laporan praktikum rutherford

10
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMENTAL Lab. Radiasi : Hamburan Rutherfort Pelaksanaan Praktikum Hari: Rabu Tanggal: 5 November 2014 Jam:14.50-16.30 Oleh: Arintya Wahyuningtyas (081211331001) Anggota praktikum: 1. Debbie Lusiana Tambun (081211331010) 2. Eli Krisnawati (081211311141) 3. Susilowati (081211331141) 4. Oktaviana Retna .N (081211332013) LABORATORIUM RADIASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA 2014

Upload: arintya-wahyuningtyas

Post on 23-Jul-2015

143 views

Category:

Science


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Rutherford

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA EKSPERIMENTAL Lab. Radiasi : Hamburan Rutherfort

Pelaksanaan Praktikum

Hari: Rabu Tanggal: 5 November 2014 Jam:14.50-16.30

Oleh:

Arintya Wahyuningtyas (081211331001)

Anggota praktikum:

1. Debbie Lusiana Tambun (081211331010)

2. Eli Krisnawati (081211311141)

3. Susilowati (081211331141)

4. Oktaviana Retna .N (081211332013)

LABORATORIUM RADIASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2014

Page 2: Laporan Praktikum Rutherford

ABSTRAK

Praktikum Eksperimen Hambuuran Rutherford ini menggunakan pompa vakum, counter

dan bahan radioaktif. Dan digunakan lempengan Al sebagai lapisan tipis yang tujuannya untuk

memahami bagaimana eksperimen hamburan Rutherford mampu membuktikan keberadaan

inti atom dan untuk mengamati distribusi sudut hamburan partikel-α dan membandingkannya

dengan model attom Rutherford pada range sudut kecil. Dari eksperimen ini akan diperoleh

grafik distribusi sudut hamburan partikel-α terhadap jumlah cacahannya, yang kemudian kami

analisis untuk mendapatkan nomor atom (Z) dari Aluminium. Hasil eksperimen yang

dilakukan, didapatkan nomor atom aluminium yaitu 6.

I. Tujuan

a) Memahami bagaimana eksperimen hamburan Rutherford mampu membuktikan

keberadaan inti atom

b) Mengamati distribusi sudut hamburan partikel alfa dan membandingkannya dengan

model atom Rutherford pada range sudut kecil

c) Memahami konsep difeerensial dan total cross section serta hubungannya dalam

menghasilkan eksperimen hamburan

d) Mampu menurunkan rumus hamburan Rutherford dari serangkaian eksperimen

II. Alat dan Bahan

• Pompa dan Tabung Vakum

• Amplifier

• Counter

III. Dasar Teori

Eksperimen Rutherford pada tahun 1910 dikenal dengan percobaan hamburan partikel

alfa. Partikel alfa yang berasal dari ion He bermuatan positif dari sumber radioaktif

ditembbakkan melalui lempeng/lembaran emas (Au foil) yang sangat tipis. layar fluresen

ditempatkan di belakang Au foil yang sangat tipis. Layar ini ditempatkan di belakang Au

foil untuk mendeteksi hamburan (scattering) partikel alfa.

Partikel alfa adalah partikel bermuatan positif . Oleh karena itu, pantulan partikel alfa

dengan sudut pantul lebih besar dari 90 hanya mungkin disebabkan adanya tumbukan

antara partikel alfa dengan suatu partikel yang memiliki kerapatan sangat tinggi dan

bermuatan sejenis (positif). Akibatnya, partikel alfa yang menuju kepada partikel itu akan

dibelokkan arahnya karena adanya penolakan muatan yang sama. Gejala ini menurut

Rutherford, akibat adanya suatu partikel yang merupakan inti dari lempeng tipis logam

yang dijadikan target.

Page 3: Laporan Praktikum Rutherford

Gejala lain yang diamati adalah hanya sebagian kecil dari partikel alfa yang

dipantulkan, umumnya partikel alfa diteruskan. Gejala ini menurutnya, menunjukkan

bahwa bagian terbesar dari atom-atom logam dijadikan tabir merupakan ruang kosong.

Dari percobaan tersebut, Rutherford menyimpulkan bahwa atom tersusun dari inti atom

sebagai pusat atom yang bermuatan positif, dan kesimpulan yang lain bahwa elektron berputar

mengelilingi inti dengan jarak tertentu dari inti atom.

Detektor pencacah radiasi diferensial

Detektor berfungsi untuk mengubah energi nuklir menjadi energi lain yang lebih mudah

untuk diolah, seperti energi listrik, sedangkan peralatan penunjang berfungsi untuk mengolah

sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor menjadi suatu informasi. Detektor merupakan

bagian yang sangat penting dari suatu sistem pencacah radiasi karena dialah yang berfungsi

untuk menangkap radiasi dan mengubahnya menjadi, biasanya, sinyal atau pulsa listrik.

Sinyal listrik yang dihasilkan oleh detektor perlu diproses lebih lanjut agar dapat

diamati oleh manusia, misalnya ditampilkan melalui peraga, suara atau bahkan fasilitas

pengolah sinyal yang lebih canggih. Peralatan yang diperlukan untuk melengkapi detektor guna

membentuk suatu sistem pencacah disebut sebagai peralatan penunjang (instrumentasi nuklir).

Peralatan penunjang harus bersifat linier, artinya setiap informasi yang dihasilkan oleh

peralatan penunjang, baik jumlah pulsa maupun tinggi pulsa harus sebanding dengan informasi

yang diterimanya dari detektor. Linieritas merupakan parameter yang sangat mempengaruhi

unjuk kerja dari suatu sistem pencacah. Berdasarkan peralatan penunjangnya, suatu sistem

pencacah radiasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu sistem pencacah integral, sistem pencacah

diferensial, dan sistem spektroskopi.

Sistem pencacah integral dan sistem pencacah diferensial mempunyai fungsi yang

hampir sama yaitu mengukur jumlah (kuantitas) radiasi yang mengenainya. Perbedaannya,

sistem pencacah integral tidak mempedulikan energi radiasi yang datang sedang sistem

pencacah diferensial hanya mengukur radiasi yang mempunyai energi tertentu saja. Sistem

spektroskopi mempunyai fungsi yang berbeda yaitu mengukur energi radiasi, atau lebih

tepatnya mengukur distribusi energi dari radiasi yang mengenai detektor.

Sebenarnya sistem pencacah diferensial juga dapat berfungsi sebagai sistem

spektroskopi tetapi dengan resolusi yang sangat rendah. Sebaliknya sistem spektroskopi juga

dapat berfungsi sebagai sistem pencacah tetapi dengan “kecepatan” yang lebih rendah.

Pencacah diferensial digunakan untuk mengukur jumlah radiasi dalam selang energi

tertentu. Sebagai contoh, dua jenis zat radioaktif yang berbeda akan memancarkan radiasi

dengan tingkat energi yang berbeda sehingga bila ingin mengukur aktivitas salah satu zat

radioaktif tersebut maka diperlukan suatu sistem pencacah diferensial.

Detektor yang digunakan di sini tidak boleh detektor geiger muller (GM) karena tidak

dapat membedakan energi radiasi yang mengenainya. Detektor yang sering digunakan adalah

Page 4: Laporan Praktikum Rutherford

detektor NaI(Tl) untuk pengukuran radiasi gamma dan detektorsurface barrier digunakan untuk

pengukuran radiasi alfa.

Sebagaimana detektor yang lain, detektor sintilasi juga membutuhkan sumber tegangan

tinggi atau high voltage (HV). Penentuan tegangan kerja detektor sintilasi adalah dengan cara

mencari perbandingan cacahan sumber terhadap cacahan latar belakang yang terbaik.

Berbeda dengan detektor GM, detektor sintilasi menghasilkan pulsa listrik yang relatif

sangat kecil, dalam orde mVolt. Oleh karena itu diperlukan peralatan untuk membentuk dan

memperkuat pulsa tersebut yaitu penguat (amplifier).

Pulsa listrik yang dihasilkan oleh detektor biasanya berbentuk pulsa eksponensial yang

sangat cepat rise-timenya dan sangat lambat fall-timenya. Sangatlah sukar untuk mendeteksi

atau mengukur tinggi pulsa yang berbentuk eksponensial ini.Amplifier mempunyai fungsi

utama untuk mengubah pulsa eksponensial menjadi pulsa Gaussian dan memperkuatnya, bila

diperlukan, agar mempunyai tinggi dengan orde Volt.

Peralatan selanjutnya adalah diskriminator yang merupakan ciri dari sebuah pencacah

diferensial karena alat ini yang berfungsi untuk menyaring apakah suatu pulsa listrik keluaran

amplifier diteruskan ke counter atau tidak. Diskriminator mempunyai fasilitas batas atas dan

batas bawah. Pulsa-pulsa yang lebih tinggi dari batas bawah tetapi lebih rendah dari batas atas

saja yang akan diteruskan ke counter untuk dicacah.

Counter adalah peralatan yang digunakan untuk mencacah (menghitung jumlah) pulsa

listrik yang memasukinya. Selang waktu pencacahan dapat dilakukan secara manual

(start/stop) atau secara otomatis menggunakan timer, yaitu alat yang dapat memberikan sinyal

ke counter agar memulai atau menghentikan pencacahan dengan selang waktu tertentu yang

dapat diatur sebelumnya.

Total cross section

Misalkan suatu berkas partikel alfa datang menumbuk suatu target (dalam eksperimen

ini adalah pelat logam aluminium) yang menyebabkan partikel alfa terhambur. Menurut Susilo

(2008), hasil hamburan dalam kasus seperti ini biasa dinyatakan dalam suatu besaran yang

disebut penampang lintang (cross section).

Penampang lintang hamburan total (total cross section) dapat dinyatakan dengan :

; dengan Φ adalah fluks dari partikel alfa yang datang (yang dinyatakan sebagai jumlah partikel

alfa yang menumbuk suatu luasan per detik). Jumlah total yang dimaksud merupakan jumlah

total partikel yang terhambur ke segala arah.

Page 5: Laporan Praktikum Rutherford

IV. Prosedur Percobaan

Secara umum mekanisme pemasangan alat adalah sebagai berikut:

a. Rangkai alat seperti mekanisme di atas

b. Nyalakan vakum selama ± 2 menit, ini bertujuan agar udara di dalam Scatering

Rutherfort keluar sehingga Scatering Rutherfort dalam keadaan hampa udara.

c. Atur sudut Scatering Rutherfort pada sudut -15, -10, -5, 0, +5, +10. +15.

d. Atur waktu cacahan selama 10 sekon.

e. Catat jumlah cacahan yang terjadi per 10 sekon

V. Hasil dan Pembahasan

Dari eksperimen yang telah di lakukan, di peroleh hasil sebagai berikut:

Sudut

Hamburan (θ)

Cacahan

Pulsa (N)

Cacahan Pulsa

Rata-Rata

-15

54

5,87 3400 61

61

-10

52

5,13 17000 58

44

-5

44

5,53 280000 63

59

5

24

3,80 280000 50

40

10

43

3,90 17000 31

43

15

49

4,20 3400 37

40

vakum Scattering

Chamber

Amp/Disc

c

Counter

Ac Adaptor

(�̅�) 1/sin^4.θ/2

Page 6: Laporan Praktikum Rutherford

Pembahasan

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel maupun grafik, diperoleh bahwa jumlah

partikel alfa yang tercacah oleh counter paling banyak terdapat pada sudut hamburan yang kecil

dengan slope (kemiringan) yang cukup tajam. Data ini berarti bahwa sebagian besar partikel

alfa yang ditembakkan pada pelat logam aluminium diteruskan dan/atau dihamburkan dengan

sudut hamburan yang cukup kecil.

Pada eksperimen hamburan Rutherford untuk celah sempit, jumlah cacahan terbanyak

ada pada sudut hamburan 2,5° dan semakin menurun seiring pertambahan sudut. Hal ini tidak

bisa dijelaskan jika model atom Thompson digunakan. Fenomena diteruskannya partikel alfa

(dengan sudut 0°) seperti ini dapat terjadi jika terdapat ruang-ruang kosong seperti jalur bebas

hambatan yang memungkinkan partikel alfa lewat tanpa gangguan. Hal ini tidak sesuai dengan

model atom Thompson di mana atom terdiri dari muatan proton yang di dalamnya tersebar

elektron. Begitu pula, fenomena dihamburkannya partikel alfa dengan sudut yang cukup

bervariasi (dari kecil hingga besar) dapat terjadi jika ada suatu massa masif yang mampu

membelokkan arah gerak partikel alfa (yang bermassa 4 sma) ketika bertumbukan dengannya.

Massa masif inilah yang merupakan inti atom dan bermuatan positif, sehingga mampu

membelokkan partikel alfa yang juga bermuatan positif (sesuai prinsip Hukum Coulomb di

mana muatan sejenis tolak-menolak).

Sama halnya dengan hamburan ada celah sempit, pada celah lebar jumlah partikel alfa

cacahan terbanyak ada pada sudut hamburan 2,5°. Dengan demikian, maka percobaan

hamburan Rutherford dapat membuktikan adanya inti atom yang bermuatan positif dan terpusat

pada bagian tengah atom dengan ruang-ruang kosong (yang merupakan orbit elektron)

mengelilinginya.

Model Atom Rutherford

Berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Geiger-Marsden itulah, Ernest

Rutherford mengajukan sebuah model atom yang kemudian dikenal dengan sebutan model

atom Rutherford. Model atom Rutherford mengatakan bahwa atom terdiri dari inti yang

bermassa masif dan cenderung diam (jika dibandingkan oleh gerak elektron, namun tidak

benar-benar diam tak bergerak) dikelilingi oleh elektron-elektron. Model atom Rutherford ini

(untuk sementara) dapat menjelaskan terjadinya peristiwa hamburan Rutherford.

Namun belakangan, ditemukan adanya kelemahan model atom Rutherford, yakni :

menurut fisika klasik, elektron yang bergerak mengelilingi inti lama-kelamaan akan kehabisan

energi karena tmemancarkan gelombang elektromagnetik dan pada akhirnya ‘jatuh’ ke inti.

Energi elektron juga menjadi tidak stabil karena memancarkan gelombang EM ketika bergerak,

sehingga model atom Rutherford belum mampu menjelaskan keberadaan elektron juga

mekanisme rotasinya terhadap inti atom. Kelemahan berikutnya adalah model atom Rutherford

belum mampu menjelaskan spektrum garis pada atom Hidrogen. Sehingga muncullah teori

tentang model atom berikutnya yaitu model atom Bohr.

Page 7: Laporan Praktikum Rutherford

VI. Kesimpulan

• Nomor atom dari lempengan tipis alumunium yang digunakan adalah sebesar 6

dengan persentase kesalahan sebesar 53,85 %

• Secara teoritis, semakin besar sudut hamburannya semakin kecil jumlah partikel alfa

yang dicacah oleh counter dan dideteksi oleh detektor

VII. Daftar Pustaka

Leybold. 1998. General Catalogue of Physics Experiments.

Krane. Kenneth S. 2008. Fisika Modern. Jakarta : UI Press

Knoll, G. F. 1989. Radiation Detection and Measurement. John Wiley and Sons. New

York

Tim Dosen Fisika Radiasi. 2010. Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut.

Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

VIII. Analisis Data

a. Menentukan Grafik Distribusi Statistik Hamburan Partikel Alfa (α)

Untuk menentukan distribusi statistik hamburan partikel alfa, maka dapat tunjukkan

oleh sebuah grafik hubungan antara jumlah cacahan (n) pada sumbu y terhadap 1

sin4 𝜃/2 pada

pada sumbu x, berikut grafik yang terbentuk dari hubungan keduanya :

1/sin^4 θ/2

rerata cacahan /10 detik

3400 5.87

17000 5.13

280000 5.53

280000 3.8

17000 3.9

3400 4.2

Page 8: Laporan Praktikum Rutherford

b. Menentukan Nomor Atom Lapisan Tipis Alumunium

Untuk mengetahui nomor atom dari lapisan tipis alumunium yang memisahkan anttara

sumber dengan detektor, dapat digunakan persamaan berikut :

∆𝑛(𝜃) =𝑄. 𝐴𝑓 . 𝑑𝑓

4𝜋𝑟12

𝐴𝑑

𝑟22

. 𝑆.1

sin4 𝜃2

𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛

r1 = 3 𝑥 10−2 𝑚

r2 = 2,5 𝑥 10−2 𝑚

df = 6 𝑥 10−6 𝑚

AD = 2,83 𝑥 10−5 𝑚2

Af = 3,6 𝑥 10−5 𝑚2

Q = 3,4 𝑥 105 𝐵𝑞

y = -5E-07x + 4.7864R² = 0.0057

0

1

2

3

4

5

6

7

-100000 0 100000 200000 300000 400000

rera

ta c

acah

an/1

0 d

eti

k

1/sin^4 θ/2

grafik antara 1/sin^4 θ/2 dan rerata cacahan /10 detik

rerata cacahan /10 detik

Linear (rerata cacahan /10detik)

Page 9: Laporan Praktikum Rutherford

Dari grafik diatas diperoleh bahwa nilai y = = -0,0000005 + 4.7864 dengan m = 0,0000005

maka dapat ditentukan nilai S dengan persamaan berikut :

S =4πr1

2

Q. Af. df

r22

AD. m

S =1,13 x 10−2

7,34 𝑥 10−5

6,25 𝑥 10−4

2,83 𝑥 10−5. 0,0000005

S = 0,0017

Berdasarkan nilai S maka akan dapat ditentukan nomor atom Z, dengan persamaan :

S = N1

4(

2Ze2

4πε0. 2Eα)

2

S = N1

4(

2Ze2

4πε0. 2Eα)

2

0,0017 =2700 x 6,02 x 1023

27

1

4(

2Z(1,6 x 10−19)2

4π x 8,8524 x 10−12x 2 x 8,96 x 10−13)

2

0,0017 =2700 x 6,02 x 1023

27

1

4(

Z x 5,12 x 10−38

1992,36 x 10−25)

2

0,0017 = Z21,63 x 1027

27

1

46,6 x 10−32

0,0017 = Z2 0,06 x 10−5

Z2 = 35,29

Z = 5,940 = 6

Presentasi Kesalahan : =𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑙𝑖𝑡𝑒𝑟𝑎𝑡𝑢𝑟× 100%

=13 − 6

13× 100%

= 𝟓𝟑, 𝟖𝟓%

Page 10: Laporan Praktikum Rutherford