laporan praktikum

26
LAPORAN PRAKTIKUM PERONTOKAN, PENYIMPANAN DAN PENGGOLONGAN BENIH PADI Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penanganan Pasca Panen Kelompok 4: Rizky H Rahmannia 150110080211 Annisa Handayani 150110080213 Mayang Winoti A 150110080216 Redy Aditya 150110080220 Rizqi Laila A 150110080221 UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Upload: rizky-hadi

Post on 20-Jun-2015

8.384 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan praktikum

LAPORAN PRAKTIKUM

PERONTOKAN, PENYIMPANAN DAN PENGGOLONGAN BENIH PADI

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Penanganan Pasca Panen

Kelompok 4:

Rizky H Rahmannia 150110080211

Annisa Handayani 150110080213

Mayang Winoti A 150110080216

Redy Aditya 150110080220

Rizqi Laila A 150110080221

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

2011

BAB I

Page 2: Laporan praktikum

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani adalah

tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses

pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga

menjadi beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari

ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat

pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%.

Besarnya kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani

masih menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan

mekanis tetapi proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar.

Pada saat ini merosotnya produksi gabah secara nasional setiap tahun, salah satunya

disebabkan oleh faktor buruknya penanganan pascapanen di tingkat petani. Sebab tingkat

kehilangannya cukup tinggi, sekitar 20 %.  Kondisi demikian jelas merugikan petani. Bahkan

kerugian secara nasional diperkirakan setara dengan Rp 15 triliun per tahun. Karena itu,

petani diminta lebih mengenal pengembangan dan pemanfaatan teknologi panen dan

pascapanen agar produksinya lebih baik. 

Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca panen yang baik, sampai usaha

ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika tingkat kehilangan panen bisa ditekan sampai

minimal 0,5 sampai 1 persen untuk setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap dapat

dikurangi sampai 3 sampai 5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan

mencapai 1,59 sampai 2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung

mengamankan target produksi beras nasional setiap tahunnya (Purwanto, 2005).

Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi

beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Dalam

kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena

proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras

putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak

Page 3: Laporan praktikum

dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut

dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras

sosoh (beras putih).

1.2 Identifikasi Masalah

Bandingkan hasil penggunaan kedua alat perontok, mana yang lebih efisien?

Tulis spesifikasi alat yang digunakan & waktu yang diperlukan

Amati kondisi 1 HSP,4 HSP,6 HSP,8 HSP,11 HSP,13 HSP

1.3 Tujuan

Setelah melakukan kegiatan praktikum ni diharapkan mahasiswa dapat :

Mengetahui alat perontok padi mana yang lebih efisien .

Mengetahui spesifikasi dari masing- masing alat perontok yang digunakan.

Mengetahui kondisi benih padi hasil perontokan tersebut setelah disimpan

dengan berbagai perlakuan.

Page 4: Laporan praktikum

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Beras merupakan sumber utama kalori bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Pangsa beras

pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori

masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001).

Perontokan padi merupakan tahapan pasca panen padi setelah pemotongan padi (pemanenan).

Tahapan kegiatan ini bertujuan untuk melepaaskan gabah dari malainya. Perontokan padi dapat

dilakukan secara manual atau dengan alat dan mesin perontok. Prinsip untuk melepaskan butir

gabah dari malainya adalah dengan memberikan tekanan atau pukulan terhadap malai tersebut.

Proses perontokan padi memberikan kontribusi cukup besar pada kehilangan hasil padi secara

keseluruhan.

Berdasarkan alat perontok padi, cara perontokan dapat dikelompokkan menjadi beberapa cara,

antara lain (1) iles/injak-injak, (2) pukul/gedig, (3) banting/gebot, (4) pedal thresher, (5) mesin

perontok (BPS,1996) . Perontokan padi dengan cara dibanting dilakukan dengan cara

membantingkan atau memukulkan segenggam potongan padi ke benda keras, misalnya kayu,

bambu atau batu yang diletakkan pada alas penampung gabah. Kapasitas perontokan dengan cara

gebot sangat bervariasi, tergantung kepada kekuatan orang, yaitu berkisar antara 41,8

kg/jam/orang (Setyono dkk.,1993) sampai 89,79 kg/jam/orang (Setyono dkk., 2000).

Kemampuan kerja pemanen di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta untuk merontok padi dengan

cara gebot berkisar antara 58,8 kg/jam/orang (Mudjisihono,dkk,2001)sampai 62,73 kg/jam/orang

(Mudjisihono dkk.,1998) Perontokan padi dengan cara gebot banyak gabah yang tidak terontok

berkisar antara 6,4 % - 8,9 % (Rachmat dkk., 1993;Setyono dkk.,2001) Untuk menghindari hal

tersebut, maka perontokan padi perlu menggunakan alat atau mesin perontok.

Penggunaan mesin perontok menyebabkan gabah tidak terontok sangat rendah, yaitu kurang dari

satu persen. Hasil pengujian empat mesin perontok padi Type TH-6 menunjukkan bahwa

kapasitas mesin perontok tersebut bervariasi antar 523 kg/jam/unit sampai 1.125 kg/jam/unit

tergantung kepada spesifikasi atau pabrik pembuatannya (Setyono,dkk.,1998).Penggunaan mesin

Page 5: Laporan praktikum

perontok dalam perontokan padi, selain dapat menekan kehilangan hasil juga dapat

meningkatkan kapasitas kerja.

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu

sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang lama.

Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai

2,13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang dari cara penjemuran menjadi

pengering buatan.

Penyimpanan merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap dalam keadaan

baik dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah/ beras dapat

mengakibatkan terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang

mengerat dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah/beras. Cara penyimpanan

gabah/beras dapat dilakukan dengan :

Sistem curah, yaitu gabah yang sudah kering dicurahkan pada suatu tempat yang

dianggap aman dari gangguan hama maupun cuaca. Penyimpanan gabah dengan sistem

curah dapat dilakukan dengan menggunakan silo. Silo merupakan tempat menyimpan

gabah/beras dengan kapasitas yang sangat besar. Bentuk dan bagian komponen silo

adalah sebagai berikut :

(a) Silo biasanya berbentuk silinder atau kotak segi-empat yang terbuat dari plat lembaran atau

papan.

(b) Silo dilengkapi dengan sistem aerasi, pengering dan elevator.

(c) Sistem aerasi terdiri dari kipas-kipas angin aksial dengan lubang saluran pemasukan dan

pengeluaran pada dinding silo.

(d) Pengering terdiri sumber pe-manas/kompor dan kipas peng-hembus.

(e) Elevator biasanya berbentuk mangkuk yang berjalan terbuat dari sabuk karet atau kulit serta

plat lembaran.

Page 6: Laporan praktikum

Penyimpanan Gabah dengan Kemasan/Wadah. Penyimpanan gabah dengan kemasan

dapat dilakukan dengan menggunakan karung. Beberapa aspek penting yang perlu

diperhatikan dalam penyimpanan gabah dengan karung adalah :

(a) Karung harus dapat melindungi produk dari kerusakan dalam pengangkutan dan atau penyim-

panan.

(b) Karung tidak boleh meng-akibatkan kerusakan atau pen-cemaran oleh bahan kemasan dan

tidak membawa OPT.

(c) Karung harus kuat, dapat menahan beban tumpukan dan melindungi fisik dan tahan terhadap

goncangan serta dapat mempertahankan ke-seragaman. Karung harus diberi label berupa tulisan

yang dapat menjelaskan tentang produk yang dikemas.

Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa

dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya

besar, bentuk dan kebeningan beras).

Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh beras kepala yang

banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras

putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai

ekonomis dari beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah

sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto,

1989).

Page 7: Laporan praktikum

Saat ini telah dibuat RSNI mengenai mutu beras giling yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Mutu beras: RSNI 01-6128-200x

No. Komponen Mutu SatuanMutu

I II III IV V

1 Derajat sosoh (min) % 100 100 95 95 95

2 Kadar air (max) % 14 14 14 14 14

3 Butir kepala (min) % 95 89 78 73 60

4 Butir patah total (max) % 5 10 20 25 35

5 Butir menir (max) % 0 1 2 2 5

6 Butir merah (max) % 0 1 2 3 3

7 Butirkuning/rusak (max) % 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur (max) % 0 1 2 3 5

9 Benda asing (max) % 0 0.02 0.02 0.05 0.20

10 Butir gabah (max) Butir/100g 0 1 1 2 3

Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron,

sebagian mapun seluruhnya agar menhasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil

mungkin. Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian gabah

tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan aleuron yang menempel

pada beras. Selama penyosohan terjadi, penekanan terhadap butir beras sehingga terjadi butir

patah. Menir merupakan kelanjutan dari butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada

butir patah (Damardjati, 1988).

Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang

terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen

melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang

meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok

kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi

beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas

Page 8: Laporan praktikum

beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka

rendemen akan semakin rendah.

Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran

dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin tinggi derajat sosoh, persentase beras

patah menjadi semakin meningkat pula. Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras

kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983). Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh

Bulog, beras kepala merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras

utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh. Menir

memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh atau melewati lubang ayakan 2.0 mm

(Waries, 2006).

Page 9: Laporan praktikum

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Alat dan Bahan

bulir padi berisi hasil perontokan sebanyak 4 x 100 gr

air

Perontokan Padi

1 karung padi hasil tuaian

Tampi, terpal, rangka kayu atau bambu (tradisional)

mesin perontok (modern)

Timbangan

Pengeringan dan Penyimpanan Padi

wadah sterofom

oven

Timbangan

rak penyimpanan

3.2 Metode dan Cara Kerja

Perontokan dan Pengeringan

Kegiatan :

Membandingkan 2 macam alat perontok

Menimbang berat 1 karung padi hasil tuaian dan mencatat beratnya

Mengeluarkan padi dari dalam karung & melakukan perontokan

Alat tradisional (untuk kelompok 1,3,5,7)

Page 10: Laporan praktikum

a. menyiapkan padi yang akan dirontokkan,terpal dan kayu atau rangka bamboo.

b. Mengambil segenggam malai padi dan kemudiian membantingkan malai padi pada kayu

atau rangka bamboo hingga gabah terlepas dari malai.

c. Memisahkan bulir padi hasil perontokkan dengan jerami serta gabah yang kosong dengan

cara ditampi.

Alat bermotor (untuk kelompok 2,4,6,8 )

Cara Kerja

a. Setelah semuanya siap, hidupkan mesin, biarkan sebentar mesin tanpa

muatan. Periksalah posisi unit keseluruhan mesin, jangan sampai bergeser

akibat getaran atau berpindah tempat.

b. Setelah mesin siap dioperasikan, masukkan mali padi yang akan dirontok

ke pintu pemasukan secara teratur sebanyak mungkin tanpa menimbulkan

overload,

c. Kurangi pemasukan bahan bila terasa akan menjadi overloading, terutama

untuk bahan yang masih belum kering. .

d. Kotoran berbentuk jerami yang keluar dari pintu pelempar jerami atau kipas

penghembus harus segera dijauhkan dari mesin, agar tidak menyumbat saringan

atau tercampur dengan gabah bersih hasil perontokan, bila perlu gabah

ditampung langsung menggunakan karung di depan mulut pintu pengeluaran

gabah.

e. Memisahkan bulir padi hasil perontokkan dengan jerami serta gabah yang kosong.

Page 11: Laporan praktikum

Pisahkan padi yang berisi dengan cara ditampi (tradisional) dengan mesin perontok

(modern)

Timbang berat bulir padi berisi & berat bulir padi hampa, hitung dalam % perbandingan

keduanya

Hitung juga perbandingan berat bulir berisi dengan berat padi hasil tuaian (%)

Pengeringan dan Penyimpanan Padi

Ambil sample bulir padi berisi hasil perontokan sebanyak 4 x 100 gr,simpan masing-masing

dalam wadah sterofom

Lakukan perlakuan sebagai berikut :

1 wadah langsung disimpan dalam rak

1 wadah dijemur selama 3 jam,lalu ditimbang (dimasukkan dalam rak penyimpanan)

1 wadah dikeringkan dalam oven 450C selama 24 jam (timbang,dan simpan dirak penyimpanan)

1 wadah diberi 6 gr air,dicampur rata, lalu disimpan dalam rak penyimpanan

Amati kondisi 1 HSP,4 HSP,6 HSP,8 HSP,11 HSP,13 HSP

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perontokan dengan Dua Cara Berbeda

ParameterCara manual mesin perontok

Kel 1 Kel 3 Kel 5 Kel 7 rata-rata Kel 2 Kel 4 Kel 6Berat hasil tuaian (kg) 13,2 12,6 11 14,1 11 13,5 12 13,8Berat bulir padi hasil perontokan (kg) 4,11 3,648 4,09 3,95 3,65 5,6 3,45 4,57Berat bulir isi (kg) 3,9 3,5 3.25 3,65 3,25 5,3 3,3 4,32Berat bulir hampa (kg) 0,21 0,148 0.84 0,3 0,84 0,3 0.23 0,25% bulir isi dari hasil tuaian 29,55 27,77 29.5 25,8 29,54 41,5 27,5 32,66% bulir isi dari hasil perontokan 94,89 95,94 74.5 92,4 74,46 94,6 95,65 94,52% bulir hampa dari hasil perontokan 5,11 4,05 20.5 7,6 20,54 5,4 6,66 5,78

Berdasarkan data hasil pengamatan didapat hampir keseluruhan parameter yang diukur menunjukan angka yang lebih besar pada mesin perontok dibandingkan dengan menggunakan

Page 12: Laporan praktikum

alat perontok manual. Sedangkan untuk berat bulir hampa dan persentase bulir hampa lebih besar jumlahnya pada perontokan manual.

Studi yang dilakukan oleh International Rice Reasarch Institute (IRRI) menyebutkan bahwa diperkirakan tingkat kehilangan pascapanen sebesar 5 – 16 % terjadi pada saat pemanenan, perontokan dan pembersihan, sedangkan 5 – 21 % terjadi pada proses pascapanen dari pengeringan, penyimpanan dan penggilingan (Dirjen P2HP, 2007). Hasil penelitian menyatakan bahwa perontokan dengan menggunakan mesin perontok dapat meningkatkan efisiensi kegiatan pascapanen karena dapat menurunkan tingkat kehilangan hasil dan meningkatkan kapasitas kerja. Menurut Tastra (2003) penggunaan power thresher dapat menekan kehilangan hasil minimal 3, 30% dibandingkan dengan cara tradisional (gebot). Efisiensi penggunaan mesin perontok dalam proses pascapanen benih baru dicapai bila mutu nemih tetap baik. Kapasitas mesin perontok dipengaruhi oleh kecepatan putr silinder perontok. Makin tinggi kecepatan silinder perontok, makin tinggi pula kapasitas kerja mesin sehingga efisiensi kerja mesin akan semakin tinggi.

MATERI II. PENGERINGAN DAN PENYIMPANAN PADI

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pengeringan dan Penyimpanan Gabah

% Bobot sebelum penyimpanan: (Berat awal 100,0 g)

Perlakuan

Cara Manual Mesin PerontokKel 1

Kel 3

Kel 5

Kel 7

Rata - Rata

Kel 2

Kel 4

Kel 6

Kel 8

Rata - Rata

Tanpa Perlakuan 10

0 100 10

2 #DIV/0! 100 100 100Penjemuran 3 jam 92 90 90 #DIV/0! 100 98 100Pengeringan 45 C, 24 jam 86 82 90 #DIV/0! 100 100 100

Penambahan 5 - 6 ml air 10

5 106 118 #DIV/0! 100 106 100

% bobot pada 8 MSP

Perlakuan

Cara Manual Mesin Perontok

Kel 1

Kel 3

Kel 5

Kel 7

Rata - Rata

Kel 2

Kel 4

Kel 6

Kel 8

Rata –

RataTanpa Perlakuan 94 96 96 #DIV/0! 100 102 100Penjemuran 3 jam 90 86 88 #DIV/0! 90 92 90Pengeringan 45 C, 24 jam 88 86 94 #DIV/0! 84 92 84Penambahan 5 - 6 ml air 98 100 110 #DIV/0! 106 104 106

Page 13: Laporan praktikum

% bobot pada 13 MSP

Perlakuan

Cara Manual Mesin PerontokKel 1

Kel 3

Kel 5

Kel 7

Rata - Rata

Kel 2

Kel 4

Kel 6

Kel 8

Rata - Rata

Tanpa Perlakuan 92 92 92 #DIV/0! 98 94 98

Penjemuran 3 jam90 86 88

#DIV/0! 92 84 92

Pengeringan 45 C, 24 jam90 88 94

#DIV/0! 90 88 90

Penambahan 5 - 6 ml air94 96 106

#DIV/0! 102 96 102

Perubahan fisik gabah pada 4 HSP (isi tabel dengan skor yang sesuai)

Perlakuan

Cara Manual Mesin PerontokKel 1

Kel 3

Kel 5

Kel 7

Rata - Rata

Kel 2

Kel 4

Kel 6

Kel 8

Rata - Rata

Tanpa Perlakuan2 2 2

#DIV/0! 2 3 2

Penjemuran 3 jam2 1 1

#DIV/0! 0 2 0

Pengeringan 45 C, 24 jam1 1 1

#DIV/0! 0 1 0

Penambahan 5 - 6 ml air4 4 3

#DIV/0! 3 4 3Keterangan: Skor 1= baik, kering, warna kekuningan

2= sedikit (>5%) terlihat kerusakan, warna kusam atau kehitaman)3= terlihat jelas ada kerusakan (6 - 15%) (atau pertumbuhan kecambahan)4= kerusakan cukup banyak (16 - 40%)5= kerusakan berat (>40%)

Kerusakan biologis gabah pada 6 HSP (isi tabel dengan skor yang sesuai)

Perlakuan

Cara Manual Mesin PerontokKel 1

Kel 3

Kel 5

Kel 7

Rata - Rata

Kel 2

Kel 4

Kel 6

Kel 8

Rata - Rata

Tanpa Perlakuan2 2 2

#DIV/0! 2 3 2

Penjemuran 3 jam3 2 1

#DIV/0! 0 2 0

Pengeringan 45 C, 24 jam2 1 1

#DIV/0! 0 1 0

Penambahan 5 - 6 ml air4 5 3

#DIV/0! 4 4 4Keterangan: Skor 1= baik, kering, warna kekuningan

Page 14: Laporan praktikum

2= sedikit (>5%) terlihat kerusakan, warna kusam atau kehitaman)3= terlihat jelas ada kerusakan (6 - 15%) (atau pertumbuhan kecambahan)4= kerusakan cukup banyak (16 - 40%)5= kerusakan berat (>40%)

CATATAN: * Masing - masing kelompok membuat grafik sesuai bobot dari 4 perlakuan ( 1 HSP - 13 HSP) dalam satu gambar (untuk dapat dibandingkan)* Bahs pengaruh perlakuan terhadap kualitas gabah selama penyimpanan

Pengamatan kualitas dengan standar BULOG

Pengamatan Kelompok A Kelompok BKel 1 Kel 2 Kel 3 Kel 4 Rata –

RataKel 5 Kel 6 Kel 7 Kel 8 Rata -

RataKadar air 13.4 13.06 13.47 12.76 13.173 13.47 13.37 13.46 13.16 13.365% menir 5.8 12.61 1.5 0.69 5.15 6.74 12.3 8.87 6.6 8.628% b. pecah 27.4 15.28 28.4 23.6 23.67 20.74 17.5 24.3 26 22.135%b. utuh 76.8 62.89 69.2 67.7 69.15 72 68.2 65.55 65.4 67.79Alasan TMS %

menir dan % b. pecah > standar BULOG

% menir

> standar BULO

G

% b. pecah

> standar BULO

G

% b. pecah

> standar BULO

G

% menir dan %

b. pecah

> standar BULO

G

% menir

> standar BULO

G

% menir dan %

b. pecah

> standar BULO

G

% menir dan %

b. pecah

> standar BULO

G

Berdasarkan data yang diperoleh maka didapat nilai rata-rata sebagai berikut :

1. Kadar air : 13.269 %

2. % menir : 6.889 %

3. % b. pecah : 22.9025 %

4. % b. utuh : 68.47 %

Menurut Inpres Nomor 7 tahun 2009 persyaratan kualitas beras yang diterima BULOG adalah

beras dengan kadar air maksimal 14%, butir patah maksimum 20%, butir menir maksimum 2%

dan derajat sosoh minimal 95%

Page 15: Laporan praktikum

Dari data rata-rata tersebut di atas, maka beras yang digunakan sesuai kadar airnya dengan

standar BULOG , namun untuk % menir dan % beras pecah tidak sesuai karena melebihi standar

yang telah ditentukan.

Page 16: Laporan praktikum

Pembahasan

Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani adalah

tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses

pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi

beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari

ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat

pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya

kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih

menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi

proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar.

Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi

beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Dalam

kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui karena

proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi beras

putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak

dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut

dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras

sosoh (beras putih).

Dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras sosoh, berat biji padi akan berkurang

sedikit demi sedikit selama proses penggilingan akibat dari pengupasan dan penyosohan. Bagian-

bagian yang tidak berguna akan dipisahkan sedangkan bagian utama yang berupa beras

dipertahankan. Namun tidak dapat dihindarkan sebagian butiran beras akan patah selama proses

penggilingan.

Kualitas fisik gabah terutama ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah. Yang dimaksud

dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah. Sedangkan tingkat

kemurnian gabah merupakan persentase berat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran

gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak dalam campuran gabah maka

tingkat kemurnian gabah makin menurun.

Page 17: Laporan praktikum

Kualitas gabah akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan. Kualitas gabah

yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Hasil rendemen yang diperoleh

kelompok kami dalam praktikum kali ini sebesar 61%. Nilai ini belum mancapai kriteria

rendemen yang baik karena menurut literatur, proses penyosohan berjalan baik bila rendemen

beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%.

Menurut Nugraha et al. (1998), nilai rendemen giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang

terbagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen

melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan, yang

meliputi varietas, teknik budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok

kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses koversi gabah menjadi

beras, yaitu teknik penggilingan dan alat/mesin penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan

kualitas beras terutama derajar sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, maka

rendemen akan semakin rendah.

Beras sosoh dipisahkan menjadi beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir.

Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala

yang banyak dengan beras patah dan menir minimal. Dari hasil percobaan yang kami peroleh,

didapat persentase beras kepala adalah sebesar 41.2%, beras patah 16.6%, dan menir 42.2%.

Besarnya persentase menir paling tinggi dibandingkan dengan persentase beras kepala dan beras

patah. Hal ini menunjukkan mutu beras masih rendah.

Pada proses penggilingan, beras patah dan menir tidak dikehendaki. Yang dikehendaki adalah

sebanyak mungkin beras kepala. Namun timbulnya beras patah dan menir tidak dapat dihindari.

Timbulnya beras patah dan menir terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat

menggosok permukaan beras untuk melepaskan bagian bekatul.

Selain kinerja mesin penggiling, terjadinya beras patah juga ditentukan oleh kualitas gabah

sebelum digiling. Dengan penanganan yang kurang tepat, gabah dapat menjadi mudah patah atau

retak, atau bahkan telah patah sebelum digiling. Gabah dapat patah atau retak selama

penanganan pasca panen sebagia kaibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu

dan kelembaban relatif udara. Ini bisa terjadi apabila perubahan hari panas dan hujan terjadi

Page 18: Laporan praktikum

berkali-kali dalam jangka waktu yang lama. Fluktuasi ini menyebabkan butiran gabah mengkerut

dan mengembang dengan interval tidak teratur sehingga terjadi keretakan. Keretakan serupa juga

dapat terjadi apabila dilakukan metode pengeringan yang tidak tepat.

Page 19: Laporan praktikum

DAFTAR PUSTAKA

http://penyuluhthl.wordpress.com/2011/09/30/peningkatan-efisiensi-penanganan-panen-dan-pascapanen-padi-dalam-rangka-menekan-kehilangan-hasil/

http://202.43.189.41/web/diperta-ntb/Juklak/pasca_panen_padi.htm

http://www.forclime-photocontest.com/en/gallery/forests-and-people/rontok-padi-tradisional

http://jai.staff.ipb.ac.id/tag/pengeringan-gabah/

Alur Pengadaan. http://www.bulog.co.id/alurada_v2.php

Anonim. 2011. Penggilingan Padi. Diakses melaui http://jai.staff.ipb.ac.id/tag/beras-menir/

http://www.litbang.deptan.go.id/special/padi/bbpadi_2008_p2bn2_33.pdf

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/8341/Heni%20Herawati_Makalah

%20PERONTOKAN%20PADI-UGM.pdf?sequence=1