laporan praktikum

20
JURNAL PRAKTIKUM KIMIA FISIK II KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER Nama : Lailatul Badriyah NIM : 121810301036 Kelompok / Kelas : 5 Nama Asisten : Siti Rofiqoh LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2014

Upload: lailatul-badriyah

Post on 16-Jan-2016

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

kimia fisik

TRANSCRIPT

Page 1: laporan praktikum

JURNAL PRAKTIKUM

KIMIA FISIK II

KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER

Nama : Lailatul Badriyah

NIM : 121810301036

Kelompok / Kelas : 5

Nama Asisten : Siti Rofiqoh

LABORATORIUM KIMIA FISIK

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: laporan praktikum

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua

komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi

istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas

dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat

yang terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat

dalam jumlah yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut . Larutan biner yaitu

larutan yg mengandung dua atau lebih zat yg dapat melarut dengan baik (Bird,1993).

Kesetimbangan memberikan pengertian bahwa suatu keadaan dimana tidak terjadi

perubahan sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu untuk material tersebut dengan

waktu, keadaan setimbang sebenarnya tidak pernah tercapai. Semakin dekat keadaan

sistem dengan titik kesetimbangan maka semakin kecil gaya penggerak proses, semakin

kecil pula laju proses dan ahkirnya sama dengan 0 bila titik kesetimbangan sudah tercapai.

Jadi titik kesetimbangan hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu yang tak

terhingga. Seperti pada kesetimbangan umumnya, kesetimbangan uap-cair dapat

ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan) pada suatu waktu tertentu. Saat

kesetimbangan model ini, kecepatan antara molekul-molekul campuran yang membentuk

fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya membentuk cairan kembali. Data

kesetimbangan uap cair merupakan data termodinamika yang diperlukan dalam

perancangan dan pengoperasian kolom-kolom distilasi. Pekerjaan ilmiah suatu

kesetimbangan dalam prakteknya dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan

sifat/keadaan seperti yang ditunjukkan oleh praktek sama dengan sifat yang dihitung

berdasarkan metoda yang menggunakan anggapan kesetimbangan.

Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan uap-cair dalam berbagai

metoda perancangan kolom distilasi packed coloum dan try coloum. Percobaan langsung

yang betul-betul lengkap baru dapat diperoleh dari serangkaian metoda pengukuran. Selain

itu percobaan langsung seperti itu memerlukan waktu yang banyak dan biaya yang besar.

Sehingga cara yang umum ditempuh adalah mengukur data tersebut pada beberapa kondisi

kemudian meringkasnya dalam bentuk model-model matematik yang relatif mudah

diterapkan dalam perhitungan-perhitungan komputer. Prinsip distilasi yang digunakan

sangat penting dipelajari oleh mahasiswa oleh karena dengan begitu praktikan akan

Page 3: laporan praktikum

memperoleh nilai dari densitas dan fraksi mol dari larutan biner dan pengaruhnya antar

satu sama lain. Salah satu contoh aplikasi dari percobaan tersebut adalah pembuatan

tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini merupakan prinsip distilasi yaitu

tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah gas didalam tabung menjadi

cair.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah mempelajari sifat larutan biner dengan

membuat diagram temperatur versus komposisi.

Page 4: laporan praktikum

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)

2.1.1 Akuades

Akuades adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O, satu molekul air tersusun

atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen. Air memiliki kemampuan untuk

melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam, gula, asam, beberapa jenis gas, dan

banyak macam molekul organik. Nama lain dari air adalah dihidrogen monoksida atau

hidrogen hidroksida. Air merupakan jenis senyawa liquid yang tidak berwarna, tidak

berasa, dan tidak berbau pada keadaan standar. Massa molar dari air adalah 18,01528

g/mol. Titik didih air sebesar 100° C sedangkan ttik lelehnya 0° C. Massa jenis air sebesar

1000 kg/cm3 dan viskositasnya 0,001 Pa/s (20° C) (Anonim, 2014). Sifat dari bahan ini

adalah non-korosif untuk kulit, non-iritasi untuk kulit, tidak be untuk kurbahaya untuk

kulit, non-permeator oleh kulit, tidak berbahaya dalam kasus konsumsi. Bahan ini juga

tidak berbahaya dalam kasus inhalasi. Identifikasi yang lainnya yaitu non-iritasi untuk

paru-paru dan non-korosif terhadap mata (Anonim, 2014).

2.1.2 Etanol

Etanol merupakan senyawa alkohol yang berwujud cair dan tidak berwarna. Etanol

memiliki berat molekul sebesar ± 46,08 g mol-1

. Kontak langsung pada mata maupun kulit

dengan senyawa ini berbahaya. Cara mengatasi bila terjadi kontak langsung dengan etanol

yaitu mata segera dibasuh dengan air selama ± 15 menit dengan mata terbuka. Titik didih

alkohol pada suhu 78o C sedangkan titik lelehnya adalah suhu -117

o C. Etanol mudah larut

dalam air, baik air dingin maupun air panas. Kontak langsung dengan kulit dapat diatasi

dengan segera menyiram bagian kulit yang terkena cairan dengan air yang banyak dan

segera menutupi bagian kulit, serta melepaskan pakaian dan sepatu yang terkontaminasi.

Penanganan bila terhirup yaitu segera pindah ke tempat dengan udara yang lebih segar, bila

tidak bernapas maka diberi napas buatan atau bantuan oksigen. Penanganan bila tertelan

yaitu jangan memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar dan segera

hubungi dokter (Anonim, 2014).

2.2 Dasar Teori

Suatu komponen (pelarut) yang mendekati murni, menunjukkan bahwa komponen

Page 5: laporan praktikum

itu berperilaku sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding

dengan fraksi mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult walaupun

demikian, dalam hal ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai

pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan

pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan yang digunakan bersifat encer

(Atkins, 1994).

Semua komponen (pelarut dan zat terlarut) dalam larutan ideal mengikuti Hukum

Roult pada seluruh selang konsentrasi. Semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi

kimia di antara komponen-komponennya. Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal

maupun tak ideal tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal

encer. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan

pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan

Hukum Roult (Petrucci, 1992).

Komponen yang mempunyai tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase

uapnya ketika larutan biner diuapkan secara parsial, sehingga terjadi perbedaan komposisi

antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai

kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan

mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap

(Alberty, 1987).

Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan temperatur dimana

berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas-batas antara daerah-daerah itu,

yaitu batas-batas fase memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam

kesetimbangan. Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku

sesuai dengan hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi

mol. Beberapa larutan menyimpang jauh dari hukum Roult walaupun demikian, dalam hal

ini hukum itu semakin dipatuhi jika komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga

mendekati kemurnian. Bisa dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan

yang baik untuk pelarut selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang

berhubungan dengan zat murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia campuran A

adalah μA, karena tekanan uap cairan murni pada kesetimbangan kedua potensial kimiawi

sama besar, sehingga keduanya dapat dieliminasi. Adapun diagram fase campuran ideal

adalah :

Page 6: laporan praktikum

Gambar 1. Diagram fase campuran campuran ideal

(Atkins, 1999).

Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh

kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan

sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi

molnya dalam larutan tersebut, yakni :

f1 = X1 . f1*

Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan

pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.

P1 = X1 . P1o

Dimana : p1 = tekanan uap larutan

po = tekanan uap larutan murni

X1 = mol fraksi larutan

Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai :

µ1 = µ1o + R T ln X1

(Dogra, 1990).

Secara umum hanya sedikit larutan yang memenuhi hukum Raoult. Larutan yang

tidak memenuhi hukum Raoult disebut larutan non ideal. Pada larutan ideal dari zat pelarut

A dan zat pelarut B, tarikan A-B sama dengan tarikan A-A dan B-B, sedangkan kalor

pelarutan, ΔH(l) = 0. Jika tarikan antara A-B lebih besar dari tarikan A-A dan B-B, maka

proses pelarutan adalah eksoterm dan ΔH(l) < 0. Misalnya pada campuran antara aseton

(C3H6O) dan kloroform (CHCl3) terjadi ikatan hidrogen antara aseton dan kloroform

sehingga tekanan uap larutan lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang dihitung

Page 7: laporan praktikum

dengan hukum Raoult. Penyimpangan dari hukum Raoult ini disebut dengan

penyimpangan negatif (Hiskia, 1996).

Larutan dikatakan sebagai larutan ideal apabila memenuhi syarat di bawah ini :

1. Homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol 0 – 1.

2. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen – komponen dicampur

membentuk larutan dengan entalpi pencampuran = 0.

3. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan sama dengan jumlah

komponen yang dicampurkan (ΔV pencampuran = 0).

4. Memenuhi hukum Raoult sebagai berikut;

P1 = X1 . Po

Dimana P1 = Tekanan Uap Larutan

Po = Tekanan Uap Sovent Murni

X1 = Mol fraksi larutan

(Tim Kimia Fisik, 2014).

Komposisi larutan dalam percobaan ini merupakan harga mol fraksi larutan untuk

membuat diagram T – X maka harga X ditentukan pada tiap –tiap titik didih dengan

mengukur indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. hal ini dapat

dilakukan dengan membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih dahulu.

Komposisi dihitung sbb; Misalnya mencampurkan a ml aseton dengan berat jenis 1

dengan b ml. Chloroform dengan berat jenis 2, maka komposisinya :

X1 = (a 1/M1) / (a1/ M1) + (b2/M2)}

Dimana : M1 = berat molekul Aseton = 58

M2 = Berat molekul chloroform = 119,5

(Tim Kimia Fisik, 2014).

Page 8: laporan praktikum

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Alat destilasi

2. Thermometer

3. Pemanas(lampu/kompor)

4. Tempat destilat

5. Tempat residu

6. Piknometer

7. Labu ukur

8. Labu leher tiga

9. Pipet mohr

10. Beaker gelas

3.1.2 Bahan

1. Etanol

2. Air

3.2 Skema Kerja

- diencerkan dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50, 60 % dalam 25 ml

- diambil 9,735ml dan ditentukan berat jenis zat dengan Piknometer

- ditentukan fraksi mol masing-masing larutan

- diambil 15 ml untuk didestilasi

- dicatat titik didihnya saat tetesan pertama distilat untuk setiap larutan

dengan variasi konsentrasi

- diambil destilat dan residu masing-masing diuji dengan sensor

alkohol

- dibuat grafik standar suhu lawan konsentrasi, grafik fraksi mol lawan

kadar alkohol distilat, dan grafik fraksi mol lawan kadar alkohol

residu

Etanol 70 %

Hasil

Page 9: laporan praktikum

-

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

No [M] ρ T

Kadar Alkohol Fraksi

mol

Destilat(%) Residu(%)

1 10% 0.829 85 24.322 0.204 0.0613

2 20% 0.900 83 43.927 1.426 0.149

3 30% 0.867 80 29.629 7.326 0.838

4 40% 0.775 75 24.78 21.877 0.721

5 50% 0,7980 74 34.462 14.777 0.491

6 60% 0,744 70 36.429 33.291 0.684

7 70% 0,673 67 43.438 0 1

8 Akuades 0,800

4.2 Pembahasan

Percobaan ketiga membahas tentang kestimbangan uap-cair pada sistem biner.

Larutan biner merupakan larutan yang terdiri dari dua komponen yang tercampur dengan

baik dimana x1 + x2 = 1 dan dalam keadaan mudah menguap. Percobaan ini bertujuan

untuk mempelajari sifat dari larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus

komposisi. Sifat dari larutan biner adalah campuran yang hampir ideal sebab saat dicampur

aquades dan etanol akan membentuk ikatan hidrogen. Ikatan yang terbentuk ini akan saling

mempengaruhi sehingga terbentuklah larutan yang homogen pada seluruh sistem, tidak ada

entalpi pencampuran (∆H pencampuran = 0).

Proses awal yang dilakukan pada percobaan ini adalah membuat larutan etanol

dengan konsentrasi 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, 50 %, 60 %, dan 70 % masing-masing 25

mL. Pembuatan konsentrasi larutan yang berbeda berfungsi untuk mengetahui kandungan

alkohol pada setiap konsentrasi. Larutan yang divariasikan konsentrasinya kemudian

diambil 9,735 mL untuk ditentukan massa jenisnya. Massa jenis larutan ini dapat

ditentukan dengan menggunakan piknometer. Berdasarkan literatur semakin tinggi

konsentrasi suatu zat maka semakin besar pula massa jenis suatu zat tersebut. Berbeda

halnya dengan literatur, hasil praktikum menunjukkan nilai yang cenderung naik turun.

Massa jenis larutan dari konsentrasi 10 % hingga 70 % secara berturut-turut yaitu sebesar

Page 10: laporan praktikum

0,829; 0,900; 0,867; 0,775; 0,798; 0,7444; 0,673. Penyebab ketidaksesuaian hasil dengan

literatur dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain piknometer yang digunakan tidak

ditutup pada saat proses penimbangan sehingga tidak memenuhi standar. Hasil dari

perhitungan massa jenis ini berpengaruh terhadap nilai fraksi mol etanol. Fraksi mol

merupakan satuan konsentrasi yang menyatakan perbandingan antara jumlah mol salah

satu komponen larutan (jumlah mol zat pelarut atau jumlah mol zat terlarut) dengan jumlah

mol total larutan. Fraksi mol larutan etanol konsentrasi 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, 50 %, 60

%, dan 70 % adalah 0,0613, 0,149, 0,838, 0,721, 0,491, 0,684, dan 1,00. Berdasarkan

literatur seharusnya semakin besar konsentrasi larutan etanol maka semakin besar pula

fraksi molnya. Hal ini dikarenakan konsentrasi menunjukkan banyaknya jumlah etanol

dalam larutan etanol dimana larutan etanol merupakan campuran etanol murni dengan air,

sehingga konsentrasinya berbanding lurus dengan fraksi mol. Kesalahan penentuan fraksi

mol ini dapat disebabkan kesalahan data perhitungan massa jenis pada tahap awal.

Proses selanjutnya yaitu proses distilasi. Larutan etanol sebanyak 15 mL dimasukkan

ke dalam labu leher tiga untuk dilakukan proses distilasi. Proses distilasi bertujuan untuk

mengetahui kesetimbangan uap cair antara aquades dan etanol. Prinsip dari distilasi yaitu

perbedaan tekanan uap dan titik didih serta berat jenis suatu pelarut/zat yang dimana saat

titik didih terjadi akan dapat kembali menjadi cair setelah menguap serta ketetapan saat

larutan itu menguap sama dengan kecepatan pada saat zat/larutan itu kembali ke fase

cairan. Proses distilasi kali ini dilengkapi dengan termometer sehingga pada tetesan

pertama suhu larutan yang disitilasi dapat terukur. Cairan pertama yang jatuh diukur

suhunya, hal tersebut menunjukkan titik didih dari larutan etanol:air. Semakin besar

komposisi/ konsentrasi alkohol maka suhu yang dibutuhkan untuk cairan pertama jatuh

semakin rendah. Hasil praktikum menunjukkan hasil yang sesuai yaitu dalam larutan

konsentrasi 10 % hingga 70 % secara berturut-turut suhunya sebesar 85 oC, 83

oC, 80

oC, 75

oC, 74

oC; 70

oC , 67

oC. Cairan yang jatuh dalam labu distilat pada saat proses distilasi

disebut distilat yang berupa larutan etanol karena memiliki titik didih yang lebih rendah

dibandingkan akuades sedangkan cairan yang masih tertinggal di dalam labu leher tiga

dinamakan residu yang berupa akuades. Adapun grafik hubungan antara konsentrasi

dengan temperatur adalah sebagai berikut:

Page 11: laporan praktikum

Gambar 1. grafik hubungan fraksi mol dengan temperatur

Berdasarkan grafik 1 terlihat bahwa hubungan fraksi mol dengan temperatur tidak

linear, seharusnya keduanya membentuk garis lineaar karena fraksi mol berbanding

terbalik dengan temperatur yaitu semakin besar fraksi mol etanol maka semakin rendah

titik didihnya. Hal ini dikarenakan titik didih etanol lebih rendah dibandingkan dengan

akuades atau air, sehingga apabila komposisi etanol dalam suatu larutan semakin besar,

maka titik didih larutan akan menjadi semakin rendah.

Destilat dan residu dari masing-masing konsentrasi yang diperoleh kemudian

dimasukkan ke dalam suatu tempat khusus untuk dilakukan uji kandungan alkoholnya.

Destilat yang telah diperoleh didinginkan terlebih dahulu kemudian dimasukkan ke dalam

alat sensor kandungan alkohol. Berdasarkan literatur semakin besar fraksi mol etanol maka

kadar alkohol dalam distilat juga makin besar karena titik didihnya makin rendah. Adapun

hasil percobaan dari masing-masing konsentrasi secara berurutan adalah 24,322; 43,927;

29,629; 24,780; 34,462; 36,429; 43,438 dan berikut ini adalah grafik hubungan antara

fraksi mol dengan komposisi destilat:

y = -14.95x + 84.71R² = 0.614

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 0.5 1 1.5

tem

pe

ratu

r

Fraksi mol

Hubungan fraksi mol dengan temperatur

Ряд1

Линейная (Ряд1)

Page 12: laporan praktikum

Gambar 1. grafik hubungan fraksi mol dengan residu

Berdasarkan literatur kadar alkohol pada residu akan menurun seiring dengan

semakin besarnya fraksi mol etanol dikarenakan semakin besar fraksi mol etanol maka

semakin banyak etanol yang berubah. Hasil dari percobaan menunjukkan ketidaksesuaian

engan literatur, hal ini dapat disebabkan proses distilasi yang belum selesai, sehingga

mengakibatkan masih tersisa etanol yang tidak menguap dan terkandung dalam labu leher

tiga. Berdasarkan hasil praktikum diperoleh kadar alkohol pada tiap konsentrasi secara

berurutan adalah 0,204; 1,426; 7,326; 21,877; 14,777; 33,291; 0. Berdasarkan hasil ini

maka dapat dibuat grafik. Grafik residu memberikan informasi tentang kadar alkohol hasil

destilasi. Berikut adalah kurva hubungan fraksi mol dengan residu:

Gambar 1. grafik hubungan fraksi mol dengan residu

y = 3.366x + 31.95R² = 0.021

05

101520253035404550

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

%al

koh

ol d

esti

lat

Fraksi mol

Hubungan fraksi mol dengan destilat

Ряд1

Линейная (Ряд1)

y = 10.49x + 5.360R² = 0.083

0

5

10

15

20

25

30

35

0 0.5 1 1.5

%al

koh

olr

esid

u

Fraksi mol

Hubungan fraksi mol dengan residu

Ряд1

Линейная (Ряд1)

Page 13: laporan praktikum

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

- Berdasarkan diagram temperatur versus konsentrasi atau komposisi diperoleh sifat

larutan biner yaitu semakin tinggi komposisi atau konsentrasi etanol maka titik didih

suatu larutan biner semakin menurun dan massa jenis dari campuran itu semakin

meningkat sedangkan fraksi molnya semakin meningkat pula .

5.2 Saran

Adapun saran untuk praktikum ini adalah seharusnya praktikan menggunakan

piknometer yang sesuai standar agar hasil yang diperoleh lebih akurat dan sesuai dengan

literatur yang ada.

Page 14: laporan praktikum

DAFTAR PUSTAKA

Alberty, A. R.1987. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Anonim. 2014. MSDS Akuades [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal 20

September 2014].

Anonim. 2014. MSDS Etanol 70% [serial online]. www.sciencelab.com [diakses tanggal

20 September 2014].

Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.

Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan soal – soal. Jakarta : Universitas Indonesia.

Hiskia, Ahmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung : PT Citra Aditya Bhakti.

Petrucci, Ralph H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.

Tim Penyusun. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik II. Jember : FMIPA UNEJ.

Page 15: laporan praktikum

LAMPIRAN

LAMPIRAN

1.PENGENCERAN

a. 10% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 10 . 25

V1 = 10 𝑥 25

70

V1 = 3,6 mL

b. 20% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 20 . 25

V1 = 20 𝑥 25

70

V1 = 7,1 mL

c. 30% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 30 . 25

V1 = 30 𝑥 25

70

V1 = 10,7 mL

d. 40% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 40 . 25

V1 = 40 𝑥 25

70

V1 = 14,1 mL

e. 50% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 50 . 25

V1 = 50 𝑥 25

70

V1 = 17,8 mL

f. 60% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 60 . 25

V1 = 60 𝑥 25

70

V1 = 21,4 mL

g. 70% etanol

M1 . V1 = M2 . V2

70 . V1 = 70 . 25

V1 = 70 𝑥 25

70

V1 = 25 mL

MASSA JENIS

a. 10% etanol

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 8,067 𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,829 𝑔/𝑚𝐿

b. 20% etanol

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 8,762 𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,900 𝑔/𝑚𝐿

c. 30% etanol

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 8,444𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,867 𝑔/𝑚𝐿

d. 40% etanol

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 7,5444𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,775 𝑔/𝑚𝐿

e. 50% etanol

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 7,773 𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,798 𝑔/𝑚𝐿

f. 60% etanol

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 7,238𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,744 𝑔/𝑚𝐿

g. 70% etanol

Page 16: laporan praktikum

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 6,55 𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,673 𝑔/𝑚𝐿

h. Akuades

𝜌 = 𝑚

𝑣

𝜌 = 7,789𝑔

9,735 𝑚𝐿

= 0,800 𝑔/𝑚𝐿

C. Fraksi Mol

Konsentrasi

(10%)

Volume alkohol yang

ditambahkan (mL) Volume akuades

10 3,6 21,4

20 7,1 17,9

30 10,7 14,3

40 14,1 10,9

50 17,8 7,2

60 21,4 3,6

70 25 0

a. Etanol (alkohol) 10%

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

=

3,6 𝑚𝑙 𝑥 0,829 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

3,6 𝑚𝑙 𝑥 0,829 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

+21,4 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,065

1,061

= 0,0613

b. Etanol (alkohol) 20%

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

=

7,1 𝑚𝑙 𝑥 0,900 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

7,1 𝑚𝑙 𝑥 0,900 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

+17,9 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,139

0,934

= 0,149

c. Etanol (alkohol) 30%

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

Page 17: laporan praktikum

=

10,7 𝑚𝑙 𝑥 0,867 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

10,7 𝑚𝑙 𝑥 0,867 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

+14,3 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,202

0,994

= 0,838

d. Etanol (alkohol) 40%

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

=

14,1 𝑚𝑙 𝑥 0,775 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

14,1 𝑚𝑙 𝑥 0,775 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

+10,9 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,237

0,875

= 0,721

e. Etanol (alkohol) 50%

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

=

17,8 𝑚𝑙 𝑥 0,798 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

17,8 𝑚𝑙 𝑥 0,798 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

+7,2 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,309

0,629

= 0,491

f. Etanol (alkohol) 60%

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

=

21,4 𝑚𝑙 𝑥 0,744 𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

21,4 𝑚𝑙 𝑥 0,744𝑔/𝑚𝑙46 𝑔/𝑚𝑜𝑙

+3,6 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,346

0,506

= 0,684

g. Etanol (alkohol) 70%

Page 18: laporan praktikum

𝑋.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 =

𝑉.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟

𝑉. 𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙 𝑥 𝜌.𝑎𝑙𝑘𝑜ℎ𝑜𝑙𝑀𝑟 +

𝑉.𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝜌. 𝑎𝑖𝑟𝑀𝑟

=

25𝑚𝑙 𝑥 0,673𝑔/𝑚𝑙

46 𝑔/𝑚𝑜𝑙25 𝑚𝑙 𝑥 0,673 𝑔/𝑚𝑙

46 𝑔/𝑚𝑜𝑙+

0 𝑚𝑙 𝑥 0,800 𝑔/𝑚𝑙

18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

=0,366

0,366

= 1

Uji kadar alkohol

Komposi

si etanol

(%)

Komposisi alkohol

destilat

Komposisi alkohol

residu

10 24,322 0,204

20 43,927 1,426

30 29,629 7,326

40 24,780 21,877

50 34,462 14,777

60 36,429 33,291

70 43,438 0

Page 19: laporan praktikum

Grafik:

y = 3.366x + 31.95R² = 0.021

0

5

10

15

20

2530

35

40

45

50

0 0.5 1 1.5

%al

koh

ol d

esti

lat

Fraksi mol

Hubungan fraksi mol dengan destilat

Ряд1

Линейная (Ряд1)

y = 10.49x + 5.360R² = 0.083

0

5

10

15

20

25

30

35

0 0.5 1 1.5

%al

koh

olr

esid

u

Fraksi mol

Hubungan fraksi mol dengan residu

Ряд1

Линейная (Ряд1)

Page 20: laporan praktikum

y = -14.95x + 84.71R² = 0.614

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

0 0.5 1 1.5

tem

pe

ratu

r

Fraksi mol

Hubungan fraksi mol dengan temperatur

Ряд1

Линейная (Ряд1)