laporan praktikum lh

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air memegang peranan yang sangat penting bagi setiap makhluk hidup untuk mejalankan aktivitasnya, terutama manusia. Air digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti untuk minum mandi dan mencuci. Di samping itu, air juga berfungsi untuk mengairi sawah, ladang, kebun dan masih banyak lagi. Air sangat penting bagi manusia karena sebagian besar komponen penyusun tubuh manusia adalah air. Dewasa ini, masyarakat khususnya yang tinggal disekitar sungai, sering terserang berbagai penyakit seperti diare, kolera, demam thypoid dan masih banyak lagi. Tidak lain dan tidak bukan, penyebab dari terjadinya penyakit-penyakit tersebut adalah karena burukya kualitas air yang digunakan. Penulis ingin mengetahui penyebab dari penyakit- penyakit tersebut dan berusaha untuk menentukan solusi untuk memecahakan masalah perairan tersebut. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan pengecekan kualitas air di perairan terutama di sungai. Sungai merupakan suatu sarana yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari, 1

Upload: mirantika-audina

Post on 26-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

LH

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air memegang peranan yang sangat penting bagi setiap makhluk hidup

untuk mejalankan aktivitasnya, terutama manusia. Air digunakan oleh

manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti untuk minum mandi dan

mencuci. Di samping itu, air juga berfungsi untuk mengairi sawah, ladang,

kebun dan masih banyak lagi. Air sangat penting bagi manusia karena

sebagian besar komponen penyusun tubuh manusia adalah air.

Dewasa ini, masyarakat khususnya yang tinggal disekitar sungai, sering

terserang berbagai penyakit seperti diare, kolera, demam thypoid dan masih

banyak lagi. Tidak lain dan tidak bukan, penyebab dari terjadinya penyakit-

penyakit tersebut adalah karena burukya kualitas air yang digunakan.

Penulis ingin mengetahui penyebab dari penyakit-penyakit tersebut dan

berusaha untuk menentukan solusi untuk memecahakan masalah perairan

tersebut. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah dengan pengecekan

kualitas air di perairan terutama di sungai. Sungai merupakan suatu sarana

yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari,

namun dewasa ini, sungai sudah tercemar oleh sampah-sampah dan

menimbulkan wabah penyakit. Oleh karena itu, ditulislah laporan ini untuk

menguji kualitas air di sungai. Namun, karena sungai terlalu luas untuk diuji,

maka diujilah air di beberapa titik yang mana air akan mengalir ke sungai.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana metode pengambilan sampel air yang dilakukan?

2. Bagaimana hasil praktikum penentuan kadar DO yang didapatkan?

3. Bagaimana hasil praktikum penentuan kadar BOD yang didapatkan?

1

1.3 Tujuan

1. Mengetahui metode pengambilan metode pengambilan sampel yang benar

2. Mengetahui kualitas air dari sampel yang didapat dengan mengetahui

kadar DO dan BOD sampel.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Sungai dan Penurunan Kualitas

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup

orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu sumber

daya air tersebut harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik

oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Pemanfaatan air untuk berbagai

kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan

kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang (Nugroho, 2008).

Salah satu sumber air yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

hidup manusia dan makhluk hidup lainnya yaitu sungai. Sungai merupakan

ekosistem yang sangat penting bagi manusia. Sungai juga menyediakan air

bagi manusia baik untuk berbagai kegiatan seperti pertanian, industri maupun

domestik (Siahaan dkk., 2011).

Air sungai yang keluar dari mata air biasanya mempunyai kualitas

yang sangat baik. Namun dalam proses pengalirannya air tersebut akan

menerima berbagai macam bahan pencemar (Sofia dkk., 2010). Beberapa

tahun terakhir ini, kualitas air sungai di Indonesia sebagian besar dalam

kondisi tercemar, terutama setelah melewati daerah pemukiman, industri dan

pertanian (Simon dan Hidayat, 2008). Meningkatnya aktivitas domestik,

pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap

kondisi kualitas air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan

masukan konsentrasi BOD terbesar ke badan sungai (Priyambada dkk., 2008).

Suatu sungai dikatakan terjadi penurunan kualitas air, jika air tersebut

tidak dapat digunakan sesuai dengan status mutu air secara normal. Status

mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukan kondisi cemar atau

kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan. Penentuan status

mutu air dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan Metode Indeks

Pencemaran. Indeks Pencemaran (Pollution Index) digunakan untuk

menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang

3

diizinkan. Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan,

kemudian dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh

bagian badan air atau sebagian dari suatu sungai (KLH, 2003).

2.2 Populasi dan Sampel

Sampel adalah kumpulan dari ini sampling. Sampel merupakan

beberapa bagian kecil atau cuplikan yang ditarik dari populasi(Ferguson,

1976). Sampel juga diartikan sebagai metode pengumpulan data dengan jalan

mencatat sebgaian kecil dari populasi (Supranto, 2003). Sedangkan populasi

adalah merupakan keseluruhan anggota, kejadian, atau objek yang telah

ditetapkan dengan baik.

2.3 Jenis-Jenis Sampel Air

Menurut Effendi (2003) jenis-jenis sampel air ada tiga yaitu:

a. Sampel sesaat (grab sampel), yaitu sampel yang diambil langsung dari

tempat pemantauan

b. Sampel komposit (composite sampel), yaitu sampel campuran dari

beberapa waktu pengalaman

c. Sampel gantungan tempat (integrated sampel), yaitu sampel gabungan

yang di ambil secara terpisah dari beberapa tempat dengan volume

yang sama.

2.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air dapat dilakukan melalui langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Penentuan Lokasi dan Titik Pengambilan Sampel

1.1 Penentuan lokasi pengambilan sampel

Langkah awal dalam menentukan lokasi pengambilan

sampel air sungai adalah mengetahui keadaan geografi sungai

dan aktivitas di sekitar daerah aliran sungai (Hadi, 2005). Pada

umumnya, lokasi pengambilan meliputi:

4

a. Daerah hulu atau sumber alamiah, yaitu lokasi yang belum

tercemar. Lokasi itu berperan untuk identifikasi kondisi asal atau

base line sistem tata air.

b. Daerah pemanfaatan air sungai, yaitu lokasi dimana air sungai

dimanfaatkan untuk bahan baku air minum, air untuk rekreasi,

industri, perikanan, pertanian, dan lain-lain. Tujuannya adalah

untuk mengetahui kualitas air sebelum dipengaruhi oleh suatu

aktivitas.

c. Daerah yang potensial terkontaminasi, yaitu lokasi yang

mengalami perubahan kualitas air oleh aktivitas industri,

pertanian, domestik, dan sebagainya. Lokasi itu dipilih untuk

mengetahui hubungan antara pengaruh aktivitas tersebut dan

penurunan kualitas air sungai.

d. Daerah pertemuan dua sungai atau lokasi masuknya anak

sungai. Lokasi itu dipilih apabila terdapat aktivitas yang

mempunyai pengaruh terhadap penurunan kualitas air sungai.

e. Daerah hilir atau muara, yaitu daerah pasang surut yang

merupakan pertemuan antara air sungai dan air laut. Tujuannya

untuk mengetahui kualitas air sungai secara keseluruhan.

1.2 Penentuan jumlah titik pengambilan sampel

Apabila lokasi pengambilan telah ditetapkan, langkah

selanjutnya adalah menentukan titik pengambilannya. Jumlah

titik tersebut sangat tergantung pada debit rata-rata tahunan dan

klasifikasi sungai. Semakin banyak titik pengambilan sampel,

semakin tergambarkan kualitas air sungai sesungguhnya. Dalam

praktiknya, jumlah titik tersebut sangat dipengaruhi oleh situasi

dan kondisi air sungai. Tabel berikut menunjukkan jumlah titik

pengambilan sampel air sungai berdasarkan klasiikasi dan debit

rata-rata tahunan.

5

Tabel 2.1 Jumlah titik pengambilan sampel air sungai sesuai

klasifikasinya

Debit rata-rata

tahunan (m3/detik)

Klasifikasi

sungai

Jumlah titik pengambilan

sampel

<5 Kecil 2

5 - 150 Sedang 4

150 - 1000 Besar 6

>1000 Sangat

besar

Minimum 6 seperti pada sungai

besar jumlah titik tambahan

tergantung pada sungainya,

kenaikan ditambah dengan

faktor 2

Sumber: (Hadi, 2005)

2. Penentuan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah

Air limbah atau limbah cair industri adalah limbah yang dihasilkan

pada setiap tahap produksi yang berupa air sisa, air bekas proses

produksi, atau air bekas pencucian peralatan industri. Sesuai dengan

undang-undang lingkungan hidup, air limbah industri harus dipantau

pada waktu tertentu. Data yang diperoleh dari lokasi pemantauan dan

titik pengambilan harus dapat menggambarkan kualitas air limbah yang

akan disalurkan ke perairan penerima (Hadi, 2005).

Pemilihan lokasi dan titik pengambilan sampel air limbah

bertujuan (Hadi, 2005):

a. Mengetahui efisiensi proses produksi. Sampel diambil dari bak kontrol

air limbah sebelum masuk pipa atau IPAL yang dilakukan apabila

industri menghasilkan berbagai jenis produk dengan proses produksi dan

karakteristik limbah yang berbeda.

6

b. Mengevaluasi efisiensi IPAL. Sampel diambil pada titik masuk (inlet)

dan keluar (outlet) IPAL dengan memerhatikan waktu retensi yaitu harus

diambil pada waktu proses industri berjalan normal.

c. Mengendalikan pencemaran air. Sampel diambil pada:

i. Titik perairan penerima sebelum air limbah masuk ke badan air

yang mana untuk mengetahui kualitas perairan sebelum dipengaruhi

oleh air limbah.

ii. Titik akhir saluran pembuangan limbah (outlet) sebelum air limbah

disalurkan ke perairan penerima yang mana untuk mengetahui kualitas

effluent.

iii. Titik perairan penerima setelah air limbah masuk ke badan air,

namun sebelum menerima air limbah lainnya yang mana untuk

mengetahui kontribusi air limbah terhadap kualitas perairan penerima.

3. Pengambilan Sampel Air Sungai.

Pengambilan sampel pada air sungai diambil dengan cara

pengambilan sampel sesaat (grab sample). Sampel sesaat atau grab

sample yaitu sampel yang diambil secara langsung dari badan air yang

sedang dipantau, sampel ini hanya menggambarkan karakteristik air pada

saat pengambilan sampel (Effendi, 2003). Setelah proses pengambilan

sampel air pada setiap stasiun pengambilan yang telah ditentukan, untuk

sampel yang dilakukan pengujian di laboratorium, maka perlu adanya

penanganan sampel sesuai standar yang ditetapkan. Penanganan sampel

air berupa pengamanan sampel dilapangan (pemberian label pada setiap

wadah sampel), pengawetan sampel (pendinginan dan penambahan

bahan kimia) dan transportasi sampel (dari lokasi pengambilan sampel ke

laboratorium). Pengawetan sampel dimaksudkan agar tidak terjadi

perubahan secara fisika dan kimia.

2.5 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua

jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang

kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.

7

Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik

dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu

perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis

organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000).

Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor,

seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti

arus, gelombang dan pasang surut. Odum (1971) menyatakan bahwa kadar

oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan

berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar

oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara

bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan

terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin

berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan

dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organism

terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan

aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih

sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah.

Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas,

memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen

terlarut (Wardoyo, 1978). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah

2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun

(toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung

kehidupan organisme (Swingle, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut

tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada

tingkat kejenuhan sebesar 70 % (Huet, 1970). KLH menetapkan bahwa

kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan

biota laut (Anonimous,2004).

8

2.6 Kebutuhan Oksigen Biologis

Kebutuhan oksigen biologi (BOD)didefinisikan sebagai banyaknya

oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,

pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan

organik ini digunakan oleh organism sebagai bahan makanan dan energinya

diperoleh dari proses oksidasi (Pescod,1973).

Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan

tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk

menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya

penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut

pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama

organisme tersebut menguraikan bahan organic yang ada dalam suatu

perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam.

Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar

untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas.

Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus berada pada suatu tingkat

pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada

selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan

oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C

(Sawyer & Mc Carty, 1978).

9

BAB III

METODOLOGI

1.1 Alat

1.1.1 Pengambilan Sampel Air

a. Botol Pengambilan Sampel

b. Tali Nylon 10 meter

c. Patok Kayu

d. Meteran

e. Rambu ukur 3 meter

f. Botol Plastik

g. Bola Kasti

h. Pita

i. Stopwatch

j. Penggaris

k. Termometer

l. Jaring

1.1.2 Oksigen Terlarut

a. Botol Winkler

b. Tabung Erlenmeyer

c. Labu Ukur

d. Beaker Glass

e. Pipet Volume

f. Inkubator

1.1.3 BOD

a. Botol BOD kapasitas 250-300 ml

b. Tabung Inkubasi yang diatur suhunya 20oC

c. Buret

d. Pipet

e. Tabung Erlenmeyer

10

1.1 Bahan

1.1.1 Pengambilan Sampel Air

a. Bahan Kimia untuk Pengawet

b. Sampel Air

1.1.2 Oksigen Terlarut

a. Mangan Sulfat (MnSo4)

b. Larutan Baku NatriumThiiosulfat

c. Larutan H2SO4

d. Larutan Alkali Iodida

e. Larutan Kanji

1.1.3 BOD

a. Larutaa buffer Fosfat

b. Larutan Magnesium Sulfat

c. Larutan Kalsium Klorida

d. Larutan Ferri Kloirida

e. Larutan Asam atau basa 1 N

f. Laruutan Natrium Sulfit

1.2 Analisis Bahan

1.2.1 Pengambilan Sampel Air

a. Bahan Kimia untuk Pengawet

Bahan Kimia yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan

untuk digunakan untuk analsis dan tidak merubah zat yang akan

diperiksa. Pengawet digunakan untuk menghambat unsur-unsur yang

terkandung di dalam contoh tidak mengalami perubahan secara

fisika, kimia maupun bakteriologi (BPOM, 2013).

b. Sampel Air

Sampel Air adalah sedikit atau sebagian dari unsur sampel yang

dapat mewakilkan secara keseluruhan keadaan kualitas yang dimiliki

oleh sumber sampel. Sampel harus diambil di hari yang sama dengan

11

hari penelitian karena bisa keadaan sumber berubah jika diambil di

hari sebelum-sebelumnya (SNI, 2008).

1.2.2 Oksigen Terlarut dan BOD

a. Mangan Sulfat

Mangan Sulfat digunakan didalam praktikum ini adalah

untuk menyediakan konsentrasi Ion Mn2+ yang cukup didalam

pereaksian bersama Iodida yang akan membentuk endapan

(Sumetri, 1989).

b. Larutan Baku NatriumThiiosulfat

Untuk digunakan dalam titrasi, perlu distandarisasi terlebih

dahulu diikarenakan kestabilan larutan mudah dipengaruhi oleh PH

rendah, sinar.matahari, dan adanya bakteri yang memanfaatkan

sulfat (SNI, 2008)/

c. Larutan H2SO4

Digunakan untuk pereaksian dengan Manga dan Iodida

yang sebelumnya di tambahkan dan membentuk endapan.

Penambahan H2SO4 bereaksi dan menyebabkan endapan yang

terbentuk terdispersi yang membuat endapan menjadi hilang

(Sumetri,1989).

d. Larutan Alkali Iodida

Digunakan untuk bereaksi dengan oksigen yang hasilnya

menyebabkan endapan. (Sumetri, 1989).

e. Larutan Kanji

Amilum digunakan dalam proses titrasi Natrium Thiosulfat,

yang mana natrium lebih kuat pereaksinya dibanding dengan

amilum sehingga amilum didesak keluar dari proses reaksi yang

mana hasilnya larutan berarna biru keungguan (SNI, 2008).

1.3 Prosedur Kerja

1.3.1 Pengambilan Sampel Air

12

Langkah awal dalam pengambilan sampel air adalah dengan

ditentukan lokasi pengambilan sampel yang mana pada kesempatan ini

lokasi yang dipilih yaitu parit yang berada di Jalan Media. Kemudian,

ditentukan titik pengambilan sampel dan dilakukan pengambilan

sampel. Lalu, dilakukan pemeriksaan kualitas air di lapangan, dilakukan

pengolahan pendahuluan dan pencemaran sampel. Terakhir, sampel

dipakkan dan di bawa ke laboratorium.

1.3.2 Oksigen Terlarut

Sampel air yang masih di dalam botol wrinkler kemudian

ditambahkan dengan mangan sulfat (MnSO4) sebanyak 2 ml dan alkali

iodida sebanyak 2 ml. Kemudian dikocok hingga homogen dan

didiamkan selama kurang lebih 10 menit. Langkah selanjutnya,

ditambahkan 6 ml H2SO4 pekat dan dikocok kembali. Diambil sampel

air dan dimasukkan ke dalam dua buah erlenmeyer asing asing dengan

volume 20 ml. Kedua sampel tadi kemudian dititrasi dengan larutan

thiosulfat (Na2S203) dan larutan amilum. Gelas erlenmeyer digoyangkan

sebentar dan dititrasi kembali menggunakan larutan thiosulfat..

1.3.3 BOD

Sampel air yang telah di inkubasi selama 5 hari di dalam botol

wrinkler kemudian ditambahkan dengan mangan sulfat (MnSO4)

sebanyak 2 ml dan alkali iodida sebanyak 2 ml. Kemudian dikocok

hingga homogen dan didiamkan selama kurang lebih 10 menit.

Langkah selanjutnya, ditambahkan 4 ml H2SO4 pekat dan dikocok

kembali. Diambil sampel air dan dimasukkan ke dalam dua buah

erlenmeyer asing asing dengan volume 20 ml. Kedua sampel tadi

kemudian dititrasi dengan larutan thiosulfat (Na2S203) dan larutan

amilum. Gelas erlenmeyer digoyangkan sebentar dan dititrasi kembali

menggunakan larutan thiosulfat.

13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Hasil

1.1.1 Pengambilan Sampel Air

Hasil pengamatan terdapat pada lampiran.

1.1.2 Oksigen Terlarut

Pada umumnya air yang telah tercemar kandungan oksigennya

sangat rendah, makin banyak bahan buangan organik di dalam air

makin sedikit sisa kandungan oksigen yang terlarut di dalam air

(Wardhana, 2004).

Penambahan H2SO4 ke dalam air selalu menghasilkan panas.

Panas ini menyebabkan temperatur air naik. Kelarutan gas I2dalam air

berkurang bila temperatur naik. Kenaikan temperatur air menyebabkan

gas I2 menguap (ke luar dari contoh air). Oleh karena itu setelah H2SO4

ditambahkan, larutan contoh tidak boleh langsung dititrasi, harus

dibiarkan dulu beberapa saat (± 1 jam) ditempat gelap sampai

temperaturnya kembali normal (INTERGOVERNMENTAL

OCEANOGRAPHIC COMMISSION 1983).

Prinsip penentuan kadar oksigen dalam air berdasarkan titrasi

yodometri yang diperkenalkan oleh WINKLER adalah sebagai berikut :

dalam larutan yang bersifat basa kuat MnSO4bereaksi dengan basa

(OH¯) membentuk endapan Mn(OH)2yang berwana putih. Endapan

Mn(OH)2dalam larutan yang bersifat basa kuat, merupakan senyawa

yang tidak stabil, sehingga segera dioksidasi oleh oksigen yang terdapat

dalam larutan contoh menjadi Mn(OH)3. Larutan tio-sulfat dioksidasi

menjadi tetrationat dan I2 direduksi menjadi I¯. Untuk menentukan titik

afchir titrasi dipakai indikator kanji. Iodium (I2) bereaksi dengan kanji

14

membentuk senyawa kompleks yang berwarna biru. Ikatan antara I2

dengan kanji tidak begitu kuat, I2 mudah lepas dan bereaksi dengan

tiosulfat. Titrasi dihentikan pada saat warna biru hilang dan larutan

berubah menjadi tidak berwarna. Banyaknya O2adalah ekivalen dengan

banyaknya I2 yang dilepas-kan. Banyaknya I2 yang dilepaskan adalah

ekivalen dengan banyaknya larutan baku Na2S2O3yang diperlukan

untuk titrasi. Oleh karena itu kadar oksigendalam larutan contoh dapat

dihitung dari banyaknya larutan baku tio-sulfat yang terpakai untuk

titrasi. Reaksi oksidasi ini bersifat kuantitatif, yang berarti banyaknya

Mn (OH)3yang terbentuk adalah ekivalen dengan banyaknya O2 yang

terdapat dalam larutan contoh. Setelah proses pengendapan sempurna,

larutan diasamkan dengan H2SO4. Dalam suasana asam kuat, endapan

Mn(OH)3 larut kembali dan melepaskan Mn . Ion Mn2+ yang

dilepaskan ini bersifat oksidator kuat, sehingga akan mengoksidasi ion

yodida menjadi I2 bebas. I2 yang dibebaskan dari garam NaI atau KI ini

dititrasi dengan natrium tio-sulfat (Na2S2O3).

Jumlah I2 yang dibebaskan adalah ekivalen dengan jumlah

oksigen yang terdapat dalam contoh air. Reaksi oksidasi ini sangat

tergantung pada keasaman (pH) larutan, dengan perkataan lain adalah

jumlah H2SO4yang ditambahkan. Penambahan H2SO4yang terlalu

sedikit, menyebabkan jumlah J2 yamg dibebaskan lebih sedikit

dibandingkan jumlah oksigen dalam contoh air (kesalahan negatif). Bila

H2SO4yang ditambahkan terlalu banyak maka sebagian tiosulfat

akan berubah menjadi belerang, H2SO3atau SO2. Dengan demikian

jumlah tio-sulfat yang terpakai untuk titrasi akan bertambah banyak

(kesalahan positif). Keasaman yang baik untuk reaksi 3 adalah sekitar

2,8 (COLWELL et al.s.a) atau dengan menambahkan H2SO4sebanyak

0,5 ml untuk contoh air laut sebanyak + 125 ml. Hubungan antara

jumlah asam sulfat dengan tio-sulfat disajikan pada Gambar 5.

(CARRITT & CARPENTER 1966).

1.1.3 BOD

15

Makin besar kosentrasi BOD suatu perairan,menunjukan

konsentrasi bahan organik di dalam air juga tinggi (Yudo, 2010). Pada

praktik, untuk penentuan BOD, berdasarkan pada pemeriksaan

oksigen terlarut (DO). Ada dua metode yang digunakan untuk

analisis BOD yaitu metode titrasi dengan cara Winkler dan metode

elektrokimia dengan DO meter. Metode elektrokimia yang pada

prinsipnya menggunakan elektroda yang terdiri atas katoda Ag dan

anoda Pb/Au yang terendam dalam larutan elektrolit (Alaert dan

Santika, 1984).

Pengujian BOD menggunakan metode Winkler-Alkali Iodida

Azida, adalah penetapan BOD yang dilakukan dengan cara

mengukur berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam sampel yang

disimpan dalam botol tertutup rapat, diinkubasi selama 5 hari pada

temperatur kamar. Dalam metode Winkler digunakan larutan

pengencer MgSO4, FeCl3, CaCl2 dan buffer fosfat. Kemudian,

dilanjutkan dengan metode Alkali iodida azida yaitu dengan cara

titrasi, dalam penetapan kadar oksigen terlarut digunakan pereaksi

MnSO4, H2SO4, dan alkali iodida azida. Sampel dititrasi dengan

natrium thiosulfat memakai indikator amilum (Alaerts dan Santika,

1984).

1.2. Pembahasan

1.1.1 Pengambilan Sampel Air

Langkah pertama dalam menentukan lokasi dan titik

pengambilan sampel disesuaikan dengan kebutuhan. Pada praktikum ini

kebutuhan dipusatkan pada kualitas air sehingga lokasi yang dipilih pun

merupakan lokasi yang telah mengalamai pencemaran. Ditentukanlah

titik pengambilan sampel di sebuah parit yang terletak di Jalan Media.

Langkah selanjutnya yaitu melakukan beberapa pengukuran

yang dianggap penting. Pertama, mengukur mengukur panjang dan

lebar parit menggunakan meteran dan merentangkan tali yang telah

diberi pita setiap 50 cm jaraknya. Selanjutnya adalah mengukur

16

kedalaman parit pada setiap titik. Penentuan kedalaman parit ini

berguna untuk menentukkan rata-rata kedalaman, titik terdalam dan

kontur drainase.

Kemudian, dilakukan pengukuran waktu tempuh dengan

menggunakan media berupa bola kasti dan botol Aqua 750 ml yang tela

diiisi air ¾ botolnya. Jarak yang ditempuh telah ditentukan sebelumnya,

yaitu kami membatasinya pada jarak 2 m. Perhitungan waktu tempuh

ini bertujuan untuk menacari kecepatan dan menghitung debit drainase.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan botol

yang telah diikat tali pada ujung tutupnya sehingga saat botol telah

terpenuhi maka akan langsung tertutup. Sampel air kemudian

dimasukkan ke dalam 2 bauh botol wrinkler dan harus dilakukan

dengan hati hati. Hindari botol terkena matahari dan terdapat

gelembung oksigen saat memindahkannya.

Selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan fisik pada sampel

air yaitu berupa pengukuran pH dan suhu. Langkah terakhir adalah

melakukan pengepakkan dan membawa satu botol menuju laboratorium

dan satunya lagi dimasukkan ke dalam inkubator untuk melakukan

praktikum BOD ke depannya.

1.1.2 Oksigen Terlarut

Larutan Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)

Menurut Harijadi, W. (1993). Larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3)

termasuk dalam larutan baku sekunder, oleh karena itu, larutan yang

akan digunakan dalam titrasi perlu distandardisasi terlebih dahulu. Hal

ini disebabkan kestabilan larutan ini mudah dipengaruhi oleh pH rendah

(<5), sinar matahari, dan adanya daya bakteri yang memanfaatkan

sulfur (S). Pada pH yang rendah (<5), kestabilan larutan natrium

tiosulfat (Na2S2O3) akan terganggu sebab S2O32- akan mengalami

penguraian menurut reaksi berikut :

S2O32- + H+  HS2O3

-  HSO3- + S 

1.1.3 BOD

17

Menurut Strickland Parsons (1972); American Public Health

Association (1976); Carrot & Carpenter (1976) dan Intergo-vernmental

Oceanographic Commission (1983) prosedur yang dilakukan yaitu

BOD (300 ml) diisi dengan contoh air melalui selang karet. Pengisian

botol BOD dengan contoh air dilakukan sampai meluber (over flow).

Botol BOD ditutup pelan-pelan. Buka tutup botol BOD, tambahkan 1

ml larutan MnSO4, setelah itu tambahkan 1 ml larutan alkali yodida.

Penambahan larutan MnSO4 dan alkali yodida dilakukan dengan

memakai pipet otomatis. Ujung pipet berada kira-kira 2 cm dari leher

botol ke dalam botol. Tutup kembali dengan pelan-pelan supaya tidak

ada gelembung udara terperangkap. Larutan dalam botol diaduk dengan

cara membolak-balik botol sebanyak 15 kali. Endapan dibiarkan turun

ke dasar botol. Setelah 2 - 3 menit endapan turun ke dasar botol, ulangi

membolak-balik botol. Kemudian endapan dibiarkan turun kembali ke

dasar botol. Tambahkan 1 ml H2SO4 pekat. Botol ditutup kembali.

Botol BOD dibolak-ba- lik lagi sampai semua endapan larut. Setelah

semua endapan larut, larutan di- simpan di tempat gelap ( ± 1 jam).

Setelah temperatur larutan kembali nor mal, semua larutan dipindahkan

ke dalam erlemeyer 500 ml. Botol BOD dibilas de ngan air suling. Air

pembilas dituangkan kembali ke dalam erlemeyer yang berisi larutan

contoh . Titrasi dengan 0,0250 Ntio-sulfat. Titrasi dilakukan dengan

cepat sampai larutan berwarna kuning pucat.

18

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum sebelumnya dapat ditaik beberapa kesimpulan :

1. Pengambilan sampel dapat dailakukan sebagai langkah awal menentukan

kualitas air

2. Kualitas air pada parit Media tergolong ke dalam pencemaran baik dengan

kadar 0,05 ppm

3. Jumlah oksigen yang dipergunakan oleh mikroba untuk merombak

senyawa organik yaitu sebesar 0,03 ppm

5.2 Saran

Agar praktikum dan percobaan dapat terlaksana dengan baik ada beberapa

hal yang harus diperhatikan:

1. Lakukan setiap langkah dengan cermat agar mengurangi faktor kegagalan

2. Hindari sampel air dari hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil perbobaan

seperi matahari

3. Hindari penetesan larutan penguji terlalu banyak guna menghindari

jenuhnya pada sampel

19

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., dan Santika Sri Simestri. 1984. Metode Penelitian Air.

Surabaya : Usaha Nasional

ANONIMOUS. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup. No. 5 1

Tahun 2004. Tentang : Baku Mutu Air Laut. 2004.

Azwar, Ali dkk. 2013. KAJIAN KUALITAS AIR DAN STATUS MUTU AIR

SUNGAI METRO

BPOM. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomoir 36

tahun 2013

CARRITTD.E. dan J.H. CARPENTER 1966. Comparison and evaluation of

currently modifications of the Winkler method for determining dissolved

oxygen in sea water ; A NASCO report. J. Mar. Res (24) .

COLWELL R.R; R.K. SIZEMORE; J.F. CARNEY; J.D. NELSON. Jr; J.H.

PICKAR; J. SCHWARZ; J.D. WALKER; R.Y. MORITA ; S.D.

VANVALKENBURG dan R.T. WRIGHT s.a. Marine and estuarine

microbiology laboratory manual. University Park Press. Baltimore, London,

Tokyo

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

Hadi, Anwar. 2005. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT

Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

HUET, H.B.N. 1970. Water Quality Criteria for Fish Life Bioiogical Problems in

Water Pollution. PHS. Publ.

INTERGOVERNMENTAL OCEANOGRAPHICH COMMISSION 1983.

Chemical methods for use in marine environmental monitoring manuals and

guides. 12 UNESCO

ODUM, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunder Com. Philadelphia

SALMIN. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara

Karang dan Teluk Banten. Dalam : Foraminifera Sebagai Bioindikator

Pencemaran, Hasil Studi di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang

(Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari dan S. Hadi Riyono, eds.)

20

SAWYER, C.N and P.L., MC CARTY, 1978. Chemistry for Environmental

Engineering. 3rd ed. Mc Graw Hill Kogakusha

Siahaan, R., A. Indawan, D. Soedharma, dan L.B. Prasetyo. 2011. “Kualitas Air

Sungai Cisadane, Jawa Barat– Banten”. Jurnal Ilmiah Sains

Simon, S.B. dan R. Hidayat. 2008. Pengendalian Pencemaran Sumber Air Dengan

Ekoteknologi (Wetland Buatan)”. Jurnal Sumber Daya Air.

SNI 6989.72;009. Cara Uji Kebutuhan Oksigen Biokimia (Bioichemical Oxygen

Demand/ BOD).

SNI 06-2412-1991. Metode Pengambilan Contoh Uji Kualitas Air.

Sumestri, Sri, S. 1989. Metode Penelitian Air. Usaha Nasioinal. Surabaya

Sofia, Y., Tontowi, dan S. Rahayu. 2010. “Penelitian Pengolahan Air Sungai

Yang Tercemar Oleh Bahan Organik”. Jurnal Sumber Daya Air

SWINGLE, H.S. 1968. Standardization of Chemical Analysis for Water and Pond

Muds. F.A.O. Fish, Rep. 44, 4

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

WARDOYO, S.T.H. 1978. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan

Perikanan. Dalam : Prosiding Seminar Pengendalian Pencemaran Air. (eds

Dirjen Pengairan Dep. PU.)

Y udo, S. 2010. “Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung di Wilayah DKI Jakarta

ditinjau dari Parameter Organik,Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri

Coli”. Jurnal Akuakultur Indonesia

21