laporan praktikum drying revisi

35
PRAKTIKUM DRYING I. TUJUAN Mahasiswa diharapkan dapat : 1. Mempelajari bagaimana proses drying 2. Membuat kurva antara drying time dengan moisture content, drying time dengan drying rate, dan moisture content dengan drying rate. 3. Menentukan critical moisture content pada kentang yang dikeringkan di dalam dryer. II. DASAR TEORI Pengeringan (Drying) adalah suatu proses dimana terjadi perpindahan massa dan perpindahan panas secara simultan dari suatu bahan ke lingkungannya. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan penguapan melalui penggunaan energi panas. Kandungan air tersebut dikurangi sampai batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Winarno, 1993). Pengeringan (drying) ini sendiri merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material suatu bahan tertentu. Dalam pengeringan ini, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang akan dikeringkan. Material ini biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering.

Upload: fera-arinta

Post on 06-Nov-2015

521 views

Category:

Documents


61 download

DESCRIPTION

Drying.

TRANSCRIPT

PRAKTIKUM DRYING

I. TUJUANMahasiswa diharapkan dapat :1. Mempelajari bagaimana proses drying 2. Membuat kurva antara drying time dengan moisture content, drying time dengan drying rate, dan moisture content dengan drying rate. 3. Menentukan critical moisture content pada kentang yang dikeringkan di dalam dryer. II. DASAR TEORIPengeringan (Drying) adalah suatu proses dimana terjadi perpindahan massa dan perpindahan panas secara simultan dari suatu bahan ke lingkungannya. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan penguapan melalui penggunaan energi panas. Kandungan air tersebut dikurangi sampai batas tertentu sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi didalamnya (Winarno, 1993). Pengeringan (drying) ini sendiri merupakan proses penghilangan sejumlah air dari material suatu bahan tertentu. Dalam pengeringan ini, air dihilangkan dengan prinsip perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang akan dikeringkan. Material ini biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian terjadi perpindahan massa air dari material ke udara pengering. Cara pemisahaan air atau zat cair lain dari bahan padatan dapat dilakukan dengan memeras zat cair tersebut secara mekanik hingga keluar airnya, dengan pemisahan sentrifugal, atau dengan penguapan secara termal. Pemisahan zat cair secara mekanik bertujuan untuk menurunkan kandungan air atau zat cair dari suatu padatan sebelum mengumpankannya ke pengering panas. Kandungan zat cair di dalam bahan yang dikeringkan berbeda dari satu bahan dengan bahan yang lainnya. Bahan yang tidak mengandung zat cair / air sama sekali disebut kering tulang. Namun pada umumnya, zat padat masih mengandung sejumlah kecil zat cair / air (Krisna Riannanda, 2011).Dalam beberapa kasus, air dihilangkan secara mekanik dari material padat dengan cara di press, sentrifugasi dan lain sebagainya. Cara ini lebih murah dibandingkan pengeringan dengan menggunakan panas. Kandungan air dari bahan yang sudah dikeringkan bervariasi bergantung dari produk yang ingin dihasilkan. Misalnya garam kering mengandung 0,5% air, batu bara mengandung 4% air dan produk makanan mengandung sekitar 5% air. Drying adalah suatu istilah yang mengandung arti bahwa terdapat pengurangan kadar zat cair dari suatu nilai awal menjadi suatu nilai akhir yang dapat diterima. Proses pengeringan terjadi melalui penguapan air karena perbedaan tekanan dan potensial uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Penguapan kandungan air yang terdapat dalam bahan juga terjadi karena adanya panas yang dibawa oleh media pengering itu sendiri yaitu udara. Uap air tersebut akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering. Penguapan air dari bahan meliputi empat tahap yaitu :1. Pelepasan ikatan dari bahan2. Difusi air dan uap air ke permukaan bahan3. Perubahan tahap menjadi uap air4. Perpindahan uap air ke udaraPeristiwa yang terjadi selama proses pengeringan meliputi dua proses, yaitu perpindahan panas dan perindahan massa. Perpindahan panas adalah suatu proses pemberian panas pada bahan untuk menguapkan air dari dalam bahan atau proses perubahan bentuk cair ke bentuk gas. Sedangkan perpindahan massa yaitu pengeluaran massa uap air dari permukaan bahan ke udara.Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu bahan pangan adalah sifat fisik dan sifat kimia suatu bahan, pengaturan geometris bahan dalam pengering, sifat-sifat fisik dari lingkungan dan karakteristik alat pengering. Sifat fisik dan kimia bahan meliputi bentuk, ukuran, komposisi dan kadar airnya. Pengaturan geometris bahan berhubungan dengan permukaan alat atau media perantara pemindah panas. Sifat-sifat fisik lingkungan dan karakteristik pengering meliputi suhu, kelembaban, kecepatan udara dan efisiensi pemindahan panas (Okos, et al, 1992). Zat padat yang akan dikeringkan biasanya terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya flake, granule, crystal, powder, slab, ayau continous sheet, dengan sifat yang berbeda satu sama lain. Zat cair yang akan diuapkan itu mungkin terdapat pada permukaan zat padat (misalnya drying kristal garam), bisa seluruhnya terdapat didalam zat padat (pada pemisahan zat pelarut dari lembaran polimer), atau bisa juga sebagian di luar dan sebagian di dalam zat padat.1. Kurva Laju Pengeringan untuk Kondisi Pengeringan KonstanData diperoleh dari eksperimen, dan biasanya diperoleh W total massa dari padatan basah (padatan basah dengan kelembaban) pada perbedaan waktu (t) jam pada periode pengeringan. Semua data dapat dikonversikan menjadi data laju pengeringan dengan beberapa cara. Pertama, data di hitung kembali, jika W adalah berat dari padatan basah dalam kilogram total air dengan padatan kering dan Ws adalah berat dari padatan kering dalam kilogram. (1)Gambar II.1 Kurva kandungan air (moisture content) Xt versus waktu t

Untuk kondisi pengeringan konstan yang diberikan, kadar kesetimbangan air X kg kadar kesetimbangan/kg padatan kering sudah ditentukan. Kemudian kadar air bebas X dalam kg air bebas/kg padatan kering sudah dihitung untuk masing masing nilai dari Xt. (Christie J. Geankoplis, Transport Process and Unit Operation) (2)

Gambar II.2. Kurva free moisture content (X) versus waktu (t)

Menggunakan perhitungan data dari persamaan (2), plot dari kadar free moisture X versus waktu t dalam jam dibuat pada gambar II.1. Untuk menentukan kurva laju pengeringan, slope dari tangen setiap nilai menjadi kurva pada gambar II.1. dapat diukur, dengan memberikan nilai dari dX/dt diberikan nilai dari (t). Laju pengeringan R dapat dihitung untuk beberapa point dengan persamaan : (3) (Christie J. Geankoplis, Transport Process and Unit Operation)Dimana R adalah laju pengeringan dalam kg H2O/h.m2, Ws kg dari penggunaan padatan kering, dan A merupakan luas permukaan yang dikeringkan dalam m2. Dalam satuan English, R adalah lbm H2O/h.ft2, Ls adalah lbm padatan kering, dan A adalah ft2. Kurva laju pengeringan adalah ditentukan dari memplotkan R versus moisture content seperti pada Gambar 1.4. (Christie J. Geankoplis, Transport Process and Unit Operation, halaman 536-537).

Gambar II.3. Kurva Drying rate versus Free moisture(Christie J. Geankoplis, Transport Process and Unit Operation)

III. ALAT DAN BAHAN A. Alat Krus 200 mL Oven Neraca Analitik B. Bahan KentangC. Gambar Alat dan Bahan

Gambar III.1 Oven Gambar III.3Neraca AnalitikGambar III.2 Krus

D. Skema Kerja

DipotongKentangMasukkan dalam krus Dioven Ditimbang Interval 5 menit selama 50 menit

Skema III.1 Skema pengeringan (drying) kentang

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANA. Hasil Pengamatan Tabel IV.1 Data hasil pengamatan percobaan praktikum Drying Cara KerjaHasil Pengamatan

1. Mengatur suhu pada oven. Pada T = 50 0C

2. Memotong bahan atau sampel yang akan digunakan pada proses drying. Kentang dipotong dengan tebal 2 cm, dan dimensi 1x1 cm. Kentang dipotong untuk 3 sampel.

3. Menimbang berat krus kosong + tutup. Krus kosong I = 134,3 gram Krus kosong II = 135,8 gram Krus kosong III = 135, 2 gram

4. Memasukkan ketiga sampel pada masing-masing krus. Posisi dan letak kentang harus sama di dalam ketiga krus.

5. Menimbang berat krus dan sampel. Krus isi I = 136,6 gram Krus isi II = 138,36 gram Krus isi III = 137,56 gram

6. Memasukkan krus I yang sudah terisi sampel kedalam oven. Krus isi I pada T = 500C Setiap interval 5 menit diambil dan ditimbang beratnya, selama 50 menit.

7. Memasukkan krus II yang sudah terisi sampel kedalam oven Krus isi II pada T = 1000C Interval 5 menit diambil dan ditimbang beratnya, selama 50 menit

8. Memasukkan krus III yang sudah terisi sampel kedalam oven Krus isi III pada T = 1500C Interval 5 menit diambil dan ditimbang beratnya, selama 50 menit.

Tabel IV.2 Data pengukuran berat kentang I saat T = 500CWaktu ( menit)Berat (gram)

5136,6

10136,58

15136,56

20136.54

25136,52

30136,50

35136,48

40136,46

45136,44

50136,42

Tabel IV.3. Data Pegukuran berat kentang II saat T = 1000CWaktu ( menit )Berat ( gram )

5138,30

10138,23

15138,14

20138,04

25137,94

30137,85

35137,75

40137,66

45137,57

50137,49

Tabel IV. 4. Data pengukuran berat kentang III saat T = 1500CWaktu ( menit )Berat ( gram )

5137,44

10137,27

15137,08

20137,91

25136,75

30136,60

35136,47

40136,36

45136,27

50136,20

B. Pembahasan Pada praktikum drying ini, ukuran sampel yang digunakan yaitu dengan tebal 2 cm, dan dimensi 1x1 cm untuk semua sampel, dengan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kentang. Kentang yang digunakan dipotong-potong hingga mendapatkan tiga sampel yang akan digunakan. Masing-masing dari ketiga sampel kentang tadi menggunakan variabel dengan variasi suhu yang berbeda pada setiap sampel kentang yang akan digunakan. Kentang yang pertama (I) yaitu pada suhu T = 500C, sampel kentang yang kedua (II) pada suhu T = 1000C, dan untuk sampel kentang yang ketiga (III) pada suhu T = 1500C. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan membuat kurva antara drying time dengan moisture content, drying time dengan drying rate, dan moisture content dengan drying rate. Menentukan critical moisture content pada kentang yang dikeringkan di dalam dryer. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah krus dan oven, sebelum melakukan pengovenan, oven yang akan digunakan diatur terlebih dahulu untuk mencapai suhu yang sudah ditentukan, yaitu pada suhu T = 500C. Sebelum memasukkan kentang kedalam krus, krus kosong yang akan digunakan ditimbang terlebih dahulu, kemudian ketiga sampel kentang dimasukkan dalam masing-masing krus dan ditimbang berat krus yang sudah terisi tadi, untuk mengetahui berapa berat kentang murni. Kemudian setelah oven sudah mencapai suhu 500C, krus yang sudah terisi kentang tadi dimasukkan ke dalam oven, dengan posisi krus terbuka tutupnya, tujuannya adalah untuk menghilangkan uap air yang terkandung dalam kentang, dan proses pengeringan bisa lebih cepat. Apabila tutup krus tidak dibuka maka uap air yang terkandung didalam kentang akan sama pada saat awal penghitungan berat kentang yang ditimbang didalam krus, sehingga berat kentang didalam krus yang dioven akan masih sama seperti awal penimbangan. Setelah dimasukkan kedalam oven, untuk setiap interval 5 menit sampel tadi diambil dan ditimbang, untuk mengetahui penurunan berat kentang selama proses drying berjalan, dan untuk mengetahui penurunan kadar air didalam kentang tersebut. Saat sampel diambil dari oven dan ditimbang, posisi krus harus tertutup bertujuan untuk menjaga suhu tetap stabil didalam krus saat dikeluarkan dari oven, dan agar kentang yang ada didalam krus tadi beratnya tetap saat ditimbang, apabila krus terbuka saat proses penimbangan dilakukan maka beratnya akan terus berubah karena uap air yang didalam kentang akan menguap keluar sehingga berat akan mengalami perubahan yang signifikan pada saat ditimbang. Penimbangan sampel kentang dengan interval 5 menit selama 50 menit ini, mengalami penurunan yang konstan, dengan selisih berat kentang adalah 0,02 gram untuk setiap 5 menitnya. Untuk berat kentang dengan krus sebelum di oven sebesar 136,60 gram, dan pada menit ke 50 berat kentang dengan krus sebesar 136,42 gram seperti pada tabel IV.2 karena suhu yang digunakan saat pengovenan masih pada suhu 500C, jadi penurunan berat kentang dan kadar air didalam kentang belum terlalu besar. Ukuran kentang saat menit ke 50 masih tetap sama pada ukuran kentang sebelum dilakukan pengovenan, yaitu dengan tebal 2 cm dan dimensi 1 x 1 cm.

Proses pengeringan (drying) dapat dilihat dengan grafik sebagai berikut :

Grafik IV.5 Grafik pengeringan moisture content dengan waktu saat suhu 500CDari grafik diatas menunjukkan grafik moisture content (XT) dengan waktu saat suhu 500C. Grafik XT vs waktu diatas menunjukkan jika semakin lama waktu pengeringan maka nilai moisture content akan semakin turun, dan pada menit ke 50 mengalami kekonstanan dengan nilai moisture content adalah 0. Karena semakin lama waktu untuk mengeringkan sampel, maka berat sampel akan semakin turun, dan kadar air sampel akan berkurang. Kecepatan udara pengering mempengaruhi perubahan moisture content pada kentang. Semakin besar kecepatan udara pengering maka semakin besar koefisien perpindahan massa, yang mengakibatkan massa air dari kentang yang dibawa oleh udara akan semakin besar.

Grafik IV. 6. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan waktu pada suhu 500CDari grafik drying rate vs waktu diatas menunjukkan jika semakin lama waktu pengeringan, maka laju pengeringan akan semakin cepat. Grafik diatas menunjukkan pada menit ke-5 laju pengeringganya 0,0004, dan mengalami kontan pada menit ke-5 dengan nilai drying rate adalah 0,0004. Terjadinya penurunan drying rate seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan.Semakin besar kecepatan udara pengering, maka drying rate yang dihasilkan juga akan berbeda. Sehingga mengakibatkan perpindahan panas yang besar antara drying rate dengan waktu yang telah dicapai.

Grafik IV. 7. Grafik pengeringan antara free moisture content dengan waktu saat suhu 500CDari grafik diatas menunjukkan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan maka nilai X (free moisture content) akan semakin turun. Mengalami penurunan free moisture content pada menit ke-15 dengan besar free moisture kontent adalah 0,066. Pada menit ke-50 sudah mengalami kekonstanan. Karena semakin lama waktu pengeringan maka kadar air bebas (free moisture content) akan mengalami penurunan.

Grafik IV.8. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan free moisture content saat suhu 500CDari grafik diatas menunjukkan pada drying rate mengalami nilai konstan yaitu pada 0,0004 dan moisture content mengalami kenaikan terhadap nilai drying rate tersebut. Karena nilai drying rate sudah konstan dengan nilai 0,0004 dari 0-0,1 terhadap moisture content. Pengovenan untuk sampel kentang yang kedua (II), yang seharusnya pada suhu T = 1000C pada percobaan ini, tidak bisa mencapai suhu yang sudah ditentukan yaitu suhu T = 1000C. Ketika suhu baru mencapai 1000C, sampel kentang yang kedua (II) ini sudah dilakukan pengovenan. Karena untuk mencapai suhu yang ditentukan 1000C ini tidak bisa dicapai, karena waktu yang dibutuhkan saat praktikum drying ini tidak mencukupi. Jadi, untuk mencapi suhu 1000C juga tidak bisa tercapai dan terpenuhi sesuai yang sudah ditentukan diawal. Suhu yang digunakan untuk pengeringan sampel kentang kedua (II) adalah T = 1000C. Seperti pada tabel IV.3 menunjukkan penurunan berat kentang yang tidak konstant untuk setiap 5 menitnya seperti pada sempel kentang yang pertama. Karena suhu yang digunakan sudah mencapai 1000C, untuk suhu tersebut sudah cukup tinggi sehingga penurunan berat kentang dan kadar air didalam kentang juga lebih besar. Ukuran kentang saat menit ke 50 juga lebih turun dibandingkan dengan sebelum dilakukan pengovenan, yaitu dengan tebal 1,8 cm dan dimensi 0,8 x 0,8 cm. Sudah cukup mengalami penurunan berat yang besar dan bentuk fisik dari kentang itu sendiri. Antara berat sampel dan laju pengeringan yang terjadi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu udara yang mengalir pada saat menimbang bahan sampel yang terkontak secara langsung dengan suhu yang digunakan sebagai variabel yang berbeda. Material disini menunjukan hasil bahwa lebih dari satu titik kritis kandungan air (critical moisture content) pada saat peengeringan mengalami perubahan bentuk dari sebelumnya. Dengan demikian proses ini berhubungan dengan perubahan mekanisme dasar pengeringan karena adanya perubahan struktur atau kimia yang terkandung didalam bahan sampel tersebut.

Grafik IV. 9. Grafik antara moisture content dengan waktu saat suhu 1000CDari grafik diatas menunjukkan jika semakin lama waktu untuk pengeringan maka nilai moisture content akan semakin turun, dan mengalami kekonstanan pada menit ke-50 dengan nilai moisture content adalah 0. Karena semakin lama waktu untuk mengeringkan sampel, maka berat sampel akan semakin turun, dan kadar air sampel akan berkurang.

Grafik IV.10. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan waktu saat suhu 1000CDari grafik diatas menunjukkan jika waktu yang digunakan untuk pengringan semakin lama, maka nilai drying rate akan semakin turun. Dapat diketahui pada menit ke-50 drying rate sudah mengalami konstan dengan nilai drying rate adalah 0. Karena semakin lama waktu pengeringan, maka laju pengeringan akan semakin cepat.

Grafik IV. 11. Grafik antara free moisture content dengan waktu saat suhu 1000C Dari grafik diats menunjukkan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan maka nilai X (free moisture content) akan semakin turun. Pada menit ke-10 sudah mengalami penurunan nilai free moisture content denga nilai 0,431, dan mengalami konstan pada menit ke-50 dengan nilai free moisture content 0. Karena semakin lama waktu pengeringan maka kadar air bebas (free moisture content) akan mengalami penurunan.

Grafik IV. 12. Grafik antara dying rate (laju pengeringan) dengan moisture content saat suhu 1000CDari grafik diatas menunjukkan semakin besar moisture content maka semakin besar juga nilai drying rate yang dihasilkan. Hal ini menunjukan laju pengeringan per satuan luas yang diplot ke grafik dengan kadar air yang bebas mengakibatkan nilai yang dihasilkan mengalami kenaikan yang besar. Oven pada praktikum ini dilakukan untuk sampel kentang yang ketiga (III), pada suhu yang telah ditentukan yaitu T = 1500C. Seperti pada pengovenan untuk sampel yang kedua tadi, di pengovenan sampel ketiga ini, pada suhu tersebut juga tidak bisa dicapai, karena waktu (t) saat praktikum drying ini tidak mencukupi, jadi untuk sampel yang ketiga ini, suhu yang digunakan adalah T = 1450C, belum bisa mencapai suhu yang ditentukan. Saat dioven, penurunan berat yang dihasilkan pada sampel kentang ketiga ( III ) ini lebih besar untuk setiap 5 menit, di bandingankan dengan saat pengovenan pertama dan kedua. Data penurunan berat sampel kentang pada tabel IV.4 menunjukkan berat kentang yang ditimbang lebih besar setiap interval 5 menit, dan penurunannyapun juga tidak stabil. Berat awal sebelum dimasukan kedalam oven adalah sekitar 137,56 gram dan setelah 5 menit pertama menjadi 137,44 gram. Interval waktu yang terjadi pada variabel suhu ini jelas terlihat mengalami perubahan yang sangat signifikan dibandingkan dengan varibael suhu yang sebelumnya karena suhu yang digunakan sudah mencapai suhu 1450C. Karena semakin tinggi suhu saat dioven, maka proses pengeringan suatu bahan kentang akan semakin cepat untuk mengering. Hal ini terjadi karena kadar air bebas (free moisture content) mengalami laju penurunan yang berbeda dengan variabel suhu yang digunakan pada praktikum drying, perlu diperhatikan dalam kondisi nyata bahwa bahan kering pada umumnya dikontakkan pada kondisi pemgeringan yang berubah (misalnya pada kecepatan relatif gas padat yang berbeda). Periode laju pengeringan ini ditentukan oleh laju panas eksternal dan transfer massa karena film free water selalu tersedia pada permukaan evaporasi. Mekanisme yang mendasari fenomena perubahan ukuran dan berat dari bahan sampel ini yaitu tergantung pada material dan kondisi pengeringan.

Grafik IV.13. Grafik antara moisture kontent dengan waktu saat suhu 1450CDari grafik diatas menunjukkan jika waktu yang digunakan untuk pengringan semakin lama, maka nilai drying rate akan semakin turun. Dapat dilhat dari grafik drying pada menit ke-50 sudah mengalami konstan, dengan mositure content adalah 0. Karena semakin lama waktu pengeringan, maka laju pengeringan akan semakin cepat.

Grafik IV. 14. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan waktu saat suhu 1450CDari grafik diatas menunjukkan jika waktu yang digunakan untuk pengeringan semakin lama, maka nilai drying rate akan semakin turun. Drying rate mengalami penurunan pada menit ke-5, dan pada menit ke-50 sudah konstan dengan nilai konstan drying rate adalah 0.

Grafik IV. 15 grafik antara free moisture content dengan waktu saat suhu 1450C Dari grafik diatas menunjukkan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan maka nilai X (free moisture content) akan semakin turun. Pada menit ke-50 moisture content sudah konstan dengan nilai moisture content adalah 0. Karena semakin lama waktu pengeringan maka kadar air bebas (free moisture content) akan mengalami penurunan.

Grafik IV. 16. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan moisture content saat suhu 1450CDari grafik diatas menunjukkan semakin besar moisture content maka semakinbesar juga nilai drying rate yang dihasilkan. Hal ini menunjukan laju pengeringan per satuan luas yang diplot ke grafik dengan kadar air yang bebas mengakibatkan nilai yang dihasilkan mengalami kenaikan yang besar. Grafik IV. 17. Grafik antara moisture content dengan waktu saat suhu 50, 100, dan 1450C Dari grafik di atas dapat dilihat dari ketiga suhu yang digunakan kecepatan udara pengering mempengaruhi perubahan moisture content kentang. Semakin besar kecepatan udara pengering maka semakin besar koefisien perpindahan massa, yang mengakibatkan massa air dari kentang yang dibawa oleh udara akan semakin besar. Grafik IV. 18. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan waktu pada suhu 500C, 1000C dan 1450CDari grafik diatas terjadinya penurunan drying rate seiring dengan bertambahnya waktu pengeringan. Dari ketiga suhu diatas pada menit ke-50 drying rate sudah konstan. Pada variasi temperatur udara pengering 1450C untuk ketiga grafik tersebut mempunyai nilai drying rate yang paling besar, diikuti dengan suhu 1000C, kemudian yang terakhir suhu 500C. Jadi semakin tinggi suhu yang digunakan maka drying rate akan semakin besar.

Grafik IV. 19 Grafik antara free moisture content dengan waktu saat suhu 50, 100, dan 1450CDari grafik diatas menunjukkan free moisture content yang paling besar adalah pada suhu 1450C, diikuti dengan suhu 1000C, dan terakhir suhu 500C. Mengalami konstan yang sama dari ketiga suhu yaitu pada menit ke-50 dengan nilai free moisture content adalah 0. Dapat disimpulkan dari ketiga suhu diatas semakin besar suhunya maka nilai free moisture content juga akan semakin besar. Grafik IV. 20. Grafik antara drying rate (laju pengeringan) dengan free moisture content saat suhu 50, 100, dan 1450CDari grafik diatas menunjukkan jika semakin tinggi suhu yang digunakan maka laju pengeringan juga akan semakin besar hal ini dikarenakan semakin besar suhu maka panas yang dialirkan juga semakin besar sehingga waktu yang digunakan untuk menguapkan air juga akan semakin cepat.Waktu pengeringan semakin lama, kadar air dalam bahan semakin berkurang, namun dengan kecepatan penurunan kadar air akan semakin lambat. Karena jika suatu sampel dikeringkan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang cukup lama, maka kadar air didalam sampel tersebut akan semakin berkurang dan semakin lama waktu pengeringan maka sampel tersebut akan semakin mengering. Jika kadar air dalam sampel tersebut sudah cukup habis seiring berjalannya waktu yang digunakan, maka kecepatan penurunan kadar air akan semakin lambat. Jika suhu pengeringan semakin tinggi, maka waktu yang diperlukan bahan untuk mengering semakin cepat, dan semakin besar juga penurunan berat sampelnya. Karena suhu yang tinggi menghantarkan panas yang besar dan hantaran panas yang besar akan mempercepat pengeringan suatu sempel, dan semakin besar penurunan berat sampel karena terjadinya perpindahan massa uap air dari sampel ke udara pengering, sehingga berat suatu sampel akan semakin berkurang.

V. KESIMPULAN DAN SARANI. Kesimpulan1. Pada praktikum drying ini sampel kentang mengalami penurunan berat yang berbeda disetiap variabel suhu yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu semakin tinggi suhu yang digunakan untuk drying kentang maka uap air yang terkandung didalam kentang akan cepat menguap terbawa oleh udara yang ada disekelilingnya. Hal ini membuktikan bahwa drying sangat dipengaruhi oleh tempat (krus), suhu dan udara disekelilingnya.2. Hubungan antara grafik drying rate (laju pengeringan) dengan moisture content yaitu semakin tinggi suhu yang akan digunakan maka drying rate (laju pengeringan) akan semakin cepat. Jika semakin tinggi suhunya maka perubahan interval berat sampel drying rate (laju pengeringan) menjadi tidak konstan. 3. Material menunjukan hasil lebih dari satu titik kritis kandungan air (critical moisture content) pada saat peengeringan mengalami perubahan bentuk dari sebelumnya. Semakin tinggi suhu yang digunakan pada praktikum ini menunjukan bahwa penurunan critical moisture content akan semakin besar. 4. Suhu yang digunakan pada praktikum drying ini mengetahui bahwa semakin besar suhu yang digunakan maka penurunan berat massa akan semakin besar.

II. Saran1. Untuk memasukkan dan mengeluarkan krus dari oven, sebaiknya menggunakan sarung tangan yang tebal agar waktunya relatif lebih cepat dibandingkan menggunakan penjepit, sehingga saat krus dibuka dan ditutup tidak mempengaruhi suhu didalam oven.2. Saat menimbang berat sampel sebaiknya dilakukan sampai berat sampel tersebut konstan, agar titik keseimbangan bisa ditentukan dan lebih akurat.3. Saat mengatur suhu oven sebaiknya kita mengatur lebih besar dari suhu target dari yang kita inginkan, agar suhu yang kita inginkan dapat cepat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Winarno, F.G. 1993. Pangan dan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Granedia Pustaka Utama, Jakarta.Geankoplis, C.I,1993, Transport Process and Unit Opertion, 2nd ed, Allyn and Bacon, Inc,Boston.Fadilah, dkk. 2010. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Kecepatan Pengeringan Dan Kualitas Karagenan Dari Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Jurusan Teknik Kimia FT Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

LAMPIRAN

Perhitungan drying pada t = 5 menit dengan suhu 500C Asumsi berat konstan = berat saat waktu ( t) 50 menit Mencari nilai XT (moisture content)

Mencari nilai Xe Nilai Xe diasumsikan sama dengan berat XT pada menit ke-50 Xe = 0,00943

Mencari nilai X ( free moisture content)

Mencari Drying rate (laju pengeringan)

Untuk suhu 1000C dan 1450C cara perhitungannya sama dengan suhu 500C diatas. R dan X berbanding lurus, sedangkan R dan X berbanding terbalik dengan t (waktu)