laporan praktikum farmakologi ld 50
TRANSCRIPT
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
MENENTUKAN LD50 (LETHAL DOSE) SUPERMETRIN (SUTRIN 100ec) PADA
TIKUS
KELOMPOK 4
FARMASI B
1. Angga Aditya R (201210410311180)
2. Siska Hermawati (201210410311184)
3. Rahmawati (201210410311185)
4. Yuliana Putri A (201210410311186)
5. Tri Rahmi (201210410311187)
6. Dzati Illiyah I (201210410311188)
7. Ratna Endah L (201210410311192)
8. Venny Aryandini (201210410311189)
9. Sherly Diama (201210410311190)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN FARMASI
2013
MENENTUKAN LD50 (LETHAL DOSE) SUPERMETRIN (SUTRIN 100ec) PADA
TIKUS
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengamatiperubahanaktivitasperilakusetelahpemberiansupermetrinsecara per sonde
2. Menentukan LD50 supermetrinpadatikus
II. Dasar teori
Pestisida merupakan suatu zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah, dan menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, jasad
renik yang dianggap hama serta semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mengatur pertumbuhan tanaman dan pengeringan tanaman.
Pestisida bersifat toksik. Pada mamalia efek utama yang ditimbulkan adalah
menghambat asetilkolin esterase yang menyebabkan aktivitas kolinergik yang berlebihan
perangsangan reseptor kolinergik secara terus menerus akibat penumpukan asetilkolin yang
tidak dihidrolisis. Penghambatan asetilkolinesterase juga menimbulkan polineuropati
(neurotoksisitas) mulai terbakar sampai kesemutan, terutama di kaki akibat kesukaran
sensorik dan motorik dapat meluas ke tungkai dan kaki (terjadi ataksia).
Penilaian keamanan obat/zat kimia perlu dilakukan untuk menentukan seberapa toksik
zat tersebut ke manusia. Hal tersebut dapat dilakukan dengan tahapan berikut :
1. Menentukan LD50
2. Melakukam percobaan toksisitas sub akut dan kronis untuk menentukan no effect
level
3. Melakukan percobaan karsinogenitas, teratogenitas, dan mutagenesis yang merupakan
bagian dari penyaringan rutin keamanan.
Salah satu tujuan tujuan melakukan uji toksisitas akut adalah untuk menentukan LD50.
LD50 (Lethal Dose 50) adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu.
Perhitungan LD50 didasarkan atas perhitungan statistic. Nilai LD50 dapat berbeda 0,002
sampai 16 kali bila dilakukan berbagai macam laboratorium. Karena itu harus dijelaskan
lebih lanjut tentang prosedur yang dipakai, misal berat badan dan umur tikus, zat pelarut,
jantan atau betina, lingkungan, dan sebagainya.
LD50 ini biasanya dinyatakan sebagai massa zat yang diberikan per unit massa subjek
tes , biasanya sebagai miligram zat per kilogram massa tubuh , tetapi dinyatakan sebagai
nanogram ( cocok untuk botulinum ) , mikrogram , miligram , atau gram ( cocok untuk
parasetamol ) per kilogram sebagai penurunan toksisitas . Menyatakan dengan cara ini
memungkinkan toksisitas relatif zat yang berbeda untuk dibandingkan, dan menormalkan
untuk variasi dalam ukuran hewan yang terpajan (meskipun toksisitas tidak selalu skala
hanya dengan massa tubuh ) .
Pemilihan 50 % mematikan sebagai patokan menghindari potensi ambiguitas melakukan
pengukuran dalam ekstrem dan mengurangi jumlah pengujian yang diperlukan . Namun,
ini juga berarti bahwa LD50 bukan dosis mematikan untuk semua subjects, beberapa
mungkin dibunuh dengan jauh lebih sedikit , sementara yang lain bertahan dosis jauh lebih
tinggi daripada LD50 . Tindakan seperti " LD1 " dan " LD99 " (dosis yang dibutuhkan
untuk membunuh 1 % atau 99 % , masing-masing, dari populasi uji) kadang-kadang
digunakan untuk tujuan tertentu .
Dosis mematikan sering bervariasi tergantung pada metode administrasi , misalnya ,
banyak zat yang kurang beracun bila diberikan secara oral daripada ketika intravena .
Untuk alasan ini , angka LD50 sering lolos dengan cara pemberian , misalnya , " LD50 iv
Uji toksisitas akut tidak hanya bertujuan untuk menentukan nilai LD50 tetapi juga
untuk melihat berbagai perubahan tingkah laku, adakah stimulasi atau depresi SSP,
perubahan aktivitas motorik dan pernafasan tikus, serta untuk mendapatkan gambaran
tentang sebab kematian. Oleh sebab itu uji toksisitas ini harus dilengkapi dengan
pemeriksaan laboratorium klinik dan pembuatan sediaan histologik dari organ yang
dianggap dapat memperlihatkan kelainan. Kematian yang timbul oleh kerusakan pada
hati, ginjal, atau system hematoposis tidak akan terjadi pada hari pertama tapi timbul
paling cepat hari ketiga.
III. Prosedur Kerja
Alat dan Bahan
1. Kapas, kain, spuit, kasa, klem
2. Kandang, tikus 3 ekor
3. Alkohol
4. Sutrin 100 ec (dosis 25mg/kgBB, 100mg/kgBB, 400mg/kgBB
Cara Kerja
1. Siapkansonde yang berisisutrin 100 ec untuk masing-masing tikus dengan dosis
25mg/kgBB, 100mg/kgBB, 400mg/kgBB
2. Pegang tikus dalam posisi terlentang secara gentle
3. Berikansutrin 100 ec per sonde pada masing-masing tikus
4. Amati perubahan perilaku masing-masing tikus (seperti yang tertera pada lembar
pengamatan) dengan seksama
IV. HasilPengamatankelompok 4
Tikus 1 : 97 g 25 mg / kg BB
Tikus 2 : 81 g 100 mg / kg BB
Tikus 3 : 87 g 400 mg /kg BB
Tikus 1 =
20,04 g ≈ 1000 ml
2,2425 mg ≈ x
X = = 0,121 ml
Tikus 2 = = 8,1 mg
20,04 g ≈ 1000 ml
8,1 mg ≈ x
X = = 0,4042 ml
Tikus 3 = = 34,8 mg
20,02 g ≈ 1000 ml
34,8 mg ≈ x
X = = 1,7365 ml
ALAT DAN BAHAN
Kapas, kain, spuit, kasa, klem
Kandang, tikus 3 ekor
Alkohol
Sutrin 100 ec (dosis 25 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 400 mg/kg BB)
Dosis sediaan : 20,04
g/L
PROSEDUR KERJA
1. Siapkan sonde yang berisi sutrin 100 ec untuk masing-masing tikus dengan
dosis 25 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 400 mg/kg BB.
2. Pegang tikus dalam posisi terlentang secara gentle
3. Berikan sutrin 100 ec per sonde pada masing-masing tikus
4. Amati perubahan perilaku masing-masing tikus (seperti yang tertera pada
lembar pengamatan ) dengan seksama.
Tabel Hasil Pengamatan Kelompok 4
Menit Nomoreksperimen Posturtubuh Aktivitas
motor
Ataxia Righting
reflex
Test
kasa
Analgesia Ptosis Mati
5 1 + + - - + + - -
2 + + + - + - + -
3 mati mati mati mati mati mati mati mati
10 1 + + - - ++ + - -
2 ++ ++ + ++ +++ + + -
3 mati mati mati mati mati mati mati mati
15 1 ++ + - - + ++ - -
2 + + + ++ ++++ + ++ -
3 mati mati mati mati mati mati mati mati
30 1 + + - - + + - -
2 + ++ + + ++ - ++ -
3 mati mati mati mati mati mati mati mati
60 1 + + - - + + - -
2 + +++ + + ++ + + -
3 mati mati mati mati mati mati mati mati
Tabel pengamatan hasil respon tidur / mati pada tikus
Dosis Respontidur (+/-) padatikus no % indikasi yang
berespon Kel.1 Kel. 2 Kel. 3 Kel. 4 Kel.5 Kel.6
25 mg/kg BB - - - - - - 0 %
100 mg/kg BB - - - + - + 33,33 %
400 mg/kg BB + + + + + + 100 %
A = -1,67 x 10-3
B = 0,2540
R = 0,9897
Dari data praktikum semua kelompok didapatkan bahwa hewan coba yang
mempunyai jenis kelamin yang sama dan dari jenis spesies yang sama pula, setelah diberikan
pestisida pada hewan coba secara personde dengan tiga dosis yang berbeda yakni 25 mg, 100
mg, 400 mg didapatkan hasil yang berbeda.
Pada dosis 25 mg dan 100 mg pada hewan coba semua kelompok tidak didapatkan
hewan coba yang mati (% indikasi yang berespon = 0 %). Dan pada dosis 400 mg dari ke-5
kelompok terdapat hanya satu hewan coba yang masih hidup (% indikasi yang berespon = 60
%). Adanya hewan coba yang hidup itu diakibatkan karena faktor variasi individu,
metabolisme, mekanisme absorbsi, perbedaan genetika dan berat badan yang berbeda. Pada
praktikum setelah pemberian Supermetrin dosis 400 mg secara personde hewan coba tidak
langsung mati dalam seketika akan tetapi dari pengamatan postur tubuh, aktivitas motor,
ataksia, righting reflex, test kasa, analgesia, pstosis langsung terlihat berbeda secara
signifikan dari keadaan normal.
Dari hasil data keseluruhan kelompok didapatkan persamaan regresi
Y = a + bx
50 = -1,67 x 10-3
+ 0,9897 x
X = 50,5220
Jadi LD50 = 50,5220
dan dari hasil perhitungan serta grafik linieritas di dapat dosis LD50 (dosis mati) = 50,5220
Keterangan :
1. Postur tubuh
+ = jaga = kepala dan punggung tegak
+ + = ngantuk = kepala tegak, punggung mulai datar
+ + + = tidur = kepala dan punggung datar
2. Aktivitas motor
+ = gerak spontan
+ + = gerak spontan bila dipegang
+ + + = gerak menurun bila dipegang
+ + + + = tidak ada gerak spontan pada saat dipegang
3. Ataksia = gerak berjalan inkoordinasi
+ = inkoordinasi terlihat kadang-kadang
+ + = inkoordinasi terlihat jelas
+ + + = tidak dapat berjalan lurus
4. Righting reflex
+ = diam pada satu posisi miring
+ + = diam pada dua posisi miring
+ + + = diam pada waktu terlentang
5. Tes kasa
+ = tidak jatuh apabila kasa dibalik dan digoyang
+ + = jatuh apabila kasa dibalik
+ + + = jatuh apabila posisi kasa 90⁰
+ + + + = jatuh apabila posisi kasa 45⁰
6. Analgesia
+ = respon berkurang pada saat telapak kaki dijepit
+ + = tidak ada respon pada saat telapak kaki dijepit
7. Ptosis
+ = ptosis kurang dari ½
+ + = 1/2
+ + + = seluruh palpebra tertutup
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum ini dilakukan pada binatang uji tikus putih yang berada didalam ruangan
(laboratorim) dengan suhu kamar (270C). Dengan menyiapkan sonde yang berisi Sutrin100ec
untuk masing-masing tikus dengan dosis 25 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 400
mg/kgBBkemudian tikus diberikan Sutrin 100 ec personde. Setelah itu, mengamati perubahan
perilaku masing-masing tikus (seperti yang tertera pada tabel).
Menentukan onset of action dari perubahan perilaku
Hewan coba I: Mula kerja dapat dilihat dari pengamatan test kasa pada menit ke-10 mulai
mengalami perubahan. Sedangkan, pada pengamatan yang lain tidak mengalami perubahan
perilaku.
Hewan coba II: Mula kerja dapat dilihat dari pengamatan postur tubuh, aktivitas motor,
righting reflex, test kasa pada menit ke-10. Sedangkan, pada pengamatan yang lain tidak
mengalami perubahan perilaku.
Hewan coba III: Mula kerja tidak dapat dilihat dan diamati karena terjadi kesalahan dalam
praktikum yaitu masuknya obat ke dalam saluran pernapasan hewan coba yang menyebabkan
hewan coba mati
Dari data kelompok kami bisa disimpulkan bahwa :
1. Postur tubuh
Pada tikus 1 mengalami perubahan pada menit ke-15 sedangkan tikus 2 mengalami
perubahan pada menit ke-10. Tikus 3 tidak dapat diamati.
2. Aktifitas motorik
Pada tikus 1 tidak mengalami perubahan dari menit pertama sedangkan pada tikus 2
mengalami perubahan pada menit ke-10. Tikus 3 tidak dapat diamati.
3. Ataksia
Pada semua tikus tidak mengalami perubahan gerakan berjalan inkoordinasi dari
menit pertama hingga menit ke-60.
4. Righting reflex
Pada tikus 1 tidak mengalami perubahan hingga menit ke-60. Pada tikus 2 mengalami
perubahan pada menit ke-10. Tikus 3 tidak dapat diamati.
5. Tes kasa
Pada tikus 1dan 2 mengalami perubahan pada menit ke-10. Pada tikus 3 tidak dapat
diamati.
6. Analgesia
Pada tikus 1 mengalami perubahan pada menit ke-15, sedangkan tikus 2 mengalami
perubahan pada menit ke-10. Pada tikus 3 tidak dapat di amati.
7. Ptosis
Pada tikus 1 tidak menunjukkan hasil positif dari menit pertama hingga menit ke-60.
Pada tikus 2 mengalami perubahan pada menit ke-15. Pada tikus 3 tidak dapat diamati.
Efek toksik dari pestisida tersebut terlihat dari perubahan tingkah laku berupa
penurunan kesadaran yaitu postur tubuh (mengantuk), penurunan aktifitas motor, ataksia, tes
kasa, dan kematian. Efek toksik pestisida yang lain adalah hipersalivasi, kontraksi ginjal,
miosis, depresi pernafasan. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja pestisida yang
menghambat pengeluaran asetilkolin esterase pada aktifitas kolinergik sehingga reseptor
kolinergik merangsang pengeluaran asetilkolin terus menerus tanpa dihidrolisis yang
menyebabkan terjadinya akumulasi asetilkolin. Toksisitas pestisida sangat tergantung pada
cara masuknya pestisida kedalam tubuh.
Semakin tinggi LD50 suatu zat menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu
berbahaya bagi manusia.
Faktor yang mempengaruhi kesalahan dalam praktikum
1. Pada percobaan tikus ketiga obat masuk ke saluran pernapasan sehingga tikus ketiga
langsung mati seketika dan tidak dapat diamati.