laporan praktikum penentuan persamaan laju
DESCRIPTION
Praktikum Kimia FisikaTRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA
PERCOBAAN VPENENTUAN PERSAAM LAJU
NAMA : SRI WIDIASTUTINIM : H31113506KELOMPOK/REGU : IV (EMPAT)/VIII (DELAPAN)HARI/TGL.PERCOBAAN : RABU/22 APRIL 2015ASISTEN : ERWIN WIYANTO
LABORATORIUM KIMIA FISIKAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinetika kimia mempelajari tentang proses yang berhubungan dengan
kecepatan laju suatu reaksi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
Kinetika diakui sebagai disiplin ilmu pada tahun 1880-an, sebuah pernyataan yang
mendasar dari teori kinetika kimia yaitu bahwa arah dan jumlah perubahan kimia
dikondisikan tidak hanya oleh afinitis tetapi oleh massa zat bereaksi, suhu,
tekanan dan diilustrasikan oleh hasil eksperimen. Suatu proses atau reaksi perlu
dikondisikan agar dapat memperoleh produk dalam waktu yang sesingkat
mungkin dan untuk memahami mengenai kinetika kimiaagar laju suatu reaksi
dapat dikendalikan sehingga lebih hemat dan efesien (Fatimah, 2013).
Perubahan konsentrasi suatu produk atau reaktan secara umum merupakan
subjek dalam kinetika kimia khususnya yang berkaitan dengan pengukuran dan
penafsiran tingkat reaksi kimia. Kinetika kimia berbeda dengan termodinamika
kimia yang berkaitan hanya dengan keadaan awal dari reaktan dan keadaan akhir
sistem ketika kesetimbangan tercapai. Secara historis kinetika kuantitatif pertama
dari reaksi kimia adalah eksperimen yang dilakuakan oleh Ludwig Wilhelmy pada
tahun 1850, dia mengikuti perubahan konsentrasi secara rinci sukrosa (gula tebu)
dalam larutan asam untuk memberikan glukosa dan fruktosadan mencatat bahwa
laju reaksi setiap saat mengikuti awal reaksi berbanding lurus dengan jumlah sisa
sukrosa yang tidak bereaksi pada saat itu (Fatimah, 2013). Pada percobaan ini
dilakukan hukum laju reaksi iodinasi aseton yang terkatalis asam serta mengamati
perubahan konsentrasi aseton dan katalis asam sulfat terhadap laju reaksi sehingga
dapat memahami pengaruh konsentrasi dan katalis terhadap laju reaksi dan dapat
menentukan persamaan laju reaksi.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari
metode penentuan hukum laju reaksi dengan menggunakan metoode kinetika
kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Menentukan hukum laju reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang
terkatalis asam.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi iodinasi
aseton dalam larutan air yang terkatalis dengan asam.
1.3 Prinsip Percobaan
Prinsip percobaan ini adalah penitaran larutan iodin dalam larutan asam
dengan larutan Na2S2O3 0,01 M hingga larutan berubah warna dari merah gelap
menjadi bening dengan pengambilan cuplikan dalam selang waktu tertentu
sehingga dapat ditentukan jumlah iodin yang tidak terikat oleh aseton yang
bereaksi dengan larutan Na2S2O3 0,01 M dengan menggunakan indikator amilum.
Kemudian konsentrasi zat penyusun cuplikan berdasarkan volume larutan
Na2S2O3 0,01 M yang digunakan untuk menentukan konstanta laju reaksi dan orde
reaksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi per satuan waktu. Laju reaksi
didefinisikan sebagai perubahan pada setiap perubahan waktu. Secara metematis
laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan umu sebagai berikut
(Fatimah, 2013):
0 = ∑ vB B (1)
Dengan B adalah simbol kimia untuk suatu molekul, atom, ion atau radikal dan vB
adalah bilangan stoikiometri (positif untuk produk dan negativ untuk reaktan)
untuk spesis B. Bilangan stoikiometri harus memenuhi kondisi umum bahwa
jumlah atom sebelum dan sesudah reaksi harus sama dan muatan listrik total
sebelum dan sesudah reaksi harus sama. Derivatif digunakan karena pada setiap
perubahan waktu mengalami perubahan. Konsentrasi reaktan mengalami
penurunan terus menerus dengan kenaikan waktu sedangkan konsentrasi produk
mengalami kenaikan (Fatimah, 2013).
Laju kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi atau produk dalam
suatu satuan waktu. Laju suatu reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya
konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya konsentasi suatu produk.
Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter, tetapi untuk fase gas satuan
tekanan atmosfer, mililiter merkurium atau pascal dapat digunakan sebagai ganti
konsentrasi. Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari bahkan tahun bergantung
pada reaksi cepat atau lambat (Levine, 2002)
Konstanta laju reaksi adalah sebanding atau berbanding langsing dengan
laju reaksi. Besarnya konstanta laju reaksi tidak tergantung pada konsentrasi
reaktan akan tetapi tergantung pada temperatur sistem reaksi, konstanta laju reaksi
berdimensi dan tergantung pada orde reaksi. Berdasarkan satuan internasional
konsentrasi dinyatakan dalam mol/m-3 dan waktu dalam detik, secara umum untuk
menggambarkan konstanta laju reaksi adalah konsentrasi dengan satuan molar
(M atau mol/liter) dan waktu dalam satuan detik (Fatimah, 2013). Laju atau
konstanta laju yang dihitung dengan bantuan teori kompleks teraktivasi
didasarkan pada reaktan diubah menjadi suatu kompleks teraktivasi sebelum
diubah menjadi produk dan suatu kesetimbangan antara kompleks yang teraktivasi
dan reaktan (Dogra dan Dogra, 2008).
Orde reaksi menggambarkan bentuk matematik persamaan laju reaksi
sebagai fungsi konsentrasi reaktan dalam reaksi. Orde reaksi dihitung dari
pengolahan data, orde reaksi tidak selalu sama dengan koefisien stoikiometri
reaksi akan tetapi untuk reaksi kompleks tidak demikian (Fatimah, 2013).
Orde reaksi II laju berbanding langsung dengan kudrat konsentrasi dari
suatu reaktan dengan hasil kali konsentrasi yang meningkat sampai pangkat satu
atau dua dari reaktan. Sedangkan pada reaksi orde semu konsentarsi satu atau
lebih dari sutu reaktan bekerja sebagai katalis, karena konsentrasi dari jenis-jenis
ini hampir tetap sama dan dapat dianggap konstan maka orde reaksi akan
berkurang (Dogra dan Dogra, 2008).
Katalis asam dan basa dalam berbagai reaksi. Misalkan laju hilangnya
substansi sering disebut substrat dalam reaksi katalitik adalah urutan pertama di
S: -d [S]/ dt = k [S]. Tingkat urutan pertama konstanta k untuk reaksi dalam
larutan penyangga yang merupakan fungsi linear dari H+, OH-, HA dan A-. HA
adalah asam lemah dalam buffer dan A- adalah basa konjugat (Silbey, dkk., 2005).
Konsentrasi reaktan mempengaruhi tingkat laju reaksi yang dapat
ditentukan dengan melakukan beberapa percobaan, konsentrasi reaktan yang
bervariasi secara sistematis dan temperatur tetap konstan. Atau percobaan tunggal
dapat dilakukan dengan konsentrasi yang ditentukan terus menerus sebagai fungsi
waktu (Moore, dkk., 2008).
Langkah pertama dalam analisis kinetika laju reaksi adalah dengan
pengetahuan mengenai stoikiometri dan mengidentifikasi setiap reaksi samping.
Data dasar kinetika kimia adalah konsentrasi reaktan dan produk pada selang
waktu tertentu saat reaksi telah dimulai. Dalam reaksi kimia suhu sangat
berpengaruh sehingga dalam percobaan konvensional suhu campuran reaksi harus
tetap konstan sepanjang perjalanan reaksi. Persyaratan tersebut mengharuskan
kondisi tertentu pada desain percobaan. Reaksi fase gas sering dilakukan dalam
wadah yang dilakukan di kontak dengan blok besar logam. Reaksi fasa cair
termasuk reaksi aliran sehingga harus dilakukan secara efisien melalui termostat
(Atkins dan Paula, 2006).
Jika suatu reaksi hanya melibatkan satu reaktan, hukum laju dapat dengan
mudah ditentukan dengan mengukur laju awal reaksi sebagai fungsi konsentrasi
reaktan. Contohnya jika laju menjadi dua kali lipat bila konsentrasi
dilipatgandakan, maka reaksinya adalah orde pertama dalam reaktan. Jika laju
menjadi empat kali lipat bila konsentrasi dilipatgandakan maka reaksinya adalah
orde dua dalam reaktan (Atkins dan Paula, 2006).
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aseton, larutan iod
0,1 M, larutan Na2S2O3 0,01 M, larutan asam sulfat 1 M, larutan natrium asetat,
amilum 1 %, akuades, kertas tissu dan aluminium foil.
3.2 Alat Percobaan
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu ukur 250 mL,
erlenmeyer 250 mL, buret, statif, klem, gelas kimia, bulb, pipet volume, pipet
tetes, magnetic stirer, magnet barr, stopwatch dan botol semprot.
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Prosedur A
Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Dipipet
sebanyak 25 mL aseton ke dalam labu ukur, ditambahkan 10 mL asam sulfat
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.
Larutan dalam labu ukur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan
didiamkan hingga suhunya mencaapai suhu kamar, larutan diaduk dengan
magnetic stirer bersamaan dengan dimasukkannya 25 mL larutan iod dan
stopwatc dijalankan, kemudian larutan diambil sebanyak 25 mL yang berisi 5 mL
CH3COONa dan 1 mL amilum kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M hingga
tak berwarna, kemudian cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit
samapi larutan menjadi bening.
3.3.2 Prosedur B
Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Dipipet
sebanyak 25 mL aseton ke dalam labu ukur, ditambahkan 10 mL asam sulfat
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.
Larutan dalam labu ukur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan
didiamkan hingga suhunya mencaapai suhu kamar, larutan diaduk dengan
magnetic stirer bersamaan dengan dimasukkannya 25 mL larutan iod dan
stopwatc dijalankan, kemudian larutan diambil sebanyak 25 mL yang berisi 5 mL
CH3COONa dan 1 mL amilum kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M hingga
tak berwarna, kemudian cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit
samapi larutan menjadi bening.
3.3.3 Prosedur C
Dibersihkan dan dikeringkan semua alat yang akan digunakan. Dipipet
sebanyak 25 mL aseton ke dalam labu ukur, ditambahkan 10 mL asam sulfat
kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda batas lalu dihomogenkan.
Larutan dalam labu ukur dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 mL dan
didiamkan hingga suhunya mencaapai suhu kamar, larutan diaduk dengan
magnetic stirer bersamaan dengan dimasukkannya 25 mL larutan iod dan
stopwatc dijalankan, kemudian larutan diambil sebanyak 25 mL yang berisi 5 mL
CH3COONa dan 1 mL amilum kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 M hingga
tak berwarna, kemudian cuplikan berikutnya diambil dalam selang waktu 4 menit
samapi larutan menjadi bening.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Percobaan Titrasi V Na2S2O3 (mL) Waktu (s)
A
1 19 240
2 12,5 480
3 5,9 720
4 0,6 960
B
1 20,2 240
2 14,8 480
3 10,1 720
4 5,4 960
5 1,6 1200
C
1 21,5 240
2 19 480
3 16,5 720
4 14,5 960
5 12 1200
6 5,5 1440
7 7,5 1680
8 4,5 1920
4.2 Reaksi
4.2.1 Reaksi Iodinasi Aseton dalam Suasana Asam
CH3-CO-CH3 + H+ → CH3-C(OH)-CH3 + H2O
CH3-C(OH)-CH3 → CH3-C(OH)=CH2 + H+
CH3-C(OH)=CH2 + I2 → CH3-C(OH)(I)-CH2I
CH3-C(OH)(I)-CH2I → CH3-CO-CH2I + HI
4.2.2 Reaksi Titrasi I2 Oleh Na2S2O3
2Na2S2O3(aq) + I2(aq) 2NaI(aq) + Na2S4O6(aq)
4.3 Perhitungan
4.3.1 Perhitungan mmol I2
Mmol I2 ≈ 2 mmol Na2S2O3
Mmol Na2S2O3 = V Na2S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x mmol Na2 S2O3
mmol I2 = 12
x V Na2S2 O3 x M Na2 S2O3
a. Untuk percobaan A
1. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 1 9 x 0,1
mmol I2 = 0,95
2. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 12,5 x 0,1
mmol I2 = 0,625
3. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 5,9 x 0,1
mmol I2 = 0,295
4. mmol I2 = 12
x V Na2S2 O3 x M Na2S2 O3
mmol I2 = 12
x 0,6 x 0,1
mmol I2 = 0,03
b. Untuk percobaan B
1. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 20,2 x 0,1
mmol I2 = 1,01
2. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 1 4,8 x 0,1
mmol I2 = 0,74
3. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 10,1 x 0,1
mmol I2 = 0,505
4. mmol I2 = 12
x V Na2S2 O3 x M Na2S2 O3
mmol I2 = 12
x 5 ,4 x 0,1
mmol I2 = 0,27
5. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 1,6 x 0,1
mmol I2 = 0,08
c. Untuk percobaan C
1. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 21,5 x 0,1
mmol I2 = 1,075
2. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 19 x 0,1
mmol I2 = 0,95
3. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 16,5 x 0,1
mmol I2 = 0,825
4. mmol I2 = 12
x V Na2S2 O3 x M Na2S2 O3
mmol I2 = 12
x 14,5 x 0,1
mmol I2 = 0,725
5. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 12 x 0,1
mmol I2 = 0,6
6. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2 O3
mmol I2 = 12
x 5,5 x 0,1
mmol I2 = 0,275
7. mmol I2 = 12
x V Na2 S2O3 x M Na2S2O3
mmol I2 = 12
x 7,5 x 0,1
mmol I2 = 0,375
8. mmol I2 = 12
x V Na2S2O3 x M Na2S2 O3
mmol I2 = 12
x 4,5 x 0,1
mmol I2 = 0,225
4.3.2 Perhitungan Konsentrasi I2
[I2 ]= mmol I2
V total
Vtotal =V C H3 COONa+V amilum+V cuplikan+V Na2S2 O3
a. Untuk percobaan A
1. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 19
= 50
[I2 ]1 = mmol I2
V total
= 0,9550
= 0,019
2. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 12,5
= 43,5
[I2 ]2 = mmol I2
V total
= 0,62543,5
= 0,0143
3. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3
= 5 + 1 + 25 + 5,9
= 36,9
[I2 ]3 = mmol I2
V total
= 0,29536, 9
= 0,0079
4. Vtotal = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 0,6
= 31,6
[I2 ]4 = mmol I2
Vtotal
= 0,0331, 6
= 0,0009
b. Untuk percobaan B
1. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 20,2
= 51,2
[I2 ]1 = mmol I2
V total
= 1,015 1,2
= 0,0197
2. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 14,8
= 45,8
[I2 ]2 = mmol I2
V total
= 0,7 44 5,8
= 0,0161
3. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3
= 5 + 1 + 25 + 10,1
= 41,1
[I2 ]3 = mmol I2
V total
= 0,50 541,1
= 0,0122
4. Vtotal = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 5,4
= 36,4
[I2 ]4 = mmol I2
Vtotal
= 0,2736 ,4
= 0,0074
5. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 1,6
= 32,6
[I2 ]5 = mmol I2
V total
= 0,0 83 2,6
= 0,0024
c. Untuk percobaan C
1. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 21,5
= 52.5
[I2 ]1 = mmol I2
V total
= 1, 07552,5
= 0,0204
2. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 19
= 50
[I2 ]2 = mmol I2
V total
= 0,955 0
= 0,019
3. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3
= 5 + 1 + 25 + 16,5
= 47,5
[I2 ]3 = mmol I2
V total
= 0,8 254 7,5
= 0,0173
4. Vtotal = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 14,5
= 45,5
[I2 ]4 = mmol I2
Vtotal
= 0, 7254 5,5
= 0,0159
5. V total = V C H3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 12
= 43
[I2 ]5 = mmol I2
V total
= 0,643
= 0,0139
6. V total = V CH3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3
= 5 + 1 + 25 + 5,5
= 36,5
[I2 ]6 = mmol I2
V total
= 0, 27536,5
= 0,0075
7. V total = V C H3COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2S2 O3
= 5 + 1 + 25 + 7,5
= 38,5
[I2 ]7 = mmol I2
V total
= 0,3 7 538 ,5
= 0,0097
8. V total = V CH3 COONa + V amilum + V cuplikan + V Na2 S2O3
= 5 + 1 + 25 + 4,5
= 35,5
[I2 ]8 = mmol I2
V total
= 0,2253 5,5
= 0,0063
4.3.3 Penentuan Kecepatan Reaksi
V= -d [I2 ]dt
Vn = -[I2 ]n - [I2 ]ntn - t n
a. Untuk percobaan A
V1 = -[I2 ]2 - [ I2 ]1t2 - t 1
= -0,014 3 - 0,019 480 - 240
= 1,9583 × 10-5
V2 = -[I2 ]3 - [I2 ]2t3 - t 2
= -0,0 0 79 - 0,014 3720 - 480
= 2,6667 × 10-5
V3 = -[I2 ]4 - [I2 ]3t4 - t3
= -0,000 9 - 0,00 7 9 960 - 720
= 2,9167 × 10-5
b. Untuk percobaan B
V1 = -[I2 ]2 - [I2 ]1t2 - t1
= -0, 0161 - 0,01 97480 - 240
= 1,5 × 10-5
V2 = -[I2 ]3 - [I2 ]2t3 - t 2
= -0,0 122 - 0,016 1720 - 480
= 1,625 × 10-5
V3 = -[I2 ]4 - [I2 ]3t4 - t3
= -0,00 74 - 0,0122960 - 720
= 2 x 10-5
V4 = -[I2 ]5 - [I2 ]4t 5- t4
= -0,00 24 - 0,00741200 - 960
= 2,0833 x 10-5
c. Untuk percobaan C
V1 = -[I2 ]2 - [I2 ]1t2 - t1
= -0,0 19 - 0,0204480 - 240
= 5,8333 x 10-6
V2 = -[I2 ]3 - [I2 ]2t3 - t 2
= -0,0 173 - 0,019720 - 480
= 7,0833 x 10-6
V3 = -[I2 ]4 - [I2 ]3t4 - t3
= -0,0 159 - 0,0173960 - 720
= 5,8333 x 10-6
V4 = -[I2 ]5 - [I2 ]4t 5- t4
= -0,01 39 - 0,01591200 - 960
= 8,3333 × 10-6
V5 = -[I2 ]6 - [I2 ]5t6 - t 5
= -0,0 075 - 0,01391440 - 120 0
= 2,6667 x 10-5
V6 = -[I2 ]7 - [I2 ]6t7 - t6
= -0,00 97 - 0,00751680 - 1440
= 9,1667 x 10-6
V7 = -[I2 ]8 - [I2 ]7t8 - t7
= -0,0 063 - 0,00971920 - 1680
= 1,4167 x 10-5
4.4 Penentuan Konstanta Laju Reaksi
a. Untuk percobaan A
[I2] (M) Log [I2] V (m/s) Log V Log V Regresi
0,0143 -1,8446 1,9583 × 10-5 -4,7081 -4,6620
0,0079 -2,1023 2,6667 × 10-5 -4,5740 -4,6321
0,0009 -3,0457 2,9167 × 10-5 -4,5351 -4,5227
-3.2 -3 -2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6
-4.7
-4.65
-4.6
-4.55
-4.5
-4.45
f(x) = − 0.11597338494323 x − 4.87591849718468R² = 0.999999990951612
log I2 Vs Log V Regresi
Log I2
Log
V R
egre
si
V = k [I2]z
log V = log k + z log [I2]
y = ax + b
slope = a = z = - 0,1160
log k = intercept
k = invers log -4,8759
k = 1,3308 x 10-5
sehingga persamaan laju: V = 1,3308 x 10-5 [I2]-0,1160
b. Untuk percobaan B
[I2] (M) Log [I2] V (m/s) Log V Log V Regresi
0,0161 -1,7932 1,5 × 10-5 -4,8239 -4,8024
0,0122 -1,9136 1,625 × 10-5 -4,7891 -4,7821
0,0074 -2,1308 2 x 10-5 -4,6989 -4,7456
0,0024 -2,6198 2,0833 x 10-5 -4,6812 -4,6633
-2.7 -2.6 -2.5 -2.4 -2.3 -2.2 -2.1 -2 -1.9 -1.8 -1.7
-4.85
-4.8
-4.75
-4.7
-4.65
-4.6
-4.55
f(x) = − 0.168259561987543 x − 5.10410960488836R² = 0.999999884946246
Log V Regresi Vs I2
Log V Regresi
Linear (Log V Regresi)
Log I2
Log
V R
egre
si
V = k [I2]z
log V = log k + z log [I2]
y = ax + b
slope = a = z = - 0,1683
log k = intercept
k = invers log -5,1041
k = 7,8686 x 10-6
sehingga persamaan laju: V = 7,8686 x 10-6 [I2]-0,1683
c. Untuk percobaan C
[I2] (M) Log [I2] V (m/s) Log V Log V Regresi
0,019 -1,7212 5,8333 x 10-6 -5,2341 -5,2338
0,0173 -1,7619 7,0833 x 10-6 -5,1498 -5,1941
0,0159 -1,7986 5,8333 x 10-6 -5,2341 -5,1583
0,0139 -1,8569 8,3333 × 10-6 -5,0792 -5,1014
0,0075 -2,1249 2,6667 x 10-5 -4,5740 -4,8399
0,0097 -2,0132 9,1667 x 10-6 -5,0378 -4,9489
0,0063 -2,2007 1,4167 x 10-5 -4,9336 -4,7659
-2.3 -2.2 -2.1 -2 -1.9 -1.8 -1.7 -1.6
-5.3
-5.2
-5.1
-5
-4.9
-4.8
-4.7
-4.6
-4.5
f(x) = − 0.975795369127391 x − 6.91335492969679R² = 0.999999993669244
Log V Regresi Vs Log I2
Log V RegresiLinear (Log V Regresi)
Log I2
Log
V R
egre
si
V = k [I2]z
log V = log k + z log [I2]
y = ax + b
slope = a = z = -0,9758
log k = intercept
k = invers log -6,9134
k = 1,2207 x 10-7
sehingga persamaan laju: V = 1,2207 x 10-7 [I2]-0,9758
4.5 Pembahasan
Pada percobaan persamaan laju reaksi ini akan ditentukan hukum laju
reaksi iodinasi aseton dalam larutan air yang terkatalis asam. Percobaan ini
dimulai dengan mencampurkan aseton dengan larutan asam sulfat kemudian
mengecerkannya dengan akuades hingga volume 250 mL. Penambahan asam
sulfat pada aseton bertujuan agar reaksi ionisasi aseton berjalan lebih cepat.
Selanjutnya larutan tersebut diaduk dengan menggunakan magnetic strirrer agar
kedua larutan bercampur dengan baik kemudian larutan iodin dimasukkan ke
dalam larutan bersamaan dengan dinyalakannya stopwatch untuk mengukur waktu
reaksi. Larutan iodin yang digunakan adalah I2 dalam KI karena I2 tidak dapat
larut dalam air. Setelah larutan iodin dimasukkan, 25 mL larutan dipipet dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang berisi campuran 5 mL natrium asetat dan 1
mL amilum sebagai penentu laju reaksi pada 0 menit. Larutan kemudian dititrasi
dengan Na2S2O3 hingga larutan berubah warna menjadi bening. Penambahan
natrium asetat berfungsi untuk memastikan reaksi berjalan sempurna dan
penambahan amilum dapat mengikat iod menghasilkan suatu kompleks.
Dilakukan 3 kali percobaan penentuan persamaan laju reaksi yaitu
percobaan A dengan penambahan aseton sebanyak 25 mL, percobaan B dengan
penambahan aseton sebanyak 20 mL dan percobaan C dengan penambahan aseton
sebanyak 10 mL. Pengambilan cuplikan yang akan ditirasi dilakukan setiap selang
waktu 4 menit hingga larutan tidak berwarna yang menandakan reaksi iodinasi
aseton telah berjalan sempurna. Reaksi iodin dengan aseton tersebut diamati
dengan cara menentukan konsentrasi iodin sebagai fungsi waktu. Konsentrasi
iodin di dalam larutan akan terus berkurang sejalan dengan bertambahnya waktu.
Hal ini ditandai dengan berkurangnya volume natrium tiosulfat yang digunakan
untuk menitrasi cuplikan, hal ini disebabkan karena makin banyak iodin yang
bereaksi dengan aseton maka semakin lama reaksi berlangsung. Konsentrasi iod
di dalam larutan dapat dihitung dengan mengetahui volume natrium tiosulfat yang
digunakan untuk titrasi cuplikan dengan menggunakan persamaan reaksi yang
terjadi. Konsentrasi iod yang diperoleh sebagai fungsi terhadap waktu digunakan
untuk menentukan konstanta laju reaksi dengan variabel tetapan laju (k) sehingga
orde reaksi dapat ditentukan.
Selain menentukan laju reaksi terhadap berkurangnya iod untuk
menentukan konstanta laju reaksi, pada percobaan ini juga ditentukan orde reaksi
terhadap berkurangnya aseton terhadap laju reaksi. Hal inilah yang diuraikan pada
percobaan B dan percobaan C. Pada percobaan B dan percobaan C pengerjaan
yang dilakukan hampir sama, namun pada percobaan B dan percobaan C volume
aseton yang digunakan lebih kecil dari yang digunakan sebelumnya. Dari hasil
praktikum didapatkan bahwa semakin sedikit volume aseton, semakin lama laju
reaksi terhadap berkurangnya iod karena iod yang diikat oleh aseton lebih sedikit
dibanding pada percobaan A.
Konstanta laju reaksi iodinasi aseton ditentukan dengan membuat kurva
log [I2] vs log V. Percobaan A memiliki persamaan laju reaksi V = 1,3308 x 10-5
[I2]-0,1160, percobaan B memiliki persamaan laju reaksi V = 7,8686 x 10-6 [I2]-0,1683
dan untuk percobaan C memiliki persamaan laju reaksi V = 1,2207 x 10-7 [I2]-0,9758
.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Konstanta laju reaksi iodinasi aseton ditentukan dengan membuat kurva log
[I2] vs log V. Percobaan A memiliki persamaan laju reaksi V = 1,3308 x 10-5
[I2]-0,1160, percobaan B memiliki persamaan laju reaksi V = 7,8686 x 10-6 [I2]-
0,1683 dan untuk percobaan C memiliki persamaan laju reaksi V = 1,2207 x 10-7
[I2]-0,9758.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah konsentrasi reaktan
dan katalis. Kenaikan konsentrasi pereaksi meningkatkan laju reaksi
sedangkan katalis akan menurunkan energi aktifasi sehingga laju reaksi
semakin cepat.
5.2 Saran
Saran untuk laboratorium yaitu diharapkan agar kondisi alat dan bahan
lebih diperhatikan agar proses praktikum berjalan lancar.
Saran untuk percobaan yaitu agar pereaksi yang digunakan dalam
percobaan diperhatikan kondisinya agar mencegah kesalahan dalam praktikum
akibat kerusakan bahan serta pereaksi yang digunakan sebaiknya ditambah agar
pengetahuan praktikan bertambah dan kita dapat membandingkan hasil laju
reaksinya.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P., dan Paula, J. D., 2006, Atkins Physical Chemistry, Eighth Edition, Oxford University Press, Amerika.
Dogra, S.K., dan Dogra, S., 2008, Kimia Fisik Dan Soal-Soal, UI-Press.
Fatimah, I., 2013, Kinetika KimiaI, Edisi Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Levine, I.N., 2002, Phisical Chemistry, Fifth Edition, McGraw-Hill Americas, New York.
Moore, J.W., Stanitski, C.L., and Juurs, P.C., 2008, Chemistry The Molecular Science, Third Edition, Thomson Brooks/Cole, Canada.
Silbey, R.J., Alberty, R.A., and Bawendi, M.G., 2005, Physical Chemistry, Fourth Edition, Publication Service Inc, Hamilton.