laporan praktikum psg hemoglobin
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMPENILAIAN STATUS GIZI
PENENTUAN KADAR HEMOGLOBIN
NAMA : HARNA
NIM : K 211 09 309
KELOMPOK : IV (ENAM)
TANGGAL PERCOBAAN : 10 DESEMBER 2011
ASISTEN : BOHARI, S.Gz
LABORATORIUM TERPADU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2011
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi
merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta
biokimia dan riwayat diet (Tirtawinata, 2006).
Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi memberikan hasil yang
lebih tepat dan objektif daripada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan
lain. Pemeriksaan biokimia yang sering digunakan adalah teknik pengukuran
kandungan berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urin.
Hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan standar normal yang telah
ditetapkan. Adanya parasit dapat diketahui melalui pemeriksaan feses, urin dan
darah, karena kurang gizi sering berkaitan dengan prevalensi penyakit karena
parasit (Supariasa, 2002).
Dalam berbagai hal, pemeriksaan biokimia hanya dapat diperoleh di
rumah sakit atau pusat kesehatan. Keadaan ini memberi gambaran bahwa
sarana yang tersedia tidak dapat dijangkau oleh penduduk yang tinggal di
daerah yang jauh dari sarana tersebut. Meskipun demikian, pemeriksaan dapat
dilakukan dengan cara memeriksa contoh darah, urin dan feses yang
dikumpulkan oleh keluarga di daerah tersebut, perawat, atau petugas kesehatan
lain dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis (Supariasa, 2002).
Komponen cair darah yang disebut plasma terdiri dari 91 sampai 92% air
yang berperan sebagai medium transport, dan 8 sampai 9% zat padat. Unsur sel
darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), beberapa jenis sel darah putih
(leukosit), dan fragmen sel yang disebut trombosit. Komponen utama sel darah
merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2 dan
mempertahankan pH melalui serangkaian normal dapar intraselular. Molekul-
molekul Hb terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus hem,
masing-masing mengandung sebuah atom besi (Sylvia dan Lorraine, 2006).
Peningkatan kadar hemoglobin dan ukuran kualitas hidup yang
ditunjukkan dengan bertambahnya energi, dan meningkatnya aktivitas harian
penderita kanker. Ukuran ini meningkat karena naiknya hemoglobin. Faktanya,
kualitas hidup pasien kanker tidak beranjak lebih baik pada mereka yang kadar
hemoglobinnya tidak meningkat, meskipun secara klinis menujukkan respon
terhadap kemoterapi. Sekitar 65% pasien yang mencapai kadar hemoglobin 2
g/dL atau kenaikan kadar hemoglobin terbesar, memang menujukkan
perbaikan dalam kualitas hidup. Jika kadar hemoglobin turun di bawah 12
g/dL, maka kadar eritropoeitin dalam plasma akan meningkat. Ini menujukkan,
kalau kadar hemoglobin 12 g/dL merupakan level psikologis untuk segera
dilakukan tindakan. Meski penemuan ini sudah muncul di tahun 80-an, tetap
saja para dokter sering mengabaikan kadar hemoglobin sebagai kontributor
penting dalam kesehatan pasien. Kalau belum turun sampai 8 g/dL artinya
sudah anemia berat, maka tindakan belum dilakukan (Supariasa, 2002).
Saat ini pengukuran kadar hemoglobin dalam darah sudah menggunakan
mesin otomatis. Selain mengukur hemoglobin, mesin ini juga dapat mengukur
beberapa komponen darah yang lain. Mesin pengukur akan memecah
hemoglobin menjadi sebuah larutan. Hemoglobin dalam larutan ini kemudian
dipisahkan dari zat lain dengan menggunakan zat kimia yang bernama sianida.
Selanjutnya dengan penyinaran khusus, kadar hemoglobin diukur berdasarkan
nilai sinar yang berhasil diserap oleh hemoglobin. Terdapat bermacam-macam
cara untuk menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di
laboratorium adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli dan
fotoelektrik cara sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida (Miale, 2002).
Kadar hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal dengan istilah
anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah
perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan
abnormalitas hemoglobin bawaan. Kadar hemoglobin yang tinggi dapat
dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok.
Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor dan gangguan sumsum
tulang juga bisa meningkatkan kadar hemoglobin (Linman, 1999).
Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara
berkembang (Stolzfus dan Dreyfuss, 1998). Demikian juga di Indonesia, ane-
mia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di samping
masalah-masalah gizi yang lain, yaitu Kurang Kalori Protein (KKP), Kurang
Vitamin A (KVA), dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
(Soeharyo, 1999; Soeharyo dan Palarto, 1999). Kelompok yang rawan terhadap
masalah gizi (anemia gizi) yaitu balita, anak usia sekolah, ibu hamil, tenaga
kerja wanita dan wanita usia subur (Depkes RI, 1996).
Besar masalah anemia ibu hamil ditunjukkan dari tahun ke tahun. Menurut
data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, prevalensi anemia pada
ibu hamil sebesar 63,5 %, dan menurun sebesar 50,9 % pada SKRT tahun
1995, namun demikian masih terdapat sekitar 13 % wanita hamil yang
menderita anemia berat dengan kadar Hb kurang dari 8 gr % (Mustaring,
2009).
Untuk itulah jika ingin mengetahui jumlah sel darah merah dalam tubuh
manusia maka salah satu caranya adalah dengan melakukan pemeriksaan
hemoglobin. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar
sel darah merah melalui pemeriksaan hemoglobin.
I.2 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan yang dilakukan adalah pemeriksaan hemoglobin
(Hb) dengan menggunakan hemoglobin meter (Hemocue), dimana hasilnya
akan dibandingkan dengan standar kadar Hb yang normal yang dibedakan
antara pria dan wanita.
I.3 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan kadar hemoglobin
seseorang.
I.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini adalah agar kita dapat mengetahui cara
menentukan kadar hemoglobin seseorang dengan menggunakan alat
hemoglobin meter (Hemocue).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sel darah merah ( eritrosit ). Merupakan sel yang paling banyak
dibandingkan dengan 2 sel lainnya, dalam keadaan normal mencapai hampir
separuh dari volume darah. Sel darah merah mengandung hemoglobin , yang
memungkinkan sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru dan
mengantarkannya ke seluruh jaringan tubuh. Oksigen dipakai untuk membentuk
energi bagi sel-sel, dengan bahan limbah berupa karbon dioksida, yang akan
diangkut oleh sel darah merah dari jaringan dan kembali ke paru-paru (Almatsier,
2009).
Saat ini pengukuran kadar hemoglobin dalam darah sudah menggunakan
mesin otomatis. Selain mengukur hemoglobin, mesin ini juga dapat mengukur
beberapa komponen darah yang lain. Mesin pengukur akan memecah hemoglobin
menjadi sebuah larutan. Hemoglobin dalam larutan ini kemudian dipisahkan dari
zat lain dengan menggunakan zat kimia yang bernama sianida. Selanjutnya
dengan penyinaran khusus, kadar hemoglobin diukur berdasarkan nilai sinar yang
berhasil diserap oleh hemoglobin. Terdapat bermacam-macam cara untuk
menetapkan kadar hemoglobin tetapi yang sering dikerjakan di laboratorium
adalah yang berdasarkan kolorimeterik visual cara Sahli danfotoelektrik cara
sianmethemoglobin atau hemiglobinsianida (Miale, 2002).
Hemoglobin adalah molekul protein dalam sel darah merah yang membawa
oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan karbon dioksida dari jaringan ke
paru-paru. Hemoglobin terdiri dari empat molekul protein (globulin rantai) yang
terhubung bersama-sama. Hemoglobin dewasa normal (Hbg) molekul
mengandung rantai 2-globulin alfa dan 2 rantai beta-globulin. Pada janin dan bayi,
hanya ada beberapa rantai beta dan molekul hemoglobin terdiri dari 2 rantai alfa
dan 2 rantai gamma. Saat bayi tumbuh, rantai gamma secara bertahap diganti
dengan rantai beta. Setiap rantai globulin berisi struktur pusat penting yang
disebut molekul heme. Tertanam dalam molekul heme adalah besi yang
mengangkut oksigen dan karbon dioksida dalam darah kami. Besi yang
terkandung dalam hemoglobin juga bertanggung jawab untuk warna merah darah
(Nugraha, 2007).
Hemoglobin adalah senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat
digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan
hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia. Bergantung
pada metode yang digunakan, nilai hemoglobin menjadi akurat sampai 2-3%.
Metode yang lebih dulu dikenal adalah metode Sahli yang menggunakan teknik
kima dengan membandingkan senyawa akhir secara visual terhadap standar gelas
warna. Ini member 2-3 kali kesalahan rata-rata dari metode yang menggunakan
spektrofotometer yang baik (Supariasa, 2002).
Gejala Kekurangan Hemoglobin yaitu (Tirtawinata, 2006) :
1. Sering pusing. Hal ini disebabkam otak sering mengalami periode kekurangan
pasokan oksigen yang di bawa Hb terutama saat tubuh memerlukan tenaga
yang banyak
2. Mata berkunagn kunang. Kurangnya oksigen otak akan mengganggu
pengaturan saraf2 pusat mata.
3. Pingsan. Kekurangan oksigen dalam otak yang bersifat ekstrim/mendadak
dalam jumlah besar akan menyebabkan pingsan.
4. Nafas cepat. Jika Hb kurang, untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka
kompensasinya menaikkan frekwensi nafas. Orang awam menggambarkan ini
dengan sesak nafas.
5. Jantung berdebar. Untuk menculupi kebutuhan oksigen maka jantung harus
memompa lebih sering agar darah yang mengalir di paru2 lebih cepat mengikat
oksigen
6. Pucat. Hb adalah zat yang zat yang mewarnai darah menjadi merah maka
kekurangan yang ekstrim akan menyebabkan pucat pada tubuh. Untuk
mengetahui secara pasti tentunya harus dengan pemeriksaan kadar Hb secara
laboratorik
Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah
perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan
abnormalitas hemoglobin bawaan. Kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai
pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit
seperti radang paru paru, tumor dan gangguan sumsum tulang juga bisa
meningkatkan kadar hemoglobin (Linman, 1999).
Hb merupakan parameter yang digunakan secara luar untuk menetapkan
prevalensi anemia. Garby at el menyatakan bahwa penentuan status anemia yang
hanya menggunakan kadar Hb ternyata kurang lengkap, sehingga perlu
ditambahkan dengan pemeriksaan yang lain (Supariasa, 2002).
Untuk mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan faktor-faktor
penyebabnya sangat diperlukan. Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi,
penilaian status gizi dibutuhkan untuk mengidentifikasi nutrient yang berperan
dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh berbagai macam nutrient
penting pada pembentukan Hb (Departemen Gizi UI, 2007).
Anemia ditandai dengan rendahnya kosentrasi hemoglobin (Hb) atau
hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya
produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit
(hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan (Departemen Gizi UI, 2007).
Dalam masyarakat dikenal penyakit kurang darah yang biasa disebut dengan
anemia. Sebenarnya anemia bukanlah penyakit kurang darah. Definisi yang lebih
tepat adalah kurangnya (defisiensi) sel darah merah karena kadar hemoglobin
yang rendah dalam darah. Jumlah rata – rata sel darah merah/mm³ pada laki-laki
normal adalah 5.200.000, sedangkan pada wanita normal 4.700.000. Jika
seseorang memiliki jumlah sel darah merah/mm³ kurang dari rata-rata jumlah
normal, bisa dikatakan ia menderita anemia. Sel darah merah dibentuk di sumsum
tulang. Dalam pembentukannya diperlukan vitamin B12 (sianokobalamin) dan
asam folat (Barasi, 2007).
Salah satu bagian yang menyusun sel darah merah adalah hemoglobin.
Hemoglobin merupakan suatu struktur protein yang merupakan bagian dari sel
darah merah dan yang menyebabkan warna merah pada darah. Hemoglobin
bertugas mengikat oksigen dari paru-paru dan membawa oksigen ke seluruh
jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen semua jaringan tubuh. Dalam
pembentukan hemoglobin diperlukan zat besi. Zat besi merupakan salah satu
komponen penyusun hemoglobin. Jika tubuh kekurangan zat besi (defisiensi zat
besi), maka akan menghambat pembentukan hemoglobin yang berakibat pada
terhambatnya pembentukan sel darah merah. Selanjutnya timbullah anemia akibat
kekurangan zat besi yang disebut dengan anemia defisiensi zat besi (Barasi,
2007).
Nilai normal yang paling sering dinyatakan adalah 14-18 gm/100 ml untuk
pria dan 12-16 gm/dl untuk wanita (gram/100 ml sering disingkat dengan gm %
atau gm/dl). Beberapa literature lain menunjukkan nilai yang lebih rendah,
terutama pada wanita, sehingga mungkin pasien tidak dianggap menderita anemia
sampai Hb kurang dari 13 gm/100 ml pada pria dan 11 gm/100 ml untuk wanita
(Supariasa, dkk., 2002).
Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan paling
sederhana adalah metode Sahli, dan yang paling canggih adalah metode
cyanmethemoglobin. Pada metode Sahli, hemoglobin dihidrolisis dengan HCL
menjadi globin ferroheme. Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi
menjadi ferriheme yang segera beraksi dengan ion Cl membentuk
ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin yang berwarna coklat.
Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya dengan
mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan,
yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat
dengan cara pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna
standar. Karena yang membandingkan adalah mata telanjang, maka subjektivitas
sangat berpengaruh. Disamping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman,
penyinaran dan sebagainya dapat mempengaruhi hasil pembacaan (Supariasa,
dkk., 2002).
Meskipun demikian pemeriksaan untuk di daerah yang belum mempunyai
peralatan canggih atau pemeriksaan di lapangan, metode Sahli ini memadai dan
bila pemeriksanya telah terlatih hasilnya dapat diandalkan (Suapriasa, dkk., 2002).
Metode yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin. Pada
metode ini hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida menjadi
methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida (CN2-) membentuk
sian-methemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan
fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat
elektronik, maka hasilnya lebih objektif. Namun, fotometer ini masih cukup
mahal, sehingga belum semua laboratorium memilikinya (Supariasa, dkk., 2002).
Jenis hemoglobin juga dapat ditentukan. Kira-kira telah diidentifikasi 300
jenis hemoglobin yang berbeda dalam kode genetik dan urutan asam amino.
Walaupun sebagian besar jenis hemoglobin tidak mempunyai makna klinik dan
dapat berfungsi normal, namun beberapa jenis hemoglobin dapat menyebabkan
mirbiditas dan mortalitas yang bermakna. Elektroforesis hemoglobin dapat
mengidentifikasi hemoglobin yang abnormal. Berbagai jenis hemoglobin bergerak
dengan kecepatan yang berbeda melintasi kertas atau jelli pati, berdasarkan
muatan listriknya. Hemoglobin diidentifikasi dengan huruf atau letak atau tempat
ditemukannya (Price dan Wilson, 2006) :
Hb A : hemoglobin dewasa normal
Hb F : hemoglobin fetus
Hb S : hemoglobin pada penyakit sel sabit
Hb : Memphis.
Eritrosit mengandung 32 sampai 55 persen hemoglobin, kira-kira 60 persen
air dan sisanya stroma. Yang terakhir dapat dikemtemukan, setelah hemolisis
korpuskel dengan dilusi, melaui proses sentrifusi didapat terdiri dari lesitin, garam
anorganik dan protein, stromatin. Hemolisis korpuskel, atau kadang-kadang
disebut laking mungkin dihaliskan oleh larutan hipotonik, pelarut lemak, garam
empedu yang melarutkan lesitin, sabun atau alkali, saponin, hemolisis imun dan
serum hemolitik, seperti dari ular dan sejumlah produk bakteri (Wilson dan
Gisvold, 1982).
Anemia didefinisikan oleh tingkat Hb. Sebagian besar dokter sepakat bahwa
tingkat Hb di bawah 6,5 menunjukkan anemia yang gawat. Tingkat Hb yang
normal adalah sedikitnya 12 untuk perempuan dan 14 untuk laki-laki (Sandjaja,
dkk., 2010).
Hemoglobin (Hb) adalah protein terkonjugat, gugus prostetik berupa hema
(hematin) dan protein (globin) yang disusun dengna empat rantai polipeptid,
biasanya dalam pasnagan yang identik. Bobot molekul total kira-kira 66.000
termasuk empat molekul hema. Molekul mempunyai aksis simetri dan sebab itu
disusun dengan identik separo dengan keseluruhan bentuk ellipsoid 55 x 55 x
700A. Besi dalam hema hemoglobin (Ferohemoglobin) dalam kedudukan fero dan
bergabung secara reversible dengan oksigen pada fungsi sebagai transporter
oksigen (Wilson dan Gisvold, 1982).
Dalam proses ini, pembentukan kompleks oksigen stabil, besi tetap dalam
kedudukan fero karena bagian hema terletak dalam lindungan gugus hidrofobik
globin. Baik Hb maupun O2 amat menarik, mengingat HbO2 kurang menarik
karena electron tak berpasangan dalam kedua molekul menjadi berpasangan. Jika
teroksidasi menjai feri (Methemoglobin atau Ferihemoglobin) fungsinya hilang.
Karbon monoksid akan bergabung dengan hemoglobin membetuk
karbonsihemoglobin (karbonmonoksihemoglobin) yang menginaktifkannya
(Wilson dan Gisvold, 1982).
Stereokimia oksigenasi hemoglobin sangant kompleks dan dapat diselediki
dengan beberapa cara. Beberapa bukti dan studi kristalografi sinar-X ternyata
bahwa konformasi rantai dan diubah jika bagian hema menjadi kompleks dengan
oksigen. Jadi meningkatkan kompleksasi dengan oksigen. Diharapkan bahwa
hemoglobin berada dalam dua bentuk, posisi relatif subunit dalam bentuk masing-
masing adalah berbeda. Dalam bentu deoksi bentuk s submit α dan β diikat satu
dengan yang lain oleh ikatan ionic dalam struktur mampat yang kurang reaktif
terhadap oksigen daripada bentuk oksi. Beberapa ikatan ionic dipecah dalam
bentuk oksi, mengendurkan konformasi. Konformasi terakhir lebih reaktif
terhadap oksigen (Wilson dan Gisvold, 1982).
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terddapat di dalam tubuh
manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 mg di dalam tubuh manusia dewasa. Besi
mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh: sebagai alat angkut oksigen
dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di dalam sel, dan
sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun
terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan
besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui
berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif dan system
kekebalan (Almatsier, 2005).
Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan dalam
pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi atau karena
gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah besi, protein, piridoksin
(vitamin B6), yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis hem di dalam
molekul hemoglobin, vitamin C yang mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi
dari transferin ke dalam jarangan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi
stabilitas membrane sel darah merah (Almatsier, 2005).
Terjadinya anemia adalah pada saat darah tidak mempunyai cukup
kandungan hemoglobin dimana hemoglobin merupakan protein di dalam sel-sel
darah merah yang membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh anggota tubuh.
Dan penyebab yang paling sering dari ketidakcukupan hemoglobin dalam darah
adalah karena tubuh tidak mempunyai zat besi yang cukup untuk memproduksi
hemoglobin.Ini adalah masalah yang paling sering terjadi pada anak-anak dan
remaja wanita. Pada anak-anak yang sering meminum susu dalam jumlah yang
banyak dan tidak memakan-makanan yang kaya akan zat besi serta wanita remaja
dengan diet makanan yang sembarangan mungkin lebih beresiko untuk menglami
defisiensi atau kekurangan zat besi (Barasi, 2007).
Pada anak dengan usia dibawah tiga tahun sedang mengalami
pertumbuhan yang sangat cepat dan tubuh mereka membutuhkan banyak zat besi
guna pertumbuhan tersebut. Jika kebutuhan yang berlebih ini tidak dapat dipenuhi
tubuh maka dapat terjadi anemia. Wanita pada masa kehamilan atau sedang
menyusui membutuhkan 2.5 kali lebih banyak zat besi seperti pad alaki-laki.
Itulah mengapa pada wanita hamil dilakukan pemeriksaan status anemia dan
mengapa mereka perlu mengkonsumsi makanan yang kaya akan zat besi atau
mengkonsumsi pil zat besi setiap harinya (Barasi, 2007).
Kehilangan darah dapat disebabkan karena perdarahan internal yang
biasanya terjadi pada saluran percernaan, ulkus atau luka pada usus, peradangan
colon, kanker atau konsumsi obat seperti aspirin dan obat-obatan sejenis dalam
waktu lama dapat menjadi penyebab timbulnya perdarahan internal di dalam perut
atau saluran pencernaan. Itulah mengapa begitu penting mengetahui penyebab
terjadinya kadar zat besi dalam darah yang rendah (Barasi, 2007).
Tubuh kita mengabsorbsi atau menyerap dengan sangat baik zat besi pada
makanan daging. Makanlah dalam jumlah kecil daging serta dengan makanan
sumber zat besi lain seperti sayur-sayuran hijau yang dapat membantu anda untuk
memperoleh zat besi dalam jumlah yang banyak. Anda juga dapat mengkonsumsi
vitamin c atau memakan makanan yang kaya akan vitamin c seperti buah jeruk
dan pada saat yang sama makanlah makanan yang kaya akan zat besi atau pil zat
besi yang dapat membantu tubuh anda menyerap zat besi dengan lebih baik dan
penyerapan yang maksimal. Beberapa makanan dapat berfungsi sebaliknya yaitu
mencegah penyerapan zat besi dalam tubuh yaitu kopi, teh, kuning telur, susu,
serat dan protein kedelai. Jadi cobalah hindari makan-makanan tersebut pada saat
anda mengkonsumsi atau memakan makanan yang kaya akan zat besi(Almatsier,
2005).
Pengobatan anemia tergantung pada penyebabnya (Barasi, 2007):
1. Anemia kekurangan zat besi. Bentuk anemia ini diobati dengan suplemen zat
besi, yang mungkin Anda harus minum selama beberapa bulan atau lebih. Jika
penyebab kekurangan zat besi kehilangan darah - selain dari haid - sumber
perdarahan harus diketahui dan dihentikan. Hal ini mungkin melibatkan
operasi.
2. Anemia kekurangan vitamin. Anemia pernisiosa diobati dengan suntikan -
yang seringkali suntikan seumur hidup - vitamin B-12. Anemia karena
kekurangan asam folat diobati dengan suplemen asam folat.
3. Anemia penyakit kronis. Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini.
Dokter berfokus pada mengobati penyakit yang mendasari. Suplemen zat besi
dan vitamin umumnya tidak membantu jenis anemia ini . Namun, jika gejala
menjadi parah, transfusi darah atau suntikan eritropoietin sintetis, hormon
yang biasanya dihasilkan oleh ginjal, dapat membantu merangsang produksi
sel darah merah dan mengurangi kelelahan.
4. Aplastic anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup transfusi darah
untuk meningkatkan kadar sel darah merah. Anda mungkin memerlukan
transplantasi sumsum tulang jika sumsum tulang Anda berpenyakit dan tidak
dapat membuat sel-sel darah sehat. Anda mungkin perlu obat penekan
kekebalan tubuh untuk mengurangi sistem kekebalan tubuh Anda dan
memberikan kesempatan sumsum tulang ditransplantasikan berespon untuk
mulai berfungsi lagi.
5. Anemias terkait dengan penyakit sumsum tulang. Pengobatan berbagai
penyakit dapat berkisar dari obat yang sederhana hingga kemoterapi untuk
transplantasi sumsum tulang.
6. Anemias hemolitik. Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-
obatan tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang
menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah.
Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma
globulin dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel
darah merah. Jika kondisi telah menyebabkan pembesaran limpa, Anda
mungkin perlu untuk menerima limpa Anda diangkat. Limpa Anda- organ
yang relatif kecil di bawah tulang rusuk di sisi kiri - penyaring sel-sel darah
merah yang rusak. Anemia hemolitik tertentu dapat menyebabkan limpa Anda
menjadi besar dengan sel darah merah rusak. Kadang-kadang, limpa
memberikan kontribusi terhadap anemia hemolitik dengan membuang terlalu
banyak sel darah merah. Tergantung pada keparahan anemia Anda, transfusi
darah atau plasmapheresis mungkin diperlukan. Plasmapheresis adalah jenis
prosedur penyaringan darah.
7. Sickle cell anemia. Pengobatan untuk anemia ini dapat mencakup pemberian
oksigen, obat menghilangkan rasa sakit, baik oral dan cairan infus untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah komplikasi. Dokter juga biasanya
menggunakan transfusi darah, suplemen asam folat dan antibiotik.
Transplantasi sumsum tulang mungkin merupakan pengobatan yang efektif
pada beberapa keadaan.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah
hemoglobin meter (Hemocue), microcuvet, lancet dan softclick.
III.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini darah, alkohol dan
kapas steril.
III.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
1. Disiapkan alat.
2. Dibersihkan jari yang akan diambil darahnya terlebih dahulu dengan
kapas yang mengandung alkohol.
3. Digunakan auto lancet untuk mengambil darah pada jari yang telah
diolesi alkohol.
4. Dibuang darah pertama yang menetes, selanjutnya tetesan darah kedua
dimabil dengan menggunakan microcuvet.
5. Dilakukan pada alat hemacue.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Tabel Hasil Praktikum
No. NamaKategori Status
Hb (gr/dl)Keterangan
1. Sidratul Muntaha Jaihar 16,7 Normal
2. Nikmah Saro 9,2 Tidak Normal
3. Harna 10,9 Normal
4. Muchlisa 13,4 Normal
5. Barre Allo 13,3 Normal
6. Munzia 9,0 Tidak normal
7. Asfa Indrawati 13,2 Normal
8. Siti Hardiyanti 12,6 Normal
9. Andi Reski Amelia 14,5 Tidak Normal
10. Wahyuni Pradiptasari 13,6 Normal
11. Fadlia Hidayah Sesaria 14,6 Tidak Normal
IV.2 Pembahasan
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang
berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan
tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru paru.
Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah
berwarna merah.
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diperoleh kadar hemoglobim
10,9 gr/dl. Jika dibandingkan dengan nilai normal yaitu 12-14 gr/dl maka
tergolong tidak normal.
Responden sering mengalami pusing, hal ini disebabkam otak sering
mengalami periode kekurangan pasokan oksigen yang di bawa Hb terutama
saat tubuh memerlukan tenaga yang banyak. Mata berkunang- kunang.
Pingsan, kekurangan oksigen dalam otak yang bersifat ekstrim/mendadak
dalam jumlah besar akan menyebabkan pingsan. Nafas cepat, jika Hb
kurang, untuk memenuhi kebutuhan oksigen maka kompensasinya
menaikkan frekwensi nafas. Orang awam menggambarkan ini dengan sesak
nafas. Jantung berdebar, untuk mencukupi kebutuhan oksigen maka jantung
harus memompa lebih sering agar darah yang mengalir di paru-paru lebih
cepat mengikat oksigen. Pucat, Hb adalah zat yang zat yang mewarnai darah
menjadi merah maka kekurangan yang ekstrim akan menyebabkan pucat
pada tubuh.
Kekurangan HB bisa terjadi karena kekurangan bahan baku penyusun
hemoglobin. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan asupan makanan yang
memiliki kandungan unsur zat besi seperti hati, daging , telur serta bahan
nabati. Faktor lainnya bisa karena pendarahan akibat luka yang berat seperti
ambeyan, menstruasi dan lain-lain. Penderita penyakit kronis seperti malaria
ata TBC, biasanya juga mengalami anemia. Untuk mengatasi bisa dengan
menambah suplemen besi.
Kadar kekurangan hemoglobin dalam darah yang rendah dikenal
dengan istilah anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang
paling sering adalah perdarahan, kurang gizi, gangguan sumsum tulang,
pengobatan kemoterapi dan abnormalitas hemoglobin bawaan. Kadar
hemoglobin yang tinggi dapat menyebabkan polisithemiavera, dapat
dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok.
Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor dan gangguan sumsum
tulang juga bisa meningkatkan kadar hemoglobin.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya anemia, akibat kadar Hb
yang rendah, sebaiknya mengkonsumsi makanan-makanan yang tinggi
kandungan zat besinya, diantaranya: daging, ayam, ikan, telur, serealia
tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Selain itu,
disamping jumlah besi perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan
tersebut (ketersediaan biologic). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam,
dan ikan mempunyai ketersediaan biologic tinggi, besi di dalam serealia dan
kacang-kacangan mempunyai ketersedian biologic sedang, dan besi di dalam
sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi,
seperti bayam mempunyai ketersedian biologik rendah.
Nilai Hb yang dihasilkan dari semua responden tidak mencapai nilai
normal yaitu 12-14 g/dl. Hal ini disebabkan karena kurangnya asupan nutrisi
seperti Fe, asam folat dan B12 atau pola makan responden yang tidak teratur
sehingga menyebabkan nilai Hb dari responden rendah, sering tidur sampai
tengah malam tanpa adanya asupan makanan yang teratur atau yang
mengandung zat gizi, sehingga tidak seimbang, karena tidak diimbangi
dengan pola makan dan istirahat yang cukup. Ada 3 responden yang kadar
HBnya dibawah nilai normal, ada 2 orang yang kadar hemoglobinnya tinggi
dan hanya ada 5 orang yang kadar hemoglobinnya normal. Kadar
hemoglobin yang berbeda-beda pada setiap orang disebabkan karena
perbedaan konsumsi, aktifitas dan pola hidup.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesmpulan
Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan diperoleh kadar hemoglobin
responden yaitu 10,9 gr/dl, dibawah nilai normal (tidak normal). Dari sepuluh
responden, ada 3 responden yang kadar HBnya dibawah nilai normal, ada 2
orang yang kadar hemoglobinnya tinggi dan hanya ada 5 orang yang kadar
hemoglobinnya normal.
V.2 Saran
1. Sebaiknya peralatan lebih diperbanyak lagi karena dibandingkan dengan
jumlah praktikum, alat yang disediakan sangat minim.
2. Sebaiknya asisten lebih menjelaskan secara rinci tentang mekanisme
pengukuran antropometri agar praktikan tidak kewalahan dalam
melakukan pengukuran.
3. Dosen Penilaian Status Gizi sudah bagus tapi kiranya kehadiran dalam
mengajar lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Barasi, Mary E. 2007. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Linman JM. 1999. Hematology Physiologic. New York: MacMillan Publishing.
Miale JB. 2002. Laboratory Medicina Hematology. St. Louis: The C.V. Mosby Companya.
Mustaring, Herni. 2009. Faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan Pemeriksaan Hb Pada Ibu Hamil Di RSU Dr. SOETOMO. Cermin Dunia Kedokteran. XXI: 276-301.
Nugraha, Hendhy Ardhi. 2007. Pendeteksi golongan darah dan pengukur kadar hemoglobin pada manusia. Malang: Universitas Nengri Malang.
Price, S.A., Lorraine McCarty Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sandjaja, dkk. 2010. Kamus Gizi. Jakarta: Kompas.
Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilson. Gizvold. 1982. Kimia Farmasi dan Medisina Organik Edisi VII. Semarang : IKIP Semarang Press.
Tirtawinata, Tien Ch. 2006. Makanan Dalam Perspektif Al-Quran dan Ilmu Gizi. Jakarta: FK UI.