laporan ppgd

35
BAB I DASAR TEORI 1.1 Pertolongan Pertama (PPGD) Pertolongan pertama pada gawat darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat (cidera atau sakit mendadak). PPGD bertujuan untuk mencegah bahaya kematian atau mempertahankan hidup korban, mencegah cacat, mencegah penurunan kondisi fisik korban, mencegah infeksi pada korban dan mengurangi rasa sakit korban. Filosofi PPGD adalah “Time Saving is Living Saving” yang berarti bahwa seluruh tindakan pada kondisi ini pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan menit (henti nafas lama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian). Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai, tetapi hanya memberi bantuan sementera sampai didapatkan (bila diperlukan) perawatan medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan medis. Pada kebanyakan kasus cidera dan penyakit membutuhkan hanya perawatan pertolongan pertama. Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong harus berhati-hati dan tidak 1 | Page

Upload: elaine-wheeler

Post on 27-Nov-2015

150 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

pertolongan pertama gawat darurat

TRANSCRIPT

BAB I

DASAR TEORI

1.1 Pertolongan Pertama (PPGD)

Pertolongan pertama pada gawat darurat (PPGD) adalah serangkaian usaha

pertama yang dapat dilakukan pada kondisi gawat darurat dalam rangka

menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat darurat (cidera atau sakit

mendadak). PPGD bertujuan untuk mencegah bahaya kematian atau

mempertahankan hidup korban, mencegah cacat, mencegah penurunan kondisi

fisik korban, mencegah infeksi pada korban dan mengurangi rasa sakit korban.

Filosofi PPGD adalah “Time Saving is Living Saving” yang berarti bahwa

seluruh tindakan pada kondisi ini pasien dapat kehilangan nyawa dalam hitungan

menit (henti nafas lama 2-3 menit dapat mengakibatkan kematian).

Pertolongan pertama tidak melakukan penanganan medis yang sesuai, tetapi

hanya memberi bantuan sementera sampai didapatkan (bila diperlukan) perawatan

medis, atau sampai dipastikan kemungkinan pulih tanpa perawatan medis. Pada

kebanyakan kasus cidera dan penyakit membutuhkan hanya perawatan

pertolongan pertama.

Dari semua tindakan yang dilakukan selama pemeriksaan awal, penolong

harus berhati-hati dan tidak memindahan korban bila tidak penting untuk

menyelamatkan jiwa. Semua gerakan yang tidak penting atau pengenanannya

yang kasar harus dihindari karena dapat memperburuk cidera tulang belakang atau

fraktur yang tidak terdeteksi.

Untuk mengetahui keparahannya, penolong harus mengikuti pendekatan

sistematis atau yang dikenal sebagai pengkajian korban. Pengkajian korban

bertujuan untuk :

1. Mendapatkan persetujuan/konsen dari korban (oral konsen, implied

consent, konsen dari polisi, atau pada keadaan darurat dapat dilakukan

tanpa ijin)

2. Mendapatkan kepercayaan dari korban

3. Mengidentifikai masalah korban dan menentukan kebutuhan PPGD, dan

1 | P a g e

4. Mendapat informasi tentang korban yang mungkin dapat sangat berguna

untuk pemberian layanan kedaruratan medis (LKM).

Pengkajian korban secara medis dibagi menjadi dua langkah yaitu :

a. Pemeriksaan primer meliputi A-B-C-(D-H) yaitu A (Airway), B (Breathing), C

(Circulation), serta D (Disability) dan H (Hemorhagie).

b. Pemeriksaan skunder. Pemeriksaan sekunder meliputi:

1. Wawancara yang terdiri dari : “SAMPLE PAIN” yaitu S = Symtom/gejala

(keluhan utama, A = Alergi, M = Medicine (Obat-obatan), P = Pain

(Penyakit terdahulu), L = Last Eat (Makan terakhir), E = Exidance

(Peristiwa yang terjadi sebelum kedaruratan), P = Periode nyeri (Berapa

Lama), A = Area (dimana), I = Intensitas, N = Nulitas (apa yang

menghentikannya)

2. Pemeriksaan tanda-tanda vital

3. Pemeriksaan tubuh secara keseluruhan dari kepala hingga kaki dan Tag

(peringatan medis dipakai seperti kalung atau gelang yang menarik

perhatian disaat terjadi keadaan darurat). Tag ini sebaiknya tidak

dilepaskan dari orang yang mengalami cidera atau sakit.

Bila diperlukan, hubungi Sistem Layanan Kedaruratan Medis (LKM)

untuk memberikan bantuan seperti regu penolong (pemadam kebakaran), polisi

layanan ambulan (1-1-8), atau dokter pribadi. Beritahukan apa yang terjadi

dengan menyebut jumlah korban, kesadaran korban, perkiraan usia dan jenis

kelamin, lokasi kejadian secara lengkap, nama dan nomor telepon Anda/pelapor.

Cara melakukan cek kesadaran pada pasien dengan metode AV-PU :

a. A (Alert) :Korban sadar, jika tidak sadar lanjut ke poin V

b. V (Verbal) :Cobalah memanggil-manggil korban dengan cara berbicara

keras ditelinga korban (pada tahap ini jangan sertakan dengan

menggoyang atau menyentuh pasien),jika tidak merespon lanjut ke P,

c. P (Pain) :Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling

mudah adalah menekan bagian putih dari kuku tangan (dipangkal kuku),

selain itu dapat juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum)

dan juga areal diatas mata (supra orbital).

2 | P a g e

d. U (Unresponsive) :Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien tidak

bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive ( tidak sadar).

1.2 Resusitasi Jantung Paru (RJP)

Istilah resusitasi atau reanimasi di dalam kamus-kamus diartikan sebagai

menghidupkan kembali atau memberi hidup baru. Dalam arti luas resusitasi

merupakan segala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang

berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk mencegah kematian. Kematian di

dalam klinik diartikan sebagai hilangnya kesadaran dan semua refleks, disertai

berhentinya pernafasan dan peredaran darah yang ireversibel. Oleh karena itu

resusitasi merupakan segala usaha untuk mengembalikan fungsi sistem

pernafasan, peredaran darah dan saraf, yang terhenti atau terganggu sedemikain

rupa sehingga fungsinya dapat berhenti sewaktu-waktu, agar kembali menjadi

normal seperti semula. Karenanya timbullah istilah “Cardio – Pumonary –

Resuscitation” (CPR) yang dalam bahasa Indonesia menjadi Resusitasi Jantung

Paru (RJP).

Tujuan RJP yang penting adalah mengusahakan sekuat tenaga agar ventilasi

paru dapat pulih kembali seperti sediakala. RJP bermanfaat untuk menyelamatkan

korban serangan jantung, kasus tenggelam, kekurangan nafas, tersengat listrik,

dan kelebihan obat. RJP dilakukan pada saat jantung dan pernafasan korban telah

berhenti bekerja. Penyelamatan pernafasan digunakan pada saat nadi masih

berdenyut tetapi tidak ada perNafasan. Seorang dokter gigi seharusnya mampu (1)

Mengenali tanda-tanda serangan jantung, (2) Memberikan RJP, dan (3)

Menghubungi Layanan Kedaruratan Medis (LKM).

Beberapa penyebab henti jantung dan nafas adalah :

1. Infark miokard akut, dengan komplikasi fibrilasi ventrikel, cardiac

standstill, aritmia lain, renjatan dan edema paru.

2. Emboli paru, karena adanya penyumbatan aliran darah paru.

3. Aneurisma disekans, karena kehilangan darah intravaskular.

3 | P a g e

4. Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau kegagalan paru berat,

tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea, pneumothoraks, kelebihan dosis

obat, kelainan susunan saraf pusat.

5. Gagal ginjal, karena hiperkalemia

Henti jantung biasanya terjadi beberapa menit setelah henti nafas. Umumnya,

walaupun kegagalan pernafasan telah terjadi, denyut jantung masih dapat

berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti jantung, dilatasi pupil

kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai terjadi 45 detik setelah aliran

darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik.

Bila telah terjadi dilatasi pupil maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 %

kerusakan otak irreversibel. Tanda-tanda henti jantung :

1. Kesadaran hilang (dalam 15 detik setelah henti jantung)

2. Tak teraba denyut arteri besar (femoralis dan karotis pada orang dewasa

atau brakialis pada bayi)

3. Henti nafas atau mengap-megap (gasping)

4. Terlihat seperti mati (death like appearance)

5. Warna kulit pucat sampai kelabu

6. Pupil dilatasi (setelah 45 detik).

RJP dapat digolongkan dalam 3 macam cara yaitu pemberian (1) nafas bantuan

(2) nafas buatan (3) pijat jantung.

(1). Nafas Bantuan

Nafas bantuan adalah Nafas yang diberikan kepada pasien untuk menormalkan

frekuensi Nafas pasien yang dibawah normal (frekuensi Nafas orang dewasa

muda adalah 12-20 kali per menit). Prinsipnya adalah memberikan dua kali

ventilasi sebelum kompresi dan memberikan dua kali ventilasi per 10 detik setelah

kompresi. Terdiri dari dua tahap :

a. Memastikan korban/pasien tidak berNafas. Dengan cara melihat pergerakan

naik turunnya dada, mendengar bunyi Nafas dan merasakan hembusan Nafas

4 | P a g e

korban/pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut

dan hidung korban/pasien, sambil tetap mempertahankan jalan Nafas tetap

terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

b. Memberikan bantuan Nafas. Jika korban/pasien tidak berNafas, bantuan Nafas

dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma

(lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan

Nafas sebanyak dua kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan

adalah 1,5 – 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 7000 – 1000

ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban/pasien terlihat mengembang. Cara

memberikan bantuan perNafasan, antara lain:

Mulut ke mulut

Bantuan perNafasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang tepat dan efektif

untuk memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dilakukan

hembusan Nafas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil Nafas dalam

terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut

korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan Nafas dan

juga penolong harus menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan

jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara

yang diberikan pada kebanyakkan orang dewasa adalah 700 – 1000 ml(10 ml/kg). Volume

udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara

memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak

memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami

luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus

menutup mulut korban/pasien.

Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang

menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan

perNafasan maka harus dilakukan ventilasidari mulut ke stoma.

5 | P a g e

(2). Nafas Buatan

Nafas buatan adalah cara melakukan Nafas buatan yang sama dengan Nafas

bantuan, tetapi Nafas buatan diberikan pada pasien yang mengalami henti Nafas.

Diberikan dua kali efektif (dada mengembang ). Beberapa hal yang perlu

diperhatikan sebelum melakukan tindakan RJP yaitu:

o Periksa kesadaran orang yang akan diberi bantuan pernafasan

o Harus ada tenaga lain yang dapat menolong

o Posisi penderita

o Letakkan penderita dengan muka menghadap ke atas ( posisi terlentang) pada dasar

yang kokoh. Kontrol kepala dan leher ketika akan membalik penderita,

terutama bila terdapat tanda- tanda trauma, fraktur, atau luka- luka di dalam

tubuh yang terdapat memperburuk perawatan selanjutnya. Apabila penderita

mengalami trauma medulla spinalis, pertahankan kepala penderita pada posisi

netral dan gerakkan bersama badan sebagai satu bagian. Membuat jalan nafas

dan menjaga agar tetap terbuka Upayakan agar tidak ada yang menghalangi jalan

pernafasan seperti lidah, cairan lendir, muntah yang mungkin dapat menghalangi

gerakan udara melalui faring, demikian pula ikat pinggang, BH, danan stagan

harus di longgarkan. Bagi penderita yang tenggelam, air yang masuk ke dalam

lambung dan paru harus dikeluarkan.

Tindakan resusitasi perlu diperhatikan bilamana denyut nadi arteri mulai

teraba, mulai timbul pernafasan spontan, dan secara bertahap kesadaran penderita

pulih kembali. Tindakan resusitasi perlu dihentikan bilamana tindakan RJP

efektif telah berlangsung 30 menit tetapi kriteria- kriteria berikut masih

dijumpaiyaitu:

1) Ketidaksadaran menetap

2) Korban sadar kembali (dapat berNafas dan denyut nadi teraba kembali)

3) Tidak timbul pernafasan spontan

4) Denyut nadi tidak teraba

5) Pupil berdilatasi dan menetap

6) Atau denyut nadi karotis telah teraba.

7) Digantikan oleh penolong terlatih atau layanan kedaruratan medis

6 | P a g e

8) Penolong kehabisan tenaga untuk melanjutkan RJP

9) Keadaan menjadi tidak aman (Asih,1996)

(3). Pijat Jantung

Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompa darah.

Terdiri dari 2 tahapan :

1.Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien. Ada tidaknya denyut

jantung korban/pasien dapat ditentukandengan meraba arteri karotis di daerah

leher korban/ pasien, dengandua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan tengah)

penolong dapatmeraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian

kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kira-kira 1 – 2 cm rabadengan

lembut selama 5 – 10 detik. Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali

memeriksa perNafasan korban denganmelakukan manuver tengadah kepala

topang dagu untuk menilaiperNafasan korban/pasien. Jika tidak berNafas lakukan

bantuanperNafasan, dan jika berNafas pertahankan jalan Nafas.

2. Memberikan bantuan sirkulasi. Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung,

selanjutnyadapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengankompresi

jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuritulang iga kanan

atau kiri sehingga bertemu dengan tulangdada (sternum).

Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kuranglebih 2 atau 3

jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan tangan

penolong dalam memberikan bantuansirkulasi.

Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan caramenumpuk satu telapak

tangan di atas telapak tangan yanglainnya, hindari jari-jari tangan menyentuh

dinding dadakorban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan

ataumenyilang.

Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dindingdada korban

dengan tenaga dari berat badannya secara teratursebanyak 30 kali (dalam

15 detik = 30 kali kompresi) dengankedalaman penekanan berkisar antara

1.5 – 2 inci (3,8 – 5 cm). Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan

7 | P a g e

dadadibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap

kalimelakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakanuntuk

melepaskan kompresi harus sama dengan pada saatmelakukan kompresi.

(50% Duty Cycle).

Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan ataumerubah posisi

tangan pada saat melepaskan kompresi.

Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian Nafas adalah 30 : 2 (Tiap 15 detik

= 30 kompresi dan 2 kali tiupan nafas),dilakukan baik oleh 1 atau 2

penolong. Dari tindakan kompres iyang benar hanya akan mencapai

tekanan sistolik 60 – 80mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan

curah jantung (cardiac output ) hanya 25% dari curah jantung normal.

8 | P a g e

BAB II

HASIL PERCOBAAN

Pertanyaan

1. Jelaskan mengapa mahasiswa fakultas kedokteran gigi memerlukan

pengetahuan PPDG dan RJP?

2. Apa yang anda lakukan apabila anda temukan gigi tiruan pasien anda tertelan?

3. Apa gunanya metode blackblow di bidang kedokeran gigi?

4. Apa gunanya metode Heimlich Manuver di bidang kedokteran gigi?

5. Apa gunanya metode chest thrust di bidang kedokteran gigi?

6. Apa yang anda lakukan disaat anda jumpai seseorang mengalami pingsan

setelah kecelakaan lalu lintas?

Jawaban

1. Karena sangat memungkinkan pada saat seorang dokter gigi meakukan

pelayanan kesehatan, lalu menjumpai pasien dalam keadaan gawat darurat ,

maka seorang dokter gigi itu dapat memberikan pertolongan pertama sesuai

PPDG, RJP untuk menyelamatkan pasien dari kematian pada kondisi gawat

darurat, serta menghubungi menghubungi layanan kedaruratan medik (LKM)

untuk penanganan lebih lanjut.

2. Berusaha mengeluarkan gigi tiruan tersebut dengan cara cross-finger yaitu

menggunakan dua jari (ibu jari dan telunjuk) yang digunakan untuk chin lift,

ibu jari mendorong rahang atas ke atas dan telunjuk menekan rahang bawah ke

bawah. Lalu lihat apakah ada gigi tiruan atau benda kecil lain yang tertelan.

Kemudian keluarkanlah benda tersebut.. Jika pasien bayi atau anak-anak

menggunakan metode black blow dengan memukul menggunakan telapak

tangan daerah diantara tulang scapula di punggung. Jika pasien orang dewasa,

menggunakan metode Heimlich Manuver. Metode ini dlakukan untuk

mengeluarkan gigi tiruan yang tertelan agar dapat dimuntahkan.

3. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan

kesehatan gigi pada anak-anak. Metode ini berfungsi untuk melancarkan

9 | P a g e

jalannya pernafasan. Apabila metode ini digunakan pada orang dewasa

bisasanya dapat mengakibatkan pembengkakan pada saluran pernafasan

4. Untuk membebaskan jalan nafas pasien dan menangani kemungkinan

tertelannya benda asing saat pelayanan kesehatan gigi pada orang dewasa.

Metode ini dapat digunakan pada segala usia dan jenis kelamin.

5. Untuk menangani kemungkinan tertelannya benda asing saat pelayanan

kesehatan pada ibu hamil dengan cara memposisikan tangan serta mendorong

tangan ke arah dalam atas.

6. Melakukan tindakan pertolongan pertama gawat darurat diawali dengan

pengkajian primer ABC-DH = Airway,Breathng,circulation,disability dan

Hemoraghie kemudian dilanjutkan pemeriksaan sekunder wawancara

SAMPLE PAIN, pemriksaan tanda vital dan pemeriksaan tubuh secara

keseluruhan dari kepala hingga kaki.

10 | P a g e

BAB III

PEMBAHASAN

Resusitasi jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni :

1. Bantuan hidup dasar / BHD adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga

jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan

tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat

mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya

sambil menunggu pengobatan lanjutan. Tahapan bantuan hidup dasar meliputi :

a. Airway (jalan nafas)

Untuk membantu korban agar proses pernafasannya menjadi lancar

dengan melihat adakah hal/benda yang menghalangi jalan nafasnya . Jika ada ,

maka segera dikeluarkan dengan cara memposisikan korban untuk berbaring dan

terlentang .Lalu dilakukan pengankatan dagu dengan menggunakan dua jari utnuk

mengangkat tulang dagu ke atas dan menggunakan tangan yang lain untuk

menarik kepala ke belakang dan menutup hidung pasien untuk membebaskan

jalan nafas korban . Lalu melakukan upaya pembukaan rongga mulut dan segera

keluarkan benda asing yang menghalangi jalannya nafas . Jika terdapat sumbatan

harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan

jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan

sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang

dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari

diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban. Misalnya gigi

pasangan yang lepas dan masuk ke saluran nafas. Jika korban tidak sadar dan

jalan nafas tertutup, maka dapat dilakukan dengan memiringkan kepala ke

samping, agar sumbatan dapat lebih mudah dikeluarkan.

Setelah jalan Nafas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasanya

pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan

menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan Nafas.

Pembebasan jalan Nafas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala

11 | P a g e

topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Rahang

Bawah).

b. Breathing (Pernafasan)

Metode pengecekan nafas menggunakan metode Look, Listen, dan Feel.

1. Look : Melihat apakah ada gerakan dada atau gerakan bernafas dan amati

apakah gerakan tersebut simetris atau tidak

2. Listen : Mendengarkan apakah ada suara nafas normal dan apakah ada

suara nafas abnormal yang bisa timbul karena hambatan sebgaian jalan nafas.

Jenis-jenis suara tersebut antara lain :

Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan

jalan nafas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka

lakukan pengecekan langsung dengan cross finger untuk membuka mulut.

Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan

yang disebabkan oleh cairan ,misalnya darah . Maka dilakukan tindakan cross

finger lalu finger sweep untuk menyapu rongga mulut dengan kain dari

cairan-cairan

Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebabkan karena

pembengkakan atau edema pada trakea , untuk pertolongan pertama tetap

lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja.

3. Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa panas dari

korban.

Setelah serangkaian step diatas dilakukan , maka penolong mengamati dan

melihat ada tidaknya pergerakan dada dan mencatat nafas korban

c. Circulation (Sirkulasi buatan)

Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung

(cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada

seseorang yang tadinya tidak apa-apa.

Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus

diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi dengan langkah-

12 | P a g e

langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk

pernafasan dan sirkulasi buatan.

Cara Pelaksanaan KJL:

KJL dapat dikerjakan oleh satu orang atau dengan dua orang penolong dan

masing-masing memiliki urutan tata kerja sendiri-sendiri. Adapun urutan tata

kerja KJL dijelaskan sebagai berikut:

I. Penolong Satu Orang

Menurut Richard H. S. (1979: 421-425), The Committe on Trauma: American

College of Surgeons (Yayasan Essentia Medica, 1983: 26), Hendrotomo (1986:

506- 507), dan Youngson dialihbahasakan Hadyana (1997: 9-11) pelaksanaan

KJL untuk penolong satu orang dapat dikerjakan dengan cara korban harus dalam

posisi horisontal dan diletakkan di atas lantai atau permukaan yang rata dan keras,

meninggikan ekstremitas bawah karena tindakan meninggikan ekstremitas bawah

dapat memperbesar venous return dan isi semenit jantung, penolong

menempatkan dirinya di samping korban, dan menentukan lokasi ujung processus

xiphoideus. Pangkal telapak tangan diletakkan tiga jari di atasnya pada sumbu

memanjang sternum. Tangan yang lain diletakkan di atas tangan yang pertama,

lalu bahu si penolong harus berada langsung di atas sternum korban. Dengan bahu

dan lengan yang lurus, penekanan dilakukan vertikal ke bawah sehingga sternum

terdesak masuk ke dalam 1 ½ - 2 inci (± 3 ½ sampai 5 cm) pada orang dewasa.

Lakukan kompresi dada selama 12-15 kali kemudian mengambil posisi untuk

pemberian pernafasan buatan (ventilasi) secara mouth to mouth selama 2 kali,

sehingga kegiatan tersebut dikerjakan dengan perbandingan 12-15 kali kompresi

dan 2 kali ventilasi (15 x 2).

Kompresi harus dikerjakan secara lancar, teratur dan tidak terputus-putus.

Rileksasi segera terjadi setelah penekanan, tetapi pangkal telapak tangan si

penolong harus tetap berada pada sternum. Penekanan jangan sampai “memantul”

(harus mantap) dan pada puncak tekanan perlu dipertahankan beberapa waktu (0,5

– 1 detik) kemudian dilepaskan kembali keposisi semula. Kecepatan kompresi

dada sekitar 80 kali/menit dan paling sedikit 60 kali/menit, sedangkan untuk

ventilasi 2 kali dalam waktu 5 detik. Kecepatan ini diperlukan untuk

13 | P a g e

mempertahankan kecepatan kompresi jantung sebesar 60 kali dalam semenit dan

melakukan 2 kali perNafasan buatan. Jadi perbandingannya 15 : 2. Kecepatan

yang benar dapat dipertahankan oleh penolong tunggal dengan menghitung “one

and two, and three” sampai fifteen. Pertahankan kepala tetap dalam posisi

ekstensi, kalau perlu bahu ditinggikan untuk mempertahankan posisi tersebut.

Pemberian kompresi dan ventilasi dilakukan secara bergantian dengan waktu yang

tepat, cepat dan efektif.

II. Penolong Dua Orang

Kedua penolong berada pada sisi korban, penolong I melakukan ventilasi,

sedangkan penolong II melakukan kompresi dada. Kecepatan KJL untuk 2 orang

penolong adalah 60 /menit, dan ventilasi dilakukan setelah kompresi dada yang

kelima, yaitu dengan perbandingan 5 : 1. Untuk mempertahankan kecepatan yang

benar, penolong yang melakukan kompresi dada korban harus menghitung keras-

keras, “one-one thousand”, “two-one thousand”, sampai “five-one thousand”,

karena cara menghitung seperti ini dapat mempertahankan frekuensi KJL yang

tepat. Pergantian tugas antara kedua penolong sangatlah penting karena tindakan

KJL yang dilakukan dengan benar merupakan pekerjaan yang berat. Pertukaran

ini dilakukan dengan berpindahnya penolong yang mengerjakan perNafasan

buatan ke samping korban segera setelah pengembangan paru-paru. Ke dua belah

tangannya disiapkan di udara dekat tangan si penolong yang berada pada dada

korban. Biasanya setelah penekanan ke tiga atau ke empat, penolong satunya

menyelesaikan urutan tindakan ini.

2. Bantuan hidup lanjut / BHL adalah usaha yang dilakukan setelah dilakukan

usaha hidup dasar dengan memberikan obat-obatan yang dapat memperpanjang

hidup pasien. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu :

1. Penting, misalnya :

Adrenalin

Natrium bikarbonat

Sulfat Atropin

14 | P a g e

Lidokain

2. Berguna, misalnya :

Isoproterenol

Propanolol

Kortikosteroid. (5)

Natrium bikarbonat

Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1

mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10

menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif

tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis,

takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka

ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.

A. Pemeriksaan frekuensi denyut arteri Karotis

1. Cuci tangan pemeriksa dengan air bersih

2. minta pasien melepaskan baju sehingga bagian leher terlihat jelas

3. pasien duduk dengan posisi tangan diistirahatkan diatas paha

4. Inspeksi kedua sisi leher untuk melihat denyut arteri karotis

5. Mintalah pasien untuk memalingkan kepala pada sisi arah yang berlawanan

dengan yang akan diperiksa

6. Kemudian lakukan palpasi dengan lembut, jangan terlalu keras untuk

menghindari rangsangan sinus karotid

7. Dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk palpasi sekitar otot

sternokleidomastoideus bagian medial

8. Perhatikan perubahan denyut pada saat menarik atau menghembuskan Nafas

9. Hitung frekuensi nadi dengan alat pengukur waktu untuk 30 detik, kemudian

hasilnya dikalikan 2. Bila irama tidak teratur hitung selama 1 menit

Berdasarkan kuat dan lemahnya denyut arteri diklasifikasikan :

i. Tidak teraba denyut : 0

ii. Ada denyut tetapi sulit teraba : +1,

15 | P a g e

iii. Denyut normal teraba dengan mudah dan tidak mudah hilang : +2

iv. Denyut kuat, mudah teraba seakan- akan memantul terhadap ujung jari serta

tidak mudah hilang : + 3

Pada saat praktikum denyut arteri karotis teraba dengan mudah dan tidak mudah

hilang jadi denyut nadi orang coba adalah normal.

B. Pemberian nafas bantuan dari mulut ke mulut

1. Percobaan dilakukan 2 orang coba yang jenis kelaminnya sama dan sehat,

(upayakan dapat melakukan dengan baik, hingga dapat dietahui udara yang

masuk dapt dirasakan).

2. Posisikan diri disamping pasien

3. Salah satu tangan penolong diletakkan dibawah leher penderita dan angkat

sedikit ke atas,sedang tangan yang lain diletakkan diatas dahi dan jari-jari tangan

menutup lubang hidung.Dorong dahi kebawah posisi kepala ekstensi, otot rahang

bawah teregang dan rongga mulut terbuka.Pertahankan posisi kepala seperti ini

sampai pertolongan selesai.

4. Mulut si penolong di tempelkan pada orang coba.Tutupilah seluruh mulut

korban dengan mulut penolong.

5.Lakukan pernafasan dari mulut ke mulut secara tidak langsung ( gunakan

kain/sapu tangan an orang coba untuk mencegah penularan penyakit

6. Hembuskan nafas satu kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada

pasien mengembang).

7. Tiup udara kedalam paru-paru kurang lebih 2 kali volume tidal, sementara itu,

tangan ke bagian lambung. Pastikan tidak ada kebocoran udara yang ditiupkan

melalui hidung atau sela mulut penderita.

8. Perhatikan dada pasien dengan seksama.

Tabel pengamatan pernafasan :

16 | P a g e

Adekuat Kurang adekuat Tidak bernafas

Dada dan perut

bergerak naik dan turun

selama perNafasanUdara

terdengar dan terasasaat

keluar dari mulutatau

hidungPenderita tidak

nyamanFrekuensi cukup

(dalam batas normal)

Gerakan dada kurang

baik Ada suara Nafas

tambahanOtot bantu

Nafas

bekerjaSianosisFrekuensi

kurang

atau berlebihanPerubahan

status mental(gelisah,

cemas)

Tidak ada gerakan

dadaatau perutTidak

terdengar aliranudara

melalui mulutatau hidung

Pada saat percobaan didapatkan ciri-ciri pernafasan orang coba seperti pada tabel

pernafasan adekuat sehingga dapat disimpulkan pernafasan orang coba normal.

C. Manuever Heimlich

Manuever Heimlich (The Committe on Trauma: American College of Surgeon

(Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metoda yang paling efektif

untuk mengatasi obstruksi saluran perNafasan atas akibat makanan atau benda

asing yang terperangkap dalam pharynx posterior atau glotis. Korban tidak dapat

berbicara atau berNafas, menjadi panik dan sering berlari dari kamar. Korban

menjadi pucat yang diikuti dengan bertambahnya cyanosis, anoxia dan kematian.

Pada kondisi tersebut di atas, manuever ini dapat dilaksanakan dengan posisi

penolong berdiri atau berbaring. Adapun pelaksanaannya sebagai berikut:

a. Penolong Berdiri: Penolong berdiri di belakang korban dan memeluk

pinggang korban dengan kedua belah tangan, kepalan salah satu tangan

digenggam oleh tangan yang lain. Sisi ibu jari kepalan penolong menghadap

abdomen korban diantara umbilicus dan thoraks. Kepalan tersebut ditekankan

dengan sentakan ke atas yang cepat pada abdomen korban. Penekanan

tersebut tidak boleh “memantul”, dan pada waktu di puncak tekanan perlu

diberi waktu untuk menahan 0,5 - 1 detik dan setelah itu tekanan dilepas,

perbuatan ini harus diulang beberapa kali. Naiknya diafragma secara

mendadak menekan paru-paru yang dibatasi oleh dinding rongga dada,

17 | P a g e

meningkatkan tekanan intrathoracal dan memaksa udara serta benda asing

keluar dari dalam saluran perNafasan.

b. Penolong berlutut: Korban berbaring telentang dan penolong berlutut

melangkahi panggul korban. Penolong menumpukkan kedua belah tangannya

dan meletakkan pangkal salah satu telapak tangan pada abdomen korban

dalam posisi yang kemudian melaksanakan prosedur yang sama seperti pada

posisi berdiri.

D. Black Blow Maneuver Dan Chest Thrust Maneuver

Black blow maneuver dan chest thrust maneuver dilakukan untuk menghilangkan

obstruksi di jalan Nafas atas yang disebabkan oleh benda asing & yg ditandai oleh

beberapa atau semua dari tanda dan gejala berikut ini:

1. Secara mendadak tidak dapat berbicara.

2. Tanda-tanda umum tercekik—rasa leher tercengkeram

3. Bunyi berisik selama inspirasi.

4. Penggunaan otot asesoris selama berNafas dan peningkatan kesulitan berNafas.

5. Sukar batuk atau batuk tidak efektif atau tidak mampu utk batuk.

6. Tidak terjadi respirasi spontan atau sianosis

7. Bayi dan anak dg distres respirasi mendadak disertai dg batuk, stidor atau

wizing.

Tahapan Prosedur Abdominal Thrust :

1. Jika pasien dlm keadaan berdiri/duduk:

a. Anda berdiri di belakang klien

b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal, kemudian

pegang lengan kanan tsb dg lengan kiri. Posisi lengan anda pd abdomen

klien yakni dibawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.

c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke

arah dalam-atas.

d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan

obstruksi jalan Nafas.

e. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

18 | P a g e

2. Jika pasien dlm keadaan supine/unconcious:

a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.

b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda yg menempel di

abdomen tepatnya di bawah prosesus xipoideus dan diatas pusat/umbilikus.

c. Dorong secara cepat (thrust quickly), dengan dorongan pada abdomen ke

arah dalam-atas.

d. Jika diperlukan, ulangi abdominal thrust beberapa kali utk menghilangkan

obstruksi jalan Nafas.

e. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini..

Tahapan Prosedur Chest Thrust

1. Jika posisi klien duduk/ berdiri:

a. Anda berdiri di belakang klien

b. Lingkarkan lengan kanan anda dengan tangan kanan terkepal di area

midsternal di atas prosesus xipoideus klien (sama seperti pada posisi saat

kompresi jantung luar).

c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi

chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan Nafas.

d. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

2. Jika posisi klien supine:

a. Anda mengambil posisi berlutut/mengangkangi paha klien.

b. Tempatkan lengan kiri anda diatas lengan kanan anda dan posisikan bagian

bawah lengan kanan anda pada area midsternal di atas prosesus xipoideus

klien (sama seperti pada posisi saat kompresi jantung luar).

c. Lakukan dorongan (thrust) lurus ke bawah ke arah spinal. Jika perlu ulangi

chest thrust beberapa kali utk menghilangkan obstruksi jalan Nafas.

d. Kaji jalan Nafas secara sering utk memastikan keberhasilan tindakan ini.

Tahapan Prosedur Back Blow & Chest Thrust untuk Bayi :

19 | P a g e

1. Bayi diposisikan prone diatas lengan bawah anda, dimana kepala bayi lebih

rendah dari pada badannya.

2. Topang kepala bayi dengan memegang rahang bayi.

3. Lakukan 5 kali back blow dengan kuat antara tulang belikat menggunakan

tumit tangan anda.

4. Putar bayi ke posisi supine, topang kepala dan leher bayi dan posisikan di atas

paha.

5. Tentukan lokasi jari setingkat dibawah nipple bayi. Tempatkan jari tengah anda

pada sternum dampingi dengan jari manis.

6. Lakukan chest thrust dengan cepat.

7. Ulangi langkah 1-6 sampai benda asing keluar atau hilangnya kesadaran.

8. Jika bayi kehilangan kesadaran, buka jalan Nafas dan buang benda asing jika ia

terlihat. Hindari melakukan usapan jari secara “membuta” pada bayi dan anak,

karena benda asing dapat terdorong lebih jauh ke dalam jalan Nafas.

Perhatian :

Back blow tidak direkomendasikan pada pasien diatas usia bayi.

Sapuan jari “membuta” harus dihindari pada bayi dan anak, sebab

kemungkinan dapat mendorong benda asing lebih kebelakang ke dalam

jalan Nafas.

20 | P a g e

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya

dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode

henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri

atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup

lanjut / BHL Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat

mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil

menunggu pengobatan lanjutan. Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-

obatan untuk memperpanjang hidup Resusitasi dilakukan pada : infark jantung

“kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”, serangan Adams-Stokes, Hipoksia

akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan, sengatan listrik, refleks vagal,

serta kecelakaan lain yang masih memberikan peluang untuk hidup. Resusitasi

tidak dilakukan pada : kematian normal stadium terminal suatu yang tak dapat

disembuhkan.

Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya

pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk

itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya.

21 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Delp,Maning.1986. Major Diagnosis Fisik. Jakarta:EGC

Aziz A,Uliyah M. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar

Manusia.Jakarta:EGC

Bechman,Kliegman,Arvin,Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak

Nelson.Jakarta:EGC

Isselbacher,Wilson,dkk.1999.Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.Vol.1

E/13. Jakarta:EGC

Oxorn H,Forte W.2010.Ilmu Kebidanan:Patologi dan Fisiologi Persalinan.

Yogyakarta: Yayasan Essentia Medica

Snyder,Shirlee,dkk.2009.Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier dan

ERB,Ed.5.Jakarta:EGC

22 | P a g e