laporan pkl bab 3_um
DESCRIPTION
penunjang pkl semen indonesia 5TRANSCRIPT
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Sejarah dan Pengertian Semen
3.1.1 Sejarah Semen
Pada awalnya semen dikenal di Mesir pada tahun 500 SM pada pembuatan
piramida yaitu sebagai pengisi ruang kosong di antara celah-celah tumpukan batu.
Semen yang dibuat oleh bangsa Mesir merupakan kalsinasi gypsum yang tidak
murni, kalsinasi batu kapur mulai digunakan pada zaman Romawi. Kemudian
bangsa Yunani membuat semen dengan cara mengambil tanah vulkanik (vulcanic
tuff) yang berasal dari pulau Santorius yang kemudian dikenal dengan santoris
cement. Bangsa romawi menggunakan semen yang diambil dari material vulkanik
di pegunungan Vesuvius di lembah Napples yang kemudian dikenal dengan nama
Pozzulona cement yang diambil dari sebuah nama kota di Italia yaitu Pozzulona.
Penemuan bangsa Yunani dan Romawi ini mengalami perkembangan lebih
lanjut mengenai komposisi bahan dan cara pencampurannya sehingga diperoleh
mortar yang lebih baik. Pada abad pertengahan, kualitas mortar mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan oleh pembakaran limestone yang kurang sempurna
dengan tidak adanya tanah vulkanik.
Pada tahun 1756 John Smeaton seorang sarjana Inggris ditugaskan untuk
mendirikan sebuah mercusuar baru di atas eddystone rock. Smeaton dihadapkan
pada pekerjaan untuk menentukan bahan bangunan terbaik yang mampu bekerja di
bawah kondisi yang ekstrim. Smeaton menemukan bahwa mortar yang biasanya
digunakan untuk membangun tembok tahan air terdiri dari kapur (CaO) yang
dicampur dengan tarras belanda (bahan bangunan alami yang ditemukan di
andernach, rine, Holland). Campuran ini berbentuk pasta dengan kandungan air
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang -29-
-14--28-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
sedikit mungkin. Smeaton berusaha untuk menemukan efek penggunaan kapur
yang berbeda pada sifat semen.
Eksperimen smeaton tentang semen hidrolik sangat penting bagi
pemahaman mengenai sifat semen. Penemuan semen hidrolik yang dibuat dengan
proses kalsinasi batu kapur tejadi pada tahun 1796. Semen ini menunjukkan waktu
set yang sangat cepat dan sangat berguna untuk bangunan yang banyak mengalami
kontak dengan air. Penggunaan semen tersebut terus tumbuh sampai sekitas tahun
1850, yaitu ketika semen Portland menjadi bahan alternatif bagi praktisi bangunan
(A.K Projosantoso, 2010:14).
Pada tahun 1818, perintisan semen Portland modern dilakukan oleh LJ
Vicat. Vicat menemukan bahwa sifat hidrolis akan bertambah baik jika
ditambahkan juga silika atau tanah liat yang mengandung alumina dan silika.
Akhirnya Vicat membuat kapur hidrolis dengan cara pencampuran tanah liat (clay)
dengan batu kapur (limestone) pada perbandingan tertentu kemudian campuran itu
dibakar (dikenal dengan Artifical lime twice kilned).
Big Bryan (Inggris, 1780), James Parker (1797) yang meneliti Roman
Cement yang berasal dari batu kapur dan batu silika LJ Vicat (Perancis, 1824),
serta David O. Saylor (Amerika Serikat, 1850). Pada tahun 1822, James Frost
mendapatkan semen dengan cara melakukan kalsinasi ringan yang sama dengan LJ
Vicat.
Joseph Aspdin memperoleh hak paten pertamanya pada tanggal 21 Oktober
1824. Dalam diskripsi temuannya, aspdin menggunakan batu kapur yang
dihaluskan dan dikalsinasi kemudian dicampur tanah liat dan air dengan sempurna.
Selanjutnya campuran dikalsinasi kembali dalam tungku sampai bebas dari asam
karbonat. Produk yang dihasilkan kemudian digiling halus menjadi bubuk halus
yang kemudian dikenal dengan nama “ Portland Cement ”.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-14--14--14-
-30-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Pada waktu yang sama, Ishak Charles Johnson mengamati bahwa dengan
membakar campuran tanah liat-kapur dalam tungku menghasilkan semen yang
lebih baik daripada produk yang dibuat oleh Aspdin. Namun, untuk mendapatkan
semen dengan karakteristik yang baik, Johnson mengalami kesulitan dalam
menentukan proporsi tanah liat dan kapur. Pada tahun 1851, Johnson mengambil
alih karya aspdin yang ditinggalkan. Johnson menemukan bahwa suhu pembakaran
yang lebih tinggi dari suhu yang digunakan Aspdin menghasilkan semen yang
lebih baik lagi.
Nama Portland semen berasal dari warna produk yang menyerupai batu
Portland. Karena permintaan semen Portland meningkat, standart kualitas menjadi
semakin diharapkan. Collect-Descotils (1813) membuktikan bahwa pembakaran
tanah liat menghasilkan silika dalam bentuk larutan padat. Collect-Descotils
menyimpulkan bahwa silika dari tanah liat merupakan bahan penting dalam proses
pengerasan semen. Disisi lain, Fremy (1865), yang gagal dalam upayanya untuk
mempreparasi kalsium silikat dengan sifat hidrolik, berhasil memperoleh kalsium
alumina sintesis hidrolik. Winkler pada tahun 1856 menyatakan bahwa senyawa
silikat diperoleh dari pembakaran kuarsa dan hidrasi senyawa silikat tersebut
menghasilkan kapur tohor [Ca(OH)2] dan silikat hidrat adalah sebuah terobosan
yang sangat penting. J.N Fuchs (1883) menyatakan bahwa kuarsa dan senyawa
silika kristalin lainnya menunjukkan sifat tidak aktif secara kimiawi, sedangkan
bentuk hidrat dan amorfnya mempunyai sifat seperti pozzoland. Hal ini menandai
kemajuan lebih lanjut dalam pemahaman tentang kimia semen.
3.1.2 Pengertian Semen
Semen berasal dari bahasa latin “caementum” yang berarti bahan perekat
yang mampu mempersatukan atau mengikat bahan padat menjadi satu kesatuan
yang kokoh dan mempunyai fungsi sebagai bahan perekat antara dua atau lebih
bahan sehingga menjadi satu bagian yang kompak. Semen merupakan senyawa
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-18-
-31-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
atau zat pengikat hidrolis yang terdiri dari senyawa C-S-H (Calcium Silika Hidrat)
yang apabila bereaksi dengan air akan dapat mengikat bahan bahan padat lainnya,
membentuk satu kesatuan massa yang kompak, padat dan keras (Julian Bagus
Hariawan: 2000)
Menurut Parke, I N. semen adalah bahan perekat yang dapat merekat
beberapa benda padat lainnya menjadi satu kesatuan yang utuh dan keras. Secara
khusus semen merupakan bahan bagunan yang digunakan untuk keperluan
bangunan misalnya untuk merekat batuan, bata merah dan pasir menjadi beton.
Semen portland merupakan suatu bahan konstruksi yang paling banyak
dipakai serta merupakan jenis semen hidrolik yang terpenting. Penggunaannya
antara lain meliputi beton, adukan, plesteran, bahan penambal, adukan encer
(grout) dan sebagainya. Apabila semen portland dicampur dengan pasir atau kapur,
dihasilkan adukan yang dipakai untuk pasangan bata atau batu, atau sebagai bahan
plesteran untuk permukaan tembok sebelah luar maupun sebelah dalam. Sedangkan
jika semen portland dicampurkan dengan agregat kasar (batu pecah atau kerikil)
dan agregat halus (pasir) kemudian dibubuhi air, maka terdapat beton. Sesuai
dengan ASTM C150, semen portland didefinisikan sebagai semen hidrolik yang
dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,
yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan
tambahan yang digiling bersama dengan bahan utamanya. Selain itu, ada beberapa
definisi tentang semen portland, antara lain.
A. Bahan yang mempunyai sifat ”Adhesive ” dan ”Cohesive“ digunakan
sebagai bahan pengikat (Bonding Material) yang dipakai bersama-sama
agregate (kasar dan halus).
B. Semen adalah ”hydraulic binder“ (perekat Hidraulisis) yang berarti
bahwa senyawa-senyawa yang terkandung didalam semen tersebut dapat
bereaksi dengan air dan membentuk zat baru.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-32-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
C. Semen portland adalah semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak/klinker yang mengandung senyawa kalsium Silikat yang
bersifat hidrolisis ditambah dengan bahan tambahan gypsum yang
berfungsi sebagai pengatur pengikatan (memperlambat pengikatan).
D. Semen adalah suatu campuran bahan-bahan kimia yang mempunyai
sifat hidrolisis, bila dicampur dengan air akan berubah menjadi bahan yang
mempunyai sifat perekat.
Dari beberapa defenisi di atas pada dasarnya semen mempunyai pengertian yang
sama yaitu,
”Semen adalah suatu bahan yang bersifat hidolisis (dapat mengeras dalam
air) digunakan sebagai bahan perekat/ pengikat (Bonding Material) yang
ditambahkan gypsum sebagai material yang berfungsi mengatur waktu
pengikatan semen.”
3.2 Komposisi Kimia Semen
Bahan kimia utama penyusun semen adalah kalsium silikat (xCaO.SiO2),
kalsium sulfat (CaSO4.xH2O) dan bahan tambahan lain (mineral dalam
komponen) yang berperan sebagai cement filler, dimana mineral kalsium silikat
(xCaO.SiO2) bersifat sangat hidrolis. Dalam industri semen, mineral-mineral
penyusun semen diistilahkan sebagai C3S, C2S, C3A dan C4AF yang mempunyai
arti sebagai berikut.
C3S = 3CaO.SiO2
C2S = 2CaO.SiO2
C3A = 3CaO.Al2O3
C4AF = 4CaO.Al2O3.Fe2O3
Hal inilah yang membuat industri semen berbeda dengan industri kimia pada
umumnya, dimana pada industri kimia lain C dipakai untuk Carbon, S untuk
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-33-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Sulfur, dan F untuk Fluoro, sedangkan pada industri semen dipakai hanya untuk
kemudahan dalam pelafalan. Setiap mineral penyusun semen memiliki peran dan
fungsi masing-masing terhadap sifat semen (tabel 3,1).
Tabel 3.1 Fungsi Mineral Penyusun Semen
Mineral Rumus Empiris Fungsi
C3S = Alite 3CaO.SiO2 Kuat tekan awal
C2S = Belite 2CaO.SiO2 Kuat tekan akhir
C3A = Aluminate 3CaO.Al2O3 Kuat Tekan sangat awal. Panas
yang lebih rendah dari hidrasi.
Merusak ketahanan terhadap
gangguan sulfat.
C4AF = Ferrite 4CaO.Al2O3.Fe2O3 Efek pada warna
Tentu saja presentase untuk tiap material tersebut berbeda tergantung dari jenis
semen yang diproduksi dan konsidi operasi tiap pabrik semen yang berbeda-beda,
tetapi secara umum range persentase untuk tiap material diberikan dalam tabel 3.2.
Tabel 3.2 Presentase Material Penyusun Semen
Mineral Rumus Empiris Notasi Persentase (% massa)
Trikalsium silikat 3CaO.SiO2 C3S 50-70
Dikalsium silikat 2CaO.SiO2 C2S 15-30
Trikalsium Aluminat 3CaO.Al2O3 C3A 5-10
Tetrakalsium
Aluminoferit
4CaO.Al2O3.Fe2O3 C4AF 5-15
Kalsium Sulfat
Dihydrat
CaSO4.xH2O CSH2
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
3.3 Tahapan Pembuatan Semen
Berikut adalah proses pembuatan semen indonesia
3.3.1 Proses Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku semen terdiri dari empat komponen yaitu 80% batu kapur,
15% tanah liat, 4% pasir silika dan 1% pasir besi. Sebagai sumber utama
bahan baku semen tersebut, yang terdiri dari batu kapur dan tanah liat yang
berasal dari tambang di sekitar pabrik.
Proses Alur Material di Limestone dan Clay Crushing
Limestone dibawa dari quarry oleh Dump truck dan diumpankan ke dalam
Hopper Crusher yang kapasitasnya 75 MT. Di dalam Crusher, limestone
akan mengalami size reduction. Di mana limestone yang berupa bongkahan-
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-35--20-
-34-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
bongkahan besar dengan ukuran 1200 x 1200 mm, akan dihancurkan menjadi
produk crusher yang berukuran 80 cm, sedangkan sisanya berupa material
halus, 90 mm akan jatuh lewat Wobber Feeder. Produk dan kedua Crusher
yang jatuh ke Belt Conveyor akan bercampur dalam Belt Conveyor, dan
dimasukkan ke dalam Surge Bin yang kemudian dikeluarkan melalui Apron
Feeder turun ke Belt Conveyor, dan ditimbang oleh Belt Scale Schenk
Weighing System. Clay dibawa dari quarry oleh Dump Truck diumpankan ke
dalam Clay Hopper dan dipotong-potong oleh Clay Crusher.Produk Clay
ditimbang di Belt Conveyor oleh Belt Scale.
Produk Limestone Crusher dicampur dengan produk Clay Crusher yang
telah tertimbang Belt Scale, dibawa ke LimestoneClay Mix Storage melaui
Belt Conveyor. Campuran Limestone dan Clay dari Belt Conveyor masuk ke
dalam Roller Press dan turun ke belt Conveyor dan Tripper untuk disimpan
di dalam Limestone Mix Storage yang kapasitasnya 100.000 MT.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Blending bed reclaining dengan bucket
Limestone dan Clay produk dari Crusher dibawa Belt Conveyor untuk
disimpan di dalam Limestone/Clay Mix Storage. Luas bangunan dari
Storage adalah 48,8 x 354 m, yang kapasitasnya 100.000 MT, dibagi
menjadi dua Stock Pile yang masing-masing 50.000 MT. Produk Limestone
Crusher yang telah tertimbang dapat dibawa ke Limestone Conical Pile
Storage yang berkapasitas 7.200 MT, yang berupa High Grade Limestone
berfungsi sebagai Limestone koreksi.
Pada awalnya Limestone dan Clay Crusher diatur untuk menghasilkan
campuran antara Limestone dan Clay dengan perbandingan
4:1.Perbandingan ini disesuaikan dengan standar yang telah ditentukan
untuk memperolah campuran yang sesuai dengan standar umpan Kiln.
3.3.2 Proses Penggilingan Bahan Baku (Blending)
Setelah selesai tahap penyiapan bahan baku kemudian masuk pada tahap
penggilingan bahan baku. Prosesnya meliputi:
Proses Alur Raw Mill
Limestone/clay mix, pasir silika dan pasir besi keluar dari masing-
masing Bin sebelum masuk ke dalam Belt Conveyor ditimbang dahulu oleh
Mix WeighFeeder, Silika WeighFeeder, Iron Sand WeighFeeder sesuai
dengan proporsi komposisi standar umpan Kiln yang disyaratkan.
Kebutuhan High Grade Limestone sebagai material koreksi juga ditimbang
dengan WeighFeeder. Keempat material tersebut selanjutnya diumpankan
ke Roller Mill melalui Belt Conveyor dan Tripler Gate.
Kebutuhan udara panas pada Raw Mill System untuk pengeringan
selama penggilingan Raw Material, digunakan sisa udara panas dari
Preheater dan Clinker Cooler. Selain itu, Raw Mill System dilengkapi pula
dengan Air Heater, bila panas dari Preheater dan Clinker Cooler tidak
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-37-
-36-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
mencukupi atau bila kondisi Kiln tidak jalan. Produk yang keluar dari Roller
Mill adalah dengan kehalusan 90% lolos ayakan 90 micron dan kadar air
kurang dari 1%.
Produk Raw Mill kemudian dibawa oleh aliran udara panas ke dalam
Cyclones akibat tarikan Mill Fan, dimana 93% dari material akan
terpisahkan dari aliran udara. Gas yang keluar dari Cyclone lewat melalui
kedua Mill Fan, kemudian dilepaskan ke Stack melalui Electrostatic
Precipitator (EP). Sisa produk yang masih ada di dalam gas panas tersebut
diambil oleh EP, sedangkan gas yang telah bersih terus EP Fan dan dibuang
ke udara bebas lewat Stack. Kedua produk dari Cyclone dan EP dibawa oleh
Air Slide, Screw Conveyor, dan Bucket Elevator ke Blending Silo. Produk
dari Roller Mill sebelum disimpan ke dalam Blending Silo diambil dulu
samplenya melalui alat Sample, yang terdapat pada Air Slide dan dibawa ke
Laboratorium untuk dianalisa oleh Sample Transport.
Bila Roller Mill tidak beroperasi, gas panas dari Preheater dan
Clinker Cooler dikeluarkan lewat Conditioning Tower. Untuk menurunkan
temperatur gas panas tersebut, maka Conditioning Tower dilengkapi dengan
Spray Water. Normal temperatur gas panas yang masuk ke Electrostatic
Precipitator pada kondisi Mill jalan 90OC dan Raw Mill Down 150OC,
sedangkan batas minimal dan maksimal temperatur gas masuk Electrostatic
Precipitator adalah 85OC dan 350OC. Selama Raw Mill Down, debu dari
Conditioning Tower dan Electrostatic Precipitator di transport ke Blending
Silo.
3.3.3 Proses Pembakaran
Material yang keluar dari Silo merupakan umpan Kiln, dikirim ke Kiln
Feed Bin yang letaknya di bawah Silo. Kapasitas masing-masing Kiln Feed
Bin minimal sesuai dengan kebutuhan Kiln selama 12 menit atau sebesar
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-38-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
83,4 ton. Material yang keluar dari kedua Silo menuju masing-masing Kiln
Feed Bin melalui Air Slide dan masuk ke dalam Junction Box.
Dari Feed Bin umpan Kiln dibawa melalui Air Slide menuju Bucket
Elevator. Dari Bucket, material dibawa oleh Air Slide lagi, umpan Kiln
dibagi dua menuju ILC dan SLC oleh Splitter Gate. Material yang masuk ke
ILC sebelumnya ditimbang oleh Flow Meter. Pada Kiln Feeding System ini
dilengkapi dengan sarana untuk recycle umpan Kiln selama Kiln dalam
periode Heating-up, yang bertujuan untuk mempersiapkan umpan Kiln
sebelum Feeding. Umpan Kiln dapat direcycle melalui salah satu Bucket
Elevator menuju Blending Silo lewat Air Slide. Bucket Elevator dapat pula
digunakan untuk mentransfer Dust dari EP Mill menuju Silo sewaktu Roller
Mill Down.
3.3.4 Proses Penggilingan Akhir (Finish Mill)
Clinker, Trass dan Gypsum keluar dari masing-masing bin ditimbang
dengan Weighfeeder, kemudian dibawa ke Surge Bin oleh Belt Conveyor
dan Bucket Elevator. Proporsi dari clinker dan gypsum bila tanpa trass
adalah sebagai berikut:
Rate dari clinker : 204 T/jam
Rate dari gypsum : 10,7 T/jam
Material dari Surge Bin diumpankan ke Roll Crusher untuk
dihancurkan kemudian dibawa Belt Conveyor dan diumpankan ke Finish
Mill. Material yang dihancurkan disirkulasi dengan Belt Conveyor,
dicampur dengan umpan baru dari Bucket Elevator kemudian masuk ke
dalam Surge Bin. Apabila Roller Crusher rusak, material dari Belt Conveyor
bisa diumpankan langsung ke Finish Mill dengan membuka Two Way Gate
Belt Conveyor dilengkapi dengan Magnetic Separator dan Metal
Detector untuk mengambil material asing atau metal yang ikut terbawa.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang -39-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Pada Surge Bin dilengkapi dengan alat penimbang Load Cell dan kapasitas
bin 40 MT. Material yang berupa campuran clinker dan gypsum untuk
hydrailic Roller Crusher dengan rate 506 T/jam, yang diumpankan ke
dalam Finish Mill sebanyak 52215 T/jam, sedangkan sisanya yang 219
T/jam disirkulasi ke Surge Bin. Produk dari Finish Mill dikirim ke O-Sepa
Separator melalui Air Slide, dan Bucket Elevator untuk dipisahkan antara
partikal yang halus dan kasar. Partikel yang kasar keluar dari bottom O-
Sepa Separator dibawa oleh Air Slide, diumpankan kembali ke dalam
Finish Mill untuk digiling ulang bersama-sama umpan baru. Material yang
halus dibawa oleh aliran udara ke dalam Cyclone dan Fuller Plenium Dust
Collector, disini partikel yang halus dipisahkan dari udaranya. Produk dari
Cyclone dicampur dengan produk dari Dust Collector yang merupakan
semen diumpankan ke Air Slide. Dari Air Slide diumpankan ke dalam
Bucket Elevator kemudian ke dalam Cement Silo. Pengisian ke masing-
masing ke Cement Silo dapat diatur melalui Diverter Valve.
Material di dalam Finish Mill dapat mengalir, akibat adanya tarikan
Dust Collector Fan. Untuk memperoleh kehalusan produk semen dapat
dilakukan dengan mengatur speed dari separator dan mengatur volume
udara di dalam separator melalui Separator Fan.
Temperatur produk semen yang keluar Finish Mill dapat dikontrol
melalui Mill Fanting System dan untuk yang berada di dalam Finish Mill
bisa dilakukan melalui Water Spraying System. Mill Fan System dan Water
Spray System mengontrol temperatur produk yang keluar Mill agar dijaga
tidak boleh lebih dari 107oC. Selanjutnya pendingin dilakukan selama
pemisahan di dalam O-Sepa Separator sehingga temperatur produk akhir
semen tipe-1 berkurang menjadi 96oC. Untuk Finish Mill Grinding System
prosesnya sama dengan Finish Grinding.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang -40-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
3.3.5 Tahap Pengemasan
Tahap pengemasan semen dimulai dari silo penyimpanan semen, yaitu
1, 2, 3, dan 4 dimana masing-masing silo ini berkapasitas 18.000 ton. Alur
proses semen dari keempat silo ini dibagi menjadi dua jalur, yaitu jalur
pertama untuk material yang keluar dari silo 1 & 2, jalur kedua untuk
material yang kedua. Dari silo 3 & 4, material yang keluar dari silo-silo ini
diatur oleh pengendali aliran pada masing-masing silo.
Dari silo material di hembuskan udara untuk dibawa dengan air slide
menuju dari dua bucket elevator berkapasitas 500 ton/jam. Dari bucket
elevator di lewatkan pengayak getar untuk memisahkan semen dengan
material asing. Setelah siayak, semen dibawa ke bin pusat yang berjumlah
dua buah dan proses akan dilakukan ke dua bin akan dilakukan bergantian.
Aliran semen setelah melewati bin pusat akan terbagi menjadi dua, yaitu
aliran untuk semen curah (semen yang langsung dimasukkan ke dalam
mobil, biasanya umtuk proyek besar) dan semen yang akan dijual dalam
bentuk kantong.
Aliran semen curah dilanjutkan ke air slide 1 dan 2 kemudian ke bin
semen curah, kemudian ke truk khusus yang akan membawa semen kepada
konsumen. Sedangkan aliran semen kantong setelah melewati bin pusat,
semen akan dibawa dengan air slide untuk diteruskan ke rotary feeder dan
akhirnya ke rato packer. Pada alat ini terdapat spot tube yaitu semacam
suntikan untuk memasukkan semen ke dalam kantong. Pemasukan semen
ke dalam kantong ini telah diatur dengan rentang berat 49,75 kg atau
dengan 50,75 kg. Jika berat semen kurang dari 49,25 maka semen yang
sudah dalam kantong tersebut terpantau dengan penimbang dan semen
tersebut akan dikeluarkan melalui bagian reject. Semen yang tidak lolos ini
akan dibawa ke ayak, kemudian dibawa ke screw conveyor untuk
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-25-
-41-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
dikembalikan ke bucket elevator. Semen yang lolos uji akan dibawa ke belt
conveyor, kemudian ke truk dan siap di distribusi kepada konsumen.
3.4 Sifat- Sifat Semen
Beberapa sifat semen yang utama adalah sebagai berikut.
a) Sifat Hidrasi Semen
Hidrasi semen adalah reaksi yang tejadi antara komponen-komponen atau
senyawa-senyawa semen dengan air menghasilkan senyawa hidrat. Bila
semen bersentuhan dengan air, maka proses hidrasi berlangsung dalam arah
keluar dan arah ke dalam, maksudnya hasil hidrasi mengendap di bagian luar
dan inti semen yang belum terhidrasi dibagian dalam secara bertahap akan
terhidrasi, sehingga volume mengecil. Reaksi semen tersebut akan
menghasilkan panas yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas (mutu)
beton. Mekanisme hidrasi silikate (C3S dan C2S)
2(3CaO.SiO2) + 6 H2O --> 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2) + 4 H2O --> 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH)2
Mekanisme hidrasi Aluminat (C3A)
Adanya gipsum di dalam semen menyebabkan reaksi calsium aluminat
menghasilkan calsium sulfo aluminat hidrat.
3CaO.Al2O3 + CaSO4.2H2O + 10 H2O-->3CaO.Al2O3.CaSO4 + 12 H2O(gypsum)
CaO.Al2O3 + Ca(OH)2 + 12 H2O--> 3CaO.Al2O3.Ca(OH)2.12 H2O
Mekanisme hidrasi tetracalsium aluminoferrit (C4AF)
4CaO.Al2O3.Fe2O3 + 2Ca(OH)2 + 10H2O --> 64CaO.Al2O3.Fe2O3.12
H2O(tetracalsium aluminoferrat)
b) Pengikatan Semu (False Set)
Pengikatan semu semen adalah kecepatan kekuatan semen. Sifat ini perlu
diketahui agar kita tahu berapa lama semen itu kaku agar dalam waktu
pengerjaan semen itu cepat kaku (mengeras). Pengikatan semu diukur dengan
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-42-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
alat "Vicat" atau "Gillmore". Pengikatan semu untuk prosentase penetrasi akhir
minimum pada semua jenis semen adalah 50%.
c) Pengikatan dan Pengerasan ( Setting Time dan Hardening )
Mekanisme terjadinya setting dan hardening yaitu ketika terjadi
pencampuran dengan air, maka akan terjadi air dengan C3A membentuk
3CaO.Al2O3. 3H2O yang bersifat kaku dan berbentuk gel. Maka untuk mengatur
pengikatan perlu ditambahkan gypsum dan bereaksi dengan 3CaO.Al2O3.
3H2O, membentuk lapisan etteringete yang akan membungkus permukaan
senyawa tersebut. Namun karena ada peristiwa osmosis lapisan etteringete akan
pecah dan reaksi hidarsi C3A akan terjadi lagi, namun akan segera terbentuk
lapisan etteringete kembali yang akan membungkus 3CaO.Al2O3. 3H2O
kembali sampai gypsum habis. Proses ini akhirnya menghasilkan perpanjangan
setting time. Peristiwa diatas mengakibatkan reaksi hidarsi tertahan, periode ini
disebut Dormant Periode yang terjadi selama 1-2 jam, dan selama itu pasta
masih dalam keadaan plastis dan mudah dibentuk, periode ini berakhir dengan
pecahnya coating dan reaksi hidrasi terjadi kembali dan initial set mulai terjadi.
Selama periode ini beberapa jam, reaksi dari 3CaO.SiO2 terjadi dan
menghasilkan C–S–H(3CaO.SiO2) semen dan akan mengisi rongga dan
membentuk titik-titik kontak yang menghasilkan kekakuan. Pada tahap
berikutnya terjadi pengikatan konsentrasi C–S–H yang akan menghalangi
mobilitas partikel – partikel semen yang akhirnya pasta menjadi kaku dan final
setting tercapai, lalu proses pengerasan mulai terjadi. (Julian Bagus Hariawan:
2000)
Pada pencampuran adonan semen dengan air akan menimbulkan
terjadinya gejala kekakuan semen yang biasa dinyatakan dengan waktu
pengikatan (setting time) yaitu mulai terjadinya adonan sampai semen mulai
kaku. Ada dua jenis setting time yaitu:
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-43-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
1) Initial Setting Time (waktu pengikatan awal) yaitu waktu pengikatan mulai
adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana adonan sudah
mulai tidak workable atau sifat keplastisitasannya mulai hilang.
2) Final Setting Time (waktu pengikatan akhir) yaitu waktu mulai adonan
terjadi sampai kekakuan penuh atau waktu antara terbentuknya pasta semen
hingga semen mengeras.
Pada semen Portland biasa, waktu ikatan awal tidak boleh kurang dari 60
menit, dan waktu ikatan akhir tidak boleh lebih dari 480 menit (8 jam). Waktu
ikatan awal sangat penting pada kontrol pekerjaan beton. Untuk kasus-kasus
tertentu, diperlukan initial setting time lebih dan 2.0 jam agar waktu terjadinya
ikatan awal lebih panjang. Waktu yang panjang ini diperlukan untuk
transportasi (hauling), penuangan (dumping/pouring), pemadatan (vibrating)
dan penyelesaiannya (finishing). Proses ikatan ini disertai perubahan temperatur
yang dimulai terjadi sejak ikatan awal dan mencapai puncaknya pada waktu
berakhirnya ikatan akhir. Waktu ikatan akan memendek karena naiknya
temperatur sebesar 30oC atau lebih. Waktu ikatan ini sangat dipengaruhi oleh
jumlah air yang dipakai dan oleh lingkungan sekitamya.
Hardening yaitu semen mulai mengeras dan memberikan kekuatan. Jadi
setting dan hardening merupakan suatu rangkaian proses sejak terjadinya
adonan semen sampai semen tersebut mengeras dan memberikan kekuatan.
d) Kekuatan Tekan
Kekuatan tekan adalah sifat kemampuan menahan atau memikul suatu
beban tekan. Kekuatan tekan yang di ukur adalah kekuatan tekan pasta, mortar
dan beton terhadap beban yang dberikan. Kuat tekan dipengaruhi oleh
komposisi mineral utama. C3S memberikan kontribusi yang besar pada
perkembangan kuat tekan awal, C2S mempengaruhi kuat tekan akhir,
sedangkan C3A mempengaruhi kecepatan pengeringan pasta semen.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-44-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Kekuatan tekan semen diuji dengan cara membuat mortar yang kemudian
ditekan sampai hancur. Contoh semen yang akan diuji dicampur dengan pasir
silika dengan perbandingan tertentu, kemudian dibentuk menjadi kubus-kubus
berukuran 5x5x5 cm. Setelah berumur 3, 7, 14 dan 28 hari dan mengalami
perawatan dengan perendaman, benda uji tersebut diuji kekuatan tekannya.
e) Penyusutan (Skrinkage)
Merupakan penyusutan volume beton karena adanya penguapan air yang
ada dalam adonan semen tersebut. Semen yang baik adalah jika memiliki
penyusutan sekecil mungkin. Penyusutan dipengaruhi oleh komposisi semen,
jumlah pencampuran air, concerate mix, dan curing condition (suhu, aliran
dingin, bumsendity)
f) Panas Hidrasi
Reaksi hidrasi komponen semen dengan air adalah eksotermis dan panas
yang dilepaskan persatuan berat disebut dengan panas hidrasi. Panas hidrasi
yaitu panas yang dihasilkan selama semen mengalami reaksi hidrasi. Reaksi
hidrasi atau reaksi hidrolisis sendiri adalah reaksi yang terjadi ketika mineral-
mineral yang terkandung didalam temperatur, jumlah air yang digunakan dan
bahan-bahan lain yang ditambahkan. Hasil reaksi hidrasi, tobermorite gel
merupakan jumlah yang terbesar, sekitar 50% Dari jumlah senyawa yang
dihasilkan. Reaksi tersebut dapat dikemukakan secara sederhana, sebagai
berikut :
2(CaO.SiO2) + 4H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2
2(3CaO.SiO2) + 6H2O → 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2
3CaO.Al2 O3 + 6H2O → 3CaO.Al2 O3.6H2O (Kalsium aluminat hidrat)
3CaO.Al2 O3 +6H2O+3CaSO4.2H2O→3CaO.Al2 O3.3CaSO432H2O (
Trikalsium sulfoaluminat)
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-45-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
4CaO. Al2O3 .Fe2 O3 + XH2O → 3CaO. Al2O3 6H2O + 3CaO. Fe2 O3 6H2O
(Kalsium Aluminoferrite hidrat)
Untuk semen yang lebih banyak mengandung C3S dan C3A akan bersifat
mempunyai panas hidrasi yang lebih tinggi. (Julian Bagus Hariawan: 2000)
g) Kehalusan Butir
Reaksi antara semen dan air dimulai dari permukaan butir-butir semen,
sehingga makin luas permukaan butir-butir semen (dari berat semen yang
sama) makin cepat proses hidrasinya. Jika permukaan penampang semen lebih
besar, semen akan memperbesar bidang kontak dengan air. Hal ini berarti
kehalusan butir semen mempengaruhi proses hidrasi semen, semakin halus
butiran semen maka proses hidrasi akan semakin cepat, sehingga kekuatan
awal tinggi dan kekuatan akhir akan berkurang. Waktu pengikatan (setting
time) menjadi semakin lama jika butir semen lebih kasar.
Kehalusan butir semen yang tinggi dapat mengurangi terjadinya bleeding
atau naiknya air ke permukaan, tetapi menambah kecenderungan beton untuk
menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Menurut
ASTM, butir semen yang lewat ayakan No.200 harus lebih dari 78%. Untuk
mengukur kehalusan butir semen digunakan "Turbidimeter" dari Wagner atau
"Air Permeability" dari Blaine.
h) Kepadatan (density)
Berat jenis semen yang disyaratkan oleh ASTM adalah 3.15 Mg/m3. Pada
kenyataannya,berat jenis semen yang diproduksi berkisar antara 3.05 Mg/m3
sampai 3.25 Mg/m3. Variasi ini akan berpengaruh pada proporsi campuran
semen dalam campuran. Pengujian berat jenis dapat dilakukan menggunakan
Le Cliatelier Flask menurut standar ASTM C-188.
i) Konsistensi
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-46-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Konsistensi semen portland lebih banyak pengaruhnya pada saat
pencampuran awal, yaitu pada saat terjadi pengikatan sampai pada saat beton
mengeras. Konsistensi yang terjadi bergantung pada rasio antara semen dan air
serta aspek-aspek bahan semen seperti kehalusan dan kecepatan hidrasi.
Konsistensi mortar bergantung pada konsistensi semen dan agregate
pencampurya.
j) Perubahan Volume (Kekelan)
Kekalan pasta semen yang telah mengeras merupakan suatu ukuran yang
menyatakan kemampuan pengembangan bahan-bahan campurannya dan
kemampuan untuk mempertahankan volume setelah pengikatan terjadi. Ketidak
kekalan semen disebabkan oleh terlalu banyaknya jumlah kapur bebas yang
pembakarannya tidak sempurna serta magnesia yang terdapat dalam campuran
tersebut. Kapur bebas itu mengikat air dan kemudian menimbulkan gaya-gaya
expansi. Alat uji untuk menentukan nilai kekalan semen portland adalah
"Autoclave Expansion of Portland Cement" cara ASTM C-151, atau cara
Inggris, BS, "Expansion by Le Chatellier".
Sifat-sifat semen portland sangat dipengaruhi oleh susunan ikatan oksida-
oksida serta bahan-bahan pengotor lainnya. Semen yang digunakan untuk
membangun suatu struktur hams mempunyai kualitas tertentu agar dapat
berfungsi secara efektif. Pemeriksaan secara berkala perlu dilakukan, baik pada
saat pemrosesan, saat menjadi bubuk semen maupun setelah menjadi pasta
semen. Standar yang paling umum dianut di dunia adalah Standar ASTM,
"American Society for Testing and Material" C-150 dan British Standar (BS-
12). Di Indonesia, digunakan Standar Industri Indonesia, (SII-0013-81) yang
mengadopsi ASTM C-150-80. SU (kini diperbarui menjadi SNI)
k) Ketahanan (Durabbility)
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-47-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Yaitu ketahanan beton terhadap pengaruh yang merusak oleh kondisi
sekitarnya sehingga tidak menimbulkan penurunan kekuatan tekan. Beton atau
mortar dari semen Portland dapat mengalami kerusakan oleh pengaruh asam
dari sekitarnya, yang umumnya serangan asam tersebut yaitu dengan merubah
kontruksi-kontruksi yang tidak larut dalam air. Misalnya, HCl merubah C4AF
menjadi FeCl2 Serangan asam tersebut terjadi karena CO2 bereaksi dengan
Ca(OH)2 dari semen yang terhidrasi membentuk kalsium karbonat yang tidak
larut dalam air. Pembentukan kalsium karbonat, sebenarnya tidak menimbulkan
kerusakan pada beton tetapi proses berikutnya yaitu CO2 dalam air akan
bereaksi dengan kalsium karbonat yang larut dalam air.
Ca(OH)2 + CO2 → CaCO3 + H2O
CaCO3 + CO2 + H2O → Ca (HCO3)2
Berbagai macam sulfat umumnya dapat menyerang beton ataupun mortar.
Sulfat bereaksi dengan Ca(OH)2 dan kalsium aluminat hidrat dan reaksi yang
terjadi dapat menghasilkan pengembangan volume sehingga akan terjadi
keretakan pada beton. Reaksi yang terjadi :
2(CaO.SiO2) + 6 H2O → 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH)2
2(CaO.SiO2) + 4 H2O → 3CaO.2SiO2.3 H2O + Ca(OH)2
Ca(OH)2 + MgSO4 + 2 H2O → Ca SO4. 2H2O + Mg(OH)2
3CaO.Al2 O3.6H2 O + 3(Ca SO4. 2H2O) + 2H2O → 3CaO.Al2 O3.3Ca SO4. 2H2O
(Julian Bagus Hariawan: 2000)
3.5 Jenis - Jenis Semen
3.5.1 Berdasarkan Kebutuhan Pemakaian
1) Ordinary Portland Cemen (OPC)
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-48-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
Ordinary Portland Cement (OPC) adalah semen Portland yang banyak dipakai
untuk semua macam konstruksi. Semen portland dipergunakan dalam semua
jenis beton struktural seperti tembok, lantai, jembatan, terowongan dan
sebagainya. Selain itu dapat digunakan dalam segala macam adukan seperti
fundasi, telapak, dam, tembok penahan, perkerasan jalan dan sebagainya.
Ordinary Portland Cement memiliki sifat yang tahan terhadap sulfat.
2) Moderat Sulpate Resistance
Moderat Sulpate Resistance adalah semen Portland yang dipakai untuk semua
konstruksi yang disyaratkan mempunyai ketahanan sulfat pada tingkatan
sedang (Pada lokasi tanah dan air yang mengandung sulfat antara 0,10 –
0,20%), dan panas hidrasi sedang, misalnya bangunan dipinggir laut, bangunan
dibekas tanah rawa, saluran irigasi, beton massa untuk dam-dam dan landasan
jembatan.
3) High Early Strength Cement
High Early Strength Cement adalah semen Portland yang dikembangkan untuk
kebutuhan bangunan yang memerlukan kekuatan tekan awal tinggi setelah
proses pengecoran dan memerlukan penyelesaian secepat mungkin, misalnya
pembuatan jalan raya bebas hambatan, bangunan tingkat tinggi, bandar udara,
dan bangunan dalam air yang tidak memerlukan ketahanan terhadap sulfat.
4) Low Heat of Hydration Cement
Low Heat of Hydration Cement adalah semen yang digunakan untuk keperluan
konstruksi yang memerlukan jumlah dan kenaikan panas harus diminimalkan.
Tipe semen seperti ini digunakan untuk struktur beton masif seperti dam
gravitasi. Low Heat of Hydration Cement cocok digunakan untuk daerah yang
bersuhu panas.
5) High Sulpate Resistance Cement
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-49-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
High Sulpate Resistance Cement merupakan semen khusus yang digunakan
untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas alam dengan konstruksi sumur
minyak bawah permukaan laut dan bumi.
6) Superhigh Early Strength Portland Cement
Superhigh Early Strength Portland Cement memiliki perkembangan kekuatan
tekan yang tinggi sehingga kekuatan tekan 1 hari dapat menyamai kekuatan
tekan 3 hari dari semen jenis ‘High Early StrengthCement’. Semen ini dipakai
untuk kebutuhan konstruksi bangunan yang perlu cepat selesai.
7) Colloid Cement
Colloid cement adalah semen yang pemakaiannya dipakai dalam bentuk colloid
yang dipompakan mengingat pengecoran harus dilakukan pada formasi yang
sempit dan dalam.
3.5.2 Berdasarkan Komponen Penyusun
1) Semen Portland
Semen Portland merupakan suatu bahan konstruksi yang paling banyak
dipakai dan jenis semen hidrolik yang terpenting. Semen portland didefinisikan
sesuai dengan ASTM C150, sebagai semen hidrolik hasil dari penggilingan
klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, pada umumnya mengandung
satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan. Berdasarkan
standar nasional Indonesia SNI 15-2049-2004 yang juga sesuai dengan standar
ASTM C 150-95 a, semen portland dibagi menjadi lima tipe diantaranya:
a) Tipe 1
Komposisi kimia utamanya yaitu Trikalsium Silikat (C3S) 49%, Dikalsium
Silikat (C2S) 25%, Trikalsium Aluminat (C3A) 12%, dan Tetrakalsium Alumino
Ferit (C3AF) 8%. Semen tipe ini dipakai untuk segala macam konstruksi yang
tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-50-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
hidrasi atau kekuatan awal yang tinggi. Di Indonesia hampir 70%
menggunakan semen tipe ini.
b) Tipe II
Komposisi kimia terdiri dari C3S 46%, C2S 29%, C3A 6%, C3AF 12%. Semen
tipe ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan ketahanan terhadap
sulfat yang sedang yaitu pada lokasi yang air tanahnya mengandung sulfat
0.08% - 0,17%.
c) Tipe III
Komposisi kimia terdiri dari C3S 56%, C2S 15%, C3A 12%, C3AF 8%. Semen
ini dipakai untuk jenis konstruksi yang mensyaratkan kuat tekan awal yang
tinggi, biasanya dipakai pada keadaan darurat atau musim dingin.
d) Tipe IV
Komposisi kimia terdiri dari C3S 38%, C2S 49%, C3A 4%, C3AF 15%. Semen
tipe ini dipakai untuk pembuatan dam-dam besar dan tebal yang memerlukan
panas hidrasi rendah.
e) Tipe V
Komposisi kimia terdiri dari C3S 38%, C2S 49%, C3A 4%, C3AF 15%. Semen
ini dipakai untuk keperluan jenis konstruksi yang mensyaratkan ketahanan
sulfat yang tinggi melebihi 0, 20 %.
2) Semen Campuran
a) Semen Portland Pozzoland
Semen Portland Pozzoland merupakan bahan perekat hidraulik yang dibuat
dengan cara menggiling secara merata klinker semen Portland dengan bahan
yang bersifat pozzolan. Bahan tersebut antara lain batuan yang mengandung
senyawa silika dan alumina dimana bahan pozzolan ini sendiri tidak
mempunyai sifat mengikat, akan tetapi dengan bentuknya yang halus dan
dengan adanya air maka senyawa tersebut akan bereaksi dengan Ca(OH)2 pada
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-51-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
suhu kamar dan membentuk senyawa yang mempunyai sifat seperti semen.
Semen Portland Pozzoland ini terbagi atas empat macam diantaranya:
1) Jenis IP−U digunakan untuk semua pembuatan adukan beton
2) Jenis IP−K dignakan ntuk semua pembentukan adukan beton dengan tahan
sulfat dan hidrasi sedang
3) Jenis P−U digunakan untuk semua pembuatan adukan beton dimana tidak
disyaratkan kekuatan awal yang tinggi.
4) Jenis P−K diguakan untuk semua pembuatan adukan beton dimana tidak
disyaratkan kekuatan awal yang tinggi serta untuk tahan sulfat dan tahan
hidrasi rendah.
b) Semen Portland Kerak Dapur Tinggi
Semen yang didapat dengan cara menggiling klinker dengan kerak dapur tinggi.
Semen ini digunakan untuk gedung-gedung yang menggunakan beton
bertulang, bangunan air dan beton praktikan.
c) Semen Mansory (Semen Aduk Pasangan)
Semen Mansory merupakan semen yang terdiri dari satu atau lebih perekat
hidraulik ditambah bahan anorganik yang bersifat inert dan digunakan dalam
pembuatan adukan pasangan untuk konstruksi dan struktural. Semen ini lebih
tepat digunakan untuk konstruksi perumahan gedung, jalan dan irigasi. Dapat
juga digunakan untuk bahan baku pembuatan genteng beton, paving block,
tegel dan bahan bangunan lainnya.
Semen Mansory terbagi atas tiga macam diantaranya:
1. Semen Mansory jenis N
Semen Mansory jenis N digunakan untuk pembuatan adukan pasangan,
sehingga adukan pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu adukan
pasangan jenis N, bila ditambahkan semen portland atau semen hidrolis,
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-52-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
campuran dapat menghasilkan adukan pasangan yang memenuhi syarat
mutu jenis S atau M
2. Semen Mansory jenis S
Semen Mansory jenis S digunakan untuk pembuatan adukan pasangan,
sehingga adukan pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis S,
bila ditambahkan semen portland atau semen hidrolis, campuran dapat
menghasilkan adukan pasangan yang memenuhi syarat mutu jenis M
3. Semen Mansory jenis M
Semen mansory jenis M digunakan untuk pembuatan adukan pasangan,
sehingga adukan pasangan yang dihasilkan memenuhi syarat mutu jenis
M
d) Super Mansory Cement (SMC)
Super Mansory Cement (SMC) disebut juga semen Portland campur (Mixed
Cement). Semen ini cocok digunakan untuk konstruksi ringan, untuk plesteran,
pembuatan bahan bangunan sepetri batako, paving block, pemasangan keramik,
bata dan lain-lain. Umumnya semen ini digunakan untuk bangunan RS dan
RSS serta untuk polongan air, kedap air, pengerutan atau penyusutan kecil dan
panas hidrasi rendah.
3) Semen Khusus
a) Semen Pemboran (OWC)
Semen ini dihasilkan dengan cara menggiling halus klinker dari silikat kalsium
yang bersifat hidraulik.
b) Semen Portland Putih
Bahan utama semen portland putih yaitu kalsit (calcite) limestone murni yang
mengandung senyawa besi atau semen hidraulik yang bewarna putih,
dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker terutama yang terdiri dari silikat–
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-53-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
silikat kalsium yang bersifat hidraulik bersama gyps. Kadar Fe2O3 pada semen
ini dibatasi maksimum 0.5%.
c) Semen Aluminium
Semen ini dibuat dari batu kapur dan bauksit dengan campuran kira-kira 60% -
70% kapur dan 30% - 40% bauksit. Bahan-bahan ini di giling halus kemudian
dibakar pada suhu tinggi (16000C) dalam dapur listrik. Klinker digiling dan
ditambah gyps.
3.6 Metode Pengujian Semen
3.6.1. Uji Fisika
(1) Uji Kuat Tekan Semen
Penentuan kuat tekan mortar semen portland mengacu kepada ASTM C
109/109M-02, Standard Test Method for compressive strength of hydraulic
cement mortar. Metoda uji ini melingkupi penentuan kuat tekan mortar semen
hidrolis dengan menggunakan cetakan kubus berukuran sisi 50 mm. Berikut
alat-alat yang dibutuhkan untuk uji kuat tekan.
1) Timbangan
Timbangan yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi. Timbangan
harus dielevasi ketelitiannya dan deviasi pada total beban 2000 gram.
2) Gelas Ukur
3) Mixer Semen
Mixer merupakan mesin pengaduk yang digerakan dengan tenaga listrik
yang dilengkapi dengan pengaduk dan mangkuk. Pada mesin pengaduk
terdapat tombol yang berfungsi untuk mengatur kecepatan putaran mesin
pengaduk. Mesin pengaduk harus dilengkapi dengan alat penahan pengatur
jarak yang digunakan untuk menjaga jarak antara bagian bawah pengaduk
dengan dasar mangkuk tidak lebih besar dari 2,5 mm dan tidak lebih kecil
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-54-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
dari 0,8 mm (kira-kira sama dengan diameter pasir Ottawa (20–30) ketika
mangkuk berada pada posisi pengadukan. (Sumber: SNI 15-3500-2004)
4) Cetakan Sampel
Untuk cetakan kubus berisi 50 mm harus dipasang secara kuat. Cetakan
tidak boleh lebih dari 3 kompartemen dan dipisahkan tidak boleh menjadi
lebih dari dua bagian. Bagian-bagian dari cetakan tersebut dirakit menjadi
satu unit yang kuat. Cetakan terbuat dari logam yang kuat yang tidak
terpengaruh oleh mortar semen. Untuk cetakan yang baru,
angka Rockwell Hardness dari logam tidak boleh kurang dari 55 HRB. Sisi
dari cetakan harus memiliki kekakuan yang dapat mencegah pelebaran atau
pembengkokan.
Tabel 3.3. Variasi yang diperbolehkan dari Cetakan (mm)
ParameterCetakan kubus 50 mm
Baru Sudah digunakan
Kedataran sisi < 0.025 < 0.05
Jarak antara sisi-sisi yang
berlawanan50 ± 0.13 50 ± 0.050
Tinggi masing-masing
kompartemen50 + 0.25 - 0.13 50 +0.25 – 0.38
Sudut antara permukaan yang
berdekatan*)900 ± 0.50 900 ± 0.50
Catatan
*) Diukur pada titik yang dipindahkan sedikit dari persimpangan. Diukur
terpisah untuk setiap kompartemen antara semua muka bagian dalam dan
muka yang berdekatan dan antara muka bagian dalam dan bagian atas
dan dasar bidang dari cetakan
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
(Sumber: SNI 15-3500-2004)
5) Penumbuk
Terbuat dari bahan nonabsorbsi, nonabrasive, dan tidak getas.
Penumbuk harus mempunyai penampang melintang (13 x 25) mm dan
panjang ± (120-150) mm, serta penumbuk harus rata dan tegak lurus pada
pegangannya.
6) Ruang Lembab
Merupakan tempat penyimpanan mortar yang telah dicetak. Ruang
lembab dipertahankan suhunya antara 200C hingga 27,50C. Kelembaban nisbi
dari laboratorium tidak boleh kurang dari 50%.
7) Mesin Kuat Tekan (Hydraulic Compressive Strength Machine)
Hydraulic Compressive Strength Machine adalah alat untuk uji kuat
tekan. Selain untuk uji kuat tekan alat ini juga dapat digunakan untuk uji kuat
lentur.
(2) Uji Pengikatan Semu (False Set)
Uji pengikatan semu pada dasarnya hampir sama prosedurnya dengan
normal konsistensi hanya saja yang membedakannya adalah jumlah massa
semen dan massa air yang akan digunakan dalam pengadukan serta lamanya
pengadukan berlangsung.
(3) Uji Kehalusan dengan Blaine
a) Peralatan
Pengujian kehalusan semen portland dengan menggunakan alat Blaine
mengacu kepada ASTM C 204-00, Standard test method for fineness of
hydraulic cement by air permeability apparatus. Pengujian dengan
alat Blaine bertujuan menentukan kehalusan yang dinyatakan dalam luas
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-55-
-56-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
permukaan spesifik semen portland, dihitung sebagai jumlah luas permukaan
total cm2/gram, atau m2/kg semen portland. melalui suatu alas semen portland
yang disiapkan dengan porositas tertentu, merupakan fungsi dari ukuran
partikel dan menentukan laju aliran udara melalui alasnya.
(Sumber: SNI 15-3500-2004)
Komponen pada alat Blain:
1) Sel Permeabilitas
Sel permeabilitas terdiri dari silinder yang kaku dengan diameter dalam
(12.70 ± 0.10) mm dibuat dari logam tahan karat austenitic.
a) Bagian dalam dari sel harus halus (kehalusan 0.81 um) Bagian atas dari
sel harus tegak lurus terhadap sumbu utama dari sel. Bagian bawah dari
pada sel harus bisa membentuk sambungan yang kedap udara dengan
ujung atas dari manometer, sehingga tidak terjadi kebocoran udara antara
bidang-bidang kontak.
b) Dudukan (ledge) mempunyai lebar (0.5−1.0) mm merupakan bagian dari
sel yang menempel dengan kuat dalam sel, pada jarak (55 ± 10) mm, dari
puncak sel untuk menahan piringan logam yang berlubang-lubang. Bagian
puncak sel permeabilitas harus dilengkapi dengan bagian luar yang
menonjol, untuk memudahkan pengambilan sel dari manometer.
2) Piringan
a) Piringan dibuat dari logam yang tahan karat dengan ketebalan (0.9 ± 0.1)
mm berlubang-lubang sebanyak (30-40) lubang dengan Ø 1 mm dan
tersebar secara merata.
b) Piringan harus cocok dengan bagian dalam sel, bagian tengah salah satu
sisi piringan harus diberi tanda atau goresan yang dapat dibaca, supaya
penguji selalu tahu untuk menempelkan sisi tersebut dibagian bawah jika
memasukkannya ke dalam sel.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
3) Torak
a) Torak dibuat dari logam tahan karat austenitic (austenitic stainless
steel) yang harus tepat masuk ke dalam sel dengan toleransi tidak
lebih dari 0.1 mm.
b) Bagian dasar torak harus betul-betul datar dan tegak lurus terhadap sumbu
utama.
c) Torak harus dilengkapi dengan ventilasi udara yaitu berupa bagian datar
selebar (3.0 ± 0.3) mm pada salah satu sisinya.
d) Puncak dari torak ini dilengkapi dengan bagian luar yang menonjol,
sehingga bila torak dimasukkan ke dalam sel dan bagian sel yang
menonjol kontak dengan puncak sel maka jarak antara dasar torak dengan
bagian atas piringan harus (15 ± 1) mm.
4) Kertas Saring
Kertas saring harus mempunyai daya tahan alir udara medium,
berbentuk lingkaran dengan tepi yang rata dan mempunyai diameter yang
sama dengan diameter bagian dalam dari sel.
5) Manometer
Manometer dibuat dari bahan gelas berbentuk tabung U dengan diameter
luar 9 mm, seperti pada Gambar. Bagian atas dari salah satu lengannya harus
dapat membentuk sambungan yang kedap udara dengan sel permeabilitas.
Lengan manometer yang dihubungkan dengan sel permeabilitas harus
mempunyai tanda berupa garis yang melingkari tabung pada jarak (125 - 145)
mm di bawah pembuangan bagian atas, dan juga garis-garis lainnya yang
berjarak (15 ± 1) mm, (70 ± 1) mm, dan (110 ± 1) mm di atas garis tersebut.
Pembuangan harus ditempatkan pada jarak (250 - 305) mm di atas dasar
manometer, digunakan untuk pengosongan udara pada lengan manometer
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-58-
-57-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
yang dihubungkan pada sel permeabilitas. Manometer harus dilengkapi
dengan katup kedap udara positif atau penjepit yang terletak pada jarak tidak
lebih dari 50 mm dari lengan manometer. Manometer harus terpasang kokoh
sedemikian rupa, sehingga kedua lengannya tegak lurus.
6) Cairan Manometer
Manometer harus diisi sampai garis di tengah tabung dengan cairan
yang tidak mudah menguap, tidak higroskopis, mempunyai viskositas dan
density rendah, seperti dibutil ptalat (benzena dikarboksilat) atau minyak
mineral jenis ringan.
7) Alat Pencatat Waktu
Alat pencatat waktu harus dilengkapi dengan tombol untuk menjalankan
dan menghentikan, dan harus dapat dibaca sampai dengan 0.5 detik atau lebih
kecil. Untuk rentang waktu dari 0 detik sampai dengan 60 detik. Pencatat
waktu harus mempunyai ketelitian maksimum 0.5 detik dan untuk rentang
waktu harus detik ketelitiannya maksimum 1%.
(Sumber: SNI 15-3500-2004)
b) Perhitungan Kalibrasi Alat Blaine
Semen Standar : NIST 114 P
Blaine Standar : 3774 cm2/gr = 377.4 m2/kg
1) Penentuan Cell
WA1 = 169.5179 – 66.6349 = 102.8830
WB1 = 147.8496 – 69.4315 = 28.4181
WA2 = 169.5230 – 66.7180 = 102.8050
WB2 = 147.8438 – 69.4799 = 78.3639
2) Berat Semen Yang Ditimbang
Untuk tipe I− V
W = Bj x V x (1−0.5)
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
= 3.15 x 1.8060 x (1−0.5)
= 2.8445 gram
3) Luas Permukaan Spesifik (SS=3774)
Maka didapatkan (Ts), rentang waktu dari penurunan tekanan dalam
manometer untuk semen standar dengan waktu turun semen standar.
Tabel 7. Syarat Kehalusan minimal dengan Alat Blaine
Tipe semen Kehalusan, uji permeablitas udara
(m2/kg)
Tipe V 280
c) Penyiapan Lapisan Semen
Letakkan piringan logam pada dasar sel dan letakkan sebuah kertas
saring di atas piringan logam (dibuat seperti bundaran) lalu tekan ke bawah
dengan batang yang diameternya sedikit lebih kecil dari diameter sel,
sehingga piringan dan kertas saring berada pada kedudukan yang tepat.
Timbang sejumlah semen dengan ketelitian sampai 0.001 gram dan
masukkan ke dalam sel.
Ketok pelan-pelan dinding sel bagian luar untuk meratakan lapisan
semen didalamnya. Letakkan selembar kertas saring di atas lapisan semen ini
lalu tekan dengan torak sampai leher torak kontak dengan permukaan sel.
Tarik torak sedikit ke atas kemudian putar 90 derajat, tekan kembali
kemudian perlahanlahan torak ditarik ke luar sel.
d) Penentuan Permeabilitas Lapisan Semen
Setiap kali penetapan permeabilitas lapisan semen harus digunakan
kertas saring baru, dengan perlakuan sebagai berikut:
1) Sambungkan sel permeabilitas pada tabung manometer dengan
sambungan yang kedap udara sedemikian rupa, sehingga tidak
mengganggu lapisan semen yang telah disiapkan tadi, dengan
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-60-
-59-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
mengoleskan sedikit gemuk pada kran penghubung manometer, tutup
salah satu lengan manometer, sedikit dibuka kemudian tutup kembali.
Adanya penurunan tekanan terus menerus menunjukkan adanya
kebocoran dalam sistem.
2) Keluarkan secara perlahan-lahan udara yang ada dalam salah satu tabung
manometer hingga cairan manometer mencapai tanda garis atas, setelah
itu tutup katup rapat-rapat.
3) Jalankan alat pencatat waktu pada saat bagian bawah miniskus cairan
mencapai tanda garis yang kedua dari atas, hentikan pada saat bagian
bawah miniskus cairan mencapai tanda garis ketiga. Rekam rentang waktu
yang diamati (detik) dan suhu pengujian (0C).
4) Dalam melakukan kalibrasi alat Blaine, paling sedikit lakukan tiga kali
penetapan waktu alir, dan setiap kali memakai lapisan semen standar yang
berbeda. Kalibrasi harus dilakukan oleh penguji yang lama yang
melakukan uji kehalusan. Contoh dibersihkan dari bulu-bulu kuas dan
digunakan kembali, asalkan dijaga dalam keadaan kering dan semua
pengujian dilaksanakan dalam waktu 4 jam setelah contoh dibuka.
e) Prosedur
1) Suhu contoh semen yang diuji harus sama dengan suhu ruang pada waktu
pengujian.
2) Berat contoh yang akan diuji harus sama dengan berat semen standar yang
untuk kalibrasi, kecuali waktu menentukan kehalusan semen tipe III atau
tipe lain yang lebih halus, yang bobot isinya sangat besar sehingga
tekanan dengan ibu jari saja tidak bisa menyebabkan leher torak kontak
dengan puncak sel. Berat contoh yang diperlukan harus sedemikian rupa
sehingga lapisan contoh semen mempunyai porositas 0.500 ± 0.005.
3) Persiapan lapisan semen.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
4) Pengujian permeabilitas.
5) Pengujian luas Permukaan spesifik
(4) Pengujian Waktu Pengikatan Semen (Setting Time)
a) Setting Time Awal
Cara kerja:
1. Semen disimpan pada kamar lembab selama 1 jam, setelah itu diuji
dengan jarum vicat.
2. Turunkan jarum sampai tepat menempel pada permukaanpasta,
kencangkan sekrup pada bagian bawah dan tepatkan indikator pada skala
nol.186
3. Lepaskan jarum vicat dan biarkan turun selama 30 detik. Turunnya jarum
vicat dapat diperlambat dengan tujuan untuk mencegahbengkoknya jarum.
4. Ulangi penitrasi selama 15 menit. Apabila masuknya jarumsudah
mendekati angka 25 pada alat ukur maka interval waktu dipersingkat
menjadi tiap 10 menitan.
5. Apabila jarum sudah mencapai angka 25 maka, ini berarti menunjukkan
angka pengerasan awal.
6. Perhitungan :
Setting time awal = (waktu tembus angka 25 – waktu pembuatan)
Nilai pengujian setting time awal dalam semen jenis :
Portland tipe 1 : ≥ 100 menit
Portland pozzolan : ≥ 100 menit (Laboratorium PT. Semen Gresik
Tuban I, 2006)
b) Setting Time Akhir
Cara kerja :
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-61-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
1. Lakukan lagi penetrasi dengan interval waktu 10 menit,lakukan sampai
jarum vicat tidak dapat ditembus lagi dalam pasta.
2. Catat waktunya sebagai waktu pengerasan akhir.
3. Perhitungan:
Setting time akhir = (waktu pengerasan akhir – waktu pembuatan )
Nilai pengujian setting time akhir dalam semen jenis :
Portland tipe I : ≥ 360 menit
Portland Pozzolan : ≥ 360 menit
(Laboratorium PT . Semen Gresik Tuban I, 2006)
(5) Pengujian pemuaian dengan autoclave
Pengujian pemuaian dengan autoclave mengacu kepada ASTM C 151-00,
Standard Test Method for Autoclave Expansion of Portland Cement. Metoda
uji ini meliputi penentuan pemuaian dengan autoclave dari semen portland
dengan melakukan pengujian terhadap benda uji.
a. Prosedur
1) Pada 24 jam ± 30 menit setelah pencetakan, benda uji dikeluarkan dari ruang
lembab, segera diukur panjangnya setiap benda uji dengan alat pembanding
panjang dan masukkan ke dalam autoclave harus berisi air secukupnya pada
suhu (20 – 28) oC, untuk menjaga agar uap tetap jenuh selama pengujian
dilakukan.
2) Untuk memberi kesempatan udara keluar dari autoclave selama periode
pemanasan pendahuluan biarkan katup pelepasan terbuka sampai uap air
mulai keluar. Kemudian katup ditutup dan naikkan suhu autoclave secara
bertahap sampai mendapat tekanan uap 2 MPa selama waktu (45 – 75)
menit sejak pemanasan dimulai. Tekanan dijaga (2 ± 0,07) MPa selama 3
jam. Pada akhir periode 3 jam, pemanasan dihentikan dan autoclave
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-63-
-62-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
didinginkan secara bertahap sampai mencapai tekanan kurang dari 0,07
MPa dalam waktu kira-kira 1,5 jam. Pada akhir periode 1,5 jam, secara
perlahan-lahan sisa tekanan sedikit demi sedikit dilepaskan dengan
membuka katup pelepasan sampai tekanan atmosfir tercapai. Kemudian
autoclave dibuka, benda uji dikeluarkan dan kemudian direndam dalam air
panas pada suhu diatas 90 oC. Dalam waktu 15 menit, dinginkan air
disekeliling benda uji secara bertahap dengan penambahan air dingin hingga
suhu air turun sampai 23 oC. Jaga air disekeliling benda uji pada suhu 23 oC
selama 15 menit, kemudian permukaan benda uji dikeringkan dan diukur
kembali panjangnya dengan alat pembanding panjang.
CATATAN :Bila dikehendaki pembacaan pada suhu 27 oC disarankan agar
benda uji setelah dikeluarkan dari ruang lembab ditempatkan di dalam air
yang suhunya dipertahankan pada 27oC untuk sekurang-kurangnya 15
menit, keluarkan dan ukur panjang setiap benda uji dengan alat pembanding
panjang, kemudian panaskan dalam autoclave. Setelah selesai keluarkan
dari autoclave dan dinginkan benda uji dengan airnya hingga suhu 27 OC
dalam 15 menit. Pertahankan benda uji pada suhu tersebut dalam air selama
kemudian ukur panjang setiap benda uji dengan alat pembanding panjang.
3.6.2 Uji Kimia
(1) Uji Insoluble (Ketaklarutan Residu)
Sisa bahan yang tak habis bereaksi adalah sisa bahan tak aktif yang
terdapat pada semen. Semakin sedikit sisa bahan ini, semakin baik kualitas
semen. Jumlah maksimum sisa tak larut yang dipersyaratkan adalah 0.85%.
Dalam metode ini bagian tak larut dari semen ditentukan dengan mendigest
sampel semen dalam HCl. Setelah penyaringan, selanjutnya didigest dengan
natrium hidroksida. Residu yang diperoleh dipijarkan dan ditimbang. Apabila
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-64-
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
metode uji ini digunakan pada semen campuran (blended cement), penguraian
dalam asam dianggap sempurna jika terak semen portland terurai seluruhnya.
Larutan ammonium nitrat digunakan pada pencucian akhir untuk mencegah
bahan tak larut yang halus lolos dari kertas saring.
(2) Uji Lost On Ignation (LOI)
Pengujian kehilangan berat akibat pembakaran (Loss Of Ignition)
dilakukan pada semen untuk menentukan kehilangan berat jika semen dibakar
sampai sekitar 900-1000oC. Kehilangan berat ini terjadi karena adanya
kelembapan dan adanya karbon dioksida dalam bentuk kapur bebas atau
magnesium yang menguap. Kelembaban ini disebabkan oleh atmosfer yang
mengandung air, juga karena karbondioksida yang terserap di atmosfer.
Kehilangan berat dari semen ini merupakan ukuran dari kesegaran semen.
Dalam metode uji ini semen dipijarkan dalam tungku pemanas pada
suhu yang telah diatur. Bagian yang hilang diasumsikan untuk menunjukkan
jumlah air dan CO2 dalam semen. Prosedur ini tidak sesuai untuk menentukan
hilang pijar dari Portland blast furnaces lag cement dan slag cement.
(3) Uji Freelime (Kapur Bebas)
Uji Freelime (F-CaO) ini dihitung berdasarkan besar adsorbsi Ammonium
Asetat.
Prosedur Pengujian dengan Freelime
a) Memindahkan 60 mL pelarut gliserin-etanol ke dalam labu didih dasar
rata 250 mL, bersih dan kering.
b) Menambahkan 2 gram stronsium nitrat anhidrat (Sr(NO3)2), dan
mengatur pelarut hingga sedikit bersifat alkali dengan penambahan tetes
demi tetes larutan NaOH encer dan segar dalam alkohol hingga terbentuk
warna sedikit merah muda.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
Laporan Praktek Kerja Lapangan tanggal 02 sd. 30 Juni 2014Di PT SEMEN INDONESIA (PERSERO) Tbk.
c) Menimbang 1,000 gram sampel yang telah dihaluskan (CATATAN 72) ke
dalam labu, memasukkan batang pengaduk magnetik, dan segera
hubungkan dengan kondensor pendingin air (memakai gelas penghubung
berukuran 24/40).
d) Mendidihkan larutan dalam labu diatas pelat panas yang berpengaduk
magnet selama 20 menit dengan kecepatan pengadukan sedang.
e) Melepaskan kondensor dan menyaring isi labu dengan corong buchner
polipropilen di bawah penghisap, menyaringnya dengan menggunakan
labu 250 mL yang mempunyai sisi berbentuk tabung.
f) Memperlakukan filtrat hingga mendidih dan segera menitrasi dengan
larutan baku ammonium asetat hingga pada titik akhir titrasi tidak
berwarna.
Perhitungan
Cara menghitung persen kalsium oksida bebas dengan ketelitian 0,1% sebagai
berikut:
% CaO bebas = EV x 100
dengan:
E adalah kesetaraan CaO terhadap larutan ammonium asetat, gram/mL;
V adalah mililiter larutan ammonium asetat yang diperlukan oleh contoh.
(4) Uji Oksida
Pengujian Oksida menggunakan alat X-ray untuk menentukan oksida dari
SiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO, dan SO3.
Jurusan Fisika FMIPAUniversitas Negeri Malang
-66--53- -60-
-65-