laporan praktikum farmasetika 1a_cz5.doc

36
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A SEDIAAN LARUTAN Nama asisten : Fenti, S. Si Disusun oleh: 1. Reza Ardiansyah (10060308064) 2. Edi Retno Susanto (10060308065 ) 3. Iis Solihat (10060308067) 4. Hernawati (10060308068) 5. Zara Syafitri Solihat (10060308070) 6. Nyak Anesia Riani (10060308071) Tanggal praktikum :Selasa, 15 Maret 2011 Tanggal pengumpulan laporan :Selasa, 29 Maret 2011

Upload: frisxa-aprilliia

Post on 24-Apr-2015

160 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A

SEDIAAN LARUTAN

Nama asisten : Fenti, S. Si

Disusun oleh:

1. Reza Ardiansyah (10060308064)

2. Edi Retno Susanto (10060308065 )

3. Iis Solihat (10060308067)

4. Hernawati (10060308068)

5. Zara Syafitri Solihat (10060308070)

6. Nyak Anesia Riani (10060308071)

Tanggal praktikum :Selasa, 15 Maret 2011

Tanggal pengumpulan laporan :Selasa, 29 Maret 2011

LABORATORIUM FARMASETIKA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

2011

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

SEDIAAN LARUTAN

I. Data Preformulasi Zat Aktif

A. Sediaan Larutan

Dekstrometorphan

a. Warna : Hampir putih sampai agak kuning

b. Rasa : Pahit

c. Bau : Tidak berbau

d. Pemerian : Serbuk hablur

e. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air (larut dalam 60 bagian

air) dan dalam 10 bagian etanol 95% ; mudah larut dalam

kloroform disertai pemisahan air ; praktis tidak larut eter.

f. Titik lebur / titik didih : 109,50 dan 112,50C

g. pH larutan : 5,2 – 6,5

h. Stabilitas : - Pada suhu > 400C akan lebih mudah terdegradasi

- Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari

luar

i. Inkompabilitas : - Obat-obat inhibitor MAO

i. Obat-obat selektif re-uptake serotonin

ii. Obat-obat depresan SSP, psikotropika

iii. Alkohol

(Farmakope Indonesia IV, hal.298)

B. Eliksir

Parasetamol

1. Warna : Putih

2. Rasa : Pahit

3. Bau : Tidak berbau

4. Pemerian : serbuk hablur

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

5. Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, larut dalam 7 bagian

etanol (95%)P, larut dalam 13 bagian aseton, larut dalam 40 bagian

gliserol, larut dalam sebagian propilen glikol, larut dalam alkali

hidroksida.

6. Titik lebur : 111o C

7. Masa molekular : 272,4 g/mol

8. PH larutan : 5-7oC

9. Stabilitas : Pada suhu > 40oC akan lebih mudah

- terdegradasi, lebih mudah terurai dengan adanya

udara dari

- luar dan adanya cahaya, pH jauh dari rentang

pH optimum

- akan menyebabkan zat terdegradasi karena

terjadi hidrolisis.

II. Data Preformulasi Bahan Tambahan

A. Sediaan Larutan

Sirupus simpleks

a. Warna : Tidak berwarna

b. Rasa : Manis

c. Bau : Tidak berbau

d. Pemerian : Cairan jernih, hablur, massa hablur berbentuk

kubus

e. Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam air mendidih ;

sukar larut dalam etanol ; tidak larut dalam kloroform dan eter.

f. Titik Didih / Lebur : 1860C

g. Bobot Jenis : 1, 587 g/ mol

h. Stabilitas : lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

Sukrosa

a. Warna : Putih, tidak berwarna

b. Rasa : Manis

c. Bau : Tidak berwarna

d. Pemerian : Hablur, masa hablur, bentuk kubus

e. Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam

air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam klroform dan

eter.

f. Titik didih : 186oC

g. Bobot jenis : 1,587 g/ mol

h. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Metil paraben

a. Warna : Putih

b. Rasa : Tidak mempunyai rasa

c. Bau : Hampir tidak berbau

d. Pemerian : Serbuk hablur halus

e. Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,

dalam 25 bagian etanol (95 %) P, dan dalam 3 bagian aseton P ;

mudah larut dalam eter P, dan dalam alkali hidroksida.

f. Titik Lebur : 1250C sampai 1280C

g. Pka/pkb : 8,4

h. Bobot Jenis : 1,352 gr/cm3 atau 1,352 gr/ml

i. pH larutan : 3-6

j. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar

Propil paraben

a. Warna : Putih

b. Rasa : Tidak berasa

c. Bau : Tidak berbau

d. Pemerian : Serbuk hablur putih

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

e. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian etanol

(95%)P, dalam 3 bagian aseton P, dalam 140 bagian gliserol P, dan

dalam 40 bagian minyak lemak, muda larut dalam larutan alkali.

f. Titik didih : 95oC – 98oC

g. Bobot jenis : 180,21 g/mol

h. Stabilitas : Lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Sorbitol

a. Warna : putih

b. Rasa : rasa manis

c. Bau : tidak berbau

d. Pemerian : serbuk, butiran dan kepingan.

e. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol

(95%) P, dalam metanol P, dan dalam asetatP.

f. Titik didih : suhu lebur hablur antara 174oC – 179oC

g. Stabilitas : terhadap udara higroskopis.

Aquadest

a. Warna : Jernih tidak berwarna

b. Rasa : Tidak mempunyai rasa

c. Bau : Tidak berbau

d. Pemerian : Cairan

e. Titik didih : 1800C

f. Pka/pkb : 8,4

g. Bobot Jenis : 1 gr/cm3 atau 1 gr/ml

h. pH larutan : 7

i. Stabilitas : Stabil diudara

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

B. Eliksir

Etanol

1. Warna : tidak berwarna

2. Rasa : rasa pahit

3. Bau : khas

4. Pemerian : cairan jernih, mudah menguap, bergerak, dan mudah

terbakar.

5. Kelarutan : sangat mudah larut dalam air, dan dalam kloroform dan

eter.

6. Bobot jenis: 0,8119 – 0,8139 g/mol

7. Stabilitas : mudah menguap, lebih mudah rusak dengan adanya

cahaya, dan muda terbakar.

III. Alat dan Bahan

ALAT BAHAN

Timbangan

Mortir

Batang pengaduk

Botol coklat

Spatel

Kertas perkamen

Gelas ukur

Erlenmeyer

Pipet tetes

Beaker glass

Viskometer Hoeppler

Piknometer

Dekstrometorphan

Metil paraben

Propil paraben

Sirupus simplex

Sorbitol

Aquadest

Parasetamol

Etanol

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

IV. Perhitungan dan Penimbangan

Perhitungan

A. Sediaan Larutan

1. Dekstrometorphan :

10 mg/ 5 mL → 100 mL

2. Sirupus Simpleks

65 % sukrosa → 65 g sukrosa dalam 100 mL campuran (65 g dalam

100 g sirup)

3. Sukrosa yang dibutuhkan =

4. Sirupus simpleks yang dibutuhkan untuk 5 botol sediaan = 175 mL =

200 mL

Sir. Simpleks botol I =

Sir. Simpleks botol II =

Sir. Simpleks botol III =

Sir. Simpleks botol IV =

Sir. Simpleks botol V =

5. - Metil paraben botol III = 0,18 % (b/v) = 0,18 g dalam 100 mL sediaan

- Metil paraben botol IV = 0,2 % (b/v) = 0,2 g dalam 100 mL sediaan

6. Propil Paraben botol III = 0,02 % (b/v) = 0,02 g dalam 100 mL sediaan

7. Sorbitol botol V = 15 % (b/v) = 15 g dalam 100 mL sediaan

B. Eliksir

1. Parasetamol : kelarutan → 1 : 70 bagian air

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

1 : 7 bagian etanol 95 %

2. Untuk titrasi : parasetamol (120 mg/5 mL) yang dibutuhkan

Dalam 10 mL etanol : 10 mL/5 mL x 120 mg = 240 mg

parasetamol

3. Untuk pembuatan sediaan (100 mL) :

120 mg/5 mL → 100 mL

100 mL/5 mL x 120 mg = 2400 mg = 2,4 g

Penimbangan

A. Sediaan Larutan

No Bahan Berat

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Dextrometorphan untuk setiap 100 mL

Sukrosa (untuk 200 mL sir. simpleks)

- Sir. Simpleks botol I

- Sir. Simpleks botol II

- Sir. Simpleks botol III

- Sir. Simpleks botol IV

- Sir. Simpleks botol V

Metil paraben botol III

Metil paraben botol IV

Propil paraben botol III

Sorbitol botol V

Aqua destilata add

0,2 g

130 g

25 mL

75 mL

25 mL

25 mL

25 mL

0,18 g

0,2 g

0,02 g

15 g

100 mL

B. Eliksir

No Bahan Berat

1.

2.

3.

4.

Parasetamol untuk 100 mL sediaan

Parasetamol untuk titrasi

Etanol

Aquadest add

2,4 g

0,24 g

4,2 mL

100 mL

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

V. Prosedur

A. Sediaan Larutan

1) Sirupus simpleks

Sukrosa sebanyak 130 g dilarutkan dalam air panas sebanyak 200 mL

2) Sediaan 1

0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air lalu diaduk

hingga homogen. Kemudian ditambahkan 25 mL sirupus simpleks,

diaduk hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam

botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

3) Sediaan 2

Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dilarutkan dalam 12

mL air, diaduk hingga homogen. Ditambahkan 75 mL air dan diaduk

hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang

sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

4) Sediaan 3

0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air, lalu diaduk

hingga homogen. Kemudian 0,18 g metil paraben dan 0,02 g propil

paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol secara terpisah satu sama lain.

Setelah larut, masing-masing larutan tersebut dimasukan ke dalam

botol. Lalu ditambahkan 25 mL sirupus simpleks. Setelah itu aquadest

dimasukan add 100 mL.

5) Sediaan 4

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dilarutkan dalam 12

mL air. 0,2 g metil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol. 25 mL

sirupus simpleks dicampurkan dan diaduk hingga homogen.

Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add

100 mL dengan aquadest.

6) Sediaan 5

0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air. Ditambahkan 25

mL sirupus simpleks dan diaduk hingga homogen. 15 g sorbitol

dilarutkan dalam air. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol

yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.

Semua sediaan dilakukan pengamatan selama 1 minggu. Amati :

- Pertumbuhan mikroorganisme

- Terjadinya kristal pada botol

- Pengamatan organoleptik

B. Eliksir

1) Penentuan konstanta dielektrik parasetamol (120 mg/5 mL) dengan cara

titrasi :

- Parasetamol dilarutkan dalam air dengan konsentrasi (120 mg/5 mL)

sebanyak 100 mL

- Dilakukan titrasi dengan etanol sampai larutan menjadi bening

- KD parasetamol dihitung berdasarkan data KD pelarut campur

KDcamp = (% Vair x KDair) + (% Vetanol x KDetanol)

2) Sediaan eliksir parasetamol (120 mg/5 mL) dibuat sebanyak 100 mL,

dengan cara :

a. Parasetamol 2,4 g dilarutkan di dalam 4,2 mL etanol, diaduk sampai

larut. Ditambahkan air sebanyak 10 mL, aduk hingga homogen.

Campuran dimasukan ke dalam botol yang telah dikalibrasi.

Aquadest add 100 mL.

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

b. Air sebanyak 10 mL dan etanol 4,2 mL dicampurkan. Kemudian

masukan parasetamol sebanyak 2,4 g sedikir demi sedikit ke dalam

pelarut campur. Aduk hingga homogen. Campuran dimasukan ke

dalam botol yang telah dikalibrasi. Aquadest add 100 mL.

VI. Hasil Pengamatan

A. Sediaan Larutan

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna : bening

Rasa : ++

Bau : +

Warna : jernih

kekuningan

Rasa : +

Bau : ++

Warna : bening

keruh

Rasa : +++

Bau : ++

Warna:bening

kekuningan

Rasa : +++

Bau : ++

Warna : keruh

Rasa : +++

Bau : ++

Pertumbuhan mikroba

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada

Kristal pada mulut botol

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sediaan A (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Sediaan B (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna : bening

kekuningan

Rasa : +++

Bau : ++

Warna : bening

kekuningan

Rasa : +++

Bau : ++

Warna:

kekuningan

Rasa : ++

Bau : +++

Warna : keruh

kuning

Rasa : ++

Bau : +++

Warna : keruh

kuning

Rasa : ++

Bau : +++

Pertumbuhan mikroba

- Tidak ada Tidak ada Ada Ada

Kristal pada mulut botol

- Ada Ada Ada Ada

Sediaan C (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna : bening

Rasa : ++

Bau : ++

Warna : bening

Rasa : +

Bau : ++

Warna : bening

keruh

Rasa : ++

Warna : keruh

Rasa : ++

Bau : ++

Warna : keruh

Rasa : ++

Bau : +++

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

Bau : ++

Pertumbuhan mikroba

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada

Kristal pada mulut botol

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sediaan D (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna : jernih

kekuningan

Rasa : +

Bau : ++

Warna : jernih

kekuningan

Rasa : +

Bau : ++

Warna : agak

kuning

Rasa : ++

Bau : ++

Warna : agak

kuning

Rasa : ++

Bau : ++

Warna : keruh

kuning

Rasa : ++

Bau : +++

Pertumbuhan mikroba

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada

Kristal pada mulut botol

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sediaan E (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna : bening

Rasa : ++++

Bau : +

Warna : bening

Rasa : +++

Bau : ++

Warna : agak

kuning

Rasa : +++

Bau : ++

Warna : agak

kuning

Rasa : +

Bau : +

Warna : kuning

keruh

Rasa : +

Bau : +

Pertumbuhan mikroba

- Tidak ada Ada Ada Ada

Kristal pada mulut botol

- Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Keterangan :

1. Rasa: (+) → manis

(++) → manis pahit

(+++) → pahit

(++++) → pahit sekali

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

2. Bau : bau sirupus simpleks

B. Eliksir

Elixir metoda A (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna: bening

Rasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

pH 6 6 6 6 6Kejernihan Jernih Jernih Jernih Jernih JernihViskositas Bobot jenis 0, 98 0, 97 0, 97 0, 97 0, 97Volume terpindahkan

99 mL 92 mL 86 mL 82 mL 80 mL

Elixir metoda B (hasil rata-rata seluruh kelompok)

Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4Organoleptik Warna: bening

Rasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

Warna: beningRasa : pahitBau : bau khas etanol

pH 6 6 6 6 6Kejernihan Kurang jernih Kurang jernih Kurang jernih Kurang

jernihKurang jernih

Viskositas Bobot jenis 0,97 0,97 0,96 0,96 0,96Volume terpindahkan

98 mL 93 mL 89 mL 80 mL 79 mL

Keterangan :

Perhitungan KDparasetamol, Viskositas dan Bj ada pada lampiran di

halaman belakang.

VII. Pembahasan

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

Dalam praktikum kali ini. Dilakukan pembuatan sediaan larutan.

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut,

sebagai pelarut digunakan air suling kecuali dinyatakan lain. Sedangkan

eliksir adalah sediaan berupa larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap,

selain obat mengandung juga zat tambahan seperti gula atau pemanis lain,

zat warna, zat pewangi dan zat pengawet, dan digunakan sebagai obat

dalam. (Moh. Anief, 2008)

Zat aktif yang digunakan dalam praktikum pembuatan larutan

adalah dekstrometorphan. Dan bahan tambahan yang digunakan adalah

sirupus simpleks, sukrosa, metil paraben, propil paraben, sorbitol,

aquadest serta etanol.

Dalam pembuatan sediaan larutan dibuat terlebih dahulu sirupus

simplex (65% sukrosa). Sukrosa yang digunakan dalam pembuatan larutan

ini adalah 130 g yang dilarutkan dalam 200 ml air panas dan digunakan untuk

membuat 5 sediaan.

Dari hasil pengamatan sediaan 1 yang sudah dirata-ratakan dengan

semua kelompok, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa pada hari ke

1, 2, 3 dan 4 tidak terbentuk kristalisasi. Ini dapat disebabkan karena

sediaan 1 hanya berisi dektrometorphan dan sirupus simpleks sebanyak 25

%. Dikarenakan kadar gula yang sedikit, maka tidak terjadi kristalisasi

pada sediaan ini. Pada hari ke 1, 2 dan 3 tidak terlihat adanya pertumbuhan

mikroba, sehingga pada pengamatan organoleptisnya tidak menunjukan

data yang terlalu berbeda dengan pengamatan organoleptis pada hari ke 0.

Warna yang terjadi dari hari ke 0, 1, 2, 3 (bening, jernih kekuningan,

bening keruh, bening kekuningan). Begitupun dengan rasa dan bau.

Karena dalam sediaan ini terdapat sirupus simpleks, maka rasa yang terasa

adalah rasa manis, namun lama-lama menjadi agak pahit. Dan bau yang

terciumpun bau sirupus simpleks. Namun pada hari ke 4, terdapat banyak

mikroba pada sediaan yang dibuat, ini dapat dilihat salah satunya dari

warna sediaan yang berubah menjadi keruh. Hal ini terjadi karena pada

sediaan ini tidak ditambahkan zat pengawet, serta dalam sediaan ini

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

digunakan air sebagai pelarut, dimana air merupakan media tempat

tumbuhnya mikroba.

Pada hasil pengamatan sediaan 2 yang berisi dekstrometorphan dan

sirupus simpleks 75 %. Dari hari ke 1 hingga ke 4, terdapat kristal pada

mulut botol, ini dapat disebabkan karena jumlah sirupus simpleks yang

diapakai dalam sediaan 2 adalah ¾ dari total sediaan yang dibuat dan pada

sediaan ini, tidak menggunakan bahan tambahan anticaplocking, sehingga

terbentuk kristal pada mulut botol. Pada hari ke 3 dan ke 4 terjadi

pertumbuhan mikroba yang diikuti dengan perubahan organoleptis

terutama perubahan warna dari bening kekuningan menjadi keruh. Karena

keruhnya suatu sediaan, menunjukkan bahwa dalam sediaan tersebut

terdapat mikroba. Begitupun dengan baunya, karena dalam sediaan ini

terdapat banyak sirupus simpleks, maka rasa dan bau yang tercium adalah

rasa dan bau sirupus simpleks, namun seiring dengan tumbuhnya mikroba,

maka bau yang tercium menjadi agak asam. Timbulnya mikroba dapat

terjadi karena dalam sediaan ini tidak menggunakan pengawet.

Dari hasil pengamatan sediaan 3 yang berisi dekstrometorphan,

sirupus simpleks 25%, metil paraben, dan propil paraben. Dari ke 1 hingga

ke 4 tidak terbentuk kristal pada leher botol yang dikarenakan oleh

penggunaan sirupus simpleks yang tidak terlalu banyak sehingga tidak

terbentuk kristalisasi gula. Selain itu, tutup botol yang digunakan adalah

tutup botol gabus, sehingga kristal pada leher botol tidak terlalu terlihat

jelas. Pada hari ke 4 terjadi pertumbuhan mikroba, seharusnya ini tidak

terjadi karena dalam sediaan ini terdapat metil paraben dan propil paraben

yang bertindak sebagai pengawet agar tidak terjadi kontaminasi oleh

mikroorganisme. Namun kenyataannya berbeda, ini dapat disebabkan pada

saat pembukaan botol, udara dari luar masuk ke dalam botol yang

menyebabkan kandungan senyawa aktifnya (dekstromertophan) dapat

teroksidasi atau terurai membentuk senyawa lain yang mungkin bersifat

lebih toksik atau lebih beracun dari pada zat asalnya. Hal ini dapat

membahayakan kesehatan. Dari pengamatan organoleptis, terjadi

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

perubahan warna dari bening menjadi keruh karena adanya mikroba.

Karena metil paraben dan propil paraben kurang larut dalam air terutama

propil paraben, sehingga untuk melarutkan keduanya digunakan etanol.

Dan bau yang terciumpun bau sirupus simpleks dan bau etanol.

Dalam sediaan 4 yang mengandung dextrometorphan, sirupus

simpleks 25% dan metil paraben, terlihat tidak terdapat kristal pada mulut

botol. Pada hari ke 4 terlihat adanya pertumbuhan mikroba, seharusnya

dalam sediaan ini tidak terjadi kontaminasi oleh mikroorganisme. Selain

mungkin disebabkan oleh teroksidasinya senyawa aktif, mungkin

pengawet yang digunkan kurang memberikan kerja yang maksimal

sehingga terjadi kontaminasi mikroorganisme. Seiring dengan tumbuhnya

mikroba, pengamatan organoleptikpun ikut berubah.

Dari hasil pengamatan sediaan 5 yang berisi dekstrometorphan,

sirupus simpleks 25% dan sorbitol, tidak terlihat adanya kristal pada mulut

botol. Hal ini dapat disebabkan karena dalam sediaan 5 terdapat sorbitol

yang merupakan anticaplocking yang dapat mencegah terbentuknya kristal

gula pada leher botol. Karena dalam sediaan ini tidak menggunakan

pengawet, maka pada hari ke 2 sudah terlihat timbulnya mikroba, selain

itu pelarut yang digunakan adalah air yang merupakan media untuk

timbulnya mikroba. Begitupun dengan pengamatan organoleptis, dengan

timbulnya mikroba, warna sediaan yang terlihatpun lama-lama menjadi

kuning keruh.

Dalam percobaan ini, selain membuat sediaan larutan dilakukan

pula percobaan membuat eliksir dengan dua metode. Metode pertama,

parasetamol dilarutkan ke dalam etanol kemudian ditambahkan air dan

dimasukan ke dalam botol. Metode kedua, air dan etanol dicampurkan

kemudian dimasukan parasetamol sedikit demi sedikit lalu campuran

tersebut diaduk hingga homogen dan dimasukan ke dalam botol. Dari hasil

pengamatan yang didapat, terlihat bahwa metode pertama lebih

memberikan hasil yang maksimal dengan parasetamol yang terlarut

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

dengan sempurna dibandingkan dengan metode kedua. Hal ini dapat

dilihat dari kejernihan kedua sediaan eliksir yang dibuat, dimana eliksir

yang dibuat dengan metode pertama memiliki terlihat lebih jernih

dibandingkan dengan eliksir yang dibuat dengan metode kedua. Hal ini

dapat disebabkan karena parasetamol larut dalam 70 bagian air, dan dalam

7 bagian etanol (95%), yang berarti bahwa 1 g parasetamol larut dalam 70

ml air dan 1 g parasetamol larut dalam 7 ml etanol, sehingga dengan

menggunakan cara yang pertama yang dilarutkan dalam etanol terlebih

dahulu, parasetamol akan lebih cepat larut. Disini etanol berfungsi

mempertinggi kelarutan obat pada elixir dapat pula ditambahkan glicerol,

sorbitol atau propilenglikol. Sedangkan untuk pengganti gula bisa

digunakan sirup gula. (Lahman,1994)

Dilakukan evaluasi sediaan eliksir selama seminggu yang

mencakup evaluasi organoleptik (warna, rasa, bau), pH, kejernihan, berat

jenis, viskositas dan volume terpindahkan. Dari hasil pengamatan

organoleptik, tidak terjadi perubahan warna, rasa ataupun bau dari hari

pertama hingga hari keempat. Ini dapat disimpulkan bahwa kedua sediaan

eliksir yang dibuat cukup stabil. pH yang didapat dari kedua sediaan

adalah 6. Pengontrolan pH sangat penting karena untuk meningkatkan

kelarutan zat aktif. Profil laju pH menunjukkan katalis asam spesifik

dengan stabilitas maksimumnya pada jarak pH 5 sampai 7 (Connors,et

al.,1986).

Pada pembuatan sediaan elixir ini digunakan pelarut campur

(kosolven) untuk menaikkan kelarutan. Untuk memperkirakan kelarutan

suatu zat dalam pelarut campur harus dilihat harga konstanta dielektriknya

(KD). Dimana semakin tinggi harga konstanta dielektriknya, kepolarannya

semakin tinggi. Dalam percobaan ini di dapat harga KD pelarut campur

yaitu 62,88. Suatu pelarut campur yang ideal mempunyai harga konstanta

dielektrik antara 25 sampai 80. Dalam percobaan ini dihasilkan pelarut

campur yang memenuhi persyaratan pelarut yang ideal.

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

VIII. Usulan Formula

1. Formula Dekstrometorfan

Formula standar (Anonim, 1978).

- Komposisi :

Sirup dekstrometorfan dibuat berdasarkan resep standar sirup

dekstrometorfan yang terdapat dalam Formularium nasional, yaitu :

R/ Dextromethorphani Hydrobromidum 15 mg

Sirupus simplex hingga 5 ml

- Penyimpanan :

Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

- Dosis :

1 sampai 4 kali sehari, 1 sampai 2 sendok makan

( Fornas edisi II hlm 100, tahun 1978)

Usulan formula yang baik dengan memperhatikan campuran zat

tambahan atau bahan-bahan tambahan lainnya yang dapat berinteraksi baik

atau tidak dengan zat aktif bahan tersebut, dan memperhatikan kestabilan,

kelarutan, kompatibilitas tiap-tiap bahan yang dicampurkan, tujuannya

supaya menghasilkan kualitas obat dengan efektifitas zat aktif yang baik,

kestabilan sediaan dan penerimaan ke pasien yg baik.

Dilihat dari sediaan yang telah ditetapkan dalam Formularium

Nasional, pembuatan sirup dekstrometorfan disini ditambahkan bahan

tambahan yaitu sirupus simpleks yang mengandung sebagian besar

sukrosa, biasanya 60-80%, tidak hanya disebabkan karena rasa manis dan

kekentalan yang diinginkan dari larutan tersebut, tapi juga karena sifat

stabilitasnya. Meskipun sirup mengandung 85 g sukrosa dalam air murni

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

yang cukup untuk membuat 100 ml sirup, sediaan yang dihasilkan ini tidak

memerlukan penambahan zat pengawet karena apabila sirup dibuat dan

dipelihara sebagaimana mestinya, maka sirup ini akan bersifat stabil dan

resisten terhadap pertumbuhan mikroorganisme. Suatu pemeriksaan

terhadap sirup ini menyatakan sifatnya yang pekat, dan relatif tidak

mengandung air untuk pertumbuhan mikroba, sehingga termasuk usulan

formula yang tepat dalam pembuatan sediaan sirup dekstrometorfan ini.

Selain itu, untuk menutupi rasa pahit dari dekstrometorphan, maka

sebaiknya sirup diberi flavouring agent, seperti rasa stroberi, jeruk, anggur

dan semacamnya. Selain itu pula, untuk menarik perhatian dari pasien agar

mau meminum sirup tersebut, adalah dengan menambahkan pewarna yang

sesuia dengan flavouring agent yang diberikan.

Selain dari ketetapan dalam formularium nasional diatas usulan

formula juga dapat ditambahkan dengan menggunakan anticaplocking

seperti sorbitol yang berguna untuk mencegah kristalisasi gula (sukrosa)

pada daerah leher botol, biasanya sorbitol ditambahkan sebanyak 15-30%.

Juga diperlukan antioksidan seperti asam sitrat untuk menghindari

terjadinya reaksi oksidasi oleh oksigen karena zat aktif dalam sediaan ini

yaitu dekstrometorfan lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar.

Jika sirup di jenuhkan secara sempurna dengan sukrosa, pada

penyimpanan dalam keadaan dingin sebagian sukrosa dapat mengkristal

dari larutan, dan dengan berlaku sebagai inti, akan memulai semacam

reaksi berantai yang akan mengakibatkan pemisahan sejumlah sukrosa

yang tidak seimbang dengan daya larutnya pada temperature

penyimpanan. Kemudian sirup menjadi sangat tidak jenuh dan mungkin

sesuai untuk pertumbuhan mikroba, sehingga dalam hal ini diperlukan

bahan pengawet. (Ansel, 2005)

2. Formula Parasetamol

Formula standar (Anonim, 1978).

- Komposisi :

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

Sirup parasetamol dibuat berdasarkan resep standar eliksir

asetaminofen yang terdapat dalam Formularium nasional, yaitu :

R/ Acetaminophenum 120 mg

Glycerolum 2,5 ml

Propylenglycolum 500 µl

Sorbitoli solution 70% 1,25 ml

Aethanolum 500 µl

Zat tambahan yang cocok secukupnya

Aqua destillata hingga 5 ml

- Penyimpanan :

Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya

- Dosis :

Anak - 1 tahun,1 sendok teh; 1-5 tahun, 2 sendok teh.

Catatan : 1.Air dapat diganti dengan sirup simpleks

2.Sediaan berkekuatan lain : 150 mg

( Fornas edisi II hlm 3, tahun 1978)

Semua elixir mengandung bahan pemberi rasa untuk menambah

kelezatan dan hampir semua elixir mempunyai zat pewarna untuk

meningkatkan penampilannya, elixir yang mengandung alcohol lebih dari

10-12%, biasanya bersifat sebagai pengawet sendiri dan tidak

membutuhkan penambahan zat antimikroba untuk pengawetannya.

Dalam formula yang digunakan pada sediaan elixir terdapat

gliserol, sorbitol dan propilen glikol digunakan zat tambahan ini untuk

memberi keseimbangan pada efek pelarut dari pembawa hidroalkohol,

membantu kelarutan zat terlarut, dan meningkatkan kestabilan sediaan.

Akan tetapi adanya bahan-bahan ini menambah kekentalan elixir dan

memperlambat kecepatan penyaring. (Ansel,2005)

Selain itu juga dapat digunakan bahan tambahan lain yang cocok

seperti pemanis untuk menutupi rasa pahit zat aktif, pewarna untuk

menutupi penampilan yang tidak menarik disesuaikan dengan flavouring

agent. Flavoring agent yang ditambahkan tergantung dari usia pasiennya

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

agar dapat diterima dengan baik oleh pasien. Dapat juga dipakai asam

sitrat sebagai antioksidan karena parasetamol juga lebih mudah terurai

dengan adanya udara dari luar dan bahan pengawet seperti sirup dengan

konsentrasi sukrosa lebih dari 65% atau asam benzoat.

IX. Daftar Pustaka

Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta : Gadjah Mada University

Press

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta, 298

Connors, K.A., Amidon, G.L. and Stella, V.J., 1986, Chemical Stability of

Pharmaceutical, John Willey and Sons, New York, 3-26, 163-168.

Lahman. L, dkk.1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III.

Jakarta : UI Press.

Perhitungan :

1. KD parasetamol

Vair = 10 mL

Vetanol = 4,2 mL

14,2 mL

KDcamp = (% Vair x KDair) + (% Vetanol x KDetanol)

= (70,42 % x 78,5) + (29,58% x 25,7)

= 51,28 + 7,60

= 62,88

2. Berat Jenis

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

Perhitungan Bj eliksir metode A

H0 :

W1 = 15, 34 g

W2 = 26, 93 g

W3 = 26, 70 g

= 0, 98

H1 :

W1 = 13, 22 gW2 = 23, 76 gW3 = 23, 40 g

= 0, 97

H2 :

W1 = 13, 24 g

W2 = 23, 94 g

W3 = 23, 62 g

= 0, 97

H3 :

W1 = 13, 58 g

W2 = 23, 87 g

W3 = 23, 62 g

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

= 0, 97

H4 :

W1 = 13, 23 g

W2 = 23, 76 g

W3 = 23, 46 g

= 0, 97

Perhitungan Bj eliksir metoda B H0 :

W1 = 15, 34 g

W2 = 26, 93 g

W3 = 26, 65 g

= 0, 97

H1 :

W1 = 13, 33 g

W2 = 23, 7 g

W3 = 23, 4 g

= 0, 97

H2 :

W1 = 13, 24 g

W2 = 24, 01 g

W3 = 23, 62 g

= 0, 96

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM FARMASETIKA 1A_cZ5.doc

H3 :

W1 = 13, 58 g

W2 = 23, 97 g

W3 = 23, 60 g

= 0, 96

H4 :

W1 = 13, 23 g

W2 = 23, 76 g

W3 = 23, 43 g

= 0, 96

3. Viskositas

Karena konstanta bola jatuh dan satuan gravitasi jenis bola juga gravitasi jenis

cairan tidak diketahui, maka viskositas dilihat secara kualitatif, tidak secara

kuantitatif.