laporan prak. fitokimia ii
DESCRIPTION
TUMBUHANTRANSCRIPT
LAPORAN
PRAKTIKUM FITOKIMIA II
ISOLASI SENYAWA FLAVONOID DALAM
KULIT BUAH MAHKOTA DEWA
GRUP C
Kelompok IV
Mario Helmi S 1243050007
Emmanuel 1243050010
Vemy Alvionita B 1243050016
Yonathan Ardi R 1243050063
Elisnayanti Tahalele 1243050072
Riska arguar Syah 1243050073
Fakultas Farmasi
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
2014 - 2015
1
BAB I
(PENDAHULUAN)
I.1 LATAR BELAKANG
Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan bahan alam sejak dahulu kala sebagai warisan nenek moyang. Penggunaan bahan alam untuk pengobatan fitoterapi telah dikenal oleh masyarakat Mesir Kuno dan Cina sejak seribu tahun. Pemanfaatan tumbuhan obat oleh suku bangsa tertentu disebut dengan “Indigenous Medicine” dan “Etnobotani”. Bahan alam yang digunakan untuk pengobatan dapat berupa jamu maupun tanamannya. Penggunaan bahan obat dapat untuk beberapa tujuan yaitu preventif, promotif, dan kuratif.
Pada zaman sekarang ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu disiplin tersendiri. Materia Medika Indonesia berlaku sebagai pedoman untuk simplisia yang akan digunakan untuk keperluan pengobatan, tetapi tidak berlaku bagi bahan yang akan dipergunakan untuk keperluan lain yang dijual dengan nama yang sama.
I.2 TUJUAN
I.2.1 Mengidetifikasi golongan senyawa kimia yang terdapat pada kulit buah mahkota dewa.
I.2.2 Mengisolasi senyawa flavonoid pada kulit buah mahkota dewa.
I.2.3 Mengetahui cara ekstraksi simplisia kulit buah mahkota dewa.
I.2.4 Mengetahu pelarut yang cocok untuk mengisolasi senyawa flavonoid pada kulit buah mahkota dewa.
2
BAB II
(TEORI)
II.1 MAHKOTA DEWA
II.1.1 Monografi Mahkota Dewa
Mahkota dewa merupakan tumbuhan yang memiliki umur panjang
(parenial). Sebagaimana diketahui, kata simalakama selalu identik dengan dua
pilihan yang beresiko buruk. Mahkota dewa terkenal beracun, tetapi dibalik itu
mahkota dewa juga dapat menyembuhkan suatu penyakit. Dalam pengobatan,
mahkota dewa dapat menimbulkan reaksi seperti pusing dan mual.
Mahkota dewa merupakan tanaman perdu yang berasal dari Papua
(Irian Jaya). Secara fisik mahkota dewa terlihat sama dengan tumbuhana
lainnya, namun para ahli tanaman membagi klasifikasi mahkota dewa kedalam
1200 spesies yang terbesar kepada 67 negara di dunia. Berdasarkan
klasifikasinya, mahkota dewa dapat digolongkan sebagai tumbuhan dengan
buah dan biji. Berbentuk selayaknya pohon yang tumbuh keatas, dengan
maksimal ketinggian 1 hingga 2.5 meter.
II.1.2 Klasifikasi Tumbuhan
Tanaman mahkota dewa memiliki diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
3
Famili : Thymelaeaceae
Genus : Phaleria
Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl
II.1.3 Nama Lain / Daerah
Mahkota dewa dan simalakama (Indonesia), simalakama (Melayu).
Makutadewa, makuto mewo, makuto ratu, makuto rojo (Pulau Jawa), dan boh
anggota dewa.
II.1.4 Morfologi Tanaman
Berdasarkan morfologinya tumbuhan mahkota dewa dapat dibagi
menjadi beberapa bagian seperti, akar, batang, daun, buah, cangkang, dan biji.
Akar
Akar dari tanaman mahkota dewa berupa akar tunggang.
Batang
Batang berkayau, berbentuk slindris, tegak, berwarna coklat, dengan
permukaan kasar, percabangan simpodial arah ke atas.
Daun
Berdaun tunggal, agak menjorok dengan panjang 7-10 cm dan lebar 2-
2.5 cm. Daunnya memiliki warna hijau tua dan tersusun secarafolia
oposita / berhadapan.
Buah
Terdiri dari kulit, daging, cangkang, dan biji. Berbentuk bulat dengan
diameter 3-5 cm, permukaan licin dan beralur. Warna dari buah
mahkota dewa yaitu hijau dan merah setelah masak dengan daging
putih yang berserat dan berair.
Cangkang
4
Merupakan kulit yang berguna sebagai obat, namun harus direbus
terlebih dahulu.
Biji
Memiliki racun, berbentuk bulat lonjong dengan diameter sekitar 1 cm.
Pada usia muda warnanya hijau lalu saat matang berwarna merah
terang dengan bagian dalam berwarna putih.
II.1.5 Kandungan Kimia
Kandungan kimia pada tanaman mahkota dewa berada pada masing-
masing bagian tumbuhan, sebagaimana dibawah ini :
Kandungan Kimia(Metabolit Sekunder)
Daun Kulit Buah Buah
Alkaloid
Flavonoid
Polifenol
(Lignan)
Alkaloid
Flavonoid
Saponin
Alkaloid • Minyak atsiri
Fenol • Saponin
Flavonoid • Sterol
Lignan • Tanin
II.1.6 Khasiat
Mahkota dewa dapat digunakan untuk mengobati penyakit seperti
eksim hingga kanker. Penyakit lain yang dapat disembuhkan yaitu tumor,
disentri, diabetes melitus, hapatitis, kolesterol, leukimia. Mahkota dewa juga
dapat digunakan sebagai anti bakteria dan anti virus, meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, pencegah penyumbatan pembuluh darah, anti inflamasi, anti
oksidan, mengobati rematik dan asam urat, dan mengobati jerawat.
II.2 TAHAPAN ISOLASI FITOKIMIA
Pada dasarnya setiap tumbuhankan akan menghasilkan metabolit sebagai hasil
proses kehidupan tumbuhan. Metabolit pada tanaman terdapat dua jenis yaitu metabolit
primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan metabolit yang digunakan
tanaman untuk kelangsungan hidup tanaman, seperti karbohidrat, lemak, dan protein.
5
Sedangkan metabolit sekunder merupakan metabolit yang digunakan tanaman sebagai
pertahanan hidup tanaman, seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, steroid, glikosida,
resin, dll.
Metabolit sekunder dalam dunia fitofarmaka merupakan senyawa yang
memiliki berkhasiat dalam mengobati berbagai penyakit. Untuk mendapatkan metabolit
sekunder harus melewati beberapa tahapan fitokimia, seperti :
II.2.1 Persiapan Bahan
Merupakan langkah awal dari proses tahapan fitokimia, dimana pada
langkah ini bahan yang akan di isolasi dipersiapakan dengan berbagai bentuk
preparasi sesuai dengan yang dibutuhkan. Preparasi yang digunakan dapat
berupa preparasi kering maupun segar. Preparasi kering merupakan bahan
dalam bentuk serbuk simplisia, sedangkan preparasi segar bahan yang dipotong-
potong halus.
II.2.2 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan proses penapisan untuk mengetahui
golongan kandungan kimia yang ada dalam tumbuhan, serta mengetahi dan
mempelajari senyawa apa saja yang terdapat dalam satu golongan tanaman.
II.2.3 Isolasi
Isolasi adalah tahapan yang berfungsi untuk pengambilan satu senyawa
kimia dari campuran senyawa. Pada tahapan isolasi terdapat beberapa langkah
yaitu ekstraksi, pemisahan, dan pemurnian.
a. Ekstraksi
Yaitu pemisahan secara kimia atau fisika suatu bahan padat
atau cair dari suatu dapatan menggunakan pelarut air atau pelarut
organik, hingga mendapatkan ekstrak. Metode ekstraksi meliputi
beberapa cara yaitu cara dingin (untuk bahan yang tidak tahan terhadap
pemanasan), seperti maserasi dan perkolasi. Selanjutnya cara panas
seperti soxhlet, refluks, digesti, infus, dan dekok. Cara khusus seperti
destilasi yang digunakan untuk mengekstrak bahan yang mengandung
6
minyak atsiri. Serta cara lainnya seperti ekstraksi berkesinambungan,
superkriktikal CO2, ekstraksi ultrasonik, dan ekstraksi energi listrik.
b. Pemisahan
Pemisahan merupakan metode yang digunakan untuk
memisahakan senyawa-senyawa dalam tumbuhan dengan cara partisi
(fraksinasi) dan kromatografi. Fraksinasi merupakan pemisahan antara
dua fase cair yang tidak saling bercampur bedasarkan kepolarannya.
Fraksinasi biasa digunakan untuk memisahkan ekstrak kasar berupa
ekstrak metanol yang diperoleh dari ekstraksi langsung. Sedangkan
kromatografi, digunakan untuk pemisahan ekstrak yang telah
terfraksinasi. Kromatografi yang dilakukan dapat berupa kromatografi
kertas, kromatografi kolom, kromatografi lapis tipis (KLT),
kromatografi preparatif, dll.
c. Pemurnian
Merupakan cara yang digunakan untuk memurnikan senyawa
yang telah dipisahkan, untuk di identifikasi secara lanjut. Pemurnian
dapat dilakukan apabila hasil dari kromatografi kolom atau hasil KLT
preparatif telah satu noda. Metode pemurnian meliputi rekristalisasi,
penghabluran ulang, sublimasi, dekantasi, penyerapan dengan karbon
aktif, HPLC, dan LC.
II.2.4 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi
Tahapan akhir dari tahapan isolasi fitokimia merupakan identifikasi
yang digunakan untuk memastikan bahan senyawa yang telah diisolasi benar
merupakan senyawa yang diinginkan. Pada tahapan identifikasi dapat melalui
beberapa cara yaitu :
a. Reaksi kimia, seperti reaksi warna dan KLT.
b. Reaksi fisika, dilihat dari titik didih, titik leleh, dan titik, lebur.
c. KLT dan KLT dua arah.
II.3 KROMATOGRAFI
7
Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan suatu bahan berdasarkan
perbedaan afinitas antara fase diam dan fase gerak. Atau merupakan teknik untuk
memisahkan campuran menjadi komponennya dengan bantuan perbedaan sifat fisik
masing-masing komponen. Kromatografi yang sering dikenal antara lain kromatografi
kertas, kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom, kromatografi preparatif,
kromatografi dua arah, kromatografi gas, HPLC, dan lain-lain.
II.3.1 Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan teknik pemisahan campuran untuk
menjadi komponen-komponennya, dengan menggunakan alat berupa kolom
atau tabung berbentuk slinder yang terbuat dari kaca yang mana diujungnya
terdapat lubang untuk mengalirkan fase diam dan analit. Kromatografi kolom
mengunakan fase diam atau penyerap seperti alumina oksida yang telah
diaktifkan, silika gel kieselgur yang telah dijadikan bubur.
Prinsip dari kromatografi kolom didasarkan pada absorbsi komponen-
komponen campuran dengan afinitas beda terhadap permukaan fase diam, dan
juga mengalirnya fase gerak. Dimana dengan mengalirkan pelarut dengan atau
tanpa tekanan udara, masing-masing zat akan turun dengan kecepatan yang khas
sehingga terjadi pemisahan.
II.3.2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT adalah proses pemisahan yang sederhana dengan menggunakan
fase diam berupa serbuk silika, poliamil, selulosa, dan lainnya. yang melapisi
lempeng atau plat kaca atau alumunium. KLT adalah cara pemisahan campuran
senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang
digunakan. Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk memisahkan
senyawa–senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida–lipida dan
hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT pada
dasarnya bergantung dari nilai Rf (faktor retensi). Nilai Rf adalah nilai yang
diperoleh dari jarak substansi yang ditempuh yang berbanding dengan jarak
tempuh eluen.
BAB III
8
(PROSEDUR KERJA)
III.1 ALAT
• Wadah besar berwarna coklat • Rotari evaporator
• Corong • Erlenmeyer
• Beaker glass • Gelas ukur
• Cawan penguap • Corong pisah
• Plat KLT • Chamber
• Kolom + Tiang • Spatel
• Batang pengaduk • Water bath
• Kompor • Kertas saring
• Kapas • Vial
III.2 BAHAN
• Metanol • Aqua dest (air panas)
• FeCl3 • Fehling A dan Fehling B
• HCl pekat • HCl 2N
• H2SO4 pekat • NH4OH 10% dan NH4OH 25%
• CHCl3 • Mayer
• Dragendroff • Bouchardat
• Logam Mg • Amil alkohol
• CH3COOH anhidrat • Hexan
• Etil asetat • Silika gel
III.3 LANGKAH KERJA
9
III.3.1 Skrining Fitokimia
- Simplisia mahkota dewa yang halus dan kering, ditimbang sebanyak 250
gram dan masukkan kedalam erlenmeyer.
- Tambahkan dengan pelarut metanol, hingga simplisia terendam
seluruhnya.
- Tutup erlenmeyer dengan kaca arloji dan panaskan di penangas air
hingga panas.
- Lalu, angkat erlenmeyer dan aduk hingga homogen, saring dengan kertas
saringdan pisahkan antara filtrat dengan ampas.
- Lakukan pengujian pada filtrat tersebut.
10
III.3.2 Maserasi
- Siapkan mahkota dewa halus dan kering ditimbang sebanyak 250 gram,
dan masukkan kedalam wajad besar berwarna gelap (coklat).
- Maserasi dengan cara melarutkan simplisia dengan pelarut metanol
sebanyak 2 liter, diamkan selama 3 hari.
- Ganti pelarut metanol 80% tiap 3 hari sebanyak 3 kali pergantian.
- Kumpulkan filtrat hasil maserasi ke 1, 2, dan 3.
- Lalu kentalkan filtrat dengan menggunaka rotary evaporator, dan
diuapkan pada cawan penguap diatas penangas air sampai menjadi
ekstrak yang kental.
- Hitung bobot ekstrak kental, dan hitung rendamennya
III.3.3 Fraksinasi
- Ekstrak kental ditambahkan dengan air panas hingga melarut, dan
masukkan kedalam corong pisah.
- Kemudian tambahkan hexan sama banyak dengan air panas kedalam
corong pisah, dan tutup corong pisah.
- Kocok corong pisah hingga fraksi hexan dan fraksi air terpisah. Dimana
fraksi air berada dibawah dan fraksi hexan berada diatas.
- Ambil fraksi air dan fraksinasi dengan hexan dalam corong pisah.
- Lakukan fraksinasi terus hingga fraksi hexan berwarna bening, dan
untuk fraksi hexan dikumpulkan.
- Apabila fraksi hexan sudah bening, maka fraksi air dapat difraksinasi
dengan pelarut etil asetat.
- Hasil dari fraksi hexan dan fraksi etil asetat lalu di rotary evaporator dan
dimasukkan dalam wadah vial yang berbeda.
III.3.4 Kromatografi Lapis Tipis
11
- Siapkan eluen berupa hexan dan etil asetat dengan perbandingan 5 : 5
dan 7 : 3 dalam erlenmeyer terpisah.
- Kocok eluen selama 50-60 menit atau sampai eluen jenuh.
- Masukkan eluen yang telah jenuh kedalam chamber, dan tes kejenuhan
eluen tersebut. Dimana jenuhnya eluen ditandai dengan naiknya eluen
pada kertas saring secara cepat.
- Kemudian ekstrak hexan dan ekstrak etil asetat di ambil sedikit pada plat
tetes, dan tambahkan pelarut sesuai ekstrak untuk mengencerkan ekstrak.
- Siapkan 2 buah plat / lempeng KLT, totol ekstak hexan dan ekstak etil
asetat pada lempeng KLT pertama, dan lakukan penotolan kembali pada
lempeng KLT kedua.
- Masukkan salah satu lempeng KLT pada chamber berisi eluen dengan
perbandingan 5:5, dan lempeng satunya lagi masukkan kedalam chamber
berisi eluen dengan perbandingan 7:3. Lalu eludasi hingga batas atas.
- Angkat lempeng KLT dari dalam chamber, keringkan dan lihat noda
dengan sinar UV, serta tandai dengan menggunakan pensil dan hitung
nilai Rf nya.
III.3.5 Kromatografi Kolom
- Persiapan Sampel
o Ekstrak dikeringkan dengan cara menambahkan silika sebanyak ½
dari bobot ekstrak.
o Lalu panaskan diatas penangas air, sambil di gerus hingga berubah
menjadi kering / serbuk yang siap dimasukkan kedalam kolom.
- Persiapan Fase Diam
Fase diam menggunakan silika yang dilarutkan dengan hexan dan aduk
hingga menjadi bubur.
- Persiapan Kolom
12
o Kolom dibersihkan dan dikeringkan dari air, bilas dengan eluen.
o Masukkan kapas sebagai saringan pada ujung kolom.
o Masukkan bubur silika yang telah disiapkan kedalam kolom,
ketuk-ketuk dinding kolom supaya gelembung udara yang ada
didalam kolom keluar dan silika rapat.
o Tutup dengan kertas saring dan kapas lalu masukkan ekstrak, dan
tutup kembali dengan kertas saring kemudian kapas.
– Pemisahan
o Tambahkan sedikit-sedikit eluen berupa hexan murni, lalu hexan
dan etil asetat perbandingan 9:1, 8:2 dan 7:3 kedalam kolom.
o Buka kran kolom dan tampung eluat dengan botol penampung
hingga 100 ml sebanyak 50 vial.
o Lalu uapkan dengan rotary evaporator dan masukkan dalam vial.
o Terakhir dilakukan pengujian identifikasi dengan cara KLT.
o KLT dengan eluen hexan dan etil esetat (7:3), hitung nilai Rf nya.
BAB IV
(DATA DAN PERHITUNGAN)
IV.1 SKRINING FITOKIMIA
No. Cara Identifikasi/Uji Teori Hasil
Pengamatan
Hasil
(+/-)
1. Pemeriksaan Tanin :
Sari metanol + 3 tetes FeCl3.
Biru kehijauan /
hijau tua.
Hijau tua (+)
2. Pemeriksaan Gula Pereduksi:
Sari metanol + 2 tetes fehling
A + 2 tetes fehling B → Merah bata Coklat tua (-)
13
panaskan dalam water bath.
3. Pemeriksaan Alkaloid:
Sari metanol + HCl panaskan
sambil kocok, jika bening
maka langsung lakukan uji.
Jika tidak, maka tambahkan
NH4OH + CHCl3 kocok,
ambil lapisan CHCl3
(bawah), lalu tambahkan
HCL 2N. Dan bagi menjadi 4
bagian :
1. Pembanding
2. + Mayer
3. + Dragendrof
4. + Bauchardat
Putih
Jingga
Coklat
Putih
Pereaksi tidak ada
Jingga
(+)
(-)
(+)
4. Pemeriksaan Emodol :
Sari metanol dipekatkan lalu
dinginkan + NH4OH 25%
kocok.
Warna merah Larutan kuning (-)
5. Pemeriksaan Flavonoid :
Sari etil asetat + HCl (P) +
logam Mg → terbentuk warna
merah, dinginkan + amil
alkohol dan kocok.
Warna merah
naik →Flavonoid
Warna merah
tetap dibawah
→ tanin.
Merah dibawah (+)
Tanin
Dan
Flavonoid
6. Pemeriksaan Kumarin
Ekstrak di uapkan ad kering
dan tambahkan air panas, lalu
dinginkan dan bagi menjadi 2
tabung.
1. Pembanding Flourensensi Flourensensi (+)
14
2. + NH4OH 10%
Lihat dibawah sinar UV.
kehijauan /
kebiruan
kuning kehijauan.
7. Pemeriksaan Steroid dan
Triterpenoid :
a. Sari metanol diuapkan ad
kering, kemudian
tambahkan CH3COOH
anhidrat dan CHCl3 +
H2SO4 (P) melalui dinding
tabung.
b. Ekstrak dalam plat tetes +
H2SO4 (P) + CH3COOH
anhidrat.
Jika terdapat
cincin
Hijau/biru → Steroid
Hijau /
merah →
Terpenoid
Jika terdapat
warna
Hijau / biru
→ Steroid.
Ungu/merah/
coklat → Terpenoid
Cincin Merah
Hijau
(+)
Terpen
(+)
Terpen
IV.2 DATA RENDEMEN
Berat simplisia awal = 250.0000 gram
Berat cawan uap kosong = 76.8500 gram
Berat cawan uap kosong + ekstrak kental= 137.6200 gram
Ekstrak kental = 137.6200 gram - 76.8500 gram
= 60.7700 gram
Rendemen= Berat ekstrak kentalberat simplisiaawal
×100 %
Rendemen=60.7700250
×100 %
= 24.308%
15
IV.3 DATA DAN PERHITUNGAN KLT
Eluen = Hexan : Etil asetat (5 : 5)
Jarak Eluen = 3.5 cm
Noda Jarak Yang Ditempuh (cm)
Ekstrak Hexan Ekstrak Etil Asetat
1. 0.4 0.4
2. 1.5 1.2
3. 2.7 —Perhitungan
R f=Jarak Subtansi/noda
Jarak Eluen hRf = Rf x 100%
Ekstrak Hexan
- Rf1 = 0.43.5
=0.1142 hRf1 = 0.1142 x 100% = 11.42%
- Rf2 = 1.53.5
=0.4285 hRf2 = 0.4285 x 100% = 42.85%
- Rf3 = 2.73.5
=0.7714 hRf2 = 0.7714 x 100% = 77.14%
Ekstrak Etil Asetat
- Rf1 = 0.43.5
=0.1142 hRf1 = 0.1142 x 100% = 11.42%
- Rf2 = 1.23.5
=0.3428 hRf2 = 0.3428 x 100% = 34.28%
Eluen = Hexan : Etil asetat (7 : 3)
Jarak Eluen = 3.5 cm
Noda Jarak Yang Ditempuh (cm)
16
Ekstrak Hexan Ekstrak Etil Asetat
1. 0.4 0.6
2. 1.2 —3. 1.6 —
Perhitungan
Ekstrak Hexan
- Rf1 = 0.43.5
=0.1142 hRf1 = 0.1142 x 100% = 11.42%
- Rf2 = 1.23.5
=0.3428 hRf2 = 0.3428 x 100% = 34.28%
- Rf3 = 1.63.5
=0.4571 hRf2 = 0.4571 x 100% = 45.71%
Ekstrak Etil Asetat
- Rf1 = 0.63.5
=0.1714 hRf1 = 0.1714 x 100% = 17.14%
IV.4 DATA DAN PERHITUNGAN KLT HASIL KROMATOGRAFI KOLOM
Eluen = Hexan : Etil Asetat (7 :3)
Data
Noda
Nomer Vial yang di KLT (Fraksi yang di KLT)
Jarak eluen = 3.5 cm Jarak eluen = 3.4 cm
2 6-11 16 21-26 31-36 41 46
1. 2.0 cm 0.5 cm 0.5 cm 0.6 cm 0.2 cm 0.3 cm 1.2 cm
2. 3.3 cm 1.1 cm 1.0 cm 0.9 cm 0.6 cm 0.7 cm 2.5 cm
3. — 1.4 cm 1.3 cm 1.3 cm 1.0 cm 1.2 cm —4. — 1.9 cm 1.6 cm 1.8 cm 1.8 cm 2.1 cm —5. — 2.3 cm — 2.5 cm — — —
17
6. — 3.3 cm — 3.4 cm — — —
Perhitungan
R f=Jarak Subtansi/noda
Jarak Eluen hRf = Rf x 100%
Vial 2
- Rf1 = 2.03.5
=0.5714 hRf1 = 0.5714 x 100% = 57.14%
- Rf2 = 3.33.5
=0.9428 hRf2 = 0.9428 x 100% = 94.28%
Vial 6-11
- Rf1 = 0.53.5
=0.1428 hRf1 = 0.1428 x 100% = 14.28%
- Rf2 = 1.13.5
=0.3142 hRf2 = 0.3142 x 100% = 31.42%
- Rf3 = 1.43.5
=0.4000 hRf3 = 0.4000 x 100% = 40.00%
- Rf4 = 1.93.5
=0.5428 hRf4 = 0.5428 x 100% = 54.28%
- Rf5 = 2.33.5
=0.6571 hRf5 = 0.6571 x 100% = 65.71%
18
- Rf6 = 3.33.5
=0.9428 hRf6 = 0.9428 x 100% = 94.28%
Vial 16
- Rf1 = 0.53.5
=0.1428 hRf1 = 0.1428 x 100% = 14.28%
- Rf2 = 1.03.5
=0.2857 hRf2 = 0.2857 x 100% = 28.57%
- Rf3 = 1.33.5
=0.3714 hRf3 = 0.3714 x 100% = 37.14%
- Rf4 = 1.63.5
=0.4571 hRf4 = 0.4571 x 100% = 45.71%
Vial 21-26
- Rf1 = 0.63.5
=0.1714 hRf1 = 0.1714 x 100% = 17.14%
- Rf2 = 0.93.5
=0.2571 hRf2 = 0.2571 x 100% = 25.71%
- Rf3 = 1.33.5
=0.3714 hRf3 = 0.3714 x 100% = 37.14%
- Rf4 = 1.83.5
=0.5142 hRf4 = 0.5142 x 100% = 51.42%
- Rf5 = 2.53.5
=0.7142 hRf5 = 0.7142 x 100% = 71.42%
- Rf6 = 3.43.5
=0.9714 hRf6 = 0.9714 x 100% = 97.14%
Vial 31-36
- Rf1 = 0.23.4
=0.0588 hRf1 = 0.0588 x 100% = 5.88%
- Rf2 = 0.63.4
=0.1764 hRf2 = 0.1764 x 100% = 17.64%
19
- Rf3 = 1.03.4
=0.2941 hRf3 = 0.2941 x 100% = 29.41%
- Rf4 = 1.83.4
=0.5294 hRf4 = 0.5294 x 100% = 52.94%
Vial 41
- Rf1 = 0.33.4
=0.0882 hRf1 = 0.0882 x 100% = 8.82%
- Rf2 = 0.73.4
=0.2058 hRf2 = 0.2058 x 100% = 20.58%
- Rf3 = 1.23.4
=0.3529 hRf3 = 0.3529 x 100% = 35.29%
- Rf4 = 2.13.4
=0.6176 hRf4 = 0.6176 x 100% = 61.76%
Vial 46
- Rf1 = 1.23.4
=0.3529 hRf1 = 0.3529 x 100% = 35.29%
- Rf2 = 2.53.4
=0.7352 hRf2 = 0.7352 x 100% = 73.52%
Hasil Rf KLT Hasil Kromatografi Kolom
Nod
a
Nilai Rf Fraksi Yang Di KLT
2 6-11 16 21-26 31-36 41 46
1. 0.5714 0.1428 0.1428 0.1714 0.0588 0.088
2
0.3529
2. 0.9428 0.3142 0.2857 0.2571 0.1764 0.205
8
0.7352
3. — 0.4000 0.3714 0.3714 0.2941 0.352
9
—
4. — 0.5428 0.4571 0.5142 0.5294 0.617
6
—
5. — 0.6571 — 0.7142 — — —
20
6. — 0.9428 — 0.9714 — — —
BAB III
(PEMBAHASAN)
21
BAB IV
(KESIMPULAN)
22
DAFTAR PUSTAKA
23