laporan praktek kerja lapangan (zulfi & risfy)
TRANSCRIPT
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk peningkatan kompetensi mahasiswa dan pengenalan ruang
lingkup aplikasi ilmu kimia dalam kegiatan industri, maka diperlukan suatu
kegiatan yang dapat dilakukan mahasisiwa di luar aktivitas perkulihan
kampus. Salah satu kegiatan ini adalah praktek kerja lapangan (PKL).
Kegiatan PKL ini dapat dilakukan di sektor pekerjaan apapun yang tentu saja
terkait dengan ilmu kimia, sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikan
ilmunya di tempat pelaksanaan PKL dan pihak pengelola tempat PKL juga
tidak merasa rugi untuk menerima mahasiswa dalam hal PKL ini.
Salah satu bentuk kegiatan di PT. Sucofindo adalah memberikan jasa
pelayanan berupa check kualitas terhadap barang atau bahan tertentu yang
terorganisir dalam lingkungan laboratorium. Kegiatan yang semacam ini
tentunya berhubungan erat dengan ilmu kimia, sehingga mahasisiwa kimia
dapat mengambil peran pada proses tersebut melalui kegiatan PKL ini. Materi
kuliah yang didapatkan di kampus tentunya tidak akan banyak dimanfaatkan
jika tidak dipraktekan dialam keaadaan yang nyata. Sehingga dengan adanya
pelaksanaan PKL dibidang industri kemampuan mahasiswa menjadi lebih
terasah dan nantinya dapat membina hubungan kerja sama yang baik,
diharapkan mampu menciptakan suatu kerja sama yang saling
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
2
1.2 Tujuan Kerja Praktek
Praktek kerja lapangan ini memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dari praktek kerja lapangan ini adalah :
1. Mahasiswa dapat melihat langsung aplikasi ilmu kimia pada instansi
tersebut sehingga mampu membandingkan cara analisis di bangku kuliah
dan dunia kerja.
2. Sebagai tempat menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai
analisis kimia pada instansi tersebut.
3. Mengembangkan sikap profesionalisme mahasiswa dalam menghadapi
dunia kerja sesuai dengan bidangnya.
Tujuan khusus dari praktek kerja lapangan ini adalah :
1. Mahasiswa dapat menganalisis suatu sampel batubara di PT. Sucofindo
Banjarmasin.
2. Melakukan pengujian sampel batubara yaitu analisis komposisi abu
batubara dengan menggunakan alat yaitu atomic absortion
spectrofotometer (AAS), spektrofotometer UV-Vis, dan Sulfur
Determination.
3. Mahasiswa melaporkan hasil dari praktek kerja lapangan dalam bentuk
laporan.
1.3 Manfaat Kerja Praktek
Manfaat dari dilakukannya kerja praktek ini adalah :
1. Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa mengenai proses
serta kegiatan analisis pada skala laboratorium instansi.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
3
2. Membangun program link and match antara pihak perguruan tinggi dengan
instansi ini.
3. Meningkatkan kesiapan mahasiswa untuk memasuki dunia kerja dengan
praktek kerja lapangan ini sebagai gambaran nyata terhadap jurusan yang
dipilih mahasiswa.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
4
BAB II
GAMBARAN UMUM PT. SUCOFINDO BANJARMASIN
2.1 Sejarah Singkat PT. Sucofindo Banjarmasin
PT (persero) Sucofindo didirikan berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Perekonomian RI tanggal 20 September 1956 No. 11.46a/M
berbentuk perseroan terbatas dengan nama Superintending Company of
Indonesia Ltd, dan disahkan dihadapan notaris Tobing St. Arifin dengan
akte No. 42 tertanggal 22 Oktober 1956, dan dasar anggaran diumumkan
dalam berita Negara RI No. 293 tahun 1958.
Sejak berdirinya PT. Sucofindo pemegang sahamnya adalah
Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh lembaga penyelenggara
perusahaan-perusahaan industri yang ditunjuk oleh Menteri Perekonomian
dan General Superintending Company Ltd. di Genewa, Swiss. Misi dan
tugas utama perusahaan tersebut bersifat pengawasan dan pemeriksaan
terhadap barang-barang perdagangan dan tugas lainnya yang berkaitan
dengan pekerjaan tersebut. PT. Sucofindo itu sendiri sebagai perseroan
terbatas yang mengacu pada undang-undang Republik Indonesia Nomor 1
tahun 1995 tentang perseroan terbatas.
Dalam perkembangannya PT. Sucofindo telah mengalami banyak
perubahan sehingga anggaran dasar perusahaan ini telah beberapa kali
mengalami perubahan dan terakhir berdasarkan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) yang disahkan dalam akte No. 2 tanggal 4 September 1996
notaris Agus Hashim Ahmad, SH yang telah disahkan oleh Menteri
Kehakiman RI. No. C2-9745-HT. 01.04 tahun 1996. Dengan demikian misi
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
5
dan tugas utama perusahaan tidak lagi bersifat pengawasan dan pemeriksaan
barang, melainkan turut dalam melaksanakan serta menunjang kebijakan
dan program pemerintah di bidang ekonomi, perdagangan terhadap
pembangunan nasional umumnya serta jasa superintending khususnya.
Dalam pelaksanaannya tugas PT. Sucofindo menjalankan kegiatan
usaha di bidang :
a. Pengawas (Supervision), pengendalian (Control), pemeriksaan
(Inspection) dan pengkajian (Assessment) mengenai kualitas dan
kuantitas serta kondisi yang berkaitan dengan nilai atau harga komoditi
dan objek usahan yang lainnya.
b. Melaksanakan usaha-usaha yang diperlukan dan terkait guna menunjang
kegiatan pokok.
Perseroan dapat pula mendirikan dan menjalankan usaha lainnya
yang mempunyai hubungan dengan bidang usaha tersebut di atas artinya
tidak secara sendiri-sendiri yaitu bersama-sama dengan bidang lainnya
sepanjang yang demikian itu tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Mengantisipasi kondisi pasar global, PT. Sucofindo telah
menetapkan strategi melalui optimalisasi pengelolaan sumber daya dengan
efisien dan efektif, terutama usaha di bidang jasa manajemen mutu dan
memperluas kemitraan usaha Internasional untuk meningkatkan daya asing.
Dalam melaksanakan berbagai aktifitas PT. Sucofindo didukung oleh 62
kantor jaringan kerja, laboratorium penguji yang lengkap dan pelayanan jasa
yang sangat komprehensif tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
6
2.2. Visi dan Misi PT. Sucofindo Banjarmasin
A. Visi
“Menjadi Perusahaan Kelas Dunia di bidang Usaha Superintending,
Mutu dan Teknologi”. Kalimat tersebut merupakan visi dari PT.
Sucofindo.
B. Misi
Misi yang harus dijalankan PT. Sucofindo untuk menggapai visi
tersebut adalah “Memberikan kepuasaan kepada pelanggan dengan
memberikan pelayanan yang bernilai tambah dan bermutu tinggi
berdasarkan profesionalisme, teknologi yang tepat dan standar-standar
yang diakui secara international, mengembangkan secara maksimal
sumber daya manusia yang merupakan modal yang paling bernilai, dan
memberikan manfat bagi semua pihak yang terkait dengan pembangunan
nasional”.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
7
2.3 Struktur Organisasi PT. Sucofindo Banjarmasin
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Sucofindo Banjarmasin
Vice President
SM Regional II
Technical
Adhvisor
Quality Safety &
Environment
Operation Manager
Batulicin Site Manager
Kelanis
Operation Manager
Banjarmasin
Bussines Support
Manager Site Manager
IBT Pulau Laut
Human
Resources
General
Affair
Finance
Account
Customer
Service
Analyst and Preparation
Coordinator
Marine and Inspector
Coordinator
Preparator
Foreman
Preparator
Analis dan
Senior Analis
Assisten
Analis
Assisten
Inspector
Inspector
Assisten Marine
Surveyor
Marine Surveyor
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
8
2.4 Sarana dan Prasarana PT. Sucofindo Banjarmasin
Sarana dan prasarana yang ada di PT. Sucofindo Banjarmasin adalah :
A. Gedung Preparasi
Prasarana di gedung preparasi terdiri dari :
a. Ruang Foreman preparasi dan staf administrasi.
b. Ruang Preparasi 500 m2.
c. Ruang gudang penyimpanan sampel.
d. Ruang crew preparatory.
e. Ruang maintenace & spare part.
Sarana atau peralatan ruang preparasi antara lain :
a. Big Oven : peralatan untuk drying sampel batubara ukuran 4,75 mm.
b. Mesin RSD : Rotary Devider Sample untuk menghomogenkan sample dan
membagi sampel.
c. Hammer Mill : untuk menghancurkan/memperkecil ukuran partikel,
meningkatkan homogenitas sampel yang masih bongkahan dengan cepat.
d. Jaw Cruser : untuk memperkecil ukuran partikel dan menghomogenkan
sampel.
e. Rotap HGI : untuk uji fisika dan uji kekerasan batu bara.
f. HGI Unit Coffe Mill : untuk memperkecil ukuran batubara dan
meningkatkan homogenitas.
g. HGI Unit Screener : mesin sizing.
h. Alat penggiling Raymond Mills : Raymond Mill alat penggiling batubara
menjadi ukuran 0,212.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
9
B. Gedung Lantai 3 (Laboratorium)
Sarana dari laboratorium itu sendiri terdiri dari :
a. Ruang koordinator laboratorium/preparasi & administrasi.
b. Ruang Quality Assurrance / Technical Advisor.
c. Ruang AAS/Spektrofotometer UV-Vis, yang terdiri dari instrumen AAS
Varian AA240 FS dan spektrofotometer UV-Vis Varian CARRY 50.
d. Ruang High Temperatur Furnace / Lecco S-144 DR yang didalamnya
terdiri dari instrument Leco S-144DR dan Instrument High Combution
Furnace for Determine Carbon & Hidrogen.
e. Ruang Analisa Nitrogen, produksi aqua pro analisa : Instrument Elix 5
Millipore produksi air bersih mineral deion proanalisa conductifity =
0,066 ms.
f. Laboratorium pengujian air & limbah cair.
g. Ruang furnace, terdiri dari : instrument Carbolite Volatile Matter
Furnace (ISO), Instrument Carbolite Ash Content Furnace
(ISO/ASTM), Instrument Free Space Oven for Determine Moisture
(ISO/ASTM), Instrument Dry Oven for Determine Residual Moisture
(ASTM), dan Instrument Ash Fution Temp. Furnace.
h. Ruang Analitical Balance / Equilibrium / Ruang CV yang terdiri dari
Instrument Bomb Calorimeter (PARR 2600) dan Instrument Bomb
Calorimeter (PARR 1261).
i. Ruang penyimpanan data sampel.
j. Ruang bahan kimia (solid/liquid).
k. Ruang Storage Administration Certificate File system.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
10
l. Gudang alat (glassware & spare part).
m. Ruang analisa Giessler Fluidity yang terdiri dari Instrument Giessler
Fluidity P1 dan Instrument Giessler Fluidity (Lead Hot Oven).
n. Ruang asam : Instrument Hood Ruang Asam.
o. Musholla.
p. Ruang staf analis (ruang makan).
q. Toilet (Pria dan wanita).
2.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Definisi dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
lingkungan kondusif yang diciptakan dimana orang/kelompok dapat
melakukan aktifitas kerja dengan baik, sehat, aman dan tidak
membahayakan baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitar serta
tidak merusak instrumen yang digunakan dan tidak membahayakan
lingkungan. Sasaran dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah
keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan
prosedur pekerjaan dan keselamatan kerja di segala tempat kerja, baik di
darat, tanah, permukaan air, di dalam air maupun di udara, tersebar pada
setiap kegiatan ekonomi, pertanian, industri, perdagangan, pekerjaan umum,
jasa dan lain sebagainya.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau
kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun sosial. Dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap potensi
penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
11
faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit
umum.
Adapun sasaran umum dan sasaran khusus Usaha Keselamatan dan
Kesehatan Kerja PT. Sucofindo cabang Banjarmasin, adalah sebagai
berikut:
1. Sasaran Umum
a. Perlindungan terhadap karyawan yang berada di tempat kerja agar
selalu terjamin kesehatan dan keselamatan sehingga dapat diwujudkan
kelancaran dan produktifitas kerja.
b. Perlindungan terhadap orang lain yang berada di lingkungan kerja
selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
c. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan kerja agar dapat dipakai
secara aman dan efisien.
2. Sasaran Khusus
a. Mencegah dan atau mengurangi kecelakaan, kebakaran, peledakkan
dan penyakit akibat kerja.
b. Mengamankan mesin, instalasi, alat kerja dan meningkatkan akurasi
hasil analisis.
c. Perlindungan terhadap bahan dan peralatan kerja agar dapat dipakai
secara aman dan efisien.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Batubara
Batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material
organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses
geotermal untuk membentuk lapisan batubara. Material tersebut telah
mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh
peningkatan panas dan tekanan selama periode geologi (Nurjihan, 2011).
Sesuai dengan acuan pada gambar 3.1. Pada proses pembentukan,
selulosa yang berasal dari tanaman akan mengalami perubahan menjadi
lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit. Proses awal pembentukan,
endapan tumbuhan berubah menjadi gambut, yang selanjutnya berubah
menjadi batubara lignit. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang
terus-menerus selama jutaan tahun, batubara muda akan mengalami
perubahan kimiawi dan fisika. Batubara menjadi lebih keras dan warnanya
lebih hitam dan akhirnya membentuk batubara sub-bituminus, bituminus
dan antrasit (Sani, 2010).
Gambar 3.1. Proses Pembentukan Batubara
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
13
Pada dasarnya terdapat dua jenis material yang membentuk batubara,
yaitu :
1. Combustible Material, yaitu bahan atau material yang dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri dari
karbon padat (fixed carbon), senyawa hidrokarbon, senyawa sulfur,
senyawa nitrogen, dan beberapa senyawa lainnya dalam jumlah kecil.
2. Non Combustible Material, yaitu bahan atau material yang tidak dapat
dibakar/dioksidasi oleh oksigen. Material tersebut umumnya terdiri
dari senyawa anorganik (SiO2, A12O3, Fe2O3, TiO2, Mn3O4, CaO,
MgO, Na2O, K2O, dan senyawa logam lainnya dalam jumlah yang
kecil) yang akan membentuk abu dalam batubara. Kandungan non
combustible material ini umumnya tak diingini karena akan
mengurangi nilai bakarnya (Anonim, 2009).
3.2 Abu Batubara
Pembakaran batubara akan mengasilkan residu berupa abu. Abu
batubara adalah bagian dari sisa pembakaran batubara yang berbentuk
partikel halus, amorf dan merupakan bahan anorganik yaitu mineral
(mineral matter). Mengacu pada gambar 3.2. Pembakaran batubara pada
sistem PLTU akan menghasilkan beberapa jenis residu abu yaitu :
a. Dry Bottom Ash : merupakan sisa dari pembakaran batubara dalam boiler
dan merupakan abu yang jatuh melalui lorong bawah boiler. Umumnya,
dry bottom ash merupakan agregat dengan komponen utama adalah
silika, oksida besi, dan alumina. Persentase abu dasar akan tergantung
pada sumber batubara dibakar.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
14
b. Wet Bottom Boiler Slag : merupakan terak yang dihasilkan ketika residu
cair dalam boiler dibuang. Komponen umumnya sama dengan dry bottom
ash, tetapi jumlah setiap komponen akan bervariasi tergantung pada
sumber batubara tersebut yang
c. Fly Ash : berupa butiran halus ringan, bundar, tidak porous, mempunyai
kadar bahan semen yang tinggi dan mempunyai sifat pozzolanik yaitu
bahan yang mengandung silika dan alumina, bereaksi dengan kalsium
hidroksida pada temperatur biasa untuk bentuk senyawa yang memiliki
sifat semen (Speight, 2005).
Gambar 3.2. Perbedaan antara Abu Batubara Dengan Mineral Lain. Dari
Kiri ke Kanan, Fly Ash (Kelas C), Metakaolin (Tanah Liat Terkalsinasi),
Silica Fume, Fly Ash (Kelas F), Slag, dan Calcined Shale
Fly ash dan dry bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan
dari pembakaran batubara, contohnya pada pembangkit tenaga listrik. Ada
tiga tipe pembakaran batubara pada industri listrik yaitu dry bottom boilers,
wet bottom boilers dan cyclon furnace . Apabila batubara dibakar dengan
tipe dry bottom boiler, maka kurang lebih 80% dari abu meninggalkan
pembakaran sebagai fly ash dan masuk dalam corong gas. Apabila batubara
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
15
dibakar dengan wet bottom boiler sebanyak 50% dari abu tertinggal di
pembakaran dan 50% lainnya masuk dalam corong gas. Pada cyclon
furnace, dimana potongan batubara digunakan sebagai bahan bakar, 70-
80% dari abu tertahan sebagai boiler slag dan hanya 20-30% meninggalkan
pembakaran sebagai dry ash pada corong gas. Tipe yang paling umum
untuk pembakaran batubara adalah pembakaran dry bottom seperti yang
dapat dilihat pada gambar 3.3 (Wardani, 2008).
Gambar 3.3. Tipe Pembakaran Dry Bottom Boiler
Proses pembakaran batubara ruang dalam ruang boiler akan
dihasilkan residu berupa high temperature ash (abu yang ada pada sistem
suhu tinggi). Pipa ketel kemudian menyerap panas dari boiler untuk
mendinginkan gas buang sehingga menyebabkan residu mineral (fly ash)
mencair. Mineral cair ini kemudian mengeras dan terbentuklah terak (slag).
Partikel abu kasar yang tidak ikut mencair disebut sebagai bottom ash.
Bottom ash bersama dengan terak akan jatuh ke bawah ruang bakar,
sementara partikel yang lebih ringan abu halus (fly ash) akan tersuspensi
dalam gas buang. Sebelum melepaskan gas buang, fly ash diserap oleh
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
16
Electrostatic Precipitator yaitu perangkat kontrol emisi partikulat
(Rafalowsky, 2003).
3.3 Abu Layang (Fly Ash)
Fly ash disebut juga dengan abu layang batubara yang merupakan
residu halus dan terpisah dari pembakaran batubara yang umunya dihasilkan
oleh PLTU. Fly ash bersifat pozzolan yaitu bahan yang mengandung silika
dan alumina, bereaksi dengan kalsium hidroksida pada temperatur biasa
untuk bentuk senyawa yang memiliki sifat semen. Sifat pozzolan dari fly ash
biasanya dimanfaatkan dalam pencampuran beton untuk meningkatkan
kekuatan beton (Cowi, 2009).
Bahan yang bersifat pozzolan tidak mengeras dengan sendirinya
ketika dicampur dengan air. Tetapi, ketika ditumbuk halus dan dengan
adanya air, bahan tersebut akan bereaksi pada suhu yang normal. Sedangkan
ketika dilarutkan dengan kalsium hidroksida Ca(OH)2 untuk membentuk
campuran senyawa kalsium silikat dan kalsium aluminat yang memiliki
kekuatan mekanik tinggi. Pozzolan terdiri dari silikon dioksida reaktif
(SiO2) dan aluminium oksida (Al2O3). Sisanya mengandung besi oksida
(Fe2O3) dan oksida lainnya (Cowi, 2009).
Warna fly ash dapat menjadi cokelat sampai abu-abu gelap,
tergantung pada kandungan kimia dan unsur mineral. Warna kecoklatan
biasanya terkait dengan kandungan besi sedangkan warna abu-abu tua
sampai hitam biasanya dihubungkan dengan suatu peningkatan kandungan
karbon yang tidak terbakar, hal ini dapat dilihat pada gambar 3.4 (Speight,
2005).
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
17
Gambar 3.4. Perbedaan Warna Fly Ash Akibat Kandungan Mineralnya
Sifat dan komposisi kimia dari fly ash dipengaruhi oleh jenis
batubara yang dibakar. Pembakaran batubara lignit dan sub-bituminus
menghasilkan fly ash dengan kalsium dan magnesium oksida lebih banyak
dari pada jenis bituminus. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan
karbon yang lebih sedikit dari pada bituminus (Rafalowsky, 2003).
3.3.1 Karakteristik Fly Ash
Menurut ACI (American Concrete Institute) Committee 226,
disebutkan bahwa abu terbang (fly ash) mempunyai karakteristik seperti
pada tabel berikut :
Tabel 3.1. Karakteristik Fly Ash
Deskripsi Rincian
% Residu 10-85%
Ukuran 0,5-100 mikron
Kepadatan 0,6 - 3
Titik leleh >1000 oC
Warna Coklat muda, abu-abu, hitam
pH 3 sampai 12
Fly ash adalah pozzolan yang dihasilkan ketika batubara dibakar dan
merupakan partikel yang sangat kecil sehingga bisa melayang di udara. Fly
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
18
ash memiliki berbagai warna (dari cokelat terang sampai abu-abu hingga
hitam) dan pH yang bervariasi karena perbedaan kandungan kimianya.
Partikel fly ash memiliki kekuatan mekanik tinggi dan memiliki titik leleh
yang titik di atas 1000 oC serta konduktivitas termal yang rendah. Mengacu
pada gambar 3.5 (Berryman, et al., 2002).
Gambar 3.5. Scanning Elektron Mikroskop (SEM) dari Partikel Abu
Terbang (Perbesaran 1000 kali).
3.3.2 Komposisi Fly Ash
Ketika batubara terbakar, semua bahan organik akan teroksidasi atau
terurai menghasilkan volatile matter. Sedangkan bahan anorganik yang
terdapat pada batubara akan mengalami efek penggabungan dari
dekomposisi termal dan oksidasi. Akibatnya, jumlah dan komposisi abu
yang dihasilkan jauh berbeda dengan bahan anorganik awalnya terkait
dengan substansi batubara murni. Karena itu, tidak mungkin untuk
menentukan secara akurat komposisi murni batubara (Rafalowsky, 2003).
Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 40-80%
dengan sebagian silika berbentuk amorf. Selain itu juga terdapat kandungan
lain seperti MgO, CaO, Fe2O3 dan mineral lainnya. Residu berasal dari
pembakaran batubara dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
19
a. Major Element (elemen utama) yaitu, elemen yang terdapat pada
batubara dalam konsentrasi lebih dari 0,5% atau 50 ppm. Mayor element
biasanya terdiri dari aluminium, kalsium, besi, dan silikon
b. Minor Element (elemen kecil) yaitu, elemen pada kisaran konsentrasi
sekitar 0,02% sampai 0,5% pada batubara secara keseluruhan. Minor
element terdiri dari kalium, magnesium, natrium, dan kadang-kadang
fosfor, barium, strontium, boron, dan lainnya tergantung pada daerah
geologi pembentukan batubara.
c. Trace Element, yaitu, semua material anorganik lainnya yang biasanya
terdeteksi dalam batubara kurang dari 0,02% (200 ppm). Kebanyakan
berupa elemen logam berat seperti Hg dan Cd (Speight, 2005).
Adapun komposisi kimia fly ash pada tiap jenis batubara secara
umum dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.2. Komposisi Fly Ash pada Tiap Jenis Batubara Berdasarkan ASTM
C618-96
Komponen Lignit Sub-bituminus Bituminus
SiO2 15-45 40-60 20-60
Al2O3 20-25 20-30 5-35
MgO 3-10 3-10 0-5
CaO 15-40 15-40 1-12
Fe2O3 4-15 4-15 10-40
Na2O 0-6 0-6 0-4
K2O 0-4 0-4 0-3
SO3 0-10 0-2 0-4
LOI 0-5 0-3 0-15
(Rafalowsky, 2003).
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
20
3.3.3 Klasifikasi Fly Ash
Menurut ASTM C618- 96 ada tiga klasifikasi abu layang batubara
yaitu :
a. Fly ash kelas F : merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran
batubara antrasit atau bituminus dan mempunyai sifat pozzolanic. Fly
ash kelas F ini kadar kapurnya rendah (CaO < 10%) sedangkan kadar
(SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 70%.
b. Fly ash kelas C : diproduksi dari pembakaran batubara lignit atau sub-
bituminus. Mempunyai sifat pozolanic dan sifat self-cementing, sifat ini
timbul tanpa penambahan kapur. Fly ash kelas C mengandung kapur
(CaO) > 20% dan kadar (SiO2 + Al2O3 + Fe2O3) > 50%.
c. Fly ash kelas N : merupakan buangan atau pozzolan alam terkalsinasi
seperti beberapa tanah diatomaceous , opalinse chert dan debu-debu
vulkanik serta bahan- bahan lainnya yang mungkin masih dalam proses
kalsinasi (Wardani, 2008).
Tiap elemen dalam fly ash memiliki sifat yang berbeda-beda.
Elemen-elemen utama dari abu layang dibedakan dalam tiga kelompok
sebagai berikut:
1. Oksida logam asam, antara lain: SiO2, Al2O3 , dan TiO2
2. Oksida logam basa, antara lain: Fe2O3 , CaO, MgO, K2O dan Na2O.
3. Unsur-unsur lain, seperti P2O5 , SO3, sisa karbon dan beberapa unsur lain
(Rahmi, 2006).
Komposisi kimia dari tiap jenis fly ash dapat dilihat pada tabel
berikut :
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
21
Tabel 3.3. Komposisi Kimia Masing-Masing Kelas Abu Layang Batubara
Berdasarkan ASTM C618-96
(Rafalowsky, 2003).
Limbah abu ini bila ditimbun akan menghasilkan gas metana (CH4)
yang dapat terbakar atau meledak dengan sendirinya (self burning dan
self exploding). Selain itu, abu ini berbahaya untuk kesehatan khususnya
pada sistem pernafasan dan kulit. Oleh sebab itu menurut peraturan
PP85/1999, limbah abu layang dan abu dasar ini dikategorikan sebagai
limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) (Setiaka, et al., 2011).
3.3.4 Analisis Abu Batubara
Analisis abu batubara dengan teknik ashing dapat dilakukan untuk
menentukan kandunagan mineral dari abu batubara. Abu yang dihasilkan
digolongkan sebagai fly ash karena proses ashing tidak menghasilkan dry
bottom ash maupun slag. Fly ash disini dimaksudkan kepada abu batubara
secara umum sehingga salah satu metode untuk analsis abu adalah dengan
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
22
metode ASTM D-3682 yaitu analisis kandungan elemen mayor dan elemen
minor pada abu batubara. Penentuan kandungan elemen seperti silikon,
aluminium, besi, kalsium, magnesium, natrium, kalium, dan titanium,
menggunakan alat spektroskopi serapan atom (Speight, 2005).
Dalam metode pengujiannya, sampel abu atau sisa pembakaran
dipanaskan pada suhu 750 ◦C. Abu ini menyatu dalam litium tetraborat
(Li2B4O7) yang kemudian dilarutkan asam klorida (HCl) atau asam nitrat
(HNO3). Larutan tersebut dianalisis dengan spektrofotometer serapan atom
untuk penetapan elemen mayor dan minornya (Speight, 2005).
Untuk penentuan belerang dalam abu batubara dapat ditentukan
dengan menggunakan sulfur determination dimana contoh abu dipanaskan
pada suhu yang tinggi sehingga SO3 terlepas dari abu. Sampel abu
dipanaskan dalam tungku tabung pada suhu operasi minimum dari 1350 oC
dalam atmosfer oksigen. SO3 merupakan salah satu elemen mayor dalam
abu batubara sehingga diperlukan untuk mendukung data dari metode
ASTM D-3682 (Speight, 2005).
Analisis komposisi abu berguna dalam deskripsi total kualitas
batubara. Analisis komposisi abu juga penting karena penggunaan batubara
sebagai bahan bakar tergantung pada komposisi abu kimia abu.
Pengetahuan tentang komposisi abu juga berguna dalam memprediksi
perilaku abu dan terak di ruang pembakaran. Selain itu, analisis abu juga
diperlukan untuk mengetahui pelepasan elemen tertentu
sehingga dapat diketahui apa saja dampak yang akan ditimbulkan dari
pembuangan limbah abu batubara ke lingkungan (Speight, 2005).
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
23
3.5 Spektrofotometer Serapan Atom
Berdasar gambar 3.6. Spektrofotometer Serapan Atom atau lebih
dikenal dengan nama AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometer) adalah
suatu teknik analisis unsur-unsur yang berdasarkan pada penyerapan sinar
emisi yang memiliki panjang gelombang spesifik oleh atom-atom bebas dari
unsur yang diperiksa. Prinsip metode spektrofotometer serapan atom adalah
berdasarkan absorbsi cahaya oleh atom. Sampel yang berupa larutan
bersama bahan bakar diubah menjadi aerosol (kabut) dan dimasukkan ke
dalam pembakar. Sampel akan dijadikan atom-atom bebas pada waktu
pembakaran. Atom-atom dapat mengabsorpsi cahaya dan dapat
mengabsorpsi energi panas, sehingga terbentuk atom-atom tereksitasi.
Dalam proses ini seberkas sinar yang berasal dari lampu katoda yang
mempunyai intensitas dan panjang gelombang tertentu akan melewati
atom-atom tereksitasi, maka sebagian sinar diteruskan dan sebagian
diserap. Pengurangan intensitas sinar tersebut dapat dideteksi oleh detektor
(Alfian, 2005).
Secara umum, instumentasi spektrofotometer serapan atom dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.6. Komponen Instrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
24
1) Sumber Sinar
Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (Hollow
Cathode Lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang
mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder
berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam
tertentu.
2) Bagian Atomisasi
Dalam analisis menggunakan AAS, sampel yang akan dianalisis harus
diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan dasar.
Sampel dikabutkan dengan nebulizer kemudian di dalam spray chamber
dicampur dengan oksigen dan bahan bakar untuk selanjutnya dibakar
menggunakan nyala api. Suhu yang dicapai oleh nyala api tergantung
pada gas-gas yang digunakan, misalkan untuk asetilen-udara: 2200oC,
dan gas asetilen-dinitrogen oksida: 3000oC.
3) Sistem Optik
Sistem optik berfungsi untuk mengumpulkan cahaya dari sumbernya,
melewatkannya ke contoh kemudian ke monokromator. Lensa yang
digunakan harus terbuat dari gelas silikat yang dapat mentransmisikan
cahaya 180-900 nm.
4) Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar dengan panjang
gelombang tertentu dari sinar yang dihasilkan oleh lampu katoda.
Dengan demikian apabila ada beberapa panjang gelombang cahaya,
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
25
yang dilewatkan ke detektor hanya cahaya tertentu saja, sedangkan
yang lain diserap atau dipantulkan.
5) Detektor
Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam sistem
deteksi. Pada cara pertama, output yang dihasilkan dari radiasi resonan
dan radiasi kontinu disalurkan pada sistem galvanometer dan setiap
perubahan yang disebabkan oleh radiasi resonansi akan menyebabkan
perubahan output. Pada cara kedua, output berasal dari radiasi
resonan dan radiasi kontinu yang dipisahkan. Dalam hal ini, sistem
penguat cukup selektif untuk dapat membedakan radiasi (Rahmi, 2006).
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
26
BAB IV
METODE KERJA PRAKTEK
4.1 Waktu dan Tempat
Kerja praktek dilaksanakan selama 1 bulan yaitu mulai tanggal 17
Januari s/d 17 Februari 2012 di Laboratorium PT. Sucofindo Banjarmasin
beralamat jalan Ahmad Yani Km. 7,8 No. 21A Banjarmasin, Kalimantan
Selatan.
4.2 Bentuk Kerja Praktek
Kegiatan yang dilakukan selama kerja praktek kali ini berupa kegiatan
magang dimana setiap kali melakukan kegiatan diawasi oleh pembimbing
eksternal yang ditunjuk oleh kepala pimpinan sebagai pemantau selama
kegiatan magang berlangsung serta didampingi oleh analis pendamping.
Dalam kegiatan magang ini, mahasiswa ikut melakukan pekerjaan yang biasa
dilakukan oleh staf di laboratorium. Kegiatan kerja praktik mahasiswa
meliputi pemeriksaan laboratorium, namun lebih menekankan kepada Ash
Analysis (analisis abu batubara) dari berbagai sumber dengan parameter-
parameter yang dapat diuji di laboratorium PT. Sucofindo Banjarmasin.
Dalam pelaksanaannya, staf laboratorium sangat membantu proses
kerja praktek yang dilakukan oleh mahasiswa dengan membantu mahasiswa
dalam melakukan pemeriksaan laboratorium maupun dalam analisis terhadap
parameter-parameter yang diinginkan oleh pelanggan.
4.3 Prosedur Kerja
Pada kegiatan praktek kerja lapangan kali ini, telah dilakukan analisis
komposisi abu batubara (Ash Analysis). Ash Analysis merupakan salah satu
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
27
analisis kualitas batubara yang digunakan untuk menetapkan komposisi
elemen-elemen mayor dan minor penyusun abu batubara seperti oksida-oksida
logam (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, Mn3O4, SrO, BaO, TiO2),
seperti P2O5 dan SO3. Penentuan komposisi abu dilakukan dengan metode
standar ASTM D 3682-96.
Sampel batubara yang digunakan adalah sampel MA 0234. Sebenarnya
ada 3 sampel lain yang telah dikerjakan yaitu sampel MA 0240, MA 0222 dan
GA 012. Namun hanya sampel MA 0234 yang dibahas dalam laporan kerja
praktek ini karena data sampel MA 0234 adalah yang paling baik diantara data
sampel lainnya. Sampel dengan kode MA (Mineral Analysis) merupakan
sampel LQSI (laboratorium Quality Services International) yang dianalisis
oleh seluruh group laboratoium LQSI diseluruh dunia. Data hasil analisis yang
didapat nantinya akan dibandingkan dengan data rata-rata dari group
laboratorium LQSI sehingga dapat diketahui apakah data hasil yang diperoleh
masuk dalam nilai rata-rata atau tidak. Berikut adalah proses analisis komposisi
abu batubara dengan metode ASTM D 3682-96.
4.3.1 Preparasi Sampel MA 0234
Sampel yang akan dianalisis dipreparasi dengan prosedur sebagai
berikut :
a) Alat
Alat-alat yang digunakan meliputi : Neraca Analitik, spatula, cawan
porselin, oven/furnace, krisibel, magnetik stirer, gelas beker 100mL,
gelas arloji, hot plate, labu ukur 200, 100, dan 50 mL, corong, pipet
gondok 10 dan 20 mL, propipet, kertas saring bebas abu, tisu
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
28
b) Bahan
Bahan-bahan yang digunakan meliputi : Sampel batubara MA 024,
Lithium tetraborat, HCL 5:95, Akuades grade 3, Lanthanum 1 %.
1. Proses Ashing Sampel
Sampel Batubara MA 024 dihaluskan (0,212 mm) kemudian ditimbang
sebanyak 9 gram, dipanaskan dalam furnace pada suhu 5000C selama
1 jam, dilanjutkan suhu 7500C selama 2 jam. Dan dihasilkan Abu
Batubara.
2. Penetapan % Loss on Ingition, Fusion, dan Pelarutkan Sampel
Abu Batubara yang diperoleh dari proses ashing sample tadi
kemudiaan ditimbang sebanyak 0,1 gram ke dalam krusibel yang telah
diketahui massanya (dicatat sebagai nilai M2-M1) dan dihitung nilai
M2 (massa krusibel). dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 7500C
selama 15 menit kemudian didinginkan dan ditimbang massanya (M3).
dihitung % Loss on Ignition dengan rumus :
x 100%
kemudiaan ditambahkan 0,5 gram Lithium Tetraborat, diaduk dengan
pengaduk kaca sampai tercampur sempurna dengan abu dalam
krusibel, ditambahkan lagi 0,5 gram Lithium Tetraborat, diratakan
sampai menutupi seluruh permukaan sampel abu dalam krusibel,
panaskan dalam furnace pada suhu 9500C selama 15 menit kemudian
keluarkan dan didinginkan, bagian luar krusibel dibilas dengan
akuades lalu krusible dimasukkan ke dalam gelas beker 100 mL dan ke
dalam gelas beker dimasukkan magnetik stirer kemudian diisi dengan
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
29
HCL 5:95 kemudiaan dipanaskan dengan hot plate pada suhu 2 0C dan
distirer sampai seluruh sampel larut, dihasilkan larutan Sampel.
3. Pengenceran Larutan Sampel
a. Larutan Original
Larutan Sampel yang dihasilkan dari proses sebelumnya
kemudiaan dipindahkan seluruhnya ke dalam labu ukur 200 mL,
dihasilkan larutan original. (Larutan original mengandung ± 5
g/L litium, dalam suasana asam HCL 5:95, digunakan untuk
pembacaan Mn dan Ti).
b. Larutan 2,5x Pengenceran
20 mL Larutan Original dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL
dan diencerkan dengan HCl 5:95, diperoleh Larutan 2,5x
Pengenceran. (Larutan 2,5x pengenceran mengandung ± 2 g/L
litium dalam suasana HCL 5:95, digunakan untuk pembacaan Si,
Al, Na dan K).
c. Larutan 10x Pengenceran
20 mL Larutan Original dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
dan ditambahkan 10 mL Larutan Lanthanum, diencerkan dengan
HCl 5:95, diperoleh Larutan 10x Pengenceran. (Larutan 10x
pengenceran mengandung 0,5 g/L litium dan 1 % lanthanum
dalam suasana HCL 5:95, digunakan untuk pembacaan Fe, Ca,
dan Mg).
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
30
4.3.2 Analisis Komposisi Abu Batubara Sampel MA 024
1. Analisis Komposisi Mineral
Kandungan mineral yang akan ditentukan meliputi SiO2, Al2O3,
Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, Mn3O4, SrO, BaO, TiO2. Analisis ini
menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Berikut adalah
prosedur analisis kandungan mineral dengan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom :
a) Alat :
Alat-alat yang digunakan meliputi : AAS tipe AA 240-FS, burner ,
lampu hollow katoda, tisu, kompresor
b) Bahan
Bahan–bahan yang digunakan meliputi : Sampel yang sudah
diencerkan (original; 2,5x; dan 10x), Larutan ASCRM 010-2
(original; 2,5x; dan 10x), Akuades grade 3, Larutan standar Si, Al,
Mg, Fe, Na, K, Sr, Ba, Ti, Mn, Gas asetilen C2H2 dan Nitros Oxides
N2O
c) Prosedur
Persiapan Larutan Standar
Larutan-larutan standar yang disiapkan adalah sebagai berikut :
Standar Si ( 20; 30; 40; 50; 60) ppm, Standar Al (10; 20; 30; 40;
50) ppm, Standar Fe (1,25; 2,5; 5; 7; 90) ppm, Standar Mg ( 0,1
; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8) ppm, Standar Ca (0,25; 0,5; 1; 2; 3) ppm,
Standar Mn (0,25; 0,5; 1; 1,5; 2) ppm, Standar Na/K (0,25; 0,5;
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
31
1; 2; 3) ppm, Standar Ti (3; 5; 10; 15; 25) ppm, Larutan
ASCRM 010-2 (original, 2,5x dan 10x)
Pembacaan Sampel dengan AAS
Larutan Original, Larutan 2,5x Pengenceran dan Larutan 10x
Pengenceran kemudiaan dianalisis dengan AAS.
*Prosedur pembacaan sampel dengan AAS ada di bagian
lampiran
2. Analisis Kandungan P2O5
Fosfor pada batubara terdapat dalam difosfor pentaoksida (P2O5).
Dalam suasana asam, difosfor pentaoksida dapat membentuk kompleks
berwarna kuning dengan amonium molibdat, sehingga dapat ditetapkan
dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 460 nm.
Prosedur penentuan fosfor menggunakan spektrofotometer uv-vis adalah
sebagai berikut :
a) Alat :
Alat-alat yang digunakan meliputi : UV-Vis Spektrofotometri Carry
50 Conc, labu ukur 50 mL, pipet gondok 5 mL, propipet, tisu
b) Bahan :
Bahan-bahan yang digunakan meliputi : Larutan sampel original
molibdat vanadat sebagai agen pengkompleks
c) Prosedur
20 mL Larutan Original dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan
ditambambahkan 5 mL Molibdat vanadat, didiamkan selama 15
menit, kemudiaan dianalisis UV-Vis Spektrofotometr
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
32
*Prosedur pembacaan sampel dengan UV-Vis Spektrofotometri ada di
bagian lampiran
3. Analisis Kadar SO3
Abu batubara mengandung SO3 yang berbeda-beda tergantung
jenis batubaranya. Analisis SO3 dilakukan dengan alat sulfur
determination tipe Leco S-144DR. Prosedur analisis SO3 adalah sebagai
berikut :
d) Alat :
Alat-alat yang digunakan meliputi: Instrument sulfur determination
tipe Leco S-144DR, krusibel keramik, neraca analitik, spatula
e) Bahan :
Bahan-bahan yang digunakan meliputi: Sampel abu MA 0234
Prosedur
0,1 gram Sampel Abu Batubara dimasukkan krusibel keramik
kemudiaan dianalisis dengan instrumen alat sulfur determination dan
dicatat hasil yang diperoleh dalam kertas record.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
33
Gambar 4.1. Bagan Analisis Komposisi Abu Batubara Sampel MA 024 dengan
Metode ASTM D 3682-96.
Sampel Batubara MA
0234
Analisis SO3 Abu Batubara
Analisis Al, Si,
Na, K
Analisis Fe,
Ca, Mg
Analisis data
Proses Ashing
Pelarutan
Sampel
10x
pengenceran
Original 2,5x
pengenceran
Proses Fusion
Analisis Mn,
Ti, Ba, Sr
Analisis P2O5
Hasil
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
34
BAB V
EVALUASI PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK
5.1 Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktek telah dilakukan selama 1 bulan terhitung sejak 17 Januari
hingga 17 Februari 2012. Selama pelaksanaan mahasiswa telah memperoleh
gambaran nyata dari dunia kerja, serta mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan seperti analisis komposisi abu batubara (Ash Analysis). Sebagai
tambahan, pada saat kerja praktik mahasiswa memperoleh pengetahuan bahwa
dalam melakukan pengukuran suatu kualitas batubara memerlukan ada suatu
metode standar yang telah ditetapkan. Adapun metode standar yang
digunakan untuk analisis kualitas batubara di tempat kerja praktek kali ini
adalah ASTM D 3682-1996.
Kerja praktek ini telah berjalan dengan baik. Fakultas MIPA dan
Laboratorium PT. Sucofindo Banjarmasin banyak mendukung dan
memfasilitasi kerja praktek yang dilakukan mahasiswa. Selama kerja praktek
hingga selesai telah terjalin kerja sama yang baik antara mahasiswa yang
mewakili Fakultas MIPA dan pihak PT. Sucofindo. Diharapkan hubungan ini
dapat terus berlanjut dan memberi manfaat bagi kedua belah pihak.
5.2 Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Dalam laporan ini, disajikan hasil pengamatan dan pembahasan
terhadap hasil analisis komposisi abu batubara sampel MA 0234. Analisis
komposisi abu sampel MA 0234 didasarkan pada standar ASTM D 3682-
1996. Preparasi, analisis sampai report data dilakukan dari tanggal 1 sampai
dengan 2 Februari 2012.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
35
5.2.1. Hasil Analisis Komposisi Abu Batubara Sampel MA 0234
Data hasil analisis sampel batubara MA 0234 dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 5.1. Data % Loss of Ignition (LOI) Sampel Batubara MA 0234
Massa krusibel (M1) 24,9300 gr
Massa krusibe l + sampel (M2) 25,0311 gr
Massa Sampel (M2 – M1) 0,1011 gr
Massa krusibel + Sampel “setelah pemanasan” ( M3) 25,0268 gr
Massa yang hilang saat pemanasan (M2 - M3) 0,0043 gr
Massa sampel terkoreksi (M3 –M1) 0,0968 gr
% LOI = [( M2 – M3) / (M2-M1)] x 100 %
= [( 25,0311-25,0268) / (0,1011)] x 100 % 4,29 %
Tabel 5.2. Hasil Analisis Komposisi Abu Batubara Sampel MA 0234
Elemen Kadar (%)
SiO2 57,45
Al2O3 22,53
Fe2O3 11,36
CaO 0,86
MgO 1,79
Na2O 0,55
K2O 2,37
Mn3O4 0,03
SrO 0,02
BaO 0,05
TiO2 1,19
P2O5 0,1
SO3 1,24
Total 99,54
Undetermined 0,46
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
36
Tabel 5.3. Perbandingan Data Sampel MA 0234 dengan Data ASTM
C618-96 tentang Klasifikasi Abu Batubara Berdasarkan Kelas Abu
MA 0234 Fly Ash
Elemen Kadar (%) Kelas C (%) Kelas F (%)
SiO2 57,45 25-42 4-57
Al2O3 22,53 15-21 16,5-29
Fe2O3 11,36 5-10 6-24
CaO 0,86 17-32 1,8-5,5
MgO 1,79 4-12 0,7-2,1
Na2O 0,55 0,8-6 0,2-1,1
K2O 2,37 0,3-1,2 1,9-2,8
TiO2 1,19 < 1 0,6-4,8
SO3 1,24 0,4-5,0 0,4-2,9
% LOI 4,29 0,1-1 0,6-4,8
Keterangan : angka yang dicetak tebal menandakan bahwa data tersebut
masuk dalam klasifikasi yang bersangkutan
Tabel 5.4. Perbandingan Data Sampel MA 0234 dengan Data ASTM
C618-96 tentang Klasifikasi Abu Batubara Berdasarkan Jenis Batubara
MA 0234 Jenis Batubara
Elemen Kadar (%) Lignit Sub-bituminus Bituminus
SiO2 57,45 15-45 40-60 20-60
Al2O3 22,53 20-25 20-30 5-35
Fe2O3 11,36 4-15 4-15 10-40
CaO 0,86 15-40 15-40 1-12
MgO 1,79 3-10 3-10 0-5
Na2O 0,55 0-6 0-6 0-4
K2O 2,37 0-4 0-4 0-3
SO3 1,24 0-10 0-2 0-4
% LOI 4,29 0- 4 0-3 0-15
Keterangan : angka yang dicetak tebal menandakan bahwa data tersebut
masuk dalam klasifikasi yang bersangkutan
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
37
Tabel 5.5. Perbandingan Data Sampel MA 0234 dengan Data Group
LQSI
MA 0234 Data Group LQSI ( x )
Elemen Kadar (%) Kadar (%)
SiO2 57,45 56,24
Al2O3 22,53 24,29
Fe2O3 11,36 10,98
CaO 0,86 0,80
MgO 1,79 1,33
Na2O 0,55 0,402
K2O 2,37 3,049
MnO2 0,03 0,036
SrO 0,02 0,020
BaO 0,05 0,054
TiO2 1,19 1,29
P2O5 0,1 0,076
SO3 1,24 0,399
5.2.2. Hasil Perhitungan Nilai Standar (Z-Score)
Nilai standar (Z-Score) adalah suatu nilai yang menunjukkan seberapa
jauh suatu nilai observasi menyimpang dari mean ). Nilai standar atau Z-
Score dapat ditentukan berdasarkan rumus berikut :
dimana :
Z = nilai standar
xi = nilai observasi
= nilai rata-rata
SD = standar deviasi
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
38
Nilai adalah nilai dari data LQSI sedangkan nilai xi adalah nilai dari
data sampel MA 0234. Hasil perhitungan nilai Z-Score terhadap data sampel
MA 0234 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.6. Data Nilai Standar (Z-Score) Data Sampel MA 0234
Elemen MA 0234 (xi) Data Group LQSI ( ) SD Z-score
SiO2 57,45 56,84 1,317 1,92
Al2O3 22,53 24,29 0,685 - 2,57
Fe2O3 11,36 10,98 0,256 1,48
CaO 0,86 0,80 0,13 0,46
MgO 1,79 1,33 0,285 1,61
Na2O 0,55 0,402 0,208 0,71
K2O 2,37 3,049 0,353 -1,92
MnO2 0,03 0,036 0,0193 0,31
SrO 0,02 0,023 0,012 -0,20
BaO 0,05 0,054 0,0142 -0,28
TiO2 1,19 1,29 0,11 0,9
P2O5 0,1 0,076 0,04 0,6
SO3 1,24 0,399 0,364 2,31
Keterangan : angka yang di dicetak tebal menandakan bahwa data tersebut
tidak masuk dala rata-rata LQSI (toleransi Z-score LQSI -2 s/d 2 ).
5.2.3. Perhitungan Nilai Coefisien Quality (Cq)
Cq merupakan suatu nilai yang menunjukkan perbandingan antara
oksida logam asam (SiO2, Al2O3, TiO2) dengan oksida logam basa ( Fe2O3,
CaO, MgO, K2O, Na2O . Nilai Cq dari sampel MA 0234 adalah sebagai
berikut :
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
39
5.2.4. Pembahasan
Sampel batubara yang akan dianalisis komposisinya dipreparasi
terlebih dahulu sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Pada tahap
awal, sampel yang sudah dihaluskan dipanaskan terlebih dahulu dalam
furnace dengan suhu 5000C selama 1 jam dilanjutkan dengan suhu 750
0C
selama 2 jam. Tujuan pemanasan secara bertahap dari suhu 500-7500C
adalah agar seluruh sampel batubara betul-betul menjadi abu.
Sampel yang telah menjadi abu kemudian ditimbang sebanyak 0,1
gram (M1) ke dalam krusibel yang telah diketahui massanya (M2)
kemudian dipanaskan dalam furnace pada suhu 7500C selama 15 menit.
Sampel yang telah dipanaskan kemudian ditimbang lagi massanya (M3)
sehingga dapat dihitung % Loss on Ignition dengan rumus :
x 100%
Dari hasil analisis diperoleh % LOI sampel MA 0234 sebesar 4,29. Nilai
% LOI berbeda-beda untuk setiap abu batubara. Nilai % LOI sampel MA
0234 sebesar 4,29 menunjukkan bahwa sampel tersebut termasuk dalam
jenis batubara bituminus, dimana range %LOI batubara bituminus adalah
dari 0-15 (ASTM C618-96).
Perlakuan selanjutnya adalah menambahkan litium tetraborat
(Li2B4O7) pada sampel di dalam krusibel kemudian dipanaskan lagi pada
suhu 7500C (proses fusion) selama 15 menit. Litium tetraborat berfungsi
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
40
untuk melarutkan abu ketika proses fusion. Selain itu, untuk menghindari
abu batubara terhambur pada saat pemanasan maka ditambahkan lagi
litium tetraborat sebagai cover.
Tahap selanjutnya yaitu proses melarutkan sampel dimana sampel
yang telah difurnace selama 15 menit tadi dimasukkan ke dalam gelas
beker kemudian ditambahkan larutan asam lalu diaduk dengan magnetik
stirer ± 1 jam. Proses pelarutan berguna untuk melarutkan sampel menjadi
larutan homogen yang stabil, sedangkan tujuan penambahan larutan asam
adalah untuk menjaga agar logam-logam dalam sampel tetap dalam
keadaan terlarut (logam-logam tertentu akan mengendap pada pH >4).
Sampel yang telah dilarutkan kemudian diencerkan menjadi 3
bagian yaitu larutan original (dalam labu 200 mL), larutan 2,5x
pengenceran (dalam labu 50 mL), dan larutan 10x pengenceran (dalam
labu 100 mL). Khusus untu larutan 10x pengenceran ditambahkan 10 mL
lantanum agar logam besi yang terdapat dalam larutan dapat terbaca oleh
AAS. Larutan original digunakan untuk pembacaan Mn, Ti, Ba dan Sr;
larutan 10x pengenceran untuk pembacaan Si, Al, Na dan K; dan larutan
2,5x pengenceran untuk pembacaan Fe, Mg, Ca. Untuk bagian analisis
phospor larutan tidak diencerkan, melainkan hanya mengambil 20 mL
larutan original kedalam labu ukur 50 mL.
1. Analisis Komposisi Mineral Sampel MA 0234
Analisis kandungan logam/mineral pada sampel MA 0234
dilakukan dengan alat AAS tipe AA 240 FS. Elemen yang diuji yaitu Si,
Al, Fe, Ca, Mg, Na, K, Mn, Sr, Ba, dan Ti dimana tiap elemen memiliki
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
41
kadar yang berbeda. Dari data yang tercantum dalam Tabel 5.2 dapat
diketahui bahwa kandungan terbesar atau elemen mayor dari abu batubara
sampel MA 0234 adalah SiO2 (57,45%), Al2O3 (22,53%), Fe2O3 (11,36%),
K2O (2,37%), MgO (1,79%), SO3 (1,24%) dan TiO2 (1,19%). Untuk
logam-logam lainnya yaitu Na, Mn, Sr, Ca, Ba dan P2O5 kadarnya sangat
kecil yaitu kurang dari 1% sehingga disebut elemen-elemen minor.
Minaral SiO2, Al2O3, dan TiO2 merupakan oksida logam asam
karena dapat membentuk senyawa asam pada saat meleleh. Oksida asam
memiliki titik leleh yang tinggi (>1500oC) sehingga cenderung mamapu
bertahan pada saat proses pembakaran. Sedangkan Fe2O3, CaO, MgO,
K2O dan Na2O merupakan oksida logam basa dimana ketika mineral
tersebut meleleh akan mengasilkan suatu senyawa yang bersifat basa. Titik
leleh oksida logam basa lebih rendah dibandingkan oksida logam asam
(<1500oC). Oksida logam basa dapat membentuk kerak saat meleleh dan
menimbulkkan penyumbatan pada saluran tungku pembakaran sehingga
mngurangi efisiensi mesin.
Analisis komposisi abu dapat digunakan untuk mengetahui nilai Cq
(Coefisien quality) dimana dari nilai Cq dapat diketahui kadar dari oksida
rasio oksida logam asam : oksida logam basa. Nilai Cq yang rendah (< 4)
menunjukkan tingginya kadar oksida logam basa dalam abu sehingga
batubara tersebut cenderung menghasilkan kerak pada tungku pembakaran
dan berakibat turunnya kualitas batubara tersebut. Berdasarkan data
kompisisi abu sampel MA 0234 yang diperoleh, dapat diketahui bahwa
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
42
nilai Cq adalah 4,79 sehingga sampel MA 0234 dapat dikatakan memiliki
kualitas batubara yang baik jika dilihat dari komposisi abunya.
2. Analisis Kadar P2O5 Sampel MA 0234
Fosfor dalam abu batubara terdapat dalam difosfor pentaoksida
(P2O5). Analsisi P2O5 dilakukan dengan pereaksi vanadium molibdat,
dimana fosfat akan bereaksi dengan vanadium molibdat membentuk
senyawa kompleks fosfovanadomolibdat berwarna kuning. Warna
kompleks fosfovanadomolibdat lebih stabil dibandingkan warna kompleks
biru molibdem, sehingga dapat ditetapkan dengan spektrofotometer UV-
Vis pada panjang gelombang 460 nm. Reaksi yang terjadi adalah sebagi
berikut :
P2O5 + 3 H2O 2 HPO42-
+ 2 H2
2 HPO43-
PO43+
+ H+
PO43-
+ (NH4)2.MoO4 + NH4VO3
(NH4)2PO4.VO3.MoO4
Struktur kompleks fosfovanadomolibdat adalah sebagai berikut :
Gambar 5.1. Struktur Senyawa Kompleks Fosfovanadomolibdat
Tipe Spektrofotometer UV-Visible yang digunakan untuk analisis
kadar fosfor sampel MA 0234 adalah CARRY 50 Conc. Pembacaan
terhadap phospor pada sampel MA 0234 dilakukan duplo agar data yang
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
43
diperoleh memiliki nilai rata-rata. Dari hasil analisis, diperoleh kadar
fosfor sampel MA 0234 adalah 0,1 %. Data kandungan fosfor pada sampel
MA 0234 menunjukkan bahwa fosfor termasuk dalam golongan elemen
minor penyusun abu batubara karena kadarnya yang kurang dari 1%.
3. Analisis Kadar SO3 pada Sampel MA 0234
Sulfur dalam batubara ditentukan dalam bentuk sulfit (SO3),
dimana kadar SO3 merupakan salah satu elemen mayor dalam abu
batubara akan berpengaruh terhadap kualitas batubara. Penentuan kadar
SO3 dilakukan dengan alat LECO S-144 DR pada suhu 1500 0C. Selama
proses pembakaran, sulfur akan membentuk SO2. Keadaan sistem
pembakaran dengan atmosfer oksigen yang cukup membuat reaksi
lanjutan sehingga SO2 teroksidasi menjadi SO3. Reaksi yang terjadi selama
proses pembakaran dalam alat LECO S-144 DR yaitu :
S + O2 SO2
2 SO2 + O2 2 SO3
Setelah dianalisa, diperoleh hasil kadar SO3 sebesar 1,24%.
Semakin besar kandungan SO3 maka kualitas batubara akan menurun
karena sulfur mengganggu proses pembakaran. Selain itu sulfur yang
dihasilkan dari pembakaran biasanya tidak terpakai sehingga menjadi
limbah yang merugikan. Namun, saat ini telah dikembangkan teknologi
untuk mengolah sulfur hasil pembakaran batubara menjadi limbah yang
bermanfaat.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
44
4. Analisis Data Sampel MA 0234
Analisis Data untuk Menentukan Klasifikasi Sampel Abu MA 0234
Data komposisi abu yang diperoleh dapat digunakan untuk
mengetahui klasifikasi sampel abu MA 0234. American Society for Testing
and Materials (ASTM) C618-96 talah mengklasifikaskan abu batubara
berdasarkan kelas (kelas C dan F) dan berdasarkan jenis batubaranya
(lignit, sub-bituminus, dan bituminus). Dari data dalam tabel 5.3 dapat
dilihat bahwa seluruh data sampel MA 0234 masuk dalam klasifikasi abu
kelas F, sehingga sampel abu batubara MA 0234 termasuk dalam kelas F.
Begitupula dengan data dalam tabel 5.4 dimana seluruh data sampel MA
0234 masuk dalam klasifikasi batubara jenis bituminus sehingga sampel
MA 0234 dapat digolongkan sebagai batubara bituminus.
Analisis Data Terhadap Nilai Rata-Rata LQSI
Sampel MA 0234 merupakan sampel LQSI (Laboratory Quality
Sevices International), dimana data yang diperoleh dari hasil analisis
bukan untuk tujuan komersial melainkan akan dikirim dan di bandingkan
dengan data rata-rata LQSI seluruh laboratorium secara internasional. Dari
data yang diperoleh akan dapat diketahui apakah laboratorium yang
bersangkutan memiliki kualitas analisis yang baik karena data yang
diperoleh akan dibandingkan dengan data rata-rata seluruh laboratorium
secara internasional.
Toleransi nilai Z-Score adalah antara -2 s/d 2, jika data yang
diperoleh berada diluar nilai toleransi maka data tidak masuk di dalam
nilai rata-rata data laboratoium secara internasional. Dari tabel 5.6 dapat
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
45
dilihat bahwa Z-Score Al2O3 dan SO3 diluar dari nilai toleransi dimana
nilai Z-Score Al2O3 (2,37) dan SO3 (2,31). Hal ini menandakan bahwa
nilai Al2O3 dan SO3 tidak masuk dalam rata-rata LQSI, sehingga perlu
diadakan investigasi terhadap kedua elemen tersebut agar dapat diketahui
letak kesalahannya. Untuk nilai elemen lainnya sudah dapat dikatakan
masuk dalam Mean Group LQSI. Dari hasil yang diperoleh maka dapat
dikatakan bahwa data hasil analisis sampel MA 0234 yang telah
dikerjakan masuk dalam data rata-rata LQSI meskipun ada dua elemen
yang tidak masuk Mean LQSI.
Created by : Zulfikurrahman & Risfiani Syaikhan (FMIPA UNLAM BANJARBARU)
46
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa :
1. Kandungan terbesar (elemen mayor) pada sampel abu batubara MA 0234
adalah SiO2 (57,45%) disusul dengan Al2O3 (22,53%), Fe2O3 (11,36%), TiO2
(1,19%), K2O (2,37%), SO3 (1,24%) dan MgO (1,79%). Untuk logam-logam
lainnya (elemen minor) yaitu Na, Mn, Sr, Ca, Ba dan P2O5 kadarnya sangat
kecil yaitu kurang dari 1%.
2. Nilai Cq (coefisien quality) dari sampel MA 0234 adalah 4,79 dimana
kandungan oksida logam asamnya lebih besar daripada kandungan oksida
basanya.
3. Sampel batubara MA 0234 termasuk jenis batubara bituminus dengan tipe abu
kelas F.
4. Nilai Al2O3 dan SO3 tidak masuk dalam rata-rata LQSI, sehingga perlu
diadakan investigasi terhadap kedua element tersebut agar dapat diketahui letak
kesalahannya.
6.2. Saran
Selama proses analisis, sebaiknya perlu diperhatikan prosedur dengan teliti
agar data yang diperoleh tidak melenceng dari teorinya. Selain itu juga harus
diperhatikan keselamatan saat bekerja agar terhindar dari bahaya kecelakaan di
laboratorium.