laporan pengalengan bab ii. tinjauan pustaka.pdf

11
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Udang (Penaeus sp) Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Secara morfologi, udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya. Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17- 23% (Purwaningsih 1995). Menurut Suwignyo (1989), udang diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum : Arthropoda Sub Phylum : Mandibulata Class : Crustaceae Sub class : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub ordo : Natantia Famili : Penaidae Genus : Penaeus Species : Penaeus sp Gambar 1. Morfologi udang (Penaeus sp) (Sumber : http://tbn1.google.com) Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis

Upload: syafri-nurkhalish

Post on 28-Nov-2015

665 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

LAPORAN PRAKTIKUM PENGALENGAN TPHP 24 PPNP

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi dan Klasifikasi Udang (Penaeus sp)

Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki

aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Secara morfologi, udang

terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada

(cephalothorax) dan bagian badan (abdomen) yang terdapat ekor di belakangnya.

Udang memiliki tubuh yang beruas-ruas dan seluruh bagian kurang 36-49% dari

total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 17- 23% (Purwaningsih

1995). Menurut Suwignyo (1989), udang diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Arthropoda

Sub Phylum : Mandibulata

Class : Crustaceae

Sub class : Malacostraca

Ordo : Decapoda

Sub ordo : Natantia

Famili : Penaidae

Genus : Penaeus

Species : Penaeus sp

Gambar 1. Morfologi udang (Penaeus sp) (Sumber : http://tbn1.google.com)

Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit

di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis

Page 2: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus

marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air

tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah

(Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang

(Lobster) (Permana 2007).

2.2. Komposisi Kimia Udang

Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki

aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit

17-23% (Anonim 2007). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia udang

No Komposisi kimia Jumlah

1 Kadar air (%) 78

2 Kadar abu (%) 3,1

3 Lemak (%) 1,3

4 Karbohidrat (%) 0,4

5 Protein (%) 16,72

6 Kalsium (Mg) 161

7 Fosfor (Mg) 292

8 Besi (Mg) 2,2

9 Natrium (Mg) 418

Sumber: USDA (2003)

Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang

penting bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih

tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang

dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan

asam amino esensial yang terdapat pada udang dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 3: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang.

Komposisi Satuan Konsentrasi

Protein :

%

32

- Mioplasma

- Miofibril % 59

- Miostroma % 5

Asam amino esensial :

- Isoleusin g/100 g 0,985

- Leusin g/100 g 1,612

- Lisin g/100 g 1,768

- Metionin g/100 g 0,572

- Sistein g/100 g 0,228

- Fenilalanin g/100 g 0,858

- Tirosin g/100 g 0,676

- Treonin g/100 g 0,822

- Triptofan g/100 g 0,283

- Valin g/100 g 0,956

Sumber : USDA (2003)

2.3. Pengalengan Makanan

Pengalengan merupakan suatu cara pengawetan bahan pangan termasuk ikan

dan hasil perikanan lainnya yang dikemas secara hermetis dan kemudian

disterilkan. Metode pengawetan ini ditemukan oleh seorang bangsa Perancis yang

bernama Nicolas Appert, sehingga cara pengawetan ini sering juga disebut sebagai

seni Appertisasi (the art of Appertizing). Penemuan Appert ini diawali dari hasil

pengamatannya terhadap makanan yang dipanaskan di dalam suatu kemasan yang

tertutup, dimana makanan tersebut tetap awet bila kemasan tidak dibuka lagi atau

kemasannya tidak mengalami kebocoran.

Dewasa ini, metode pengalengan bahan pangan dibagi menjadi dua metode,

yaitu; metode pengalengan konvensional (Appertizing) dan metode pengalengan

inkonvensional (aseptic canning). Metode pengalengan konvensional dilakukan

dengan cara bahan pangan dimasukkan ke dalam wadah, kemudian ditutup secara

Page 4: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

hermetis dan kemudian disterilisasi. Sedangkan metode pengalengan inkovensional

dilakukan dengan cara bahan pangan dan wadah masing-masing disterilkan secara

terpisah, kemudian bahan pangan tersebut dimasukkan ke dalam wadah dan ditutup

secara aseptis dalam ruangan yang bebas mikroba. Namun dalam pengalengan ikan,

yang umum diterapkan adalah metode pengalengan konvensional.

Dalam proses pengalengan, bahan yang akan dikalengkan dikemas secara

hermetis dalam suatu wadah, baik kaleng, gelas atau aluminium. Pengemasan

secara hermetis mengandung arti bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak

dapat ditembus oleh udara, air, mikroba atau bahan asing lainnya. Dengan demikian

bahan yang dikalengkan dapat terhindar dari proses kebusukan, perubahan kadar

air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan citarasa.

Sterilisasi yang diterapkan dalam proses pengalengan ikan dan bahan pangan

lainnya adalah sterilisasi komersial (commercial sterillity) yang berarti panas

yang diberikan terhadap produk dapat menghambat proses pembusukan yang

diakibatkan oleh aktifitas mikroorganime pembusuk atau patogen dan tidak

mengurangi nilai gizi yang terkandung di dalam produk makanan kaleng. Adanya

panas tersebut juga menghambat proses enzimatis yang terdapat pada bahan

makanan dalam hal ini adalah produk hasil perikanan yang dikalengkan.

Sterilisasi komersial pada produk pangan menggunakan suhu, waktu dan

tekanan tertentu untuk mencapai proses sterilisasinya. Proses sterilisasi yang under

cooking ataupun over cooking tidak dapat menghasilkan produk kaleng yang

diinginkan karena jika under cooking produk kaleng akan mengalami pembusukan

dan apabila over cooking produk kaleng tidak dapat dikonsumsi karena tidak

mempunyai lagi nilai gizi akibat terlalu masak atau gosong.

2.4. Tahapan Proses Pengalengan

Pada proses pengalengan ikan, secara umum tahap-tahap kegiatannya dapat

dikelompokkan menjadi beberapa bagian meskipun untuk jenis ikan tertentu

kemungkinan terdapat perbedaan atau variasi proses pengalengannya. Adapun

tahap-tahap kegiatan dalam proses pengalengan ikan adalah :

Page 5: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

2.4.1. Penyediaan dan Pemilihan Bahan Baku

Penyediaan bahan baku bagi pabrik pengalengan ikan akan lebih

terjamin bila pabrik pengalengan tersebut memiliki armada penangkap ikan

atau kapal penangkap ikan, yang dapat melakukan pembelian langsung di

daerah penangkapan. Dengan demikian, kebutuhan dan kesegaran bahan

baku dapat dipenuhi sesuai dengan kapasitas pabrik. Cara lain yang dapat

dilakukan agar penyediaan bahan baku terjamin adalah dengan

meminjamkan alat penangkap atau mesin kapal kepada nelayan dengan

perjanjian hasil tangkapan harus dijual ke pabrik, atau dengan penetapan

harga pembelian untuk jangka waktu tertentu.

Adanya kontrak pembelian antara nelayan dengan pabrik

pengalengan, maka masing-masing pihak akan mendapatkan keuntungan.

Pihak pabrik pengalengan mendapat bahan baku yang diperlukan dengan

mutu baik, sedangkan nelayan tetap mendapatkan harga jual yang layak

meskipun hasil tangkapan melimpah. Bahan baku yang dibutuhkan pada

proses pengalengan, kesegaran ikan memegang peranan yang sangat

penting. Sebab bila ikan sudah tidak segar lagi, maka mutu ikan kaleng yang

dihasilkan menjadi kurang bagus. Bau ikan yang busuk atau tekstur ikan

yang mulai lembek tidak dapat dihilangkan selama proses pengalengan,

sebab pada proses pemasakan awal (precooking) yang seharusnya

menyebabkan daging ikan makin kompak, malahan membuat daging ikan

yang mulai busuk menjadi rapuh.

Selain itu tempat, cara, dan lama penyimpanan bahan baku juga akan

mempengaruhi mutu produk akhir. Sebab dari cara-cara penanganan awal

inilah mutu bahan baku dapat ditentukan. Jadi, meskipun pada saat disimpan

dalam palka, ikan masih sangat segar tetapi bila penanganan dan

penyimpanannya kurang baik, maka mutu produk akhir pasti tidak akan

memenuhi syarat atau standar mutu ikan kaleng. Disamping penangnan

yang baik dan tepat pada terhadap bahan baku juga sanitasi dan hygiene

pada temapat pengolahan daan penyimpanan serta air dan es sebagai bahan

baku tambahan juga perlu diperhatikan dalam penggunaannya. Air yang

Page 6: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

digunakan sebagai pencuci bahan baku daan air untuk pembuatan es sebagai

bahan pendingin sementara pada bahan baku juga harus diperhatikan.

2.4.2. Pengawetan Sementara Bahan Baku

Apabila harus menunggu sampai proses pengalengan dilakukan,

maka bahan baku biasanya terlebih dahulu diawetkan meskipun hanya

dalam tahap sementara. Pengawetan sementara ini bertujuan untuk

mempertahankan kesegaran ikan tersebut. Pengawetan sementara yang

umum dilakukan antara lain penambahan bahan kimia berupa garam dapur

(NaCl), penerapan suhu rendah (suhu chilling) dan pembekuan.

Penambahan garam untuk pengawetan dapat dilakukan bila jarak waktu

sejak ikan ditangkap sampai dikalengkan tidak terlalu lama.

Jika penyimpanan sebelum pengalengan relatif lama, maka

pendinginan dengan es atau yang dikombinasikan dengan pendinginan

mekanis adalah cara pengawetan yang tepat. Karena itu setiap pabrik

pengalengan ikan selalu menyediakan ruang pendingin khusus untuk

menampung kelebihan ikan. Suhu terendah atau suhu operasional ruang

pendingin mekanis sebaiknya ditentukan sampai 0oC, sebab kalau lebih

rendah lagi dikhawatirkan terjadi partial freezing atau slow freezing pada

permukaan tubuh ikan. Apabila jarak waktu sejak ikan ditangkap sampai

dikalengkan cukup lama, maka sebaiknya bahan baku disimpan dalam

keadaan beku.

Penyimpanan beku ini juga berguna agar pabrik tetap berjalan

walaupun bukan pada saat musim ikan. Olehnya itu, pada saat musim ikan

dan harga ikan relatif murah dilakukan pengumpulan stok bahan baku.

Meskipun demikian, penyimpanan beku sebaiknya tidak terlalu lama sebab

kemungkinan akan terjadi perubahan-perubahan yang merugikan. Misalnya,

warna ikan menjadi coklat karena penguraian hemoglobin atau berubahnya

aroma dan citarasa. Namun hal ini dapat diatasi, misalnya dengan

pencelupan dalam larutan garam dingin dan penyimpanan pada suhu -20oC.

Selain itu, penularan bau dari ruang pendingin atau ammoniak yang berasal

dari pipa-pipa pendingin yang bocor harus dihindari.

Page 7: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

2.4.3. Penyiangan dan Pencucian

Pada tahap penyiangan ikan harus dibuang sisiknya, kemudian

kepala, sirip, jeroan dan bagian-bagian yang tidak dapat dikonsumsi

dipisahkan. Pada pengalengan ikan-ikan besar seperti tuna; duri dan tulang-

tulangnya harus dihilangkan, kepala dipisahkan setelah atau sebelum

pemasakan awal. Umumnya ikan dipotong menurut ukuran tingginya

kaleng atau wadah lain, tetapi hal ini tergantung pada jenis produk kalengan

yang akan dihasilkan.

Setelah disiangi, selanjutnya ikan dicuci sampai bersih. Pencucian

ini dimaksudkan untuk menghilangkan sisik, lendir, darah dan sisa-sisa

kotoran yang masih melekat pada bagian daging ikan. Air pencucian

sebaiknya mempunyai mutu seperti air minum, karena jika mutunya kurang

baik maka akan menjadi sumber kontaminasi bagi bahan yang akan

dikalengkan. Ikan-ikan tersebut dapat dibersihkan dengan cara perendaman,

pencucian dengan cara agitasi (goyangan) atau dengan cara penyemprotan

air.

2.4.4. Perlakuan Terhadap Bahan Baku Sebelum Dikalengkan

Beberapa perlakuan terhadap bahan baku sebelum dikalengkan

yaitu; penggaraman, pemasakan awal (precooking), pengeringan,

pengasapan, pengasapan, penggorengan dan lain-lain. Penggaraman atau

brining selain bermanfaat untuk menghilangkan sisa-sisa darah dan lendir

pada ikan dan memperbaiki tekstur daging, juga berfungsi untuk

mempertahankan cita rasa asli ikan. Penggaraman dilakukan secara

langsung dengan menaburkan garam atau dengan merendam ikan dalam

larutan garam (brine) sebelum pengalengan.

Pemasakan awal (precooking) dilakukan bila tidak terdapat fasilitas

exhausting atau ikan akan diisikan ke dalam kaleng dalam keadaan panas.

Ikan tersebut dapat dimasak sebelum diisikan ke dalam kaleng atau dimasak

dalam kaleng (sebelum proses penutupan). Lamanya proses pemasakan ini,

ditentukan oleh jenis dan ukuran ikan yang akan dikalengkan.

Page 8: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

Pengeringan sering dilakukan dalam pengalengan ikan. Tujuan

pengeringan ini adalah mengurangi kadar air dan memperbaiki tekstur

daging ikan. Sedangkan pengasapan, selain untuk mengurangi kadar air juga

untuk mendapatkan aroma asap. Hal ini diperlukan untuk produk-produk

khusus seperti cumi-cumi asap atau sardine asap kaleng.

Untuk ikan-ikan air tawar yang tekstur dagingnya sangat lembek bila

dikukus, sering harus digoreng atau direbus terlebih dahulu dalam minyak

(deef frying). Proses penggorengan ini bertujuan memperbaiki tekstur

daging dan memberikan bau dan cita rasa yang lebih baik. Cara ini juga

sering dilakukan untuk menghilangkan/menutupi rasa dan bau lumpur, yang

sering terdapat pada ikan air tawar.

2.4.5. Pengisian Ikan ke Dalam Kaleng (Filling)

Pengisian kaleng dengan ikan yang telah disiapkan sebaiknya

dilakukan segera setelah proses persiapan selesai. Pengisian hendaknya

dilakukan secara teratur dan seragam. Produk diisikan sampai permukaan

yang diinginkan dalam wadah dengan memperhatikan adanya “head space”,

kemudian selanjutnya diisikan medium pengalengan. Supaya mutunya

tetap baik, cara pengisian ikan yang sudah dipotong-potong ke dalam kaleng

harus dilakukan sepadat mungkin supaya tidak mudah rusak akibat

guncangan pada waktu pengemasan atau pengangkutan. Pemotongan ikan

harus sesuai dengan bentuk dan ukuran kaleng, sehingga isi sebuah kaleng

cukup dengan beberapa potong ikan. Jika isi kaleng masih kurang padat,

dapat ditambah dengan serpihan daging sehingga beratnya tepat seperti

yang telah ditentukan. Bila wadah pengalengan terbuat dari gelas (glass jar

= botol jam), maka cara pengisiannya harus dapat memberikan daya tarik

maksimal. Sebab, isi botol tersebut akan terlihat dari luar.

2.4.6. Penghampaan Udara (Exhausting)

Sebagian besar udara dan gas harus dihilangkan dari dalam kaleng

yang telah berisi ikan sebelum operasi penutupan. Dalam kaleng yang sudah

ditutup tidak diinginkan adanya oksigen, karena gas ini dapat bereaksi

Page 9: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

dengan bahan atau bagian dalam kaleng sehingga akan mempengaruhi

mutu, nilai gizi dan umur simpan produk ikan kaleng yang dihasilkan.

Exhausting merupakan proses penghampaan udara dan gas dari

dalam kaleng yang telah berisi ikan sehingga tekanan udara di dalam kaleng

setelah mengalami sterilisasi dan pendinginan menjadi lebih kecil daripada

tekanan udara luar. Ekshausting berfungsi untuk menjaga agar tutup kaleng

tetap cekung dan kandungan nilai gizi produk yang dikalengkan dapat

dipertahankan.

2.4.7. Pengisian Medium Pengalengan

Pengisian medium pengalengan dilakukan setelah proses pemasakan

pendahuluan. Medium pengalengan yang digunakan umumnya dalam

kondisi panas yaitu mempunyai suhu 80 – 100oC. Banyaknya medium

pengalengan yang diisikan ke dalam kaleng tergantung pada ukuran

kaleng yang digunakan. Pengisian medium ke dalam kaleng umumnya

dilakukan dengan menggunakan mesin otomatis. Oleh karena itu untuk

mendapatkan keseragaman berat medium maka harus sering dilakukan

pengecekan pada alat yang akan digunakan.

2.4.8. Penutupan Kaleng (Seaming)

Setelah proses penghampaan udara (exhausting), kaleng harus

segera ditutup secara hermetis. Penutupan wadah yang baik diperlukan

untuk mencegah terjadinya pembusukan.

Bila digunakan kaleng sebagai wadah, maka penutupan yang baik

akan mencegah terjadinya kebocoran dari satu kaleng yang dapat

menimbulkan pengkaratan pada kaleng lainnya. Bila wadah yang digunakan

adalah gelas, maka wadah tidak ditutup secara hermetis sampai setelah

operasi sterilisasi selesai; sebelumnya hanya ditutup secara lemah, yaitu

dengan cara memutar tutupnya ke bawah secara perlahan. Setelah operasi

sterilisasi selesai, penutupan dikuatkan dengan memutar tutup kuat-kuat

agar terbentuk suatu penutupan yang hermetis.

Page 10: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

2.4.9. Sterilisasi

Sterilisasi atau yang dikenal dengan istilah “processing”, merupakan

operasi yang paling penting dalam pengalengan bahan pangan. Sterilisasi

tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan

patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak,

yaitu dilihat dari penampakannya, teksturnya dan citarasanya, sesuai dengan

yang diinginkan. Oleh karena itu, proses sterilisasi ini harus dilakukan pada

suhu yang cukup tinggi untuk menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh

terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak. Ikan dan

makanan lain yang berkadar asam rendah, suhu sterilisasi yang umum

digunakan adalah 115 – 120 oC (240 – 250 oF) dengan tekanan 1 – 2 atm.

2.4.10. Pendinginan (Cooling)

Setelah proses sterilisasi selesai, wadah harus cepat didinginkan.

Proses pendinginan ini bertujuan untuk memperoleh keseragaman (waktu

dan suhu) dalam proses sterilisasi dan untuk mempertahankan mutu produk

akhir. Apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan, maka produk akan

cenderung terlalu masak (over cooking), sehingga akan merusak tekstur dan

citarasanya. Selain itu, selama produk berada pada suhu antara suhu ruang

dan suhu sterilisasi, pertumbuhan spora bakteri tahan panas akan distimulir.

2.4.11. Pemasangan Label (Labelling)

Pemasangan label (labelling) pada produk pengalengan sangat

penting diperhatikan karena erat kaitannya dengan pemasaran produk

tersebut. Sebuah label yang direncanakan dengan baik dan dengan cap (merk

= brand) yang terkenal, besar sekali pengaruhnya terhadap konsumen.

Bentuk gambar, susunan huruf, dan kombinasi warna harus menarik dan

jelas, tetapi sederhana. Cap dan gambar sebaiknya jangan terlalu panjang

dan rumit, supaya konsumen mudah mengingatnya. Sebagai contoh,

gambar-gambar ikan pada label, umumnya ekornya bengkok ke atas. Hal ini

memberikan gambaran kepada konsumen bahwa ikan yang diolah menjadi

ikan kaleng tersebut adalah ikan segar. Pernah terjadi di Amerika Serikat,

Page 11: LAPORAN PENGALENGAN BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.pdf

suatu produk ikan kaleng tidak laku karena gambar ekor ikannya bengkok

ke bawah. Hal ini terjadi karena konsumen menganggap bahwa ikan di

dalam kaleng tersebut tidak segar lagi.