laporan prak fartis antihipertensi

56
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak hanya dokter dan perawat yang bertanggung jawab untuk mencapai luaran klinik yang positif. Farmasis juga bertanggung jawab untuk mencapai kesembuhan bagi pasien, mengurangi gejala sakit, memperlambat dan mencegah perkembangan penyakit, mencegah terjadinya sakit atau timbulnya gejala suatu penyakit (Cipolle, 1998). Melalui konsep profesi kefarmasian terkini, yakni asuhan kefarmasian, farmasis dituntut tanggung jawab yang besar dalam peningkatan kualitas hidup pasien dan untuk mencapai luaran klinik yang positif. Asuhan kefarmasian adalah suatu tanggung jawab dari profesi farmasi dalam hal farmakoterapi, penggunaan obat aman, rasional efektif, dan efisien dengan tujuan meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian merupakan proses kolaboratif bersama dengan profesi kesehatan lainnya dalam merancang, mengimplementasikan serta memantau terapi obat pasien agar tercapai luaran terapi obat yang optimal. Dengan demikian terwujudlah fungsi utama dari profesi farmasi, yakni mengidentifikasi permasalahan yang timbul, kemudian menanganinya secara tepat dan cepat serta mengupayakan pencegahan

Upload: meryza-sonia

Post on 27-Dec-2015

96 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Antihipertensi

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tidak hanya dokter dan perawat yang bertanggung jawab untuk

mencapai luaran klinik yang positif. Farmasis juga bertanggung jawab untuk

mencapai kesembuhan bagi pasien, mengurangi gejala sakit, memperlambat

dan mencegah perkembangan penyakit, mencegah terjadinya sakit atau

timbulnya gejala suatu penyakit (Cipolle, 1998).

Melalui konsep profesi kefarmasian terkini, yakni asuhan kefarmasian,

farmasis dituntut tanggung jawab yang besar dalam peningkatan kualitas

hidup pasien dan untuk mencapai luaran klinik yang positif. Asuhan

kefarmasian adalah suatu tanggung jawab dari profesi farmasi dalam hal

farmakoterapi, penggunaan obat aman, rasional efektif, dan efisien dengan

tujuan meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Asuhan

kefarmasian merupakan proses kolaboratif bersama dengan profesi kesehatan

lainnya dalam merancang, mengimplementasikan serta memantau terapi obat

pasien agar tercapai luaran terapi obat yang optimal. Dengan demikian

terwujudlah fungsi utama dari profesi farmasi, yakni mengidentifikasi

permasalahan yang timbul, kemudian menanganinya secara tepat dan cepat

serta mengupayakan pencegahan timbulnya permasalahan yang terkait

dengan terapi obat. Farmasis memiliki peran yang sangat penting sebagai

penyedia informasi tentang pengobatan anak dan permasalahan yang timbul

terkaa dengan terapi.

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kronis, sehingga pasien

hipertensi selama hidupnya selalu membutuhkan obat untuk mengendalikan

tekanan darahnya. Apabila tekanan darah tidak terkendali maka akan

berakibat pada komplikasi pembuluh darah, penyakit jantung koroner, infark

jantung, stroke, dan gagal ginjal. Menurut hasil penelitian yang dilakukan di

Rumah Sakit Umum Daerah Saras Husada Purworejo terhadap pasien

hipertensi diketahui bahwa konseling farmasis berpengaruh secara bermakna

pada pencapaian target tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg pada pasien

Page 2: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

hipertensi non diabetes melitus (p = 0,000) dan kurang dari 130/80 mmHg

pada pasien hipertensi dengan diabetes mellitus (p = 0,001).

Peranan famasis sebagai penyedia jasa penyuluhan dan pendidikan

diperlukan untuk memotivasi pasien dan keluarga pasien agar tercapai luaran

klinis yang positif dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

Untuk mengatasi permasalahan dosis untuk pasien hipertensi, farmasis

berperan dalam hal menentukan kerasionalan obar yang diberikan dalam

resep terkait obat, dosis, indikasi, penggunaan dan lain sebaganya. Farmasis

juga dapat berkomunikasi dengan dokter penulis resep mengenai bentuk

sediaan yang tepat, regimen terapi yang tepat, penyesuaian dosis sesuai

indikasi pasien, serta penjelasan mengenai aturan minum obat yang tepat.

Untuk mengatasi permasalahan interaksi obat, farmasis berperan untuk

menyampaikan adanya interaksi obat kepada dokter penulis resep sehingga

dapat dilakukan penyesuaian aturan minum obat bagi pasien. Kemudian

memberikan penyuluhan kepada keluarga pasien mengenai waktu minum

obat yang tepat serta menghindari konsumsi makanan yang berinteraksi

dengan obat atau yang berindikasi dengan obat.

Kerja sama dan komunikasi yang baik antara farmasis dengan

dokter dan profesi kesehatan lainnya,serta dengan memberikan penyuluhan

dan pendidikan kepada keluarga pasien dapat meminimalkan risiko bahkan

mencegah terjadinya permasalahan yang timbul yang terkait dengan terapi

obat, tingginya biaya resep untuk pasien hipertensi, bahkan terjadi resistensi

obat pada pasien. Untuk mengatasinya, farmasis hendaknya berkerja sama

dengan profesi kesehatan lainnya dalam merancang, mengimplementasikan

serta memantau terapi obat pasien agar tercapai luaran terapi obat yang

optimal. Farmasis berperan penting dalam mengidentifikasi masalah yang

timbul, kemudian menyelesaikannya secara tepat dan cepat, serta

mengupayakan pencegahan; sebagai penyedia informasi yang berkaitan

dengan terapi obat dan permasalahan yang terkait dengan terapi.

Page 3: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

1.2 TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah mengikuti praktikum farmasi praktis tentang obat-obatan

antihipertensi ini, mahasiswa diharapkan mampu :

1. Mampu mengerjakan resep obat antihipertensi sesuai dengan alur

pelayanan resep

2. Menganalisa keabsahan dan kerasionalan resep

3. Memberikan konseling kepada pasien dengan baik

Page 4: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hipertensi adalah penyakit umum yang didefinisikan secara sederhana

sebagai tekanan darah arteri tinggi secara persisten atau terus-menerus. Secara

konvensional, disepakati bahwa hipertensi adalah tekanan darah > 140/90 mmHg.

(DiPiro, 2005; Goodman & Gilman, 2012). Klasifikasi tekanan darah pada orang

dewasa (usia > 18 tahun), sebagai berikut :

Klasifikasi Tekanan darah

sistolik (mmHg)

Tekanan darah

diastolik (mmHg)

Normal

Prehipertensi

Hipertensi tingkat 1

Hipertensi tingkat 2

< 120

120-139

140-159

> 160

dan

atau

atau

atau

< 80

80-89

90-99

> 100

(DiPiro, 2005)

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi hipertensi esensial dan

hipertensi sekunder :

a. Hipertensi Esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah

hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus

merupakan hipertensi esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor

genetik dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap

natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap

vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk

faktor lingkungan antara lain kebiasaan merokok, stress emosi, obesitas dan

lain-lain.

Page 5: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

b. Hipertensi Sekunder

Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara

lain hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi akibat

penyakit ginjal (hipertensi renal), hipertensi endokrin, kelainan saraf pusat,

obat-obatan dan lain-lain (Anonim, 2011). Penggolongan obat antihipertensi

berdasarkan tempat atau mekanisme kerja utama :

Diuretik

1. Tiazid dan turunannya (hidroklorotiazid, klortalidon, dll)

2. Diuretik loop (furosemid, bumetanid, torsemid, asam etakrinat)

3. Diuretik hemat-K+ (amilorid, triamteren, spironolakton)

Obat simpatolitik

1. Senyawa kerja pusat (metildopa, klonidin, guanabenz, guanfasin)

2. Senyawa pemblok saraf adrenergic (guanadrel, reserpin)

3. Antagonis β-adrenergik (propanolol, metoprolol, dll.)

4. Antagonis α-adrenergik (prazosin, terazosin, doksazosin,

fenosibenzamin, fentolamin)

5. Antagonis adrenergik campuran (labetalol, karvedilol)

Vasodilator

1. Bekerja di arteri (hidralazin, minoksidil, diazoksid, fenoldopam)

2. Bekerja di arteri dan vena (nitroprusid)

Blocker saluran Ca2+

Verapamil, diltiazem, nifedipin, nimodipin, felodipin, nikardipin, isradipin,

amlodipin

Inhibitor Enzim Pengonversi Angiotensin

Kaptopril, enalapril, lisinopril, kuinapril, ramipril, benazepril, fosinopril,

moeksipril, perindopril, trandolapril)

Antagonis Reseptor-Angiotensin II

Losartan, kandesartan, irbesartan, valsartan, telmisartan, eprosartan)

Page 6: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

(Goodman & Gilman, 2011)

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan

untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu :

1. Diuretik

2. β-blocker

3. Angiotensin-converting enzyme-inhibitor (ACE-inhibitor)

4. Inhibitor reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB)

5. Antagonis kalsium

Selain itu, dikenal juga 3 kelompok obat yang dianggap lini kedua, yaitu:

1. Inhibitor saraf adrenergik

2. Agonis α-2 sentral

3. Vasodilator (Anonim, 2011).

Diuretik

Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air, dan klorida sehingga

menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya, terjadi penurunan

curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik

juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek

ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstitial dan di dalam sel otot

polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini

terlihat jelas pada diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang mulai

menunjukkan efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang

nyata. Pada pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek

hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer

(Anonim, 2011).

a. Golongan Tiazid

Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain

hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid, dan diuretik lain yang

memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat golongan

Page 7: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

ini bekerja dengan menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di

tubulus ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat (Anonim, 2011).

b. Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)

Bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara

menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, dan menghambat resorpsi air dan

elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada

golongan tiazid. Oeh karena itu, diuretik kuat jarang digunakan sebagai

antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin

serum > 2,5 mg/dL) atau gagal jantung (Anonim, 2011).

Termasuk dalam golongan ini antara lain furosemid, torasemid,

bumetanid, dan asam etakrinat. Waktu paruh diuretik kuat umumnya pendek

sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari. Efek samping diuretik

kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa diuretik kuat menimbulkan

hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah, sedangkan tiazid menimbulkan

hipokalsiuria dan meningkatkan kadar kalsium darah (Anonim, 2011).

c. Diuretik Hemat Kalium

Amilorid, triamteren, dan spironolakton merupakan diuretik lemah.

Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk

mencegah hipokalemia. Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan

hiperkalemia bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal, atau bila

dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, β-blocker, AINS atau dengan

suplemen kalium. Penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum > 2,5

mg/dL (Anonim, 2011).

Spironolakton merupakan antagonis aldosteron sehingga merupakan

obat yang terpilih pada hiperaldosteronisme primer (sindrom Conn). Obat ini

sangat berguna pada pasien dengan hiperurisemia, hipokalemia, dan dengan

intoleransi glukosa. Berbeda dengan golongan tiazid, spironolakton tidak

mempengaruhi kadar Ca2+ dan gula darah. Efek samping spironolakton antara

lain ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi dan penurunan libido

pada pria (Anonim, 2011).

β-blocker

Page 8: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian β-blocker

dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1 antara lain : (1) penurunan frekuensi

denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung;

(2) hambatan sekresi rennin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat

penurunan angiotensin II; (3) efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf

simpatis, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan

biosintesis prostasiklin (Anonim, 2011).

Angiotensin-converting enzyme-inhibitor (ACE-inhibitor)

ACE-Inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII sehingga terjadi

vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin

juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan

dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan

menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan

menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium (Anonim, 2011).

Inhibitor reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker, ARB)

ARB menimbulkan efek yang mirip dengan pemberian ACE-inhibitor. Tapi

karena tidak mempengaruhi metabolisme bradikinin, maka obat ini dilaporkan

tidak memiliki efek samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering

terjadi dengan ACE-inhibitor. ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah

pada pasien hipertensi dengan kadar rennin yang tinggi seperti hipertensi

renovaskular dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan

aktivitas rennin yang rendah (Anonim, 2011).

Antagonis Kalsium

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot polos

pembuluh darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama

menimbulkan relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan

resistensi perifer ini sering diikuti oleh reflek takikardia dan vasokonstriksi,

Page 9: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

terutama bila menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin).

Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan takikardia karena efek

kronotropik negatif langsung pada jantung. Bila refleks takikardia kurang baik,

seperti pada orang tua, maka pemberian antagonis kalsium dapat menimbulkan

hipotensi yang berlebihan (Anonim, 2011).

Vasodilator

a. Hidralazin

Hidralazin bekerja langsung merelaksasi otot polos arterior dengan

mekanisme yang belum dapat dipastikan. Sedangkan otot polos vena hampir

tidak dipengaruhi. Hidralazin menurunkan tekanan darah berbaring dan

berdiri. Karena lebih selektif bekerja pada arteriol, maka hidralazin jarang

menimbulkan hipotensi ortostatik (Anonim, 2011).

b. Minoksidil

Obat ini bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif ATP (ATP-

dependent potassium channel) dengan akibat terjadinya efluks kalium dan

hiperpolarisasi membran yang diikuti oleh relaksasi otot polos pembuluh

darah dan vasodilatasi. Efeknya lebih kuat pada arteriol daripada vena

(Anonim, 2011).

c. Diazoksid

Mekanisme kerja, farmakodinamik dan efek sampingnya mirip dengan

minoksidil (Anonim, 2011).

d. Natrium nitroprusid

Merupakan donor NO yang bekerja dengan mengaktifkan guanilat

siklase dan meningkatkan konversi GTP menjadi GMP-siklik pada otot polos

pembuluh darah. Selanjutnya terjadi penurunan kalsium intrasel dengan efek

akhir vasodilatasi arteriol dan venula (Anonim, 2011).

Page 10: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Peran Dan Tanggung Jawab Apoteker dalam Pharmaceutical Care

(Asuhan Kefarmasian) (Anonim, 2006):

4.1 Assesmen

Penyusunan Data Base

Informasi dikumpulkan dan digunakan sebagai database yang spesifik

untuk pasien tertentu untuk mencegah, mendeteksi, memecahkan masalah

yang berkaitan dengan obat dan untuk membuat rekomendasi terapi obat.

Database yang dikumpulkan :

Demografi : nama, alamat, kelamin, tanggal lahir, pekerjaan, agama

Riwayat medis :

- Berat dan tinggi badan

- Masalah medis akut dan kronis

- Simtom

- Vital signs

- Alergi

- Sejarah medis terdahulu

- Hasil lab

Terapi obat :

- Obat-obat yang di resepkan

- Obat-obat bebas

- Obat-obat yang digunakan sebelum di rawat

- Kepatuhan dengan terapi obat

- Alergi

- Asessmen pengertian tentang terapi obat

Sosial : diet, olahraga, merokok/tidak, minum alkohol, atau pencandu obat.

Page 11: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Menentukan adanya masalah yang berkaitan dengan obat (DRP)

Database pasien harus dinilai untuk melihat adanya masalah yang

berkaitan dengan obat seperti

Adanya obat-obat tanpa indikasi

Adanya kondisi medis tetapi tidak ada obat yang diresepkan

Pilihan obat tidak cocok untuk kondisi medis tertentu. Pilihan obat

antihipertensi harus disesuaikan apakah hipertensi tanpa

komplikasi atau ada indikasi khusus

Dosis, bentuk sediaan, jadwal minum obat, rute pemberian, atau

metoda pemberian kurang cocok. Diuretik 1x/hari harus diminum

pagi hari. Obat antihipertensi dan jadwal minum obat harus

mempertimbangkan sirkadian ritme. Obat yang dipilih haruslah

mempunyai efikasi disaat tekanan darah tinggi di pagi hari untuk

mencegah kejadian kardiovaskular.

Duplikasi terapeutik dan polifarmasi. Pasien dengan hipertensi

sering berobat ke beberapa poli seperti poli ginjal dan poli kardio.

Kedua poli sering meresepkan obat yang sama dengan dosis yang

sama atau berbeda atau dengan nama paten yang berbeda, atau satu

golongan, atau obat antihipertensi dari golongan yang berbeda.

Intervensi perlu dilakukan untuk mencegah reaksi hipotensi.

Pasien alergi dengan obat yang diresepkan. Harus dilihat apakah

pasien dapat metoleransi reaksi efek samping atau obat harus

diganti. Misalnya batuk yang disebabkan oleh pemberian ACEI

atau edema perifer dengan antagonis kalsium golongan

dihidropiridin

Adanya interaksi : obat-obat, obat-penyakit, obat-nutrien, obat-tes

laboratorium yang potensial dan aktual dan bermakna secara klinis.

Pasien kurang mengerti terapi obat

Pasien gagal mematuhi regimen obat

Page 12: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

4.2 Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian

Penyusunan rencana pelayanan kefarmasian melibatkan identifikasi

kebutuhan pasien yang berhubungan dengan obat, dan memecahkan

masalah terapi obat melalui proses yang terorganisir dan diproritaskan

berdasarkan kondisi medis pasien dari segi resiko dan keparahan. Rencana

kefarmasian dapat berupa :

1. Menentukan tujuan dari terapi

Untuk penyakit hipertensi, tujuan dari terapi adalah :

a. Mencegah atau memperlambat komplikasi dari hipertensi

dengan membantu pasien mematuhi regimen obatnya untuk

memelihara tekanan darah < 140/90 mmHg atau < 130/80

mmHg untuk pasien hipertensi dengan diabetes dan gangguan

ginjal.

b. Pasien mengerti pentingnya adherence dengan terapi obatnya

2. Mengidentifikasi kondisi medis yang memerlukan terapi obat

3. Memecahkan masalah terapi obat : tujuan, alternatif, dan

intervensi

4. Mencegah masalah terapi obat.

Dalam rencana pelayanan kefarmasian, apoteker memberikan saran

tentang pemilihan obat, penggantian atau obat alternatif, perubahan dosis,

regimen obat (jadwal, rute, dan lama pemberian).

Rekomendasi apoteker dalam pemilihan obat untuk pasien dengan

hipertensi :

1. Sarankan terapi antihipertensi untuk pasien-pasien pada klasifikasi

tahap 1 hipertensi (TDS 140-159 mmHg) dan tahap 2 hipertensi

(TDS ≥ 160 mmHg)

2. Sangat disarankan terapi antihipertensi pada pasien-pasien dengan

kerusakan target organ atau dengan faktor resiko kardiovaskular

lainnya bila TDS > 140 mmHg atau TDD ≥ 90 mmHg.

Page 13: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

3. Bila appropriate, sarankan pilihan awal untuk terapi antihipertensi.

Pilihan awal untuk dewasa tanpa indikasi khusus:

a. Diuretik golongan tiazid (untuk kebanyakan pasien)

b. Penghambat beta

c. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI),

d. Antagonis kalsium (long-acting)

e. Penyekat reseptor angiotensin

f. Rekomendasikan terapi kombinasi apabila cuma ada respon

parsial dengan standar dosis monoterapi. Kombinasi yang

efektif melibatkan diuretik tiazid atau antagonis kalsium

dengan ACEI, ARB atau penyekat beta.

g. Untuk isolated systolic hypertension pada pasien-pasien

dengan TDS>160 mmHg terapi awal dengan diuretik tiazid.

4. Sarankan terapi dislipidemia dengan statin untuk semua pasien

dengan hipertensi dan 3 atau lebih faktor resiko kardiovaskular,

atau pada pasien dengan penyakit aterosklerosis atau penyakit

arteri perifer.

5. Skrining semua pasien hipertensi untuk interaksi obat yang

bermakna (dengan obat, nutrien, dll).

4.3 Implementasi

Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan rencana pelayanan

kefarmasian yang sudah disusun. Kegiatan ini berupa menghubungi dokter

untuk meklarifikasi atau memodifikasi resep, memulai terapi obat,

memberi edukasi kepada pasien atau keluarganya, dan lain-lain. Apoteker

bekerja sama dengan pasien untuk memaksimalkan pengertian dan

keterlibatan pasien dalam rencana kefarmasian, yakinkan monitoring terapi

obat (misalnya tekanan darah, evaluasi hasil laboratorium dan lain-lain)

dimengerti oleh pasien, dan pasien mengerti menggunakan semua obat dan

peralatan. Apoteker mencatat tahap-tahap yang diambil untuk

Page 14: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

mengimplementasikan rencana kefarmasian termasuk parameter baseline

monitoring, dan hambatan-hambatan apa yang perlu diperbaiki.

4.4 Monitoring

a. Monitoring tekanan darah

Memonitor tekanan darah di klinik tetap merupakan standar untuk

pengobatan hipertensi. Respon terhadap tekanan darah harus di

evaluasi 2 sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya

perubahan terapi Pada kebanyakan pasien target tekanan darah <

140/90 mmHg, dan pada pasien diabetes dan pasien dengan gagal

ginjal kronik < 130/80 mmHg.

b. Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak

Pasien hipertensi harus di monitor secara berkala untuk melihat

tanda-tanda dan gejala adanya penyakit target organ yang berlanjut.

Sejarah sakit dada (atau tightness), palpitasi, pusing, dyspnea,

orthopnea, sakit kepala, penglihatan tiba-tiba berubah, lemah sebelah,

bicara terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan

seksama untuk menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan

serebrovaskular. Parameter klinis lainnya yang harus di monitor untuk

menilai penyakit target organ termasuk perubahan funduskopik,

regresi LVH pada elektrokardiogram atau ekokardiogram, proteinuria,

dan perubahan fungsi ginjal.Tes laboratorium harus diulangi setiap 6

sampai 12 bulan pada pasien yang stabil.

c. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat

Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi

obat harus di nilai secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2

sampai 4 minggu setelah memulai obat baru atau setelah menaikkan

dosis. Kejadian efek samping mungkin memerlukan penurunan dosis

atau substitusi dengan obat antihipertensi yang lain. Monitoring yang

intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat; misalnya apabila

pasien mendapat diuretik tiazid atau loop dan pasien juga mendapat

digoksin; yakinkan pasien juga dapat supplemen kalium atau ada obat-

Page 15: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

obat lain menahan kalium dan yakinkan kadar kalium diperiksa secara

berkala. Monitoring tambahan mungkin diperlukan untuk penyakit

lain yang menyertai bila ada (misalnya diabetes, dislipidemia, dan

gout).

d. Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke

pasien

Diperlukan usaha yang cukup besar untuk meningkatkan

kepatuhan pasien terhadap terapi obat demi mencapai target tekanan

darah yang dinginkan. Paling sedikit 50% pasien yang diresepkan obat

antihipertensi tidak meminumnya sesuai dengan yang di

rekomendasikan. Satu studi menyatakan kalau pasien yang

menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar

kemungkinan terkena stroke. Kurangnya adherence mungkin

disengaja atau tidak disengaja.

Strategi yang paling efektif adalah dengan kombinasi beberapa

strategi seperti edukasi, modifikasi sikap, dan sistem yang

mendukung. Strategi konseling untuk meningkatkan adherence terapi

obat antihipertensi adalah sebagai berikut :

Nilai adherence pada setiap kunjungan

Diskusikan dengan pasien motivasi dan pendapatnya

Libatkan pasien dalam penanganan masalah kesehatannya

Gunakan keahlian mendengarkan secara aktif sewaktu pasien

menjelaskan masalahnya.

Bicarakan keluhan pasien tentang terapi

Bantu pasien dengan cara tertentu untuk tidak lupa meminum

obatnya

Sederhanakan regimen obat (seperti mengurangi frekuensi

minum, produk kombinasi)

Minum obat disesuaikan dengan kebiasaan pasien sehari-hari

Berikan informasi tentang keuntungan pengontrolan tekanan

darah

Page 16: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Beritahukan perkiraan efek samping obat yang mungkin terjadi

Beritahukan informasi tertulis mengenai hipertensi dan

obatnya bila memungkinkan

Petimbangkan penggunaan alat pengukur tekanan darah di

rumah supaya pasien dapat terlibat dalam penanganan

hipertensinya

Berikan pendidikan kepada keluarga pasien tentang penyakit

dan regimen obatnya

Libatkan keluarga dan kerabatnya tentang adherence minum

obat dan terhadap gaya hidup sehat

Yakinkan regimen obat dapat dijangkau biayanya oleh pasien

Bila memungkinkan telepon pasien untuk meyakinkan pasien

mengikuti rencana pengobatannya

Edukasi ke Pasien

Beberapa topik penting untuk edukasi ke pasien tentang penanganan

hipertensi:

Pasien mengetahui target nilai tekanan darah yang dinginkan

Pasien mengetahui nilai tekanan darahnya sendiri

Sadar kalau tekanan darah tinggi sering tanpa gejala (asimptomatik)

Konsekuensi yang serius dari tekanan darah yang tidak terkontrol

Pentingnya kontrol teratur

Peranan obat dalam mengontrol tekanan darah, bukan

menyembuhkannya

Pentingnya obat untuk mencegah outcome klinis yang tidak

diinginkan

Efek samping obat dan penanganannya

Kombinasi terapi obat dan non-obat dalam mencapai pengontrolan

tekanan darah

Pentingnya peran terapi nonfarmakologi

Page 17: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Obat-obat bebas yang harus dihindari (seperti obat-obat yang

mengandung ginseng, nasal decongestan, dll).

Tehnik mengukur tekanan darah

Sewaktu mengukur tekanan darah yang benar pasien harus:

Duduk tenang selama paling sedikit 5 menit sebelum tekanan darah

diukur. Bagian punggung/belakang bersandar dan lengan sejajar

dengan jantung. Telapak kaki menyentuh lantai dan kaki tidak boleh

disilangkan.

Gunakan pakaian yang nyaman, tanpa ada hambatan pada lengan

Bebas dari anxietas, stress, atau kesakitan

Berada di ruangan dengan temperatur nyaman

Pasien tidak boleh :

Meminum kopi selama sekitar 1 jam sebelum pengukuran

Merokok selama 15 - 30 menit sebelum pengukuran

Menggunakan obat atau zat yang mengandung stimulan adrenergik

seperti fenilefrin atau pseudoefedrin

Metode palpatory harus digunakan dalam mengukur tekanan darah.

4.5 Peran dan Peluang buat Apoteker

Selain melakukan asuhan kefarmasian seperti yang diuraikan diatas,

dalam membantu penatalaksanaan hipertensi selain berinteraksi dengan

pasien, apoteker berinteraksi dengan profesi kesehatan lainnya terutama

dokter. Apoteker dapat menjadi perantara antara pasien dan dokter.

Kebanyakan pasien terutama kalau sudah kenal baik dengan apotekernya

selalu membeli obat di apotik yang sama.

Selain dokter, apoteker adalah anggota tim kesehatan yang

mempunyai akses kepada informasi tentang semua obat yang di konsumsi

pasien. Seringnya dokter tidak menyadari terapi atau obat-obat lain yang

diresepkan oleh dokter lain kepada pasien. Dokter dan Apoteker dapat

Page 18: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

bekerja sama sehingga target yang diinginkan dokter tercapai. Apoteker

dapat membantu dokter dalam :

Memberi edukasi ke pasien mengenai hipertensi

Memonitor respon pasien di farmasi komunitas

Menyokong adherence terhadap terapi obat dan non-obat

Mendeteksi dan mengurangi reaksi efek samping, dan

Merujuk pasien ke dokter bila diperlukan.

Mendiskusikan dengan pasien keuntungan terapi hipertensi sama

pentingnya dengan mendiskusikan mengenai efek sampingnya. Apabila

pasien mengerti keuntungan yang potensial dari penggunaan obat untuk

hipertensi, pasien akan lebih cendrung untuk mematuhi terapinya. Sewaktu

diskusi untuk efek samping obat, Apoteker harus membicarakan

bagaimana mencegah atau menangani efek-efek samping bila muncul agar

pasien tetap meneruskan terapi obatnya.

Beberapa studi di Amerika telah menunjukkan kalau Apoteker yang

bekerja di klinik hipertensi atau dengan kolaborasi dengan dokter sanggup

memperbaiki penanganan pasien dengan hipertensi.

Terapi nonfarmakologi memerlukan perhatian yang cukup besar oleh

profesi kesehatan agar berhasil. Terapi nonfarmakologi memerlukan

perubahan sikap, dorongan dan nasihat yang terus menerus. Dengan

membantu pasien bagaimana melibatkan perubahan/modifikasi kedalam

gaya hidupnya dapat membantu pasien mencapai tujuan ini. Misalnya

Apoteker dapat mendiskusikan mengenai olahraga, menurunkan berat

badan, dan berhenti merokok.

Page 19: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

BAB III

PROSEDUR PRAKTIKUM

3.1 Langkah Pelayanan Resep

- Penerimaan resep

o Cek kelengkapan resep

o Catat riwayat pengobatan

- Analisis rasionalitas obat (tepat indikasi, pasien, dosis, cara pemakaian)

o Penjelasan mengapa ada obat yang dihilangkan dan sebagainya

- Penyiapan obat

o Penyiapan etiket

o Penyiapan obat masuk ke wadah dan beri etiket

- Pemeriksaan akhir

o Kesesuaian obat dengan resep

o Penyiapan materi informasi

- Penyerahan obat dan pemberian konseling

o Penyerahan obat

- Pemberian konseling

Page 20: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Resep

Resep yang didapat Merupakan Copy Resep

Resep yang seharusnya (kelengkapan yang harus ada pada resep) :

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINSIA : 12/X/AP/2009

APA: Hardi Mozer, AptJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 02179432222dr. Saleh

SIP : 12345678919Nama Dokter : dr. Muslim, SpDNama Pasien : Tn. TanuAlamat : Jalan Buntu No 17Tanggal :13 April 2014 No. 8

R/ Exfroge tab no xvS 2 dd I tab

R/ Tenormin 50 mg no LXS 1 dd I tab

R/ Hapsen 5 mg no LXS 1 dd I tab

R/ Phar flox no XS 1 dd I tab

p.c.c

Page 21: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Riwayat pengobatan

Nama pasien : Tn. Tanu

Umur : 65 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Ciputat Raya No. 4

Riwayat pengobatan :

- Obat lain yang sedang digunakan : Ttidak ada

- Penggunaan obat herbal/ tradisional : Tidak ada

- Riwayat alergi obat : Tidak ada

- Gejala yang dialami pasien : Hipertensi, mual, dan

kembung, disertai sesak

nafas

Informasi Obat

No

.

Nama Obat

(Kandungan)Indikasi

Aturan

pakaiEfek samping Interaksi obat Informasi lain

1 Exforge

(Amlodipine

besylate 5

mg, valsartan

80 mg)

Hipertensi

esensial pada

pasien dengan

tekanan darah

yang tidak

cukup

dikendalikan

hanya dengan

monoterapi.

1 tab/hari Nasofaringitis,

influenza, sakit

kepala, edema,

pitting oedema,

edema pada

wajah, edema

perifer, rasa

lemas yang

menyeluruh,

sensasi panas,

dan kemerahan

pada wajah.

Teofilin,

ergotamin,

suplemen K,

diuretik, hemat

Kalium,

pengganti

garam yang

mengandung

Kalium, dan

obat lain yang

dapat

meningkatkan

kadar K

Kontraindikasi :

Gangguan ginjal

berat (bersihan

kreatinin <10

mL/menit.

Angioedema yang

timbul selama

terapi awal degan

ACE inhibitor atau

ARB. Hamil dan

laktasi.

Tablet salut selaput

Page 22: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

(misalnya

heparin).

5 mg/80 mg (2 x

14) Rp 300.980)

2 Tenormin

(Atenolol)

Hipertensi,

angina

pektoris, late

intervention

sesudah

infark

miokard.

Hipertensi

50-100

mg/hari dosis

tunggal

Angina

pektoris

100 mg/hari

atau 50 mg

2x/hari

late

intervention

sesudah

infark

miokard

100 mg/hari

Bradikardia,

deteriorisasi

gagal jantung,

hipotensi

postrural yang

berhubungan

dengan sinkop,

ekstermitas

dingin, bingung,

pusing, sakit

kepala,

perubahan

suasana hati,

mimpi buruk,

psikosis,

halusinasi,

gangguan tidur,

mulut kering,

gangguan GI,

purpura,

trombositopenia

, alopesia, mata

kering,

eksaserbasi

psosiaris, reaksi

kulit

psoriasiform,

kemerahan,

parastesia,

impotensi,

bronkospasme,

ganguan

penglihatan,

Penghambat

saluran Ca

seperti

verapamil atau

diltiazem.

Penggunaan

bersamaan

dengan

dihidropiridin

meningkatkan

risiko

hipontensi.

Digitalis

glikosida,

klonidin,

disopiramid,

kuinidin, obat

simpatomimeti

k (misalnya

adrenalin).

Insulin, obat

antidiabetik

oral.

Penghambat

sintesa

prostaglandin

(misalnya

ibuprofen,

indometasin).

Obat anestesi

Kontraindikasi:

Blok jantung

derajat 2 atau 3,

syok kardiogeni.

Bradikardi,

hipotensi, asidosis

metabolik,

gangguan sirkulasi

perifer berat,

sindroma sick

sinus,

feokromositoma

yang tidak teratasi,

gagal jantung tidak

terkontrol.

50 mg x 2 x 14 Rp

167.513

Page 23: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

reaksi

hipersensitivitas

seperti

angioedema,

urtikaria,

kelelahan.

3 Hapsen

(bisoprolol

fumarate)

hipertensi,

angina dan

gagal jantung

kronik stabil.

1 tab 1x / hr

dpat

ditingkatkan

sampa 4

tablet (20 mg

/hr). Gagal

jantung

kronik stabil

awal 1,25

mg/hr pada

minggu

pertama,

dosis dititrasi

sebesar 2,5

mg – 3,75mg

– 5 mg/hr

tiap minggu,

titrasi dosis

dilanjutkan

sebesar 7,5 –

10 mg/hr tiap

bln. Besarnya

dosis

pemeliharaan

didasarkan

paada

toleransi

pasien.

Bronkospame

pada pasien

dengan asma

bronkial atau

riwayat penyakit

obstruksi

saluran nafa,.

Rasa lelah,

gangguan tidur,

rasa dingin,

mual-mintah,

diare,

konstipasi.

verapramil,

diltiazem HCL,

klonidin,

MAOI.

Kontra indikasi :

asma bronkial

berat, PPOK, gagal

jantung akut berat,

hipotensi.

Penggunaan :

bronskospame,

pemberian terapi

bersamaan dengan

anestesi inhalasi,

DM dengan

fluktasi tinggi pada

kadar glukosa

rendah.

5 mg x 30 (Rp

160.050)

4 Phar flox Infeksi Infeksi Mual, muntah, Kontraindikasi

Page 24: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

(ofloksasin

200 mg)

saluran nafas

bawah,

infeksi kulit

dan jaringan

lunak,

prostatitis,GO

tidak

terkomplikasi

, GO

terkomplikasi

, penyakit

pelvis

inflamatori,

ISK.

saluran nafas

bawah

200-400 mg

setiap 12 jam

selama 7-14

hari

infeksi kulit

dan jaringan

lunak

200-300 mg

setiap 12 jam

selama 7 hari

ISK

200-400 mg

setiap 12 jam

selama 3-7

hari

prostatitis

300 mg

setiap 12 jam

selama 6

minggu,

GO tidak

terkomplikas

i

400 mg dosis

tunggal

GO

terkomplikas

i

nyeri

epigastrum,

diare, dan tidak

nafsu makan.

Hipersensitif

terhadap ofloksasin

dan derivat

kuinolon, wanita

hamil dan

menyusui, anak-

anak sebelum masa

pubertas.

3 x 10 tab 200 mg

Rp 170.000

3 x 10 tab 400 mg

Rp 345.000

Page 25: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

400 mg

selama 7-9

hari penyakit

pelvis

inflamatori

2 x 400 mg

selama 14

hari

5 Propepsa

(sukralfat)

Tukak

lambung &

duodenum

Dewasa 10

mL 4x/hari

Berikan pada

saat perut

kosong 1 jam

sebelum atau

2 jam

sesudah

makan, dan

menjelang

tidur.

Konstipasi,

mulut kering,

diare, mual,

muntah, rasa

tidak nyaman

pada abdomen,

kembung,

pruritus, ruam

kulit,

mengantuk,

pusing, nyeri

punggung, sakit

kepala.

Simetidin,

siprofloksasin,

digoksin,

ketokonazol,

norfloksasin,

fenitoin,

ranitidine,

tetrasiklin,

teofilin.

Perhatikan :

Gagal ginjal

kronik, pasien

dialysis. Hamil,

laktasi. Anak-anak.

Suspensi 500

mg/5mL x 100 mL

x 1 (Rp 42,500),

200 mL x 1 (Rp

67,500).

Etiket Obat Yang Diserahkan

Exforge Pharflox (Golongan antibiotik tidak dapat

ditebus karena pasien menyerahkan kopi

resep)

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 021-7943222

SIP : 1111102000049APA : Laila Novilia, M.Sc, Apt

No. Resep : 88 tanggal resep : 14/04/14Nama pasien : Tn Tanu

Sehari 1 x 1 tab Sesudah makan

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 021-7943222

SIP : 1111102000049APA : Laila Novilia, M.Sc, Apt

No. Resep : 88 tanggal resep : 14/04/14Nama pasien : Tn Tanu

Sehari 2 x 1 tab (habiskan)Sesudah makan

Page 26: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

\

Tenormin Propepsa

Hapsen

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 021-7943222

SIP : 1111102000049APA : Laila Novilia, M.Sc, Apt

No. Resep : 88 tanggal resep : 14/04/14Nama pasien : Tn Tanu

Sehari 1 x 1 tab Sesudah makan

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 021-7943222

SIP : 1111102000049APA : Laila Novilia, M.Sc, Apt

No. Resep : 88 tanggal resep : 14/04/14Nama pasien : Tn Tanu

Sehari 4 x 2 sdtk Sebelum makan

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 021-7943222

SIP : 1111102000049APA : Laila Novilia, M.Sc, Apt

No. Resep : 88 tanggal resep : 14/04/14Nama pasien : Tn Tanu

Sehari 1 x 1 tab Sesudah makan

Page 27: Laporan Prak Fartis Antihipertensi
Page 28: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

KLINIK PRODI FARMASI FKIK UINJl. Kertamukti No. 100, Ciputat

Telp. 02179432222

Tanggal : 24 Maret 2014

Kepada : Tn/Ny Andi

No.Nama BarangUnitSatuanJumla

h1Exforge60Rp 10.000,00Rp

600.000,002Hapsen60Rp 3.000,00Rp

180.000,003Tenormin60Rp 7.350,00 Rp

441.000,004Propepsa1Rp. 42.500Rp

42.500,00Total + PPN 10% + biaya resep

Rp2000,00Rp 1.392.000,00Ttd,

(Paraf)

SEMOGA LEKAS SEMBUH

Harga Obat

Catatan :

Harga obat mengacu pada yang tertera dalam buku ISO Indonesia volume 46

tahun 2011 dan MIMS volume 12 tahun 2011

Percakapan Konseling

Percakapan antara apoteker dengan dokter penulis resep :

Apoteker : Assalamu’alaikum dok.

Dokter : Wa’alaikumussalam.

Apoteker : Maaf dok sebelumnya, saya Laila Novlia, apoteker dari klinik Prodi

Farmasi. Ada beberapa hal terkait obat-obatan yang dokter resepkan

terhadap pasien yang bernama Tn. Tanu. Apakah sebelumnya Tn. Tanu

berusia 65 tahun pernah berobat ke dokter? Karena yang saya dapatkan

Page 29: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

ini adalah kopi resep dok.

Dokter : Ya bu, benar. Ada apa bu?

Apoteker : Begini dok. Menurut keluhan dari istri pasien, Tn. Tanu ini mempunyai

hipertensi, mual, kembung disertai dengan sesak nafas. Akan tetapi, bila

dilihat dari resep yang diberikan ada beberapa yang kurang sesuai dok

menurut saya.

Dokter : Oh begitu bu, apa saja itu bu?

Apoteker : Dalam resep ini ada tiga obat antihipertensi, yaitu exforge, tenormin,

dan hapsen dok. Exforge merupakan obat antihipertensi yang

kandungannya berupa kombinasi dari amlodipin dan valsartan yang

merupakan golongan CCB dan ARB, menurut literatur yang saya baca.

Pasien hipertensi yang mendapat obat kombinasi ini, dosis yang

diberikan cukup 1 tablet per hari, sedangkan dalam resep tertulis 2 kali

sehari, ini bagaimana dok?

Dokter : Kalau begitu diubah saja bu.

Apoteker : Baiklah dok. Akan tetapi disini juga tertulis tenormin dan hapsen di

mana keduanya merupakan obat antihipertensi golongan β-blocker.

Sedangkan pasien mempunyai sesak nafas, apakah tetap diberikan?

Dokter : Ya, tetap diberikan.

Apoteker : Tapi dok, apa pasien memiliki riwayat angina pektoris?

Dokter : Tidak bu.

Apokter : Dalam resep ini tenormin dan hapsen diberikan dua kali sehari. Namun

aturan pakai tersebut diberikan bila pasien memiliki angina pektoris,

bila pasien hanya mempunyai hipertensi dan untuk pencegahan angina

pektoris cukup diberikan satu kali sehari.

Dokter : Baiklah bu, diubah saja aturan pakainya.

Apoteker : Dalam resep juga tertulis antibiotik phar flox yang berisi ofloksasin

digunakan satu kali sehari. Menurut literatur, dalam penggunaannya

antibiotik ini memiliki waktu paruh 1 jam, seharusnya diberikan dua

kali sehari. Bagaimana dok?

Dokter : Baiklah bu, diubah saja.

Apoteker : Maaf dok, satu lagi untuk propepsa, di apotek kami tidak ada dalam

bentuk tablet melainkan suspensi. Jadi apa boleh diganti dok bentuk

sediannya?

Dokter : Ya diganti saja tidak apa-apa.

Page 30: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Apoteker : Terimakasih banyak dok. Wassalamu’alaikum.

Dokter : Sama-sama bu. Wa’alaikumussalam.

Percakapan antara Apoteker dengan istri Pasien saat melakukan konseling :

Apoteker : Assalamu’alaikum ibu.

Istri Pasien : Wa’alaikumsalam ibu.

Apoteker : Saya adalah Silvia, apoteker di klinik ini ibu. Apakah ibu

adalah istri dari pasien bernama Tn. Tanu yang berumur 65

tahun?

Istri Pasien : Ya benar sekali. Saya istri dari Tn. Tanu.

Apoteker : Baiklah ibu. Disini saya akan menjelaskan terapi obat yang

akan digunakan oleh suami ibu Tn. Tanu. Jika tidak keberatan

saya minta sewaktu ibu 5 menit untuk menjelaskan ke ibu

secara langsung hal-hal yang berkaitan dengan semua terapi

obat yang akan digunakan bapak? Apakah ibu bisa?

Istri Pasien : Oh bisa ibu. Silahkan.

Apoteker : Terima kasih ibu. Saya ingin bertanya kepada ibu. Sebelumnya

informasi apa saja yang diberikan dari dokter yang menangani

suami ibu mengenai pengobatan yang akan diberikan ?

Istri Pasien : Saya belum dapat informasi yang jelas ibu.

Apoteker : Baik ibu. Saya jelaskan kepada ibu terapi obat yang akan

digunakan oleh Tn. Tanu. Obat yang pertama, yaitu Exforge,

yang digunakan untuk mengobati hipertensi bapak. Obat ini

dikonsumsi 1 kali sehari 1 tablet ya bu sesudah makan. Obat

yang kedua, yaitu Hiblok juga untuk mengobati hipertensi,

dikonsumsi 1 kali sehari sesudah makan juga. Obat yang ketiga,

yaitu Hapsen yang juga untuk mengobati hipertensi, dikonsumsi

1 kali sehari. Jadi bu, untuk terapi pengobatan Hipertensi Tn.

Tanu, terdapat 3 jenis obat yang dikombinasi bersama untuk

menurunkan tekanan darah bapak. Ketiga obat tersebut adalah

Exforge, Hiblok, dan Hapsen. Penggunaan obat ini sama

dimana dikonsumsi 1 kali sehari 1 tablet setelah makan. Obat

yang keempat adalah Pharflox. Obat ini adalah obat antibiotik

untuk infeksi saluran napas yang dialami bapak dan obat ini

dikonsumsi 2 kali sehari 1 tablet ya bu. Dan jangan lupa ibu,

Page 31: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

untuk obat antibiotik harus segera dihabiskan. Dan obat yang

terakhir adalah Neciblok. Obat ini digunakan untuk mengobati

kembung yang dialami bapak. Obat ini dikonsumsi 4 kali sehari

1 tablet ya bu. Sebelum saya akhiri konseling ini, saya ingin

bertanya pada ibu. Apakah masih ada yang kurang jelas atau

ada yang ingin ditanyakan lagi kepada saya bu?

Istri Pasien : Sudah ibu

Apoteker : Baiklah ibu. Terima kasih atas waktu dan perhatian ibu untuk

dapat melakukan konseling dengan saya. Saya sangat berharap

kepada ibu dapat memantau perkembangan bapak selama terapi

menggunakan obat ini dan tentunya dibutuhkan kepatuhan dari

bapak untuk selalu mengkonsumsi obat-obat ini demi

kesembuhan bapak dengan segera. Semoga bapak cepat sembuh

ya ibu.

Istri Pasien : Iya ibu. Terima kasih atas informasi yang telah anda berikan.

Apoteker : Sama-sama ibu. Saya permisi dulu ibu. Assalamu’alaikum.

Istri Pasien : Oh iya ibu, silahkan. Wa’alaikumsalam.

Page 32: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

4.2 Pembahasan

Pada praktikum farmasi praktis kali ini, kami membahas mengenai

peran farmasis dalam penanganan resep obat hipertensi. Dimana obat yang

diresepkan oleh dokter adalah sebagai berikut :

Resep yang di tebus pasien ini merupakan salinan resep atau copy resep.

Copy Resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Istilah lain dari copy resep

adalah ”apograph” atau ”Exemplum”. Salinan resep adalah salinan yang dibuat

oleh apotek, selain memuat semua keterangan yang terdapat dalam resep aslinya

juga harus memuat :

1. Nama dan alamat apotek

2. Nama dan nomor Izin Apoteker Pengelola Apotek (APA)

3. Tanda tangan atau paraf Apoteker Pengelola Apotek (APA)

4. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, tanda nedet (nedetur)

untuk obat yang belum diserahkan.

5. Nomor resep dan tanggal pembuatan

Page 33: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

Salinan resep dapat digunakan sebagai ganti resep, misalnya bila

sebagian obat diambil atau untuk mengulang, maka resep asli diganti dengan

copy resep untuk mengambil yang sebagian tersebut. Orang yang berhak

meminta salinan resep adalah dokter penulis resep, penderita, petugas

kesehatan, atau petugas lain berwenang menurut peraturan perundang-

undangan.

Pada resep yang diberikan pasien ini terdapat beberapa kekurangan

yaitu, tidak adanya nama Apoteker Pengelola Apotek (APA), tidak

terdapatnya tanda tangan APA, dan tidak adanya nomor surat izin APA.

Tindakan yang dilakukan apoteker seharusnya, yaitu menghubungi dokter

yang bersangkutan yang menuliskan resep tersebut, agar didapat kejelasan

tentang keabsahan resep tersebut.

Resep yang ditebus pasien merupakan obat-obatan untuk mengatasi

hipertensi. Untuk penyakit hipertensi obat yang digunakan pada dasarnya

merupakan obat-obatan kombinasi, maka sebagai apoteker atau farmasis

harus tau tentang interaksi obat-obatan, farmakoknetika obat, serta

biofarmasinya sehingga bisa menganalisa obat-obatan yang akan digunakan

pasien. Jika ditemukan ada penggunaan obat yang tidak rasional, sebagai

apoteker yang benar seharusnya menghubungi dokter yang menulis resep

tersebut begitu juga jika tulisan dokter tidak jelas.

Pada resep, obat yang digunakan, yaitu :

Exfroge (Amlodipine besylate 5 mg, valsartan 80 digunakan untuk obat

hipertensi esensial pada pasien dengan tekanan darah yang tidak cukup

dikendalikan hanya dengan monoterapi bagi pasien 2 kali sehari sebelum

makan. Dosis sehari 2x1 tablet seharusnya diturunkan karena pasien

hanya mengalami hipertensi dan belum mengalami komplikasi lainnya.

Tenormin (Atenolol) digunakan untuk obat hipertensi dan angina

pektoris pasien. 50 mg digunakan 1 kali sehari sebelum makan. Hapsen

(bisoprolol fumarate) digunakan untuk obat hipertensi pasien merupakan

kombinasi Tenormin 5 mg 1 kali sehari sebelum makan. Untuk kedua

Page 34: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

obat ini, dikarenakan dari golongan yang sama sebaiknya dosisnya

diturunkan menjadi sehari 1 x 1 tablet.

Phar flox (ofloksasin 200 mg) digunakan untuk obat sesak nafas pasien

(infeksi saluran napas) 1 kali sehari sebelum makan. Untuk golongan

antibiotik perlu aturan khusus yaitu : jika melayani obat keras dalam

resep salinan, resep tersebut merupakan resep dari apotik kita sendiri dan

tidak melayani dari apotik lain.

Propepsa merupakan obat dari golongan sukralfat untuk penanganan

tukak peptik pasien. Untuk propepsa, ada sedian yang lebih efektif untuk

pasien, yaitu sediaan suspensi. Karena sediaan dengan bentuk suspensi

memiliki mekanisme kerja lebih cepat dari pada sediaan tablet yang

tercantum pada resep. Jika apoteker ingin mengganti sediaan tersebut

harus menghubungi dokter terlebih dahulu.

Dalam praktikum kali ini, pemberian konseling hanya dilakukan oleh

perwakilan dari salah satu anggota kelompok yang mewakili seluruh

kelompok praktikum agar tidak membuang-buang waktu.

Konseling dilakukan dengan tujuan agar pasien atau wali pasien dapat

benar-benar memahami cara penggunaan obat yang benar dan mengetahui

khasiat dari obat yang akan pasien konsumsi sehingga tidak terjadi kesalahan

dalam penggunaan obat dan tidak menimbulkan efek samping yang tidak

diinginkan.

Dalam pemberian konseling hal pertama yang harus dilakukan adalah

memperkenalkan diri dan memastikan bahwa pasien tersebut memanglah

pasien atau wali dari pasien yang akan diberi obat yang telah disiapkan.

Kemudian, apoteker akan menanyakan apakah pasien/wali pasien bersedia

untuk melakukan konseling. Jika ia bersedia, hal berikutnya yang harus

dilakukan adalah apoteker menanyakan apakah pasien/wali pasien telah

mendapatkan informasi mengenai obat yang diberikan oleh dokter, pada

praktikum kali ini pasien belum mendapatkan informasi dari dokter mengenai

obat yang diberikan. Oleh karena itu, apoteker kemudian menjelaskan

Page 35: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

informasi apa saja yang perlu pasien/wali pasien ketahui mengenai obat

tersebut satu persatu beserta cara penggunaannya.

Setelah selesai memberikan informasi, berikutnya apoteker meminta

pasien untuk mengulang informasi yang diberikan tadi untuk mengkonfirmasi

apakah pasien tersebut benar-benar telah mengerti. Namun, pada praktikum

kali ini hal ini tidak dilakukan, melainkan apoteker hanya bertanya kepada

pasien apakah ada yang kurang dimengerti mengenai informasi yang

diberikan tersebut. Jika pasien sudah merasa cukup jelas dengan informasi

yang telah diberikan hal terakhir yang harus dilakukan adalah menutup

konseling dengan harapan dan salam.

Dalam pemberian konseling tidak ada masalah dengan informasi obat

maupun obat-obat yang diberikan karena sebelumnya telah dilakukan

konsultasi dengan dokter yang terkait mengenai obat yang diberikan. obat

yang diresepkan sudah benar tetapi dalam pemberian dosis terdapat

perubahan sesuai dengan kondisi pasien.

Page 36: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dalam praktikum farmasi praktis kali ini, ada beberapa kesimpulan

yang dapat praktikan ambil diantaranya :

Nama pasien : Tn. Tanu

Umur pasien : 65 tahun

Penyakit dan keluhan pasien : Hipertensi

Obat yang diberikan : Exfroge (Amlodipine besylate 5 mg)

sebanyak 60 tablet, Tenormin (Atenolol 50

mg) sebanyak 60 tablet, Hapsen

(bisoprolol fumarate) sebanyak 60 tablet,

Propepsa

Harga obat total : Rp 1.392.000,00

5.2 Saran

Sebaiknya, praktikan yang akan berperan sebagai apoteker membuat

catatan tentang apa saja yang akan diinformasikan kepada pasien terkait obat-

obatan yang akan dikonsumsi, dan telah berlatih sebelumnya. Sehingga, pada

praktiknya, praktikan tidak terbata-bata atau bingung akan hal apa saja yang

akan diinformasikan kepada pasien.

Page 37: Laporan Prak Fartis Antihipertensi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Anonim. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta:

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian

dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan

DiPiro, Joseph T., et. Al. 2005. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach,

6th edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division

Goodman & Gilman. 2012. Dasar Farmakologi Terapi Edisi 10, Vol. 2. Jakarta:

EGC