laporan praktikum farmakologi antidiabetes

20
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ANTIDIABETES Laboratorium Farmakologi, 1 Mei 2013 Disusun Oleh: Kelompok V - Farmasi IV B Elsa Elfrida 1111102000032 Rian Destiani P 1111102000035 Faradhila N.S 1111102000038 Fitri Rahmadani 1111102000048 Rahma Ayunda 1111102000054 PROGRAM STUDI FARMASI

Upload: ayundarahma

Post on 26-Dec-2015

1.627 views

Category:

Documents


111 download

DESCRIPTION

Farmakologi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ANTIDIABETES

Laboratorium Farmakologi, 1 Mei 2013

Disusun Oleh:

Kelompok V - Farmasi IV B

Elsa Elfrida 1111102000032

Rian Destiani P 1111102000035

Faradhila N.S 1111102000038

Fitri Rahmadani 1111102000048

Rahma Ayunda 1111102000054

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013

Page 2: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

BAB I

PENDAHULUAN

A. Landasan Teori

Diabetes mellitus, suatu penyakit kronik yang terjadi akibat kekurangan metabolisme glukosa,

disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin dari sel-sel beta. Keadaan ini menyebabkan tingginya

kadar gula darah (hiperglikemia). Ditandai oleh tiga hal, yaitu Poliuri (meningkatnya keluaran urin),

polidipsi (meningkatnya rasa haus), polifagia (meningkatnya rasa lapar). Kadar glukosa darah normal

adalah 60-100mg/dL dan glukosa serum, 70-110 mg/dL. Ketika kadar glukosa darah lebih besar dari

180 mg/dL, dapat terjadi glukosuria (gula dalam urin).

Diabetes mellitus adalah sekelompok sindrom yang ditandai dengan hiperglikemia,

perubahan metabolism lipid, karbohidrat, dan protein, dan peningkatan resiko komplikasi penyakit

pembuluh darah. Diabetes mellitus dibagi menajdi beberapa jenis yaitu diabetes mellitus tipe 1

(diabetes bergantung-insulin atau IDDM) dan diabetes mellitus tipe 2 (diabetes tak bergantung-insulin

atau NIDDM). Diabetes mellitus atau intoleransi karbohidrat juga menyebabkan kondisi atau sindrom

tertentu lainnya.

Baik DM tipe 1 ataupun tipe 2 memiliki komponen genetic dan lingkungan. Terdapat

sejumlah factor yang menyebabkan seseorang beresiko tinggi terhadap DM tipe 2. Riwayat keluarga

yang positif DM dapat diprediksi terhadap penyakit ini. Terdapat dasar genetic yang kuat untuk DM

tipe 2, tetapi mekanisme genetic yang terlibat belum diketahui. Kerusakan sel- pancreas dan

berkurangnya sensitiitas jaringan terhadap insulin harus muncul sebelum fenotip DM tipe 2 terlihat.

Namun, DM tipe 2 dianggap sebagai penyakit yang sangat heterogen, dan sepertinya melibatkan

banyak gen yang berbeda. Selain itu, factor lingkungan juga dapat berperan. Oleh karena itu, DM tipe

2 dianggap sebagai penyakit multifactor.

Setiap kombinasi di antara factor genetic dan lingkungan yang melebihi nilai ambang dapat

menyebabkan DM tipe 2. Dasar genetic untuk DM tipe 2 disebut MODY2, mengalami mutasi pada

gen glukokinase yang menjadi penyebab utama diabetes. Karena menurunnya aktivitas glukokinase,

pasien tersebut mengalami peningkatan ambang batas glikemia untuk pelepasan insulin. Hal ini

selanjutnya menyebabkan kondisi hiperglikemia sedang secara terus menerus. Bentuk MODY tersebut

bersifat familial, karena sifat pewarisan dominan autosom, dan tampaknya cukup berbeda dan tipe

umum pada DM tipe 2 seperti bentuk MODY lainnya.

Page 3: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

Pada DM tipe 1, tingkat pewarisan pada kembar identik hanya 25-50%. Hal ini diduga bahwa

pengaruh lingkungan maupun genetic berperan penting untuk penyakit ini.namun, factor genetic DM

tipe 1 sudah terkontrol respons imun. Ada banyak bukti bahwa DM tipe 1 dapat disebabkan oleh

penyakit autoimun sel- pancreas.

Kondisi pada DM tipe 2 tidak terlalu jelas. Sebagian besar penelitian menunjukan bahwa

terjadi penurunan masa sel- pada pasien DM tipe 2. Obesitas, durasi diabetes, dan hiperglikemia

berpotensial kuat mengacaukan penafsiran data, tetapi penelitian yang disertai pengendalian variable-

variable tersebut melaporkan terjadinya penurunan volume sel- sekitar 50% pada DM tipe 2

dibandingkan dengan subjek control nondiabetes konsentrasi insulin plasma 24 jam pada pasien

dilaporkan bervariasi dari rendah sampai normal, bahkan relative meningkat pada nilai subjek control.

Hampir semua bentuk diabetes mellitus disebabkan oleh menurunnya konsentrasi insulin

dalam sirkulasi (defisiensi insulin) dan menurunnya respon jaringan perifer terhadap insulin

(resistensi insulin). Abnormalitas ini menyebabkan perubahan pada metabolism karbohidrat, lipid,

keton, dan asam amino. Ciri utama sindrom ini adalah hiperglikemia.

Insulin menurunkan konsentrasi glukosa dalam darah dengan cara menghambat produksi

glukosa di hati dan menstimulasi ambilan dan metabolisme glukosa oleh otot dan jaringan adipose.

Kedua efek penting ini terjadi saat konsentrasi insulin yang berbeda. Produksi glukosa dihambat

maksimal setengahnya dengan konsentrasi insulin sekitar 20 U/mL, sedangkan penggunaan glukosa

maksimal sebagian distimulasi sekitar 50 U/mL.

Pada kedua tipe diabetes, glucagon (kadarnya yang meningkat pada pasien yang tidak diobati)

melawan efek insulin hati dengan cara menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis, tetapi

efeknya relative kecil terhadap pengguna glukosa di perifer. Dengan demikian, pasien diabetes karena

defisiensi insulin atau resistensi insulin dan hiperglukagonemia, terjadi peningkatan produksi glukosa

di hati, penurunan ambilan glukosa di perifer, dan berkurangnya konversi glukosa menjadi glikogen di

hati.

Perubahan pada sekresi insulin dan glucagon juga memberikan efek yang besar terhadap

metabolisme lipid, keton dan protein pada konsentrasi rendah yang dibutuhkan untuk menstimulasi

ambilan glukosa insulin menghambat lipase sensitive-hormon di jaringan adipose, sehingga

menghambat hidrolisis trigliserida yang disimpan di adiposit. Hal ini meniadakan kerja lipolitik

katekolamin, kortisol, dan hormone pertumbuhan, serta mengurangi konsentrasi gliserol (sesuatu

substrat untuk glukoneogenesis) dan asam lemak bebas (suatu substrat untuk produksi badan keton

dan bahan bakar yang diperlukan untuk glukoneogenesis). Kerja insulin ini kurang baik untuk pasien

diabetes karena menyebabkan meningkatnya glukoneogenesis dan ketogenesis.

Metformin

Page 4: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

Metformin dan fenformin diperkenalkan pada tahun 1957 dan buformin diperkenalkan pada

tahun 1958. Buformin terbebas penggunaannya, tetapi metformin dan fenformin digunakan secara

luas. Fenformin ditarik dan berbagai Negara sekitar tahun 1970an karena menyebabkan asidosis

laktat. Metformin jarang menyebabkan komplikasi tersebut dan telah banyak digunakan di Eropa dan

Kanada. Obat ini tersedia di Amerika pada tahun 1995. Metformin yang diberikan tunggal atau

kombinasi dengan sulfonylurea memperbaiki control glikemia dan konsentrasi lipid pada pasien yang

merespon kurang baik terhadap diet atau sulfonylurea saja.

Metformin terutama diabsorpsi dari usus kecil. Obat ini stabil, tidak berikatan dengan protein

plasma dan diekskresi dalam bentuk tidak berubah dalam urin. Waktu-paruhnya sekitar 2 jam. Dosis

maksimum harian metformin yang dianjurkan di USA adalah 2,5 gram, diminum dalam 3 dosis

bersama makanan.

Metformin bersifat anti hiperglikemia, bukan hipoglikemia. Obat ini tidak menyebabkan

pelepasan insulin dari pancreas dan tidak menyebabkan hipoglikemia, bahkan dalam dosis yang besar.

Metformin tidak memiliki efek yang signifikan pada sekresi glucagon, kortisol, hormone

pertumbuhan atau somatostatin. Metformin menurunkan kadar glukosa terutama dengan cara

mengurangi produksi glukosa di hati dan meningkatkan kerja insulin di otot dan lemak. Mekanisme

menurunkan produksi glukosa di hati oleh metformin masih controversial, tetapi banyak data

menunjukan efek penurunan glukoneogenesis.

Metformin jug dapat menurunkan glukosa plasma dengan cara mengurangi absorpsi dari usus,

tetapi kerja ini belum terbukti memiliki relevansi klinis.

Pasien gangguan ginjal tidak boleh menerima metformin. Penggunaan obat ini kontraindikasi

pada pasien penyakit hati, riwayat asidosis laktat (karena sebab apapun), gagal jantung yang

memerlukan terapi farmakologis atau penyakit paru hipoksia kronis. Obat ini juga harus

dipertahankan selama 48 jam setelah pemberian medium kontra secara intravena, obat ini tidak boleh

diberikan kembali hingga fungsi ginjal kembali normal. Semua kondisi ini cenderung meningkatkan

produksi laktat sehingga dapat menyebabkan komplikasi asidosis laktat fatal.

Efek samping akut metformin, yang muncul hingga pada 20% pasien, meliputi diare, rasa

tidak enak di perut, mual, rasa logam, dan anoreksia. Hal ini biasanya di minimalkan dengan cara

meningkatkan dosis obat secara perlahan dan dimakan bersama makanan. Absorpsi vitamin B12 dan

folat pada usus sering menurun selama terapi metformin jangka panjang. Suplemen kalsium

membalikan efek metformin terhadap absorpsi vitamin B12.

Page 5: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

Jika kadar laktat plasma melebihi 3 mM, sebaiknya dipertimbangkan untuk menghentikan

pengobatan dengan metformin. Serupa dengan hal tersebut, menurutnya fungsi ginjal dan hati juga

merupakan indikasi kuat untuk menghentikan pengobatan.

Metformin tidak menyebabkan peningkatan berat badan dan dapat mengurangi trigliserida

plasma sekitar 15% sampai 20% ada kesepakatan kuat bahwa penurunan hemoglobin A ic oleh terapi

apapun (insulin atau senyawa oral) dapat menyebabkan hilangnya komplikasi mikrovaskular, namun

metformin satu satunya senyawa terapeutik yang terbukti menurunkan kejadian makrovaskular pada

pasien DM tipe 2. Metformin dapat diberikan dalam kombinasi dengan sulfonylurea, tiazolizinedion,

dan atau insulin.

B. Tujuan Praktikum

1. Mampu melaksanakan pengujian antidiabetes

2. Memperoleh gambaran manifestasi dari efek antidiabetes

Page 6: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

BAB II

ISI

A. Metodologi Praktikum

B. Alat

Batang Pengaduk

Gelas Kimia

Gelas Ukur

Glikometer

Kanula

Kertas Timbang

Label

Spuit 1ml

Sendok Tanduk

Timbangan Analitik

C. Bahan

Aquadest

Betadine

Metanol

Larutan gula 50%

Metformin

D. Prosedur Kerja

Hewan uji (tikus) di puasakan dulu selama semalam.

Sebelum digunakan hewan tersebut ditimbang terlebih dahulu.

Diberikan tanda pada hewan untuk menyatakan berat.

Tikus diambil darahnya melalui ekor kemudian diamati gula darahnya menggunakan alat

glikometer.

Tikus diberi larutan metformin melalui oral.

Kemudian di ukur kadar glukosa pada menit 30, 60 dan 90.

Pada menit ke 90, tikus diberi glukosa.

Amati kadar gula darah tikus pada menit ke 15 setelah pemberian glukosa.

Page 7: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

B. Hasil

Keterangan: Tikus A: Kelompok 1,2,3 B dan 4,5,6 D

Tikus B: Kelompok 4,5,6 B dan 1,2,3 D

Tabel hasil pengkuran kadar glukosa darah Tikus A

Kadar gula darah sebelum perlakuan : 100 mg/dl

Berat

badah

hewan

uji (tikus A)

=

0,2325 kg

Tabel hasil pengkuran kadar glukosa darah tikus B

Berat badah hewan uji (tikus B) = 0,1955 kg

Kadar gula darah sebelum perlakuan : 128 mg/dl

PERLAKUANKADAR GULA DARAH (mg/dL)

30’ 60’ 90’ 120’

Metformin 137 169 142 -

Glukosa 234

Metformin:

Dosis manusia = 500 mg

Konversi dosis pada hewan uji (tikus) = Dosis manusia x km manusia/km hewan

= dosis manusia x 37/3

= 51,35 mg/kg

Konsentrasi = 500 mg/100 ml

PERLAKUANKADAR GULA DARAH (mg/dL)

30’ 60’ 90’ 120’

Metformin 141 136 128 -

Glukosa 130

Page 8: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

= 2,007 ml

Glukosa

Konsentrasi 50 % = 250 gram gula dalam 500 ml air

Dosis untuk hewan uji ( tikus) = 1 gr/kg

= 0,391 ml

C. Pembahasan

Diabetes merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah yang

disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Pelepasan insulin yang tidak adekuat

disebabkan oleh glukagon yang berlebihan.

Page 9: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan yang paling sering terjadi. Salah satu

kelenjar endokrin yaitu pankreas sebagai insulin tidak normal. Diabetes terdapat 2 tipe, yaitu:

1. Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM (tipe I))

Penyakit ini ditandai dengan defisiensi insulin absolute yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis

sel β berat. Akibat dari dekstruksi sel β, pankreas gagal merespon adanya glukosa dan diabetes tipe I

menunjukkan gejala seperti polidipsia, polifagia dan poliuria. Diabetes tipe ini biasanya terjadi

sebelum usia 15 tahun dan mengakibatkan penurunan berat badan, hiperglikomia, hetoksidosis,

asteroksis, kerusakan retina dan gagal ginjal. Diabetes tipe I memerlukan insulin endeogen untuk

menghindari hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam kehidupan.

2. Diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM (tipe II))

Penyakit ini disebabkan oleh penurunan fungsi sel β yang menyebabkan kadar insulin bervariasi

dan tidak cukup untuk memelihara homeostasis glukosa. Pada diabetes tiepe II ini terjadi resistensi

insulin yang disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor insulin. Tipe ini sering terjadi pada usia lebih

dari 35 tahun. Diabetes tipe II memerlukan obat-obat hipoglikemik oral untuk memelihara konsentrasi

glukosa darah dalam batas normal. Pengurangan berat badan, melakukan program diet juga dapat

menurunkan resistensi insulin dan memperbaiki hiperglikemia pada penderita.

Gejala – gejala penyakit diabetes melitus adalah polyuria yaitu volume urin yang banyak atau

sering buang air kecil, polydipsia yaitu cepat merasa haus, polyphagia yaitu banyaknya makan yang

dapat menyebabkan meningkatnya glukosa dalam darah.

Kadar glukosa  serum puasa normal (teknik autoanalisis) adalah 70-110 mg/dl (kurang dari 110

mg/dL). Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl.

Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorpsi oleh tubulus ginjal selama

kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi 160-180 mg/dl. Jika konsentrasi tubulus naik melebihi

kadar ini, glukosa tersebut akan keluar bersama urine, dan keadaan ini disebut sebagai glikosuria.

Adapun tabel kontrol gula darah adalah sebagai berikut:

Tabel Kontrol Gula Darah

PemeriksaanKadar gula darah penderita

diabetes (mg/dL)

Kadar gula darah normal

(mg/dL)

Sebelum makan (puasa) 90-130 < 110

Setelah makan 90-130 < 110

Dua jam setelah makan 120-160 < 140

Sebelum tidur 110-150 < 120

Sedangkan metformin, metformin diperkenalkan pada tahun 1957. Obat ini digunakan secara

luas. Metformin jarang menyebabkan komplikasi asidosis laktat dan telah banyak digunakan pada

Eropa dan Kanada. Metformin yang diberikan tungga atau kombinasi dengan sulfonilurea

Page 10: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

memperbaiki kontrol glikemia dan konsentrasi lipid pada pasien yang merespon kurang baik terhadap

diet atau sulfonilurea saja.

Metformin terutama diabsorpsi dari usus kecil. Obat ini stabil, tidak berikatan dengan protein

plasma dan diekskresi dalam bentuk tidak berubah di dalam urin. Waktu paruhya sekitar 2 jam. Dosis

maksimum harian metformin yang dianjurkan di USA adalah 2,5 g diminum dalam tiga dosis bersama

makanan.

Metformin bersifat antihiperglikemia, bukan hipoglikemia. Obat ini tidak menyebabkan

pelepasan insulin pada pankrean dan tidak menyebabkan hipoglikemia, bahkan dalam dosis besar.

Metformin tidak memiliki efek yang signifikan pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan

atau somatostatin. Metformin menurnkan kadar glukosa terutama dengan cara mengurangi produksi

glukosa di hati dan meningkatkan kerja insulin di otot dan lemak.

Mekanisme penurunan produksi glukosa di hati oleh metformin masih kontroversial, tetapi

banyak data menunjukkan efek penurunan glukoneogenesis. Metformin juga dapat menurunkan

glukosa plasma dnegan cara mengurangi absorpsi glukosa dari usus,tetapi kerja ini belum tebukti

memiliki relevansi klinis. Waktu puncak metformin 1,5-3,5 jam. Sedangkan waktu paruh metformin

adalah 1,5-4,5 jam.

Tujuan dilakukannya percobaan ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menentukan efek

obat-obat antidiabetes yaitu metformin. Metformin merupakan obat-obatan hipoglikemik oral

golongan biguanida. Mekanisme kerja metformin adalah dengan mengurangi pengurangan glukosa

hati dan sebagian besar akan menghambat glukonoegenesis. Efek yang sangat penting dari metformin

adalah kemampuannya untuk mengurangi hiperlipidemia (konsentrasi kolesterol LDL dan VLDL

menurun dan kolesterol HDL meningkat). Metformin mudah diabsorbsi melalui oral, tidak terikat

dengan protein serum, tidak dimetabolisme dan dieksresikan melaui urin.

Sebelum dilakukan percobaan, tikus dipuasakan terlebih dahulu (menurut literatur, puasa

dilakukan selama 12 jam) dan pemeriksaan pada pagi hari adalah saat yang paling tepat untuk

mengetahui kondisi diabetes yang sebenarnya karena saat pagi hari adalah saat kadar glukosa pada

tingkat tertinggi.

Langkah awal dalam percobaan antidiabetes ini adalah, tikus diperiksa kadar gula darah

sebelum diberi perlakuan (dengan metformin maupun glukosa) dengan menggunakan alat glukometer.

Sampel darah tikus yang digunakan diambil dari darah yang keluar dari ekor tikus. Kadar gula darah

tikus sebelum diberi perlakuan adalah sebesar 128 mg/dL. Langkah selanjutnya adalah pemberian

obat antidiabates yaitu mentformin melalui oral. Seteah itu dilakukan pengamatan dengan mengukur

kadar gula darah tikus pada menit ke 30, menit ke 60 dan menit ke 90. Setelah itu pada menit ke 90,

tikus diberikan glukosa melalui oral. Setelah itu pada tikus, diamati kadar gulanya setelah menit ke 15

setelah pemberian glukosa. Tujuan pemberian glukosa ini adalah untuk meningkatkan kadar gula

darah tikus.

Page 11: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

Dari kurva hasil diatas, dapat dilihat bahwa hasil yang didapat mengalami fluktuatif. Pada

menit ke-0 setelah pemberian metformin, kadar gula tikus tersebut sebesar 128 mg/dL. Apabila

dibandingkan dengan literatur, kadar gula darah normal seharusnya adalah <110 mg/dL. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa tikus tersebut mengalami hiperglikemi. Hiperglikemi ini dapat terjadi

karena beberapa faktor. Faktor pertama karena tikus tersebut mengalami diabetes. Faktor kedua

karena timbulnya keadaan stres atau sakit sehingga menyebabkan kadar gula meningkat secara

berlebihan. Pada praktikum ini, pengambilan darah tikus dilakukan dengan memotong sedikit bagian

dari ekor tikus sehingga dimungkinkan tikus tersebut mengalami kesakitan dan stres. Akibatnya gula

darah tikus mengalami peningkatan.

Kenaikan kadar gula darah saat stres ini terjadi karena stres dapat merangsang hipotalamus

untuk memproduksi CRH (Corticosteroid Releasing Hormon). Setelah itu CRH diterima oleh

hipofisis anterior. Kemudian hipofisis anterior memproduksi ACTH (Adrenocorticotropic Hormon)

dan diterima oleh korteks adrenal. Setelah itu korteks adrenal mengeluarkan hormon kortisol yang

dapat meningkatkan glukoneogenesis.

Pengamatan kadar gula selanjutnya dilakukan pada menit ke 30, kadar gula darah tikus

mengalami kenaikan menjadi 137 mg/dL. Kenaikan ini terjadi sampai menit ke 60. Pada menit ke 60,

gula darah tikus ini mencapai 169 mg/dL. Hal ini merupakan hal yang kurang wajar karena

seharusnya setelah diberikan metformin, kadar gula tikus berkurang karena metformin merupakan

obat antidiabetes yang dapat menurnkan kadar glukosa, terutama dengan cara mengurangi produksi

glukosa di hati dan meningkatkan kerja insulin di otot dan lemak.

Hal ini dimungkinkan terjadi karena efek obat yang belum mencapai konsentrasi puncak.

Selain itu, hal ini terjadi dimungkinkan karena obat metformin yang diberikan tidak sesuai dengan

VAO yang seharusnya, karena ketika pemberian metformin secara oral ini, terdapat volume obat yang

dimuntahkan oleh tikus sehingga menyebabkan dosis metformin yang dimetabolisme oleh tubuh tikus

juga berkurang.

Pada menit ke 90, metformin sudah memberikan efek terhadap kadar gula darah tikus. Pada

menit ini kadar gula tikus menurun menjadi 142 mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa metformin

sudah mulai bekerja dan memberikan efek. Pada referensi yang kami dapatkan, waktu puncak plasma

metformin terjadi pada 1,5 sampai 3,5 jam setelah pemberian metformin. Akan tetapi pada praktikum

ini belum dapat disimpulkan apakah pada menit ke 90 ini metformin sudah mengalami waktu puncak

karena pengamatan kadar metformin pada tikus ini terakhir dilakukan pada menit ke 90. Apabila

pengamatan masih dilakukan sampai menit ke 120 setelah pemberian metformin, data pada menit ke

120 tersebut bisa dapat dijadikan perbandingan sehingga nantinya dapat disimpulkan pada menit ke

berapa metformin ini mencapai kadar puncak.

Setelah menit ke 90, pada tikus diberikan glukosa secara oral. Kemudian 15 menit setelah

pemberian glukosa, dilakukan pengamatan terhadap kadar glukosa tikus. Kadar glukosa tikus ini

mengalami kenaikan drastis, dari 142 mg/ dL menjadi 234 mg/dL. Hal ini mengindikasikan bahwa

Page 12: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

glukosa yang diberikan secara oral tersebut dapat dimetabolisme dengan baik sehingga menyebabkan

meningkatnya kadar glukosa tikus, karena tujuan pemberian glukosa ini adalah untuk meningkatkan

kadar glukosa tikus. Selain itu, kenaikan kadar glukosa darah ini juga menunjukkan bahwa metformin

sudah tidak dapat memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah dikarenakan kadar glukosa yang

dimiliki tikus terlalu tinggi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan data di atas, dapat disimpulkan bahwa:

Diabetes merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah

yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolute.

Diabetes melitus tergantung insulin (IDDM (tipe I)). Penyakit ini ditandai dengan defisiensi

insulin absolute yang disebabkan oleh lesi atau nekrosis sel β berat.

Diabetes melitus tidak tergantung insulin (NIDDM (tipe II)). Penyakit ini disebabkan oleh

penurunan fungsi sel β yang menyebabkan kadar insulin bervariasi dan tidak cukup untuk

memelihara homeostasis glukosa.

Gejala – gejala penyakit diabetes melitus adalah polyuria, polydipsia, dan polyphagia

Kadar glukosa  serum puasa normal (teknik autoanalisis) adalah 70-110 mg/dl (kurang dari

110 mg/dL).

Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari 110 mg/dl.

Metformin merupakan obat-obatan hipoglikemik oral golongan biguanida.

Mekanisme kerja metformin adalah dengan mengurangi pengurangan glukosa hati dan

sebagian besar akan menghambat glukonoegenesis.

Dari kurva hasil diatas, dapat dilihat bahwa hasil yang didapat mengalami fluktuatif, tikus

mengalami hiperglikemi.

Faktor pertama karena tikus tersebut mengalami diabetes. Faktor kedua karena timbulnya

keadaan stres atau sakit sehingga menyebabkan kadar gula meningkat secara berlebihan.

Kadar glukosa tikus ini mengalami kenaikan drastis, dari 142 mg/ dL menjadi 234 mg/dL.

Hal ini mengindikasikan bahwa glukosa yang diberikan secara oral tersebut dapat

dimetabolisme dengan baik sehingga menyebabkan meningkatnya kadar glukosa tikus, karena

tujuan pemberian glukosa ini adalah untuk meningkatkan kadar glukosa tikus.

Page 13: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

Selain itu, kenaikan kadar glukosa darah ini juga menunjukkan bahwa metformin sudah tidak

dapat memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah dikarenakan kadar glukosa yang

dimiliki tikus terlalu tinggi.

B. Saran

Bila akan ada simulasi sebelum praktikum, lebih baik waktunya diperpanjang, baik di awal

atau di akhir. Untuk memaksimalkan waktu pengamatan saat praktikum.

Untuk alat dan bahan lebih baik dipersiapkan terlebih dahulu, supaya praktikan tidak bigung

mencari alat yang dibutuhkan. Dan mengefisiensikan waktu.

Page 14: Laporan Praktikum Farmakologi Antidiabetes

DAFTAR PUSTAKA

Goodman & Gilman.2008.Dasar Farmakologi Terapi.Jakarta: EGC.

Katzung, Bertram.1997.Farmakologi Dasar dan Terapi Edisi VI.Jakarta: EGC.

L key Joyce.1996. farmakologi pendekatan proses keperawatan. Jakarta: EGC.

Mycek, J. Mary, dkk.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2. Jakarta: EGC.

Mycek, M.J, dkk. 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : Widya Medika.

Sherwood, Lauralee. 2011. Physiology of Hormon from Cell to System. Jakarta: EGC.

Sustrani, Lanny. Syamsir Alam. Iwan Hadibroto. 2006. Diabetes. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.