laporan praktikum farmakologi vi writhing reflex

13
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI VI Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex) Disusun oleh : KELOMPOK 4 1. Angga Aditya R (201210410311180) 2. Siska Hermawati (201210410311184) 3. Rahmawati (201210410311185) 4. Yuliana Putri A (201210410311186) 5. Tri Rahmi (201210410311187) 6. Dzati Illiyah I (201210410311188) 7. Ratna Endah L (201210410311192) 8. Venny Aryandini (201210410311189) 9. Sherly Diama (201210410311190) KELAS PRAKTIKUM FARMASI B UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 2013

Upload: siska-hermawati

Post on 10-Jul-2015

2.213 views

Category:

Education


17 download

DESCRIPTION

uji analgesik metode refleks geliat

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI VI

Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex)

Disusun oleh :

KELOMPOK 4

1. Angga Aditya R (201210410311180)

2. Siska Hermawati (201210410311184)

3. Rahmawati (201210410311185)

4. Yuliana Putri A (201210410311186)

5. Tri Rahmi (201210410311187)

6. Dzati Illiyah I (201210410311188)

7. Ratna Endah L (201210410311192)

8. Venny Aryandini (201210410311189)

9. Sherly Diama (201210410311190)

KELAS PRAKTIKUM FARMASI B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2012 – 2013

Page 2: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

TUJUAN:

1.Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia.

DASAR TEORI

Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau

menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan potensi

kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua

kelompok yaitu:

1. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,

‘kelompok opiat’)

2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada

perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat

antiinflamasi dan anti reumatik.

Analgetika lemah (sampai sedang):

Analgetika jenis ini, yang juga disebut analgetika yang bekerja pada sistem

saraf perifer atau ‘kecil’ memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip

walaupun struktur kimianya berbeda. Disamping kerja analgetika senyawa-

senyawa ini menunjukkan kerja antipiretika dan juga komponen kerja

antiflogistika dengan kekecualian turunan asetilanilida. Sebaliknya senyawa-

senyawa ini tidak mempunyai sifat-sifat psikotropik dan sifat sedasi dari

hipoanalgetika.

Nyeri

Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering dialami

meskipun nyeri sendiri dapat berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan

sering memudahkan diagnosis. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia

atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena

itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa

nyeri. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45 derajat celcius.

Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung- ujung

saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara

lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor terdapat diseluruh jaringan dan

organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan di salurkan ke otak

Page 3: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neurondengan sangat banyak sinaps via

sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah.Dari thalamus implus

kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana implus dirangsangkan

sebagai nyeri

Resptor nyeri (nosiseptor) rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri

khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat

menerima rangsang sensasi lain, maka kespesifikan fungsional mungkin berkaitan

dengan deferensiasi pada tahap molekul yang tidak dapat diketahui dengan

pengamatan cahaya dan elektronoptik.

Secara fungsional dibedakan dua jenis reseptor, yang dapat menyusun dua sistem

serabut berbeda :

1. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut A-

dalta bermielin

2. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C

yang tak bermielin

Mediator nyeri penting adalah anti histamin yang bertanggungjawab untuk

kebanyakan reaksi alergi (bronchokon striksi, pengembang mukosa, pruritus, dan

nyeri). Bradykinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari

protein plasma.Prostaglandin mirip stukturnya dengan asam lemak dan terbentuk

dari asam arachidonat.

Nyeri

somatik

Nyeri

permukaan

Nyeri

dalaman

Nyeri I

Nyeri II

Kulit, contohnya

tusukan jarum,

cubitan

Otot ,jaringan ikat, tulang, sendi

Contoh kejang otot, sakit kepala

Nyeri

viseral Perut

Contoh kolik kantung empedu, nyeri

luka lambung

Page 4: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

PENANGANAN RASA NYERI

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,

yakni dengan:

a. Analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada

reseptor nyeri perifer

b. Anestetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf

sensoris

c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP

dengan anestesi umum

d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf,

mekanisme kerjanya belum diketahui, misalnya amitriptilin

e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang

sinaps pada nyeri,mis pregabalin. Juga karbamazepin, okskarbazepin,

fenitoin, valproat, dll.

PENGGOLONGAN

Atas dasar kerja farmakologisnya, anelgetika dibagi dalam dua kelompok besar,

yaitu:

1. Analgetika perifer (non narkotika), yang terdiri dari obat-obat yang tidak

bersifat narkotika dan tidak bekerja sentral, contohnya: anelgetika radang.

2. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,

seperti pada fractura dan kanker.

PENANGANAN BENTUK-BENTUK NYERI

Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,

asetosal, mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri

dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri

yang di ssertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan,tubrukan)

sebaiknya diobati dngan suatu analgetikum antiradang sepertiaminofenazon dan

NSAID (ibuprofen, mefenaminat,dll). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi

dengan morfinatau opiat lainnya (tramadol). Obat ini mampu meringankan atau

menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau enurunkan kesadaraan,

juga tidak menimbulkan ketagihan. Oleh karena itu, tidak hanya digunakan

Page 5: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

sebagai obatanti nyeri, melainkan juga pada demam(inveksi virus atau kuman,

selesma, pilek) dan perandangan seperti rema dan encok.

Nyeri berperan sebagai suatu antagonis depresi napas yang bagaimanapun

bisa menjadi masalah bila nyeri dihilangkan, misalnya dengan anestesi lokal.

Opiod sering menyebabkan mual dan muntah sehingga seringkali memerlukan

antiemetik. Efek pada pleksus saraf diusus yang juga mempunyai peptida dan

reseptor opoid, menyebabkan kontipasi dan biasanya membutuhkan laksatif.

Terapi kontinu dengan analgesik opioid menyebabkan toleransi dan

ketergantungan pada pecandu. Akan tetapi pada pasien dengan penyakit terminal,

peningkatan nyeri secara progresif daripada akibat toleransi. Demikian juga

halnya, pada konteks klinis ketergantungan tidak penting. Penggunaan analgesik

opioid yang terlalu hati-hati sering menyebabkan kontrol nyeri yang buruk pada

pasien. Analgetik tertentu tertentu, seperti kodein, dan dihidrokodein kurang paten

dibandingkan morfin dan tidak dapat diberikan dalam dosis ekuianalgesik.

ASAM ASETAT

Acetic Acid

Golongan Asam karboksilat, alifatik.

Sinonim / Nama Dagang

Acetic acid; Glacial acetic acid; Ethanoic acid; Vinegar acid; Ethylic acid;

Pyroligneus acid; Methanecarboxylic acid; Acetic acid; Glacial;

Keracunan akut

Terhirup

Asam asetat : menyebabkan iritasi yang berat pada saluran pernafasan, pada

kebanyakan orang 50 bpj atau lebih banyak yang tidak tahan dan dapat

menyebabkan edema pharingeal dan bronchitis kronik.. Gejala gejala lain

termasuk batuk, dyspnea, nafas pendek, laryngitis, edema pulmonal,

bronkhopneumonia dan hipotensi.Kontak dengan kulit

Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat disertai

rasa sakit , eritema, melepuh, kerusakan permukaan kulit dan terbakar dengan

penyembuhan yang lambat. Kulit menjadi berwarna hitam, hiperkeratotis dan

pecah-pecah.Diserap dengan cepat melalui kulit.

Page 6: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

Kontak dengan mata

Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat,

lakrimasi, erosi kornea, kekeruhan, iritis dan hilangnya penglihatan manusia.

Pertumbuhan epitelium terjadi setelah beberapa bulan tetapi anestesia kornea

dan kekeruhan biasanya permanen.Pada kasus yang tidak berat terjadi

conjunctivitis, fotofobia dan hiperemia konjunctiva.Uap dan cairan pelarut

dapat menyebabkan hiperemia konjunctiva dan kadang kadang kerusakan

epitelium kornea.

Tertelan

Asam asetat : dalam kasus tertelan ( kecelakaan ) lesi ulseronekrotik yang

berat dari saluran pencernaan atas, striktur esofagus, observasi perforasi

esofagus dan pilorus disertai hematemesis, diare, syok, hemoglobinuria,

diikuti anuria dan uremia. Gejala-gejala yang lain termasuk muntah, perut

kejang, haus, susah menelan, hipotermi, denyut nadi lemah dan cepat, nafas

dangkal dan lambat, laringitis, bronkhitis , edema pulmonal, pneumonia,

hemolisis, albuminuria, hematuria, kedutan, konvulsi, kolap kardiovaskular ,

syok dan kematian, juga dilaporkan mempengaruhi kesuburan pada binatang.

ALAT DAN BAHAN

• Mencit

• Asam asetat glacial 5% 0,1 ml/20g

• Aquadest

• Asetosal 1,3 mg/20 gBB

• Infus lempuyang pahit 30 mg/10 gBB

• Infus lempuyang pahit 90 mg/10 gBB

• Infus lempuyang pahit 300 mg/10 gBB

PROSEDUR KERJA

1. Berikan bahan uji pada masing-masing kelompok uji.

2. 15 menit kemudian, semua hewan uji diinduksi dengan asam asetat glacial

secara intraperitoneum. Setelah 5 menit, umumnya mencit mulai

Page 7: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

merasakan sakit dengan memperlihatkan reflek geliat. Amati dan hitung

jumlah reflek geliat mencit tiap 5 menit.

Cara menghitung % Efektivitas Bahan Uji

% E = Persen efektivitas bahan uji

K = Respon (detik) kelompok kontrol

U = Respon (detik) kelompok uji

PERHITUNGAN DOSIS

Hasil praktikum :

Tikus 2 :

52 mg/kgBB

BB = 17 g

= 0,884 mg

Tikus 3 :

30 mg/10g BB

BB = 18 g

= 54 mg

Sediaan 100% = 100 g → 100 ml

100.000 mg →100 ml

54 mg → X ml

X = 0,054 ml

Tikus 4 :

90 mg/10g BB

BB = 18 g

% E = (K-U) / K x 100

Page 8: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

= 162 mg

Sediaan 100% = 100 g → 100 ml

100.000 mg →100 ml

162 mg → X ml

X = 0,162 ml

Tikus 5 :

300 mg/10g BB

BB = 18 g

= 540 mg

Sediaan 100% = 100 g → 100 ml

100.000 mg →100 ml

540 mg → X ml

X = 0,54 ml

Asam asetat glacial 0,5% 0,1 ml/20 g

Tikus 1 : 0,1ml/20g → BB = 19 g

= 0,095 ml

Tikus 2 : 0,1 ml/20g → BB = 17 g

= 0,085 ml

Tikus 3: 0,1 ml/20g → BB = 18 g

= 0,09 ml

Tikus 4: 0,1 ml/20g → BB = 18 g

= 0,09 ml

Page 9: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

Tikus 5 : 0,1 ml/20g → BB = 18 g

= 0,09 ml

%hambatan tikus 2 :

X 100% = 38,15 %

%hambatan tikus 3 :

X 100% = - 0,63 %

%hambatan tikus 4 :

X 100% = 3,36 %

%hambatan tikus 5:

X 100% = 77,54 %

%efektifitas : X 100% = 100 %

Lempuyang 30mg/10g BB : X 100% = 162,69 %

Lempuyang 90mg/10g BB : X 100% = 156,24 %

Lempuyang 300mg/10g BB : : X 100% = 36,32 %

Page 10: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

HASIL

Tabel 1. Jumlah geliat tiap 5 menit

Tabel 2. Respon Awal dan Jumlah Geliat Selama 1 Jam

Perlakua

n

Menit ke-

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Kontrol

negative

(aquadest

)

0 25 29 21 40 25 30 37 36 30 25 27

Kontrol

positif

(Asetosal)

0 10 7 8 28 25 10 25 20 29 19 20

Infus

30mg/10g

BB

16 34 71 25 7 33 35 20 23 25 18 20

Infus

90mg/10g

BB

0 5 9 24 41 18 60 65 12 49 19 12

Infus

300mg/10

gBB

0 4 0 0 3 0 7 0 10 13 17 19

Perlakuan Respon Awal

(detik)

Rata-Ratajumlah

Geliat

Kontrol negatif (aquadest) 480 27,08

Kontrol positif (Asetosal) 300 16,75

Infus 30mg/10gBB 200 27,25

Infus 90mg/10gBB 350 26,17

Infus 300mg/10gBB 600 6,083

Page 11: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

Tabel 3. Jumlah %Efektivitas Bahan Uji di Tiap Perlakuan

Perlakuan % Efektivitas Bahan Uji

% Hambatan mencit 2 38,15%

% Hambatan mencit 3 -0,63%

% Hambatan mencit 4 3,36%

% Hambatan mencit 5 77,54%

Infus 30mg/10gBB 162,69%

Infus 90mg/10gBB 156,24%

Infus 300mg/10gBB 36,32%

PEMBAHASAN

Metode pengujian di sini mempergunakan pembandingan asetosal, yang

merupakan prototipe obat non narkotik; kerja obat analgetik dan narkotik yang

diketahui adalah dengan jalan mempengaruhi prostaglandin yang berfungsi

merespon nyeri, sehingga terjadi penurunan jumlah infus nyeri pada saraf pusat.

Pada Tabel 1terlihat kelompok asetosal memiliki jumlah geliat yang

rendah, yang berarti adanya kemampuan menekan junlah geliat tertinggi dan

mempunyai efek analgetik tertinggi. Sedangkan infus lempuyang pahit dosis

300mg/10gBB memiliki jumlah geliat lebih sedikit daripada infus lempuyang

pahit 90mg/10gBB, dan infus lempuyang pahit 90mg/10gBB memiliki jumlah

geliat yang lebih sedikit daripada infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB, ini

berarti makin besar dosis yang diberikan maka sebanding dengan kemampuan

infus untuk menekan jumlah geliat atau semakin besar dosis yang diberikan maka

semakin besar pula efek analgetik yang muncul.

Dari informasi ilmiah, rimpang lempuyang pahit mengandung minyak

atsiri, sterol, asam lemak, tanin, glikosida(poliosa), saponin, senyawa pereduksi.

Salah satu sifat minyakatsiri antara lain sebagai analgesik, seperti terlihat juga

pada minyak atsiri rimpang Kaempheria galanga L.Kemungkinan adanya efek

analgesik dari lempuyang pahit disebabkan karena adanya kandungan minyak

atsiri, walaupun tidak tertutup kemungkinan kandungan lainnya.

Pada Tabel 2terlihatbahwa infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB dan

infus lempuyang pahit dosis 90mg/10gBB memiliki respon awal yang lebih cepat

Page 12: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

atau menimbulkan gerakan geliat, dan infus lempuyang 30mg/10gBB memiliki

respon awal lebih cepat daripada acetosal.

Pada Tabel 3terlihat bahwa nilai % Efektivitas Bahan Uji terbesar dimiliki

oleh Infus 30mg/10gBB ini membuktikan Infus 30mg/10gBB memiliki efektivitas

analgetik lebih tinggi. Sedangkan infus lempuyang dosis 300mg/10gBB memiliki

nilai % efektivitas rendah. Ini membuktikan bahwa makin besar dosis yang

diberikan maka semakin besar pula efek analgetik yang ditimbulkan.

KESIMPULAN

Bahwa infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB dan infus lempuyang

pahit dosis 90 mg/10gBB memiliki respon awal lebih cepat atau menimbulkan

gerakan geliat, sedangkan infus lempuyang 300mg/10gBB memiliki respon awal

lebih cepat daripada acetosal. Nilai % Efektivitas Bahan Uji terbesar dimiliki

olehinfus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB, ini membuktikan infus lempuyang

pahit dosis 30mg/10gBB memiliki efektivitas analgetik lebih tinggi. Sedangkan

infus lempuyang dosis 300mg/10gBB memiliki nilai % efektivitas rendah. Ini

membuktikan bahwa makin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula

efek analgetik yang ditimbulkan.

Page 13: Laporan praktikum farmakologi VI Writhing Reflex

DAFTAR PUSTAKA

Sota omolgui. 1995. Buku saku obat-obatan anesthesia edisi 2. EGC: Jakarta

Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-obat penting. Elex media

komputindo Kelompok Gramedia: Jakarta

www. Valdisreinaldo-blogspot.com