laporan penyakit infeksius i andi wijaya dermatofita.docx

Upload: andi-wijaya-pasaribu

Post on 09-Oct-2015

114 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENYAKIT INFEKSIUS I

DERMATOFITOSIS

Oleh:Dwi sofiani(B04100174)Andi wijaya (B04100175)Abel jamaun (B04108013)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANINSTITUT PERTANIAN BOGOR2014

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Dermatofita merupakan kelompok kapang bersepta yang tersebar luas. Kelompok kapang ini menyerang bagian superfisial tubuh inang mencakup struktur keratin, kulit, rambut dan kuku. Dermatofitosis adalah salah satu kelompok dermatomikosis superfisialis yang disebabkan oleh jamur dermatofit, terjadi sebagai reaksi pejamu terhadap produk metabolit jamur dan akibat invasi oleh suatu organisme pada jaringan hidup. Terdapat tiga genus dermatofita yang dapat menyebabkan penyakit dermatofitosis antara lain ialah Microsporum, Trichophyton dan Epidermophyton. Microsporum adalah kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder. Sedangkan jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan Epidermophyton stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai non-patogenik, sedangkan E.floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia. E. floccosum adalah satu penyebab tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit (tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis) dan kuku (onychomycosis). Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit luar.koloniE. floccosumtumbuh cepat dan matur dalam 10 hari. Diikuti inkubasi pada suhu 25 C pada agar potato-dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan. Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia. Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat. Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada manusia.Patogenesis dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain iklim yang panas, higiene perseorangan, sumber penularan, penggunaan obatobatan steroid, antibiotik dan sitostatika, imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi infeksi serta respon imun dari pasien.Dengan memperhatikan kejadian dermatofitosis yang cukup penting untuk dipelajari, maka perlu dilakukan cara identifikasi yang tepat untuk dapat menentukan diagnosa terhadap hewan yang diduga menderita dermatofitosis.B. Tujuan Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi sampel kerokan kulit hewan yang di duga mengalami dermatofitosis.C. TINJAUAN PUSTAKA Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur dermatofit yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum korneum kulit, rambut, dan kuku pada manusia dan hewan. Dermatofit adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan membentuk molekul yang berikatan dengan keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk membentuk kolonisasi (Rippon, 1988). Kelompok kapang ini bersifat keratinofilik,yaitu kapang yang menyerang lapisan superfisial tubuh seperti kulit, rambut dan kuku. Microsporum dan Trichophyton biasa menyerang hewan dan manusia,sedangkan Epidermophyton hanya menyerang manusia (CFSPB 2005).Penyakit kulit yang disebabkan oleh kapang dermatofit disebut dermatofitosis dikenal dengan nama ringworm. Pada manusia penyakit ini menimbulkan gejala kulit bersisik kemerahan dan di pinggirnya berbentuk cincin (ring), dan di bagian tengahnya adalah sel-sel kulit yang mengalami persembuhan. Gejala ini disangka penyebabnya adalah cacing (worm), maka istilah ringworm digunakan untuk menamakan penyakit ini. Nama dermatofit (dermatophyte) bagi jenis kapang penyebabnya diartikan sebagai tanaman yang hidup di kulit karena zat keratin yang terdapat di kulit diperlukan untuk pertumbuhannya. Sehingga nama yang tepat untuk penyakit ini adalah dermatophytosis (dermatofitosis). Gejala pada hewan menunjukkan kerontokan bulu berbentuk bulat, kulit bersisik, berwarna abu dan keadaannya kering, kadang-kadang mirip dengan gejala penyakit kulit lainnya (Harkness dan Wagner, 1983).Penularan dapat terjadi akibat kontak dengan artrospora atau konidia. Infeksi biasanya dimulai pada rambut yang sedang tumbuh atau pada stratum komeum kulit.Penularan diantara inang terjadi akibat kontak langsung dengan inang yangmenunjukkan gejala maupun yang tidak menunjukkan gejala klinis atau kontak langsung maupun melalui udara dengan rambut atau kulit yang terkelupas yang mengandung spora kapang dermatofita (CFSPB, 2005). Faktor yang menyokong terjadinya penyakit antara lain cara pemeliharaan hewan, faktor nutrisi, lingkungan dan stress. Populasi yang padat, suhu tinggi dan kelembaban, juga ektoparasit, umur muda atau tua, kehamilan adalah faktor predisposisi timbulnya penyakit (Harkness dan Wagner, 1983).D. METODOLOGI Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah scalpel, gelas objek, cover glass, ose dan jarum, cawan petri, dan mikroskop. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah KOH 10%, Lactophenol Cotton Blue (LPCB), aquades, selotape, media biakan SDA (Sabouraud Dextrose Agar), dan sampel kulit. Hewan sebelumnya diduga menderita dermatofitosis dengan gejala klinis berupa kebotakan dengan batas yang jelas pada daerah leher. Sampel kulit dikerok dengan scalpel yang steril dan dimasukkan ke dalam plastik bersih yang berpenutup dan di bawa ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjut. Metode Pemeriksaan pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan langsung dengan menempelkan sampel dari kerokan kulit pada gelas objek. Kemudian sampel ditetesi larutan KOH 10% dan ditunggu sekitar 15 menit. Larutan KOH 10% ini adalah untuk melisiskan jaringan sehingga dapat terlihat hifa dan makrokonidia. Selanjutnya sampel diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 40x . Identifikasi berikutnya yaitu menanam sampel kerokan kulit pada media biakan SDA yang diberi antibiotik, kemudian diinkubasikan pada suhu kamar selama 7 hari. Hasil biakan tersebut kemudian diamati baik secara makroskopis dengan mengamati morfologi koloni dan secara mikroskopis dengan mengamati morfologi mikroskopisnya. Pengamatan morfologi mikroskopis dilakukan secara natif, yaitu dengan menggunakanselotapeyang ditempelkan ke gelas objek yang ditetesi LPCB dan dibuat slide culture dengan teknik Riddel. Penentuan kapang dilakukan dengan mengidentifikasi berdasarkan morfologi hifa, konidia dan konidiosporanya.

BAB IIHASIL DAN PEMBAHASANA. HASIL1. Pemeriksaan makroskopik1.1 Hasil PengamatanTanpa pewarnaan

Sample : 1Referensi

(http://faculty.ccbcmd.edu/)

Keterangan :Warna : creamtekstur : cottonykecepatan pertumbuhan: 3 4 minggutopografi : verrucoseMedia : SDA

2. Pewarnaan LCB2.1 Hasil PengamatanPewarnaan LCB (lactophenol blue)

Sample : 1Referensi

( www. lib.jiangnan.edu.cn)

Keterangan :Struktur : 1. Hifa bersepta2. Makrokonidia (berbentuk spindel, dinding tebal, ukuran)3. Mikrokonidia (berbentuk clubbing, dinding halus, ukuran)Perbesaran : 40 x 100

B. PEMBAHASANIdentifikasi isolat fungi dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu, pengamatan fungi secara makroskopis yang meliputi pengamatan terhadap warna dan bentuk koloni. Tahap kedua yaitu, pengamatan secara mikroskopis yang dilakukan dengan membuat slide kutur yang meliputi pengamatan terhadap bentuk hifa, bentuk, dan ukuran konidia. Tahap pembuatan slide kultur dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1Tahap pembuatan slide kultur : (A) Potongan agar yang diambil dari medium PDA. (B) Cawan Petri berisi batang penahan dan gelas objek. (C) Inokulasi fungi pada agar yang disimpan di atas gelas objek. (D) Agar yang telah diinokulasi ditutup dengan kaca penutup. (Sumber : www.botany.utoronto.ca)

Disiapkan sebuah cawan petri steril yang di dalamnya diberi kertas saring steril yang dipotong bundar dan telah dilembabkan dengan menggunakan akuades steril untuk menjaga kelembaban kultur dalam cawan Petri. Pada cawan Petri tersebut disimpan batang penahan berbentuk segitiga, dan di atas batang penahan tersebut diletakkan sebuah objek gelas steril beserta penutupnya seperti terlihat pada Gambar 3.1. Blok agar steril kira-kira berukuran satu sentimeter kuadrat dipotong dari medium PDA dalam cawan Petri steril lain (Gambar 3.1 A) dan diletakkan di atas gela objek dengan menggunakan pisau atau alat pemotong steril. Kemudian, fungi diinkubasi pada keempat blok agar (Gambar 3.1 C) dan ditutup oleh gelas penutup steril (Gambar 3.1 D). Setelah beberapa hari diinkubasi dalam suhu kamar, sllide dapat diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran rendah sampai tinggi, lalu diidentifikasi.

Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh cendawan pada bagian kutan/superfisial atau bagian dari jaringan lain yang mengandung keratin (bulu, kuku, rambut dan tanduk). Trichopyton spp dan Microsporum spp, merupakan 2 jenis kapang yang menjadi penyebab utama ringworm pada hewan. Di Indonesia yang menonjol diserang adalah anjing, kucing. Penyebab ringworm ialah cendawan dermatofit yaitu sekelompok cendawan dari genus Epidermophyton, Microsporum dan Trichophyton. Cendawan dermatofit penyebab ringworm menurut taksonomi tergolong fungi imperfekti (Deuteromycetes), karena pembiakannya dilakukan secara aseksual, namun ada juga yang secara seksual tergolong Ascomycetes. M. canis bersifat ectothrix dan zoofilik yang terdapat pada kucing, anjing, kuda, dan kelinci, gambaran mikroskopis dari kultur adalah macroconidia berbentuk spindle, berdinding tebal dan kasar. Microconidia berbentuk clubbing dan berdnding halus, sedangkan M. gypseum bersifat ectothrix dan geofilik. Gambaran makroskopisnya makrokonidia berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, dan mikrokonidianya sedikit dan berbentuk clubbing (Pohan., A. 2009). Sebaran geografis keberadaannya cukup luas, namun penyakit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropis dan subtropis, terutama daerah dengan kondisi udara panas dan kelembaban yang tinggi. Kemudian pada daerah yang mempunyai empat musim, setelah periode multiplikasi kapang pada bulu selama musim panas. Penyebaran infeksi dapat terjadi karena luka, bekas luka atau patahan bulu untuk melangsungkan hidupnya. Dapat tumbuh pada lingkungan kering, dingin, aerobik serta tanpa mikroorganisme lain dan terlindung dari sinarmatahari. Di negara-negara yang beriklim subtropik atau dingin, kejadian ringworm lebih sering, karena dalam bulan-bulan musim dingin, hewan-hewan selain kurang menerima sinar matahari secara langsung, juga sering bersama-sama di kandang, sehingga kontak langsung di antarasesamaindividu lebih banyakterjadi. Cara penularan jamur dapat secara langsung dan secara tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut-rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang atau dari tanah. Penularan tak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, barang-barang atau pakaian, debu atau air. Disamping cara penularan tersebut diatas, untuk timbulnya kelainan-kelainan di kulit tergantung dari beberapa faktor seperti faktor virulensi dari dermatofita, faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, factor suhu dan kelembaban, kurangnya kebersihan dan faktor umur dan jenis kelamin (Ahmad., R.Z. 2009).Untuk mendiagnosa melalui pemeriksaan laboratorium diperlukan sampel kerokan kulit, serpihan kuku, rambut. Kemudian dapat diperiksa dengan Wood light, atau pemeriksaan langsung dengan mikroskop dengan KOH, atau pewarnaan, atau dengan membuat biakan padamedia. Penyakit ini dapat dikelirukan dengan lesi yang diperlihatkan seperti gigitan serangga, urtikaria, infeksi bakteri dan dermatitis lainnya, namun dengan adanya bentuk cincin pada derah yang terinfeksi dan peneguhan diagnose dengan pemeriksaan laboratorium akan memastikan bahwa hewan tersebut menderita penyakit (Ahmad., R.Z. 2009).Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sanitasi kesehatan, lingkungan maupun hewannya. Terdapat 5 kelompok macam obat dengan berbagai cara dapat dipakai untuk menghilangkan dermatofit, yaitu: (1). Iritan, dilakukan untuk membuat reaksi radang sehingga tidak terjadi infeksi dermatofit; (2). Keratolitik, digunakan untuk menghilangkan dermatofit yang hidup pada stratum korneum; (3) Fungisidal, secara langsung merusak dan membunuh dermatofit; (4). Perubah. Merubah dari stadium aktif menjadi tidak aktif pada rambut. Salah satu cara yang efektif untuk penanggulangan adalah mencegah penyebaran sehingga tidak terjadi endemik, peningkatkan masalah kebersihan, perbaikan gizi dan tata laksana pemeliharaan. Hewan kesayangan harus terawat dengan cara memandikan secara teratur, pemberian makanan yang sehat dan bergizi sangat diperlukan untuk anjing dan kucing. Vaksinasi adalah pencegahan yang baik. Di Indonesia pemakaian vaksin dermatofit belum dilaksanakan. Pengobatan dapat dilakukan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik dengan preparat Griseofulvin, Natamycin, dan azole peroral maupun intravena dengan cara topikal menggunakan fungisida topikal dengan berulang kali, setelah itu kulit hewan penderita tersebut disikat sampai keraknya bersih; setelah itu dioles atau digosok pada tempat yang terinfeksi. Selain itu, dapat pula dengan obat tradisional seperti daun ketepeng (Cassia alata), Euphorbia prostate dan E. thyophylia (Ahmad., R.Z. 2009).

BAB IIIPENUTUP

KESIMPULANSample 1 setelah dilakukan serangkaian uji identifikasi didapatkan hasil bahwa jamur tersebut adalah microsporum canis merupakan jamur yang memiliki warna cream, tekstur cottony, topografi verrucose. Sedangkan secara mikroskopik memiliki makrokonidia berbentuk spindle, dinding tipis 3-6 septa, mikrokonidianya berbentuk clubbing, hifa bersepta.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad., R.Z. 2009. Permasalahan & Penanggulangan Ring Worm Pada Hewan. Lokakarya Nasional. Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner.Bogor.

Boel.,T. 2009. Mikosis superficial. Fakultas kedoteran gigi. Universitas Sumatera Utara.

Harkness, JE. and JE. Wagner. 1983. The Biology and Medicine of Rabbits and Rodents, Second Edition, Lea & Febiger. pp. 115-117.

Pohan., A. 2009. Bahan Kuliah Mikologi. [email protected].

Rippon JW. Medical Mycology The Pathogenic Fungi. 3rd ed. Philadelphia : WB Saunders Company; 1988.