari sumber sinar dilewatkan melalui celah masuk, kemudian sinar dikumpulkankan agar sampai ke prisma untuk didifraksikan menjadi sinar-sinar dengan panjang gelombang

Page 145: Laporan Praktikum Sieving

tertentu. Selanjutnya sinar dilewatkan ke monokromator untuk menyeleksi panjang gelombang yang diinginkan. Sinar monokromatis melewati sampel dan akan ada sinar yang diserap dan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan dideteksi oleh detektor. Radiasi yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinar listrik yang kemudian terbaca dalam bentuk transmitansi.

Instrumen pada spektroskopi UV-Vis, yaitu :1. Sumber Radiasi Lampu deuterium (λ= 190nm-380nm, umur pemakaian 500

jam) Lampu tungsten, merupakan campuran dari flamen tungsten

dan gas iodine. Pengukurannya pada daerah visible 380-900nm. Lampu merkuri, untuk mengecek atau kalibrasi panjang

gelombang pada spectra UV-VIS pada 365 nm.2. Sistem dispersi Filter

Hanya digunakan pada colorimeter murah pita ± 25-50 nm, tidak umum digunakan dalam instrumen modern

Page 146: Laporan Praktikum Sieving

Prisma Prisma kwarsa memiliki karakteristik dispersi lemah pada daerah sinar tampak (380-780) dispersi bervariasi sesuai panjang gelombang labih mahal daripada grating.

Gambar. Sistim dispersi pada monokromator dengan prisma

Difractions gratings

Dispersi kontan dengan panjang gelombang yang lebih besar daripada yang biasa digunakan.

Page 147: Laporan Praktikum Sieving

Gambar. Sistim dispersi pada monokromator dengan grating

3. Sel kuvet

Merupakan tempat penyimpanan larutan sampel atau blanko,adapun macam-macam kuvet diantaranya :

(a). Gelas

Umum digunakan pada 300-1000 nm, biasanya memiliki panjang 1 cm (atau 0.1; 0.2; 0.5; 2; atau 4 cm). Khusus untuk sinar uv adalah kwarsa. Sedangkan untuk visibel adalah gelas atu kaca.

(b). Kwarsa

Mahal, range (190-1000 nm)

(c). Sel otomatis (flow through cells)

(d). Matched cells

(e). Polistirene range (340-1000 nm) throw away type

(f). Micro cells

Page 148: Laporan Praktikum Sieving

Syarat kuvet yaitu tidak menyerap sinar yang digunakan. Bahan kuvet biasanya terbuat dari kaca, plastik, atau bahan kwarsa. Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuasa, karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Tebal kuvetnya umumnya 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragan keseluruhannya.

4. Monokromator

Alat yang paling umum dipakai untuk menghasilkan berkas radiasi dengan satu panjang gelombang. Monokromator untuk UV-VIS dan IR serupa, yaitu mempunyai celah, lensa, cermin dan prisma atau grating.

Fungsi detektor ialah sebagai penyeleksi panjang gelombang, yaitu mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis.

Monokromator terdiri dari :

Celah masuk (split)Berfungsi untuk menerima sinar yang telah dipersempit pada daerah panjang gelombang tertentu untuk diteruskan ke zat.

Lensa kolimatorBerfungsi untuk mengubah sinar menjadi berkas yang sejajar.

Media pendispersiTerdapat dua jenis, yaitu prisma dan gratting.Pada gratting atau kisi difraksi, cahaya monokromatis dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai. Kemudian dilewatkan melalui celah yang sempit yang disebut split.

Page 149: Laporan Praktikum Sieving

Ketelitian dari monokromator dipengaruhi oleh lebar celah (slif widht ) yang dipakai.

Celah keluarBerfungsi untuk mengisolasi sinar yang diinginkan.

5. Detektor

Merupakan alat untuk mendeteksi komponen yang terpisah dari kolom. Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya menjadi signal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampilan data dalam bentuk jarum petunjuk atau angka digital atau radiasi yang melewati sampel akan ditangkap oleh detektor yang akan mengubahnya menjadi besaran terukur.

Page 150: Laporan Praktikum Sieving

Syarat-syarat detektor :

a. Kepekaan yang tinggib. Waktu respon cepat dan signal minimum tanpa radiasic. Perbandingan isyarat atau signal dengan bising tinggid. Signal listrik yang dihasilkan harus sebanding dengan tenaga

radiasiSelain itu juga detektor harus menghasilkan signal yang mempunyai hubungan kuantitatif dengan intensitas sinar, dapat menangkap atau merespon energi sinar, peka dengan noise rendah, waktu respon pendek, stabil, dapat memperkuat isyarat listrik dengan mudah, dimana isyarat listrik yang dihasilkan berbanding lurus dengan intensitas.

Macam-macam detektor diantaranya yaitu :

1). Detektor selektif

Adalah detektor yang peka terhadap golongan senyawa tertentu saja, detektor ini terbagi menjadi dua, yaitu : (1). Detektor flouoresensi(2). Detektor konduktivitas listrik

2). Detektor universal

Yaitu detektor yang peka terhadap golongan senyawa apapun, kecuali pelarutnya itu sendiri. Detektor ini terbagi menjadi tiga, yaitu :

a) Detektor spektrometer massab) Detektor spektrometer infra merahc) Detektor indeks bias

Detektor indeks bias inimemberi respon terhadap senyawa yang dianalisis apapun termasuk pelarutnya sendiri. Prinsip dasar kerja detektor ini adalah perubahan indeks bias

Page 151: Laporan Praktikum Sieving

karena adanya komponen sampel dalam pelarut.. detektor ini bersifat merusak (non-destruktif), sensitivitasnya cukup tinggi (minimum 106 g) dan umumnya digunakan dalam pekerjaan preparatif.

d) Detektor uv-visDetektor uv-vis (uv-sinar tampak) paling banyak

digunakan, karena sentivitasnya baik, mudah menggunakannya, tidak merusak senyawa yang dianalisis, dan memungkinkan untuk melakukan elusi ber-gradien. Ada yang dipasang pada panjang gelombang tetap, yaitu pada panjang gelombang 254 nm, dan ada juga yang panjang gelombangnya dapat dipilih sesuai yang diinginkan, antara 190-600 nm. Detektor dengan panjang gelombang bervariabel ini ada yang dilengkapi alat untuk memilih panjang gelombang secara otomatis dan dapat me-nol-kan sendiri (auto zero). Detektor jenis ini juga ada ayang menggunakan drode arrays (sebagai pengganti photo tube), sehingga dapat melakukan pembacaan absorban yang kontinyu pada berbagai macam panjang gelombang.

Berikut jenis-jenis detektor UV-Vis, yaitu :

Barrier layer cell (photo cell atau photo votaice cell)Gambarnya :

Photo tube

Page 152: Laporan Praktikum Sieving

Lebih sensitif dari photo cell, memerlukan power suplay yang stabil dan amplifierGambarnya :

Photo mulipliersSangat sensitif, respon cepat, digunakan dalam instrumen double beam panguatan internal.Gambarnya :

6. Rekorder

Fungsi rekorder mengubah panjang gelombang hasil deteksi dari detektor yang diperkuat oleh amplifier menjadi radiasi yang ditangkap detektor kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal listrik dalam bentuk spektrum. Spektrum tersebut selanjunya dibawa ke monitor sehingga dapat dibaca dalam bentuk transmitan.

7. Read Out

Page 153: Laporan Praktikum Sieving

a) Null balance

menggunakan prinsip null balance potentiomer, tidak nyaman, banyak diganti dengan pembacaan langsung dan pembacaan digital.

b) Direct readers

absorbansi (A), konsentrasi (C), dan persen transmitan (%T), dibaca langsung dari skala

c) Pembacaan digital

mengubah signal analog ke digital dan menampilkan peraga angka light emithing diode (LED), sebagai A, %T, atau C. Dengan pembacaan meter seperti gambar, akan lebih mudah dibaca skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A = - log T.

Gambar. Pembaca transmitansi dan absorbansi pada spektrofotometer

Page 154: Laporan Praktikum Sieving

Dengan pembacaan meter seperti gambar diatas, akan lebih mudah dibaca skala transmitannya, kemudian menentukan absorbansi dengan A= -lig T. Skema dasar instrumen single beam dan double beam seperti disajikan pada gambar dibawah.

Fitur instrumen single beamBiaya rendah, tujuan dasar untuk mengukur A, C, atau %T pada apanjang gelombang terpisah. 100% T(OA) harus diatur pada setiap panjang gelombang tidak dapat digunakan untuk meneliti spektra.

Fitur instrumen double beamDugunakan untuk meneliti spektra pada panjang gelombang lebih tinggi (190-880) nm. Dapat menghasilkan spektra A vs? %v? Atau spektra derivatif 1st, 2nd, 3rd, 4th. Dapat digunakan untuk pengukuran A atau %T saja pada apanjang gelombang tertentu. (Sabarudin. 2000 : 112-133)

C. Alat dan Bahan1. Alat Spektrofotometer 1 set Labu takar 100 mL 1 buah Gelas kimia 100 mL 2 buah Labu takar 25 mL 6 buah Botol semprot 1 buah Spatula 1 buah Corong pendek 1 buah Pipet seukuran 1 mL 1 buah

Page 155: Laporan Praktikum Sieving

Pipet seukuran 5 mL 1 buah Pipet seukuran 10 mL 1 buah Pipet tetes 3 buah Batang pengaduk 1 buah Ball pipet 1 buah2. Bahan Garam Fe(NH4OH)2 SO4 ± 0,07 gram Larutan hidroksilamin-HCl 5% 1 mL Larutan 1,10-fenantrolin 0,1% 5 mL Larutan CH3COONa 5% 8 mL Aquades secukupnya H2SO4 2M 5 mL Larutan sampel 1 mL

D. Prosedur Kerja Pembuatan Larutan baku Fe(II)100 ppm

Garam Fe (NH4)2 (SO4)2. 6H2O ditimbang sebanyak 0,07 gram. Kemudian dilarutkan dengan aquades dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL. Dan tambahkan 5 mL asam sulfat 2 M dan ditambahkan kembali aquades hingga mencapai tanda batas.

Page 156: Laporan Praktikum Sieving

Pembuatan Larutan Deret Standar dan Larutan Sampel

Larutan standar yang dibuat adalah 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm dan 2,5 ppm dan 3 ppm. Larutan standar dibuat dalam labu ukur 25 mL, dengan mengencerkan larutan induk. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%. Volume larutan induk yang digunakan untuk membuat masing-masing larutan standar dengan konsentrasi yang telah ditentukan adalah 2,5 mL; 3,75 mL; 5 mL dan 6,25 mL dan 7,5 mL.

Larutan sampel dibuat dalam labu ukur 25 mL. Sampel dipipet sebanyak 1 mL. Sebelum diencerkan, masing-masing larutan ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8 mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10-fenantrolin 0,1%.

Larutan standar dan larutan sampel didiamkan selama 10 menit sebelum dilakukan pengukuran.

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan deret standar dengan konsentrasi 2 ppm diukur dengan menggunakan alat spektronic-20 pada panjang gelombang 400-600 nm.

Pengukuran Deret Standar dan Sampel

Larutan deret standar dan sampel diukur serapan larutan pada λ maksimum dengan alat spektronic-20 pada panjang gelombang maksimum. Dan dibuat kurva kalibrasi antara konsentrasi dan serapan deret standar. Apabila sampel berada diluar rentang deret standar, maka sampel diencerkan.

Pengoperasian Alat Spektronik

Page 157: Laporan Praktikum Sieving

1. Nyalakan alat spektronik dengan menekan tombol on/off ke arah ‘ON’ bila aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 220V, maka lampu indikator akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang lebih 15 menit untuk memanaskan alat.

2. Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol pengatur panjang gelombang.

3. Atur meter ke pembacaan A (absorbansi, dalam percobaan ini tidak digunakan mode % transmitansi) dengan memilih dari tombol pengaturnya modenya.

4. Masukan larutan blanko.

5. Atur meter ke pembaca hingga nilai absorbansinya 0,000 dengan menekan teranya.

6. Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansi yang ditunjukan pada pembaca alat.

7. Kalau sudah selesai pengukuran padamkan alat dengan menekan tombol on/off ke arah ‘OFF’.

Page 158: Laporan Praktikum Sieving
Page 159: Laporan Praktikum Sieving

E. Hasil dan analisis dataAnalisis penentuan kadar besi (Fe) dalam sampel air ledeng

pada praktikum ini menggunakan teknik spektrofotometri UV-Vis. Spektrofotometri yang digunakan tepatnya adalah spektrofotometri cahaya tampak karena logam besi mempunyai panjang gelombang lebih dari 400 nm, sehingga jika menggunakan spktrofotometri UV, logam besi dalam sampel tidak terdeteksi karena tidak menyerap sinar dengan panjang gelombang tersebut.

Pada percobaan ini, panjang gelombang 520 nm digunakan sebagai panjang gelombang untuk menganalisis kadar besi di dalam larutan karena pada panjang gelombang ini absorbansi sinar mempunyai nilai maksimal. Dengan kata lain, pada panjang gelombang ini, sinar yang dipancarkan oleh spektrofotometer paling banyak diserap oleh larutan. Oleh karena itu, pengukuran pada panjang gelombang 520 ini menghasilkan pengukuran yang akurat. Panjang gelombang ini juga termasuk dalam rentang panjang gelombang yang diserap warna hijau biru (490-550 nm) yang merupakan warna komplementer dari warna merah jingga. Warna larutan yang dianalisis.

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan standar 2 ppm pada berbagai panjang gelombang. Rentang panjang gelombang yang diuji adalah 400-600 nm. Dari pengukuran diketahui bahwa pada panjang gelombang yang berbeda maka absorbansinya juga berbeda. Semakin besar panjang gelombang yang diberikan semakin besar pula absorbansinya. Akan tetapi, pada keadaan tertentu nilai absorbansi kembali menurun seiring peningkatan panjang gelombang. Nilai absorbansi larutan terus meningkat mulai dari pengukuran pada panjang gelombang 400 nm hingga 520 nm. Pada panjang gelombang 520 nm diperoleh nilai absorbansi paling tinggi (maksimum) yaitu sebesar 0,486 atau

Page 160: Laporan Praktikum Sieving

48,6% cahaya diserap. Selanjutnya, absorbansi menurun dengan meningkatnya panjang gelombang. Hal ini berarti pada panjang gelombang tersebut kemampuan molekul-molekul menyerap cahaya kembali menurun. Dari hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa larutan standar tersebut menyerap cahaya secara maksimal pada panjang gelombang 520 nm.

Sebelumnya dilakukan matching kuvet menggunakan larutan CoCl2 untuk menentukan kuvet yang identik sehingga pengukuran diharapkan akan lebih akurat. Sedangkan dalam pengukuran larutan standar dan sampel digunakan blanko berupa campuran larutan hidroksilamin-HCl, larutan natrium asetat, orto-fenantrolin dan aquadest.

Pada preparasi sampel, hidroksilamin klorida yang ditambahkan ke dalam larutan berfungsi agar ion besi tetap stabil berada pada keadaan bilangan oksidasi 2+. Sehingga kompleks yang terbentuk bersifat sangat stabil dan dapat diukur absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.

Natrium asetat merupakan suatu garam yang bersifat basa yang merupakan buffer atau penyangga. Keberadaan natrium asetat dalam larutan menyebabkan larutan tidak berubah pH-nya secara signifikan jika larutan tersebut ditambah larutan lain yang bersifat asam atau basa. Dengan kata lain natrium asetat berfungsi untuk menjaga larutan berada pada pH optimal untuk pembentukan kompleks besi fenantrolin, yaitu pada kisaran pH 6-8. pH harus tetap dijaga dalam kondisi optimal karena dikhawatirkan jika pH terlalu besar, akan terjadi endapan-endapan misalnya Fe(OH)2.

Orto-phenantrolin dalam percobaan ini berfungsi sebagai pembentuk senyawa kompleks sehingga dalam bentuk senyawa kompleks, ion besi dapat memberikan warna yang dapat dianalisis dengan metode spektrofotometri dengan

Page 161: Laporan Praktikum Sieving

memperhitungkan besar absorbansinya. Adapun dalam keadaan dasar, larutan besi tidak berwarna.

Orto-phenantrolin mempunyai struktur sehingga ketika berikatan dengan ion besi (Fe2+), orto-phenantrolin akan membentuk suatu senyawa kompleks Fe(phen)32+ yang mempunyai struktur:

Dalam penentuan kadar Fe dalam sampel menggunakan spektrofotometri visibel ini sebelumnya dibuat deret larutan standar terlebih dulu. Tujuannya adalah untuk membuat kurva kalibrasi yang akan digunakan untuk menghitung kadar besi dalam sampel air.

Pada penentuan kadar besi dalam sampel, digunakan persamaan garis dari kurva kalibrasi standar y = 0,2416x + 0,0008 dengan R2 = 0.999 dan bsorbansi sampel sebesar 0,486. Sehingga konsentrasi Fe(II) dalam sampel diperoleh sebesar 0.2478 ppm.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan di dalam air sehingga air dikatakan sebagai air bersih adalah 0,3 miligram per liter atau 0,3 ppm. Maka air

Page 162: Laporan Praktikum Sieving

ledeng hasil analisis tersebut mempunyai kadar besi yang besarnya dibawah ambang batas, sehingga air sumur tersebut layak untuk dikonsumsi.

F. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan yaitu penentuan kadar Fe(II) dalam sampel dengan menggunakan spektrometer visibel, diketahui bahwa konsentrasi Fe(II) dalam sampel sebesar 0.2478 ppm.

Page 163: Laporan Praktikum Sieving

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Spektrofotometri [online]. http://www.chem-is-try.org. (diakses tanggal 1 April 2011)

Anonim. Spektroskopi Sinar Tampak Ultraviolet Uv-Vis [online]. http://one.indoskripsi.com/. (diakses tanggal 1 April 2011)

Hendayana, Sumar. (1994). Kimia Analitik Instrumen.Semarang:Semarang Press.

Hendayana, Sumar (2009). Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung:Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Sabarudin, Akhmad, dkk. (2000). Kimia Analitik. Bandung : IKIP Semarang

Wiji, dkk. (2010).  Penuntun Praktikum Kimia Analitik Instrumen. Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia.

Wiryawan, A, dkk. (2008). Kimia Analitik SMK E-Book. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Page 164: Laporan Praktikum Sieving

LAMPIRAN1. Cara Pembuatan Larutan

Pembuatan larutan baku Fe(II)

Bagan Alir Pengamatan

garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O

Ditimbang ± 0,07 gram

Dilarutkan dalam labu takar 100 ml

Ditambahkan 5 mL asam sulfat 2 M

Larutan baku Fe (II) 100 ppm

Garam Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O berupa serbuk berwarna putih.

Garam mohr yang tertimbang sebanyak 0,0790 gram

H2SO4 2 M berupa larutan tidak berwarna.

Larutan baku berupa larutan tidak berwarna.

Page 165: Laporan Praktikum Sieving

Preparasi deret standar

Bagan Alir Pengamatan

Larutanstandar10 ppm

dipipet sebanyak 1 ppm; 1,5 ppm; 2 ppm; 2,5 ppm dan 3 ppm. Masing-masing dimasukan kedalam labu takar 25 mL.

ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10 – fenantrolin 0.1%, ke dalam masing – masing labu takar, sebelum diencerkan.

Larutan deret standar siap diukur

didiamkan selama 10 menit

Larutan baku 100 ppm diencerkan lagi menjadi konsentrasi larutan baku Fe (II) 10 ppm.

Larutan hidroksilamin HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.

Larutan CH3COONa berupa larutan tidak berwarna.

Larutan 1,10–fenantrolin 0.1%, berupa larutan tidak berwarna.

Larutan standar + larutan hidroksilamin HCl : larutan tidak berwarna.

+ laturan CH3COONa : larutan tidak berwarna

+ larutan 1,10 – fenantrolin : larutan berwarna coklat keruh

Page 166: Laporan Praktikum Sieving

sebelum pengukuran.

Preparasi sampel

Bagan Alir Pengamatan

Sampel

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL.

Sampel berasal dari air ledeng (kran) laboratorium instrumen.

Sampel berupa larutan tidak berwarna

Larutan hidroksilamin HCl 5% berupa larutan tidak berwarna.

Larutan CH3COONa berupa larutan tidak berwarna.

Larutan 1,10–fenantrolin 0.1%, berupa larutan tidak berwarna.

Karena larutan sampel tidak berwarna setelah ditambahkan pereaksi, maka pada campuran tersebut ditambahkan larutan baku Fe(II) 100 ppm sebanyak 5 mL atau

Page 167: Laporan Praktikum Sieving

ditambahkan 1 mL larutan hidroksilamin HCl 5%, 8mL CH3COONa 5% dan 5 mL 1,10 – fenantrolin 0.1%, dan ditanda bataskan.

Larutan Sampel

didiamkan selama 10 menit sebelum pengukuran.

konsentrasi 2 ppm. Setelah ditambahkan

larutan baku, campuran sampel menjadi larutan berwarna orange.

2. Perhitungan

Pembuatan Larutan Baku Fe (II) 100 ppm

Page 168: Laporan Praktikum Sieving

C=100 ppm

V=100 mL=0.1 L

Massa Fe2+ = x 0,07 gram

= x 0,07 gram

= = 0,07 g

Pembuatan Deret Standar Larutan Standar 1 ppm

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 1 ppmV1 = 2,5 mL

Larutan Standar 1,5 ppmV1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 1,5 ppmV1 = 3,75 mL

Larutan Standar 2 ppmV1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 2 ppmV1 = 5 mL

Larutan Standar 2,5 ppmV1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 2,5 ppm

Page 169: Laporan Praktikum Sieving

V1 = 6,25 mL Larutan Standar 2,5 ppm

V1 M1 = V2 M2

V1 10 ppm = 25 mL x 3 ppmV1 = 7,5 mL

Larutan induk Fe(II)Massa Garam Fe(NH4OH)2 SO4 yang tertimbang 0.0790 gram

Massa Fe2+ = x 0,0790 gram

= x 0,0790 gram

= 0,01128 gram= 11,28 mg

Konsentrasi Larutan Fe2+ (ppm) =

= = 112,8 ppm

Larutan Standar Fe (II)V1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x10mL = M2 x 100 mLM2 = 11,28 ppm

Larutan deret Standar Fe (II)Larutan 2,5 mL

Page 170: Laporan Praktikum Sieving

V1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 2,5 mL = M2 x 2,5 mLM2 = 1,128 ppmLarutan 3,75 mLV1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 3,75 mL = M2 x 3,75 mLM2 = 1,692 ppm

Larutan 5 mLV1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 5 mL = M2 x 5mLM2 = 2,256 ppmLarutan 6,25 mLV1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 6,25 mL = M2 x 6,25 mLM2 = 2,82 ppm Larutan 7,5 mLV1 M1 = V2 M2

112,8 ppm x 7,5 mL = M2 x 7,5 mLM2 = 3,384 ppm

Penentuan konsentrasi Fe (II) dalam sampelDari kurva kalibrasi diperoleh persamaan garis:y= 0,2416 x + 0,0008untuk mencari konsentrasi Fe (II) dalam sampel, maka: y = 0,2416 x + 0,00080,486 = 0,2416 x + 0,0008 X= 2,0082 ppmKarena sampel ditambah larutan standar 100 ppm sebanyak 5 mL, maka:

Konsentrasi standar yang ditambahkan:

x 11,28 ppm = 2,256

Page 171: Laporan Praktikum Sieving

Jadi,

Konsentrasi Fe (II) sebenarnya dalam sampel:= (2,0082 ppm-2,256 ppm= 0,2478 ppm

3. Data pengamatan

Matching kuvet

Menggunakan larutan COCl2 (berwarna merah muda), dan diukur pada panjang gelombang 510 nm.

Kuvet Absorbansi (A)

1 0,210

2 0,199

3 0,205

4 0,207

5 0,191

6 0,193

7 0,211

Page 172: Laporan Praktikum Sieving

 

Penentuan λmax

Penentuan λmax ini menggunakan larutan standar dengan konsentrasi 2 ppm

λ (nm)Absorbansi (A)

λ (nm)Absorbansi (A)

400 0,104 510 0,464

410 0,154 515 0,

420 0,213 520 0,486

430 0,250 525 0,

440 0,288 530 0,470

450 0,322 540 0,384

460 0,343 550 0,298

470 0,383 560 0,163

480 0,416 570 0,086

490 0,445 580 0,059

500 0,447 590 0,025

600 0,033

Page 173: Laporan Praktikum Sieving

Penentuan kurva kalibrasi

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

Blanko 0,000

1 0,247

1,5 0,325

2 0,496

2,5 0,601

3 0,725

Sampel 0,486

UJI TITIK NOL

Konsentrasi (ppm)

A (x- )(y-

)Sxy Sxx Syy

0 0 -1,16667 -0,4035 0,47075 1,361111 0,162812

Page 174: Laporan Praktikum Sieving

1 0,247 -0,16667 -0,1565 0,026083 0,027778 0,024492

1,5 0,352 0,333333 -0,0515 -0,01717 0,111111 0,002652

2 0,496 0,833333 0,0925 0,077083 0,694444 0,008556

2,5 0,601 1,333333 0,1975 0,263333 1,777778 0,039006

3 0,725 1,833333 0,3215 0,589417 3,361111 0,103362

1,166666667 0,4035 1,4095 7,333333 0,340882

= 1,166666667

= 0,4035

∑ Sxy = 1,4095

∑ Sxx = 7,333333

∑ Syy = 0,340882

Derajat kebebasan = n-2

= 6-2 = 4

Slope (b) = = = 0,192205

Intercept (a) = y - b

= 0,4035 – (0,192205 x 1,166666667)

= 0,179261

Page 175: Laporan Praktikum Sieving

Jadi persamaan garis yang dihasilkan adalah Y = 0,192205X - 0,179261

UJI TITIK NOL

Residual Sum-of-Squares = Syy – (b2.Sxx)

= 0,069969

Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli

0

Tambahkan komentar

5.

Jan

9

"post pertama ku"

Post Pertama Ku

Page 176: Laporan Praktikum Sieving

"Assalamu'alaikum

hai sahabat, sekarang saya punya blog gratisan. Ini postingan pertama ku"

mangga pada mampir yaa...

smoga membantu sahabat semua..

salam kenal sobat. ^_^

Novie Chemist (Novie Nurlaeli)

Diposkan 9th January 2013 oleh Novie Nurlaeli

0

Tambahkan komentar

Memuat

Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.